You are on page 1of 30

1

EFEK MODERASI LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN PELATIHAN DAN KINERJA PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI KABUPATEN BADUNG

Wayan Wiriani Putu Saroyeni Piatrini Komang Ardana Gede Juliarsa

ABSTRACT
BPR as one type of bank regulation and supervision is conducted by Bank Indonesia . One of the policies of Bank Indonesia to be implemented by BPR on training funds should be budgeted at 5 percent of the cost of labor a year. But there is still a BPR who has not complied with Bank Indonesia and assume that the training has been done does not affect the performance of employees, it is necessary to conduct research on the influence of training on performance is moderated by locus of control. The study was conducted in four BPR in the Badung regency by taking a sample of 120 employees who have completed training and were divided into 4 groups. Data analysis technique used is descriptive analysis and univariate ANOVA variants assisted with SPSS version 16.0. This study aims to examine the effects of training on performance, to test the effects of locus of control on performance and examine the moderating effects of locus of control in relation training to performance. The results research shows that of the four hypotheses proposed all showed significant differences. The main effect of training on performance are significant that means there are differences in average performace among employee high level training with low-level training. The main effect of locus of control on performance are significant that means there are significant differences in average performance of employees between the level of internal locus of control with the level of external locus of control. Interaction effect between level of training to the level of locus of control is significant that means are influence together between a training with locus of control on the performance of employees in the BPR of Badung regency. The implication of this research is when companies face financial resource constraints, so can not carry out training program in high-intensity, then the company should hire employees who have internal locus of control. Companies should prioritize prospective employees who have internal locus of control in the selection of employees and training so that training programs have been made to improve performance. Keywords: Training, internal locus of control, external locus of control, performance

ABSTRAK

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebagai salah satu jenis bank maka pengaturan dan pengawasan BPR dilakukan oleh Bank Indonesia. Salah satu kebijakan Bank Indonesia yang harus dilaksanakan oleh BPR mengenai dana pelatihan yang harus dianggarkan sebesar 5 persen dari biaya tenaga kerja se tahun. Namun masih ada BPR yang belum memenuhi ketentuan Bank Indonesia dan beranggapan bahwa pelatihan yang sudah dilakukan tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Untuk itu perlu melakukan penelitian tentang pengaruh pelatihan terhadap kinerja yang dimoderasi oleh locus of control . Penelitian dilakukan di 4 BPR Kabupaten Badung dengan mengambil sampel 120 orang karyawan yang sudah pernah mengikuti pelatihan dan dibagi menjadi 4 kelompok. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan varian univariat ANOVA dibantu dengan program SPSS versi 16.0 Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek pelatihan terhadap kinerja, untuk menguji efek locus of control terhadap kinerja dan menguji efek moderasi locus of control pada hubungan pelatihan dengan kinerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari empat hipotesis yang diajukan semuanya menunjukkan perbedaan yang signifikan. efek utama pelatihan, terhadap kinerja signifikan artinya ada perbedaan rata-rata kinerja karyawan antara level pelatihan tinggi dengan level pelatihan rendah. Efek utama locus of control terhadap kinerja signifikan artinya ada perbedaan rata-rata kinerja karyawan antara level locus of control internal dengan level locus of control external. Efek interaksi antara level pelatihan dengan level locus of control signifikan artinya terdapat pengaruh bersama antara pelatihan dengan locus of control terhadap kinerja karyawan BPR di Kabupaten Badung. . Implikasi dari penelitian ini adalah ketika perusahaan menghadapi keterbatasan sumber daya financial, sehingga tidak dapat melaksanakan program pelatihan dalam intensitas tinggi, maka sebaiknya perusahaan mempekerjakan karyawan yang memiliki locus of control internal. Perusahaan sebaiknya memprioritaskan calon karyawan yang memiliki locus of control internal dalam seleksi karyawan dan pelatihan sehingga program pelatihan yang telah direncanakan dapat meningkatkan kinerja. Kata Kunci : Pelatihan, locus of control internal, locus of control external, kinerja.

PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang paling menentukan sukses tidaknya suatu organisasi. Kemajuan teknologi dan komunikasi pada akhir-akhir ini telah membawa perubahan yang signifikan dalam penerapan tugas sehari-hari di setiap perusahaan. Struktur persaingan berubah menjadi sangat kompetitif, dan hanya akan dimenangkan oleh perusahaan yang mempunyai daya saing tinggi dan berkelanjutan. Investasi yang paling penting bagi perusahaan adalah sumber daya manusia yang merupakan kunci keberhasilan perusahaan agar tetap survive dan berkembang dengan baik. Pentingnya program pelatihan akhirnya menjadi sebuah keharusan dan kebutuhan bagi perusahaan yang ingin meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan

pengalaman karyawannya di semua level organisasi. Pelatihan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam memajukan perusahaan tersebut, dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam persaingan baik dari dalam maupun dari luar negeri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat perlu diimbangi dengan upaya pengembangan sumber daya manusia yang berfungsi untuk menangani dan menjalankan roda perusahaan tersebut. Penyesuaian kemampuan untuk melaksanakan tugas resmi dengan standar baru, teknologi baru, dan sistem prosedur baru mendorong setiap perusahaan untuk melaksanakan pelatihan untuk para karyawannya. Hal tersebut dapat dimengerti , bahwa wahana yang tepat untuk mentransfer segala perkembangan baru yang terjadi di lingkungan perusahaan adalah melalui pelatihan berkesinambungan agar kinerja karyawan bisa meningkat. Kinerja karyawan menurut Yuling at.al. (2010) dapat dipengaruhi oleh faktor individual antara lain berupa karakteristik psikologis yaitu locus of kontrol merupakan aspek kepribadian yang mengacu pada sistem psikologis individu dan sifat unik yang dapat memutuskan seseorang berpikir dan berperilaku. Brownell (1981) menulis tentang pendapat Rotter dalam papernya yang mendefinisikan locus of control sebagai tingkatan dimana seseorang menerima tanggung jawab personal terhadap apa yang terjadi pada diri mereka. Locus of control menurut Kreitner dan Kinicki (2001) terdiri dari dua konstruk yaitu internal dan eksternal, dimana apabila seseorang yang meyakini bahwa apa yang terjadi selalu berada dalam kontrolnya dan selalu mengambil peran serta

bertanggung jawab dalam setiap pengambilan keputusan termasuk dalam internal locus of control, sedangkan seseorang yang meyakini bahwa kejadian dalam hidupnya berada diluar kontrolnya termasuk dalam external locus of control. Spector (1988) dalam Falikhatun, (2003) menyatakan bahwa berdasarkan teori locus of control, seseorang yang merasa tidak nyaman dalam satu lingkungan budaya tertentu akan mengalami ketidak berdayaan dan kekhawatiran. Falikhatun (2003) menyatakan bahwa kinerja juga dipengaruhi oleh tipe personalitas individu, yaitu individu dengan internal locus of control lebih banyak berorientasi pada tugas yang dihadapinya, sehingga akan meningkatkan kinerjanya. Dibandingkan dengan individu dengan external locus of control menurut Kreitner dan Kinicki (2003), individu yang mempunyai internal locus of control menunjukkan motivasi yang lebih besar, menyukai hal-hal yang bersifat kompetitif, suka bekerja keras, merasa dikejar waktu dan ingin selalu berusaha lebih baik daripada kondisi sebelumnya, sehingga mengarah pada pencapaian prestasi yang lebih tinggi . Hasil penelitian Khairul (2008) mengungkapkan bahwa pelatihan dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan baik secara parsial maupun simultan. Beberapa hasil penelitian Alexandros (2007), Usdek (2009), penelitian yang dilakukan oleh Zaini at al. (2009) , Lee & Lee dalam Zaini (2009) mengatakan bahwa pelatihan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Pendidikan dan pelatihan pegawai yang diselenggarakan, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan ,ketrampilan dan sikap karyawan, hal tersebut merupakan salah satu segi penting

dalam pembinaan pegawai sehingga diharapkan dengan bekal ketrampilan dan pengetahuannya tersebut pegawai akan lebih bersemangat kerjanya, sehingga produktivitasnya semakin tinggi. Bagi Bank Perkreditan Rakyat wajib untuk menganggarkan biaya pendidikan sebesar 5 persen dari biaya tenaga kerja pertahun , sesuai kebijakan Bank Indonesia yang tertuang di dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor :5/14/PBI/2003 tentang Kewajiban Penyediaan Dana Pendidikan dan Pelatihan untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkreditan Rakyat adalah salah satu bentuk lembaga keuangan mikro di Indonesia yang telah memiliki akar dalam sosial ekonomi masyarakat pedesaan indonesia, hal ini terutama ditunjukkan untuk melayani usahausaha kecil dan masyarakat di pedesaan dengan sistem serta prosedur yang sederhana dan sesuai dengan kebutuhan Usaha Mikro Kecil (UMK) . Salah satu faktor untuk menilai kesehatan suatu Bank Perkreditan Rakyat adalah dengan melihat rasio NPL (Non Performing Loan), dihitung dari total kredit yang masuk kategori tidal lancar, dibagi total kredit yang diberikan. Rasio maksimal yang ditentukan oleh Bank Indonesia yaitu 5 persen sehingga bila suatu Bank Perkreditan Rakyat memiliki rasio diatas 5 persen maka dapat dianggap bahwa terjadi kegagalan penerapan strategi pemberian kredit yang efisien dan efektif. Hasil survey awal terhadap beberapa Bank Perkreditan Rakyat yang dijadikan obyek penelitian di Kabupaten Badung diperoleh pertumbuhan dan kinerja berbedabeda pada masing-masing Bank Perkreditan Rakyat. Kebijakan program pelatihan yang berbeda menghasilkan kinerja yang berbeda , ada yang maksimal tetapi ada yang kinerjanya belum

maksimal yang ditunjukkan dengan nilai Non Performing Loan sangat tinggi sebesar 18,12 persen pada PT Bank Perkreditan Rakyat Urip Kalantas melebihi aturan yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu maksimal 5 persen. Kebijakan dalam bidang pelatihan yang dilakukan oleh BPR berbeda dimana sesuai kebijakan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor :5/14/PBI/2003 tentang Kewajiban Penyediaan Dana Pendidikan dan Pelatihan untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia Bank Perkreditan Rakyat. Adapun bunyi salah satu pasal menyebutkan pemenuhan kewajiban penyediaan Dana Pendidikan dan Pelatihan dilakukan secara bertahap sekurangkurangnya 3 persen selama tahun 2004 dan 5 persen selama tahun 2005. Sedangkan masih terlihat ada BPR yang belum memenuhi ketentuan Bank Indonesia,. Bank Perkreditan Rakyat tidak mematuhi aturan dari Bank Indonesia mengenai dana untuk program pelatihan yang harus dianggarkan sebesar 5 persen dari biaya tenaga kerja per tahun, ini berarti BPR belum melaksanakan program pelatihan secara maksimal sesuai ketentuan Bank Indonesia yang akan berdampak pada kinerja Bank Perkreditan Rakyat menurun seperti tidak tercapai target yang tertuang dalam rencana kerja, meningkatnya Non Performing Loan. Permasalahan yang dihadapi oleh karyawan BPR dalam hubungannya dengan locus of control , berdasarkan wawancara dengan pimpinan mengenai program pelatihan yang sudah dilakukan terhadap karyawan belum menunjukkan adanya perubahan dalam proses kerja, karyawan kurang mampu untuk mengatasi penurunan kinerjanya. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan

karyawan yang kurang aktif, sehingga kinerjanya tidak borientasi pada produktivitas. Masih ada pimpinan yang beranggapan pelatihan merupakan pemborosan dan program pelatihan tidak dituangkan dalam rencana kerja. Bagi Bank Perkreditan Rakyat yang tidak membentuk dana pelatihan akan mendapat teguran dari Bank Indonesia berupa sangsi administrasi. Tidak tercapainya target perusahaan diduga akibat dari kurang maksimalnya program pelatihan yang dilakukan oleh Bank Perwakilan Rakyat yang berdampak pada kinerja BPR di Kabupaten Badung dimana kinerja organisasi yang belum mencapai target akibat dari kinerja karyawan yang juga belum maksimal. Dengan pelatihan yang terprogram dan berkesinambungan dan peserta pelatihan dengan locus of control internal yang tinggi lebih mungkin untuk mengejar strategi belajar yang sukses sehingga kinerja organisasi yang diharapkan dapat tercapai. Keempat Bank Perkreditan Rakyat yang dipilih sebagai sampel penelitian didasarkan atas pertimbangan mengenai kebijakan program pelatihan yang berbeda , antara kelompok Bank Perkreditan Rakyat secara intensif dan berkesinambungan melakukan pelatihan terhadap karyawan dan kelompok Bank Perkreditan Rakyat yang kurang intensif melakukan pelatihan terhadap karyawannya. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai efek moderasi locus of control pada hubungan pelatihan dan kinerja di tempat tersebut Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang , maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Apakah pelatihan (training) berefek positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung? 2) Apakah locus of control berefek positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung ? 3) Apakah efek pelatihan (training) terhadap kinerja karyawan dipengaruhi oleh level locus of control karyawan Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung ? Tujuan Penelitian Dari uraian rumusan masalah di atas, maka dapat dipaparkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut. 1) Untuk menguji efek pelatihan (training) terhadap kinerja karyawan Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung. 2) Untuk menguji efek locus of control terhadap kinerja karyawan Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung. 3) Untuk menguji efek locus of control pada hubungan pelatihan dengan kinerja karyawan Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung. Manfaat Penelitian Berdasarkan pada tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1) Manfaat teoritis Menambah atau memperkaya bukti empiris hubungan locus of control dengan kinerja dan peran moderasi locus of control pada hubungan pelatihan dengan kinerja khususnya

dalam industri jasa Bank Perkreditan Rakyat. 2) Manfaat praktis Memberikan masukan bagi manajemen untuk memelihara maupun meningkatkan kinerja organisasi dengan mempertimbangkan characteristik individu yaitu locus of control dan budget atau anggaran kegiatan yang terbatas. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kinerja Sumberdaya Manusia (SDM) Kinerja Beberapa ahli manajemen telah merumuskan mengenai pengertian kinerja. Mathis dan Jackson (2006), menyatakan kinerja atau produktivitas adalah ukuran dari kuantitas dan kualitas dari pekerjaan yang telah dikerjakan, dengan mempertimbangkan biaya sumber daya yang digunakan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Menurut Handoko (2001) Kinerja adalah proses dimana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Sedangkan menurut Tika (2006) Kinerja adalah hasil-hasil fungsi pekerjaan atau kegaiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Kinerja SDM adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2006). Menurut Ruky (2001) menyebutkan bahwa Kinerja adalah sejumlah faktor atau karakteristik yang diberlakukan secara umum untuk semua pekerjaan terdiri dari kuantitas

pekerjaan, kualitas pekerjaan, kejujuran, ketaatan, dan inisiatif serta kecerdasan. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kinerja SDM adalah prestasi kerja atau hasil kerja yang dapat dicapai oleh SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawabnya dalam organisasi. Hasil kerja yang dimaksud dapat berupa hasil kerja secara kualitatif mapun secara kuantitatif. Berdasarkan uraian di atas, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja individual adalah dukungan organisasional yaitu pelatihan dan pengembangan, dan kemampuan individual yaitu faktor kepribadian (yang mengacu pada sistem psikologis individu dan sifat unik yang dapat memutuskan seseorang berpikir dan berprilaku disebut lokus kontrol, akan menjadi motivator bagi karyawan untuk lebih membenahi diri menjadi seorang karyawan yang selalu berprestasi atau berkinerja tinggi.

2. Pelatihan (Training)
Pelatihan sangat diperlukan oleh perusahaan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam memajukan perusahaan tersebut, dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam persaingan baik dari dalam maupun dari luar negeri. Gouzali (2006) mangatakan bahwa pelatihan memberikan manfaat yang amat besar karena suatu pelatihan tidak saja memberikan pengalaman baru dan memantapkan hasil belajar dan ketrampilan para peserta, tetapi juga berfungsi mngembangkan kamampuan berfikir guna memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam rangka memperlancar transfer belajar. Lebih spesifik, pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan

pribadi, profesional, dan sosial peserta pelatihan, bahkan dapat dilakukan sebagai wahana promosi. Dari berbagai pendapat para ahli , dapat dinyatakan pelatihan merupakan proses ketrampilan kerja timbal balik yang bersifat mambantu, oleh karena itu dalam pelatihan harus diciptakan suatu lingkungan dimana para karyawan dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan dan prilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan sehingga dapat mendorong mereka untuk dapat bekerja lebih baik. Pentingnya pelatihan Pelatihan sangat penting dilakukan oleh perusahaan terhadap para karyawannya. Menurut Hariandja (2009) ada beberapa alasan penting untuk mengadakan pelatihan yaitu. 1) Karyawan yang baru direkrut sering kali belum memahami secara benar bagaimana melakukan pekerjaan. 2) Perubahan-perubahan lingkungan kerja dan tenaga kerja. Perubahanperubahan disini meliputi perubahan-perubahan dalam teknologi proses seperti munculnya teknologi baru atau munculnya metode kerja baru. Perubahan dalam tenaga kerja seperti semakin beragamnya tenaga yang memiliki latar belakang keahlian, nilai, sikap yang berbeda yang memerlukan pelatihan untuk menyamakan sikap dan perilaku mereka terhadap pekerjaan. 3) Meningkatnya daya saing perusahaan dan memperbaiki produktivitas. Saat ini daya saing perusahaan

tidak bisa lagi hanya dengan mengandalkan asset berupa modal yang dimiliki, tetapi juga harus sumber daya manusia yang menjadi elemen paling penting untuk meningkatkan daya saing sebab sumber daya manusia merupakan aspek penentu utama daya saing yang langgeng. 4) Menyesuaikan dengan peraturan-peraturan yang ada, misalnya standar pelaksanaan pekerjaan yang dikeluarkan oleh asosiasi industri dan pemerintah, untuk menjamin kualitas produksi atau keselamatan dan kesehatan kerja. Dari pendapat tersebut diatas mengenai tujuan pelatihan maka dapat dinyatakan bahwa adanya pelatihan diharapkan dapat mengembangkan karyawan sesuai dengan kompetensinya, dapat menggunakan keahliannya sesuai dengan perubahan teknologi, karyawan akan lebih berorientasi pada pengembangan karir, sehingga adanya pelatihan diharapkan akan dapat meningkatkan pertumbuhan pribadi setiap karyawan. 3. Locus of Control Pengertian locus of control Menurut Rotter (2006) seperti dikutip dari Brownell (1982) mengatakan bahwa locus of control adalah tingkatan dimana seseorang menerima tanggung jawab personal terhadap apa yang terjadi pada diri mereka. Locus of control dibedakan menjadi dua, yaitu locus of control internal dan eksternal. Locus of control internal mengacu kepada persepsi bahwa kejadian baik positif maupun negatif, terjadi sebagai konsekuensi dari tindakan atau perbuatan diri sendiri dan dibawah pengendalian diri, sedang locus of

control eksternal mangacu kepada keyakinan bahwa suatu kejadian tidak mempunyai hubungan langsung dengan tindakan oleh diri sendiri dan berada di luar kontrol dirinya. Zimbardo, (2005) dalam Reffiani (2009 ) menyatakan bahwa dimensi internal-external locus of control dari Rotter memfokuskan pada strategi pencapaian tujuan tanpa memperhatikan asal tujuan tersebut. Karakteristik locus of control Menurut Crider (1983) perbedaan karakteristik antara locus of control internal dan eksternal adalah sebagai berikut: 1) Locus of control internal (1) suka bekerja keras (2) memiliki insiatif yang tinggi (3) selalu berusaha untuk menemukan pemecahan masalah (4) selalu mencoba untuk berfikir seefektif mungkin (5) selalu mempunyai persepsi bahwa usaha harus dilakukan jika ingin berhasil 2) Locus of control eksternal (1) kurang memiliki inisiatif (2) mudah menyerah, kurang suka berusaha karena mereka percaya bahwa faktor luarlah yang mengontrol (3) kurang mencari informasi (4) mempunyai harapan bahwa ada sedikit korelasi antara usaha dan kesuksesan (5) lebih mudah dipengaruhi dan tergantung pada petunjuk orang lain Pengukuran Variabel locus of control diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan dari studi Rotter (1996) dalam Chi Hsinkuang at al. (2010) dan Reffiani (2009) Locus of control terbagi menjadi locus of control internal dan exsternal. 1) Exsternal locus of control Persepsi atau pandangan individu terhadap sumber-

sumber diluar dirinya yang mengontrol kejadian hidupnya, seperti nasib, keberuntungan, kekuasaan atasan, dan lingkungan sekitar. Indikatornya (1) Kegagalan yang dialami individu karena ketidakmujuran (2) Perencanaan jauh ke depan pekerjaan yang sia-sia (3) Kejadian yang dialami dalam hidup ditentukan oleh orang yang berkuasa (4) Kesuksesan individu karena faktor nasib 2) Internal locus of control Persepsi atau pandangan individual terhadap kemampuan menentukan nasib sendiri. Indikatornya adalah (1) Segala yang dicapai individu hasil dari usaha sendiri (2) Menjadi pimpinan karena kemampuan sendiri (3) Keberhasilan individu karena kerja keras (4) Segala yang diperoleh individu bukan karena keberuntungan (5) Kemampuan individu dalam menentukan kejadian dalam hidup (6) Kehidupan individu ditentukan oleh tindakannya. (7) Kegagalan yang dialami individu akibat perbuatan sendiri. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Konsep Penelitian Kerangka berpikir dan konsep penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini disusun berdasarkan pemikiran hubungan antara pelatihan dan

kinerja. Menurut Diana (2007) menyatakan bahwa pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan sehingga dapat mengurangi kegagalan dan meningkatkan kinerja. Wagonhurst (2002) dalam Diana (2007) menyatakan bahwa program pelatihan yang efektif akan meningkatkan kinerja peserta pelatihan dengan memasukkan kebutuhan peserta pelatihan yang lengkap, menerapkan metode pelatihan yang sesuai dan mengantisipasi faktor-faktor lain yang mempengaruhi transfer kemampuan dari lingkungan pelatihan ke lingkungan pekerjaan. Karyawan dengan locus of control internal yang tinggi, akan berusaha untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi sehingga mampu untuk menerapkan hasil pelatihan ke pekerjaan yang akan mempengaruhi kinerja (Kustini, 2005). Model konseptual yang digunakan dalam penelitian disajikan Gambar 3.1 .

memperbaiki kinerja. Meskipun pelatihan tidak dapat memecahkan semua masalah kinerja yang tidak efektif, tetapi program pelatihan dan pengembangan yang sehat kerap berfaedah dalam meminimalkan masalah-masalah ini. Khairul (2008) menemukan bahwa pelatihan berpengaruh terhadap kinerja karyawan baik secara parsial maupun simultan. Nilai koefisien determinasi (R) diperoleh sebesar 8,81 persen, hal ini berarti bahwa kemampuan variabel independen (pelatihan) menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel dependen (kinerja karyawan) sebesar 8,81 persen sedangkan sisanya dipengaruhi variabel lain. Menurut Horrison dalam Alexandros (2007) pembelajaran (dipicu oleh pelatihan) adalah variabel yang mungkin memiliki dampak positif pada kinerja organisasi dan dianggap sebagai elemen kunci untuk pencapaian organisasi. Usdek (2009) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel pendidikan formal, pelatihan, kompensasi dan motivasi memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja Sekretariat DPRD Pegawai Bali baik secara simultan maupun parsial. Menurut Diana (2007) menyatakan bahwa pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan sehingga dapat mengurangi kegagalan dan meningkatkan kinerja. Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah at al. (2009) hasil penemuannya pelatihan dan pengembangan berkorelasi dengan kinerja bisnis berdasarkan tanggapan dari 153 manajer dari perusahaan swasta di Malaysia. Hasil regresi menunjukkan bahwa pelatihan dan pengembangan, kerjasama tim, kompensasi/insentif, perencanaan SDM, penilaian kinerja, dan keamanan karyawan memiliki

Locus of Control

H2 H3 H2

Pelatih
EFEK

H1

Kinerja

Gambar : 3.1 Kerangka Model Pemikiran Efek moderasi Locus of Control pada Hubungan antara Pelatihan dan Kinerja Karyawan PT BPR di Kabupaten Badung Hipotesis Penelitian 1 Hubungan antara pelatihan dan kinerja Tujuan utama pelatihan menurut Simamora (2004) yaitu

10

pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Lee & Lee dalam Abdullah (2009) menemukan enam praktek Human Resources Manajemen (HRM) mendasar pada kinerja bisnis, yaitu pelatihan dan pengembangan, kerjasama, kompensasi/insentif, perencanaan SDM , penilaian kinerja dan keamanan karyawan membantu meningkatkan kinerja bisnis perusahaan, termasuk produktivitas karyawan, kualitas produk dan fleksibilitas perusahaan. Berdasarkan tinjauan teoritis dan beberapa hasil penelitian diatas maka dapat dinyatakan bahwa diduga terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pelatihan dan kinerja. Dengan demikian hipotesis yang dapat diajukan adalah : H1 : Kinerja kelompok karyawan dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor pencapaian kinerja lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok karyawan dengan frekwensi pelatihan rendah. 2 Hubungan antara locus of control dan kinerja Konsep tentang locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1966 seorang ahli pembelajaran sosial Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri. Individu yang memiliki keyakinan bahwa nasib atau event-event dalam kehidupannya berada dibawah kontrol dirinya, dikatakan individu tersebut memiliki internal locus of control. Sementara individu yang memiliki keyakinan bahwa lingkunganlah yang mempunyai kontrol terhadap nasib atau eventevent yang terjadi dalam

kehidupannya dikatakan individu tersebut memiliki locus of control external. Karyawan yang mempunyai locus of control internal akan memandang dunia sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan didalamnya. Pada individu yang mempunyai locus of control external akan memandang dunia sebagai sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga dalam mencapai tujuan sehingga perilaku individu tidak akan mempunyai peran didalamnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ngatemin (2009) sebagai variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja sedangkan variabel moderating locus of control dan gaya kepemimpinan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa moderasi variabel locus of control dan gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja. Chen (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa orientasi pelanggan dan locus of control internal berpengaruh postif dan signifikan terhadap kinerja. Selain itu, locus of control internal tidak memiliki efek moderasi pada orientasi pelanggan dan kinerja tetapi locus of control exsternal memiliki efek moderasi pada orientasi pelanggan dan kinerja. Huang dalam Yuling (2010) mengusulkan bahwa kepribadian akan mempengaruhi kinerja secara keseluruhan. Jui (2008) menguji hubungan antara locus of control dan prilaku stress kerja, kepuasan kerja dan kinerja. Temuan-temuan menunjukkan bahwa salah satu dari aspek kepribadian seorang akuntan yang diukur dengan lokus of control internal yang lebih tinggi cendrung memiliki tingkat stress kerja dan tingkat kepuasan kerja dan kinerja praktis lebih tinggi. Teori locus of control memungkinkan bahwa perilaku

11

karyawan dalam situasi konflik akan dipengaruhi oleh karakteristik internal locus of control mereka yakin bahwa suatu kejadian selalu berada dalam rentang kendalinya dan kemungkinan akan mengambil keputusan yang lebih etis dan independen. Oleh karena itulah dapat disimpulkan kinerja juga dipengaruhi oleh tipe personalitas individu dengan internal locus of control lebih berorientasi pada tugas yang dihadapinya sehingga akan meningkatkan kinerja mereka. Kartika dan Wijayanti (2007) meneliti tentang pengaruh kinerja auditor dan penerimaan perilaku disfungsional audit. Hasil analisis terhadap sampel yang terdiri dari 140 auditor di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta menjelaskan bahwa karakteristik individual auditor mempengaruhi secara signifikan kinerja auditor, dimana auditor yang memiliki locus of control internal berkinerja lebih baik dari auditor yang memiliki locus of control eksternal. Alvaro (2008) melakukan penelitian dengan mengumpulkan data dari internal auditor yang ada di Jawa Tengah, hasil penelitian menemukan bahwa internal auditor yang memiliki locus of control internal memiliki kinerja yang lebih tinggi dari internal auditor yang memiliki locus of control exsternal. Patten (2005) dalam Alvaro (2008) melakukan penelitian berdasarkan sampel yang terdiri dari 50 orang internal auditor yang berasal dari enam perusahaan AS berkedudukan di wilayah Midwest. Hasil penelitian menyatakan bahwa internal auditor dengan kecendrungan locus of control internal memiliki kinerja lebih baik dari internal auditor yang memiliki locus of control exsternal. Berdasarkan tinjauan teoritis dan beberapa hasil penelitian maka hipotesis yang dapat diajukan adalah : H2 : Kinerja kelompok karyawan level locus of

control internal lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok karyawan level locus of control external. 3 Hubungan antara pelatihan dan locus of control terhadap kinerja Cassidy dan Eachus (2000) yang dikutif oleh Parry (2006) menemukan bahwa locus of control eksternal dikaitkan dengan pendekatan pembelajaran apatis, sedangkan locus of control internal dikaitkan denagn penerapan pendekatan strategis. Studi lain menunjukkan bahwa siswa dengan locus of control internal lebih mungkin untuk mengejar strategi belajar yang sukses dan mencapai nilai yang lebih tinggi dari pada yang berorientasi eksternal seperti teman sekelas mereka. Rotter (1973) dan Owie (1978) dalam Karwono dkk (2007) menyimpulkan bahwa unsur-unsur orientasi locus of control yang dimiliki peserta didik berkorelasi positif dengan prestasi belajar yang dicapai. Seseorang yang memiliki locus of control internal mempunyai kecendrungan sifat lebih aktif dalam mencari, mengolah dan memanfaatkan berbagai informasi, serta memiliki motivasi instrinsik untuk berprestasi tinggi, sehingga akan memiliki peluang yang lebih besar untuk berprestasi lebih baik jika dibandingkan mereka yang memiliki locus of control exsternal. Karyawan dengan locus of control internal yang tinggi, akan berusaha untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi sehingga mampu untuk menerapkan hasil pelatihan ke pekerjaan yang akan mempengaruhi kinerja. Berdasarkan tinjauan teoritis dan beberapa hasil penelitian maka hipotesis yang dapat diajukan adalah : H3a = Skor kinerja kelompok karyawan locus of control internal dengan

12

frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor pencapaian kinerja lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok karyawan locus of control external dengan frekwensi pelatihan rendah . H3b = Skor kinerja kelompok karyawan level locus of control exsternal dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor pencapaian kinerja lebih tinggi dbandingkan dengan kelompok karyawan locus of control external dengan frekwensi pelatihan rendah METODE PENELITIAN Rancangan penelitian Pengujian tentang pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan dengan mempertimbangkan locus of control digunakan kuisioner. Rancangan penelitian atau desain penelitian ini adalah semi eksperimen dengan desain matrik 2 x 2 between subjects yaitu pelatihan 2 (tinggi vs rendah) dan locus of control 2 (internal vs external). Hal ini diterapkan karena tidak dilakukan manipulasi terhadap variabel penelitian, pengelompokan dilakukan setelah dilakukan pengukuran variabel pelatihan dan locus of control untuk kemudian dilakukan pengukuran terhadap variabel kinerja karyawan. Definisi operasional variabel 1) Kinerja karyawan Kinerja karyawan adalah prestasi kerja atau hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang karyawan persatuan periode waktu

dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawabnya dalam organisasi. Hasil kerja yang dimaksud dapat berupa hasil kerja secara kualitatif mapun secara kuantitatif. Variabel kinerja diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Amstrong (2005) dan Mangkunegara (2006) Standar pekerjaan dapat dicapai melalui dua aspek, yaitu aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Indikator yang digunakan dalam mengukur kinerja yaitu : (1) kualitas adalah mutu pekerjaan sebagai output yang dihasilkan. (2) kuantitas adalah mencakup jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan dalam kurun waktu yang ditentukan. (3) ketepatan waktu adalah menyangkut tentang kesesuaian waktu yang telah direncanakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. 2) Pelatihan Variabel pelatihan adalah frekwensi pelatihan yang diikuti oleh karyawan selama 12 bulan terakhir (selama tahun 2010) yang dinyatakan dalam satuan pelatihan. Untuk mengukur variabel pelatihan dengan cara mengumpulkan informasi tentang (1) Berapa kali karyawan dilatih selama 12 bulan terakhir (selama tahun 2010) yaitu frekwensi pelatihan. (2) Jenis pelatihan yang diikuti oleh karyawan 3) Locus of control Locus of control diukur dari besarnya keyakinan karyawan pada kemampuan dirinya dalam menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan dalam bekerja. Variabel locus of control diukur dengan

13

menggunakan instrumen yang dikembangkan dan direvisi dari studi Rotter (1996), dalam Reffiani (2009) yang terdiri dari dua bagian yaitu Locus of control internal dan locus of control exsternal. Adapun indikator masing-masing bagian sebagai berikut. 1) Locus of control external Persepsi atau pandangan individu terhadap sumbersumber diluar dirinya yang mengontrol kejadian hidupnya, seperti nasib, keberuntungan, kekuasaan atasan, dan lingkungan sekitar. Indikatornya dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada responden : (5) Kegagalan yang saya alami akibat ketidak mujuran (6) Membuat perencanaan yang terlalu jauh kedepan adalah pekerjaan sia-sia (7) Apa yang terjadi dalam hidup saya sebagian besar ditentukan oleh orang lain yang memiliki kekuasaan. (8) Kesuksesan yang saya capai semata-mata karena faktor nasib 2) Locus of control internal Persepsi atau pandangan individual terhadap kemampuan menentukan nasib sendiri. Indikatornya adalah (8) Segala yang dicapai individu dalam hidup adalah hasil dari usaha yang telah dilakukan sendiri. (9) Menjadi pimpinan sangat tergantung kemampuan saya. (10) Keberhasilan yang terjadi adalah hasil dari

kerja keras saya sendiri (11) Apa yang saya peroleh bukan karena keberuntungan. (12) Saya mampu menentukan apa yang akan terjadi dalam hidup saya (13) Hidup saya ditentukan oleh tindakan saya sendiri. (14) Kegagalan yang saya alami akibat dari perbuatan saya sendiri. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut. 1) Observasi (pengamatan). Pengamatan langsung dilakukan terhadap karakteristik individu dan lingkungan kerja di PT Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung yang diambil sebagai sampel penelitian. 2) Wawancara. Metode ini digunakan sebagai pelengkap dari metode kuesioner yang dilakukan dengan tanya jawab secara sistematis dan berlandaskan tujuan dari penelitian ini. Metode wawancara juga digunakan dalam pengumpulan data awal dengan orang-orang yang bekerja di PT Bank Perkreditan Rakyat mengenai pelatihan, locus of control dan kinerja. 3) Kuesioner (daftar pernyataan) merupakan metode utama yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data. Kuesioner diberikan pada sampel atau responden, yang mana berisi mengenai penilaian mereka

14

tentang variabel-variabel dalam penelitian ini, yaitu pelatihan, locus of control . Populasi dan sampel Sugiyono (2007) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan pada PT BPR Urip Kalantas, , PT BPR Udiana Putra, PT BPR Dewangga, PT BPR Giri Sariwangi yang diakumulasi berjumlah 120 karyawan. Populasi dalam penelitian ini terdiri atas semua karyawan PT Bank Perkreditan Rakyat dari 4 Bank yang diteliti jumlah populasi sebanyak 120 orang, dan penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini berdasarkan judgment atau pertimbangan atau pertimbangan tertentu yaitu karyawan yang sudah pernah mengikuti program pelatihan, dengan menggunakan teknik porposif karena mengontrol variabel pendidikan, pengalaman kerja. Instrumen Penelitian 1 Skala pengukuran Adapun penilaian yang digunakan untuk menilai variabel kinerja adalah dilakukan oleh atasan langsung kepada bawahan dengan pemberian nilai dari 0 hingga 100 persen, namun dalam tabulasi data dilakukan interval nilai. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam pembacaan data. Interval yang dilakukan terbagi atas lima kelompok yaitu: 1) Nilai 0 20 persen =1 2) Nilai 21 40 persen = 2 3) Nilai 41 60 persen = 3 4) Nilai 61 80 persen = 4 5) Nilai 81 100 persen = 5 Nilai ini untuk pertanyan yang bernilai positif sedangkan jika dalam

pertanyaan yang bernilai negatif maka interval tersebut dalam pengimputan dilakukan terbalik. Untuk menilai variabel locus of control menggunakan skala pengukuran Likert, skala ini mengukur tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan responden terhadap serangkaian pernyataan yang mengukur suatu obyek, (Istijanto, 2005). Dalam skala Likert komponen yang dapat terukur dijabarkan sebagai titik tolak untuk menyusun item instrumen berupa pertanyaan kemudiaan dijawab oleh responden. Jawaban setiap item instrumen diberi nilai sebagai berikut. 1) Sangat setuju (SS) diberi nilai : 5 2) Setuju : 4 (S) diberi nilai

3) Cukup setujul diberi nilai : 3 4) Tidak setuju (TS) diberi nilai :2 5) Sangat tidak setuju ( STS) diberi nilai : 1 Metode Analisis Data 1 Analisis deskriptif variabel Analisis deskriptif menjelaskan nilai rerata skor masing-masing variabel dependen yakni kinerja karyawan pada masing-masing faktor sel. Analisis deskriptif dilakukan untuk mendeskripsikan hasil pengukuran masing-masing variabel penelitian dalam besaran statistik seperti skor rerata (mean), nilai tengah (median), frekuensi terbanyak (modus) dan simpangan baku (standar deviasi). Nilai skor tersebut disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Model analisis varian univariat (ANOVA) pada dasarnya ingin mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata (mean) variabel dependen pada group atau kelompok tertentu.

15

Tabel 1 Metode Analisis Penelitian Pelatihan Locus of Rendah control Tinggi (1) (2) Internal (1) Eksternal (2) FS 1 K 1.1 FS 3 FS 2 K 1.2 FS 4

K 2.1 K 2.2 Sumber : Hasil Pengolahan data

Keterangan : K = Kinerja FS = Faktor Sel Tabel 4.2 menunjukkan masing-masing kelompok atau faktor sel dapat didefinisikan hipotesis statistik yang diuji dalam penelitian. Pengujian H1 dapat ditulis dengan hipotesis statistik sebagai berikut Ho : 1 = 4 H1 : 1 > 4 Sedangkan pengujian H2 dapat ditulis dengan hipotesis statistik sebagai berikut Ho : 2 = 4 H1 : 2 > 4 2 Analisis varian univariat (ANOVA) Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan metode analisis ANOVA faktorial univariat. ANOVA (Analysis of Variance) adalah pengujian statistik untuk menguji hipotesis nol bahwa beberapa populasi mempunyai ratarata yang sama. Jogiyanto (2008) menyatakan beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam menggunakan ANOVA adalah sebagai berikut. 1) Dependen variabel harus variabel bernilai kontinyu 2) Sampel dan data harus berdistribusi normal 3) Sampel harus diambil secara random dari populasi-populasinya

4) Populasi-populasi harus mempunyai varian-varian yang sama 5) Kesalahan residu dari masing-masing nilai harus independent (Independence of error) yaitu jarak satu nilai dengan rata-rata groupnya harus independen terhadap jarak nilai-nilai lainya terhadap rata-rata groupnya tersebut. Pengujian statistik dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS versi 16. Secara rinci tahap analisis data yang dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian dan pengujian penjelasan alternatif adalah sebagai berikut. Analisis ini menggunakan 2 faktor untuk mengukur efek locus of control dan pelatihan terhadap kinerja karyawan. Sebelum melakukan pengujian hipotesis tentang perbedaan sel, maka perlu dilakukan pengujian hipotesis tentang kesamaan error matrik varian yang dapat ditulis sebagai berikut : Ho : (A1B1) = (A2B1) = (A1B2) = (A2B2) = (AnBn) H1 : Minimal salah satu faktor sel memiliki nilai ratarata tidak sama dengan faktor sel lainnya. Pengujian kesamaan error varian data univariat (Y) menggunakan ujiLevene test of error variances. Apabila angka signifikans (sig) > 0,05 maka Ho diterima dimana error variance antar kelompok homogen dan analisa dapat dilanjutkan. Sebaliknya jika angka signifikansi (sig) < 0,05 maka Ho ditolak dimana error variances tidak homogen dan perlu dilakukan transormasi (Agung, 2006) Pengujian hipotesis univariat secara inferensial menggunakan analisis varians univariat dua faktor (Two Way ANOVA). Teknik analisis ini digunakan untuk menguji

16

pengaruh interaksi variabel bebas terhadap variabel respon univariat Y(kinerja). Model umum analisis univariat (ANOVA) dua faktor diekspresikan sebagai berikut. Yijk = + (A * B) ij + ijk dengan i = 1,2, j = 1,2, k = 1,2,.n.. (1) Dimana : Yijk = Nilai observasi multivariat ke k dalam sel ke (i,j) = Vektor parameter rerata keseluruhan Ai= Vektor parameter pengaruh tingkat ke I dari faktor A Bj= Vektor parameter pengaruh A * B dalam sel (i-j) dengan syarat : iAa = jBj = j(AB)ij = j(AB)ij = 0 Berdasarkan pada model analisis tersebut maka hipotesis yang di uji adalah : 1) Ho : A1 = A2 = 0 Hi : Bukan Ho 2) Ho : (AB) ij = 0 untuk i = 1, 2 dan j = 1,2 Hi : Bukan Ho HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengujian validitas dan reliabilitas data. Pengujian validitas instrumen penelitian dilakukan dengan metode analisis faktor, berdasarkan analisis faktor konfirmatori dan rotasi varimax, untuk menguji apakah indikatorindikator yang digunakan dapat mengkonfirmasikan sebuah konstruk atau variabel. Jika masingmasing indikator merupakan indikator pengukur konstruk maka akan memiliki nilai loading faktor yang tinggi. Sementara reliabilitas instrumen dinilai berdasarkan nilai Cronbach Alpha yang dibentuk oleh seluruh item pembentuk skala. Berikut ini disajikan hasil pengujian validitas dan reliabilitas instrumen penelitian meliputi: skala Locus of control dan kinerja.

1) Uji validitas dan reliabilitas


skala Locus of control Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa skala locus of control dibentuk oleh 11 (sebelas) item pernyataan. Masing-masing item skala memiliki nilai faktor loading lebih besar dari 0,30 (Nunnally, 1999). Hasil analisis faktor menunjukkan nilai Kaiser Meyer Olkin Measure of sampling Adequacy (KMO) = 0, 833 . Begitu juga dengan nilai Bartlett test dengan Chi-squares = 426,034 dan signnifikan pada 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa uji analisis faktor dapat dilanjutkan. Indikator dikelompokkan menjadi dua faktor berdasarkan pada nilai eigent value > 1, yaitu faktor 1 dengan eigent value 4,171 dan faktor dua dengan eigent value 1,627. Faktor 1 mampu menjelaskan variasi sebesar 37,921 persen, faktor 2 mampu menjelaskan variasi 14,793 persen, atau analisis faktor menghasilkan 11 item skala yang memiliki nilai explained variance total sebesar 52,714 persen. 2) Uji validitas dan reliabilitas skala kinerja. Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa skala kinerja dibentuk oleh 4 item pernyataan yang memiliki nilai faktor loading lebih besar dari 0,30 (Malhotra, 1999) . Hasil analisis faktor menunjukkan nilai KMO = 0, 732 , Begitu juga dengan nilai Bartlett test dengan Chi-squares = 70,484 dan signnifikan pada 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa uji analisis faktor dapat dilanjutkan. Analisis faktor konfirmatori menghasilkan 4 item skala yang memiliki nilai explained variance total sebesar 51,381 persen, yang

17

mengelompok menjadi satu faktor berdasarkan pada nilai eigent value > 1, yaitu faktor 1 dengan eigent value 2,055. Analisis reliabilitas skala kinerja menunjukkan nilai Alpha cronbach sebesar 0,683. Berdasarkan kriteria tersebut, skala kinerja memiliki validitas yang dapat diterima. Analisis deskriptif Hasil analisis deskriptif statistik variabel locus of control menunjukkan skor median adalah 36. Berdasarkan skor median tersebut kemudian partisipan dikelompokkan menjadi 2 kelompok. Partisipan yang memiliki skor locus of control kurang dari 36 diklasifikasikan sebagai kelompok partisipan yang memiliki level locus of control external. Sementara partisipan yang memiliki skor lebih besar dari 36 diklasifikasikan sebagai kelompok partisipan yang memiliki level locus of control internal. Hasil analisis deskriptif statistik variabel pelatihan menunjukkan skor median adalah 2. Berdasarkan nilai median tersebut kemudian partisipan dikelompokkan menjadi 2 kelompok. Partisipan yang memiliki skor pelatihan kurang dari 2 diklasifikasikan sebagai kelompok partisipan yang memiliki level pelatihan rendah. Sementara partisipan yang memiliki skor pelatihan lebih besar dari 2 diklasifikasikan sebagai kelompok partisipan yang memiliki level pelatihan tinggi. Pengujian hipotesis Analisis data untuk menguji hipotesis menggunakan analisis ANOVA Univariat. Hasil analisis deskriptif pada model dapat diketahui dari jumlah total responden yaitu 120 orang, yang masuk dalam kelompok karyawan level pelatihan tinggi dengan locus of control internal berjumlah 34 orang dengan nilai rata-rata hitung

skor kinerja karyawan sebesar 18,029 dan standar deviasi sebesar 0,244. Kelompok karyawan yang memiliki level pelatihan rendah dengan locus of control internal berjumlah 21 orang dengan ratarata hitung sebesar 16,450 dan standar deviasi sebesar 0,318. Kelompok karyawan yang memiliki level pelatihan tinggi dengan level locus of control exsternal berjumlah 24 orang dengan rata-rata hitung 16,375 dan standar deviasi sebesar 0,290. Kelompok karyawan yang memiliki level pelatihan rendah dengan level locus of control exsternal berjumlah 41 orang dengan rata-rata hitung 13,333 dan standar deviasi sebesar 0,220. Hasil uji Levene Test of Equality of Error Variances menunjukkan bahwa terdapat perbedaan variance oleh karena F hitung sebesar 9,129 secara statistik signifikan pada 0,05 yang berarti hipotesis nol ditolak. Jadi terjadi penyimpangan terhadap asumsi Anova. Oleh karena Anova masih robust, maka masih tetap dapat melanjutkan analisis. Tabel 2 Hasil Analisis Varian Univariat (ANOVA) Type III Sum of Source Corrected Model Intercept LEV_PLT LEV_LOC LEV_PLT * LEV_LOC Error Total Corrected Total Squares 448.004a 28716.465 154.877 162.007 15.848 227.787 30601.000 675.792 Df 3 F 76.048 Sig. .000 .000 .000 .000 .005

1 1.462E4 1 1 1 116 120 119 78.871 82.502 8.070

18

Sumber: Lampiran 5, tahun 2011 Berdasarkan hasil analisis varian univariat (ANOVA) dapat dinyatakan sebagai berikut: 1) Pengujian efek utama pelatihan terhadap kinerja. Rumusan Hipotesis 1 H0 = Kinerja kelompok karyawan dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor pencapaian kinerja tidak berbeda dibandingkan dengan kelompok karyawan dengan frekwensi pelatihan rendah. Hi = Kinerja kelompok karyawan dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor pencapaian kinerja lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok karyawan dengan frekwensi pelatihan rendah. Kriteria penerimaan dan penolakan H0 Jika nilai signifikansi > 0,05, maka H0 diterima. Jika nilai signifikansi 0,05, maka H0 ditolak. Keluaran hasil pengolahan data menunjukkan bahwa pengaruh utama level pelatihan terhadap kinerja signifikan dengan nilai F sebesar 78,871 , P=0,000 < 0,05, hal ini berarti ada perbedaan skor kinerja karyawan antara kelompok karyawan dengan frekwensi pelatihan tinggi dan kelompok karyawan yang dengan frekwensi pelatihan rendah. Dilihat dari data Pairwise Comparison, efek utama pelatihan terhadap kinerja signifikan ( pelt-pelr

2)

= 2,354, = 0,265, p = 0,000 < 0,05 ). Dengan demikian H1 terbukti. Artinya kinerja kelompok karyawan dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor pencapaian kinerja lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan kelompok karyawan dengan frekwensi pelatihan rendah. Pengujian efek utama locus of control terhadap kinerja Rumusan Hipotesis 2 H0 = Kinerja kelompok karyawan level locus of control internal tidak berbeda dibandingkan dengan kelompok karyawan level locus of control exsternal. Hi = Kinerja kelompok karyawan level locus of control internal lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok karyawan level locus of control exsternal. Kriteria penerimaan dan penolakan H0 Jika nilai signifikansi > 0,05, maka H0 diterima. Jika nilai signifikansi 0,05, maka H0 ditolak. Keluaran hasil pengolahan data menunjukkan bahwa pengaruh utama level locus of control terhadap kinerja signifikan dengan nilai F sebesar 82,502 signifikan pada p=0,000, berarti ada perbedaan skor kinerja karyawan antara kelompok karyawan level locus of control internal dengan kelompok karyawan level locus of control exsternal. . Dilihat dari data Pairwise Comparison, efek utama locus of control

19

3)

terhadap kinerja signifikan (loc in-ext = 2,407, = 0,265, p = 0,000 < 0,05 ). Dengan demikian H1 terbukti. Artinya kinerja kelompok karyawan level locus of control internal lebih tinggi secara signifikan dibandingkan kinerja kelompok karyawan level locus of control exsternal . Pengujian efek interaksi pelatihan dan locus of control terhadap kinerja karyawan. Rumusan Hipotesis 3a H0 = Skor kinerja kelompok karyawan locus of control internal dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor pencapaian kinerja tidak berbeda dibandingkan dengan kelompok karyawan locus of control external dengan frekwensi pelatihan rendah. H1 = Skor kinerja kelompok karyawan locus of control internal dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor pencapaian kinerja lebih tinggi dibandingkan kelompok karyawan locus of control external dengan frekwensi pelatihan rendah. Kriteria penerimaan dan penolakan H0 Jika nilai signifikansi > 0,05, maka H0 diterima. Jika nilai signifikansi 0,05, maka H0 ditolak. Hasil pengujian analisis ANOVA menunjukkan bahwa interaksi antara level

pelatihan dengan level locus of control memberikan nilai F sebesar 8,070 , P= 0,005 < = 0,05 menunjukkan efek signifikan, hal ini berarti terdapat pengaruh bersama antara level pelatihan dan level locus of control terhadap kinerja . Rata-rata kinerja kelompok karyawan level locus of control internal dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan kinerja lebih tinggi ( = 18,029 dan = 0,244) dibandingkan dengan kelompok karyawan locus of control external dengan frekwensi pelatihan rendah ( = 13,333 , = 0,290 dan nilai Sig.= 0,000 serta F = 72,585. Nilai Sig. 0,000 < = 0,05 maka H0 ditolak dan Hi diterima. Artinya skor kinerja kelompok karyawan level locus of control internal dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor pencapaian kinerja lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan kelompok karyawan locus of control external dengan frekwensi pelatihan rendah . Rumusan Hipotesis 3b H0 = Skor kinerja kelompok karyawan level locus of control exsternal dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor pencapaian kinerja tidak berbeda dibandingkan kelompok karyawan locus of control external dengan frekwensi pelatihan rendah. Hi = Skor kinerja kelompok karyawan level locus of control exsternal dengan frekwensi pelatihan tinggi

20

menunjukkan skor pencapaian kinerja lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok karyawan locus of control external dengan frekwensi pelatihan rendah. Kriteria penerimaan dan penolakan H0 Jika nilai signifikansi > 0,05, maka H0 diterima. Jika nilai signifikansi 0,05, maka H0 ditolak. Hasil pengujian analis ANOVA menunjukkan bahwa interaksi antara level pelatihan dengan level locus of control memberikan nilai F sebesar 8,070 , p= 0,005 dan signifikan pada Nilai = 0,05 , hal ini berarti terdapat pengaruh bersama antara level pelatihan dan level locus of control terhadap kinerja . Nilai rata-rata kinerja kelompok karyawan level locus of control exsternal dengan frekwensi pelatihan tinggi ( = 16,375 , = 0,290) menunjukkan kinerja lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja kelompok karyawan locus of control external dengan frekwensi pelatihan rendah ( = 13,333, = 0,220 ). Nilai Sig.= 0,000 serta F = 72,585. Nilai Sig. 0,000 < = 0,05 maka H0 ditolak dan Hi diterima. Artinya skor kinerja kelompok karyawan level locus of control exsternal dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor pencapaian kinerja lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan kinerja kelompok karyawan locus of control external dengan frekwensi pelatihan rendah .

Adjusted R Squared sebesar 65,4 persen yang ditunjukkan pada Tabel 5.12 berarti variabilitas kinerja karyawan dapat dijelaskan oleh variabel pelatihan , variabel locus of control dan interaksi antara pelatihan dan locus of control sebesar 65,4 persen. Untuk mempelajari bagaimana efek locus of control terhadap kinerja kelompok pelatihan tinggi dan kelompok pelatihan rendah dilakukan perbandingan rerata skor kinerja antar kelompok penelitian. Berdasarkan data rerata skor kinerja masingmasing kelompok karyawan dapat dilihat bahwa dalam kondisi level locus of control external, pencapaian skor kinerja kelompok karyawan dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan kinerja lebih tinggi ( plt = 16,375, = 0,286) dibandingkan dengan kelompok karyawan dengan frekwensi pelatihan rendah ( plr = 13,268, = 0,219). Sementara dalam kondisi level locus of control internal, pencapaian skor kinerja kelompok karyawan baik yang diberikan pelatihan tinggi maupun pelatihan rendah tetap mengalami peningkatan. Pengujian perbandingan rerata skor kelompok penelitian dilakukan dengan metode ANOVA Univariat menghasilkan perbedaan skor kinerja antar kelompok yang ditunjukkan pada output Post Hoc Test untuk melihat kelompok mana saja yang berbeda. Kelompok karyawan yang memiliki level locus of control internal dan

21

menerima frekwensi pelatihan tinggi (klp.1) menunjukkan kinerja lebih tinggi secara signifikan dibandingkan kelompok karyawan locus of control internal dan menerima frekwensi pelatihan rendah (klp.2) , (1=18,029; 2=16,450 ; p=0,001). Temuan ini menunjukkan bahwa untuk kelompok karyawan locus of control internal perbedaan frekwensi pelatihan mempengaruhi pencapaian kinerja secara signifikan. Perbedaan ini ditunjukkan pada hasil Post Hoc Test (1-2 = 1,58, p = 0,001 < 0,05) . Efek pelatihan pada kelompok karyawan locus of control external hasil analisis data menunjukkan bahwa kelompok karyawan locus of control external yang menerima frekwensi pelatihan tinggi (Klp 3) menunjukkan skor kinerja yang lebih tinggi dibandingkan kelompok karyawan locus of control external yang menerima frekwensi pelatihan rendah (klp.4) (3=16,375 ; 4=13,333 ; p=0,000). Temuan ini menunjukkan bahwa untuk kelompok karyawan locus of control external perbedaan frekwensi pelatihan mempengaruhi pencapaian kinerja secara signifikan. Perbedaan ini ditunjukkan pada hasil Post Hoc Tests (3-4 = 3,04, p=0,000 < 0,05 ) Kinerja kelompok karyawan locus of control internal yang menerima frekwensi pelatihan rendah (klp.2) tidak berbeda signifikan dengan kinerja kelompok karyawan locus of control external yang

menerima pelatihan tinggi (klp.3), ditunjukkan pada hasil Post Hoc Tests (2-3 = 0,08, p=1,000 > 0,05), sama halnya dengan perbedaan kinerja kelompok karyawan locus of control external yang menerima pelatihan tinggi (klp.3) dengan kinerja kelompok karyawan locus of control internal yang menerima frekwensi pelatihan rendah (klp.2) tidak berbeda signifikan ditunjukkan dari hasil Post Hoc Tests (3-2 = - 0,08, p=1,000 > 0,05 ). Temuan ini menunjukkan bahwa kelompok karyawan locus of control external meskipun menerima frekwensi pelatihan tinggi kinerjanya tidak berbeda dengan kelompok karyawan locus of control internal yang menerima frekwensi pelatihan lebih rendah , sesuai teori karakteristik karyawan yang memiliki locus of control external menurut Crider (1983) mereka kurang memiliki inisiatif , mudah menyerah, kurang suka berusaha karena mereka percaya bahwa faktor luarlah yang mengontrol, kurang mencari informasi, sehingga pelatihan yang diterima tidak berpengaruh signifikan. Pembahasan 1.Hasil pengujian efek utama pelatihan terhadap kinerja. Keluaran hasil pengolahan data menunjukkan bahwa pengaruh utama level pelatihan terhadap kinerja signifikan dengan nilai F sebesar 78,871 , P=0,000 < 0,05, hal ini berarti ada perbedaan ratarata kinerja karyawan antara level pelatihan tinggi dengan level pelatihan rendah.

22

Dilihat dari data Pairwise Comparison, efek utama pelatihan terhadap kinerja signifikan ( Mean pelt-pelr = 2,354, = 0,265, p = 0,000 < 0,05). Temuan ini mendukung hipotesis 1 bahwa kinerja kelompok karyawan dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan kinerja lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok karyawan dengan frekwensi pelatihan rendah. Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan Khairul (2008) yang mengungkapkan bahwa pelatihan berpengaruh terhadap kinerja karyawan baik secara parsial maupun simultan. Dan sesuai juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Horrison dalam Alexandros (2007), Usdek (2009), penelitian yang dilakukan oleh Zaini at al. (2009) , Lee & Lee dalam Zaini (2009) bahwa pelatihan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Pelatihan memberikan manfaat yang amat besar karena suatu pelatihan tidak saja memberikan pengalaman baru dan memantapkan hasil belajar dan ketrampilan para karyawan, tetapi juga berfungsi mengembangkan kemampuan berfikir guna memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam rangka memperlancar transfer belajar. Lebih spesifik, pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan pribadi, professional karyawan sehingga karyawan dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan dan prilaku yang berkaitan dengan pekerjaan akan dapat mendorong mereka untuk bekerja lebih baik. Pelatihan yang telah dilakukan oleh BPR tempat penelitian ini berdasarkan kebutuhan yang ditetapkan oleh perusahaan, adanya kesesuaian antara pelatihan dengan pekerjaan yang dilakukan sehari-hari oleh karyawan sehingga dapat

meningkatkan mengembangkan karyawan.

dan kemampuan

2 Hasil pengujian efek utama locus of control terhadap kinerja. Keluaran hasil pengolahan data menunjukkan bahwa pengaruh utama level locus of control terhadap kinerja signifikan dengan nilai F sebesar 82,502 signifikan pada P=0,000, berarti ada perbedaan rata-rata kinerja karyawan antara level locus of control internal dengan level locus of control exsternal. . Dilihat dari data Pairwise Comparison, efek utama locus of control terhadap kinerja signifikan (loc in-ext = 2,407, = 0,265, p = 0,000 < 0,05 ). Temuan ini mendukung hipotesis 2 bahwa skor kinerja kelompok karyawan level locus of control internal lebih tinggi dibandingkan kelompok karyawan level locus of control exsternal . Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan Alvaro (2008), yang mengungkapkan bahwa internal auditor yang memiliki locus of control internal memiliki kinerja yang lebih tinggi dari internal auditor yang memiliki locus of control eksternal. Jui (2008) yang mengatakan bahwa salah satu dari aspek kepribadian seorang akuntan yang diukur dengan lokus of control internal yang lebih tinggi cendrung memiliki tingkat kinerja praktis lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Kartika dan Wijayanti (2007), meneliti tentang pengaruh kinerja auditor dimana auditor yang memiliki locus of control internal berkinerja lebih baik dari auditor yang memiliki locus of control eksternal, dan penelitian oleh Patten (2005) Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personality), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya

23

mengontrol nasib. Karyawan yang memiliki Locus of control internal merasa yakin bahwa didalam dirinya tersimpan potensi besar untuk menentukan nasib sendiri, tidak peduli apakah lingkungannya akan mendukung atau tidak mendukung. Karyawan seperti ini mempunyai etos kerja yang tinggi, tabah menghadapi segala macam kesulitan baik dalam kehidupannya maupun dalam pekerjaannya sehingga orang-orang seperti ini tidak pernah ingin melarikan diri dari setiap masalah dalam bekerja. Sebaliknya karyawan yang memiliki Locus of control external akan mudah pasrah dan menyerah jika sewaktu-waktu terjadi persoalan yang sulit, dan memandang masalah-masalah yang sulit sebagai ancaman bagi dirinya, keberhasilan dan kegagalan karena faktor kesukaran dan nasib dan membuat dirinya lari dari persoalan. 3.Hasil pengujian locus of control sebagai moderator efek pelatihan pada kinerja . Hasil pengujian analisis ANOVA menunjukkan bahwa interaksi antara level pelatihan dengan level locus of control memberikan nilai F sebesar 8,070 , P= 0,005 < = 0,05 menunjukkan efek signifikan, hal ini berarti terdapat pengaruh bersama antara level pelatihan dan level locus of control terhadap kinerja . Skor kinerja kelompok karyawan level locus of control internal dengan frekwensi pelatihan tinggi ( = 18,029 dan = 0,244) menunjukkan skor pencapaian kinerja lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok karyawan locus of control external dengan frekwensi pelatihan rendah ( = 13,333, = 0,290) dan nilai Sig.= 0,000 serta F = 72,585. Nilai Sig. 0,000 < = 0,05 maka H0 ditolak dan Hi diterima. Artinya skor kinerja kelompok karyawan level locus of control internal dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor

pencapaian kinerja lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok karyawan locus of control external dengan frekwensi pelatihan rendah. Skor kinerja kelompok karyawan level locus of control exsternal dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor pencapaian kinerja lebih tinggi ( = 16,375 , = 0,290) dibandingkan dengan kelompok karyawan locus of control external dengan frekwensi pelatihan rendah ( = 13,333, = 0,220 ) Nilai Sig.= 0,000 serta F = 72,585. Nilai Sig. 0,000 < = 0,05 maka H0 ditolak dan Hi diterima. Artinya skor kinerja kelompok karyawan locus of control exsternal dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor pencapaian kinerja lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok karyawan locus of control external dengan frekensi pelatihan rendah . Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan Rotter (1973) dan Owie (1978) dalam Karwono dkk (2007) yang mengungkapkan bahwa unsur-unsur orientasi locus of control yang dimiliki peserta didik berkorelasi positif dengan prestasi belajar yang dicapai. Seseorang yang memiliki locus of control internal mempunyai kecendrungan sifat lebih aktif dalam mencari, mengolah dan memanfaatkan berbagai informasi, serta memiliki motivasi instrinsik untuk berprestasi tinggi, sehingga akan memiliki peluang yang lebih besar untuk berprestasi lebih baik jika dibandingkan mereka yang memiliki locus of control eksternal. Karyawan dengan locus of control internal yang tinggi, akan berusaha untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi sehingga mampu untuk menerapkan hasil pelatihan ke pekerjaan yang akan mempengaruhi kinerja. Keterbatasan Penelitian Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disampaikan adanya keterbatasan

24

utama dalam penelitian ini adalah bahwa nara sumber seluruhnya merupakan karyawan BPR dengan tingkat pendidikan homogen dengan didominasi oleh tingkat pendidikan relatif rendah yaitu berpendidikan SMA, didominasi jenis kelamin wanita, jumlah sampel yang digunakan kecil hanya melibatkan 120 orang, pengukuran variabel pelatihan hanya diukur dari frekwensi pelatihan, sehingga temuan penelitian ini tidak dapat digeneralisasi pada kelompok karyawan yang berpendidikan sarjana , atau berjenis kelamin lakilaki. Variabel penelitian pelatihan terbatas hanya dioperasionalkan sebagai frekuensi pelatihan yang pernah diterima oleh individu yang dinyatakan dengan satuan. Dimensi relevansi materi pelatihan tidak diukur dan diuji efeknya terhadap kinerja. Penelitian selanjutnya diharapkan dilakukan dengan melibatkan individu yang memiliki pendidikan sarjana dan perlu menambah variabel untuk menyempurnakan definisi operasional variabel pelatihan dengan mengukur pula dimensi relevansi materi pelatihan dengan tanggung jawab dan karakteristik kegiatan jabatan. Implikasi Penelitian Hasil dari penelitian ini menyatakan hasil temuannya sebagai berikut Ada efek utama pelatihan maupun efek utama locus of control terhadap kinerja. Efek utama pelatihan terhadap kinerja menyatakan kinerja kelompok karyawan yang menerima frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan kinerja lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok karyawan yang menerima frekwensi pelatihan rendah. Efek utama locus of control menyatakan kinerja kelompok karyawan locus of control internal menunjukkan kinerja lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok karyawan locus of control external. Pengujian efek interaksi locus of control pada hubungan pelatihan dan kinerja menyatakan bahwa skor kinerja kelompok karyawan locus of control internal yang menerima frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor pencapaian kinerja lebih tinggi dibandingkan kelompok karyawan locus of control external yang menerima frekwensi pelatihan rendah. Sebaliknya kinerja kelompok karyawan locus of control external yang menerima pelatihan tinggi tidak berbeda signifikan dengan kinerja kelompok karyawan locus of control internal yang menerima frekwensi pelatihan rendah. Berdasarkan temuan penelitian ini dapat dinyatakan implikasi penelitian sebagai berikut : 1) Ketika perusahaan menghadapi keterbatasan sumber daya finansial, sehingga tidak dapat melaksanakan program pelatihan dalam intensitas tinggi, maka sebaiknya perusahaan mempekerjakan karyawan yang memiliki locus of control internal karena meskipun mereka menerima frekwensi pelatihan rendah dapat menunjukkan kinerja lebih tinggi dibandingkan karyawan yang memiliki locus of control external. 2) Perusahaan disarankan agar menerapkan locus of control internal sebagai kriteria seleksi karyawan baru dan sebaiknya perusahaan memprioritaskan calon karyawan yangg memiliki locus of control internal . Agar program pelatihan yang dilakukan dapat meningkatkan kinerja maka perusahaan juga harus

25

mempertimbangkan locus of control bagi karyawan yang akan dilatih, disarankan untuk memilih karyawan yang memiliki locus of control internal sehingga program pelatihan yang deselenggarakan berdampak pada kinerja karena mereka lebih mandiri dan bertanggung jawab, selalu berusaha untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi sehingga mampu untuk menerapkan hasil pelatihan ke pekerjaan yang akan mempengaruhi kinerja. Kesuksesan karyawan dalam menerapkan hasil pelatihan ke pekerjaan sangat ditentukan oleh locus of control internal yang dimiliki oleh karyawan. KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diungkapkan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik suatu simpulan sebagai berikut: 1) Pengaruh utama level pelatihan terhadap kinerja signifikan. Kinerja kelompok karyawan yang menerima frekwensi pelatihan tinggi dengan kelompok karyawan yang menerima frekwensi pelatihan rendah berbeda signifikan. Kinerja kelompok karyawan dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor pencapaian kinerja lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok karyawan dengan frekwensi pelatihan rendah.

2) Pengaruh

utama level locus of control terhadap kinerja signifikan. Kinerja kelompok karyawan yang memiliki locus of control internal dengan kelompok karyawan yang memiliki locus of control external berbeda signifikan. Kinerja kelompok karyawan level locus of control internal lebih tinggi dibandingkan kinerja kelompok karyawan level locus of control exsternal . 3) Efek interaksi atau joint effect antara pelatihan dengan locus of control terhadap kinerja signifikan, hal ini berarti terdapat pengaruh bersama atau joint effect antara level pelatihan dan level locus of control terhadap kinerja . Skor kinerja kelompok karyawan level locus of control internal dengan frekwensi pelatihan tinggi menunjukkan skor pencapaian kinerja paling tinggi secara signifikan. Sebaliknya kelompok karyawan locus of control external dengan frekwensi pelatihan rendah menunjukkan pencapaian kinerja yang paling rendah. Saran Berdasarkan kajian dan hasil yang diperoleh pada bab sebelumnya maka disarankan sebagai berukut. 1) Implikasi penggunaan narasumber dalam penelitian ini dominan berpendidikan SMA mengingatkan kita agar berhati-hati dalam menjeneralisasi temuan penelitian ini pada kelompok pendidikan

26

yang berbeda seperti karyawan yang memiliki pendidikan terakhir Sarjana atau SMP , demikian juga dalam menjeneralisasi temuan penelitian ini pada kelompok karyawan pria karena narasumber penelitian ini dominan perempuan. 2) Adanya efek moderasi locus of control yang merupakan salah satu faktor kepribadian menghasilkan pengaruh signifikan pada hubungan pelatihan dengan kinerja, maka disarankan agar manajemen juga memperhatikan faktor locus of control karyawan saat akan menentukan orang-orang yang akan dilatih. 3) Penelitian selanjutnya hendaknya memasukkan variabel lain untuk mengukur pelatihan dan menambah variabel lain yang mempengaruhi kinerja , sehingga dapat diketahui dengan jelas faktor-faktor mana yang dominan mempengaruhi kinerja karyawan selain pelatihan. Untuk menguji konsistensi temuan ini disarankan mereflikasi model penelitian ini dengan menggunakan industri jasa keuangan skala besar yang menggunakan teknologi canggih dan serba otomatis yang memiliki karakter kegiatan berbeda. DAFTAR PUSTAKA Abdulah,Zaini at al. 2009. The Effect of Human Resource

Management Practices on Business Performance Among Private Companies in Malaysia, International Journal of Business and Management, Vol. 4. No. 6, pp. 65-66 Agung, I Gusti Ngurah. 2006. Statistika Penerapan Model Sel-Multivariat dan Model Ekonometri Dengan SPSS. Jakarta : Yayasan Sad Satria Bhakti

Alexandros G.Sahinidis and John Bouris. 2007. Employee Perceived Training Effectiveness Relationship to Employee Attitudes, Journal of European Industrial Training, Vol 32 No. 1, 2008, pp. 63-76. Amaral M. Alfaro. 2008 . Analisi dampak Locus of Control Terhadap Kinerja Dan Kepuasan Kerja Internal Auditor. Tesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Amstrong, Michael. 2005. Performance Management and Development, the edition, New York, McGraww Hill, Inc. Bramantyo, Djohanputro, dan Ronny Kountur, 2007, Non Performing Loan (NPL) Bank Perkreditan Rakyat (BPR), www.profi.or.id Brownell, P. 1982. A Field Study Examination of Budgetary Participation and Locus of Control. The Accounting Review. Vol. LVII (4) , Oktober: 766-777 Chen, Jui, 2008. The impact of Locus of Control on Job Stress, Job Performance

27

and Job Satisfaction in Taiwan, Leadership & Organization Development , Journal Vol. 29 No 7, 2008 pp 572-582 Chi Hsinkuang ., Yeh Hueryren ., dan Chen Yuling. 2010. The Moderating Effect of Locus of Control on Customer Orientation and Job Performance of Salespeople, Journal The Business Review, Cambridge, Vol. 16 Num, 2 December, pp. 142-146 Christiansen, et al. 1996. Training Differences Between Services and Good Firms : Impact on Performance, Satisfaction, and Commitment, Journal of Professional services Marketing, Vol. 15(1), pp. 62-63 Crider, Andrew B. 2003. Psychology. Scott, Foresmen & company Dessler, Gary.2008. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Index Diana, 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Pelatihan Penjualan dan Kompetensi Relasional untuk Meningkatkan Kinerja Tenaga Penjualan ,Studi kasus pada Tenaga Penjualan asuransi Bumi Asih Jaya di Jawa Tengah, Tesis Universitas Diponegoro. Faustino Cardoso, Gomes. 2002. Manajemen sumber Daya Manusia, Penerbit andi, Yogyakarta. Falikhatun, 2003. Pengaruh Budaya Organisasi, Locus of

Control, dan Penerapan Sistem Informasi terhadap Kinerja Aparat Unit-Unit Pelayanan Publik. Jurnal Empirika . Vol. 16. No. 2. Desember. Ghozali Imam. 2006. Aplikasi Analisi Multivariate sengan SPSS ,Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gomes, Faustino Cardoso, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Andi Ofset. Gouzali, Saydam. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia (Cetakan V) Yogyakarta: CV Andi Offset. Hair, Joseph F., Anderson, Rolph E., Tatham, Ronald L., Black, William C. 1998. Multivariate Data Analisis, Fifth Ediion, Prentice Hall International. Handoko, T.H. 2001. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Mansuia. Yogyakarta: BPFE Press. Hariandja, M.T.E, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Grasindo, Jakarta. Istijanto Oei. 2005. Riset Sumber Daya Manusia , Cara Praktis Mengukur Stress, Kepuasan Kerja dan Aspek-Aspek Kerja Karyawan Lainnya, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Jogiyanto. 2008. Metodologi Penelitian Sistem Informasi. Yogyakarta : Penerbit ANDI

28

Julianto . 2002. Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Locus of control, Konflik Peran, Komitmen Organisasi dan Job Insecurity yang Mempengaruhi Keinginan Berpindah Kerja pada Perusahaan Freight Forwarding di Jakarta. Jurnal Empirik. Vol 14. No 10, pp. 68 Karwono., Marwan Santoso R., dan Soedijato. 2007. Pengaruh Pemberian Umpan Balik dan Locus of Control terhadap Kemampuan Mahasiswa dalam Mengelola Pembelajaran Mikro, Jurnal Teknologi Pendidikan ,Vol. 9 No. 1 April, pp.55 Kartika, I dan Wijayanti P, 2007. Locus of Control Sebagai Anteseden hubungan Kinerja dan Penerimaan Prilaku Disfungsional Audit, SNA X. Makasar. Khairul, 2008. Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT Perkebunan Nusantara IV (PERSERO) Medan, Tesis Pascasarja Universitas Sumatra Utara Meda. Kreitner R, & Kinicki, A. 2001. Organizational Behavior, Fith Edition, International Edition, Mc Graw-Hill companies. Inc Kustini. 2005. Pengaruh Locus of Control, Orientasi Tujuan Pembelajaran dan Lingkungan Kerja Terhadap Self Efficacy dan Transfer Pelatihan Karyawan PT. Telkom Kandatel Surabaya Timur, (Studi Ilmu Pengembangan Sumber Daya Manusia ) , Tesis,

Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya. Kuncoro, M. 2001. Metode Kwantitatif : Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi, Yogyakarta: UPPAMP. YKPN. Ruky, Achmad S. 2006. Sistem Manajemen Kinerja, Publisher : Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2006. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung : PT. Refika Aditama. Mathis, Robert. L dan John H. Jackson. 2006. Human Resource Management : Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT. Salemba Empat.

Ngatemin, 2009. Pengaruh Komitmen Organisasi Dan Locus of Control terhadap hubungan antara Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kinerja Manajerial pada Badan Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. OEI, Istijanto, 2005. Riset Sumber Daya Manusia : Cara Praktis Mengukur Stres, Kepuasan Kerja, Komitmen, Loyalitas, Motivasi Keja Karyawan lainnya. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, April 2010. Parry, Linda, E and Wharton, Robert. 2006. Teaching and Learning in Internationalized MBA Program, Journal of The

29

Business Cambridge. Summer.

Vol.5.

Review, Num.1.

Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/14/PBI/2003 tentang Kewajiban Penyediaan Dana Pendidikan dan Pelatihan untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia Bank Perkreditan Rakyat. Prasetyo, Puji, 2002. Analisis Pengaruh Etika Kerja Islam Terhadap Kinerja Karyawan dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang), Jurnal riset akuntansi Indonesia ,Vol.5, No.1, Januari : 119-136 Reffiani, 2009. Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi Kerja, dan Gaya Kepemimpinan yang Diinteraksikan dengan Pengendalian Sikap Individu (Locus of Control) terhadap Prestasi Kerja pada Pusat Pelatihan Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Tesis Universitas Sumatera Utara Medan. Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi 10. Jakarta : PT. Indeks. Ruky, Achmad S. 2001. Sistem Manajemen Kinerja Jakarta : PT Gramedia : 2006. Built In Jurus Jitu

Mengembangkan Profesionalisme SDM, Remaja rosdakarya, Bandung. Simamora, Henry. 2004. Manajemen sumber Daya Manusia,Yogyakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Kesepuluh, CV Alfabeta : Bandung Tika, H. Moh. Pabundu. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Tohardi, Ahmad. 2002. Pemahaman Praktis Manajemen Sumberdaya Manusia. Bandung : Penerbit Mandar Maju. Usdek, Maharipa I Nengah, 2009. Pengaruh pendidikan formal, Pelatihan, Kompensasi dan Motivasi terhadap Kinerja Pegawai DPRD Provinsi Bali, Tesis, Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana, Denpasar. Wogonhurst, Carole, 2002. Develoving effective Training Program, The Journal of Research Administration. Volume XXXIII, Number II

Saydam, Gouzali, Training

30

You might also like