You are on page 1of 23

BAB I PENDAHULUAN Trauma kapitis merupakan penyebab utama kematian di berbagai negara di dunia, terutama pada kelompok usia

di bawah 40 tahun. Di USA diperkirakan 1,6 % dari seluruh kunjungan di unit gawat darurat adalah kasus trauma kapitis. Dijumpai 444 kasus baru setiap tahunnya per 100.000 penduduk. Secara keseluruhan setiap tahunnya diperkirakan sekitar 60.000 kematian diakibatkan trauma kapitis serta 70.00090.000 penderita akan mengalami gangguan neurologik permanen. Di negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan teknologi dan pembangunan, frekuensi trauma kapitis cenderung makin meningkat. Trauma kapitis berperan pada kematian akibat trauma, mengingat kepala merupakan bagian yang rentan dan sering terlibat dalam kecelakaan. Laki-laki 2 3 kali lebih sering dibandingkan wanita, terutama pada kelompok usia resiko tinggi (usia 15 24 tahun dan >75 tahun). Berdasarkan studi epidemiologi, kecelakaan sepeda motor dan violence-related injuries merupakan penyebab trauma kapitis yang paling sering.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Kepala Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose connective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.1 2.1.2. Tulang Tengkorak Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua bagian yaitu kranium (kalvaria) yang terdiri atas delapan tulang dan kerangka wajah yang terdiri atas empat belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas yang dikenal sebagai kubah tengkorak, licin pada permukaan luar dan pada permukaan dalam ditandai dengan gili-gili dan lekukan supaya dapat sesuai dengan otak dan pembuluh darah. Permukaan bawah dari rongga dikenal sebagai dasar tengkorak atau basis kranii. Dasar tengkorak ditembusi oleh banyak lubang supaya dapat dilalui oleh saraf dan pembuluh darah.2 2.1.3. Meningia3

2.1.1. Kulit Kepala

Lapisan Meningea Meningia merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang. Fungsi meningia yaitu melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil benturan atau getaran terdiri atas 3 lapisan, yaitu : a. Duramater (Lapisan sebelah luar)
2

Duramater adalah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat, dibagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak dan duramater propia di bagian dalam. Di dalam kanalis vertebralis kedua lapisan ini terpisah. Duramater pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah vena dari otak, rongga ini dinamakan sinus longitudinal superior yang terletak diantara kedua hemisfer otak. b. Arachnoid (Lapisan tengah) Arachnoid adalah membran impermeabel halus yang meliputi otak dan terletak diantara piamater di sebelah dalam dan duramater di sebelah luar. Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh potensial, disebut spatium subdural, dan dari piamater oleh spatium subarachnoideum, yang terisi oleh cairan serebrospinal. c. Piamater (Lapisan sebelah dalam) Piamater adalah membran vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membran ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri arteri yang masuk ke dalam substansi otak juga diliputi oleh piamater.3 2.1.4. Otak Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak terdiri dari otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), dan batang otak (Trunkus serebri). Besar otak orang dewasa kira-kira 1300 gram, 7/8 bagian berat terdiri dari otak besar.3

Otak
3

a. Otak besar (cerebrum)

Otak besar adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari dua hemispherium cerebri yang dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut corpus callosum. Setiap hemisfer terbentang dari os frontale sampai ke os occipitale, diatas fossa cranii anterior, media, dan posterior, diatas tentorium cerebelli. Hemisfer dipisahkan oleh sebuah celah dalam, yaitu fossa longitudinalis cerebri, tempat menonjolnya falx cerebri. Otak mempunyai 2 permukaan, permukaan atas dan permukaan bawah. Kedua lapisan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putih yang terdapat pada bagian dalam yang mengandung serabut saraf. Fungsi otak besar yaitu sebagai pusat berpikir (kepandaian), kecerdasan dan kehendak. Selain itu otak besar juga mengendalikan semua kegiatan yang disadari seperti bergerak, mendengar, melihat, berbicara, berpikir dan lain sebagainya.
b. Otak kecil (cerebellum)

Otak kecil terletak dibawah otak besar. Terdiri dari dua belahan yang dihubungkan oleh jembatan varol, yang menyampaikan rangsangan pada kedua belahan dan menyampaikan rangsangan dari bagian lain. Fungsi otak kecil adalah untuk mengatur keseimbangan tubuh serta mengkoordinasikan kerja otot ketika bergerak. c. Batang Otak (Trunkus serebri) Batang otak terdiri dari : 1. Diensefalon Bagian batang otak paling atas terdapat diantara serebellum dengan mesensefalon, kumpulan dari sel saraf yang terdapat dibagian depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap kesamping. Diensefalon ini berfungsi sebagai vasokonstriksi (memperkecil pembuluh darah), respiratorik (membantu proses pernafasan), mengontrol kegiatan refleks, dan membantu pekerjaan jantung. 2. Mesensefalon Atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang menonjol ke atas, dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua disebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior. Mesensefalon ini berfungsi sebagai pusat pergerakan mata, mengangkat kelopak mata, dan memutar mata. 3. Pons varoli Pons varoli merupakan bagian tengah batang otak dan arena itu memiliki jalur lintas naik dan turun seperti otak tengah. Selain itu terdapat banyak serabut yang
4

berjalan menyilang menghubungkan kedua lobus cerebellum dan menghubungkan cerebellum dengan korteks serebri. 4. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis. Medulla oblongata memiliki fungsi yang sama dengan diensefalon.3 2.1.5. Cairan Serebrospinal Cairan serebrospinal adalah hasil sekresi plexus khoroid. Cairan ini bersifat alkali, bening mirip plasma dengan tekanannya 60-140 mm air. Sirkulasi cairan serebrospinal yaitu cairan ini disalurkan oleh plexus khoroid ke dalam ventrikel-ventrikel yang ada di dalam otak. Cairan itu masuk ke dalam kanalis sentralis sumsum tulang belakang dan juga ke dalam ruang subaraknoid melalui celah-celah yang terdapat pada ventrikel keempat. Setelah itu cairan ini dapat melintasi ruangan di atas seluruh permukaan otak dan sumsum tulang belakang hingga akhirnya kembali ke sirkulasi vena melalui granulasi araknoid pada sinus sagitalis superior. Oleh karena susunan ini maka bagian saraf otak dan sumsum tulang belakang yang sangat halus terletak diantara dua lapisan cairan. Dengan adanya kedua bantalan air ini maka sistem persarafan terlindungi dengan baik. Cairan serebrospinal ini berfungsi sebagai buffer, melindungi otak dan sumsum tulang belakang dan menghantarkan makanan ke jaringan sistem persarafan pusat.1 2.2. 2.2.1. Trauma Kapitis Definisi Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak. Menurut Brain Injury Association of America, trauma kapitis adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.4 2.2.2. Patofisiologi Trauma Kapitis Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun otak itu sendiri. Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada tiga jenis keadaan yaitu, kepala diam dibentur benda yang bergerak, kepala yang bergerak

membentur benda yang diam, dan kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur oleh benda yang bergerak.5 Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada trauma kapitis diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi otak, pergeseran otak dan rotasi otak. Dalam mekanisme trauma kapitis dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup. Contre coup dan coup pada trauma kapitis dapat terjadi kapan saja pada orang orang yang mengalami percepatan pergerakan kepala. Trauma kapitis pada coup disebabkan hantaman otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. 5 Berdasarkan patofisiologinya trauma kapitis dibagi menjadi trauma kapitis primer dan trauma kapitis sekunder. Trauma kapitis primer merupakan cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian cedera, dan ini merupakan suatu fenomena mekanik. Cedera ini umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sakit dapat menjalani proses penyembuhan yang optimal.5 Trauma kapitis sekunder merupakan proses lanjutan dari trauma kapitis primer dan lebih merupakan fenomena metabolik. Pada penderita trauma kapitis berat, pencegahan trauma kapitis sekunder dapat mempengaruhi tingkat kesembuhan penderita. Penyebab trauma kapitis sekunder antara lain penyebab sistemik ( hipotensi, hipoksemia, hipo atau hiperkapnea, hipertermia, dan hiponatremia ) dan penyebab intrakranial ( tekanan intrakranial meningkat, hematoma, edema, pergeseran otak (brain shift), vasospasme, kejang, dan infeksi.5 2.2.3. Gejala Klinis Trauma Kapitis6 Gejala klinis trauma kapitis adalah seperti berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid) Hemotimpanum (perdarahan di daerah membran timpani telinga) Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung) Rhinorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari hidung) Otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga) 2.2.4. Tingkat Keparahan Trauma Kapitis dengan Skala Koma Glasgow (SKG) Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien trauma kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara kuantitatif pada setiap tingkat kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai adalah:

1. Proses membuka mata (Eye Opening) 2. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response) 3. Reaksi bicara (Best Verbal Response) Pemeriksaan tingkat keparahan trauma kapitis disimpulkan dalam suatu tabel Skala Koma Glasgow (SKG). Tabel Skala Koma Glasgow Eye Opening Mata terbuka dengan spontan Mata membuka setelah diperintah nyeri Tidak membuka mata Best Motor Response Menurut perintah Dapat melokalisir nyeri Menghindari nyeri Fleksi (dekortikasi) Ekstensi (decerebrasi) Tidak ada gerakan Best Verbal Response Menjawab pertanyaan dengan benar Salah menjawab pertanyaan Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya Tidak ada jawaban 4 3

Mata membuka setelah diberi rangsang 2 1

6 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1

Berdasarkan Skala Koma Glasgow, trauma kapitis dibagi atas: 1. Trauma Kapitis Ringan Trauma kapitis ringan adalah trauma kepala dengan SKG 14-15 dimana tidak dijumpai keadaan hilangnya kesadaran, pasien dapat mengeluh pusing dan nyeri kepala, pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala serta tidak adanya kriteria cedera sedang-berat. 6 2. Trauma Kapitis Sedang Trauma kapitis sedang adalah trauma kepala dengan SKG 9-13. Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana. Dapat

dijumpai konkusi, amnesia pasca-trauma, muntah, kejang serta tanda kemungkinan fraktur kranium (Battle sign, mata rabun, hemotimpanum, otorea, atau rinorea cairan serebrospinal).6 3. Trauma Kapitis Berat Trauma kapitis berat adalah trauma kepala dengan SKG 3-8 dimana terdapat penurunan derajat kesadaran secara progresif (koma). Pada keadaan ini dapat dijumpai tanda neurologis fokal, serta trauma kapitis penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium. Hampir 100% trauma kapitis berat dan 66% trauma kapitis sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada trauma kapitis berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan.6 2.2.5. 1. Perdarahan Intrakranial Perdarahan Epidural Perdarahan epidural adalah perdarahan antara tulang kranial dan dura mater, yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media.9 Kelainan ini pada fase awal tidak menunjukkan gejala atau tanda. Baru setetelah hematoma bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan peningkatan tekanan intrakranial. Penderita akan mengalami mual dan muntah diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor yaitu pupil ipsilateral melebar. Ciri khas hematoma epidural murni adalah terdapatnya interval bebas antara saat terjadinya trauma dan tanda pertama yang berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. Jika hematoma epidural disertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur. Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang semakin menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontralateral. Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari. 7 2. Perdarahan Subdural Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terletak diantara duramater dan serebrospinal. Perdarahan subdural merupakan perdarahan intrakranial yang paling sering terjadi. Karakteristik perdarahan subdural biasanya dibagi berdasarkan ukuran, lokasi dan lama kejadian. a. Perdarahan subdural akut Secara umum perdarahan subdural akut terjadi dibawah 72 jam dan biasanya pasien dalam keadaan koma. 85 % persen pasien yang koma memiliki gambaran

kontusio parenkim. Gejala klinis perdarahan subdural akut dapat berupa pusing, mual, bingung, perubahan kepribadian, penurunan kesadaran, sulit berbicara, dilatasi pupil ipsilateral dari hematoma, hemiparese kontralateral hematoma dan lemah anggota gerak. b. Perdarahan subdural subakut Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi dari hari ketiga hingga minggu ketiga setelah cedera. c. Perdarahan subdural kronis Perdarahan subdural kronis biasanya terjadi setelah 21 hari atau lebih. 25 hingga 50 persen dari pasien yang menderita perdarahan subdural kronis tidak memiliki riwayat trauma kepala, biasanya trauma kepala yang terjadi adalah trauma kepala ringan. Gejala klinis dari perdarahan ini dapat berupa penurunan kesadaran, pusing, kesulitan berjalan atau keseimbangan, disfungsi kognitif atau hilang ingatan, perubahan kepribadian, defisit motorik, kejang, dan inkontinensia. 8 3. Perdarahan Subserebrospinal Perdarahan subserebrospinal adalah ekstravasasi darah ke dalam rongga subaraknoid yang terdapat di antara lapisan piamater dan membran araknoid. Etiologi yang paling sering dari perdarahan subaraknoid non traumatik adalah pecahnya aneurisma intrakranial (berry aneurism). Gejala klinisnya biasanya tampak sepuluh hingga dua puluh hari setelah terjadinya ruptur. Gejala yang paling sering berupa sakit kepala, nyeri daerah orbital, diplopia, gangguan penglihatan, gangguan sensorik dan motorik, kejang, ptosis, disfasia.9 4. Perdarahan Intraventrikular Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan intraserebral. 10 5. Perdarahan Intraserebral Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak yang semakin lama semakin banyak dan menimbulkan tekanan pada jaringan otak sekitar. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan konfusi dan letargi. Gejala klinis biasanya timbul dengan cepat bergantung pada lokasi perdarahan. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala, nausea, muntah, letargi atau konfusi, kelemahan mendadak atau kebas pada wajah, tangan atau kaki yang biasanya pada satu sisi, hilangnya kesadaran, hilang penglihatan sementara, dan kejang.11
9

2.2.6. 1.

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain : Foto polos kepala Pemeriksaan ini untuk melihat pergeseran (displacement) fraktur tulang tengkorak, tetapi tidak dapat menentukan ada tidaknya perdarahan intrakranial. Fraktur pada tengkorak dapat berupa fraktur impresi ( depressed fracture), fraktur linear dan fraktur diastasis ( traumatic suture separation). Fraktur impresi biasanya disertai kerusakan jaringan otak dan pada foto terlihat sebagai garis atau dua garis sejajar dengan densitas tinggi pada tulang tengkorak. Fraktur linear harus dibedakan dari sutura dan pembuluh darah. Pada foto, fraktur ini terlihat sebagai garis radiolusen, paling sering di daerah parietal. Garis fraktur biasanya lebih radiolusen daripada pembuluh darah dan arahnya tidak teratur. Fraktur pada dasar tengkorak seringkali sukar dilihat. Adanya bayangan cairan (air-fluid level) dalam sinus sfenoid menunjukkan adanya fraktus basis cranii. Fraktur diastasis lebih sering pada anak-anak dan terkihat sebagai pelebaran sutura. 12

Fraktur Impresi 2. Tomografi Komputer kepala a. Indikasi tomografi komputer pada trauma kapitis

Fraktur Linear

Tomografi komputer adalah suatu alat foto yang membuat foto suatu objek dalam sudut 360 derajat melalui bidang datar dalam jumlah yang tidak terbatas. Bayangan foto akan direkonstruksi oleh komputer sehingga objek foto akan tampak

10

secara menyeluruh (luar dan dalam). Foto tomografi komputer akan tampak sebagai penampang-penampang melintang dari objeknya. Dengan tomografi komputer isi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma kapitis, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya. Indikasi pemeriksaan tomografi komputer pada kasus trauma kepala adalah seperti berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Bila secara klinis (penilaian SKG) didapatkan klasifikasi trauma kapitis sedang dan berat. Trauma kapitis ringan yang disertai fraktur tengkorak. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran. Sakit kepala yang hebat. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan otak. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral. Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat seluruh struktur anatomis kepala, dan merupakan alat yang paling baik untuk mengetahui, menentukan lokasi dan ukuran dari perdarahan intrakranial. 5 b. Interpretasi Gambaran Radiologis pada Perdarahan Trauma Kapitis 1. Perdarahan Epidural

Hematoma epidural didefinisikan sebagai perdarahan ke dalam ruang antara duramater, yang tidak dapat dipisahkan dari periosteum tengkorak dan tulang yang berdekatan. Hematoma epidural dapat terjadi secara intra kranial atau intra spinal dan dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan secara

11

klinis dan/atau kematian jika tidak di diagnosis dan di tatalaksana sesegera mungkin. Pada kenyataannya, hematoma epidural, dianggap sebagai kasus darurat bedah saraf. Hematoma epidural biasanya dapat dibedakan dari hematoma subdural dengan bentuk bikonveks dibandingkan dengan crescent-shape dari hematoma subdural. Selain itu, tidak seperti hematoma subdural, hematoma epidural biasanya tidak melewati sutura. Hematoma epidural sangat sulit dibedakan dengan hematoma subdural jika ukurannya kecil. Dengan bentuk bikonveks yang khas, elips, penampilan tomografi komputer hematoma epidural tergantung pada sumber perdarahan, waktu berlalu sejak cedera, dan tingkat keparahan perdarahan. Karena dibutuhkan diagnosis yang akurat dan perawatan yang cepat, diperlukan pemeriksaan tomografi komputer dengan cepat dan intervensi bedah saraf. Tomografi komputer adalah pemeriksaan pilihan dalam evaluasi kasus yang dicurigai hematoma epidural. Namun terkadang hematoma epidural sulit untuk dideteksi dengan tomografi komputer. 7 2. Perdarahan Subdural Hematoma subdural adalah 1 dari 3 jenis pendarahan intrakranial ekstraaksial dan biasanya terjadi sebagai akibat trauma. Cedera deselerasi sering menjadi penyebab dari perdarahan subdural yang disebabkan pecah pembuluh darah vena. Kemungkinan lain, seperti kekerasan pada anak dan dekompresi ventrikel juga dapat mengakibatkan perdarahan subdural. Pendarahan spontan dapat terjadi pada pasien yang menerima antikoagulan atau pasien dengan kondisi koagulopati. Kompresi dari sinus dural tidak secara langsung menyebabkan hematoma subdural, meskipun kompresi dapat mengakibatkan infark vena.8 Beberapa hematoma subdural tidak menimbulkan gejala klinis, sementara yang lain menimbulkan gejala sebagai akibat dari efek massa di otak. Beberapa hematoma dapat tumbuh cukup besar untuk menyebabkan herniasi jaringan otak. Sebelum tomografi komputer dan teknologi pencitraan magnetik (MRI), hematoma subdural didiagnosis hanya berdasarkan efek massa, yang digambarkan sebagai perpindahan dari pembuluh darah pada angiogram atau sebagai kalsifikasi kelenjar hipofisis pada radiografi tengkorak. Munculnya

12

tomografi komputer dan pencitraan resonansi magnetik telah membuat diagnosis rutin bahkan pada perdarahan kecil. Temuan tomografi komputer dalam hematoma subdural tergantung pada lamanya perdarahan (lihat gambar di bawah).8

Tomografi komputer menunjukkan pasien dengan hematoma subdural dari berbagai usia. Pasien ini memiliki tomografi komputer 1 minggu sebelumnya yang menunjukkan hematoma subdural kronis . Selama minggu berikutnya, kondisi klinis semakin menurun, kemudian ia pingsan sesaat sebelum gambar ini diperoleh. Darah abu-abu merupakan perdarahan subakut, sedangkan darah putih merupakan akut.8 Pada fase akut, hematoma subdural muncul berbentuk bulan sabit, ketika cukup besar, hematoma subdural menyebabkan pergeseran garis tengah.

13

Pergeseran dari gray matter-white matter junction merupakan tanda penting yang menunjukkan adanya lesi. Meskipun sering diberikan di masa lalu untuk membantu mendeteksi perpindahan pembuluh kortikal, media kontras tidak diperlukan dengan kemampuan scanner saat ini. Dalam kasus yang jarang, hematoma subdural kronis dapat mengeras dan menghasilkan penampilan yang tidak biasa yang bisa disalah artikan sebagai sebuah massa kalsifikasi. 8

Tidak seperti hematoma epidural, hematoma subdural tidak dibatasi oleh penarikan dural pada sutura, mereka bisa menyeberang garis sutura dan terus sepanjang falx dan tentorium (lihat gambar di bawah). Namun, mereka tidak melewati garis tengah karena refleksi meningeal.

14

Jika ditemukan hematoma subdural pada tomografi komputer, penting untuk memeriksa adanya cedera terkait lainnya, seperti patah tulang tengkorak (lihat gambar pertama di bawah), kontusio intraparenkimal, dan darah pada subaraknoid (lihat gambar kedua di bawah). Adanya cedera parenkim pada pasien dengan hematoma subdural adalah faktor yang paling penting dalam memprediksi hasil klinis mereka. 8

3.

Perdarahan Subaraknoid Pada tomografi komputer, perdarahan subaraknoid (SAH) terlihat

mengisi ruangan subaraknoid yang biasanya terlihat gelap dan terisi CSF di sekitar otak. Rongga subaraknoid yang biasanya hitam mungkin tampak putih di perdarahan akut. Temuan ini paling jelas terlihat dalam rongga subaraknoid yang besar. 9

15

Ketika tomografi komputer dilakukan beberapa hari atau minggu setelah perdarahan awal, temuan akan tampak lebih halus. Gambaran putih darah dan bekuan cenderung menurun, dan tampak sebagai abu-abu. 9 Sebagai tambahan dalam mendeteksi SAH, tomografi komputer berguna untuk melokalisir sumber perdarahan. Hal ini sangat penting dalam kasus-kasus aneurisma intrakranial ganda, yang terjadi pada 20% pasien. Lokalisasi SAH pada Tomografi komputer berkorelasi dengan lokasi dari pecahnya aneurisma. Kehadiran darah dalam celah interhemisfer anterior atau lobus frontal yang berdekatan menunjukkan pecahnya aneurisma arteri anterior. Bekuan fisura Sylvian berkorelasi dengan aneurisma arteri serebral tengah ipsilateral. Jika darah terdapat di fossa posterior, hal ini menunjukkan perdarahan dari aneurisma sirkulasi posterior. 9 4. Perdarahan Intraserebral Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan oleh trauma terhadap pembuluh darah, timbul hematoma intraparenkim dalam waktu -6 jam setelah terjadinya trauma. Hematoma ini bisa timbul pada area kontralateral trauma.

16

Pada tomografi komputer sesudah beberapa jam akan tampak daerah hematoma (hiperdens), dengan tepi yang tidak rata.13

Tomografi komputer angiography "spot sign" dapat digunakan untuk memprediksi pertumbuhan hematoma intraserebral. 13 5. Perdarahan Intraventrikular Sebelum ketersediaan ultrasonografi, tomografi komputer digunakan untuk diagnosis dan tindak lanjut. Tomografi komputer tidak lagi digunakan untuk diagnosis dan tindak lanjut mengingat keamanan dan efektivitas biaya sonografi.10

3.

Pencitraan Resonansi Magnetik Kepala Pencitraan resonansi magnetik merupakan salah satu cara pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran, khususnya radiologi yang menghasilkan gambaran potongan tubuh manusia dengan menggunakan medan magnet tanpa menggunakan sinar X.12 Tujuan dari pencitraan resonansi magnetik dalam evaluasi perdarahan intrakranial (ICH) adalah sebagai berikut:

17

a. Untuk melihat ada atau tidaknya darah b. Untuk mengetahui lokasi dan membedakan perdarahan (ekstra-aksial dibandingkan

intra-aksial): ekstra-aksial, untuk membedakan perdarahan subarachnoid (SAH), hematoma subdural (SDH), dan hematoma epidural (EDH), dan intra-aksial, untuk menemukan lokasi spesifik dari neuroanatomi
c. Untuk menentukan sudah berapa lama perdarahan terjadi d. Untuk mengetahui etiologi e. Untuk membantu penatalaksanaan perdarahan dan menentukan prognosis pasien14

Tabel Gambaran Perdarahan Intra Parenkim Berdasarkan Waktu Kesan Fase Hiperakut Akut Sub akut awal Sub akut akhir Kronik Waktu Hemoglobin, Lokasi < 24 h Oxyhemoglobin, intraseluler 1-3 d >3 d >7 d >14 d Deoxyhemoglobin, intraseluler Methemoglobin, intraseluler Methemoglobin, extraseluler Ferritin dan hemosiderin, extraseluler Perdarahan Intra Parenkim Berdasarkan Waktu 1. Perdarahan Hiperakut T1 Isointens atau hipointens Hipointens Hiperintens Hiperintens Hipointens T2 Hiperintens Hipointens Hipointens Hiperintens Hipointens

Pencitraan resonansi magnetik aksial menunjukkan hematoma hiperakut dalam kapsul eksternal yang tepat dan korteks insular pada pasien hipertensi. T1 aksial menunjukkan isointens untuk lesi hipointens di daerah temporoparietal kanan yang hiperintens pada T2 dan dengan kecenderungan tampak sebagai intensitas sinyal rendah karena darah pada gradien-echo (GRE). Sebuah lingkaran kecil edema vasogenik mengelilingi hematoma.14 2. Perdarahan Akut

18

Pencitraan resonansi magnetik menunjukkan hematoma akut pada daerah frontal kiri. T1 aksial dan T2 menunjukkan hematoma yang hipointens. Sebuah lingkaran kecil edema vasogenik mengelilingi hematoma terlihat di T2.14 3. Perdarahan Subakut Awal (Early Subacute Hemorrhage)

Pencitraan resonansi magnetik menunjukkan hematoma subakut awal di daerah oksipital kiri. Lesi terlihat hiperintens pada T1 dan hipointens pada T2 ditandai dengan kecenderungan disebabkan oleh hematoma pada gradien-echo (GRE). Hematoma intraventrikular juga terlihat jelas sebagai sinyal rendah pada GRE.14 4. Perdarahan Subakut Akhir (Late subacute hemorrhage)

Pencitraan resonansi magnetik menunjukkan perdarahan subakut akhir di kedua daerah thalamus pada pasien malaria cerebral. T1, T2, dan gradient-echo (GRE) menunjukkan hematoma hiperintens. T2 dan GRE menunjukkan lingkaran kecil hipointens yang disebabkan hemosiderin.14 5. Perdarahan Kronik

19

Pencitraan resonansi magnetik menunjukkan hematoma kronik sebagai space-occupying lesion pada fossa posterior kanan. Perdarahan terlihat sebagai gambaran hipointens di T1 dan T2. Hipointensitas diperjelas oleh efek darah pada GRE.14 4. Angiografi Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan pembuluh darah dengan menggunakan zat kontras. Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada pasien yang mengalami hemiparesis (kelumpuhan salah satu anggota tubuh) dengan kecurigaan adanya hematoma. Bila ada kelainan di dalam otak akan terlihat adanya pergeseran lokasi pembuluh darah. Pemeriksaan ini bermanfaat bila alat tomografi komputer tidak ada. Trauma kapitis pada angiografi terutama memperlihatkan adanya hematoma subdural dan hematoma epidural.12 Hematoma subdural menunjukkan pendesakan arteri dan vena berbentuk konveks sesuai dengan lengkung hemisfer serebri. Sesuai dengan lokalisasi perdarahan, akan tampak pendesakan arteri serebri anterior, arteri serebri media maupun deep vein. Kadang-kadang ditemukan lesi yang luas, tetapi pendesakan arteri serebri anterior, arteri serebri media dan vena serebri interna sangat sedikit (tidak seimbang), maka harus dilakukan angiografi sisi kontralateral karena kemungkinan adanya hematoma subdural di sisi kontralateral tersebut.12 Pada hematoma di daerah temporobasal atau lebih ke posterior, dilakukan juga posisi oblik dengan kepala miring ke sisi kontralateral dengan proyeksi sinar antero-posterior. Hematoma subdural yang kronis sesudah 2 atau 3 minggu disebut higroma, yang pada angiogram tampak gambaran bridging vein selain tanda-tanda desakan vaskular.12 Membedakan hematoma epidural dan hematoma subdural pada angiogram sering sulit. Jika arteri meningea media terdesak ke arah median (ke dalam), maka diagnosis hematoma epidural bisa ditegakkan. Jika hematoma epidural masuk ke dalam sinus venosus, maka sinus venosus ini akan terpisah dari tabula interna.12

20

Hematoma subdural di daerah parietal kiri (fase vena)

Hematoma epidural di daerah temporal kiri

BAB 3 KESIMPULAN 1. Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak. 2. 3. Berdasarkan Skala Koma Glasgow, trauma kapitis dibagi atas trauma kapitis ringan (SKG 14-15), sedang (SKG 9-13) dan berat (SKG 3-8). Trauma kapitis dapat menimbulkan perdarahan intrakranial berupa perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan subserebrospinal, perdarahan intraventrikular dan perdarahan intraserebral. 4. Pemeriksaan foto polos kepala digunakan untuk melihat pergeseran (displacement) fraktur tulang tengkorak, tetapi tidak dapat menentukan ada tidaknya perdarahan intrakranial.

21

5.

Pemeriksaan tomografi komputer (CT Scan) kepala sangat berguna pada trauma kapitis karena isi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma kapitis, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya.

6. 7.

Pemeriksaan pencitraan resonansi magnetik (MRI) digunakan untuk menemukan perdarahan subdural kronik yang tidak tampak pada tomografi komputer kepala. Pemeriksaan angiografi hanya dilakukan pada pasien yang mengalami hemiparesis dengan kecurigaan adanya hematoma. Pemeriksaan ini bermanfaat bila alat tomografi komputer tidak ada.

DAFTAR PUSTAKA 1. American College of Surgeons. Advance Trauma Life Support For Doctor. 7th ed. USA: First Impression; 2004 2. Pearce EC. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta; 2008. Diunduh dari: http://books.google.co.id/books? id=3ZyOm94xiCMC&pg=PP9&dq=anatomi+fisiologi+untuk+siswa+perawat&hl=id&sa= X&ei=gsF2T_7OAYfWrQf9xc25DQ&ved=0CDYQ6AEwAQ#v=onepage&q&f=true. [25 Maret 2012] 3.
4.

Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke -6. Jakarta: EGC; 2006. Faul M., Xu L., Wald MM,. Coronado VG. Traumatic brain injury in the United States: emergency department visits, hospitalizations, and deaths. Centers for Disease Control and

22

Prevention, National Center for Injury Prevention and Control; 2006. Diunduh dari: http://www.cdc.gov/traumaticbraininjury/pdf/blue_book.pdf [26 Maret 2012] 5. 6. Irwan O. Trauma kapitis. Universitas Riau; 2006. Diunduh dari:

http://www.yayanakhyar.co.nr. [25 Maret 2012].


Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani WI., SetiowulanW. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius; 2000

7.

Douglas KM. Imaging in Epidural Hematoma. USA: Medscape; 2011. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/340527. [25 Maret 2012]

8.

Andrew LW. Imaging in Subdural Hematoma. USA: Medscape; 2011. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/344482. [25 Maret 2012]

9.

Abner Gershon. Imaging in Subarachnoid Hematoma. USA: Medscape; 2011. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/344342 [25 Maret 2012]

10. David J., Ted R. Periventricular Hemorrhage- Intraventricular Hemorrhage. USA: Medscape; 2010. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/976654 [26 Maret 2012] 11. Mayfield Clinic and Spine Institute. Intracerebral Hemorrhage. USA: Mayfield Clinic; 2009. Diunduh dari: http://www.mayfieldclinic.com/PE-ICH.HTM [28 Maret 2012] 12. Rasad S. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2005 13. David J., Ted R. Intracaranial Hemorrhage Workup. USA: Medscape; 2011. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/1163977-workup [26 Maret 2012] 14. Ashtekar JL. Naul LG. Intracranial Hemorrhage Evaluation with MRI. USA: Medscape; 2011. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/344973-overview [25 Maret 2012]

23

You might also like