You are on page 1of 68

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kemampuan mobilitas yang tinggi dalam setiap aspek kehidupan merupakan dambaan dari setiap individu, tidak terkecuali bagi mereka yang mengalami ketunanetraan. Mobilitas adalah kemampuan, kesiapan, dan mudahnya melakukan gerak dan berpindah tempat (Hosni, 1997). Kemampuan mobilitas bagi orang yang tidak mengalami hambatan penglihatan merupakan kegiatan yang biasa dilakukan dan bukan menjadi suatu masalah, namun bagi mereka yang mengalami hambatan dalam penglihatan (tunanetra) kegiatan mobilitas tersebut merupakan masalah yang sering dihadapi dalam kehidupannya. Hambatan mobilitas juga merupakan salah satu area hambatan dari hambatan kognitif yang diakibatkan kurang berfungsinya indera penglihatan. Sebagaimana menurut Lowenfeld dalam Djaja Rahardja (1997) karena adanya hambatan atau kurang berfungsinya indera penglihatan, maka tunanetra mengalami tiga area keterbatasan dalam perkembangan kognitifnya. Pertama, terbatas dalam tingkat dan keragaman pengalaman, kedua terbatas dalam kemampuan berpindah tempat (mobililtas), dan ketiga

terbatas dalam interaksi dengan lingkungan. Keterbatasan-keterbatasan inilah yang pada akhirnya anak tunanetra mengalami masalah dalam hal orientasi dan mobilitas. Bagi anak yang tidak terhambat fungsi visualnya akan sangat mudah melihat dan memahami batas wilayah ruang geraknya serta belajar menirukan bagaimana orang lain melakukan suatu aktivitas motorik. Namun bagi anak tunanetra, hal tersebut merupakan masalah besar. Anak tunanetra hanya akan tahu batas wilayah ruang geraknya sepanjang jangkauan tangan dan kakinya dan juga tidak dapat menirukan bagaimana orang lain melakukan aktivitas gerak. Dampak lain dari keterbatasan kognitif sebagai akibat dari kurang berfungsinya indera penglihatan, yaitu berdampak pula terhadap

kemiskinan konsep keselamatan diri dari bahaya. Bahkan pada anak-anak awas pada umumnya seringkali gagal mempersepsikan sesuatu dengan baik, bahkan banyak anak yang tidak memahami konsep tentang bahaya dan tidak bahaya (Eiser, Patterson, dan Eiser, 1983). Hal ini dipertegas oleh Vinje, 1991 dalam Agnes Maria Sumargi (2005) yang menyatakan bahwa anak-anak tergolong rentan terhadap kecelakaan. Kenyataan ini menunjukan bahwa anak yang tidak memiliki hambatan visualpun memiliki kerentanan dalam

hal keterampilan keselamatan diri

maka dapat dibayangkan bagaimana

kemampuan keterampilan keselamatan diri pada anak tunanetra? Dengan demikian kemampuan keterampilan keselamatan diri pada anak tunanetra tidak akan lebih baik dari anak yang awas, atau bahkan mungkin lebih buruk dibandingkan dengan anak awas. Ketidakberdayaan tunanetra dalam keterampilan keselamatan diri selain mengakibatkan hal-hal yang dapat membahayakan dirinya berpengaruh juga terhadap ketidaklaziman dalam gaya jalan (gait) nya. Gaya jalan yang kurang serasi seringkali ditemukan pada anak tunanetra pada saat berjalan, seperti berjalan dengan kedua kaki diseret, tangan dan perut agak didorong ke depan, dan kepala agak tengadah. Ketidaklaziman dalam gaya jalan tunanetra tersebut dimungkinkan karena mereka berjalan hanya mengikuti naluri untuk mencari keamanan (Ahmad Nawawi, 2009) sebagai akibat kurangnya kepercayaan diri sehingga

menimbulkan keraguan dan ketakutan pada saat berjalan. Ini semua disebabkan karena tidak utuhnya persepsi mengenai keterampilan keselamatan diri sehingga kemudian dimanifestasikan dalam bentuk gerakan yang tidak lazim yang diharapkan dapat membantu menghindari diri dari kondisi yang dapat membahayakan dirinya.

Salah

satu faktor

daya dukung untuk meningkatkan kemampuan

keterampilan keselamatan diri pada anak tunanetra adalah tersedianya sarana aksesibilitas yang berfungsi sebagai media informasi mengenai tandatanda (signals) bahaya pada daerah yang akan dilewati tunanetra pada saat berjalan. Signals yang dapat diterima oleh anak tunanetra tentunya berupa signals auditif dan tactual. Melalui pengadaan alat yang dapat memberikan informasi akurat terhadap bahaya, diharapkan dapat mendukung terhadap keselamatan diri bagi anak tunanetra. Oleh karena itu dengan mempertimbangkan akurasi dan otomatisasi alat yang dapat memberikan informasi bahaya pada anak tunanetra, maka diperlukan sentuhan-sentuhan inovasi dalam proses pembuatannya. Salah satu alat yang dibuat berdasarkan pertimbangan tersebut adalah media sensor bahaya yang dapat diterima melalui indera auditif oleh anak tunanetra sehingga diharapkan melalui penggunaan sensor bahaya ini dapat mendukung keselamatan diri pada anak tunanetra di lingkungan sekolah. Berdasarkan berbagai pemikiran tersebut di atas, maka perlu dikaji penggunaan sensor bahaya dalam mendukung keterampilan keselamatan diri dan gaya jalan bagi anak tunanetra di lingkungan sekolah.

1.2

TUJUAN Media Sensor bahaya bagi tunanetra didesain sebagai salah satu alat bantu bagi tunanetra dalam mendukung keterampilan keselamatan diri dan gaya jalan yang baik serta dapat digunakan untuk mengantisipasi lokasi yang mengandung bahaya sehingga dapat menghindari resiko yang mungkin ditimbulkan sebagai efek dari hambatan penglihatan yang dimilikinya.

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 MEDIA SENSOR BAHAYA BAGI TUNANETRA Media Sensor Bahaya merupakan suatu rangkaian elektronika yang terbagi menjadi dua bagian utama yaitu Transmitter dan Receiver serta bagian pendukungnya yaitu power supply charge yang digunakan sebagai rangkaian pengisi bagi sumber daya baterai yang digunakan pada dua bagian utama Sensor Bahaya tersebut. Transmitter sebagai bagian utama dari Media Sensor Bahaya merupakan satu rangkaian elektronika yang berfungsi untuk memancarkan sinar laser yang berfungsi untuk memicu bagian receiver melakukan tranducer dari sinar menjadi suara. Receiver sebagai bagian utama lainnya berfungsi untuk menangkap sinar yang dipancarkan oleh transmitter kemudian dirubah ( tranducer ) menjadi suara yang berfungsi untuk memberikan informasi bagi tunanetra apabila daerah tersebut mengandung resiko bahaya. Sinyal suara yang dihasilkan oleh Receiver apabila sinar yang dipancarkan oleh transmitter terhalang oleh suatu obyek dalam hal ini tunanetra.

Dengan demikian anak tunanetra dapat mengetahui lokasi bahaya apabila melewati atau menghalangi sinar pancaran dari transmitter yang mengarah pada receiver. 2.2 KOMPONEN PENDUKUNG Komponen Elektronika yang digunakan sebagai pendukung dalam

pembuatan Media Sensor Bahaya Bagi tunanetra sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya, Komponen-komponen tersebut dapat dilihat sebagai berikut : 2.2.1 Operasional Amplifier Op-Amp (Operasional Amplifiers) merupakan sejenis IC (Integrated Circuit). Di dalamnya terdapat suatu rangkaian elektronik yang terdiri atas beberapa transistor, resistor dan atau dioda. Jikalau kepada IC (Integrated Circuit) jenis ini ditambahkan suatu jenis rangkaian, masukkan dan suatu jenis rangkaian umpan balik, maka IC (Integrated Circuit) ini dapat dipakai untuk mengerjakan berbagai operasi matematika, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, mengintegrasi, dsb. Oleh karena itu IC (Integrated Circuit) jenis ini dinamakan penguat operasi atau operasional amplifier, disingkat OpAmp (Operasional Amplifiers). namun demikian Op-Amp dapat pula

dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misalnya sebagai amplifiers, penguat audio, pengatur nada, osilator atau pembangkit gelombang, sensor circuit, dll. Op-Amp banyak disukai karena faktor

penguatannya mencapai (99.999 kali).

Gambar 1 - OpAmp (Operasional Amplifiers)

Pengembangan rangkaian terpadu IC (Integrated Circuit) luar telah ada sejak tahun 1960, pertama telah dikembangkan pada chip silikon tunggal. Rangkaian terpadu itu merupakan susunan antara transistor, dioda sebagai penguat beda dan pasangna Darlington. Kemudian tahun 1963 industri semikonduktor Fairchild

memperkenalkan IC OP-AMP pertama kali A 702, yang mana merupakan pengembangan IC OP-AMP yang lain sebelumnya, dimana tegangan sumber ( Catu Daya ) dibuat tidak sama yaitu + UCC = + 12 V dan - UEE = - 6 V, dan resistor inputnya rendah sekali yaitu ( 40 KW ) dan gain tegangan ( 3600 V/V ).

IC tipe A702 ini tidak direspon oleh industri- industri lain karena tidak universal. Tahun 1965 Fairchild memperkenalkan IC MA709 merupakan kelanjutan sebagai tandingan dari A702. Dengan banyak kekhususan tipe A709 mempunyai tegangan sumber yang simetris yaitu + UCC = 15 V dan UEE = -15 V,resistan input yang lebih tinggi ( 400 KW ) dan gain tegangan yang lebih tinggi pula (45.000 V/v). IC A709 merupakan IC linear pertama yang cukup baik saat itu dan tidak dilupakan dalam sejarah dan merupakan generasi OP-AMP yang pertama kali. Generasi yang pertama OP-AMP dari Motorola yaitu MC1537.

Selanjutnya tahun 1968 teknologi OP-AMP dikembangkan oleh Fairchild dengan IC A741 yang telah dilengkapi proteksi hubung singkat , stabil, resistor input yang lebih tinggi ( 2 MW ), gain tegangan yang ekstrim ( 200.000 V/V ) dan kemampuan offset null ( zerro offset ). OP-AMP 741 termasuk generasi kedua dan IC yang lain juga termasuk OP-AMP generasi kedua yaitu LM101, LM307, A748 dani MC1558 merupakan OP-AMP yang berfungsi secara umum

sebagaimana LM307. Untuk tipe tipe OP-AMP yang khusus seperti mengalami peningkatan dari segii kegunaan atau fungsinya seperti :

LM318 (dengan kecepatan tinggi sekitar 15 MHZ). Lebar band kecil dengan slew rate 50 V/S. IC A 771 merupakan OP-AMP dengan input bias arus yang rendah yaitu 200 pA dan slew rate yang tinggi 13 V/S. Lalu A714 yaitu IC OP AMP yang presisi dengan noise rendah (1,3 A/10C), offset tegangan yang rendah ( 75 V ), offset arus yang rendah ( 2,8 nA ). Tipe IC OP-AMP lain yaitu A791 merupakan OP-AMP sebagai penguat daya (Power Amplifier) dengan kemampuan arus output 1A. Dan IC OP-AMPOP-AMP yang multi guna bisa diprogram. Generasi generasi yang akhir inilah yang banyak dijumpai dalam pameran pameran untuk pemakaian pemakaian khusus.

IC linear dalam pengembangannya tidak cukup hanya disitu saja bahkan sudah dibuat blok blok sesuai keperluan seperti untuk keperluan konsumen (audio, radio dan TV), termasuk keperluan industri seperti (timer, regulator dan lain-lainnya). Bahkan belakangan ini dikembangkan OP-AMPBI - FET lebar band bisa ditekan dan slew rate cepat, bersama ini pula bias arus rendah dan offset input arus rendah. Contoh tipe OP-AMP BI FET LF351, dan LF353 dengan input bias ( 200 pA ) dan offset arus ( 100 pA ), bandwidth gain unity yang

besar ( 4 MHZ ), dan slew rate yang cepat (13V/MS ) dan ditambah lagi pin kaki kakinya sama dengan IC A741 (yang ganda) dan IC MC1458 ).

Industri Motorola melanjutkan pengembangan OP-AMP dengan teknologi trimming dan BI-FET ( disingkat TRIMFET ) . Ada dua aturan penting dalam melakukan analisa rangkaian op-ampop-amp ideal. Aturan ini dalam beberapa literatur dinamakan golden rule, yaitu berdasarkan karakteristik : :

Aturan 1 : Perbedaan tegangan antara input v+ dan v- adalah nol (v+ - v- = 0 atau v+ = v- )

Aturan 2 : Arus pada input Op-amp adalah nol (i+ = i- = 0)

Inilah dua aturan penting op-amp ideal yang digunakan untuk menganalisa rangkaian op-amp.

2.2.2

IC Pewaktu Dalam Rangkaian Astabel Multivibrator IC pewaktu 555 adalah sebuah sirkuit terpadu yang digunakan untuk berbagai pewaktu dan multivibrator. IC ini didesain dan diciptakan

oleh Hans R. Camenzind pada tahun 1970 dan diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Signetics. Nama aslinya adalah SE555/NE555 dan dijuluki sebagai "The IC Time Machine". 555 mendapatkan namanya dari tiga resistor 5 k yang digunakan pada sirkuit awal.IC ini sekarang masih digunakan secara luas dikarenakan kemudahannya,

kemurahannya dan stabilitasnya yang baik. Sampai pada tahun 2008, diperkirakan sejuta unit diproduksi setiap tahun. Bergantung pada produsen, IC ini biasanya menggunakan lebih dari 20 transistor, 2 diode dan 15 resistor dalam sekeping semikonduktor silikon yang dipasang pada kemasan DIP 8 pin

Fungsi dari IC555 bisa bermacam-macam, karena dapat menghasilkan sinyal pendetak/sinyal kotak. Tergantung kreativitas saja untuk merangkainya, beberapa diantaranya adalah sebagai clock untuk jam digital, hiasan menggunakan lampu LED, menyalakan 7-segment dengan rangkaian astable, metronome dalam industry music, timer counter, atau dengan lebih dalam mengutak-atik lagi dapat memberikan PWM (pulse width modulation) yang mengatur frekuensi sinyal logika high untuk mengatur duty cycle yang diinginkan.

Skematik dari IC555 beserta deskripsi pin-nya sendiri bisa dilihat di datasheetnya, sebagai contoh adalah LM555 sebagai berikut,

Gambar 2 - IC 555 Skematik Diagram

Adapun Keterangan dari pin yang terdapat pada IC 555 adalah sebagai berikut : 1. ground, adalah pin input dari sumber tegangan DC paling negatif 2. trigger, input negatif dari lower komparator (komparator B) yang menjaga osilasi tegangan terendah kapasitor di 1/3 Vcc dan mengatur RS flip-flop 3. output, pin ini disambungkan ke beban yang akan diberi pulsa dari keluaran IC ini. IC555 bisa mengeluarkan arus 100mA pada outputnya bahkan 200mA pada LM555

4.

reset, adalah pin yang berfungsi untuk me reset latch didalam IC yang akan berpengaruh untuk me-reset kerja IC. Pin ini tersambung ke suatu gate transistor bertipe PNP, jadi transistor akan aktif jika diberi logika low. Biasanya pin ini langsung dihubungkan ke Vcc agar tidak terjadi reset latch, yang akan langsung berpengaruh mengulang kerja IC555 dari keadaan low state

5.

control voltage, pin ini berfungsi untuk mengatur kestabilan tegangan referensi input negatif upper comparator (komparator A). pin ini bisa dibiarkan digantung, tetapi untuk menjamin kestabilan referensi komparator A, biasanya dihubungkan dengan kapasitor berorde sekitar 10nF ke pin ground

6.

threshold, pin ini terhubung ke input positif upper comparator (komparator A) yang akan me-reset RS flip-flop ketika tegangan pada kapasitor mulai melebihi 2/3 Vcc

7.

discharge, pin ini terhubung ke open collector transistor Q1 yang emitternya terhubung ke ground. Switching transistor ini berfungsi untuk meng-clamp node yang sesuai ke ground pada timing tertentu

8.

vcc, pin ini untuk menerima supply DC voltage (most positive) yang diberikan. Biasanya akan bekerja optimal jika diberi 5 15V(maksimum). supply arusnya dapat dilihat di datasheet, yaitu sekitar 10 -15mA.

Ada dua macam rangkaian dasar yang banyak digunakan untuk mengaplikasikan IC timer ini, yaitu rangkaian monostable dan rangkaian astable.

Rangkaian Monostable Rangkaian ini hanya memerlukan sedikit rangkaian tambahan untuk dapat mengoperasikannya, yaitu sebuah resistor (RA) dan sebuah kapasitor (C1) serta kapasitor (C2) untuk menyetabilkan tegangan referensi pada upper comparator (komparator-A). IC ini

memanfaatkan rangkaian tambahan tersebut untuk men-charge dan men-discharge kapasitor C1 melalui resistor RA. fungsi rangkaian ini adalah untuk menghasilkan pulsa tunggal pada pin-3 dengan waktu tertentu jika pin-2 diberi trigger /dipicu. Pada keadaan awal, output ICnya berlogika 0. Dapat dilihat pada gambar-2 bahwa terdapat rangkaian pembagi tegangan untuk input referensi komparator-A dan

komparator-B. Seperti yang kita ketahui prinsip kerja komparator yaitu jika Vd (beda potensial input inverting dan input noninvertingnya) bernilai positif, maka komparator akan mengeluarkan output berlogika 1. Jika diberi trigger dari logika 1 ke logika 0 pada pin-2, maka Vd pada komparator-B akan brnilai positif dan alhasil mengeluarkan output high. Output ini akan men-set RS flip-flop (memberi keluaran IC logika 1) untuk beberapa saat, seiring dengan itu, transistor Q1 akan off (open)dan kapasitor C1 akan melakukan charging sampai tegangannya mencapai 2/3 Vcc sebelum akhirnya RS flip-flop akan di reset oleh komparator-A dan kapasitor C1 melakukan discharge melalui resistor R1 secara transient. Lamanya pulsa tunggal yang dihasilkan sekitar t = 1.1 RA C1

Gambar 3 - Rangkaian Monostable

Rangkaian Astable Rangkaian Astable agak berbeda dari rangkaian monostable. Rangkaian astable akan menghasilkan sinyal kotak yang terus berdetak dengan duty cycle tertentu selama catu tegangan tidak dilepaskan. Prinsip kerjanya, jika pada rangkaian monostable dipicu dengan tegangan berlogika high ke low (kurang dari 1/3 Vcc) pada pin-2, rangkaian astable ini dibuat untuk memicu dirinya sendiri. Rangkaian ini memanfaatkan osilasi tegangan pada kapasitor disekitar 1/3 Vcc sampai 2/3 Vcc. Komponen eksternal yang diperlukan adalah sebuah kapasitor (C1) dan dua buah resistor (RA dan RB). Adapun untuk kestabilan tegangan referensi komparator-A, digunakan sebuah kapasitor lagi (C2) pada pin-5 sebesar 10nF ke ground. Sedikit terkait dengan deskripsi pin yang telah dibahasi diatas, saat transistor Q1 ON maka resistansi menuju ground pada emitternya sangat kecil, sehingga ground seakan-akan tersambung diantara kedua resistor. Namun ketika transistor Q1 off, resistansi antara collector dan emitternya sangat besar dan sulit dilewati arus, seakan terjadi open circuit. Pada akhirnya output yang terjadi berupa sinyal kotak akan mendetak secara kontinu dengan frekuensi tertentu seiring dengan

berosilasinya tegangan pada kapasitor di 1/3 Vcc sampai 2/3 Vcc. Osilasi yang dimaksud disini dapat dijelaskan yaitu, sesaat tegangan kapasitor melebihi 2/3 Vcc komparator-A mengeluarkan output high yang akan me-reset RS flip-flop dan tegangan pada kapasitor akan turun(discharging) secara transient. Sesaat tegangan pada kapasitor C1 berkurang dari 1/3 Vcc, output komparator-B akan berlogika high dan men-set RS flip-flop, selanjutnya tegangan kapasitor akan naik secara transient (charging) dan begitu seterusnya berosilasi menghasilkan pulsa. Jadi, saat berosilasi tegangan kapasitor tidak akan kurang dari 1/3 Vcc dan melebihi 2/3 Vcc.

Gambar 4 - Rangkaian Astable

Gambar 5 hasil pengukuran dengan oscilloscope

Duty cycle yang merupakan persentase waktu sinyal output berlogika high dalam satu periode. Untuk memudahkan perhitungan, misalkan t1 adalah lamanya pulsa berlogika high dalam satu periode, sedangkan t2 adalah lamanya waktu berlogika low. Maka, secara matematis, Persamaan umum orde-1 : V = V. Exp (-t/RC) t1 adalah waktu saat charging kapasitor melalui RA dan RB dengan V = 1/3 Vcc dan V = 2/3 Vcc t1 = (RA+RB)C . ln2 |t1|= (RA+RB)C . ln2

t2 adalah waktu saat discharging kapasitor melalui RB dengan V = 2/3 Vcc dan V = 1/3 Vcc t2 = RB C . ( ln2 ) duty cycle dapat dihitung : (t1/T) x 100 % = (t1 / {t1+t2}) x 100 %

2.2.3 IC Regulator IC Regulator adalah rangkaian elektronika yang terintegrasi dalam satu keping komponen yang berfungsi untuk mengatur atau meregulasi tegangan supaya tetap walaupun input dan output IC ini berubah.

IC Regulator terbagi dalam dua jenis regulasi yaitu regulasi positif dan regulasi negatif. Regulasi positif adalah pengaturan tegangan positif yang diberikan pada input IC ( +VCC ) sedangkan regulasi negatif adalah pengaturan tegangan negatif pada input IC ( -VCC ). Jenis keduanya dibedakan berdasarkan seri depan IC tersebut. Untuk regulasi positif digunakan kode 78XX dimana dua digit terakhir merupakan tegangan regulasi yang akan ditentukan dengan maksimal tegangan keluaran 15V dan arus maksimal yang dapat diregulasinya hanya 3A sedangkan untuk regulasi negatif kode yang digunakan adalah 79XX. Untuk keperluan arus lebih maka IC ini memerlukan rangkaian penguat yang terdiri dari transistor daya tinggi sehingga dapat memaksimalkan arus keluaran pada IC ini. Arus yang dapat dilewati apabila IC menggunakan rangkaian penguat arus dapat mencapai 20A.

Gambar 6 IC Regulator

Dewasa ini perkembangan IC regulator sangat pesat sekali dengan jenis yang sangat beragam pula tergantung dari produsen pembuatnya.

2.2.4 Resistor

Resistor adalah komponen elektronika yang berfungsi untuk menghambat arus listrik dan menghasilkan nilai resistansi tertentu. Kemampuan resistor dalam menghambat arus listrik sangat beragam disesuaikan dengan nilai resistansi resistor tersebut.

Resistor memiliki beragam jenis dan bentuk. Diantaranya resistor yang berbentuk silinder, smd (Surface Mount Devices), dan wirewound. Jenis jenis resistor antara lain komposisi karbon, metal film, wirewound, smd, dan resistor dengan teknologi film tebal.

Resistor yang paling banyak beredar di pasaran umum adalah resistor dengan bahan komposisi karbon, dan metal film. Resistor ini biasanya berbentuk silinder dengan pita pita warna yang melingkar di badan resistor. Pita pita warna ini dikenal sebagai kode resistor. Dengan mengetahui kode resistor kita dapat mengetahui nilai resistansi

resistor, toleransi, koefisien temperatur dan reliabilitas resistor tersebut. Resistor yang menggunakan kode warna ada 3 macam, yaitu: 1. Resistor dengan 4 pita warna dengan 1 pita warna untuk toleransi. 2. Resistor dengan 5 pita warna dengan 1 pita warna untuk toleransi 3. Resistor dengan 5 pita warna dengan 1 pita warna untuk toleransi dan 1 pita warna untuk reliabilitas Sedangkan ukuran resistor bermacam macam sesuai dengan ukuran daya resistor itu. Dipasaran terdapat beberapa ukuran daya seperti ditunjukkan pada Gambar 5 untuk komposisi karbon dan Gambar 6, untuk metal film.

Gambar 7 - Resistor komposisi karbon dengan ukuran daya 1/8, 1/4 dan 1/2 watt

Gambar 8 - Resistor komposisi Metalfilm dengan ukuran daya 1/8, 1/4 dan 1/2 watt

Untuk mempermudah dalam penghitungannya besaran resistor dapat dihidung dengan dua cara yaitu dengan Ohm Meter dan dengan Kode warna Resistor.

Gambar 7 Cara mengukur resistor dengan Ohm Meter

Gambar 9 Kode Warna Resistor

Adapun fungsi dari resistor secara umum adalah : 1. 2. 3. 4. Sebagai pembagi arus Sebagai penurun tegangan Sebagai pembagi tegangan Sebagai penghambat aliran arus listrik,dan lain-lain.

Resistor berdasarkan nilainya dapat dibagi dalam 3 jenis yaitu : a. Resistor Tetap ( Fixed Resistor ) Resistor jenis ini adalah resistor yang memiliki nilai hambatan tetap. b. Resistor Rubah ( Variable Resistor ) Resistor jenis ini adalah resistor yang memiliki nilai hambatan dapat dirubah-rubah sesuai dengan kebutuhan. c. Resistor Non Linier Resistor jenis ini adalah resistor yang memiliki nilai hambatan tak linier karena pengaruh lingkungan seperti suhu dan cahaya.

Resistor Tetap (Fixed) Secara fisik bentuk resistor tetap adalah sebagai berikut :

Beberapa hal yang perlu diperhatikan : 1. Makin besar bentuk fisik resistor, makin besar pula daya resistor tersebut. 2. Semakin besar nilai daya resistor makin tinggi suhu yang bisa diterima resistor tersebut. 3. Resistor bahan gulungan kawat pasti lebih besar bentuk dan nilai daya-nya dibandingkan resistor dari bahan carbon. Resistor Rubah ( Variable Resistor ) Resistor jenis ini terbagi dalam dua jenis berdasarkan cara perubahan resistansinya. Kedua jenis ini adalah : 1. Trimpot : Yaitu variabel resistor yang nilai hambatannya dapat diubah dengan mengunakan obeng. 2. Potensio : Yaitu variabel resistor yang nilai hambatannya dapat diubah langsung mengunakan tangan (tanpa alat

bantu) dengan cara memutar poros engkol atau mengeser kenop untuk potensio geser. Contoh bentuk fisik dari variable resistor jenis Trimpot :

Contoh bentuk fisik dari variable resistor jenis Potensio :

Resistor Non Linier (PTC, LDR dan NTC). PTC : Positive Temperatur Coefisien adalah jenis resistor non linier yang nilai hambatannya terpengaruh oleh perubahan suhu. Makin tinggi suhu yang mempengaruhi makin besar nilai hambatannya.

Contoh bentuk fisik dari PTC

NTC : Negative Temperatur Coefisien adalah jenis resistor non linier yang nilai hambatannya terpengaruh oleh perubahan suhu. Makin tinggi suhu yang mempengaruhi makin kecil nilai hambatannya.

Contoh fisik NTC

LDR : Light Dependent Resistor adalah jenis resistor non linier yang nilai hambatannya terpengaruh oleh perubahan intensitas cahaya yang

mengenainya. Makin besar intensitas cahaya yang mengenainya makin kecil nilai hambatannya.

Contoh fisik LDR

Sedangkan simbol yang digunakan bagi resistor dalam suatu skema diagram elektronik adalah sebagai berikut : Resistor Tetap Variable Resistor Resistor Non Linier = = =
PTC NTC LDR

atau atau

2.2.5 Speaker Loudspeaker atau dikenal dengan speaker adalah perangkat elektronika yang berfungs untuk merubah sinyal listrik menjadi sinyal suara. Frequensi kerja dari speaker berkisar antara 20~25khz. Speaker dapat dibedakan kedalam beberapa jenis tergantung pembagian dalam spektrum audio sebagai berikut : 1. Tweeter adalah jenis speaker untuk nada tinggi ( treble ) yang memungkinkan pengguna dapat mendengar nada treble lebih dominan dibanding nada lainya sedangkan frequensi kerjanya antara 12 khz ~20khz tetapi bisa mencapai 25khz untuk jenis tweeter piezo elektrik 2. Midrange adalah jenis speaker untuk nada menengah yang menonjolkan nada antara 600hz ~ 6Khz speaker jenis ini

cenderung digunakan dalam perangkat audio berjenis pengolah vokal. 3. Woofer adalah jenis speaker yang digunakan untuk nada rendah dan cenderung menonjolkan nada Bass jenis ini lebih menonjolkan nada pada frequensi 70hz~600hz. 4. Sub Woofer adalah jenis speaker yang digunakan untuk nada rendah dasar sehingga efek bunyi yang dihasilkannya dapat terasa berat jenis ini menonjolkan nada pada frequansi 20hz~70hz. Impedansi dari speaker dihitung dalam besaran Ohm dan berkisar antara 2~16 sedangkan daya yang mampu dihasilkan berdasarkan perhitungan sebagai berikut : dihitung

Dimana

Po = Daya keluaran Io = Arus yang dihasilkan Rangkaian Penguat

RS = Impedansi Speaker

Namun Speaker sendiri telah diberikan batasan penggunaan oleh produsen pembuatnya berdasrkan label yang tertea dalam speaker itu sendiri. Adapun bentuk fisik dari speaker adalah seperti gambar dibawah berikut

2.2.6 Dioda

dioda berasal dari pendekatan kata dua elektroda yaitu anoda dan katoda. dioda semikonduktor hanya melewatkan arus searah saja (forward), sehingga banyak digunakan sebagai komponen penyearah arus. Secara sederhana sebuah dioda bisa kita asumsikan sebuah katup, dimana katup tersebut akan terbuka manakala air yang mengalir dari belakang katup menuju kedepan, sedangkan katup akan menutup oleh dorongan aliran air dari depan katup.

a. Simbol Umum Dioda

Gambar 10 - simbol dioda

Dioda disimbolkan dengan gambar anak panah yang pada ujungnya terdapat garis yang melintang. Simbol tersebut sebenarnya adalah sebagai perwakilan dari cara kerja dioda itu sendiri. Pada pangkal anak panah disebut juga sebagai anoda (kaki positif = P) dan pada ujung anak panah disebut sebagai katoda (kaki negatif = N). b. Bias Maju

Gambar 11 - dioda bias maju

Gambar di atas merupakan gambar karakteristik dioda pada saat diberi bias maju. Lapisan yang melintang antara sisi P dan sisi N diatas disebut sebagai lapisan deplesi (depletion layer), pada lapisan ini terjadi proses keseimbangan hole dan electron. Secara sederhana cara kerja dioda pada saat diberi bias maju adalah sebagai berikut, pada saat dioda diberi bias maju, maka electron akan bergerak dari

terminal negatif batere menuju terminal positif batere (berkebalikan dengan arah arus listrik). Elektron yang mencapai bagian katoda (sisi N dioda) akan membuat electron yang ada pada katoda akan bergerak menuju anoda dan membuat depletion layer akan terisi penuh oleh elektron, atau seperti kawat yang tersambung.

c. Bias Mundur

Gambar 12 - dioda bias mundur

Berkebalikan dengan bias maju, pada bias mundur electron akan bergerak dari terminal negatif batere menuju anoda dari dioda (sisi P). Pada kondisi ini potensial positif yang terhubung dengan katoda akan membuat electron pada katoda tertarik menjauhi depletion layer, sehingga akan terjadi pengosongan pada depletion layer dan membuat kedua sisi terpisah. Pada bias mundur ini dioda bekerja bagaikan kawat yang terputus dan membuat tegangan yang jatuh pada dioda akan sama dengan tegangan supply.

pada umumnya dioda dibuat dari bahan semikonduktor Silicon (tegangan maju 0,7 Volt) dan Germanium (tegangan maju 0,3 Volt)

Light Emiting Diode (LED) LED merupakan salah satu jenis dioda yang mampu memancarkan cahaya yang timbual akibat lonjakan elektron pada sambungan P-N junction. cahaya yang dihasilkan LED bermacam-macam tergantung dari bahan pembuat dioda tersebut.

Gambar 13 - Komponen LED

pada rangkaian elektronika, LED biasa digunakan sebagai indikator sebuah rangkaian. Pada bidang robotika LED sering digunakan sebagai sensor.

Dioda Zener

Gambar 14 - Dioda Zener

Zener selalu dioperasikan pada daerah Breakdown Voltage, dan pemasangannya pada posisi reverse Bias, untuk memperoleh tegangan konstan sebesar tegangan pada Dioda Zener.

Karena pemakaiannya yang demikian, maka Dioda Zener berfungsi untuk menjaga kesetabilan tegangan Output dengan nilai yang konstan. Untuk itu Zener dipakai sebagai regulator Fixed Voltage.

2.2.7 Kapasitor/Kondensator Kapasitor yang dalam rangkaian elektronika dilambangkan dengan huruf C adalah suatu komponen elektronika yang dapat menyimpan muatan/energi listrik didalam medan magnet listrik dengan cara mengumpulkan ketidakseimbangan internal dari muatan listrik. Kapasitor ditemukan oleh Michael Faraday (1791-1867). Atuan

kapasitor disebut Farad (F). Satu Farad = 9 X 1011cm2 yang artinya luas permukaan keping tersebut. Struktur sebuah kapasitor terbuat dari 2 buah plat metal yang dipisahkan oleh suatu bahan dielektrik yang umum dikenal misalnya udara vakum, keramik, geals dan lain-lain. Jika kedua ujung plat metal tersebut diberi tegangan listrik, maka muatan-muatan positif akana mengumpul pada salah satu kaki elektroda metalnya dan pada saat yang bersamaan muatan-muatan negatif akan mengumpul pada kaki yang lainnya. Kedua muatan tersebut tidak dapat mengalir karena dibatasi oleh bahan dielektrik yang non konduktif muatan tersebut tidak akan terhubung selama tidak ada koneksi dikedua ujungnya. Fenomena kapasitor dialam bebas dapat dilihat pada kondisi pengumpulan muatan positif dan negatif pada awan pada saat sebelum terjadinya petir.

Gambaran kerangka dalam kapasitor

Kapasitansi pada kapasitor didefinisikan sebagai kemampuan untuk menampung muatan elektron. Kapasitas dari kapasitor memiliki banyak satuan diantaranya pF,nF dan F. Dengan konversi satuan sebagai berikut : 1 Farad = 1.000.000 F 1F 1F 1pF = 1.000.000 pF = 1.000 nF = 1000 F

Konversi satuan penting diketahui untuk memudahkan membaca besaran sebuah kapasitor seperti misalnya 0,047F dapat dibaca sebagai 47nF. Berdasarkan kegunaanya kapasitor dibagi menjadi dua jenis, yaitu : 1. Kapasitor tetap Yaitu kapasitor yang kapasitansinya tetap dan tidak dapat berubah 2. Kapasitor Variabel Yaitu kapasitor yang kapasitansinya dapat dirubah-rubah. Dalam bentuknya kapasitor sendiri dibedakan berdasarkan bahan pembuatannya dan pada umumnya kapasitor memiliki dua kaki

elektroda yang berpolaritas tetapi ada pula kapasitor yang tidak memiliki polaritas di kedua kakinya dan dikenal dengan nama kapasitor non polar. Umumnya kapasitor jenis non polar memiliki kapasitas yang sangat kecil sekali dan berkisar dibawah F. Besaran kapasitas dari kapasitor dapat ditambah dan dikurangi berdasarkan pada susunan kapasitor terutama digunakan dalam pembuatan rangkaian elektronika. Jenis susunanya hamppir sama dengan resistor yaitu seri dan paralel tetapi memiliki kebalikan fungsi dalam perhitungan susunanya. Jika pada resistor susunan seri akan menanbah jumlah resistansinya tetapi pada kapasitor justru akan mengurangi kapasitansinya. Sebaliknya apabila pada resistor susunan paralel akan mengurangi jumlah hambatan tetapi pada kapasitor justru akan menambah besaran kapasitansinya.

Contoh penerapan kapasitor dengan hubungan seri dan rumus besaran kapasitansinya

Contoh penerapan kapasitor dengan hubungan paralel dan rumus besaran kapasitansinya

adapun bentuk gambar fisik dari kapasitor adalah sebagai berikut :

2.2.8 Transistor Transistor merupakan dioda dengan dua sambungan (junction). Sambungan itu membentuk transistor PNP maupun NPN. Ujung-ujung terminalnya berturut-turut disebut emitor, base dan kolektor. Base selalu berada di tengah, di antara emitor dan kolektor.

Transistor ini disebut transistor bipolar, karena struktur dan prinsip kerjanya tergantung dari perpindahan elektron di kutup negatif mengisi kekurangan elektron (hole) di kutup positif. bi = 2 dan polar =

kutup. Adalah William Schockley pada tahun 1951 yang pertama kali menemukan transistor bipolar. Beberapa fungsi transistor antara lain : 1. Sebagai sakelar (switch on/off) 2. Sebagai penguat (amplifier). Transistor bipolar adalah inovasi yang mengantikan transistor tabung (vacum tube). Selain dimensi transistor bipolar yang relatif lebih kecil, disipasi dayanya juga lebih kecil sehingga dapat bekerja pada suhu yang lebih dingin. Dalam beberapa aplikasi, transistor tabung masih digunakan terutama pada aplikasi audio, untuk mendapatkan kualitas suara yang baik, namun konsumsi dayanya sangat besar. Transistor bipolar memiliki 2 junction yang dapat disamakan dengan penggabungan 2 buah dioda. Emiter-Base adalah satu junction dan Base-Kolektor junction lainnya. Seperti pada dioda, arus hanya akan mengalir hanya jika diberi bias positif, yaitu hanya jika tegangan pada material P lebih positif daripada material N (forward bias). Pada gambar ilustrasi transistor NPN berikut ini, junction base-emiter diberi bias positif sedangkan base-colector mendapat bias negatif (reverse bias).

Karena base-emiter mendapat bias positif maka seperti pada dioda, elektron mengalir dari emiter menuju base. Kolektor pada rangkaian ini lebih positif sebab mendapat tegangan positif. Karena kolektor ini lebih positif, aliran elektron bergerak menuju kutup ini. Misalnya tidak ada kolektor, aliran elektron seluruhnya akan menuju base seperti pada dioda. Tetapi karena lebar base yang sangat tipis, hanya sebagian elektron yang dapat bergabung dengan hole yang ada pada base. Sebagian besar akan menembus lapisan base menuju kolektor. Inilah alasannya mengapa jika dua dioda digabungkan tidak dapat menjadi sebuah transistor, karena persyaratannya adalah lebar base harus sangat tipis sehingga dapat diterjang oleh elektron. Jika misalnya tegangan base-emitor dibalik (reverse bias), maka tidak akan terjadi aliran elektron dari emitor menuju kolektor. Jika pelan-pelan 'keran'

base diberi bias maju (forward bias), elektron mengalir menuju kolektor dan besarnya sebanding dengan besar arus bias base yang diberikan. Dengan kata lain, arus base mengatur banyaknya elektron yang mengalir dari emiter menuju kolektor. Ini yang dinamakan efek penguatan transistor, karena arus base yang kecil menghasilkan arus emiter-colector yang lebih besar. Istilah amplifier (penguatan) menjadi salah kaprah, karena dengan penjelasan di atas sebenarnya yang terjadi bukan penguatan, melainkan arus yang lebih kecil mengontrol aliran arus yang lebih besar. Juga dapat dijelaskan bahwa base mengatur membuka dan menutup aliran arus emiter-kolektor (switch on/off).Pada transistor PNP, fenomena yang sama dapat dijelaskan dengan memberikan bias seperti pada gambar disamping. Dalam hal ini yang disebut perpindahan arus adalah arus hole. Untuk memudahkan pembahasan prinsip bias transistor lebih lanjut, berikut adalah terminologi parameter transistor. Dalam hal ini arah arus adalah dari potensial yang lebih besar ke potensial yang lebih kecil.

Gambaran Arus Potensial IC IB IE VC VB VE VCC VCE VEE VBE ICBO VCB = arus kolektor = arus base = arus emitor = tegangan kolektor = tegangan base = tegangan emitor = tegangan pada kolektor = tegangan jepit kolektor-emitor = tegangan pada emitor = tegangan jepit base-emitor = arus base-kolektor = tegangan jepit kolektor-base

Gambar Penampang Kaki transistor

Perlu diingat, walaupun tidak perbedaan pada doping bahan pembuat emitor dan kolektor, namun pada prakteknya emitor dan kolektor tidak dapat dibalik.

Dari satu bahan silikon (monolitic), emitor dibuat terlebih dahulu, kemudian base dengan doping yang berbeda dan terakhir adalah kolektor. Terkadang dibuat juga efek dioda pada terminal-terminalnya sehingga arus hanya akan terjadi pada arah yang dikehendaki.

Ada tiga cara yang umum untuk memberi arus bias pada transistor, yaitu rangkaian CE (Common Emitter), CC (Common Collector) dan CB (Common Basis). Namun akan lebih detail dijelaskan bias transistor rangkaian CE. Dengan menganalisa rangkaian CE akan dapat diketahui beberapa parameter penting dan berguna terutama untuk memilih transistor yang tepat untuk aplikasi tertentu. Tentu untuk aplikasi pengolahan sinyal frekuensi audio semestinya tidak menggunakan transistor power, misalnya.

Rangkaian Common Emitter Rangkaian CE adalah rangkaian yang paling sering digunakan untuk berbagai aplikasi yang mengunakan transistor. Dinamakan rangkaian

CE, sebab titik ground atau titik tegangan 0 volt dihubungkan pada titik emiter.

Gambar Rangkaian Common Emitter

Daerah kerja transistor

Gambar Kurva Collector

Daerah kerja transistor yang normal adalah pada daerah aktif, dimana arus IC konstan terhadap berapapun nilai VCE. Dari kurva ini diperlihatkan bahwa arus IC hanya tergantung dari besar arus IB. Daerah kerja ini biasa juga disebut daerah linear (linear region). Tegangan VCE yang dimulai = 0 volt sampai kira-kira 0.7 volt (transistor silikon) dikenal dengan istilah daerah saturasi pada

transistor , yaitu akibat dari efek dioda kolektor-basis yang mana tegangan VCE belum mencukupi untuk dapat menyebabkan aliran elektron. Jika kemudian tegangan VCC dinaikkan perlahan-lahan, sampai tegangan VCE tertentu tiba-tiba arus IC mulai konstan. Pada saat perubahan ini, daerah kerja transistor berada pada daerah cut-off yaitu dari keadaan saturasi (OFF) lalu menjadi aktif (ON). Perubahan ini dipakai pada system digital yang hanya mengenal angka biner 1 dan 0 yang tidak lain dapat direpresentasikan oleh status transistor OFF dan ON.

2.2.9 Sakelar dan AF jek Sakelar adalah perangkat yang digunakan untuk memutus hubungkan suatu bagian pada system instalasi listrik maupun rangkaian elektronika. Jenis saklar ada berbagai jenis tergantung pada fungsi dan cara penggunaan saklar tersebut. Pada dasarnya saklar terbagi menjadi dua jenis yaitu saklar tunggal dan saklar seri sedangkan cara penggunaan saklar tersebut dibedakan menjadi Push Button Switch On ( PB-ON ) , Push Buton Switch Off (

PB-OFF), Rotarry Switch On ( VrS-On umumnya pada potensio meter Tape , TV atau Radio ) dan Double Switch On ( saklar deret). Adapun gambar dari saklar adalah sebagai berikut

Sedangkan AF Jek adalah perangkat yang digunakan untuk menghubungkan dua perangkat elektronik yang berbeda tipe dan fungsinya misalnya menghubungkan antara Walkman dengan speaker Headset atau antara Pick up Tape Recorder dengan bagian Equalizer dan Power. Adapun bentuk fisik dari AF Jek adalah seperti dibawah ini

2.2.10 Power Supply Charge ( Adaptor Power Supply ) Power Supply Charge ( Adaptor Power Supply ) adalah perangkat elektronika yang terdiri dari beberapa komponen elektronika dan digunakan sebagai sumber daya bagi suatu rangkaian elektronika. Tetapi dalam Media Sensor Bahaya, Power Supply Charge ( Adaptor Power Supply ) dijadikan sebagai catudaya bagi batre yang terdapat dalam bagian utama Media Sensor Bahaya. Adapun bentuk fisik dari Power Supply Charge ( Adaptor Power Supply ) adalah seperti gambar dibawah

Gambar Power Supply Charge ( Adaptor Power Supply )

2.2.11 Non Leak Acid Battery ( Baterai Kering ) Baterai adalah salah satu sumber daya yang digunaka oleh berbagai macam perangkat listrik dan elektronika. Besaran kapasitas dari baterai di hitung dalam besaran polaritas yaitu perbedaan polaritas antara kedua kutubnya dan besar perbedaan polaritas tersebut dapat beragam tergantung kepada kebutuhan.

Baterai kering adalah salah satu jenis baterai yang tergolong baru karena merupakan hasil dari modifikasi baterai basah ( Accumulator ) yang merupakan salah satu sumber daya bagi perangkat kellistrikan maupun elektronika. Baterai sendiri memiliki karakteristik hampir sama dengan kapasitor tetapi memiliki besaran kapasitansi muatan yang sangat baik dan leakage current atau arus bocoran yang sangat kecil sekali. Beda potensial pada baterai cenderung tetap dan stabil tetapi ada fase tertentu beda potensial tersebut akan mengalami perubahan, hal ini dikarenakan berbagai sebab antara lain : 1. Kondisi Charging atau pengisian dari baterai dengan tegangan berlebih. Hal ini dapat berakibat pada pengurangan umur baterai dan mempengaruhi arus bocoran baterai. Setiap pabrikan baterai biasanya sudah memberikan batasan pada proses pengisian baterai dan dikenal dengan istilah Recycling Charging dan Normal Charging. Untuk jenis bateri tertentu kondisi pengisian dengan tegangan berlebih dapat mengakibatkan baterai meledak dikarenakan polaritas baterai diberikan input tegangan yang tidak sesuai

dengan maksimal polaritas yang mampu ditahannya. Kondisi ini dapat terjadi pada jenis baterai Lithium Ion ( Li-Ion ). 2. Pengisian diatas batas pengisian normal. Seperti peralatan

elektro lainnya baterai memiliki masa hidup ( life time ) yang ditentuan dengan berapa kali baterai tersebut dapat di isi. Tetapi pada jenis baterai yang non charging hal tersebut tidak terdapat karena baterai jenis ini hanya sekali dapat diisi. 3. Adanya Kebocoran pada baterai dikarenakan salah penggunaan. Hal ini berakibat pada kapasitas baterai yang tidak maksimal dan cenderung drop. Biasanya kondisi ini dapat terjadi pada baterai dengan jenis leak acid atau baterai basah, bateri jenis Nical Mercury ( NiMh ), Baterai Nical Cadmium ( NiCad ).

2.3

LANGKAH-LANGKAH PEMBUATAN 2.3.1 Merancang Layout Dalam pembuatan suatu rangkaian pertama yang harus dilakukan adalah merancang layoutnya terlebih dahulu pada sebuah kertas milimeter block, tetapi dengan kemajuan teknologi hal tersebut dapat diantasipisai dengan penggunaan software PCB Designer sehingga

tataletak komponen dapat diatur dengan tepat. Namun cara lainnya dapat dilakukan dengan melihat fisik dari komponen yang akan diterapkan. Selain dari teknik perancangan lay out dengan posisi penempatan komponen harus tepat, dalam perancangan lay out diperukan kemampuan untuk menerjemahkan skema rangkaian yang hanya berupa simbol elektronika kedalam bentuk hubungan yang sebenarnya. Diperlukan ketelitian dalam teknik pembacaan rangkaian karena dapat berakibat fatal apabila terjadi kesalahan khususnya pada komponen yang memiliki polaritas ataupun memiliki gate berbeda seperti elektrolit kondensator dan transistor serta Integrated Circuit ( IC ). Perancangan layout menentukan keberhasilan dari suatu rangkaian elektronika karena merupakan langkah awal yang akan menentukan hasil akhirnya. 2.3.2 Memindahkan Rancangan Layout ke PCB ( Printed Circuit Board ) Setelah hasil perancangan tata letak ( layout ) selesai kemudian rancangan tersebut dapat dipindahkan pada papan PCB. PCB sendiri memiliki dua sisi yang berbeda dimana salah satu sisi bersifat konduktor dan biasanya menggunakan bahan tembaga sedangkan sisi

lainnya menggunakan bahan isolator biasanya menggunakan bahan ebonit. PCB sendiri banyak beragam tergantung pada jenis line wirednya ( lapisan bahan konduktornya ) ada yang hanya single side line ( SSL ) jenis ini banyak sekali dipasaran namun ada juga yang memiliki line wirednya berlapis ( seperti PCB motherboard komputer, atau PCB Handphone ) dimana lapisan konduktornya memiliki 2 sampai 4 lapisan dimana antara lapisannya dipisahkan oleh lapisan isolator. Teknik pemindahan rancangan layout komponen pada PCB banyak sekali tergantung kepada kualitas dan kuantitas PCB yang akan dihasilkan. Salah satu teknik yang sering digunakan adalah dengan menggambar rancangan layout menggunakan Spidol Waterproff ( Permanen ) pada PCB tetapi teknik ini memerlukan ketelitian lebih dan kesabaran yang tinggi namun hasil yang didapatnya kurang baik karena pada saat proses pencelupan ( menggunakan cairan FeCl3 ) beberapa bagian dapat hilang dan presisi kaki komponen sangat kurang ( untuk IC jarak antara kaki 2,5mm dan sekat antara bagian kaki 7mm ). Teknik lainnya menggunakan system transfer yaitu dengan mencetak hasil rancangan layout pada printer laser dengan

menggunakan media plastik sebagai pengganti kertas cetaknya. Kemudian rancangan tersebut dipindahkan dengan cara plastik bagian atas ( yang tidak terkena tinta printer ) di olesi dengan minya kemudian di tempelkan peralatan yang dapat menghasilkan panas ( setrika listrik ). Bagian yang ditempelkan pada PCB adalah bagian plastik yang terkena tinta printer dengan teknik ini maka kualitas pembuatan ditingkatkan. Selain dengan dipindahkan menggunakan transfer tersebut dapat dijaga dan kuantitas pembuatan dapat

pemindahan rancangan layout pada PCB dapat menggunakan teknik transfer yang lain yaitu dengan mencetak hasil layout pada kertas kalkir kemudian ditempelkan langsung pada PCB dan disemprot dengan cairan CH4 setelah kering balu dicelup pada cairan pelarut. Untuk mendapat kuantitas yang banyak dan kualitas yang baik maka teknik pemindahan rancangan dapat menggunakan teknik sablon sehingga hasil yang didapat dapat maksimal. Setelah pola rancangan layout dipindahkan pada PCB kemudian dilarutkan pada cairan pelarut untuk menghilangkan bagian lined wire lain yang tidak dibutuhkan. Jika telah terpisah antara bagian sesuai

dengan pola rancangan layout maka posisi kaki tiap komponen dapat dilubangi menggunakan minidrill dengan diameter jarum 0,8mm tetapi untuk kaki komponen seperti Dioda, Relay, Resistor Daya Besar, Transistor Power, IC Regulator, Transformator dll. Maka diameter jarum yang digunakan adalah 1,2~1,6mm. 2.3.3 Pemasangan Komponen pada PCB Dalam pemasangan komponen didahulukan pemasangan IC Opamp LM741 dan IC Pewaktu 555. Pada saat pemasangan posisi kaki dari komponen jangan terbalik antara kaki 1 dan 8 karena dapat berakibat rusaknya komponen tersebut, untuk merekatkan komponen pada PCB digunakan Soldering Iron ( Solder ) dengan daya panas 30~40Watt dan Timah solder. Untuk beberapa bagian kaki komponen yang masih sulit untuk direkatkan dengan solder, maka pada kaki dan PCB dioleskan Soldering Pasta ( arpus ) agar hasil solderan sempurna. Tahap berikutnya dalam pemasangan komponen adalah pemasangan resistor dan dioda kemudian baru kapasitor dan variabel resistor dan setelah itu baru transistor dan kabel sambungan ke saklar dan jek dihubungkan.

Setelah pemasangan selesai kemudian teliti kembali pemasangan komponen tersebut apakah sudah sesuai dengan rancangan layout atau Skema Diagram. Apabila tidak ada kesalahan khususnya pemasangan kapasitor berpolaritas, transistor dan IC baru kemudian dihubungkan ke bagian-bagian pendukung lainnya seperti speaker dan batterai. Dalam penyolderan diusahakan jangan terlalu lama karena dapat mempengaruhi karakteristik komponen .

BAB III ANALISA RANGKAIAN

3.1

Analisa rangkaian secara diagram blok Media Sensor Bahaya ini dalam diagram blok memiliki cara kerja sangat sederhana dengan radius pancaran transmitter sejauh 50M dan panjang gelombang pancaran 700nm sampai dengan 20mm.

Diagram Blok Media Sensor Bahaya dan Penerapannya

Sedangkan data pengamatan yang diambil menggunakan multitester digital dan sinyal suara yang keluar dari speaker yang berbeda sebagai berikut :

Kondisi Speaker Mati


IC2 ( Astabel Multivibrator ) 0V 0V 0V 2V 2V 2V 0V 2,8V

PIN 1 2 3 4 5 6 7 8

IC1 ( Op Amp ) 0V 3,46V 5,2V 0V 0V 1,74V 10,4V 0V

Kondisi Speaker Berbunyi


IC2 ( Astabel Multivibrator ) 0V 5V 4,8V 2V 2V 2V 5V 5,4V

PIN 1 2 3 4 5 6 7 8

IC1 ( Op Amp ) 0V 10,4 5,2V 0V 0V 6,94V 10,4V 0V

Input (Tegangan dan LDR) Input tegangan pada Media Sensor Bahaya ini membutuhkan tegangan masukkan (Vcc) antara 6 sampai 12 volt. Tegangan bisa berasal dari baterai dengan batas tegangan yang sesuai dengan kebutuhan. Bila tegangan yang diberikan lebih kecil dari 6 volt, kemungkinan alat ini tidak akan bekerja, karena tegangan tidak dapat mengangkat beban tegangan yang dibutuhkan oleh alat ini. Light Dependent Resistance (LDR) atau biasa disebut dengan sensor cahaya ini merupakan komponen penting dalam Media Sensor Bahayaini. Karena pengaruh LDR terhadap cahaya akan menentukan output dari alat ini. LDR akan berubah ubah resistansinya sesuai dengan kapasitas cahaya yang dipancarkan dari bagian transmitter. Jadi pada saat kondisi terkena sinar atau tida, alat ini akan menghasilkan output yang berbeda.

Proses (IC Op Amp/ LM 741) Pada rangakaian Media Sensor Bahaya ini digunakan Op-Amp LM741. OpAmp 741 ini berguna untuk memperkuat sinyal masukan AC (arus bolak balik) ataupun DC (arus searah). Op-Amp ini akan menghasilkan output yang berasal dari perbandingan dari pembagian tegangan yang terjadi pada R2

(470), R3 (470), dan P1 (50K). Op-Amp ini akan menghasilkan output tegangan pada pin ke-6. Pin ke-6 ini terhubung dengan R4 (10K), dan kemudian outputnya yang berupa tegangan akan membias T1 (D400, D438). T1 diatur sebagai saklar yang akan menghubungkan tegangan masukan bagi rangkaian astabel multivibrator apabila cahaya yang diterima oleh LDR

terhalang suatu benda dalam hal ini anak tunanetra. Sebaliknya apabila LDR mendapatkan cahaya yang dipancarkan dari Transmitter maka T1 akan memutuskan tegangan masukan bagi rangkaian astabel multivibrator.

Output (Suara) Output atau keluaran yang dihasilkan oleh Media Sensor Bahaya ini berupa sinyal suara yang dihasilkan oleh rangkaian astabel multivibrator yang mendapat pasokan tegangan dari rangkaian Op-Amp yang bertindak sebagai Tranduser dan Penguat.

3.2

Analisa Rangkaian Secara Detail

Gambar Skema Rangkaian Media Sensor Bahaya

Media Sensor Bahaya ini mempunyai komponen utama yaitu LDR (Light Dependent Resistance), Op Amp sebagai Tranduser dan Rangkaian Astabel multivibrator. Pada saat diberikan tegangan input 10,4 volt (Vcc), maka komponen alat ini akan mulai bekerja sebagai alat sensor cahaya. Pada saat terkena cahaya dari transmitter atau tidak terkena cahaya karena terhalang objek, LDR akan mengatur resistansinya sesuai dengan kapasitas cahaya yang

terkena pada permukaan kepala LDR. Kemudian LDR mengelurkan input tegangan dan kemudian akan terjadi pembagian tegangan pada R1 (10K), R2 (470) dan R3 (470). Dan P1 atau potensiometer (50K) yang dapat diatur resistansinya berguna untuk mengatur sensitifitas LDR terhadap cahaya. Kemudian tegangan dari R1, R2, R3, dan P1 masuk ke Op-Amp 741 melalui pin 2 dan 3. Pada pin 2 akan terjadi pembalikan nilai tegangan atau inverting. Pada pin 7 berguna sebagai tegangan catu positif yang digunakan untuk mengaktifkan Op-Amp, dan pin 4 berguna sebagai tegangan catu negatif yang digunakan untuk mengaktifkan Op-Amp. Kemudian output Op-Amp tersebut keluar dari pin 6 yang terhubung pada R4 (10K). Output ini kemudian menuju ke kaki basis transistor dan kemudian terjadi saturasi. Setelah terjadi saturasi, maka tegangan akan terus mengalir menggerakkan rangkaian astabel multivibrator yang aan menghasilkan sinyal suara pada speaker.

BAB IV PENGOPERASIAN MEDIA SENSOR BAHAYA Dalam pengoperasian Media Sensor Bahaya perlu di penuhi beberapa persyaratan sebagai berikut : 1. Jarak antara Transmitter dan Receiver harus simetris dimana fokus cahaya dari transmitter harus tepat mengena pada sensor. 2. Diupayakan sinar yang dipancarkan tidak terhalang oleh objek lain sehingga dapat mempengaruhi sensitifitas Receiver dalam menerima cahaya. 3. Dalam posisi matahari terang ( pukul 10:00 s/d 14:00 siang ) diusahakan agar sensor tidak mendapatkan cahaya lebih dari matahari (fokus cahaya matahari jangan langsung mengenai sensor )karena dapat mempengaruhi sinar pancaran dari transmitter. Jika persyaratan tersebut dapat dipenuhi maka Media Sensor Bahaya dapat bekerja secara optimal. Sinyal suara pada speaker sebagai informasi bagi tunanetra dapat diatur frequensinya berdasarkan kebutuhan sehingga terdapat perbedaan frequensi suara untuk menandai beberapa lokasi.

Apabila lokasi yang akan dipasang Media Sensor Bahaya memiliki sudut, maka pancaran dari transmitter dapat dipantulkan menggunakan cermin sebagai pemantul. BAB V PENUTUP Media Sensor Bahaya ini merupakan salah satu alat bantu bagi tunanetra, dalam pengembangannya Media Sensor Bahaya ini dapat diaplikasikan dalam beberapa keperluan yang memerlukan sinyal suara sebagai informasi bagi penggunanya. Sebagai salah satu hasil rancangan maka alat ini tidak luput dari kekurangan sebagaimana alat yang dibuat dan dirancang oleh manusia. Semoga nantinya sesuai dengan perkembangan teknologi Media Sensor Bahaya ini dapat dikembangkan agar lebih sempurna dan dapat bermanfaat lebih maksimal bagi Tunanetra. 5.1 KESIMPULAN Dari semua bahasan Media Sensor Bahaya bagi Tunanetra ini dapat disimpulkan bahwa :

1.

Media Sensor Bahaya menggunakan fungsi dan manfaat cahaya ( laser ) pada bagian transmitter dan fungsi LDR pada bagian receiver sebagai komponen inti.

2.

Untuk membuat Media Sensor Bahaya dibutuhkan ketelitian dan kesabaran agar hasilnya dapat bekerja secara optimal.

3.

Media Sensor Bahaya dapat berfungsi dengan baik dan membantu tunanetra.

4.

Pengaplikasian Media Sensor Bahaya sebagai alat bantu bagi tunanetra dapat membantu dalam mengetahui lokasi bahaya dan menghindari resiko yang dapat ditimbulkan sebagai akibat dari hambatan organ visualnya.

5.2

SARAN Dengan segala keterbatasannya media dapat berfungsi dengan baik, namun perlu pengembangan selanjutnya agar dapat berfungsi lebih maksimal. Dalam proses pembuatan baik rancangan skema elektronik, rancangan layout ( tata letak komponen) dan proses lainnya maka diperlukan : 1. ketelitian dan kesabaran serta mengenal karakteristik komponen secara lebih mendalam sehingga dapat meminimalisir kegagalan dalam perakitan dan pembuatan.

2.

Ketelitian dalam pemasangan komponen khususnya yang memiliki polaritas maupun komponen yang bersifat aktif karena dapat mengakibatkan komponen rusak terutama dalam penyolderan

komponen agar tidak terlalu lama dalam pemanasan timah solder. 3. Untuk IC agar tidak rusak dalam proses perakitan sebaiknya menggunakan soket IC sehingga dapat dengan mudah dalam perakitannya. 4. Untuk penggunaan baterai diusahakan agar memiliki kapasitas arus yang cukup ( 1500mAH ) sehingga Media Sensor Bahaya dapat bekerja lama. 5. Untuk Pengisian kembali baterai agar dilakukan selama 2 jam apabila baterai kosong sama sekali tetapi apabila masih terdapat setengah dari kapasitasnya maka bateai dapat diisi selama 1 jam saja.

BAB VI TROUBLESHOOTING

Apabila dalam penggunaan Media Sensor Bahaya terdapat masalah maka langkahlangkah perbaikan dan solusinya sebagai berikut :
Alat Permasalahan Tidak memancarkan cahaya Penyebab Masalah Baterai habis Saklar rusak Dioda Laser Putus Transmitter Kabel Penghubung rangkaian putus Baterai habis Baterai Rusak Soket Adaptor Rusak Adaptor Rusak Lampu Mati Speaker rusak/putus Baterai Rusak Penanganan Masalah Baterai di isi kembali dengan adaptor Diganti Diganti Disambung kembali Baterai di isi kembali dengan adaptor Diganti Diganti Diganti Diganti Diganti Diganti

Cahaya kurang kuat Tidak mau di isi ulang

Receiver

Lampu Power tidak menyala Speaker tidak berbunyi Tidak menyala sama sekali

Lampu Power menyala, tetapi tidak ada suara Suara yang dihasilkan pelan Sensitifitas sensor terlalu tinggi/rendah

Speaker rusak/putus Baterai habis Berubahnya nilai resistansi pada potensio P1

Diganti

Baterai di isi kembali dengan adaptor di atur ulang sampai sensitifitasnya mencukupi

LAMPIRAN

Skema Diagram Media Sensor Bahaya secara keseluruhan

Gambar Media Sensor Bahaya bagi tunanetra

Lampu Indikator Power

Lampu Indikator Pengsian

Dioda Laser

Sensor Penerima Cahaya Laser ( LDR )

Gambar Tampak depan Media Sensor Bahaya

Soket Pengisian Ulang

Gambar Tampak Belakang Media Sensor Bahaya

You might also like