You are on page 1of 5

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Angka kematian ibu merupakan salah satu indikator utama yang menggambarkan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian WHO seluruh dunia terdapat kematian ibu sebesar 500 jiwa per tahun karena kehamilan dan persalinan. Angka kematian ibu tidak terlepas dari statistik yang dikeluarkan WHO sebagai badan PBB yang menangani bidang kesehatan, yang mencatat angka kematian ibu dalam kehamilan dan persalinan di dunia mencapai 515.000 jiwa setiap tahun. Hampir 99% diantaranya terjadi di Negara-negara berkembang atau Negara dunia ke tiga, termasuk Indonesia. Indonesia sendiri belum mampu menanggulangi tingginya AKI (WHO,2005). Propinsi di Indonesia dengan kasus kematian ibu melahirkan tertinggi adalah Propinsi Papua, yaitu sebesar 730/100.000 kelahiran hidup, diikuti Propinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 370/100.000 kelahiran hidup, Propinsi Maluku sebesar 340/100.000 kelahiran hidup, sedangkan di Sulawesi Selatan berdasarkan profil kesehatan Sulawesi Selatan jumlah kejadian kematian maternal yang dilaporkan pada Tahun 2007 yaitu sebesar 104/100.000 kelahiran hidup (Dinkes Propinsi Sulawesi-Selatan, 2008). Kematian maternal juga sering dipakai sebagai indikator kesejahteraan rakyat atau kualitas pembanguan Manusia (IPM/HDI), hal ini didasarkan angka kematian maternal sangat erat kaitannya dengan perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Sedangkan pada tahun 2009 Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 226 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 15 per 1.000 kelahiran hidup. Departemen Kesehatan menargetkan tahun 2010 angka kematian ibu turun menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu yang masih cukup tinggi disebabkan karena masih rendahnya akses para ibu terhadap sarana pelayanan kesehatan yang berkualitas karena jumlah fasilitas tersebut relatif masih terbatas dan belum merata sebarannya. Keadaan ini menempatkan upaya kesehatan ibu dan bayi baru lahir menjadi upaya prioritas dalam bidang kesehatan. (Departemen Kesehatan RI, 2009). Provinsi Banten merupakan salah satu bagian Indonesia yang angka kematian ibu masih cukup tinggi, data Dinas kesehatan Provinsi Banten, menyebutkan, Tingkat kematian ibu melahirkan juga mengalami penurunan dari 330/100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2003 menjadi 310/100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2006 dan 260/100 ribu kelahiran hidup pada

tahun 2007, serta 256/100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2008, dan angka kematian ibu melahirkan ditargetkan akan menurun menjadi 226/100 ribu kelahiran pada tahun 2009. Demikian pula di Kota Tangerang, angka kematian ibu tiap tahun terus menurun. Seperti yang diinformasikan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (BPMKB) Kota Tangerang mencacat, pada tahun 2008 angka kematian ibu mencapai 14 orang dan tahun 2009 menurun menjadi 12 orang. Demikian pula dengan Angka kematian bayi tiap tahun terus menurun. Pada tahun 2008 terdapat 89 kasus dan 2009 turun menjadi 59 kasus. (www.datastatistik-indonesia.com) Salah satu untuk menurunkan angka kematian ibu adalah dengan peran program keluarga berencana (KB). Dimana di Kota Tangerang jumlah akseptornya dari tahun ke tahun terus meningkat. Di tahun 2009 saja jumlah akseptor mengalami peningkatan menjadi sejumlah 61.000 akseptor dari 29.000 yang ditargetkan. Kegiatan sosialisasi yang rutin diadakan tiap tahunnya ini, diikuti oleh hampir seluruh komponen masyarakat selaku stakeholders pembangunan, seperti perusahaan, rumah sakit, ibu-ibu PKK, anggota Bina Keluarga Balita (BKB), dan unsur masyarakat lainnya. (http://m.tangerangkota.go.id) Berdasarkan kesepakatan global MDGs (Millenium Development Goals) 2000, pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga-perempatnya dan Angka Kematian Bayi menurun sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal itu Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi 102/100.000 KH, Angka Kematian Bayi dari 68 menjadi 23/1.000 KH pada tahun 2015. Departemen Kesehatan pada tahun 2000 telah menyusun rencana strategi (Renstra) jangka panjang upaya penurunan AKI dan AKB. Dalam Renstra ini difokuskan pada kegiatan yang dibangun atas dasar system kesehatan yang mantap untuk menjamin pelaksanaan intervensi dengan biaya yang efektif berdasarkan bukti ilmiah yang dikenal dengan sebutan Making Pregnancy Safer (MPS) melalui tiga pesa kunci, yaitu 1) setiap persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan terlatih, 2) setiap komplikasi obstetric dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat, dan 3) setiap wanita usia subur (wus) mempunyai akses terhadap pencegahan kehamila yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Terobosan terbaru yang dilakukan Kementerian Kesehatan untuk menekan AKI dan AKB adalah meluncurkan Program Perencanaan Persalinan dan pencegahan Komplikasi (P4K) dengan stiker yang telah terbukti mampu meningkatkan secara signifikan cakupan pertolongan persalinan. Disamping stiker, program ini juga membagikan buku Kesehatan ibu dan Anak (KIA) sebagai informasi dan pencatatan keluarga yang mampu meningkatkan

pengetahuan tentang kesehatan ibu, bayi, dan balita (www.metrotvnews.com, 2009). Faktor reproduksi ibu turut menambah besar risiko kematian maternal. Jumlah paritas satu dan Paritas diatas tiga telah terbukti meningkatkan angka kematian maternal dibanding paritas 2-3, selain itu faktor umur ibu melahirkan juga menjadi faktor risiko kematian ibu, dimana usia muda yaitu < 20 tahun dan usia tua 35 tahun pada saat melahirkan menjadi faktor risiko kematian maternal, sedangkan jarak antara tiap kehamilan yang dianggap cukup aman adalah 3-4 tahun. Faktor kematian maternal ini kemudian diidentifikasi sebagai 4 Terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu rapat jarak kehamilan dan terlalu banyak). Selain faktor medis dan reproduksi, faktor non-medis turut menambah parah resiko kematian maternal. Faktor nonmedis/tidak langsung tersebut yaitu kondisi sosial budaya, ekonomi, pendidikan, Kedudukan dan peran wanita, kondisi geografis, dan transportasi, ini kemudian diidentifikasi sebagai tiga terlambat (3T), terlambat mendapatkan pertolongan, terlambat merujuk, dan terlambat mengambil keputusan (www.kapanlagi.com, 2008). Penyebab angka kematian ibu tertinggi tersebut masih tetap merupakan Trias Klasik dan berpengaruh terhadap sosial ekonomi masyarakat. Hal ini disebabkan karena satu atau lebih anak menjadi piatu, penghasilan keluarga berkurang atau hilang sama sekali. Ditambah lagi saat ini jumlah perempuan yang bekerja makin banyak sehingga kontribusi mereka terhadap kesejahteraan keluarga juga meningkat. Setiap tahun diperkirakan satu juta anak meninggal menyusul kematian ibu mereka. Anak-anak yang ibunya meninggal kurang mendapat perhatian dan perawatan dibandingkan dengan yang memiliki ibu yang masih hidup. (www.forumbidan.com, 2009). Dari hasil survei (SKRT, 2001) Angka kematian bayi baru lahir (neonatal) penurunannya lambat, yaitu 28,2 per 1.000 menjadi 20 per 1.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung berkaitan dengan kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan, dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu. Selain faktor diatas, angka kematian bayi baru lahir terutama disebabkan oleh antara lain infeksi dan berat bayi lahir rendah. Kondisi tersebut berkaitan erat dengan kondisi kehamilan, pertolongan persalinan yang aman, dan perawatan bayi baru lahir. Faktor-faktor diataslah yang kemudian turut berkontribusi dan mempertinggi risiko kematian maternal dan neonatal, padahal pada dasarnya faktor-faktor tersebut dapat mudah untuk dicegah dan dihindarkan. Kematian maternal dan neonatal yang disebabkan oleh faktorfaktor yang seharusnya dapat dihindari, atau peluang yang terlewatkan maupun pelayanan dibawah standar, harus dapat ditemukan masalahnya. Oleh sebab itu penting dilakukan upaya

untuk identifikasi seberapa besar faktor risiko tersebut terhadap kejadian kematian maternal dan neonatal. Hal ini sesuai dengan penelitian (Widarsa, 2002) yang menyatakan bahwa frekuensi ANC < 4 kali memiliki risiko kematian ibu, Pemeriksaan kehamilan yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi dapat (www.library.usu.ac.id, 2008). Berdasarkan data-data dan fakta diatas, bidan sebagai salah satu tenaga pelaksanan dituntut untuk dapat memberikan pelayanan antenatal, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan perawatan neonatal serta mampu membantu masyarakat yang mungkin dijumpai selama masa tersebut. Perlu kita ketahui bahwa keberhasilan atau indikator pelayanan diatas adalah bila pada akhir masa nifas, ibu dan bayinya dalam keadaan sehat. Dalam praktek klinik kebidanan, penulis sebagai salah satu mahasiswa Program Studi DIII Akademi Kebidanan Assyifa Tangerang diberikan kesempatan untuk melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif kepada ibu hamil, bersalin, nifas, neonatus, dan pelayanan keluarga berencana secara mandiri, kolaborasi dan rujukan dengan pendekatan manajemen kebidanan di semua tatanan pelayanan kesehatan baik di instansi kesehatan maupun di komunitas. Oleh karena itu, pengawasan secara komprehensif dari mulai kehamilan, pertolongan persalinan yang tepat, pengawasan masa nifas, bayi baru lahir, dan KB, sangatlah penting sebagai upaya menurunkan AKI dan AKB di indonesia. Dengan latar belakang masalah di atas, maka penulis memfokuskan pembahasan studi kasus ini berjudul Manajemen Asuhan Kebidanan pada Ny. M G3P2A0 dari kehamilan 22 mg sampai akhir nifas serta bayi baru lahir di BPS Bidan M, Am.Keb. Jl. Raya Salembaran Kec. Kosambi Kab. Tangerang Tujuan Tujuan Umum Melaksanakankan asuhan kebidanan secara komprehensif pada ibu hamil, sesuai dengan pola fikir 7 langkah varney, serta melakukan pendokumentasian dengan metode SOAP. Tujuan Khusus Dapat mengkaji data ibu hamil, ibu bersalin, BBL dan ibu nifas asuhan kebidanan. sesuai manajemen menurunkan angka kematian ibu

Dapat menegakkan diagnosa pada ibu hamil, bersalin, BBL dan ibu nifas sesuai manajemen asuhan kebidanan. Dapat melakukan antisipasi masalah potensial yang dapat timbul pada masa kehamilan, bersalin, BBL dan ibu nifas sesuai manajemen asuhan kebidanan. Dapat menentukan tindakan segera pada masa hamil, bersalin, BBL dan ibu nifas sesuai manajemen asuhan kebidanan. Dapat membuat perencanaan pada ibu hamil, ibu bersalin, BBL dan ibu nifas sesuai manajemen asuhan kebidanan. Dapat melaksanakan tindakan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat untuk ibu hamil, ibu bersalin, BBL dan ibu nifas sesuai manajemen asuhan kebidanan. Dapat mengevaluasi asuhan yang telah diberikan pada ibu hamil, ibu bersalin, BBL dan ibu nifas sesuai manajemen asuhan kebidanan. Manfaat Penulisan BPS M Am.Keb Dapat melakukan asuhan kebidanan pada ibu hamil, bersalin, nifas dan BBL dan keluarga berencana sesuai dengan prosedur yang telah di tetapkan. Pasien Agar pasien menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan dan agar dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang kehamilan, persalinan, nifas, BBL, dan KB. 3. Mahasiswa Dapat melaksanakan asuhan kebidanan sesuai standar profesi dan dapat menerapkan ilmu yang telah didapat melalui situasi yang nyata atau dengan pasien langsung. 4. Institusi pendidikan Dapat menilai sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam menerapkan kemampuan pengetahuan yang didapat dari teori maupun dari praktek.

You might also like