You are on page 1of 13

BAB I PENDAHULUAN

Perilaku adalah seluruh aktivitas atau kegiatan yang bias dilihat ataupun tidak pada diri seseorang sebagai hasil dari proses pembelajaran. Dalam teori perilaku yang dikemukakan oleh Skinner bahwa perilaku adalah hasil dari hubungan antara stimulus dan respon pada diri seseorang. Perilaku terbagi menjadi beberapa domain, pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Sedangkan sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuain reaksi terhadapi stimulus tertentu yang sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus social. Dan sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (Notoatmodjo, 2010). Menurut Skinner perilaku kesehatan (health behavior) adalah respons seseorang terhadap stimulus atau objek uang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan ini ada yang dapat diamati (observable) dan ada juga yang tidak dapat diamati (unobservable). Sarfino (1990) di kutip oleh Smet B. (1994) mendefinisikan kepatuhan (ketaatan) sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau yang lain

BAB II PEMBAHASAN

A.

Perilaku

Perilaku berasal dari kata peri yang berarti cara berbuat kelakuan, perbuatan danlaku berarti perbuatan, kelakuan, cara menjalankan. (Hermawan, 2011) Perilaku adalah seluruh aktivitas atau kegiatan yang bias dilihat ataupun tidak pada diri seseorang sebagai hasil dari proses pembelajaran. Dalam teori

perilaku yang dikemukakan oleh Skinner bahwa perilaku adalah hasil dari hubungan antara stimulus dan respon pada diri seseorang. Dengan demikian Skinner membedakan perilaku menjadi dua respon, antara lain (Setiawati, 2008 dan Hermawan, 2011): Perilaku yang alami (Innate Behaviour) adalah respon yang dihasilkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Biasanya respon yang dihasilkan bersifat relatif tetap, contoh: orang akan tertawa apabila mendengar kabar gembira atau lucu, sedih jika mendengar musibah, kehilangan. Operan Respon (Operant Behaviour) adalah respon yang dihasilkan apabila diberikan stimulus berupa penguatan. Tujuan dari penguatan ini supaya respon yang dihasilkan berikutnya semakin bagus dan berkembang.

Pada manusia, perilaku operan atau psikologis inilah yang dominan. Sebagian terbesar perilaku ini merupakan perilaku yang dibentuk, perilaku yang diperoleh, perilaku yang dikendalikan oleh pusat kesadaran atau otak (kognitif). (Hermawan, 2011)

Domain Perilaku Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan terjadi melalui panca indera kita, dimana sebagian besar diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang. Proses adopsi perilaku, dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan lebih langgeng daripada sebaliknya. Hasil penelitian oleh Rogers, mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut menjadi proses yang berurutan, yakni: (Notoadmojo, 2005) a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). b. Interest, dimana orang merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul. c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni : (Notoatmodjo, 2005) 1. Tahu (Know), 2. Memahami (Comprehension), 3. Aplikasi (Application), 4. Analisis (Analysis), 5. Sintesis (Synthesis), 6. Evaluasi (Evaluation)

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melewati proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya bila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuain reaksi terhadapi stimulus tertentu yang sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Dan sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2011). Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni: a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu: (Notoatmodjo, 2005) a) Menerima (Receiving) Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). b) Merespon(Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. c) Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. d) Bertanggungjawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. segala

Sikap yang sudah positif terhadap suatu objek, tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata, hal ini disebabkan oleh: (Notoatmodjo, 2005) a) Sikap, untuk terwujud didalam suatu tindakan bergantung pada situasi pada saat itu.
4

b) Sikap akan diikuti atau tidak pada suatu tindakan mengacu pula pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.Pengukuran terhadap sikap ini dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.

Tindakan

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (Notoatmodjo, 2010). Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap untuk menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain, misalnya orang tua, mertua, suami atau istri. Tingkat-tingkat praktek: (Notoatmodjo, 2005) a) Persepsi (perception) Mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya, seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya b) Respon terpimpin (guided respon) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. Misalnya, seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lama memasak, menutup pancinya, dan sebagainya. c) Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain. d) Adaptasi (adaptation) Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya, seorang ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana (Notoadmojo, 2005). Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara
5

tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2005). B. Perilaku Kesehatan Menurut Skinner perilaku kesehatan (health behavior) adalah respons seseorang terhadap stimulus atau objek uang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan ini ada yang dapat diamati (observable) dan ada juga yang tidak dapat diamati (unobservable). Perilaku kesehatan secara garis besar dapat diklasifikan menjadi 2 kelompok: 1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintenance) Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek : a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit. c. Perilaku gizi (makanan dan minuman). 2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau Sering disebut Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior). Adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.

Seorang ahli lain Becker, membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini, dan membedakannya menjadi tiga, yaitu:

1. Perilaku hidup sehat (healthy behavior) Adalah perilaku perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatikan kesehatannya. Perilaku ini mencakup antar lain : a. Menu seimbang b. Kegiatan fisik secara teratur c. Tidak merokok d. Tidak minum-minuman keras dan narkoba e. Istirahat yang cukup f. Pengendalian atau manajemen stress g. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif untuk kesehatan

2. Perilaku Sakit (illness behavior) Mencakup tindakan atau kegiatan seseorang terhadap sakit dan atau terkena masalah kesehatan. Persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya, dsb. Perilaku ini mencakup: a. Mendiamkan saja (no action) b. Melakukan pengobatan sendiri (self treatment atau self medication) c. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar

3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) Menurut Becker hak dan kewajiban orang yang sedang sakit adalah merupakan perilaku peran orang sakit. Perilaku ini mencakup: a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan b. Mengenal/mengetahui fasilitas atau sasaran pelayanan penyembuhan penyakit yang layak. c. Melaksanakan kewajiban sebagai pasien d. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan penyembuhannya e. Mengetahui kewajiban agar tidak kambuh

C.

Kepatuhan

Kepatuhan (ketaatan) didefinisikan sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau yang lain. Kepatuhan adalah perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi (Suparyanto,2010). Menurut Cramer (1991), kepatuhan dapat dibedakan menjadi: 1. Kepatuhan Penuh (Total Compliance) Pada keadaan ini penderita tidak hanya berobat secara teratur sesuai batas waktu yang ditentukan melainkan juga patuh memakai obat secara teratur sesuai petunjuk. 2. Sama sekali tidak patuh (Non Compliance) Penderita sama sekali tidak menggunakan obat atau penderita putus berobat. Dalam hal kepatuhan, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat berpengaruh positif sehingga penderita tidak mampu lagi mempertahankan kepatuhanya, sampai menjadi kurang patuh dan tidak patuh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diantaranya: (Suparyanto, 2010) 1. Pemahaman tentang instruksi. Tidak seorang pun mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Spelman tahun 1967 menemukan bahwa lebih dari 60% responden yang di wawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan kepada mereka. Kadang kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesalahan dalam memberikan informasi lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus di ingat oleh penderita. 2. Tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif yang diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu (Feuer Stein et.al., 1986).

3. Usia Singgih D. Gunarso (1990) mengemukakan bahwa semakin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berusia belasan tahun, dengan demikian dapat disimpulkan faktor umur akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yang akan mengalami puncaknya pada umur umur tertentu dan akan menurun kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu seiring dengan usia semakin lanjut.Hal ini menunjang dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah. 4. Kesakitan dan pengobatan. Perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit kronis (karena tidak ada akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko yang jelas), saran mengenai gaya hidup dan kebiasaan lama, pengobatan yang kompleks, pengobatan dengan efek samping, perilaku yang tidak pantas (Dikson dkk,1989,1990, ley,1992). 5. Keyakinan, sikap dan kepribadian. Kepribadian antara orang yang patuh dengan orang yang gagal, Orang yang tidak patuh adalah orang yang mengalami depresi, ansietas, sangat memperhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan memiliki kehidupan social yang lebih, memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri. Kekuatan ego yang lebih ditandai dengan kurangnya penguasaan terhadap lingkunganya. Variabel-variabel demografis juga digunakan untuk meramalkan ketidak patuhan (Tylor, 1991). Sebagai contoh, di Amerika Serikat para wanita kaum kulit putih dan orang-orang tua cenderung mengikuti anjuran dokter (Sarafino, 1990). 6. Dukungan Keluarga Dukungan Keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit. Derajat dimana seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain,
9

isolasi sosial, secara negatif berhubungan dengan kepatuhan (Baekeland dan Lundawall). 7. Tingkat ekonomi Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya penderita TBC sudah pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber keuangan lain yang bisa digunakan untuk membiayai semua program pengobatan dan perawatan sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak terjadi ketidakpatuhan (Power park C.E., 2002). 8. Dukungan sosial Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga teman, waktu, dan uang merupakan factor penting dalam kepatuhan contoh yang sederhana, jika tidak ada transportasi dan biaya dapat mengurangi kepatuhan penderita. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan. Dukungan sosial nampaknya efektif di negara seperti Indonesia yang memeliki status sosial lebih kuat, dibandingkan dengan negara-negara barat (Meichenbaun, 1997).

10

BAB III KESIMPULAN

Perilaku adalah seluruh aktivitas atau kegiatan yang bias dilihat ataupun tidak pada diri seseorang sebagai hasil dari proses pembelajaran. Dalam teori perilaku yang dikemukakan oleh Skinner bahwa perilaku adalah hasil dari hubungan antara stimulus dan respon pada diri seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melewati proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya bila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuain reaksi terhadapi stimulus tertentu yang sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Dan sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (Notoatmodjo, 2010). Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap untuk menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas (Notoatmodjo, 2005). Menurut Skinner perilaku kesehatan (health behavior) adalah respons seseorang terhadap stimulus atau objek uang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan ini ada yang dapat diamati (observable) dan ada juga yang tidak dapat diamati (unobservable).

11

Kepatuhan (ketaatan) didefinikan sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau yang lain. Dalam hal kepatuhan, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat berpengaruh positif sehingga penderita tidak mampu lagi mempertahankan kepatuhanya, sampai menjadi kurang patuh dan tidak patuh (Suparyanto, 2010).

12

DAFTAR PUSTAKA

Bascom. 2011. Konsep Perilaku Kesehatan.. [diakses 11 Oktober 2011 http://www.bascommetro.com/2009/05/konsep-perilaku-kesehatan.html]

Hermawan, 2011, Yoni. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Persepsi dengan Perilaku Ibu Rumah Tangga dalam Pemeliharaan Kebersihan Lingkungan. Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Siliwangi. [diakses 30 September 2011 www.scribd.com]

Notoatmodjo, S, 2003. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta

Notoatmodjo, S, 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Suparyanto, 2010. Konsep Kepatuhan . [diakses 12 Oktober 2011 dari www.drsuparyanto.blogspot.com/favicon]

Sarwono, Solita. 1997. Sosiologi Kesehatan. Yog vyakarta: Gadjah Mada University Press. [diakses 11 Oktober 2011 www.Word-to-PDFConverter.net]

Diakses tanggal 12 Oktober 2011 dari http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/0810712025/bab2.pdf

13

You might also like