You are on page 1of 13

Militer Diraja Malaysia Memasuki Wilayah Perairan Indonesia Di Ambalat Ditahun 2010, tepatnya di bulan Agustus 2010 yaitu

u sebanyak tiga orang petugas dari KKP ditangkap oleh polisi perairan Malaysia setelah menangkap tujuh nalayan Malaysia yang ketahuan menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia. Tiga orang petugas dari KKP kemudian ditahan di Malaysia dan mereka dibebaskan dengan cara diberter dengan tujuh nelayan Malaysia. Dalam peristiwa ini spontan mendapat banyak protes dari waga negara Indonesia, dan termasuk protes keras dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia terhadap pemerintahan Malaysia. Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Fadel Muhammad mengatakan Malaysia meremehkan Indonesia dengan memperlakukan tiga petugas dari kementeriannya yang ditangkap polisi air Malaysia kurang layak. Tiga orang petugas dari KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) yang ditangkap polisi air Malaysia ditahan dikantor polisi Malaysia, dipakaikan pakaian tahanan, dan pada saat keluar ruangan tangannya diborgol, kata Fadel Muhammad pada diskusi polemik Indonesia-Malaysia: Serumpun tapi Tidak Rukun di Jakarta, Sabtu. Menurut dia, perlakuan polisi Malaysia itu meremehkan Indonesia. Apalagi tiga orang tersebut adalah petugas resmi yang ditangkap saat menjalankan tugasnya yakni menangkap tujuh nelayan Malaysia yang ketahuan menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia. Fadel meminta kepada pemerintah untuk bersikap lebih tegas karena kalau terus-menerus seperti ini ia mengkhawatirkan tindakan Malaysia akan semakin meremehkan Indonesia. Sementara itu, Kepala Biro Humas Kementerian Pertahanan Brigjen I Wayan Midhio mengatakan, pejabat di Kementerian Pertahanan bergaul banyak dengan pejabat di Kementerian Pertahanan maupun militer dari Malaysia. Setahu saya tidak ada pejabat militer Malaysia yang meremehkan Indonesia, katanya. Untuk menjaga pertahanan di wilayah perbatasan, kata dia, Kementerian Pertahanan melakukan kerja sama perthanan dengan Malaysia maupun dengan Singapura. Insiden di Bintan, Kepulauan Riau yang melibatkan nelayan Malaysia, tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan serta pemerintah Indonesia dan Malaysia sebenarnya menunjukkan lemahnya pertahanan laut Indonesia. Kami minta kasus sengketa Malaysia jadi momentum membenahi pengelolaan wilayah perbatasan maritim kata Mahfudz Sidik, Anggota Komisi Pertahanan DPR dalam diskusi di Jakarta, Sabtu 21 Agustus 2010.

Dalam diskusi itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengakui, pertahanan maritim Indonesia masih lemah. Ini karena kurangnya koordinasi antara satu pihak dengan lainnya. Dilihat dari yang berperan, harusnya lebih dari cukup. Tapi ini karena tak pernah ada kerjasama kata Fadel. Menurut Fadel, keamanan di laut Indonesia ditangani pasukan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Koordinasi Kemanan Laut, kepolisian, TNI Angkatan Laut, dan petugas dari bea cukai. Saya sudah lapor Presiden untuk ditata, agar kejadian dengan Malaysia kemarin tidak terjadi lagi dan tidak saling menyalahkan, kata Fadel. Nantinya pengamanan kawasan maritim, Fadel berharap ditangani Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan. Juru Bicara Kementerian Pertahanan I Wayan Midhio mengakui perlu ada kesepakatan untuk mengatur keamanan laut. UU-nya belum ada, perlu dirancang untuk kepastian pembagian penjagaan, kata Dia. (antasari.net-antaranews-tempo)

Peristiwa Tiga Orang Petugas dari KKP Ditangkap Oleh Polisi Perairan Malaysia

Masih di tahun 2010, didalam sebuah laporan yang ditulis oleh Diandra Megaputri Mengko pada sebuah situs online Gagasan Hukum melaporkan bahwa, Insiden pelanggaran wilayah perbatasan laut Indonesia-Malaysia yang terjadi di kawasan perairan Provinsi Kepulauan Riau sebenarnya sudah bukan yang pertama bagi Indonesia. Setiap tahunnya, Angkatan Laut Indonesia selalu melaporkan mengenai adanya pelanggaran perbatasan yang dilakukan negara tetangga ini. Walaupun demikian, seharusnya dapat kita cermati kembali penggunaan kata perbatasan dan pelanggaran. Kedua kata tersebut seharusnya ditempatkan kembali ke dalam posisi yang tepat dengan melihat aspek legal dan fakta di dunia serta kondisi di dalam negeri. International Boundaries Research Unit (IBRU) di Universitas Durham mengidentifikasi bahwa dewasa ini masih terdapat ratusan perbatasan maritim internasional yang belum disepakati negara-negara yang berbatasan. Walaupun banyak di antara pertentangan tersebut hanya berlangsung pada tataran diplomasi, tidak tertutup kemungkinan hal itu memburuk dan terekskalasi menjadi konflik bersenjata. Masalah perbatasan antarnegara merupakan ancaman yang konstan bagi perdamaian dan keamanan internasional karena menyangkut kedaulatan yang sifatnya sering kali tidak dapat dinegosiasikan (non-negotiable), konflik teritorial ini tergolong pertentangan yang paling sulit dipecahkan. UNCLOS 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea) merupakan upaya dunia untuk menyatukan persepsi tentang penetapan batas laut beserta hak negara pantai pada setiap kawasannya. Kawasan ini dibagi menjadi kawasan laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen. Lebar wilayah dari setiap kawasan ini ditentukan secara maksimal pada konvensi ini (Contoh: maksimal 200 mil untuk penerapan zona ekonomi eksklusif). Penentuan lebar batas secara maksimal ini kerap dimanfaatkan negara-negara pantai untuk melakukan klaim wilayah secara maksimal pula. Apabila terdapat batas kurang dari yang telah ditentukan sebagaimana kesepakatan internasional, penyelesaiannya akan dilakukan melalui perundingan kedua belah pihak. Pada titik inilah permasalahan perbatasan menjadi kompleks, karena kerap ada negara-negara yang lebih memilih untuk tidak bersedia merundingkan, dan mengklaimnya secara sepihak. Ketidakjelasan dalam perbatasan laut ini akan memperbesar peluang munculnya insiden-insiden konflik pelanggaran perbatasan seperti yang sebelumnya sudah sering terjadi. Seperti pepatah yang menyatakan bahwa kejahatan terjadi bukan hanya karena adanya niat, melainkan juga adanya kesempatan. Bagaimana kita dapat bersepakat bahwa ada yang melanggar perbatasan apabila batas kedua negara pun belum ada? Di dalam konteks perbatasan laut, Indonesia-Malaysia memiliki permasalahan perbatasan yang belum disepakati di empat kawasan. Yakni, Permasalahan klaim tumpang tindih wilayah zona ekonomi eksklusif di kawasan Selat Malaka bagian utara (Peta sepihak Malaysia 1979), belum ditetapkannya garis laut teritorial di kawasan Selat Malaka bagian selatan, belum ditetapkannya

wilayah zona ekonomi eksklusif di kawasan Laut China Selatan, dan klaim Malaysia pada wilayah Ambalat di kawasan Laut Sulawesi (setelah Kasus Sipadan-Ligitan). Kondisi perbatasan tanpa batas yang sudah dibiarkan mengambang selama 65 tahun Indonesia merdeka ini akan terus menjadi bumerang bagi Indonesia dan Malaysia. Hal ini sudah tentu dapat menjadi potensi konflik yang besar bagi hubungan Indonesia dan Malaysia apabila tidak diselesaikan, terlebih berada di beberapa kawasan yang krusial karena keempat kawasan tersebut tidak saja terkait dengan permasalahan kedaulatan, tetapi juga nilai ekonomi seperti jalur perdagangan, perikanan, dan sumber daya alam. Sementara itu bagi pihak Indonesia sendiri selalu berusaha menempatkan posisi lebih mengedepankan upaya diplomasi yang lebih dikenal dengan istilah diplomasi serumpun dengan Malaysia. Sebelum berangkat lebih jauh, penulis berpendapat bahwa Indonesia tidaklah serumpun dengan Malaysia, karena Indonesia memiliki berbagai kelompok etnik dari Sabang sampai Merauke, yang cukup banyak tidak terkait dengan rumpun Malaysia. Dengan demikian, lebih tepat apabila kita sebut istilah diplomasi serumpun menjadi upaya diplomasi saja yang dilakukan sebagai upaya penyesuaian, yakni penghindaran konflik senjata dengan Malaysia. Malaysia kerap melakukan provokasi-provokasi yang mengarah kepada konflik fisik seperti yang terjadi pada kawasan Laut China Selatan dan Laut Sulawesi. Pada kondisi ini, Indonesia cenderung bersifat reaktif terhadap aksi-aksi mereka. Hal ini menunjukkan kelemahan Indonesia yaitu suatu kecenderungan bertindak setelah terjadinya suatu isu di kawasan. Padahal sebetulnya, setelah isu tersebut berkembang, penyelesaian permasalahan perbatasan akan semakin rumit. Hal seperti ini sebetulnya dapat dihindari apabila Indonesia telah menyelesaikan permasalahan perbatasan sebelum suatu isu menjadi besar. Pun, apabila telah dilakukan jauh sebelumnya, peluang pencapaian kesepakatan dalam ruang negosiasi juga masih besar. Sudah sepatutnya Indonesia mulai memberikan konsentrasinya pada permasalahan perbatasannya sebagai ancaman yang konstan terhadap kedaulatan. Upaya penyesuaian perbatasan dapat dimulai dari kawasan yang tidak atau kurang memiliki isu hangat, misalnya kawasan Selat Malaka bagian selatan, tempat Malaysia dan Indonesia masih terbuka untuk melakukan pembicaraan mengenai perbatasan wilayah ini karena isu-isu yang terkait masih sangatlah rendah. Sikap Malaysia yang cenderung menunda-nunda pembicaraan permasalahan perbatasan pada kawasan lainnya pada akhirnya akan merugikan pihak Indonesia. Perlu kita cermati dengan seksama sesungguhnya alasan di balik penundaan yang dilakukan Malaysia ini. Penggunaan instrumen diplomasi di dalam penyelesaian permasalahan perbatasan tidaklah cukup. Indonesia harus dapat melakukan upaya diplomasi total yang dikombinasikan dengan upaya secara politik, ekonomi, sosial budaya, ataupun militer secara bersamaan untuk terus mendorong Malaysia agar mau mempercepat proses negosiasi perbatasan di antara kedua negara sebelum isu atau permasalahan lain berkembang dan kondisi semakin rumit.

Apabila sebelumnya ada pernyataan bahwa Indonesia tidak dapat membayar kondisi perang dengan Malaysia karena akan menyebabkan perkembangan ekonomi Indonesia terhambat, pertanyaan selanjutnya apakah kita lebih memilih membayar kondisi ketidakjelasan batas dengan harga insiden-insiden yang terjadi ?. (Media Indonesia, 31 Agustus 2010)

Catatan Penting : PERBATASAN


Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat Provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasannya baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini (PNG). Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil. Beberapa diantaranya masih perlu penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena mempunyai kecenderungan permasalahan dengan negara tetangga.

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM-Nasional 2004-2009) telah menetapkan arah dan pengembangan wilayah Perbatasan Negara sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Pembangunan wilayah perbatasan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan misi pembangunan nasional, terutama untuk menjamin keutuhan dan kedaulatan wilayah, pertahanan keamanan nasional, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah perbatasan. Paradigma baru, pengembangan wilayah-wilayah perbatasan adalah dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking, menjadi outward looking sehingga wilayah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan wilayah Perbatasan Negara menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dengan tidak meninggalkan pendekatan keamanan (security approach). Sedangkan program pengembangan

wilayah perbatasan (RPJM Nasional 2004-2009), bertujuan untuk : (a) menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh Hukum Internasional; (b) meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Disamping itu permasalahan perbatasan juga dihadapkan pada permasalahan keamanan seperti separatisme dan maraknya kegiatan-kegiatan ilegal.

Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2005 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2006 (RKP 2006) telah pula menempatkan pembangunan wilayah perbatasan sebagai prioritas pertama dalam mengurangi disparitas pembangunan antarwilayah, dengan program-program antara lain : Percepatan pembangunan prasarana dan sarana di wilayah perbatasan, pulau-pulau kecil terisolir melalui kegiatan : (i) pengarusutamaan DAK untuk wilayah perbatasan, terkait dengan pendidikan, kesehatan, kelautan dan perikanan, irigasi, dan transportasi, (ii) penerapan skim kewajiban layanan publik dan keperintisan untuk transportasi dan kewajiban layanan untuk telekomunikasi serta listrik pedesaan; Pengembangan ekonomi di wilayah Perbatasan Negara; Peningkatan keamanan dan kelancaran lalu lintas orang dan barang di wilayah perbatasan, melalui kegiatan : (i) penetapan garis batas negara dan garis batas administratif, (ii) peningkatan penyediaan fasilitas kapabeanan, keimigrasian, karantina, komunikasi, informasi, dan pertahanan di wilayah Perbatasan Negara (CIQS); Peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah yang secara adminstratif terletak di wilayah Perbatasan Negara.

Komitmen pemerintah melalui kedua produk hukum ini pada kenyataannya belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya karena beberapa faktor yang saling terkait, mulai dari segi politik, hukum, kelembagaan, sumberdaya, koordinasi, dan faktor lainnya.

Sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Pandangan dimasa lalu bahwa daerah perbatasan merupakan wilayah yang perlu diawasi secara ketat karena menjadi tempat persembunyian para pemberontak telah menjadikan paradigma pembangunan perbatasan lebih mengutamakan pada pendekatan keamanan dari pada kesejahteraan. Sebagai wilayah perbatasan di beberapa daerah menjadi tidak tersentuh oleh dinamika sehingga pembangunan dan masyarakatnya pada umumnya miskin dan banyak yang berorientasi kepada negara tetangga. Di lain pihak, salah satu negara tetangga yaitu Malaysia, telah membangun pusat-pusat pertumbuhan dan koridor perbatasannya melalui berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan yang telah memberikan keuntungan bagi pemerintah maupun masyarakatnya. Demikian juga Timor Leste, tidak tertutup kemungkinan dimasa

mendatang dalam waktu yang relatif singkat, melalui pemanfaatan dukungan internasional, akan menjadi negara yang berkembang pesat, sehingga jika tidak diantisipasi provinsi NTT yang ada di perbatasan dengan negara tersebut akan tetap tertinggal.

Dengan berlakunya perdagangan bebas baik ASEAN maupun internasional serta kesepakatan serta kerjasama ekonomi baik regional maupun bilateral, maka peluang ekonomi di beberapa wilayah perbatasan darat maupun laut menjadi lebih terbuka dan perlu menjadi pertimbangan dalam upaya pengembangan wilayah tersebut. Kerjasama sub-regional seperti AFTA (Asean Free Trade Area), IMSGT (Indonesia Malaysia Singapura Growth Triangle), IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle), BIMP-EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philipina-East Asian Growth Area) dan AIDA (Australia Indonesia Development Area) perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga memberikan keuntungan kedua belah pihak secara seimbang. Untuk melaksanakan berbagai kerjasama ekonomi internasional dan sub-regional tersebut Indonesia perlu menyiapkan berbagai kebijakan dan langkah serta program pembangunan yang menyeluruh dan terpadu sehingga Indonesia tidak akan tertinggal dari negara-negara tetangga yang menyebabkan sumberdaya alam yang tersedia terutama di wilayah perbatasan akan tersedot keluar tanpa memberikan keuntungan bagai masyarakat dan pemerintah. Sarana dan prasarana ekonomi dan sosial yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan kerjasama bilateral dan sub-regional perlu disiapkan. Penyediaan sarana dan prasarana ini tentunya membutuhkan biaya yang sangat besar, oleh karena itu diperlukan penentuan prioritas baik lokasi maupun waktu pelaksanaannya.

Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan ini diharapkan dapat memberikan prinsip-prinsip pengembangan wilayah Perbatasan Negara sesuai dengan karakteristik fungsionalnya untuk mengejar ketertinggalan dari daerah di sekitarnya yang lebih berkembang ataupun untuk mensinergikan dengan perkembangan negara tetangga. Selain itu, kebijakan dan strategi ini nantinya juga ditujukan untuk menjaga atau mengamankan wilayah Perbatasan Negara dari upaya-upaya eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun yang dilakukan dengan dorongan kepentingan negara tetangga, sehingga kegiatan ekonomi dapat dilakukan secara lebih selektif dan optimal.

(kawasan.bappenas.go.id)

Share

Laporkan Tanggapi

Beri Nilai
o o o o

KOMENTAR BERDASARKAN :

Aminkarim 13 April 2011 06:23:57 1 Kalau ada rakyat negara tetanga yang masuk secara illegal kedalam negara tetangga lain, melalui darat dan laut setiap hari siang dan malam, apakah itu pelanggaran perbatasan. 6 nelayan ditahan sebulan, tetapi ada 6 ribu yang masuk kenegara tetangga setiap bulan. Akhirnya pemerintah kedua negara berbincang dan melepaskan mereka yang tertangkap, kerana kalau dijalankan operasi penagkapan pendatang asing bukannya 6 orang tertangkap setiap bulan. Biarkanlah pemerintah menyelesaikannya daripada rakyat memanaskan keadaan. Suka Balas |

Ben Ahmad 13 April 2011 08:02:05 0 Alamak bro, komen kita hampir sama hehehe saya baca artikel & terus komen, baru baca komen yg lain hheeehe Tak apalah kan. Peace! Suka Balas |

Khurniawan

13 April 2011 07:14:30 2 wuih helinya canggih skali. satu heli gitu harganya berapa ya? bagi malaysia warganya adalah kehormatan mereka. sy dengar tentara2 AL mereka sewaan org2 luar, jadi bukan org melayu. Suka Balas |

Freedom Putra 13 April 2011 07:37:02 2 hehehehehehe sy dgr jg gt bro, mereka ngandalin tentara sewaan, biar lebih jelas mending lansung tempur aja deh sekalian, capek gini neh, norak bgt malaysia, kalo dah tempur kan keliatan siapa yang hebat di asia tenggara ini, daripada gini, kita diledekin terus sm malaysia mana pemerintah kita lelet semua blum korupsi yg udh bkn geleng2x kepala semua malaikat hehehehehehehhehehehehe.. Suka Balas |

Syaifud Adidharta 13 April 2011 07:28:44 0 selamat pagi pak Khurniawan, akhirnya mampir juga ke gubuk derita ini. oya salam sejahtera buat pak Khurniawan dan keluarga, juga sahabat2 orang Sulawesinya Soal Helikopert itu Indonesia udah punya, cuma gak pernah di pakai, di simpan terus di garasinya, sayang takut lecet, kan belinya mahal, kalau dulu indonesia gudangnya Heli, khususnya di jakarta, Helicak Suka

Balas |

Ben Ahmad 13 April 2011 07:36:55 1 Bro, sesiapa pun sakit hati kalau wilayah negaranya dimasuki orang lain tanpa izin. Nelayan yg tertangkap hanya sedikit bro. PATI (Pendatang Tanpa Izin Indonesia) yg masuk ke Malaysia, berlipat kali ganda bro. Ironis bukan. Apa-apa pun biarlah pemerintah yang menyelesaikannya. Kita harus bersahabat hehehe Without Prejudice Salaam & Peace! Suka Balas |

Syaifud Adidharta 13 April 2011 07:47:18 0 setuju bang Ben ! Suka Balas |

Billy Bill 13 April 2011 07:56:53 0 Pak Khurniawan,nggak ada sewa2an dlm ketenteraan Malaysia mereka semuanya rakyat Malaysia..Ada ke menjaga kedaulatan negara di beri sama org luarDan lg kebanyakan anggota tentera Malaysia adalah org Melayusalam..

Suka Balas |

David Solafide 13 April 2011 08:29:52 1 Bgmn kalau Malaysia masuk ke dalam NKRI, jadi Malindo atau Indomal maka nggak ada lagi srobot menyrobot. Damai Imagine theres no country. Nothing to kill or die for (John Lennon, Imagine) Suka Balas |

Sitti Hasanah 13 April 2011 10:30:06 0 perang saja..knapa mau dikalah.kita khan punya banyak SDM utk bperang. Ngakunya Negara ISLAM kok bisa kayak gitu sifatnya yah??? jangan samapi itu hanya simbol doang di mata dunia.buktinya banyak teroris yg diimpor dari sana. GEMESSSSSSSSSSSSSSSSSSSS.. Suka Balas | Tulis Tanggapan Anda

REGISTRASI | MASUK <a href='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?n=afab7256&amp;cb=INSERT_R ANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img src='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/avw.php?zoneid=345&amp;cb=INSERT_R ANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=afab7256' border='0' alt='' /></a>

TEREKOMENDASI
Dualisme? Italia Bisa Indonesia Kenapa

Abbey Mastiano
Menimbang Suatu Isi dari Kartun Spongebob

Khalissya Prasetya
Kasus D.Michels,Markus dan APPI.Apa kabar ?

Manly Villa
Pria Itu Menikahiku Demi Menutupi

Fajar
Sungguh Berat, Kans Jokowi Memimpin DKI

Niken Satyawati

INFO & PENGUMUMAN KONTAK KOMPASIANA

INDEX

Kilas Kompasiana Mei 2012: Kecelakaan KOMPAS.com Fantastic 4th Anniversary Lomba Ngeblog KOMPAS Women Fiesta

TERAKTUAL.

Weekly Photo Challenge: Macro Photography [PM-FF] Cinta Tanpa Solusi (PM-FF) Its Over! [PM-FF] Onthel Si Kribo [PM-FF] Makin Sedikit Perawan di Usia 17 INSPIRATIF BERMANFAAT MENARIK

Subscribe and Follow Kompasiana:

You might also like