You are on page 1of 14

BAB I DASAR TEORI 1.1 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja 1.1.

1 Definisi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, permukaan air, di dalam air, di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. 1.1.2 Tujuan dan Sasaran Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. 1.1.3 Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.1

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per.05/Men/1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja, www.esdm.go.id/.../745-undang-undang-nomor-1-tahun1970.html (Diakses tanggal 05 juni 2012).

1.2 Pedoman Penerapan Dan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja 1.2.1 Komitmen Dan Kebijakan 1.2.1.1 Kepemimpinan dan Komitmen Pengurus harus menunjukkan kepemimpinan dan komitmen terhadap K3 dengan menyediakan sumberdaya dan memadai. Pengusaha dan pengurus perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap K3 yang diwujudkan dalam: a. Menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan. b. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana lain yang diperlukan di bidang K3. c. Menempatkan personel yang mempunyai tanggung jawab, wewenang dan kewajiban yang jelas dalam penanganan K3. d. Perencanaan K3 yang terkoordinasi. e. Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3. Komitmen dan kebijakan tersebut pada butir a sampai dengan e diadakan peninjauan ulang secara teratur. Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap K3 sehingga penerpanan SMK3 berhasil diterapkan dan dikembangkan. Setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3.
1.2.1.2 Tinjauan Awal K3 (Initial Review)

Peninjauan awal kondisi keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan saat ini dilakukan dengan: a. Identifikasi kondisi yang ada dibandingkan dengan ketentuan Pedoman ini. b. Identifikasi sumber bahaya yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan. c. Penilaian tingkat pengetahuan, pemenuhan peraturan perundangan dan standar keselamatan dan kesehatan kerja. d. Membandingkan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik. e. Meninjau sebab dan akibat kejadian yang membahayakan, kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan K3. 2

f. Menilai efisiensi dan efektifitas sumberdaya yang disediakan. g. Hasil peninjauan awal K3 merupakan bahan masukan dalam perencanaan dan pengembangan SMK3.

1.2.1.2 Kebijakan K3

Kebijakan K3 adalah suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pengusaha dan atau pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan atau operasional. Kebijakan K3 dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang kemudian harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok dan pelanggan. Kebijakan K3 bersifat dinamik dan selalu ditinjau ulang dalam rangka peningkatan kinerja K3. 1.2.2 Perencanaan Perusahaan harus membuat perencanaan yang efektif guna mencapai keberhasilan penerapan dan kegiatan SMK3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan harus memuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja yang diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian resiko sesuai dengan persyaratan perundangan yang berlaku serta hasil pelaksanaan tinjauan awal terhadap K3. 1.2.2.1 Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian
Resiko

Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko dari kegiatan, produk barang dan jasa harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi kebijakan K3. Untuk itu harus ditetapkan dan dipelihara prosedurnya. 1.2.2.2 Peraturan Perundangan dan Persyaratan Lainnya Perusahaan harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventiarisasi, identifikasi dan pemahaman peraturan perundangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan K3 sesuai dengan kegiatan perusahaan yang bersangkutan. Pengurus harus menjelaskan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya kepada setiap tenaga kerja. 3

1.2.2.3 Tujuan dan Sasaran

Tujuan dan sasaran kebijakan K3 yang diterapkan oleh perusahaan sekurang-kurangnya harus memenuhi kualifikasi: a. Dapat diukur b. Satuan/indikator pengukuran c. Sasaran pencapaian d. Jangka waktu pencapaian.2 Peralatan Kerja dan Pengaman Sistem Manajemen K3 pada Kereta Api Peralatan Kerja Sistem Manajemen K3 pada Kereta Api a. Perlengkapan Rangkaian Kereta Api Rangkaian kereta api terdiri dari minimal dua unit kendaraan untuk bisa melayani angkutan penumpang atau barang. Hanya bis rel yang bisa beroperasi dengan hanya satu unit kendaraan. Unit yang ada dalam rangkaian kereta api adalah lokomotif, kereta dan / atau gerbong.

Karena rangkaian kereta api tediri lebih dari satu kendaraan maka perlu ada perlengkapan yang menjamin keselamatan perjalanan rangkaian kereta tersebut. Perlengkapan tersebut yang pokok adalah alat tolak-tarik, alat penyambung saluran pengereman dan alat penyambung saluran listrik.

ibid

Alat Tolak Tarik

Dinamakan alat tolak tarik karena berfungsi sebagai alat tarik pada saat rangkaian kereta api ditarik lokomotif, dan berfungsi sebagai alat tolak pada saat kereta atau gerbong didorong oleh lokomotif. Dua fungsi ini ada yang dibuat terpisah dan ada juga yang dibuat dalam satu alat. Perlu dibedakan juga antara alat tolak tarik dengan celah pada penyambungan dan alat torak tarik tanpa celah.

a.

Rantai pengaman Pada waktu masih digunakan alat tolak tarik ganco, perlu ada alat penyelamat tambahan untuk mengurangi dampak buruk jika rangkaian putus. Alat penyelamat tersebut adalah rantai pengaman yang dipasang pada kedua sisi di bawah ganco. Rantai pengaman dibuat di Balai Yasa dari bahan baja. Kehandalan rantai pengaman juga tidak terlalu baik sehingga sehingga pada saat rangkaian kereta api putus, bisa terjadi rantai pengaman juga ikut putus.

b. Sambungan Pengereman Pipa utama pengereman pada sistem pengereman udara tekan harus tersambung dari lokomotif hingga kereta atau gerbong terakhir.

Sambungan saluran pengereman antara kendaraan dilakukan dengan alat penyambung yang terdiri dari selang karet dan penyambung dari logam seperti pada foto disamping. Pada bagian hulu dari selang karet dilengkapi dengan kran yang digunakan untuk menutup saluran udara pada ujung rangkaian. Perlu diperhatian bahwa posisi kran selain pada ujung rangkaian harus terbuka. Kran pada bagian rangkaian yang bukan ujung yang tidak terbuka akan menyebabkan saluran udara dalam rangkaian tersumbat dan rem tidak bekerja dengan sempurna. Sambungan ini harus kedap udara, karena tekanan udara 5 atm pada saluran utama tidak boleh bocor. Jika terjadi kebocoran dan produksi udara tekan dari lokomotif tidak bisa mengimbangi jumlah kebocoran, maka secara otomatis kereta api akan berhenti. Untuk mengetahui apakah sambungan pada pipa utama pada seluruh rangkaian sudah berfungsi dengan sempurna, sebelum rangkaian kereta api dioperasikan harus dilakukan uji pengereman

d. Sambungan Listrik Kebutuhan listrik pada kereta tergantung jenis kereta. Yang banyak membutuhkan listrik adalah kereta berpenyejuk udara. Untuk keperluan penerangan dan memutar kipas angin, kereta kelas ekonomi juga memerlukan listrik. Kereta bagasi juga memerlukan listrik walaupun lebih kecil. Lampu semboyan akhir rangkaian kereta api juga menggunakan listrik

Pembangkit listrik yang ditempatkan di kereta bagasi, besarnya tergantung kebutuhan. Untuk dapat melayani rangkaian yang seluruhnya terdiri dari kereta eksekutif berpenyejuk udara, dibutuhkan pembangkit listrik berkekuatan 300KVA. Penyaluran daya hingga 300KVA ke seluruh kereta dalam rangkaian, digunakan sambungan listrik seperti diperlihatkan pada foto disamping. Sambungan listrik dipasang pada ujung kereta dan disambungkan oleh petugas pada saat kereta disambungkan pada rangkaian Rangkaian Satu Kesatuan a. Gerbong Gerbong adalah wagon kendaraan yang digunakan untuk mengangkut barang. Gerbong berebeda dengan kereta, yang berarti wagon kendaraan yang digunakan untuk mengangkut orang. Angkutan barag melalui kereta api unggul untuk jarak perjalanan menengah, dan tidak sesuai untuk jarak perjalanan pendek yang lebih sesuai untuk angkutan jalan ataupun sangat jauh yang lebih sesuai untuk angkutan laut.

b. REL Rel digunakan pada jalur kereta api. Rel mengarahkan/memandu kereta api tanpa memerlukan pengendalian. Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan. Rel-rel tersebut diikat pada bantalan dengan menggunakan paku rel, sekrup penambat, atau penambat e (seperti penambat Pandrol).

Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan. Puku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu, sedangkan penambat "e" digunakan untuk bantalan beton atau semen.

BANTALAN REL Bantalan rel adalah landasan tempat rel bertumpu dan diikat dengan penambat rel oleh karena itu harus cukup kuat untuk menahan beban kereta api yang berjalan di atas rel. Bantalan dipasang melintang rel pada jarak antara bantalan dengan bantalan sepanjang 0,6 meter.

Jenis Bantalan Bantalan kayu Bantalan beton Bantalan baja Bantalan Slab

Slab track, System "Rheda 2000", sebelum dicor dengan beton. 1.5.3.2 Pengaman (safety) Sistem Manajemen K3 pada Kereta Api a. Sistem pengaman 1 rangkaian kereta api Kereta api sebagai moda angkutan massal sebenarnya sudah dilengkapi beberapa alat pengaman yang mampu melindungi kemanan perjalanan kereta api itu sendiri seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Tentang Standar Spesifikasi Teknis Kereta Yang Ditarik Lokomotif pada pasal 5 dan diperjelas pada Pasal 17 yang menjelaskan tentang kelengkapan konstruksi dan kompenen kereta api diantaranya rem Darurat. Akan tetapi peraturan tersebtu lebih menitik-beratkan pada keamanan 1 rangkaian kereta itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah sistem dari luar yang bisa bekerja sama dengan sistem pengaman dalam 1 rangkaian kereta tersebut yang mampu menjamin keamanan kereta tersebut beserta perjalanan rangkaian kereta yang lain. Sistem itu adalah : 1. Mekanik Tongkat Pengaman. 2. Mekanik Tuas Pengungkit Emergency Rem Kereta Api 3. Wesel Spoor Menuju Spoor Tangkap 1. Mekanik tongkat pengaman (tripper) adalah sebuah mekanik pengaman yang dipasang terangkai dengan sinyal. mekanik Tongkat Pengaman (Tripper) bekerja secara otomatis bersama sinyal memberikan pengamanan terhadap kereta yang mencoba menerobos aspek sinyal merah (stop). Adapun penjelasan teknisnya adalah sebagai berikut: 1. Dipasang disebelah kanan rel arah kereta api 2. Tehubung dengan perangkat signal masuk 9

3. Bila signal masuk aspek merah kereta api harus stop / berhenti, tongkat pengaman bentuknya berdiri / vertikal 4. Signal menunjukan aspek kuning / hijau kereta api boleh masuk stasiun, kedudukan tongkat pengaman horizontal / datar Gambaran dapat dilihat pada Gambar A dibawah ini : Gambar A.

Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Bantalan Rel Rel kereta api Tongkat pengaman As tongkat pengaman Tangkai putar tongkat pengaman Motor penggerak tongkat pengaman Saluran / kabel listrik motor no. 6 Signal masuk

2. Mekanik tuas pengungkit emergency rem kereta api Adalah alat pengaman yang terpasang pada lokomotif yang digunakan untuk berinteraksi dengan Tripper yang bekerja bersama dengan aspek Sinyal. Berdasarkan definis diatas maka dengan alat tersebut akan terjadi interaksi antara lokomotif dengan sinyal. Interaksi itu akan memberikan pengamanan terhadap perjalanan kereta api. 3. WESEL SPOOR MENUJU SPOOR TANGKAP Spoor Tangkap adalah sebuah rangkaian rel kereta api yang tidak bersambung pada rangkian lainnya (jalan buntu). Tujuannya adalah untuk menghentikan perjalanan kereta api yang tidak bisa dikendalikan sehingga tidak membahayakan perjalanan kereta api lainnya. 10

BAB II TABRAKAN KA 150 KERTAJAYA DAN KA 40 SEMBRANI DI KM 31+200 EMPLASEMEN GUBUG, JAWA TENGAH DAOP IV SEMARANG SEBAGAI AKIBAT DARI KELALAIAN SMK3 2.1 Kronologi Peristiwa Tumburan terjadi antara KA 150 Kertajaya dengan KA 40 Sembrani di wesel empat di sebelah Timur stasiun Gubug pada jam 02.10. - Stasiun Gubug memiliki dua jalur, yaitu sepur I (sepur belok) dan sepur II (sepur lurus). - Pada jam 01.45, KA 150 Kertajaya dari arah Semarang masuk dan berhenti di Stasiun Gubug dan berada di sepur I. Direncanakan di stasiun Gubug tsb KA 150 Kertajaya disusul oleh dua KA lain, yaitu KA Gumarang dan KA Sembrani. - Pada jam 01.52, KA 92 Gumarang melewati Stasiun Gubug ke arah Surabaya. - Selanjutnya setelah KA 92 Gumarang melewati stasiun Karangjati pada jam 02.03, PPKA Karangjati mewartakan lewatnya KA 92 kepada PPKA Gubug. Setelah itu PPKA stasiun Gubug menyiapkan sepur II untuk dilewati oleh KA 40 Sembrani, yaitu menyiapkan sinyal keluar (D I/II arah Karangjati) aman (pada jam 02.05) untuk KA 40 Sembrani. Sinyal masuk (A I/II dari Tegowanu) ditarik aman. - KA 150 Kertajaya bergerak maju perlahan hingga posisi lokomotif berada di wesel. - Menurut informasi yang diperoleh dari Asisten Masinis KA Kertajaya, ybs pada saat itu sedang berdiri di pintu lokomotif mengecek posisi lampu wesel. Ybs melihat wesel pada posisi putih, berarti posisi untuk sepur lurus) dan kemudian berteriak kepada masinis untuk memundurkan rangkaian KA 150 Kertajaya. - Pada jam 02.10 KA 40 Sembrani dengan kecepatan normal sekitar 70 Km/jam masuk dari arah Semarang. Masinis melihat jalurnya terhalang (tidak bebas) dan beraksi melakukan pengereman darurat (emergency brake) kemudian menunduk. Lokomotif KA 40 menabrak KA 150 yang sedang berusaha berjalan mundur. Tabrakan terjadi pada lokasi wesel. Lokomotif KA Sembrani menabrak lokomotif KA Kertajaya. - Lokomotif KA Sembrani berikut tiga keretanya terguling di sawah sebelah selatan rel (arah kanan dari datangnya kereta), dan dua kereta lainnya anjlok. - Lokomotif KA Kertajaya terlempar kearah utara rel (arah kiri terhadap datangnya kereta). Kedua bogienya terlepas, bahkan satu bogie terpisah dan terlempar masuk ke sawah di sebelah kanal rel sejauh sekitar 50 meter. 2.2 ANALISA 2.2.1 PERJALANAN KA - Perjalanan KA 150 berangkat dari Semarang Poncol jam 01.01 (terlambat 60 menit) dan tiba di Stasiun Gubug jam 01.45 (lambat 76 menit) di-BLB-kan karena akan disusul oleh KA 92 dan KA 40. - Pelayanan KA 150 masuk dan berhenti luar biasa di Stasiun Gubug sesuai ketentuan, namun pelaksanaan laporan antara masinis dan PPKA mengenai 11

pengaturan penyusulan tidak diberi catatan baik di laporan harian masinis (LHM) maupun di laporan kereta api (LAPKA). - Laporan PPKA kepada asisten masinis diberitahukan secara lisan dan juga kepada kondektur sehingga hal ini dapat mengakibatkan kelalaian terhadap kewajiban yang harus dilakukan sesuai ketentuan. - PK sebagai pusat pengendalian perjalanan kereta api, dengan radio komunikasi yang menghubungkan PK ke setiap stasiun di wilayahnya berjalan baik. Semua perjalanan KA dicatat dalam lembar kerja namun perintah PK kepada stasiunstasiun tidak dicatat dalam catatan khusus yang seharusnya menggunakan nomor dan jam keputusan PK. PK hanya mencatat beberapa hal kejadian di lembar kerja PK (prosedur sesuai Maklumat DL No 4/70 dan DK No 2/70 tanggal 21 Juli 1970 perihal Sistem Pimpinan Sentral Atas Perjalanan KA {Sistem PK}). - Untuk pemberangkatan KA 150, sesuai prosedur harus didahului dengan adanya semboyan 40 dari PPKA untuk KP dan KP memberi semboyan 41 (pluit) kepada masinis kemudian masinis menjawab dengan semboyan 35 (suling lokomotif) sebagai tanda mengerti. kesemua prosedur ini tidak dilakukan. 2.2.2 OPERASI PERJALANAN KA - Pengendalian perjalanan KA oleh PK (Pusat Kendali) Semarang banyak tidak didukung buku catatan mengenai perubahan perjalanan KA antara lain catatan pemindahan persilangan dan penyusulan (nomor perintah dari PK). Buku catatan diperlukan untuk mencatat segala perubahan terhadap tertib perjalanan KA dan pertanggungjawabannya. - Jadual dinasan petugas stasiun yang diatur dalam ikhtisar jam kerja stasiun Gubug seharusnya tercantum didalam buku dinasan (rooster). Tim menemukan bahwa dinasan petugas stasiun tidak sesuai dengan buku dinasan (nama PPKA yang seharusnya bertugas tidak sesuai dengan yang tertulis di buku dinasan tersebut). - KA 150 berhenti luar biasa (BLB) di stasiun Gubug untuk disusul oleh KA 92 dan KA 40. Penyusulan ini terjadi karena adanya kelambatan perjalanan kereta api yang kemudian diatur oleh PK untuk tertib perjalanan kereta api (KA yang kelasnya lebih tinggi wajib didahulukan perjalanannya). Penyusulan KA 92 terhadap KA 150 berlangsung aman dan lancar. - KA 40 akan berjalan langsung di sepur II setelah KA 92 masuk Stasiun Karangjati, menjelang KA 40 masuk Stasiun Gubug, PPKA Gubug menarik sinyal berangkat dan sinyal masuk dari arah Tegowanu. - Pada saat menarik sinyal berangkat aman, masinis KA 150 mempersepsikan sinyal berangkat aman itu untuk kereta apinya dan siap menjalankan KA-nya. - Ketika KA 40 berjalan langsung di stasiun Gubug, masinis KA 40 melihat bahwa jalur KA nya terhalang oleh gerakan KA 150. - Masinis KA 40 terkejut dan segera menarik rem bahaya dan menunduk kemudian kedua KA bertabrakan. 2.2.3 KONDISI KABIN MASINIS KA 150 KERTAJAYA Sesuai ketentuan, tidak diperbolehkan adanya penumpang di kabin masinis selain petugas. Petugas yang akan menjalankan tugasnya untuk diberada di lokomotif harus dapat menunjukkan kartu Ijin Naik Lokomotif (bentuk T. 23) yang 12

ditandatangi direksi PT. KA dan kemudian dicatat di dalam LHM. Di dalam lokomotif KA 150 ditemukan penumpang lebih kurang 10 orang yang seharusnya hal ini tidak diperkenankan karena dapat mengganggu efektivitas kerja masinis dan asisten masinis dalam menjalankan lokomotif baik pengamatan ke depan maupun komunikasi antara awak KA. 2.2.4 KONDISI ALAT KOMUNIKASI Radio lokomotif dipergunakan untuk komunikasi antara PK dengan Masinis sebagai alat untuk melaporkan segala kejadian yang dialami selama perjalanan. Radio lokomotif merupakan alat yang sangat penting dan harus berfungsi baik untuk keamanan perjalanan KA sehingga dimasukkan dalam Check Sheet Kelaikan Operasi Sarana Lokomotif Diesel Elektrik/Hidrolik (No Go Item). Radio lokomotif KA 150 tidak dapat dipergunakan ketika masuk di wilayah Daop IV karena switch pemindah kanal radio lokomotif rusak. Hal ini menyebabkan masinis tidak dapat berkomunikasi dengan PK maupun PPKA. Penyusulan rangkaian KA 40 terhadap KA 150 pun tidak dapat diketahui oleh masinis KA 150 dari PK. 3. KESIMPULAN Komite Nasional Keselamatan Transportasi menyimpulkan kemungkinan penyebab kecelakaan kereta api tumbnran KA 150 Kertajaya dan KA 40 Sembrani di emplasemen Gubug adalah sebagai berikut : 3.1 Tidak berjalannya prosedur Berhenti Luar Biasa (BLB) KA 150 Kertajaya di Stasiun Gubug yaitu : - Tidak diserahkannya Laporan Harian Masinis (LHM) kepada PPKA Gubug; - Pemberitahuan penyusulan KA 150 oleh KA 92 dari PK kepada PPKA Gubug dilakukan melalui radio (train dispatching) dan diteruskan oleh PPKA Gubug kepada Asisten Masinis KA 150; - Berikutnya PK memberitahukan adanya penyusulan KA 150 oleh KA 40 kepada PPKA Gubug melalui radio serta disampaikan kepada Kondektur Pemimpin (KP) dan tidak disampaikan kepada masinis KA 150 ; - Masinis KA 150 tidak mengetahui adanya penyusulan KA 150 oleh KA 40 secara jelas; - PPKA Gubug pada saat melayani langsung KA 40 menarik sinyal keluar aman jurusan Karangjati, yang oleh Masinis KA 150 dipersepsikan untuk tanda keberangkatan KA 150. 3.2 Banyaknya penumpang ( 10 orang) di dalam kabin masinis - Banyaknya penumpang ( 10 orang) di dalam kabin masinis menyebabkan terganggunya komunikasi antara masinis dan asisten masinis - Kurangnya efektivitas kerja masinis dan asisten masinis - Kurangnya daya pandang masinis dan asisten masinis ke depan 3.3 Pemberangkatan KA 150 dari Stasiun Gubug tidak dilaksanakan sesuai prosedur, yaitu : - Masinis KA 150 menjalankan rangkaian kereta apinya sebelum menerima perintah dalam bentuk semboyan 41 dari KP KA 150. Hal ini dikarenakan KP belum menerima perintah semboyan 40 dari PPKA Gubug; - Masinis KA 150 menjalankan KA-nya tidak mengawali dengan semboyan 13

35 (suling lokomotif). 3.4 Radio lokomotif KA 150 tidak dapat dipergunakan ketika masuk di wilayah Daop IV karena switch pemindah kanal radio lokomotif rusak. Hal ini menyebabkan masinis tidak dapat berkomunikasi dengan PK maupun PPKA. 4. REKOMENDASI / SARAN Berdasarkan temuan, analisis dan kesimpulan investigasi PLH Tumburan KA 150 Kertajaya dan KA 40 Sembrani, KNKT perlu mengusulkan beberapa rekomendasi kepada Menteri Perhubungan agar Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan PT. Kereta Api (Persero) dapat melaksanakan rekomendasi keselamatan sebagai berikut: - Melakukan prosedur penyusulan/persilangan dan pemberangkatan kereta api sesuai dengan Reglemen 19 dan Maklumat DL No 4/70 dan DK No 2/70 tanggal 21 Juli 1970 perihal Sistem Pimpinan Sentral Atas Perjalanan KA (Sistem PK); - Melarang keras adanya penumpang di kabin masinis; - Melakukan pendidikan, pelatihan dan penyegaran secara berkesinambungan terhadap awak KA agar dicapai disiplin operasional; - Melakukan pengawasan fungsional dan operasional kepada petugas di lapangan sehingga dicapai keselamatan dan keamanan perjalanan kereta api; - Melaksanakan pemberian surat tanda kecakapan (Brevet) awak kereta api sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu oleh Ditjen Perkeretaapian dan memberikan batas waktu berlakunya; - Menerapkan No Go Item perjalanan kereta api termasuk kelaikan fungsi radio lokomotif; - Melaksanakan pemeriksaan kondisi kesehatan masinis sebelum pemberangkatan awal.

14

You might also like