You are on page 1of 70

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Kesenian Riau adalah merupakan kesenian yang terdapat di wilayah Riau. Salah satu kesenian nusantara ini paling kental dengan budaya Melayu, sehingga layak kiranya jika kesenian Riau disebut sebagai pusat budaya Melayu dunia, dan menjadi tujuan utama pelacakan sumber budaya Melayu. Letak geografis Riau sebagai markas besar dari kesenian Riau yang berada pada jantung perlintasan bahari membuat wilayah ini telah ramai dikunjungi masyarakat asing sejak zaman dulu. Kondisi ini bisa disikapi sebagai beban sekaligus berkah. Di satu sisi, Riau menjadi ladang perhimpunan berbagai potensi kesenian dengan pengaruh budaya asing, dan di sisi lain muncul pula potensi korosi terhadap nilai-nilai budaya setempat oleh budaya asing yang kurang selaras. Dari zaman ke zaman, budaya Melayu dengan ciri sosiologis semacam itu, telah menjadi sistem scanning dalam interaksi antarbudaya yang saling berakulturasi. Dalam perkembangannya, kesenian Riau adalah bagian dari nilai keindahan yang tertata apik namun tak lepas dari tuntunan nilai norma Melayu yang bercorak Islam. Riau sangat kaya dengan ragam bentuk kesenian, baik seni pertunjukan seperti teater, tari, musik, dan nyanyian; maupun sastra. Dalam perkembangannya, kesenian Riau tersebut memiliki kaitan erat dengan kegiatan adat, tradisi, maupun keagamaan yang terwarisi turun temurun. Pulau Sumatera memang satu-satunya pulau di Indonesia yang masih kental memiliki kesenian bernuansa melayu. Nuansa melayu nyatanya bukan hanya dimiliki oleh kesenian Riau, kesenian di daerah lain yang masih berada di wilayah Sumatera pun memiliki nuansa yang sama. Maka janganlah heran jika ada beberapa bagian dari kesenian Riau yang mengingatkan kita akan kebudayaan melayu yang cukup kental. Sebagai salah satu kesenian yang dimiliki oleh Indonesia, kesenian Riau berbeda dengan kesenian yang dimiliki oleh wilayah Indonesia lainnya. Hal yang membedakan adalah tentu saja nuansa melayu yang sangat kental. Jika mau melihat ke belakang, sejarah atau identitas bangsa Indonesia sesungguhnya memang tidak jauh dari kebudayaan melayu. Rumpun bahasa yang kita pakai sehari-hari pun merupakan rumpun bahasa melayu. Pengaruh melayu masih sangat kental terasa di sepanjang

Pulau Sumatera. Tidak mengherankan jika kesenian Riau yang memang berada di Pulau Sumatera memiliki nuansa melayu yang cukup kental. Pengaruh kebudayan rumpun melayu yang ada di kawasan Pulau Sumatera memang tidak bisa dihindari. Kebiasaan dan kehidupan masyarakat yang memang tinggal di kawasan Sumatera itulah yang melatarbelakangi kesenian khas Pulau Sumatera, salah satunya kesenian Riau. 2. Rumusan Masalah Masalah yang dapat ditarik dari pembahasan ini adalah bagaimana Seni, Asitektur Melayu dan Filosofi 3. Tujuan Tujuan dalam penulisan Makalah ini adalah untuk membahas mengenai Seni, Asitektur Melayu dan Filosofi 4. Metode Penulisan Metode yang digunakan penulis dalam penulisan makalah ini adalah browsing internet

BAB II PEMBAHASAN / ISI

Kesenian Melayu Kesenian Melayu didefinisikan sebagai hal-hal yang menyangkut hasil olah rasa dan raga orang Melayu dalam mengekspresikan bentuk-bentuk hasil proses penghayatan yang indah, menyenangkan dan bisa memberi kepuasan baik kepada pribadi penciptanya maupun kepada para penikmat. Keseniam Melayu terbagi dalam aspek seni gerak, warna, bunyi atau kombinasi dari semua aspek tersebut. Kesenian Melayu diciptakan oleh masyarakat Melayu dan menjadi hak miliki baik secara pribadi maupun bersama-sama. Secara singkat Kesenian Melayu bisa didefinisikan sebagai representasi dari budaya Melayu. Sebagai masyarakat yang mayoritas beragama Islam, kesenian Melayu dianggap sebagai salah satu bentuk untuk mengekspresikan pemujaan kepada Allah Swt. Dengan demikian, kesenian Melayu sedapat-dapatnya tidak membawa kejelekan, kerusakan apalagi yang haram dalam pandangan agama. Kesenian Melayu adalah perihal keahlian orang Melayu dalam mengekspresikan ide-ide estetika, sehingga menghasilkan benda, suasana, atau karya lainnya yang menimbulkan rasa indah dan decak kagum. Kesenian ini diciptakan sendiri oleh masyarakat Melayu dan menjadi milik mereka secara bersama. Oleh sebab itu, kesenian Melayu merupakan representasi budaya Melayu. Bisa dikatakan pula bahwa, kesenian Melayu ini merupakan bagian dari usaha orang Melayu untuk merespons, memahami, menafsirkan dan menjawab permasalahan yang mereka hadapi. Yang membedakan kesenian Melayu dari kesenian lainnya adalah latar belakang tradisi dan sistem budaya yang melahirkan kesenian tersebut. Latar belakang tradisi dan sistem budaya berkaitan dengan pengetahuan, gagasan, kepercayaan, nilai, norma dan lain-lain. Karena tradisi dan sistem budaya Melayu berbeda dengan sistem budaya lain, misalnya Jawa, maka pola ekspresi, tujuan dan falsafah nilai dalam kesenian Melayu juga berbeda dengan kesenian Jawa. Dalam pengertian ini, kesenian tidak hanya sebagai ekspresi keindahan, tapi juga sebagai media penyampai pesan. Ide-ide estetika dan pesan budaya di atas terwujud dalam seni tari, seni musik, seni tenun, seni ukir, seni lukis, seni bela diri, seni teater dan permainan rakyat. Masing-masing bagian dikategorisasi lagi berdasarkan fase historis dan profanitas. Berdasarkan fase historis, kesenian Melayu terbagi dua: tradisional dan kontemporer; berdasarkan profanitas, kesenian ini juga terbagi dua: sakral dan profan.

1.

Seni Tari.

Seni Tari adalah gerak indah dan berirama yang mengandung dua unsur penting: gerak dan irama. Gerak merupakan gejala primer dan juga bentuk spontan dari kehendak yang terdapat di dalam jiwa; sementara irama adalah bunyi teratur yang mengiringi gerak tersebut. Gerak tarian biasanya diinspirasikan dari pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, gerak ini memiliki muatan emosional yang tinggi. Selain gerak dan bunyi, sebuah tarian terkadang diiringi pula dengan nyanyian yang sesuai dengan makna dan tujuan tarian itu. Tarian yang berkembang dalam kebudayaan Melayu mengandung aspek gerak, irama dan nyanyian ini, biasanya dipertunjukkan dalam upacara adat, upacara ritual, keberhasilan panen, menyambut tamu-tamu penting ataupun sekedar untuk mempererat pergaulan dan meramaikan peristiwa penting, seperti pesta pernikahan. Dalam portal ini, seni tari Melayu dibagi menjadi dua, berdasarkan fase historis dan profanitas. Berdasarkan kategori pertama, ada tari tradisional-klasik dan modernkontemporer; berdasarkan kategori kedua, ada tari ritual-keagamaan dan tari biasa. 1. Tari Klasik / Tradisional.

Tari Zapin.

Tarian Zapin merupakan salah satu dari beberapa jenis tarian Melayu yang masih eksis sampai sekarang. Tarian ini diinspirasikan oleh keturunan Arab yang berasal dari Yaman. Menurut sejarah, tarian Zapin pada mulanya merupakan tarian hiburan di kalangan raja-raja di istana setelah dibawa dari Yaman oleh para pedagang-pedagang di awal abad ke-16. Masyarakat Melayu termasuk seniman dan budayawannya memiliki daya kreasi yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan kreasi tari Zapin yang identik dengan budaya Melayu maupun dalam hal berpantun. Seniman dan budayawannya mampu membuat seni tradisinya, tidak mandek tapi penuh dinamika yang selalu dapat diterima dalam setiap keadaan. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan. Musik pengiring tari zapin terdiri dari dua alat utama, yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas. Menurut versi lain tari ini diiringi oleh musik ensemble yang terdiri dari pemain marwas, gendang, suling, biola, akordion, dumbuk, harmonium, dan vokal. Sebelum tahun 1960, zapin hanya ditarikan oleh penari laki-laki. Namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan. Tari Zapin sangat banyak ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak dasar zapin-nya sama, ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan barat Sumatera, Semenanjung Malaysia, kepulauan Riau, pesisir Kalimantan dan Brunei Darussalam.

Di nusantara, zapin dikenal dalam 2 jenis, yaitu zapin Arab yang mengalami perubahan secara lamban, dan masih dipertahankan oleh masyarakat turunan Arab. Jenis kedua adalah zapin Melayu yang ditumbuhkan oleh para ahli lokal, dan disesuaikan dengan lingkungan masyarakatnya. Kalau zapin Arab hanya dikenal satu gaya saja, maka zapin Melayu sangat beragam dalam gayanya. Begitu pula sebutan untuk tari tersebut tergantung dari bahasa atau dialek lokal di mana dia tumbuh dan berkembang. Sebutan zapin umumnya dijumpai di Sumatera Utara dan Riau, sedangkan di Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu menyebutnya dana. Julukan bedana terdapat di Lampung, sedangkan di Jawa umumnya menyebut zafin. Masyarakat Kalimantan cenderung memberi nama jepin, di Sulawesi disebut jippeng, dan di Maluku lebih akrab mengenal dengan nama jepen. Sementara di Nusatenggara dikenal dengan julukan dana-dani. Joged Dangkung.

Nama joged dangkung konon berasal dari bunyi-bunyian yang keluar dari alat musik pengiring tarian yaitu: gendang yang berbunyi dang dan gong yang berbunyi gung. Lepas dari itu, katanya juga, kesenian yang memadukan unsur tari, musik, dan nyanyi yang tumbuh subur di perkampungan nelayan ini dikenal sejak abad ke-17, dengan nama Joged Tandak atau Joged Lambak. Seni tari dengan iringan musik dan nyanyian ini tersebar di daerah Tembeling, Moro, Mantang, Pulau Panjang, dan Batam. Lagu-lagu yang dimainkan adalah; Betabik, Dondang Sayang, Serampang Lau, tanjung Katung, Johor Siput Kelapa, Gunung Banang, Tandak Udang Gantung, Jambu Merah, Tanjung Balai dan Gule Batu. Tariannya meliputi tarian pembukaan (betabik), tari gembira (rancak), tari lembut dan tari penutup. Jumlah pemainnya terdiri atas 48 penari, 3 orang pemusik dan seorang penyanyi. Dahulu, setiap penari sekaligus penyanyi, tetapi sekarang jarang sekali orang bisa menari dan sekaligus bisa menyanyi. Kesenian ini biasanya dipergelarkan atau dipentaskan pada malam hari, sekitar pukul 20.000 WIB sampai dengan tengah malam. Sedangkan saat-saat pementasannya, biasanya ketika ada upacara di lingkaran hidup individu (perkawinan dan khitanan), sengaja mengadakan pertunjukan keliling (sekarang tidak pernah ada lagi), dan mengisi acara suatu peringatan agar menjadi lebih semarak. Misalnya, peringatan hari-hari besar agama (Islam), hari-hari besar nasional Indonesia (terutama hari kemerdekaan Indonesia), atau event-event khusus lainnya. Peralatan musik yang mengiringinya antara lain gendang (tambur), biola dan gong. Sedangkan pakaian yang dikenakan oleh para penarinya adalah baju kebaya pendek dengan bawahan sarung atau kain batik. Urutan pementasannya adalah sebagai berikut: pertama, adalah semacam pemberitahuan kepada para penunggu setempat yang berupa makhluk halus agar
5

pertunjukan berjalan sebagaimana mestinya. Babak ini sering disebut dengan buka tanah. Kedua, pelantunan lagu dan tarian bertabik (suatu tarian yang bermakna ucapan selamat datang). Ketiga, pelantunan lagu Dondang Sayang, kemudian disusul lagu-lagu sesuai dengan permintaan penandak berjudul Tanjung Katung. Dan keempat, pelantunan lagu yang berjudul Cik Cilik yang sekaligus penutup pertunjukan. Tari Dabus.

Dabus adalah kesenian yang mempertunjukkan kemampuan manusia luar biasa, seperti kebal terhadap senjata tajam, api, atau minum air keras dan lain-lain. Menurut catatan sejarah, dabus ini sebenarnya ada hubungan dengan tarikat Rifaiah yang dibawa oleh Nurrudin ar-Raniry ke Aceh pada tahun 1637 M. Dabus ini pada awalnya bukanlah sebuah tarian, melainkan salah satu jenis seni bela diri. Oleh karena itu, tarian ini dikenal juga dengan tarian kepahlawanan, karena memperlihatkan keluarbiasaan dalam pertunjukannya. Tarian ini hingga sekarang masih berkembang di daerah yang berkebudayaan Melayu. Dalam sejarah kesenian Melayu, dabus tidak sekedar hiburan semata, tetapi juga sebagai kontribusi untuk mempertahankan kedaulatan serta mengangkat martabat suatu bangsa, seperti yang pernah terjadi di Perak, Malaysia pada masa penjajahan Belanda (1680-1690). Pada waktu itu, ada pahlawan Melayu, bergelar Panglima Kulop Mentok yang sangat membenci penjajah Belanda. Ia menyerang tentara-tentara Belanda dengan menggunakan ilmu dabus, sehingga banyak tentara Belanda yang tewas. Karena kalah, tentara Belanda yang masih hidup akhirnya melarikan diri dan meninggalkan daerah yang direbut oleh Panglima Kulop Mentok tersebut. Namun, dalam konteks kekinian, dabus ini hanya bertujuan untuk hiburan. Tarian dengan semangat kepahlawanan ini dijadikan sebagai simbol-simbol keberanian yang banyak digemari oleh masyarakat ramai. Konon, tarian dabus diperkenalkan oleh pengikut Sayidina Ali (kaum Syiah) yang dipersembahkan untuk memperlihatkan kehebatan dan kekebalan orang Syiah dalam suasana perang agar pihak lawan tidak berani mengganggu mereka. Kesenian ini pernah berkembang di Aceh dengan sebutan daboh melalui pedagang Arab yang datang ke daerah ini, kemudian menyebar ke seluruh nusantara, di antaranya Banten dengan sebutan debus, Bugis dan Perak (Malaysia) dengan sebutan dabus. Perbedaan ini hanya pada sebutan (dialek) bahasa, tidak pada substansinya, yaitu tarian yang memperagakan bahwa para penari itu kebal dengan senjata tajam atau api, dan lain-lain. Dari Aceh, sekitar tahun 1600 M, dua orang pedagang dari Batu Bahara, bergelar Nakhoda Lembang dan Nakhoda Topah merantau ke Perak dan tinggal di daerah Telaga Nenas, Sitiawan. Selama berada di daerah ini, mereka selalu berlatih dengan memainkan dabus pada malam hari, sehingga menarik perhatian penduduk setempat, lalu dabus dipelajari dan dikembangkan di sana. Setelah itu, mereka pindah ke daerah Pasir Panjang Laut, Bagan Datoh dan Kuala Selangor. Di setiap daerah tersebut mereka sempat mengajari penduduk setempat, sehingga tarian dabus ini
6

berkembang dengan pesat sampai sekarang. Tarian ini sebenarnya gabungan dari tiga jenis seni: nyanyian, tarian dan pertunjukan keberanian yang dilakukan para penari dengan menusukkan anak dabus atau senjata tajam di tubuh mereka. Salah satu ciri khas tarian dabus adalah, setiap penari harus menggunakan sejenis senjata tajam yang disebut anak dabus, keris, kapak dan pisau belati. Selain itu, ada pula peralatan lain seperti batu giling, tali, api dan lain-lain. Bila para penari ini tidak menggunakannya, maka tarian tersebut tidak bisa dikatakan tarian dabus, karena ciri khas tarian ini adalah penggunaan jenis senjata tajam tersebut. Di samping itu, ada beberapa bahan yang disediakan sebelum pertunjukan dimulai, antara lain: bertih, beras kunyit dan beras biasa. Selain itu, disediakan pula air pemulih yang digunakan oleh khalifah untuk memulai pertunjukan dan memulihkan pemain dari berbagai gangguan. Jumlah pemain tarian dabus lebih kurang 22 orang, terdiri dari penari dan pemain alat musik. Salah satu di antara mereka ditunjuk sebagai pemimpin yang disebut khalifah. Khalifah ini bertanggung jawab atas keselamatan para pemain lainnya dari berbagai gangguan yang dapat mengganggu kelancaran pertunjukan, seperti gangguan makhluk halus dan orang-orang yang sengaja menguji kekebalan para pemain. Sebelum tarian dimulai, khalifah akan mengasapi dan memercikkan air ke setiap pemain, baik penari, pemain alat musik, atau anak dabus, keris, kapak, pisau belati dan areal pementasan. Selain itu, khalifah juga bertanggung jawab untuk memulihkan penari yang tidak sadarkan diri, atau yang terluka akibat tusukan anak dabus dan senjata lainnya. Dalam permainan dabus, terdapat beberapa pantangan yang harus dipatuhi, yaitu (1) areal pentas pertunjukan harus bersih, para pemain juga harus bersih dan suci, (2) para pemain tidak boleh berbicara kotor dan tidak memendam rasa permusuhan antara mereka, dan (3) anak dabus harus dipelihara supaya tidak dilangkahi oleh para pemain dan tidak boleh pula jatuh atau tertancap ke tanah. Serampang Duabelas Tari Tradisional Melayu Kesultanan Serdang, Sumatra Utara.

Asal-usul

Tari Serampang Duabelas merupakan tarian tradisional Melayu yang berkembang di bawah Kesultanan Serdang. Tarian ini diciptakan oleh Sauti pada tahun 1940-an dan digubah ulang oleh penciptanya antara tahun 1950-1960. Sebelum bernama Serampang Duabelas, tarian ini bernama Tari Pulau Sari, sesuai dengan judul lagu yang mengiringi tarian ini, yaitu lagu Pulau Sari Sedikitnya ada dua alasan mengapa nama Tari Pulau Sari diganti Serampang Duabelas. Pertama, nama Pulau Sari kurang tepat karena tarian ini bertempo cepat (quick step). Menurut Tengku Mira Sinar, nama tarian yang diawali kata pulau biasanya bertempo rumba, seperti
7

Tari Pulau Kampai dan Tari Pulau Putri. Sedangkan Tari Serampang Duabelas memiliki gerakan bertempo cepat seperti Tari Serampang Laut. Berdasarkan hal tersebut, Tari Pulau Sari lebih tepat disebut Tari Serampang Duabelas. Nama duabelas sendiri berarti tarian dengan gerakan tercepat di antara lagu yang bernama serampang. Kedua, penamaan Tari Serampang Duabelas merujuk pada ragam gerak tarinya yang berjumlah 12, yaitu: pertemuan pertama, cinta meresap, memendam cinta, menggila mabuk kepayang, isyarat tanda cinta, balasan isyarat, menduga, masih belum percaya, jawaban, pinang-meminang, mengantar pengantin, dan pertemuan kasih. Penjelasan tentang ragam gerak Tari Serampang Duabelas akan dibahas kemudian. Menurut Tengku Mira Sinar, tarian ini merupakan hasil perpaduan gerak antara tarian Portugis dan Melayu Serdang. Pengaruh Portugis tersebut dapat dilihat pada keindahan gerak tarinya dan kedinamisan irama musik pengiringnya. Seni Budaya Portugis memang mempengaruhi bangsa Melayu, terlihat dari gerak tari tradisionalnya (Folklore) dan irama musik tari yang dinamis, dapat kita lihat dari tarian Serampang XII yang iramanya tari lagu dua. Namun kecepatannya (2/4) digandakan, gerakan kaki yang melompat-lompat dan lenggok badan serta tangan yang lincah persis seperti tarian Portugis. Sebagai seorang penari tentu saya takjub dengan adanya kaitan budaya antara kedua negara ini, dan sebagai puteri Melayu Serdang, dalam khayalan saya bayangkan ketika guru Sauti menari di hadapan Sultan Sulaiman di Istana Kota Galuh Perbaungan. Sungguh betapa cerdas beliau dengan imajinasinya menggabungkan gerak tari Portugis dan Melayu Serdang, sehingga tercipta tari Serampang XII yang terkenal di seluruh dunia itu. Tari Serampang Duabelas berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang muncul sejak pandangan pertama dan diakhiri dengan pernikahan yang direstui oleh kedua orang tua sang dara dan teruna. Oleh karena menceritakan proses bertemunya dua hati tersebut, maka tarian ini biasanya dimainkan secara berpasangan, laki-laki dan perempuan. Serampang Duabelas tidak hanya berkembang dan dikenal oleh masyarakat di wilayah Kesultanan Serdang, tetapi juga menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, seperti Riau, Jambi, Kalimantan, Sulawesi, bahkan sampai ke Maluku. Bahkan, tarian ini sering dipentaskan di manca negara, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong .. Tari Pelipur Lara: Tari Tradisional Melayu dari Sumatra Utara.

Tari Pelipur Lara adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Sumatra Utara. Sesuai dengan namanya, Tari Pelipur Lara mempunyai karakter riang yang menggambarkan pergaulan di antara para pemuda maupun pemudi.

1. Asal-usul Tari Pelipur Lara atau Tari Anak Lara merupakan tarian dengan jenis tempo joget. Ragam tarian ini hampir sama dengan Tari Lagu Dua dan Tari Melenggok. Gerakan dan langkah dari ketiga tarian ini serupa, baik gerakan kaki maupun tangan menggunakan langkah dua. Tarian ini menggambarkan kegembiraan muda-mudi dalam pergaulan mereka. Suasana dalam tarian ini adalah suasana riang dan penuh sendau-gurau. Suasana seperti ini terlihat pada gerakan saling mengejar di antara para penari, terutama pada ragam dua dan ragam empat. Tari Melenggok (Hitam Manis): Tari Tradisional Melayu Serdang.

Tari melenggok atau yang disebut juga dengan tari hitam manis adalah salah satu tarian tradisional Melayu Serdang, Sumatra Utara. Tarian ini berkisah tentang sepasang anak muda yang sedang memadu kasih. 1. Asal-usul Tari melenggok atau yang dikenal juga dengan sebutan tari hitam manis merupakan kesenian tari Melayu yang hingga kini masih terus dipentaskan dalam acara-acara adat di kawasan Melayu serumpun, termasuk di Kesultanan Serdang, Sumatra Utara, khususnya ketika perayaan perkawinan adat Melayu. Tari ini sering ditarikan sebagai hiburan sekaligus visualisasi kisah cinta sepasang manusia (Tengku Mira Sinar, ed., 2009). Tari ini diciptakan sebagai gambaran dua anak muda yang sedang dilanda asmara. Secara umum, tari melengggok atau hitam manis memiliki kemiripan dengan tari Lagu Dua. Hanya saja, ada beberapa tambahan gerak, seperti gerakan ajuk-mengajuk yang menggambarkan dua orang muda-mudi yang saling tertarik sedang saling berbicara dengan berbisik untuk mengetahui isi hati masing-masing (Sinar, 2009). Oleh karena itu, tari ini lekat sebagai tari kasih sayang khas Melayu (Haji Tengku M. Lah Husny, 2001). Tari Rangguk (Jambi).

1. Asal-usul Jambi adalah salah satu provinsi yang tergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Di sana ada sukubangsa yang disebut sebagai Kerinci. Mereka mendiami salah satu kabupaten yang tergabung dalam provinsi Jambi yang namanya sama dengan sukubangsa tersebut, yaitu Kabupaten Kerinci. Melalatoa (1995:402) menyebutkan bahwa mereka adalah keturunan bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) karena banyak persamaannya dengan ciri-ciri manusia tipe mongoloid, yaitu tubuh relatif pendek dari rata-rata ukuran tubuh sukubangsa lainnya di Jambi. Kemudian, rambut lurus, kulit putih, dan mata agak sipit.

Di kalangan orang Kerinci ada satu tarian yang disebut sebagai rangguk. Rangguk adalah dialek orang Kerinci Hulu. Orang Sungai Penuh menyebutnya ranggok, sedangkan orang Pulau Tengah menyebutnya rangguek. Adanya berbagai dialek itu akhirnya memunculkan beberapa pendapat mengenai kata rangguk. Pendapat pertama mengatakan bahwa kata rangguk berarti tari karena dalam bahasa Kerinci Hulu kata merangguk berarti menari. Misalnya, rangguk dua belas berarti tari dua belas, rangguk rabbieih berarti tari rabbieih, dan rangguk ayak berarti tari ayak. Sedangkan, pendapat lainnya mengatakan bahwa kata rangguk adalah gabungan dari kata uhang yang berarti orang dan nganggok yang berarti mengangguk. Dalam perkembangan selanjutnya kata uhang nganggok berubah menjadi ranggok. Pendapat ini didasarkan pada kebiasaan penduduk di Kerinci, terutama di Sungai Penuh yang sering memperpendek dua atau tiga kata menjadi satu kata. Lepas dari berbagai dialek itu, yang jelas asal-usul tarian yang disebut sebagai rangguk ini ada kaitannya dengan seorang ulama yang berasal dari Dusun Cupak Kerinci. Konon, di sekitar awal abad ke-19 ulama tersebut pergi ke tanah suci (Mekah). Kepergiannya itu tidak hanya sematamata untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima (ibadah haji), tetapi sekaligus memperdalam pengetahuan tentang agamanya (Islam). Al kisah, di tanah suci Sang ulama tertarik pada salah satu kesenian yang ada di sana, yaitu rebana yang ketika itu sangat disukai oleh para remaja Arab, khususnya para laki-lakinya (pemudanya). Untuk itu, Beliau berusaha untuk mempelajarinya. Jadi, bukan hanya menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama saja, tetapi juga mempelajari salah satu kesenian yang ada di sana. . Sepulangnya dari Mekkah, Beliau melakukan dakwah (menyebarkan agama Islam) ke berbagai tempat di daerah Kerinci. Namun, yang dilakukan tidak membuahkan hasil. Masyarakat, terutama para pemudanya, tidak tertarik akan dakwahnya. Malahan, mereka semakin tenggelam dalam perbuatan-perbuatan yang justeru dilarang oleh agama, seperti judi, minum-minuman keras (tuak) dan sabung ayam. Melihat kenyataan bahwa apa yang dilakukan tidak membuahkan hasil, maka Sang ulama merubah taktik penyampaian dakwahnya. Beliau menggabungkan silat Melayu yang disukai oleh para pemuda dengan rebana yang berasal dari Arab. Dengan cara demikian, sedikit-demi sedikit para pemuda menjadi tertarik, dan sedikit demi sedikit pula Beliau, melalui rebana, menyelipkan ajaran-ajaran agama Islam, khususnya kepada para pemuda dan warga Dusun Cupak. Jadi, sambil menunggu para pemuda berkumpul untuk belajar silat Melayu, Beliau melantunkan pantun yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT dan para Rasul-Nya sambil menabuh rebana dan mengangguk-anggukan kepalanya. Dari sinilah kemudian melahirkan satu kesenian yang disebut sebagai rangguk.

10

Setelah Sang Ulama wafat, kebiasaan bersenandung sambil berpantun dengan diiringi rebana tetap dilakukan oleh masyarakat Cupak. Namun, antara rebana dan silat Melayu sudah menjadi dua jenis kesenian yang berbeda. Dalam hal ini silat Melayu tetap sebagai silat Melayu, sedangkan rebana menjadi satu jenis kesenian baru yang disebut sebagai tari rangguk, karena dengan duduk secara melingkar, para pemainnya akan menabuh rebana sambil menganggukanggukkan kepalanya. Tari Lenggok Mak Inang: Tari Tradisional Melayu Sumatra Utara.

Tari Lenggok Mak Inang merupakan salah satu tari tradisional Melayu dari Sumatra Utara. Jumlah penari dalam tarian ini ada dua orang, yakni laki-laki dan perempuan. Tari Lenggok Mak Inang menceritakan pertemuan antara bujang dan dara, perjalinan kasih mereka, hingga akhirnya pasangan itu melangsungkan pernikahan. 1. Asal-usul Tari Lenggok Mak Inang merupakan tarian dasar dalam tradisi di masyarakat Melayu. Seiring dengan perkembangan zaman, tarian ini telah mengalami perubahan, namun beberapa gerakan dasar tarian masih dipertahankan. Hal ini demi menjaga maksud dan pesan yang ingin disampaikan. Tari Lenggok Mak Inang menggunakan tempo sedang, yaitu 2/4. Tempo ini disebut tempo rumba atau mambo yang di kalangan orang-orang Melayu disebut tempo Mak Inang. Tari Lenggok Mak Inang terdiri dari empat ragam di mana setiap ragam terdiri dari 8x8. Tiap-tiap ragam dibagi menjadi dua bagian, yang masing-masing bagian 4x8. Bagian kedua dari ragam-ragam tersebut merupakan pengulangan bagian pertama. Masyarakat Melayu di Sumatra Utara biasanya mementaskan tarian ini dalam berbagai upacara dan acara-acara yang melibatkan banyak orang. Bagi masyarakat Melayu menyelenggarakan kenduri besar atau pesta panen setelah menuai padi menjadi suatu budaya yang berkesinambungan. Acara ini menjadi ajang berkumpul semua orang kampung, termasuk juga lajang dan dara yang sedang dalam proses mencari pasangan hidup (Tengku Mira Sinar, ed. 2009: 15). Proses pencarian jodoh dalam bingkai kearifan Melayu tersebut kemudian menjadi inspirasi dalam gerakan-gerakan Tari Lenggok Mak Inang. Tari Makan Sirih: Tari Tradisional Melayu untuk Menyambut Tamu.

Tari Makan Sirih adalah salah satu tari tradisional atau tari klasik Melayu yang umumnya dipentaskan untuk menyambut dan dipersembahkan untuk menghormati tamu agung yang datang.

11

1. Asal-usul Tari Makan Sirih hingga kini masih sering dipertunjukkan dalam perhelatan-perhelatan besar untuk menyambut tamu. Oleh karena itu, tari ini disebut juga dengan Tari Persembahan Tamu. Adanya tari penyambutan untuk tamu menunjukkan bahwa, orang Melayu sangat menghargai hubungan persahabatan dan kekerabatan (Haji Tengku M. Lah Husny, 2001). Gerakan Tari Makan Sirih umumnya menggunakan gerakan pada Tari Lenggang Patah Sembilan. Meskipun demikian, ada perbedaan nama gerakannya di mana untuk Tari Makan Sirih hanya terdapat 2 gerakan saja, yaitu gerakan lenggang patah sembilan tunggal dan ganda. Sedangkan pada Tari Lenggang Patah Sembilan terdapat 3 bagian gerakan, yaitu lenggang di tempat, lenggang memutar satu lingkaran, dan lenggang maju atau berubah arah (Tengku Mira Sinar, ed., 2009). Penari Tari Makan Sirih ini harus memahami istilah-istilah khusus dalam tarian Melayu, seperti igal (menekankan pada gerakan tangan dan badan), liuk (gerakan menundukkan atau menganyunkan badan), lenggang (berjalan sambil menggerakkan tangan), titi batang (berjalan dalam satu garis bagai meniti batang), gentam (menari sambil menghentakkan tumit kaki), cicing (menari sambil berlari kecil), legar (menari sambil berkeliling 180 derajat), dan lainnya (Sinar, ed., 2009). Tari Lagu Dua (Tari Tanjung Katung): Tari Tradisional Melayu.

Tari Lagu Dua atau yang disebut juga sebagai tari Tanjung Katung adalah jenis tarian tradisional Melayu yang ditarikan di berbagai daerah rumpun Melayu. Tari ini memiliki gerakan yang khas, yakni gerakan tarinya menggunakan langkah dua atau berganda. 1. Asal-usul Tari Lagu Dua atau dikenal juga dengan nama tari Tanjung Katung merupakan kesenian tari Melayu yang hingga kini masih terus dipentaskan dalam acara-acara adat di daerah Melayu serumpun, seperti di Kesultanan Serdang, Sumatra Utara. Tari Lagu Dua merupakan ajaran leluhur yang banyak diinspirasi dari adat kebudayaan Melayu. Nama Lagu Dua diambil dari gerakan tari ini yang seluruhnya menggunakan langkah dua atau langkah berganda, yakni setiap satu kali gerakan menggunakan dua ketukan. Sedangkan sebutan Tanjung Katung merujuk pada salah satu lagu yang mengiringi tari ini (Tengku Mira Sinar, ed., 2009). Karena cukup melegenda, tari ini dijadikan salah satu identitas penting dalam kebudayaan tari Melayu (Haji Tengku M. Lah Husny, 2001). Secara umum, tari Lagu Dua mengambil pola tarian yang berasal dari Portugis. Tari ini berkisah tentang pertemuan seorang jejaka dengan seorang gadis dalam sebuah perjalanan. Pertemuan tersebut menimbulkan debaran jiwa di antara keduanya. Keduanya akhirnya saling berkunjung
12

ke rumah masing-masing untuk mempererat tali silaturahmi. Selama saling kunjung ini, kedua sejoli saling penjajakan untuk hubungan lebih lanjut. Oleh karena itu, tari Lagu Dua biasa ditarikan oleh pasangan laki-laki dan perempuan (Sinar, 2009). Dengan ciri tempo 2/4 cepat, yang oleh orang Melayu disebut tempo menari atau joget, pola langkah dalam tari ini berupa selangkah kaki kanan maju, setengah langkah kaki kiri menyusul kaki kanan secara bergantian. Tari Zikir Barat . Tari Air Mawar . Tari Menjunjung Duli . Tari Gandrung, Simbolisasi Budaya Masyarakat Sasak di Lombok . Tari Jepin Lembut: Tari Tradisional Kalimantan Barat . Meusare-saree: Tari Tradisional Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam. Tari Lenggang Patah Sembilan: Tari Klasik Kesultanan Serdang di Sumatra Utara. Tari Campak Bunga: Tarian Tradisional Melayu dari Sumatra Utara . 2. Tari Ritual / Keagamaan.

Tari Bulian Tari Mayang (Berasik) . Tari Badabus . Tari Alu. Tari Lukah . Tari Saman. Lukah Gilo: Tari Magis Orang Minangkabau, Sumatera Barat.

3. Tari Modern / Kontemporer. 2. Seni Musik.

Seni musik adalah cetusan ekspresi perasaan atau pikiran yang dikeluarkan secara teratur dalam bentuk bunyi. Bisa dikatakan, bunyi (suara) adalah elemen musik paling dasar. Suara musik yang baik adalah hasil interaksi dari tiga elemen, yaitu: irama, melodi, dan harmoni. Irama adalah pengaturan suara dalam suatu waktu, panjang, pendek dan temponya, dan ini memberikan karakter tersendiri pada setiap musik. Kombinasi beberapa tinggi nada dan irama akan menghasilkan melodi tertentu. Selanjutnya, kombinasi yang baik antara irama dan melodi melahirkan bunyi yang harmoni. Musik termasuk seni manusia yang paling tua. Bahkan bisa dikatakan, tidak ada sejarah peradaban manusia dilalui tanpa musik, termasuk sejarah peradaban Melayu. Dalam masyarakat Melayu, seni musik ini terbagi menjadi musik vokal, instrument dan gabungan keduanya. Dalam musik gabungan, suara alat musik berfungsi sebagai pengiring suara vokal atau tarian. Alat-alat musik yang berkembang di kalangan masyarakat Melayu di
13

antaranya: canang, tetawak, nobat, nafiri, lengkara, kompang, gambus, marwas, gendang, rebana, serunai, rebab, beduk, gong, seruling, kecapi, biola dan akordeon. Alat-alat musik di atas menghasilkan irama dan melodi tersendiri yang berbeda dengan alat musik lainnya. Dalam portal ini, alat-alat musik di atas dijelaskan secara lebih rinci.

1. Alat Musik. Kompang. Kompang ialah sejenis alat musik tradisional yang sangat dikenal di kalangan masyarakat Melayu. Ia termasuk dalam kategori musik gendang. Kulit kompang biasanya terbuat dari kulit kambing. Alat musik ini berasal dari Arab dan diperkirakan dibawa masuk ke kawasan tanah Melayu pada masa Kesultanan Malaka oleh pedagang India Muslim, atau melalui Jawa pada abad ke-13 oleh pedagang Arab. Ada juga yang mengatakan bahwa kompang berasal dari Parsi dan digunakan untuk menyambut kedatangan Rasulullah S.A.W. pada waktu itu. Selain itu, kompang juga digunakan untuk memberi semangat kepada tentara-tentara Islam ketika berperang. Alat musik ini dibawa ke Nusantara oleh pedagang seperti yang dijelaskan sebelumnya. Jenis musik ini mendapat sambutan yang baik di kalangan penduduk Rumpun Melayu, khususnya orang Jawa. Kompang terdiri dari berbagai ukuran. Ada yang berukuran garis pusat sepanjang 22.5 cm, 25 cm, 27.5 cm dan ada juga yang mencapai 35 cm. Gambus. Gambus merupakan salah satu alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik. Alat musik ini memiliki fungsi sebagai pengiring tarian zapin dan nyanyian pada waktu diselenggarakan pesta pernikahan atau acara syukuran. Alat musik ini identik dengan nyanyian yang bernafaskan Islam. Dalam mengiringi penyanyi, alat musik ini juga diiringi dengan alat musik lain, seperti marwas untuk memperindah irama nyanyian. Bentuknya yang unik seperti bentuk buah labu siam atau labu air (My) menjadikannya mudah dikenal. Alat musik gambus juga dianggap penting dalam nyanyian Ghazal yang berasal dari Timur Tengah pada masa kesultanan Malaka. Kedatangan pedagang-pedagang Timur Tengah pada zaman Kesultanan Melayu Melaka telah membawa budaya masyarakat mereka dan memperkenalkannya kepada masyarakat di Tanah Melayu. Biola. Biola adalah sebuah alat musik gesek berdawai yang memiliki empat senar yang disetel berbeda satu sama lain dengan interval sempurna kelima. Nada yang paling rendah adalah nada G. Biola memiliki nada tertinggi di antara keluarga biola, yaitu viola dan cello. Alat musik gesek
14

berdawai yang lainnya, bas, secara teknis masuk ke dalam keluarga viol. Kertas musik untuk biola hampir selalu menggunakan atau ditulis pada kunci G. Sebuah nama yang lazim dipakai untuk biola ialah fiddle, dan biola seringkali disebut fiddle jika digunakan untuk memainkan lagu-lagu tradisional. Di dalam bahasa Indonesia, orang yang memainkan biola biasa hanya disebut pemain biola, belum ada istilah khusus untuk hal tersebut. Orang yang membuat atau membetulkan alat musik berdawai, termasuk biola, disebut luthier. Sebuah biola dibagi menjadi beberapa bagian: badan biola, leher biola, jembatan biola, batang penghubung, senar, dan beberapa macam perangkat pembantu. Perangkat pembantu tersebut antara lain pasak penyetel untuk setiap senar, ekor biola untuk menahan senar, pin dan tali untuk menahan ekor biola, beberapa penyetel tambahan pada ekor biola bila diperlukan, dan sebuah penyangga dagu. (Penyangga dagu tersebut dapat tergabung dengan ekor biola ataupun dipasang di sebelah kirinya.) Badan biola terdiri atas dua papan suara yang melengkung, disatukan oleh kayu yang disebut iga biola. Biola dilem menggunakan lem kulit binatang, atau resin. Iga biola biasanya terdiri dari bagian atas keempat sudut, bagian bawah, dan garis tipis yang disebut lapisan dalam, yang membantu mempertahankan lekukan pada iga biola, dan memperluas permukaan untuk pengeleman. Badan biola menyerupai bentuk jam pasir. Dua buah lekukan menyerupai huruf C pada kedua sisi samping biola dan memberikan ruang bagi busur biola untuk bergerak. Umumnya bagian biola dibuat dari kayu spruce, sejenis kayu cemara, yang dipahat sehingga memiliki bentuk yang simetris dan diberi dua lubang suara (atau lubang-F, diberi nama demikian karena bentuknya). Lubang suara tersebut mempengaruhi kelenturan suara biola, dan juga sebagai "lubang nafas" biola pada saat udara beresonasi di dalamnya. Pada pinggir permukaan ini, dibentuk suatu lekukan garis yang disebut purfling. Tujuannya ialah menghalangi retakan yang berasal dari pinggir. Sebuah balok kayu kecil dipasang di dalam permukaan atas biola, sejajar dengan jembatan biola di atasnya, untuk menambah massa serta kekerasan permukaan atas biola. Bagian-bagian biola dibuat dari kayu mapel, biasa dipilih yang memiliki alur sama. Bagian belakang biola umumnya dibuat dari kayu utuh yang dipahat secara simetris. Bagian ini sering pula dibentuk purfling walaupun dalam hal ini tidak seberapa berpengaruh terhadap biola itu sendiri. Beberapa biola antik dibubuhi tulisan tangan atau diberi lapisan cat sebagai ganti purfling pada bagian belakang biola. Sebuah tonjolan setengah lingkaran kecil yang terdapat pada bagian yang dekat dengan leher biola memberikan permukaan tambahan pada saat pengeleman. Tonjolan tersebut penting untuk sambungan antara leher dan badan biola, namun pada saat mengukur panjang biola bagian ini tidak dihiraukan. Leher biola biasanya terbuat dari kayu mapel yang setipe dengan bagian belakang dan samping badan biola. Pada leher biola terdapat papan jari yang dibuat dari kayu eboni atau kayu lain yang
15

dicat hitam. Kayu eboni sering dipilih oleh pengrajin biola karena sifatnya yang keras, menawan, dan tahan lama. Beberapa biola yang sangat tua menggunakan kayu mapel untuk papan jarinya, dan dipernis dengan kayu eboni. Pada ujung papan jari yang atas terdapat segaris kayu yang menonjol, biasa kayu eboni atau gading, yang disebut sadel atas. Tonjolan ini digunakan untuk menahan senar, sama seperti jembatan biola digunakan untuk hal yang sama di bagian badan biola. Akordeon. Akordeon merupakan alat musik sejenis organ. Alat musik ini relatif kecil, dan dimainkan dengan cara digantungkan di leher. Pemusik memainkan tombol-tombol akord dengan jari-jari tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya memainkan melodi lagu yang dibawakan. Pada saat dimainkan, akordeon didorong dan ditarik untuk menggerakkan udara di dalamnya. Pergerakan udara ini disalurkan ke lidah akordeon sehingga menimbulkan bunyi. Marwas. Marwas adalah sebuah gendang yang berukuran lebih kecil dari gendang biasa, terbuat dari kulit kambing, kayu cempedak dan rotan. Marwas termasuk salah satu alat dalam tarian musik zapin. Dalam tataran musik zapin, marwas berfungsi menjaga kestabilan intro dan melahirkan harmoni musikal. Alat musik ini dapat juga berfungsi sebagai roffle ketukan atau mat. Alat musik ini digunakan sebagai peningkah dalam musik pentas Mak Yong. Gendang. Gendang termasuk dalam klasifikasi alat musik perkusi. Gendang terbuat dari kayu dengan selaput (membran) yang menghasilkan bunyi bila dipukul. Ada berbagai ukuran gendang, yaitu gendang kecil, sedang dan besar. Gendang kecil biasa disebut rebana. Gendang yang berukuran sedang dan besar ada juga yang menyebutnya redap. Selain itu, ada juga gendang yang kedua sisinya ditutup dengan kulit yang diikat dengan tali yang terbuat dari kulit atau rotan sedemikian rupa sehingga dapat dikencangkan dan dilonggarkan. Cara memainkan gendang dengan dipukul, baik dengan tangan saja atau dengan alat pemukul gendang. Gendang mempunyai banyak fungsi, di antaranya sebagai pengiring tarian atau pencak silat, pembawa tempo atau penegasan dinamik sebuah orkes, atau sering juga hanya sebagai pelengkap untuk lebih meramaikan suasana. Rebana. Rebana adalah sejenis gendang satu muka yang digunakan untuk mengiringi tarian dan nyanyian rakyat, disebut juga Adai-Adai oleh masyarakat Melayu berketurunan Brunei di daerah Papar, Beaufort dan Sipitang. Rebana dipukul dengan satu tangan seperti juga teknik yang digunakan
16

untuk rebana yang terdapat dalam ensemble musik sinkretik yang lain. Pukulan rebana serta nyanyian Adai-Adai diadakan untuk merayakan pesta atau menyambut tamu kehormatan. Bagi suku-bangsa Bajau, terdapat juga sejenis rebana (gendang panjang) yang mempunyai satu muka. Gendang itu diposisikan tegak di atas lantai dan dipukul dengan tangan. Gendang ini biasanya digunakan dalam kesenian musik Bertitik untuk memainkan pola pukulan seperti irama Kedidi, Ayas dan Tidong. Di kalangan masyarakat Brunei terdapat juga sejenis gendang kecil yang disebut gendang labik dan dombak, yaitu sejenis gendang satu muka. Sedangkan bagi masyarakat Brunei yang berdomisili di Sabah, gendang rebana sering juga disebut rempana. Rebab. Rebab berfungsi sebagai alat musik penghibur diri. Rebab dimainkan dengan sendiri untuk mengiringi nyanyian yang dikumandangkan oleh pemainnya. Selain itu, alat musik ini digunakan dalam acara meratok (meratap), yaitu mengiringi dari tempat tersembunyi ketika sanak keluarga menangisi anggota keluarga yang meninggal. Bedug. Beduk adalah gendang satu atau dua membran yang menutupi lubang depannya dan bentuknya memanjang (elongated). Peranannya dalam budaya masyarakat Melayu khususnya di Nusantara adalah bersifat non-musical. Bedug biasanya dikenal sebagai salah satu kelengkapan masjid untuk memberi tanda waktu dan memanggil orang Islam bersembahyang. Bedug terbuat dari sepotong batang kayu besar atau pohon enau sepanjang kira-kira satu depa atau lebih. Bagian tengah batang dilubangi sehingga berbentuk tabung besar. Ujung batang yang berukuran lebih besar ditutup dengan kulit binatang yang berfungsi sebagai membran atau selaput gendang.bila ditabuh, bedug menimbulkan suara berat, bernada khas, rendah, tetapi dapat terdengar sampai jarak yang cukup jauh. Kecapi. Kecapi Buluh juga dikenali sebagai Gendang Kecapi. Kecapi buluh dibuat dari tabung-tabung buluh yang terpilih dan tali-talinya juga dikupas dari sebagian kulitnya tanpa diputuskan hujungnya. Kecapi buluh mempunyai enam tali yang ditegangkan dengan diperkuat oleh kayu penungkat (bridge). Dalam suatu pertunjukan, tali-talinya dipetik untuk memainkan mode rithme sebagai suara nemonik, gantian kepada gendang secara meningkah dengan suara yang dihasilkan dari tepukan di sebelah permukaannya yang tampak terbuka. Pada sisi tabung berkenaan, dua lubang berbentuk empat persegi dilubangi untuk menghasilkan suara gong ibu dan anak melalui kaedah petikan tali. Kemban rotan juga dipasang pada kedua-

17

dua bagian penghujung badan Kecapi untuk menentukan jarak getaran bagi tali-tali tersebut apabila proses penalaan dilakukan. Canang. Canang adalah alat musik idiofon dari perunggu yang terdapat di Jambi. Canang terdiri atas 4 - 5 alat berbentuk bonang dengan garis tengah antara 30 dan 40 cm. Alat ini diletakkan berjejer di atas kerangka kayu atau rentangan rotan. Sebagai pemukul, digunakan sepotong kayu atau rotan. Sepasang canang dapat dimainkan oleh satu orang, adakalanya dimainkan oleh dua orang. Tetawak. Tetawak adalah sejenis alat musik berbentuk gong yang terdapat di Jambi. Alat ini dibuat dari perunggu dengan ukuran yang lebih kecil dari gong dan ditabuh dengan alat pukul khusus seperti penabuh gong. Tetawak di Jambi bergaris tengah 35 sampai 40 cm. cara menabuhnya mirip dengan cara menabuh gong. Tetawak termasuk salah satu barang pusaka bagi suku-bangsa Melayu di Sumatera. Pada masa lampau tetawak berfungsi sebagai alat musik dan alat pemberi tanda bahasaya. Sebagai alat musik, tetawak digunakan dalam orkes tradisional, orkes Melayu, atau perangkat gending untuk mengiringi tari pencak. Nobat. Salah satu contoh musik yang berperan besar di kalangan Istana adalah seni Nobat. Di Tanah Melayu, Nobat merupakan musik yang berfungsi besar di Istana. Nobat adalah salah satu jenis musik kesenian Melayu sejak 400 tahun yang lalu. Nobat dikenal sebagai seni persembahan Istana Di Raja Melayu, khususnya di Negeri Perak, Kedah, dan Kelantan. Nobat Kedah adalah nobat yang paling lama dalam sejarah kesenian Melayu. Bahkan masih kekal hingga saat ini. Nobat adalah sejenis pancaragam Di Raja yang hanya dimainkan di istana dan pemain musiknya terdiri dari orang-orang tertentu. Sudah berabad-abad, nobat hanya sinonim di telinga penduduk yang tinggal di sekitar kawasan nobat, sering dimainkan seperti Alor Setar, Kuala Kangsar, Kelang dan Kula Terengganu. Sedangkan masyarakat luar tidak banyak yang mengetahui mengenai Nobat. Bertitik tolak dari sini, Yang Dipertuan Agong pertama yang dilantik selepas negara mencapai kemerdekaanm, yang Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan meniadakan musik Nobat sebagai musik istana. Nobat telah dimainkan di istana negara sebagai pengesahan kepada pertabalan itu. Sejak itu Nobat mulai dikenal masyarakat umum. Namun seiring dengan perubahan zaman dan pertukaran waktu, pertabalan ini semakin dilupakan dan banyak generasi muda yang tidak mengetahui tentang Nobat. Nafiri.

18

Nafiri ialah sejenis alat tiup horn seperti seruling yang dibuat dari perak dan berukuran panjang 32 inci atau 33 cm. Bunyinya terdengar sayup-sayup sampai. Nafiri dimainkan dalam musik nobat dalam majlis hiburan kaum kerabat diRaja (kerajaan), mengiringi istiadat-istiadat istana, istiadat pertabalan, hari keputeraan Sultan, perkahwinan Diraja dan upacara sambutan Raja. Lengkara . Katambung (Kalimantan Tengah). Guriding: Alat Musik Tradisional Orang Banjar, Kalimantan Selatan. Rapai, Alat Musik Tradisional Aceh. Serune Kalee, Alat Musik Tradisional Aceh. Dambus: Alat Musik Tradisional Pangkalpinang, Kepulauan Riau. Sampe: Alat Musik Tradisional Melayu Dayak di Kalimantan Timur. Kelentangan: Alat Musik Tradisional Orang Melayu Kalimantan Timur. Serunai . Gong . Seruling .

2. Kesenian Musik Tradisional. Musik Bambu Hitada Kesenian Tradisional Maluku Utara. A. Asal-usul Kebudayaan merupakan hasil dari interaksi antara manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan sesamanya, dan antara manusia dengan alam dimana mereka hidup. Oleh karena polapola interaksi yang terjadi berbeda-beda, maka kebudayaan yang dihasilkan berbeda-beda dan mempunyai keunikan masing-masing. Salah satu kebudayaan yang cukup unik tersebut adalah Musik Bambu Hitada. Musik tradisional ini merupakan salah satu kesenian tradisional masyarakat Halmahera, Maluku Utara. Menurut Tengku Ryo, musik tradisional lahir dari proses panjang interaksi manusia dengan alam. Oleh karena alam yang menjadi sumber inspirasi berbeda-beda, maka musik yang dihasilkannyapun juga berbeda-beda, tidak hanya pada bunyi-bunyiannya, tetapi juga pada alatalat yang digunakan untuk menghasilkan bunyi-bunyian tesebut. Lebih lanjut, Tengku Ryo mengatakan bahwa musik tradisional tidak saja digunakan untuk hiburan, tetapi juga digunakan oleh masyarakat yang memegang teguh tradisi untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Mereka berkomunikasi dengan Tuhan menggunakan irama musik dan nyanyian . Pendapat Tengku Ryo di atas dapat kita gunakan untuk membaca sejarah munculnya kesenian tradisional, seperti halnya Musik Bambu Hitada yang pada kesempatan kali ini menjadi fokus
19

pembahasan. Bambu bagi masyarakat Halmahera, tidak saja dapat digunakan sebagai bahan baku untuk membuat rumah, pagar, tiang, dipan, rakit sungai, dan permainan bambu gila, tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai alat musik. Kesenian dengan bambu sebagai peralatan utamanya oleh masyarakat Halmahera disebut Musik Bambu Hitada atau Hitadi Bagi masyarakat Halmahera, Musik Bambu Hitada merupakan hasil kreativitas yang tidak saja berfungsi untuk menghibur masyarakat, tetapi juga untuk kelengkapan upacara, seperti upacara perkawinan dan upacara syukuran hasil pertanian. Seiring perkembangan zaman, dan semakin gencarnya musik-musik modern memasuki relung-relung kehidupan masyarakat desa, musik tradisional, seperti halnya Musik Bambu Hitada, semakin tersisihkan. Selain tersisihkan, fungsi musik tradisional ini juga mengalami reduksi, dari musik sakral-profan menjadi sekedar musik profan yang sengaja diproduksi untuk kepentingan pasar. Jika pada awalnya Musik Bambu Hitada berada pada ranah sakral-profan, maka saat ini telah mengalami reduksi fungsi sehingga hanya berada di ranah profan. Kondisi ini harus disikapi secara arif dan bijaksana oleh segenap stake holder agar musik tradisional, seperti Musik Bambu Hitada, tidak musnah tergilas musik modern yang lebih canggih dan tidak kehilangan fungsi-fungsi tradisionalnya. Menurut penulis, ada tiga hal yang harus dilakukan untuk menyelamatkan Musik Bambu Hitada. Pertama, perlu ditumbuhkan rasa memiliki masyarakat, khususnya anak-anak, terhadap Musik Bambu Hitada. Sejak dini anakanak harus dikenalkan tidak saja kepada bagaimana membuat dan memainkan Musik Bambu Hitada, tetapi juga nilai-nilai apa saja yang dikandungnya. Kedua, melakukan pengembangan Musik Bambu Hitada sehingga dapat diterima oleh masyarakat, namun harus tetap berlandaskan nilai-nilai lokal. Munculnya kelompok-kelompok Musik Bambu Hitada merupakan fenomena positif terhadap keberlangsungan musik ini. Namun pengembangan harus dilakukan secara hati-hati agar Musik Bambu Hitada tidak kehilangan ruhnya. Ketiga, mengembangkan dan mengemas Musik Bambu Hitada menjadi paket-paket wisata. Dengan cara ini, Musik Bambu Hitada akan mampu menjadi penopang kebutuhan ekonomi para pelestarinya. Agar mampu menjadi paket-paket wisata yang menarik, maka pemerintah harus memfasilitasi masyarakat untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan memainkan Musik Bambu Hitada, serta kemampuan menejerial pengelolaan kelompok musik. B. Peralatan Untuk memainkan Musik Bambu Hitada, peralatan-peralatan yang diperlukan antara lain Ruas Bambu. Sebagaimana namanya, maka peralatan utama Musik Bambu Hitada adalah batangan bambu. Batangan bambu yang dijadikan peralatan Musik Bambu Hitada biasanya hanya terdiri dari 2 ruas dan panjangnya tidak lebih dari 1,75 m. Biasanya batang bambu ini sudah sudah
20

dilobangi sesuai nada tone. Agar menghasilkan nada tone yang berbeda-beda, maka ukuran bambu baik panjang maupun besarnya berbeda-beda. Agar tampilan bambu lebih menarik dan indah, permukaan bambu dicat warna-warni.

Cikir. Alat musik ini terbuat dari batok buah kelapa yang masih utuh. Di dalam batok kelapa tersebut kemudian diisi dengan beberapa butir kerikil bulat atau biji kacang hijau kering. Alat musik ini biasanya juga dicat warna-warni. Beberapa buah Juk. Alat ini berbentuk gitar kecil yang dibuat sendiri dan dicat warna-warni. Satu atau dua buah biola tradisional. Seperti halnya Bambu Hitada, Cikir, dan Juk, biola tradisional ini juga dicat warna-warni. Karung goni. Alat ini dibutuhkan jika Musik Bambu Hitada dimainkan di atas ubin. Dengan kata lain, karung goni dipakai agar ubin dan batang bambu tidak mudah rusak ketika dibenturkan.

C. Pemain Satu grup kelompok Musik Bambu Hitada biasanya beranggotakan 5 hingga 13 orang. Semakin banyak orang, suara musik yang dihasilkan akan semakin semarak. Biasanya, personel musik ini semuanya laki-laki. Jika pun ada perempuan, biasanya berperan sebagai vokalis, bukan pemain alat musik. D. Cara Memainkan Secara garis besar, ada dua tahapan untuk memainkan Musik Bambu Hitada, yaitu tahap persiapan, dan tahap memainkan. 1. Tahap Persiapan Pada tahap ini, hal-hal yang harus dilakukan antara lain:

Mengecek peralatan. Peralatan seperti Bambu Hitada, Cikir, Juk, biola tradisional, dan karung goni harus dicek apakah dalam kondisi siap pakai atau tidak. Kesiapan peralatan sangat menentukan sukses tidaknya permainan Musik Bambu Hitada. Mengecek personel. Cek personel sangat diperlukan untuk mengetahui kesiapan masingmasing anggota kelompok untuk memainkan alat musik sesuai dengan tugasnya masingmasing.

2. Tahap memainkan

21

Setelah semua peralatan dan para pemain musik telah siap, maka permainan Musik Bambu Hitada bisa segera dimulai. Dalam permainan musik ini, setiap orang hanya mampu memegang dua batang bambu yang masing-masing hanya memiliki nada satu tone. Semua alat musik dimainkan secara bersamaan sehingga menghasilkan satu irama musik yang enak didengar. Batang bambu dibunyikan dengan cara dibanting tegak lurus di tanah. Jika di atas ubin, maka di atas tersebut diberi alas karung goni. Tujuannya untuk meredam efek dari benturan dua benda keras (bambu dan ubin). Cikir dibunyikan dengan digoyang-goyang, juk dengan cara dipetik, dan biola tradisional dengan cara talinya dipukul-pukul. E. Nilai-nilai Musik Bambu Hitada merupakan bagian dari khazanah kebudayaan Halmahera, Maluku Utara. Musik ini merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Halmahera. Nilai-nilai tersebut di antaranya adalah: nilai sakral, kreativitas, kebersamaan, dan ketaatan kepada sistem. Pertama, nilai sakral. Walau kini Musik Bambu Hitada lebih menonjol aspek hiburannya, tetapi pada awal perkembangannya, musik ini menjadi pelengkap upacara-upacara sakral, seperti upacara perkawinan. Sebagai pelengkap upacara-upacara, maka dengan sendirinya Musik Bambu Hitada menjadi benda sakral. Posisi sakral Musik Bambu Hitada harus disikapi secara cerdas. Menurut penulis, label sakral ibarat pisau bermata dua. Ia dapat menjadi benteng perisai musik ini sehingga tidak punah pada satu sisi, dan menjadi penghambat perkembangan musik ini. Kedua, nilai kreativitas. Keberadaan Musik Bambu Hitada merupakan salah satu bukti kreativitas masyarakat Halmahera. Bagi masyarakat Halmahera, bambu tidak sekedar bahan baku untuk membuat rumah dan benda-benda lainnya, tetapi juga dapat menjadi media untuk berkreativitas dalam berkesenian. Selain itu, Musik Bambu Hitada juga menjadi media kreatif untuk membangun relasi sosial dengan masyarakat pada satu sisi, dan melakukan komunikasi dengan sakral, sebagai mana disebutkan pada nilai sakral di atas, pada sisi yang lain. Ketiga, nilai kebersamaan. Di tengah kondisi masyarakat yang semakin individualis, Musik Bambu Hitada mengajarkan kepada kita untuk senantiasa membangun kebersamaan dengan pihak lain. Tanpa kebersamaan, tidak mungkin Musik Bambu Hitada menghasilkan irama musik yang menarik. Dalam kebersamaan, kita dituntut untuk tidak saja menghormati orang lain, tetapi juga rela dengan peran-peran yang dilakukan masing-masing personel. Keempat, ketaatan kepada sistem aturan. Setiap orang harus taat dan mematuhi sistem aturan yang berlaku. Dengan cara ini, niscaya akan tercipta tata kehidupan yang tertib. Musik Bambu Hitada mengajarkan kepada kita agar senantiasa patuh dan taat terhadap ketentuan yang telah
22

ditetapkan, baik menyangkut mikanisme memainkan alat, atau sistem organisasi permainan. Apa jadinya jika masing-masing personel Musik Bambu Hitada membuat aturan sendiri? Tentu sebuah irama musik yang sumbang dan tidak akan enak untuk didengar. Keroncong Johor: Keroncong dengan Irama Melayu. A. Asal Usul Pengaruh kaum kolonialis ternyata tidak selamanya buruk. Di bidang kebudayaan misalnya, ternyata pengaruh baik kaum kolonialis tetap dilestarikan. Salah satu pengaruh baik itu terdapat pada seni musik keroncong. Meskipun terdapat pro dan kontra apakah keroncong termasuk musik asli Melayu atau tidak, tapi perlu diakui di sini bahwa keroncong mendapat pengaruh musik atau alat musik dari Barat. Salah satu bangsa yang diduga kuat mempengaruhi musik keroncong sampai menjadi salah satu kebudayaan Melayu adalah Bangsa Portugis. Pengaruh Portugis pada keroncong dapat dirunut melalui kisah jatuhnya Malaka dari Portugis ke Belanda pada 1648. Kekalahan perang memberi konsekuensi munculnya para tawanan perang yang umumnya berasal dari keturunan Bengali, Goa (India), Malabar, Maluku, Asia, Malaka, dan opsir Portugis. (www.kompas.com, edisi 18 November) Para tawanan perang ini kemudian dibawa ke Batavia (Jakarta) dan ditempatkan di kawasan yang waktu itu disebut Tanah Serani (Jakarta Utara). Kini kawasan tersebut dikenal sebagai Kampung Tugu. Di daerah inilah para tawanan perang memainkan musik fado, sejenis musik yang memiliki hubungan historis dengan Portugis. Bentuk awal musik fado disebut moresco yang diiringi oleh alat musik dawai (ukulele). Dirunut dari kisahnya, musik jenis moresco adalah irama tari Bangsa Mor yang tumbuh di Portugal dan Spanyol pada abad ke-15, lalu dikenal di Belanda pada abad ke-16. (J.B. Kristanto, 2000: 419). Seperti efek domino, moresco cepat terkenal dan diminati banyak kalangan. Sekitar abad ke-19, moresco sudah dikenal dengan nama musik keroncong. Keroncong akhirnya menyebar ke Nusantara. Mulai dari Yogyakarta, Solo, bahkan ke luar negeri. Salah satunya mewabah di Johor, Malaysia. Perkembangan musik keroncong menemui titik penting saat muncul istilah periode keroncong abadi (1920-1959). Pada periode ini muncul bentuk keroncong jenis Stambul, Keroncong Asli, dan Langgam. Langgam sendiri adalah bentuk adaptasi keroncong terhadap musik gamelan Jawa. Langgam memiliki ciri khusus pada penambahan instrumen antara lain siter, kendang (bisa diwakili dengan modifikasi permainan cello ala kendang), saron, dan adanya suluk berupa introduksi vokal tanpa instrumen untuk membuka sebelum irama dimulai secara utuh . Pengaruh periode keroncong abadi inilah yang kemudian turut terbawa sampai ke Johor, Malaysia.

23

Perkembangan keroncong di Malaysia sendiri tidak lepas dari kedatangan pekerja dari Jawa dan masuknya gamelan pada abad ke-18. Orang-orang inilah yang kemudian mengembangkan keroncong. Perkembangan keroncong semakin pesat dengan banyaknya minat dari warga Johor pada kesenian ini (keroncong). Selain orang Jawa, warga di kalangan kaum Baba dan Nyonya (sebutan untuk orang-orang Cina di Semenanjung Malaka) juga sangat menggemari musik keroncong. Keroncong dapat tumbuh subur di daerah yang mempunyai penduduk orang Jawa. Daerah sekitar semenanjung menjadi tempat dengan populasi orang Jawa yang cukup banyak. Daerah tersebut misalnya di daerah Johor (Batu Pahat dan sekitarnya), pantai barat negeri Selangor, Ipoh, dan Perak Di Johor sendiri, perkembangan musik keroncong awalnya didominasi lagu-lagu yang berasal dari Indonesia. Tapi revolusi musik keroncong mulai terjadi selepas Perang Dunia ke-II. Mulai saat itu, beberapa lagu dengan irama Melayu mulai memasuki musik keroncong. Di sinilah akulturasi antara budaya keroncong dengan Melayu dimulai. Akulturasi keroncong-Melayu turut memberi andil munculnya musisi keroncong dari Johor. Mereka menciptakan lagu-lagu keroncong dengan corak Melayu seperti Zubir Said, Ahmad Jaafar, Puteh Ramlee, Mohd. Wan Yet, Johar Bahar, Sudar Mohammad, Zainal Ibrahim, Mahzan Manan dan Muhammad Ariff Ahmad. Munculnya lagu keroncong dengan irama Melayu ini diikuti pula dengan tumbuhnya beberapa grup keroncong. Sekitar tahun 1950-an di Johor, khususnya di Johor Bahru telah terbentuk beberapa grup musik keroncong seperti Suara Timur Keroncong Orkes di Kampung Stulang Darat; Pepat Keroncong Party di Kampung Tambatan dan Mohd. Amin Johor Bahru; serta Mawar Puteh Keroncong Party di Kampung Chik Ami Ngee Heng yang diketui oleh Encik Omar bin Abu Samah. Di awal terbentuknya grup keroncong tersebut, biasanya para grup mempertunjukkan musik keroncong di berbagai jamuan atau pesta. Tapi seiring perkembangan zaman dan komunitas penikmat, musik keroncong mulai digubah ke dalam orkestra, kumpulan gitar rancak, masuk ke dunia rekaman, hingga disiarkan di beberapa stasiun radio di Johor. Selain radio, perkembangan musik keroncong di Johor didukung pula oleh Yayasan Warisan Johor (Johor Heritage Foundation) yang berlokasi di JKR 293, Jalan Mariamah, 80100 Johor Bahru, Johor, Telp. 07-2266172, Fax. 07-2267549. Yayasan ini sengaja dibentuk untuk mendukung tumbuhnya kelompok seni keroncong dan gamelan di seluruh distrik di Johor. Program pengembangan musik keroncong telah dimulai sejak 1997. Sebagai langkah awal, dalam program ini diambil 5 orang tenaga pengajar keroncong dari Indonesia. Dua di antara 5
24

orang pengajar tersebut adalah Kuntoro Edhi S.Pd dan Suranto Hadi Widodo. Dari sini muncul pembentukan bengkel-bengkel musik atau tempat latihan musik keroncong. Bengkel ini telah diresmikan keberadaannya pada 15-18 Juni 1999 di Pusat Kegiatan Seni, Yayasan Warisan Johor. Dari bengkel musik keroncong ini lahir pula grup keroncong di beberapa daerah, seperti di Batu Pahat, Johor Bahru, Kluang, Kota Tinggi, Pontian, Mersing, dan Segamat. Selain itu usaha keras dari Yayasan Warisan Johor tampak pula pada keberhasilan yayasan ini dalam mengeluarkan album keroncong. Tidak kurang dari 25 album keroncong dengan irama khas Melayu, muncul atas kerja keras Yayasan Warisan Johor. Masih melalui Yayasan Warisan Johor, sepanjang tahun 2000, sering digelar lomba musik keroncong dan nyanyian lagu-lagu keroncong di seluruh daerah negeri Johor. Acara ini rutin digelar di setiap tahun. Tidak hanya di dalam negeri, bahkan di luar negeri Yayasan Warisan Johor juga menunjukkan eksistensinya. Salah satu eksistensi tersebut ditunjukkan oleh Yayasan Warisan Johor dalam International Keroncong Festival (IKF) 2008 yang diselenggarakan pada 4-6 Desember 2008 di Pendopo Pagelaran Sitihinggil Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Surakarta. Acara ini diikuti 15 peserta dari Indonesia dan 1 dari Malaysia yang diwakili oleh Yayasan Warisan Johor. Dalam IKF 2008, lagu Gerimis Mengundang yang dibawakan oleh Yayasan Warisan Johor dengan vokalisnya Wahidah A.R. sanggup memberikan warna tersendiri, musik keroncong dengan sentuhan irama Melayu B. Peralatan (Alat Musik) Agak berbeda dengan musik keroncong di Indonesia, musik keroncong di Johor dipadukan dengan irama Melayu. Meski demikian, peralatan yang dipakai dalam setiap jenis musik keroncong secara umum sama. Peralatan tersebut antara lain: 1. Biola (Violin) Alat musik berdawai empat ini dimainkan dengan cara digesek dengan alat penggeseknya yang khas. Sebutan umum untuk alat ini ialah biola. Violin dan Viola mempunyai sedikit perbedaan. Viola lebih besar daripada violin dan bunyi viola lebih kasar. Violin digunakan dalam musik keroncong sebagai alat melodi. 2. Seruling (Flute) Sejenis alat musik tiup. Flute menghasilkan bunyi yang lembut sehingga sesuai dengan musik keroncong. 3. Cuk (Ukulele)

25

Merupakan alat musik berdawai empat. Cuk adalah alat utama untuk musik keroncong. 4. Cak (Tenor Banjo) Alat musik berdawai empat ini berpasangan dengan cuk (ukulele) dan digunakan dalam musik keroncong untuk meningkatkan irama. 5. Gitar Alat musik berdawai enam ini digunakan dalam musik keroncong. Biasanya dipergunakan gitar akustik 6. Selo (Cello) Sebenarnya cello dimainkan dengan cara digesek. Tapi dalam musik keroncong, alat musik berdawai empat ini dimainkan dengan cara dipetik seperti gitar. 7. Double-Bass Alat musik paling besar ini mempunyai empat dawai. Dalam orkestra simfoni alat ini dimainkan dengan cara digesek. Tapi dalam musik keroncong dimainkan dengan cara dipetik dan hanya tiga dawai saja yang dipakai, yaitu G, D, dan A. C. Tipe Musik Keroncong Johor Tipe musik keroncong yang ada di Johor bisa dirujuk dari akulturasi antara budaya Jawa dan Melayu. Dari akulturasi ini, bisa disimpulkan jika tipe yang dipakai dalam musik keroncong di Johor bercirikan Langgam. Ciri Langgam merupakan sebuah ciri yang melekat kuat pada musik keroncong yang menjamur di wilayah Jawa, khususnya Yogyakarta dan Solo. Lagu-lagu dari daerah ini (Jawa) sifatnya lebih tenang dan lembut. Irama dan perpindahan nadanya lambat, sehingga memungkinkan banyak cengkok dalam menyanyikan lagunya. Di sinilah celah yang memungkinkan masuknya irama Melayu ke dalam keroncong. Tapi meski bercirikan Langgam, musik keroncong di Johor tetap mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu aroma irama Melayu. Inilah yang membedakan antara Langgam di Jawa dengan musik keroncong di Johor. Irama cengkok Melayu sendiri dapat dirujuk ketika S.M. Mochtar, pianis orkes studio NIROM Surabaya menggubah lagu Pulau Brandan sekitar tahun 1918-1919. Cengkok keroncong gubahan pianis asal Padang, Sumatera Barat ini sangat khas bergaya Melayu. Akibatnya, perkembangan keroncong melahirkan lagu jenis Stambul, yaitu keroncong yang dimainkan di pagelaran komedi khas Melayu yang disebut komedi stambul. Dari dua tipe yang bersatu (Langgam dan Stambul), maka sebenarnya musik keroncong di Johor bisa pula berbaur dengan tipe Stambul.

26

1. Tipe Langgam Tipe Langgam sendiri mempunyai dua versi. Pertama A - A - B - A dengan pengulangan dari bagian A kedua seperti lagu standar pop: Verse A - Verse A - Bridge B - Verse A, panjang 32 birama. Kedua, yakni pengulangannya langsung pada bagian B. Meski sudah memiliki bentuk baku, namun pada perkembangannya irama ini lebih bebas diekspresikan. Alur akord Langgam sebagai berikut:

Verse A | V7 , , , |I , , , | IV , V7 , | I , , , | I , , , | V7 , , , | V7 , , , | I , , , | Verse A |V7 , , , | I , , , | IV , V7 , | I , , , | I , , , | V7 , , , | V7 , , , | I , , , | Bridge B |I7 , , , |IV , , , | IV , V , | I , , , | I , , , | II# , , , | II# , , , | V , , ,| Verse A |V7 , , , |I , , , | IV , V7 , | I , , , | I , , , | V7 , , , | V7 , , , | I , , , |

2. Tipe Stambul Nama Stambul merupakan jenis keroncong yang namanya diambil dari bentuk sandiwara yang dikenal pada akhir abad ke-19 hingga paruh awal abad ke-20 di Indonesia dengan nama Komedi stambul. Nama "stambul" diambil dari nama Istambul di Turki. Alur akord Stambul Keroncong adalah sebagai berikut. (tanda - adalah tacet atau iringan tidak dibunyikan):

|I - - - | - - - - | - - - - |IV , , , | dibuka dg broken chord I utk mencari nada |IV , , , |IV , , , |IV , V ,|I , , , | |I , , , |I , , , |I , , , |V , , , | |V , , , |V , , , |V , , , |I , , , | |I , , , |I , , , |I , , , |IV , , , | |IV , , , |IV , , , |IV , V , |I , , , | |I , , , |I , , , |I , , , |V , , , | |V , , , |V , , , |V , , , |I , , , |

Gendang Beleq : Musik Perang Suku Sasak. A. Asal usul Sasak adalah nama suku yang mendiami pulau Lombok, pulau yang ketika zaman Belanda bernama Sunda Kecil. Suku ini mempunyai tradisi kebudayaan berupa kesenian gendang beleq. Tentang kesenian ini masyarakat Lombok ada yang menyebut musik gendang beleq dan ada yang menyebut tari gendang beleq, hal ini dikarenakan sang penabuh menari sambil membunyikan gendang beleq. Kedua pandangan di atas ada benarnya, karena musik dan tari terekspresi melalui bunyi dan gerak dalam pertunjukan gedang beleq. Akan tetapi pada beberapa grup gendang beleq saat ini, penari dan penabuh gendang beleq dimainkan oleh orang yang berbeda.
27

Gendang beleq merupakan sebuah alat musik tabuh berbentuk bulat panjang, terbuat dari pohon meranti yang dilubangi tengahnya, dengan kedua sisinya berlapis kulit kambing, sapi atau kerbau, dan jika dipukul (tabuh) akan berbunyi dang..dang atau dung..dung. Bunyi dang..dang itulah nampaknya yang diabadikan untuk menamainya. Adapun awalan gen hanyalah pelengkap untuk memudahkan penyebutan. Kata beleq dalam bahasa Sasak berarti besar. Dengan demikian gendang beleq berarti gendang besar, lebih besar ukurannya dari gendang yang dipakai di Lombok dan daerah lain umumnya. Menurut Mamiq Hidayat, salah satu pemerhati kesenian Sasak, dinamai gendang beleq karena ; Selain bentuknya yang besar, serta suara yang paling keras, gendang dalam pertunjukannya menempati posisi paling depan sendiri, bahkan zaman dulu yang berdiri hanya gendang dan beberapa penari saja, alat musik yang lain dimainkan sambil duduk(Wawancara, Maret 2009). Musik gendang beleq dilengkapi juga dengan gong, terumpang, pencek, oncer, dan seruling. Saat dimainkan sekilas akan terdengar tidak teratur bunyinya, dan ramai. Kesan pertama kali mendengar, irama, ritme dan suara serulingnya nampak seperti pada musik Bali. Sejarah mencatat bahwa Lombok pernah dikuasai oleh Kerajaan Bali yaitu Klungkung (abad 17) dan Karangasem (abad 18) dalam rentang waktu sangat lama (Suhartono, 1970). Pada Abad 17, Lombok menjadi perebutan antar Raja Bali Karangasem dan Makasar dari Sumbawa. Pada permulaan abad 17, orang Bali dari Karangasem menyeberang Selat Lombok dan mendirikan beberapa perkampungan serta membangun kontrol politik diwilayah Lombok Barat . pada saat yang sama, orang-orang Makasar dari Sumbawa menyeberang Selat Alas dan membnagun kontrol politik di wilayah Lombok Timur (Kraan, 1980 : 2). Latar belakang sejarah kolonialisasi Bali yang cukup panjang, tampaknya juga berbekas pada musik gendang beleq ini. Setyaningsih (2009) dalam tesisnya menulis bahwa tradisi sasak seperti merariq, gedang beleq, dan perisean merupakan pengaruh dari Kerajaan Bali. Musik gendang beleq konon pada zaman dahulu digunakan sebagai musik perang, yaitu untuk mengiringi dan memberi semangat para ksatria dan prajurit kerajaan Lombok yang pergi atau pulang dari medan perang. Musik gendang beleq difungsikan juga sebagai pengiring upacara adat seperti merarik (pernikahan), ngurisang (potong rambut bayi), ngitanang atau potong loloq (khitanan), juga begawe beleq (upacara besar). Gendang beleq dipertunjukkan juga untuk hiburan semata seperti festival, acara ulang tahun kota, dan ulang tahun provinsi. Para penonton biasanya akan berdiri menunggu di pinggir jalan, ikut-ikutan menari, atau hanya sekedar bersorak gembira. Musik gendang beleq dimainkan oleh dua orang pemain yang disebut sekaha. Pada zaman dahulu sekaha berasal dari masyarakat yang dipilih oleh sekaha senior. Saat ini sekaha direkrut dengan cara mengundang siapa saja yang ingin berlatih menjadi sekaha (biasanya di rumah pemimpin sekaha yang sudah ada), dari mulai anak muda sampai orangtua. Para sekaha ini
28

kebanyakan adalah keturunan, artinya mereka saat ini menjadi sekaha karena dahulunya bapak atau kakeknya adalah sekaha juga. Saya jadi begini juga keturunan, dulunya bapak saya penabuh gendang, sekarang saya bisa tabuh gendang, seruling atau gong. Kata Mamieq Atun, pemimpin sanggar Bao Daya, Lenek, Lotim saat mengobrol disanggarnya pertengahan juni 2009 lalu. Satu hal yang menjadi keluhan para pelestari gendang beleq saat ini adalah sulitnya mencari sekaha, bukan memainkannya. Anak-anak muda Lombok sekarang, lebih banyak suka naik motor kebut-kebutan, nongkrong di jalan atau gang, menghabiskan waktunya di depan televisi menonton sinetron atau acara musik populer yang memang menjamur saat ini, bergaya pakai handphone atau mode baju atau kaos daripada diajak belajar musik gendang beleq. Musik gendang beleq dikelola sendiri oleh masyarakat secara mandiri, biasanya mereka mendirikan komunitas-komunitas budaya di beberapa kampung Lombok. Masyarakat membiayai aktifitas mereka dari hasil manggung seperti untuk festival budaya, ulang tahun kota, penggembira kampanye salah satu partai tertentu, dan yang paling sering untuk mengiringi upacara adat merarik. Ini berbeda dengan zaman dahulu dimana gendang beleq masih banyak terdapat di kampung-kampung Lombok. Musik gedang beleq sejak dahulu dipertunjukan dengan cara tradisional. Semua sekaha dalam pertunjukan gendang beleq harus memakai pakaian adat Sasak lengkap dengan atributnya. Namun sekarang karena pengaruh zaman modern, baju dan celana sekaha berbeda-beda warna antar kelompok gendang beleq, bahkan sesuai dengan pesanan sponsor, seperti rokok Dji Sam Soe seperti pada foto. Namun demikian, yang tidak boleh ditingalkan dan harus dipakai serta bercorak batik adalah sapo (ikat kepala), dodot (ikat pinggang), dan bebet (kain yang melapisi pinggang seperti pada pakaian Melayu Minangkabau). Kedua atribut ini diangggap penting, karena dianggap satu-satunya identitas yang membedakan dengan musik modern. Beberapa kelompok gendang beleq saat ini membuat seragam sendiri, dengan bordir atau sablon tulisan nama kelompok di belakang seragam. Melihat kondisi ini, masyarakat tertentu (baca : orangtua Sasak) memandang perilaku ini negatif. Mereka menganggap kelompok gendang beleq seperti ini tidak melestarikan budaya dengan utuh, karena tidak memakai seragam adat. Cemoohan juga sering ditujukan pada sekaha yang berusia muda, dimana ketika pertunjukan gendang beleq mereka memakai sapo, dodot, bebet sembarangan, memakai anting-anting atau hanya sekedar memakai kaos. B. Peralatan Berikut marilah kita mengenal alat-alat yang terdapat dalam musik gendang beleq :

29

1. Gendang beleq, terbuat dari pohon meranti besar gelondongan yang dipotong, berbentuk silinder dengan lubang yang besar ditengahnya berdiameter kurang lebih 50 centimeter dan panjang 1,5 meter, lubang kayu ditutup dengan kulit sapi atau kambing yang telah disamak. Di ujung kanan kiri gendang dipasang pengait untuk memasang tali atau selendang agar dapat diselampirkan (digantungkan) di leher atau bahu. Bentuknya yang besar, panjang dan berat, terlihat tidak menyulitkan pemain untuk memukulnya. 2. Terumpang, alat ini berbentuk seperti wajan besar yang tengahnya terdapat bundaran kecil yang berupa benjolan. Terumpang terbuat dari kuningan, dalam gendang beleq terdapat dua buah terumpang. 3. Gong, hampir sama dengan terumpang hanya ukurannya lebih besar, terbuat dari kuningan atau tembaga, jika dipukul akan menghasilkan suara yang mendengung. 4. Kenceng (dibaca seperti kata kelereng), terbuat dari kuningan juga, berbentuk seperti piring dengan tengah luarnya diberi tonjolan dan tali untuk pegangan. Kenceng ini terdiri dari dua pasang, masing-masing orang memegang sepasang. Bunyi dan irama kenceng inilah yang membuat musik gendang beleq terdengar sama dengan musik Bali. 5. Suling atau seruling, dibuat dari bambu dengan lubang-lubang kecil di tubuh bambu untuk menghasilkan bunyi merdu. Terdapat dua model seruling yang di pakai dalam gendang beleq, yang panjangya kurang lebih 50 centimeter dan 30 centimeter. 6. Oncer atau petuk, berbentuk seperti gong tetapi ukurannya lebih kecil dari terumpang, terbuat dari kuningan atau tembaga. 7. Pencek, berbentuk seperti kenceng tetapi bentuknya kecil-kecil dan diletakkan pada sebuah papan kayu yang digantung di leher. 8. Alat penabuh dan pemukul, alat tabuh gendang berupa kayu pohon kelapa sepanjang 50 centimeter dengan ujungnya dibalut kain, dirajut benang dan dilapisi lem agar kuat (bentuk mondol). Alat pemukul sama dengan penabuh hanya balutan kain agak kecil dan tipis. C. Pemain atau Sekaha Pemain gendang beleq dalam bahasa Sasaknya disebut Sekaha. Jenis kelamin semua sekaha adalah laki-laki, dari mulai anak kecil umur 7 tahun sampai orangtua umur 60 tahun. Menurut keterangan beberapa sekaha, sejak dulu pemain gendang beleq pasti laki-laki, karena berat menggendongnya. Biasanya perempuan hanya sebagai penari tambahan saja. Dalam satu rombongan musik gendang beleq terdapat kurang lebih 17 sekaha, terkadang 20 atau lebih, dengan sekaha cadangan untuk penabuh gendang atau peniup seruling. Ada juga
30

rombongan gendang beleq yang dilengkapi dengan kelompok penari khusus, sehingga terlihat banyak sekali personelnya. Lebih jelas uraiannya di bawah ini : 1. Empat sekaha penabuh gendang beleq, biasanya dipilih sekaha yang berbadan besar karena dianggap kuat, namun tidak sedikit ditemukan penabuh gendang yang berbadan kurus. 2. Dua sekaha pemukul terumpang. 3. Empat sekaha penabuh Gong. 4. Enam sekaha pemukul kenceng, setiap sekaha memainkan sepasang kenceng. Kenceng dimainkan dengan cara ditepuk, seperti menangkupkan dua piring secara bersamaan. 5. Satu sekaha untuk peniup suling atau seruling dengan satu peniup cadangan. 6. Dua sekahan pemukul oncer atau petuk, dengan cadangan satu sekaha. Dari semua alat musik petuk mudah untuk dipukul, karena iramanya monoton. 7. Dua sekaha pemukul pencek, dengan cadangan satu sekaha. D. Cara memainkan Saat pertama kali menyaksikan pertunjukan gendang beleq, cara memainkan musik ini terlihat begitu rumit dan harus hati-hati. Jika dicermati, secara umum memainkan musik gendang beleq terbagi dalam tiga proses, yaitu : 1. Persiapan Proses ini dimulai dengan menyiapkan mengecek alat dan sekaha, apakah sudah lengkap atau belum. Jika belum lengkap alatnya harus dicari, dan jika sekaha nya tidak hadir akan dicari penggantinya. Jika sudah lengkap semua, akan diteruskan pada proses selanjutnya. 2. Latihan Proses latihan merupakan proses yang paling vital sebelum memulai permainan, karena proses ini bertujuan untuk melihat apakah para sekaha sudah siap semua, konsentrasi dan semangat, juga untuk mengecek apakah alat-alatnya bisa dipergunakan dengan baik, jika belum maka akan diperbaiki terlebih dulu. Apabila dalam proses latihan ini tidak bagus, maka umumnya itu akan berdampak pada pertunjukannya. Namun karena para sekaha itu sudah terbiasa memainkan, maka kesalahan itu dapat teratasi dengan cepat, yang sulit adalah jika sekaha yang mahir berhalangan dan diganti dengan sekaha baru, proses latihan ini akan mensiasitanya. Jika sudah dirasa memadai beranjak pada proses selanjutnya. 3. Pelaksanaan Alat yang pertama dibunyikan adalah gendang beleq. Biasanya sekaha akan menabuh dua kali kanan dan satu kali kiri dengan pukulan berirama. Itu sebagai tanda untuk alat selanjutnya siap
31

menyambut, dan akan disambut oleh kenceng dengan tepukan berirama langsung menghentak. Seterusnya diikuti oleh petuk, seruling dan lainya, semenjak itu seruling tidak pernah berhenti berbunyi. Jika dilihat dari alunan musiknya yang ramai, cara memainkan gendang beleq cukup perlu konsentrasi yang tinggi. Karena jika ada satu saja sekaha yang salah dalam memainkan alat musiknya, misal terlambat atau kecepatan saat memukul, maka suara musik akan tidak enak didengarkan mas. Kata Lalu Samsudin, salah seorang sukaha gendang beleq geger girang, Pancor, Lotim suatu ketika. Musik gendang beleq dimulai berdasar komando dari penabuh gendangnya, ibarat sebuah orchestra, penabuh gendang adalah konduktornya. Walaupun dalam permainannya didominasi oleh suara terumpang, seruling dan kenceng, namun karena bunyinya paling keras, musik ini tetap dikomando oleh suara gendang. Umumnya irama musik yang dimainkan adalah lagu-lagu Sasak, namun sekarang sering terdengar irama dangdut dan Melayu ikut mewarnai. F. Nilai-nilai Nilai adalah imajinasi orang atau komunitas terhadap perilaku atau lingkungan yang dialaminya (Anderson, 2002). Gendang beleq dalam bayangan manusia Sasak memiliki makna yang luhur. Musik gendang beleq memiliki beberapa makna, antara lain : 1. Nilai filosofis. Melestarikan gendang beleq dimaknai manusia Sasak sebagai menata dan memelihara diri sendiri, karena di dalam musik gendang beleq terkandung keindahan, ketelitian, ketekunan, kesabaran, kebijakan dan kepahlawanan. Berdasar penilaian ini, musik gendang beleq bagi orang Sasak dianggap sakral. Musik ini tidak mungkin ada tanpa nilai-nilai filosofis tersebut difahami terlebih dahulu oleh nenek moyang Sasak. Mereka mentradisikannya agar difahami oleh keturunan mereka dan dipelajari muatannya. 2. Nilai psikologis. Keterikatan akan satu imajinasi yang sama, yaitu sama-sama manusia Sasak yang memiliki berbagai kesamaan, seperti nenek moyang, geografis, budaya bahkan mungkin agama. Orang Lombok yang lama kuliah di Jogjakarta selalu membicarakan gendang beleq dan berbagai budaya mereka jika bertemu, bahkan sambil makan plecing (sayur khas Lombok). Di asrama mahasiswa Lombok di Condong Catur, Jogjakarta, juga terdapat alat-alat gendang beleq. Realitas ini tentu saja bertujuan untuk terus menyambung imajinasi Sasak sebagai manusia yang terikat secara psikologis dengan tanah leluhurnya. 3. Nilai sosiologis. Seni musik gendang beleq dapat menjadi ajang untuk interaksi sosial yang terbuka tanpa sekat status sosial, pendidikan, atau keturunan. Mengenal dan
32

mencari jodoh bagi muda-mudi, tidak sedikit mereka akhirnya menikah setelah berkenalan ketika bersama menonton gendang beleq. Pertemanan dan kekerabatan baru, sering terjadi jika ada pertunjukan gendang beleq. Bagi masyarakat yang apabila dalam perkawinan anaknya dimeriahkan oleh gendang beleq, pertunjukan ini akan menaikkan status sosial mereka di masyarakat (semakin naik statusnya jika pengiring kelompok gendang beleq lebih dari satu). Bagi golongan bangsawan Sasak (Lalu, Baiq, Raden atau Dende), gendang Beleq menjadi penanda (baca; identitas) penting dirinya dimata orang Sasak yang lain (kecuali bangsawan yang beragama Islam dan menganggap gendang beleq negatif). 4. Nilai ekonomis. Gendang beleq dapat menjadi profesi yang menghasilkan, walaupun hasilnya tidak banyak, namun ketika sulit mendapatkan pekerjaan serta banyak pengangguran, ikut rombongan gendang beleq dapat menjadi alternatif untuk dapat uang walaupun hanya sekedar untuk rokok dan makan. Orkes Gulintangan: Musik Tradisional Brunei Darussalam. Orkes gulintang adalah musik tradisional khas Brunei Darussalam. Peralatan orkes ini terdiri dari lima macam, yaitu gulintangan, canang, tawak-tawak, gong, dan gandang labik. 1. Asal-usul Brunei Darussalam merupakan salah satu negara rumpun Melayu di Asia Tenggara. Negara ini dikenal sebagai salah satu penjaga tradisi budaya Melayu yang masih terus dilestarikan oleh masyarakatnya hingga kini, salah satunya adalah musik tradisional gulintang atau yang oleh masyarakat Brunei disebut dengan nama orkes (sebutan musik bagi orang Brunei) gulintangan. Pada setiap perayaan festival budaya di Brunei, gulintang selalu dimainkan oleh kelompokkelompok musik tradisional. Kenyataan ini menandakan bahwa orkes gulintang memiliki posisi penting dalam tradisi masyarakat Brunei, karena secara kebudayaan, gulintang menjadi identitas budaya yang unik dan dihormati. Jika dicermati, orkes gulintang mirip dengan musik kulintang pada masyarakat Minangkabau. Dalam bahasa Melayu Brunei, gulintang memiliki dua arti. Pertama adalah orkes yang terdiri dari beberapa jenis alat bunyi-bunyian, seperti satu gong besar, canang (gong yang berjumlah tiga buah), tawak-tawak (gong yang berjumlah dua buah), gandang labik (gendang kembar) dan gulintangan (gong kecil-kecil yang berjumlah delapan buah). Kedua, sejenis alat musik tradisional Brunei yang terdiri daripada beberapa gong kecil (delapan biji) yang disusun di atas tali (Kamus Bahasa Melayu Brunei dalam www.MelayuOnline.com). Nama gulintang diambil dari salah satu alat musik yang paling penting dalam orkes tersebut, yakni gulintangan. Tanpa gulintangan, orkes ini dirasakan kurang dan tidak lagi disebut gulintang. Namun demikian, semua alat musik dalam orkes gulintang harus ada dan saling melengkapi. Jika dimainkan bersama, alat-alat musik ini akan menghasilkan sebuah musik
33

tradisional yang enak dinikmati dan enak didengar (Md. Daud bin Tuah, 1985-1986; Awang bin Ahmad, 1985). Dalam khazanah budaya Melayu Brunei, gulintang dipercaya berasal dari ajaran nenek moyang. Orkes ini merupakan hasil karya seni leluhur Brunei yang memang dikenal sebagai orang yang menyukai seni, khususnya pantun, dan orkes gulintang merupakan media untuk menuangkan pantun menjadi sebuah lagu (Mahmud Haji Bakyr, 1976). Gulintang adalah musik tradisional ber-genre gembira. Hal ini terlihat dari irama rancak yang dihasilkan peralatan dalam orkes tersebut. Peralatan tersebut ada yang dimainkan dengan cara dipukul dan ada juga yang ditabuh. Realitas ini menjadikan orkes gulintang sebagai ruang untuk bergembira dan berdendang bersama, misalnya dalam sebuah pesta perkawinan (Hajah Kaipah binti Abdullah, 2002). Sebagai hasil karya leluhur yang masih dihargai hingga sekarang, orkes gulintang mengandung nilai-nilai bagi kehidupan orang Brunei, baik dari sisi wujud peralatannya, cara memainkannya, maupun dari sisi busana yang dipakai oleh para pemain dan penyanyinya. Nilai-nilai ini menjadi media penting bagi orang Brunei untuk terus mengikatkan kepribadian mereka dengan kebudayaan leluhur. Dalam konteks pelestarian budaya, anggapan ini penting untuk diapresiasi sebagai usaha untuk memajukan kebudayaan dan tradisi Melayu secara umum. 2. Peralatan Orkes gulintang terdiri dari beberapa alat musik yang harus dimainkan dengan aturan dan ritme tertentu. Peralatan yang dibutuhkan dalam orkes gulintang sebenarnya ada lima macam, yaitu gulintangan, canang, tawak-tawak, gong, dan gandang labik. Namun demikian, biasanya ada kelompok gulintang tertentu yang memadukannya dengan alat musik modern, seperti biola atau gitar. Adapun lima peralatan orkes gulintang tersebut adalah sebagai berikut:

Gulintangan, yakni seperangkat gong kecil berjumlah delapan buah yang ditata di atas rajutan tali dan di dalam sebuah bingkai kayu memanjang. Dalam setiap pentas, gulintangan harus ada karena alat ini merupakan inti dari orkes gulintang. Canang, yakni tiga gong yang digantung dengan tali pada sebuah tiang kayu dan dimainkan secara berurutan. Canang berfungsi sebagai pelengkap yang mengiringi gulintangan. Tawak-tawak, yakni sebuah gong yang yang digantung dengan tali pada sebuah tiang kayu. Dalam bahasa Brunei, tawak-tawak disebut sebagai peningkah atau peningkul yang berfungsi untuk merespon irama gulintangan dan canang. Gong, yakni alat musik yang berbentuk bulat yang terbuat dari besi yang ditempa dan dibentuk benjol di tengahnya. Gong berfungsi sebagai penegas irama alat musik yang lain. Gandang labik, yakni dua gendang dari kayu yang dilubangi tengahnya lalu ditutup dengan kulit kambing atau sapi. Fungsi gandang labik sama dengan gulintangan, yakni sebagai pemandu bagi alat-alat lainnya.
34

3. Pemain dan Busana Orkes gulintang umumnya dimainkan oleh laki-laki, sedangkan kaum perempuan biasanya menjadi penari atau penyanyi yang mengiringi pementasan gulintang. Jumlah pemain musik sesuai dengan jumlah alat musiknya, yaitu enam orang, dengan rincian: satu pemain untuk gulintangan, canang, tawak-tawak, dan gong serta dua orang penabuh gandang labik. Selain itu, ditambah dengan satu orang penyanyi dan dua hingga empat orang penari. Saat pementasan, para pemain, penyanyi, dan penari gulintang pada umumnya berbusana adat Brunei, yakni celana dan baju dari bahan satin yang licin dan mengkilap, sarung yang lilitkan di paha seperti rok, serta berkopiah hitam (seperti busana adat laki-laki Minangkabau). Warna busana dapat berubah-ubah, hal ini disesuaikan dengan selera kelompok gulintang. Akan tetapi, pada umumnya busana mereka berwarna krem, hijau, merah, atau biru. Warna-warna ini dianggap tepat karena sesuai dengan irama orkes gulintang yang berusaha mengajak orang untuk bergembira, berjoget, dan bernyanyi bersama. 4. Waktu dan Tempat Pementasan Orkes gulintang dipentaskan pada beberapa acara adat budaya Brunei, seperti perayaan pesta perkawinan, festival budaya, atau perayaan hari jadi kota. Dalam pentas perayaan pesta perkawinan, gulintang biasanya menampilkan tarian dan nyanyian yang berisi kisah percintaan muda-mudi. Selain itu, juga disertai dengan pantun-pantun tentang pengantin dan petuah tentang bagaimana hidup berbahagia. Untuk pentas di pesta perkawinan ini biasanya bertempat di rumah mempelai perempuan atau di gedung. Sementara itu, dalam perayaan festival budaya atau hari jadi kota, gulintang biasanya memainkan irama-irama rancak dan nyanyian gembira. Hal ini untuk merangsang para penonton agar ikut berjoget atau menyanyi. Para penarinya pun biasanya akan dipilih yang cantik-cantik dan tampan-tampan dengan busana yang indah dan menawan. Acara ini biasanya digelar di sepanjang jalanan kota atau di gedung-gedung milik kerajaan. Dalam acara ini, biasanya juga akan digelar kesenian Melayu lainnya, seperti tari-tarian semisal Tari Zapin. 5. Cara Memainkan Jika dilihat sekilas, cara memainkan peralatan orkes gulintang cukup mudah, yakni seperti hanya sekadar dipukul dan ditabuh. Namun, memainkan alat-alat orkes gulintang sebenarnya cukup sulit karena terdapat not-not nada tertentu yang harus ditaati. Jika sembarangan dalam memukul, maka bunyi yang dihasilkan menjadi tidak enak didengar. Oleh karena itu, di Brunei, orkes gulintang harus dimainkan oleh orang-orang yang sudah piawai. Mereka umumnya adalah keturunan dari orang yang dahulunya juga seniman orkes gulintang.

35

Kecuali gandang labik yang dimainkan dengan cara ditabuh menggunakan telapak tangan, semua alat orkes gulintang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan alat, yaitu potongan kayu sepanjang lebih kurang setengah meter. Kayu tersebut ada yang dipotong begitu saja dan ada pula yang dibuat benjolan pada ujungnya. Alat pemukul gulintang ini dibuat oleh orang khusus supaya bisa seimbang antara pukulan dan bunyi yang dihasilkan sehingga enak didengar. Saat pementasaan orkes gulintang, alat-alat musik dimainkan sesuai urutan, yakni sebagai berikut:

Gulintangan. Gong kecil berjumlah delapan buah ini biasanya akan dimainkan pertama kali dengan dipukul berdasarkan irama tertentu karena gulintangan berfungsi sebagai pembuka dan penuntun bagi alat musik lainnya. Biasanya, gulintangan akan dipukul secara bergantian dari kedua tangan seorang pemain. Ibarat gitar, gulintangan sering dimainkan dengan cara akustik lebih dahulu sebagai intro (nada sebelum masuk lagu). Canang. Tiga gong ini dimainkan dengan cara dipukul menggunakan sebatang kayu yang dibuatkan benjolan di ujungnya. Canang dipukul dengan ritme yang jarang namun harus selalu memperhatikan bunyi alat musik yang lain. Hal ini karena canang berfungsi sebagai pelengkap yang mengiringi gulintangan. Jika canang dipukul dengan bit yang pas, maka orkes gulintang sudah menemukan irama yang enak dinikmati; Tawak-tawak. Alat musik inilah yang membuat irama menjadi dinamis. Saat tawak-tawak dipukul dengan irama cepat, misalnya, hal itu menandakan penyanyi harus bernyanyi dengan cepat dan penari melakukan gerakan yang rancak. Gong. Alat musik ini dipukul dalam irama jarang-jarang dengan menyesuaikan irama dari gulintangan, canang, dan tawak-tawak. Gong menjadi alat musik yang penting dan biasanya akan berhenti dipukul untuk terakhir kali sesaat sebelum pementasan usai. Gandang labik. Alat ini fungsinya sama pentingnya dengan gulintangan, yakni sebagai pemandu bagi alat-alat lainnya. Biasanya, terdapat dua gandang labik yang ditabuh menggunakan telapak tangan oleh dua orang ahli gendang. Gandang labik menjadikan orkes menjadi rancak dan gerakan penyanyi serta penarinya tampak lebih semangat, apalagi jika gerakannya selaras dengan bunyi dang atau tak dari gandang labik.

6. Nilai-nilai Kesenian musik tradisional Brunei Darussalam orkes gulintang mengandung nilai-nilai positif sebagai berikut:

Pendidikan. Nilai ini tampak jelas dari nasehat yang terkandung dalam syair dan pantun yang dilantunkan dalam lagu-lagu di orkes gulintang. Nasehat yang disampaikan dalam bentuk lagu lebih enak didengar dan berkenan dalam hati. Cara ini lebih mendidik dan tidak terkesan menggurui. Nasehat dalam lagu-lagu orkes gulintang biasanya berkisar tentang bagaimana mencari jodoh yang baik, berbakti kepada orangtua, taat kepada aturan agama, hidup rukun dalam keluarga, dan sebagainya. Dalam konteks ini, orkes
36

gulintang telah menjadi media pendidikan agama, sosial, dan budi pekerti Melayu yang efektif dan menghibur. Kebersamaan. Nilai ini tampak dari interaksi sosial antara penonton dengan para pemain orkes. Dalam kondisi yang demikian, rasa kebersamaan menjadi semakin erat, karena direkatkan oleh tradisi dan budaya. Hal ini sangat terasa khususnya ketika gulintang dipentaskan dalam pesta perkawinan, di mana penonton dapat mengusulkan lagu tertentu kepada pemimpin orkes. Interaksi seperti inilah yang semakin mempererat rasa kebersamaan tersebut. Pelestarian budaya. Pementasan orkes gulintang merupakan bentuk nyata dari upaya pelestarian kebudayaan tradisional Brunei Darussalam. Dari pementasan ini diharapkan pelestarian orkes gulintang terus digalakkan sehingga akan menumbuhkan rasa memiliki terhadap kesenian tradisional. Pementasan secara berkala juga akan menjadikan gulintang sebagai musik tradisional yang dapat bertahan dalam gempuran zaman. Simbol. Nilai ini tampak dari busana dan tari-tarian dalam orkes gulintang. Dalam kajian budaya, simbol merupakan ekpresi jiwa manusia terhadap realitas yang dihadapinya. Baju adat Brunei merupakan simbol kebudayaan Melayu yang memiliki nuansa keindahan dalam berkesenian. Simbol ini mengajarkan agar manusia mencintai keindahan dan tradisi leluhur.

Ghazal: Musik Tradisional Masyarakat Melayu Kepulauan Riau. Musik ghazal merupakan salah satu jenis musik tradisional yang berkembang di tanah Melayu, salah satunya di Kepulauan Riau. Ghazal memadukan keindahan musik dan kedalaman makna syair. 1. Asal-usul Ghazal merupakan salah satu jenis musik yang berkembang di Kepulauan Riau. Salah satu wilayah yang menjadi tempat berkembangnya permainan musik ini adalah Pulau Penyengat yang merupakan salah satu dari gugusan pulau-pulau di Kepulauan Riau. Pulau Penyengat terletak di sebelah Pulau Bintan (Asri, 2008: 13). Mayoritas masyarakat Pulau Penyengat beragama Islam dan inilah yang menjadi alasan mengapa kesenian yang berkembang di pulau ini kental dengan kebudayaan Islam. Salah satu jenis kesenian yang bercorak Islam itu adalah musik ghazal. Islam yang dibawa oleh kaum saudagar Arab dan persia mulai masuk ke wilayah Kepulauan Riau sejak abad ke-18. Selain bermaksud untuk berniaga, kaum pedagang asing itu ersebut juga membawa agama, kebudayaan, dan berbagai macam kesenian. Musik ghazal merupakan hasil perpaduan antara kebudayaan yang dibawa oleh pendatang dengan kebudayaan setempat. Perpaduan konsep musik ghazal dengan budaya dan tradisi setempat ini memunculkan bentuk budaya baru. Salah satu kekhasan musik ghazal masyarakat
37

Melayu dibanding bentuk musik ghazal aslinya adalah adanya syair-syair Melayu dalam permainan musik tersebut. Di daerah asalnya, Persia dan kawasan Arab lainnya, ghazal merupakan bentuk puisi berima yang setiap barisnya memiliki bentuk yang sama. Puisi ini merupakan bentuk ekspresi rasa sakit karena kehilangan atau perpisahan. Ghazal juga merupakan bentuk ekspresi rasa cinta meski di dalamnya terdapat rasa sakit yang diderita itu. Penyair mistik Persia, Jalaludin Rumi, adalah orang pertama yang menulis jenis syair ini pada abad ke-13. Kiprah Rumi dilanjutkan oleh Hafez selang satu abad kemudian. Selanjutnya menyusul penyair Fuzuli Azeri pada abad ke-16, serta Mirza Ghalib (1797-869) dan Muhammad Iqbal (18771938). Dua orang ini menulis ghazal dalam bahasa Persia dan Urdu. Kesenian ghazal mulai menyebar ke Asia Selatan sejak abad ke-12. Saat kini, bentuk kesenian ini telah berkembang di berbagai daerah dan bentuk puisinya ditemukan dalam berbagai bahasa (wikipedia.org). Masuknya musik ghazal di Kepulauan Riau tidak lepas dari peran seorang tokoh bernama Lomak. Awalnya, Lomak menyebarkan ghazal di daerah Johor, Malaysia. Lambat-laun, ghazal berkembang ke berbagai daerah di sekitarnya, termasuk Pulau Penyengat. Masyarakat Melayu menggunakan musik ghazal sebagai sarana dakwah Islam melalui pelantunan Rubaiyat Oemar Khayam. Namun, sebelum musik ini berkembang, yang pertama kali dilakukan oleh Lomak adalah mengembangkan musik ghazal agar diterima oleh masyarakat Melayu. Musik ghazal yang mulanya kental dengan budaya Arab kemudian dimelayukan dengan variasi alat musik dan syairnya. Di Pulau Penyengat, permainan musik ghazal mendapat sambutan positif. Ini terbukti dengan pemberian ruang kepada musik ini untuk berkembang. Sambutan itu muncul bukan hanya dari kalangan masyarakat, namun juga pemerintah daerah. Suasana yang kondusif itulah yang mendorong kemunculan berbagai kelompok musik ghazal di Pulau Penyengat. Hingga saat ini, permainan musik Melayu ghazal terus berkembang. Para pemain tidak saja semakin piawai dalam memainkan peralatan musiknya, mereka pun melakukan berbagai inovasi dengan menambah jumlah lagi dalam musik tersebut. Musik Melayu ghazal terus dimainkan dalam berbagai kesempatan dan menjadi hiburan dalam berbagai upacara adat atau ketika menyambut tamu kehormatan. 2. Fungsi Musik Ghazal bagi Masyarakat Melayu Selain sebagai bagian dari entitas kebudayaan, musik juga mempunyai nilai fungsi tertentu bagi masyarakat. Begitu pula dengan musik tradisional Melayu ghazal. Dalam buku Selayang Pandang Musik Melayu Ghazal (Asri, 2008: 37-38) disebutkan beberapa fungsi musik Melayu ghazal, yakni antara lain:

38

a. Sarana Mengungkapkan Emosi Musik mempunyai kekuatan sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan atau emosi pendengarnya. Pendengar musik seolah-olah mempunyai hubungan yang kuat dengan lagu yang sedang didengarkan, baik secara musikal maupun dari lirik lagu tersebut. Meskipun demikian, pandangan atau perasaan setiap orang yang mendengar suatu musik berbeda-beda. Dalam pandangan psikologi umum, emosi merupakan respon yang khusus yang berorientasi untuk merespon pelaku. Emosi muncul sebagai respon atau reaksi personal terhadap sebuah situasi. Emosi tertentu dapat muncul ketika seseorang mendengarkan musik Melayu ghazal. Kita akan secara langsung dan tanpa sadar merespon musik tersebut ketika mendengarkannya dan mengatakan musik tersebut bagus. b. Sebagai Hiburan Musik selalu menjadi sarana hiburan bagi sebagian besar orang. Begitu pula dengan musik tradisional ghazal yang dapat menjadi sarana hiburan bagi masyarakat, misalnya ketika menyambut tamu atau sebagai hiburan dalam acara-acara tertentu. c. Kenikmatan Estetis Kenikmatan estetis juga terkandung dalam musik Melayu ghazal, meskipun pandangan antara satu orang dengan yang lain tentunya tidak sama. Namun, secara umum nilai estetis dalam sebuah karya seni dapat diakui secara bersama-sama. Fungsi kenikmatan estetis dalam musik ghazal sangat jelas dan berlaku bagi semua orang. d. Sarana Komunikasi Menurut Asri (2008:39), musik dapat digunakan untuk berkomunikasi dalam hubungannya dengan Tuhan (hablum minallah) dan manusia (hablum minannas). Musik sebagai sarana berkomunikasi dengan Tuhan dapat dirasakan pada waktu para pemain memahami dan menghayati syair dan lagu yang dibawakan. Semakin banyak pemain menguasai nilai dan ajaran dalam syair, semakin tinggi pula ketundukannya kepada Tuhan. Musik ghazal dapat menjadi sarana yang dijadikan sebagai alat untuk berkomunikasi dengan Tuhan. 3. Musik Ghazal dalam Pertunjukan Berikut ini adalah hal-hal penting terkait dengan pementasan musik Melayu ghazal: a. Peralatan Musik Dalam sebuah pementasan musik, peralatan yang digunakan mempunyai peranan yang sangat penting. Apalagi pementasan tersebut merupakan gabungan dari beberapa alat musik, yang tentunya tidak hanya membutuhkan kekompakan para pemain, namun juga peralatan musiknya. Kekompakan alat musik inilah yang terdapat dalam musik Melayu ghazal. Lewat alat musik

39

yang digunakan, musik ghazal memunculkan suara yang khas dan unik untuk diperdengarkan (Asri, 2008: 45). Dalam permainan musik Melayu ghazal, alat musik memegang peranan penting. Alat musik ini akan menghasilkan irama yang memberikan kesan bagi para pendengarnya. Ada beberapa alat musik dalam permainan musik Melayu ghazal menurut Asri (2008: 46), yaitu syarenggi, sitar, harmonium, dan tabla. Syarenggi merupakan alat musik yang berbentuk seperti tongkat kayu. Pada peralatan ini terpasang tiga tali yang ketika dimainkan akan menghasilkan suara. Alat ini dimainkan dengan cara digesek dan mengeluarkan suara yang khas ketika dimainkan. Sitar berbentuk seperti gitar dan sama-sama merupakan alat musik petik. Berbeda dengan gitar, pada bagian pangkal sitar atau bagian yang dipetik berbentuk lebih bundar dan gembung seperti buah labu. Tali senar sitar berjumlah tujuh buah yang terkait dari ujung ke pangkal. Di ujung sitar, tali dikaitkan dengan pengatur nada. Harmonium adalah alat musik yang berbentuk kotak seperti balok kayu. Alat musik ini mirip dengan piano, begitu pula dengan cara memainkannya. Tabla merupakan alat musik pukul berbentuk bundar. Bagian atasnya terdapat tutup dari bahan kulit yang ditali dari atas ke bawah yang berfungsi untuk mengatur tinggi dan rendah nada irama tabla. Untuk menghasilkan nada tinggi, tali ditarik dengan lebih kencang. Sebaliknya, untuk nada rendah, maka tali harus dikendorkan. Pada perkembangannya kemudian, peralatan musik ghazal mengalami perubahan. Biola menggantikan syarenggi, gambus menggantikan sitar, serta gitar sebagai tambahan. Dua alat musik yang masih dipertahankan adalah harmonium dan tabla. Meskipun mengalami perubahan dalam peralatan musiknya, namun irama musik ghazal tetap dipertahankan sebagaimana aslinya. b. Syair dalam Pementasan Musik Ghazal Syair dalam pementasan musik Melayu ghazal memegang peranan penting. Syair merupakan jalan masuk untuk menjiwai musik, selain irama yang disuguhkannya. Selain itu, melalui syair, musik Melayu ghazal menyampaikan pesan moral dan spiritual kepada para pendengarnya. Dalam hal ini, musik Melayu ghazal bukan hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi mempunyai fungsi edukasi dan informasi. Syair dalam musik Melayu ghazal berupa puisi, terkadang juga pantun. Bahasa yang digunakan dalam syair lagu, yang bentuk awalnya adalah pantun, menggunakan kata-kata kiasan. Dalam budaya Melayu, pantun merupakan media sastra yang paling utama dalam berkomunikasi (Agus Trianto, 2007: 20).

40

Contoh pantun dalam pementasan musik Melayu ghazal misalnya Embun Berderai dan Patah Hati. Keduanya merupakan pantun yang sangat terkenal di masyarakat Melayu, terutama di Riau. Pantun Embun Berderai mengisahkan tentang seseorang yang sebenarnya tidak ingin berpisah dari pasangannya, namun mereka ditakdirkan berpisah. Sedangkan Patah Hati menceritakan tentang seseorang yang merantau dan teringat akan kampung halamannya. Berikut dua pantun berjudul Embun Berderai dan Patah Hati yang dikutip dari Asri (2008: 51): Embun Berderai Tiup api embun berderai Patah galah di haluan perahu Niat hati tak mau bercerai Kuasa Allah siap yang tahu Patah Hati Patah hati terus merajuk Merajuk sampai ke belukar Hati panas kembali sejuk Ibarat burung kembali ke sangkar 4. Nilai-nilai Musik Melayu ghazal mempunyai nilai-nilai yang dapat dijadikan panutan bagi generasi sekarang. Beberapa nilai yang terdapat dalam musik Melayu ghazal, yakni: a. Nilai Tradisi Musik Melayu ghazal adalah musik lintas generasi yang diwariskan secara turun-temurun. Sebagai sebuah tradisi, musik Melayu ghazal dapat menjadi salah satu ukuran sampai sejauh mana perkembangan peradaban masyarakat. Kemajuan peradaban tersebut terkait dengan sejauh mana masyarakat menciptakan dan mengembangkan potensi dan kemampuannya. b. Nilai Akulturasi Budaya Kebudayaan bukan sesuatu yang sudah jadi atau entitas yang kaku. Kebudayaan selalu mengalami perkembangan, perpaduan, hingga dihasilkannya kebudayaan baru.

41

c. Nilai Keindahan Bermain musik selalu mensyaratkan kekompakan. Hal ini juga yang ada pada musik Melayu ghazal. Keindahan musik ini terciptakan dari keselarasan nada dan irama, kekompakan, dan syair lagu tersebut. Keindahannya terletak pada syair lagu yang dimainkan dan spontanitas para pemain dalam mementaskan musik Melayu ini. d. Nilai Edukasi Musik juga dapat berfungsi sebagai sarana edukasi. Syair-syair pada musik Melayu ghazal, baik yang berbentuk pantun atau puisi, merupakan cerminan pandangan hidup dan kearifan masyarakat Melayu. Nilai-nilai kearifan tersebut dapat menjadi pedoman bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Dengan demikian, musik Melayu ghazal cukup berperan penting dalam proses edukasi masyarakat 3. Seni Tenun.

Seni Tenun merupakan hasil kerajinan manusia di atas bahan kain yang terbuat dari benang, serat kayu, kapas, sutra dan lain-lain, dengan cara memasukkan pakan secara melintang pada lungsin, yakni jajaran benang yang terpasang membujur. Kualitas sebuah tenunan biasanya dinilai dari mutu bahan, keindahan tata warna, motif dan ragi hiasannya. Seni tenun ini berkaitan erat dengan sistem pengetahuan, budaya, kepercayaan, lingkungan alam dan sistem organisasi sosial masyarakat pemilik budaya pertenunan tersebut. Karena sistem di atas berbeda antara masyarakat satu dengan lainnya, maka, seni pertenunan masing-masing juga berbeda. Sebagai bagian dari sistem budaya di masyarakat, hasil tenun berkaitan dengan aspek estetis, upacara adat, religi dan simbol status. Corak ragi tertentu biasanya mengandung makna tertentu pula. Oleh sebab itu, seni tenun suatu masyarakat selalu bersifat partikular (khas) dan bagian dari representasi budaya masyarakat tersebut, termasuk masyarakat Melayu. Dalam masyarakat Melayu, hasil tenun yang berupa pakaian berfungsi untuk menutup malu, menjemput budi, menjunjung adat dan menolak bala. Dari sini, bisa dilihat kuatnya muatan adat, agama, etis dan estetis pada pakaian. Oleh karena itu, ada ungkapan pantang memakai memandai-mandai. Kekhasan tenun Melayu terutama tampak dalam corak dan ragi yang terinspirasi oleh tumbuhan (bunga, kuntum, pucuk rebung, daun, buah dan akar), hewan, benda angkasa, kaligrafi dan dari bentuk tertentu, seperti lentik bersusun, bintang-bintang, lengkung anak bulan dsb. Dalam portal ini, seni tenun tersebut akan dibahas berdasarkan daerah yang terdapat dalam kawasan Melayu. o o o o o Tenun Siak Kain Tradisional Riau. Tenun Bengkalis (dalam proses penulisan). Tenun Indragiri (dalam proses penulisan). Tenun Songket Silungkang (Sumatera Barat). Tenun Songket Palembang (Sumatera Selatan).
42

o Tenun Songket Pandai Sikek (Sumatera Barat - Indonesia). o Tenun Buton. o Tenun Sambas Kain Tradisional Kalimantan Barat. o Tenun Doyo: Kain Tradisional Suku Dayak Benuaq, Kalimantan Timur. o Tenun Bugis Pagatan, Kalimantan Selatan. o Ragam Hias Kain Tenun di Sulawesi Selatan. 4. Seni Ukir.

Seni ukir adalah seni membentuk gambar pada kayu, tempurung, bambu, batu, logam dan bahan lainnya. Hasilnya berupa gambar atau hiasan yang indah, dengan bagian-bagian yang cekung dan cembung yang disebut relief. Di samping berbentuk relief, ukiran ada juga yang berlubang (tembus). Ukiran biasanya memiliki berbagai tema, biasanya terinspirasi dari tumbuhan, hewan, alam, manusia, atau bahkan suatu cerita. Kekhasan seni ukir Melayu tampak dalam corak dan ragi yang didominasi oleh unsur tumbuhan dan hewan, walaupun unsur lain, seperti alam dan kaligrafi juga berkembang. Dalam tradisi ukiran Melayu, contohnya Riau, terdapat tiga kelompok induk corak dan ragi ukiran dari unsur tumbuhan (flora), yaitu: kaluk pakis, bunga-bungaan dan pucuk rebung; sementara dari unsur hewan (fauna), terdapat ukiran semut beriring, lebah bergantung, itik sekawan, naga dan burung. Hasil ukiran ini dapat dilihat pada benda-benda seperti perahu, tembikar, nisan makam, senjata, ornamen rumah dan masjid, alat musik, regalia kerajaan, perhiasan dan benda lainnya. Portal ini akan memaparkan tentang seni ukir Melayu yang pernah ada dan berkembang di masyarakat Melayu dari berbagai kawasan. Seni Ukir Pekanbaru. Seni Ukir Indragiri Hilir. Ragam Jenis Ukiran Toraja, Sulawesi Selatan 5. Teater Rakyat.

Teater Rakyat merupakan seni pertunjukan yang biasanya mengekspresikan dan menggambarkan kehidupan suatu masyarakat. Wujud pertunjukan rakyat ini adalah seni tari, nyanyi, teater, dsb. Pertunjukan rakyat diselenggarakan pada tempat dan waktu tertentu untuk menyalurkan hasrat rasa keindahan, hiburan, emosi dan keresahan yang tidak dapat dikatakan secara terus terang. Dalam tataran ini, seni pertunjukan rakyat juga merupakan sarana pelepasan emosi. Seni pertunjukan rakyat ini biasanya bersifat sederhana, spontan dan menyatu dengan kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, dalam pertunjukan randai, terjadi hubungan yang erat antara pemain dan penonton. Bahkan, seringkali penonton menyela pembicaraan para pemain. Dengan eratnya relasi emosional antara pemain dan penonton, maka pesan-pesan yang dikandung oleh pertunjukan jadi semakin mudah ditangkap dan dipahami oleh para penonton.
43

Berkaitan dengan ide cerita, biasanya, diangkat dari kisah-kisah teladan dan kepahlawanan orang-orang terdahulu, kemudian dikemas sesuai dengan konteks tempat dan waktu seni itu dipertunjukkan. Dalam portal ini, akan dipaparkan beberapa pertunjukan rakyat yang pernah berkembang di masyarakat Melayu sejak dulu hingga saat ini. 1. Menora . 2. Makyong. 3. Mendu. 4. Bangsawan. 5. Dul Muluk. 6. Mamanda. 7. Barzanji: Tradisi Melayu-Islam Masyarakat Riau. 8. Burdah. 9. Boria. 10. Wayang Cecak . 11. Gazal 12. Tabot . 13. Dikir Barat. 14. Melemang. 15. Nandai Batebah (Bengkulu). 16. Bamadihin: Seni Bertutur Orang Banjar, Kalimantan Selatan. 17. Randai, Drama Tradisional Minangkabau . 18. Becerite dan Bedande: Seni Bertutur Orang Melayu Sambas, Kalimantan Barat. 6. Permainan Rakyat.

Permainan dalam suatu masyarakat berawal dari rasa ketidakpuasan mereka terhadap kondisi kehidupan yang monoton. Manusia senantiasa mendambakan selingan sebagai hiburan yang dapat menimbulkan kegairahan hidupnya. Untuk itulah, manusia tidak segan-segan berkorban demi memenuhi kebutuhan hiburan, sebagai pengisi waktu luang di sela-sela rutinitas kesehariannya. Kegiatan apa pun, dengan berbagai tujuannya, dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kebosanan yang timbul akibat kegiatan yang berulang-ulang sepanjang hari. Diantara kegiatan yang dapat dilakukan, agar menimbulkan kegairahan hidup manusia, adalah berbagai bentuk permainan rakyat. Tumbuh dan berkembangnya suatu permainan tidak lepas dari lingkungannya dalam arti luas (alam, sosial, budaya). Lingkungan alam, sosial dan budaya yang berbeda pada gilirannya akan membuahkan permainan yang berbeda. Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir misalnya, mereka akan menumbuh-kembangkan permainan yang berorientasi pada kelautan. Sedangkan masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman, mereka akan menumbuh-kembangkan permainan yang berorientasi pada lingkungan alamnya yang berupa daratan tinggi dan atau pegunungan.
44

Permainan yang ditumbuh-kembangkan, baik oleh masyarakat pesisir maupun masyarakat pedalaman pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu permainan kelompok dan individual. Kedua kategori permainan itu sendiri berdasarkan sifatnya dapat dikategorikan menjadi dua pula, yaitu hiburan dan kompetisi. Berikut ini adalah berbagai bentuk permainan yang tiumbuh-kembangkan oleh masyarakat Melayu di Nusantara. 1. Permainan Rakyat Individual. Bersifat Hiburan 1. Permainan Ali Oma (Riau). 2. Permainan Rampuat Kakaran (Maluku). 3. Permainan Paka-paka (Maluku). 4. Permainan Tadu Lada (Maluku). 5. Permainan Tali Merdeka (Kuantan Singingi). 6. Permainan Congkak. 7. Permainan Ancong-Ancong (Maluku). 8. Permainan Akbombo-Bombo (Sulawesi Selatan). 9. Permainan Abbahi-bahi (Sulawesi Selatan). 10. Permainan Ingkling. 11. Gasing: Permainan Rakyat Kalimantan Timur. 12. Maqgalaceng: Permainan Tradisional Melayu dari Sulawesi Selatan. 13. Maccuke: Permainan Tradisional Melayu dari Sulawesi Selatan. 14. Meriam Bambu: Permainan Tradisonal Melayu Nusantara. 15. Massaung Manuq: Sabung Ayam dalam Tradisi Orang Melayu di Sulawesi Selatan. Bersifat Kompetisi 1. Permainan Layang-layang Bengkalis. 2. Permainan Isutan Jarat (Kalimantan Selatan). 3. Permainan Madudutu Lese (Maluku). 4. Permainan Makahi (Maluku). 5. Permainan Maggassing/Akagasing (Bugis). 6. Permainan Marraga/Akraga (Bugis). 7. Permainan Galo-galo (Maluku). 8. Permainan Abbatu Samba (Sulawesi Selatan). 9. Permainan Aklobang (Sulawesi Selatan). 10. Permainan Gasing. 11. Permainan Tuju Lubang (Bunguran, Kepulauan Riau). 12. Permainan Massaung Manuk (Sulawesi Selatan). 13. Permainan Carompang (Sulawesi Selatan).
45

14. Permainan Makah-Makah (Nanggroe Aceh Darussalam). 15. Pindah Bintang: Permainan Tradisional Melayu Kalimantan Timur. 16. Tak Tek: Permainan Tradisional Melayu Bangka Belitung. 17. Beluncur: Permainan Tradisional Melayu Bulungan, Kalimantan Timur . 18. Karet Penci: Permainan Tradisional Melayu dari Bangka Belitung.

2. Permainan Rakyat Kolektif. Bersifat Hiburan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Permainan Lu Lu Cina Buta (Riau). Permainan Besimbang (Riau). Permainan Canang (Riau). Permainan Batewah (Kalimantan Selatan). Permainan Sum Lere Radu Bulan Nir Ouwe (Maluku). Permainan Harimau dan Kancil (Kuantan Singingi). Permainan Kuda Kepang (Johor).

Bersifat Kompetisi 1. Permainan Galah (Riau). 2. Permainan Balogo (Banjar - Kalimantan Selatan). 3. Permainan Rbintin Vatuk (Maluku). 4. Permainan Guli. 5. Permainan Kola-kola (Maluku). 6. Permainan Sife Siflyoi/Manut Selarmanat (Maluku). 7. Permainan Tan Besi (Maluku). 8. Permainan Makbenteng (Sulawesi Selatan). 9. Permainan Makkatto (Sulawesi Selatan). 10. Permainan Sepak Raga. 11. Permainan Akmemu-Memu (Sulawesi Selatan). 12. Permainan Mallulok (Sulawesi Selatan). 13. Permainan Kolek (Kepulauan Riau). 14. Permainan Gallak-Gallak (Sulawesi Selatan). 15. Tempong: Permainan Rakyat dari Kalimantan Barat. 16. Maraga: Permainan Tradisional dari Sulawesi Selatan. 7. Seni Lukis.

46

Seni Lukis adalah salah satu dari cabang kesenian Melayu yang berbentuk visual, diekspresikan pada bidang datar (dua dimensi), dan merupakan hasil dari pengolahan berbagai unsur seni, seperti bentuk, warna, bidang atau garis. 8. Seni Bela Diri.

Seni bela diri ditandai dengan adanya pencak silat. Di daerah Riau terdapat beberapa jenis silat, yang dipelajari secara turun temurun menurut tata cara tertentu. Silat yang terkenal antara lain adalah:

Silat Pangean, Silat Tumbuk, Silat Kampar, Silat Cekak.

Beberapa jenis silat yang dibawa pendatang dan dapat berkembang di Riau antara lain adalah:

Kuntau, Silat Tuo, Silat Lintau, dan sebagainya. Berdasarkan penggunaannya, silat ini dibagi menjadi:

Silat Permainan, yaitu silat yang digunakan dalam upacara-upacara. Silat ini umumnya terlihat indah. Contohnya adalah silat pedang, silat parisai, dan silat sembah. Silat sebenar silat, adalah silat yang benar-benar digunakan untuk membela diri dalam menghadapi lawan. Silat ini dipelajari dengan persyaratan tertentu dan dibagi dalam beberapa tingkatan. Silat Bayang Buayo (Sumatera Barat - Indonesia). Kuntau (Kelantan - Malaysia). Silambam (Malaysia). Silat Cekak (Malaysia). Silat Kumango (Sumatera Barat - Indonesia). Mammencaq: Seni Beladiri Melayu dari Sulawesi Selatan. 9. Seni Pertunjukan Lain.

1. 2. 3. 4. 5. 6.

1. Nyanyi Panjang Orang Petalangan: Identitas atas Hutan Tanah Wilayat dalam Bentuk Sastra Lisan. 2. Bakaba, Pertunjukan Sastra Lisan Minangkabau.
47

3. Pertunjukan Lamut Kabupaten Indragiri Hilir. 10. Seni Kerajinan. 1. 2. 3. 4. Kain Sasirangan (Kerajinan Tradisional Kalimantan Selatan). Kain Kulit Kayu, Kerajinan Khas Masyarakat Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Kain Ulos, Kerajinan Tradisional Batak Provinsi Sumatra Utara. Kain Tapis, Kain Tradisional Lampung 11. Sastra Melayu Klasik Sastra Melayu Klasik bermula pada abad ke-16 Masehi. Semenjak itu sampai sekarang gaya bahasanya tidak banyak berubah. Dokumen pertama yang ditulis dalam bahasa Melayu klasik adalah sepucuk surat dari raja Ternate, Sultan Abu Hayat kepada raja Joo III di Portugal dan bertarikhkan tahun 1521Masehi. Bentuk Sastra Melayu Gurindam Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi. Gurindam Lama contoh : Pabila banyak mencela orang Itulah tanda dirinya kurang Dengan ibu hendaknya hormat Supaya badan dapat selamat Gurindam Dua Belas Kumpulan gurindam yang dikarang oleh Raja Ali Haji dari Kepulauan Riau. Dinamakan Gurindam Dua Belas oleh karena berisi 12 pasal, antara lain tentang ibadah, kewajiban raja, kewajiban anak terhadap orang tua, tugas orang tua kepada anak, budi pekerti dan hidup bermasyarakat. Hikayat Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa yang berisikan tentang kisah, cerita, dongeng maupun sejarah. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang
48

lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama. Salah satu hikayat yang populer di Riau adalah Yong Dolah. Karmina Karmina atau dikenal dengan nama pantun kilat adalah pantun yang terdiri dari dua baris. Baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua adalah isi. Memiliki pola sajak lurus (a-a). Biasanya digunakan untuk menyampaikan sindiran ataupun ungkapan secara langsung. Contoh Sudah gaharu cendana pula Sudah tahu masih bertanya pula Pantun Pantun merupakan sejenis puisi yang terdiri atas 4 baris bersajak a-b-a-b, a-b-b-a, a-a-b-b. Dua baris pertama merupakan sampiran, yang umumnya tentang alam (flora dan fauna); dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. 1 baris terdiri dari 4-5 kata, 8-12 suku kata. Contoh Pantun Kayu cendana diatas batu Sudah diikat dibawa pulang Adat dunia memang begitu Benda yang buruk memang terbuang Seloka Seloka merupakan bentuk puisi Melayu Klasik, berisikan pepetah maupun perumpamaan yang mengandung senda gurau, sindiran bahkan ejekan. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair, kadang-kadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris. contoh seloka lebih dari 4 baris: Baik budi emak si Randang Dagang lalu ditanakkan Tiada berkayu rumah diruntuhkan Anak pulang kelaparan Anak dipangku diletakkan Kera dihutan disusui Syair Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak. Biasanya terdiri dari 4 baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair (pada pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud). Syair berasal dari Arab.
49

Talibun Talibun adalah sejenis puisi lama seperti pantun karena mempunyai sampiran dan isi, tetapi lebih dari 4 baris ( mulai dari 6 baris hingga 20 baris). Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcdeabcde, dan seterusnya. Contoh Talibun : Kalau anak pergi ke pekan Yu beli belanak beli Ikan panjang beli dahulu Kalau anak pergi berjalan Ibu cari sanakpun cari Induk semang cari dahulu Arsitektur Melayu Arsitektur Melayu Tradisional di Indonesia 1. Arsitektur Melayu Tradisional di Aceh. 2. Arsitektur Melayu Tradisional di Sumatera Utara. 3. Arsitektur Melayu Tradisional di Sumatera Barat. 4. Arsitektur Melayu Tradisional di Riau. 5. Arsitektur Melayu Tradisional di Kepulauan Riau. 6. Arsitektur Melayu Tradisional di Sumatera Selatan. 7. Arsitektur Melayu Tradisional di Bengkulu. 8. Arsitektur Melayu Tradisional di Jambi. 9. Arsitektur Melayu Tradisional di Lampung. 10. Arsitektur Melayu Tradisional di Kepulauan Bangka Belitung. 11. Arsitektur Melayu Tradisional di Kalimantan Barat. 12. Arsitektur Melayu Tradisional di Kalimantan Selatan. 13. Arsitektur Melayu Tradisional di Kalimantan Timur. 14. Arsitektur Melayu Tradisional di Sulawesi Utara. 15. Arsitektur Melayu Tradisional di Sulawesi Tengah. 16. Arsitektur Melayu Tradisional di Sulawesi Tenggara. 17. Arsitektur Melayu Tradisional di Sulawesi Selatan. 18. Arsitektur Melayu Tradisional di Nusa Tenggara Barat (NTB). 19. Arsitektur Melayu Tradisional di Nusa Tenggara Timur (NTT). 20. Arsitektur Melayu Tradisional di Maluku. Dalam masyarakat Melayu tradisional, rumah merupakan bangunan utuh yang dapat dijadikan tempat kediaman keluarga, tempat bermusyawarah, tempat beradat berketurunan,
50

tempat berlindung bagi siapa saja yang memerlukan. Oleh sebab itu, rumah Melayu tradisional umumya berukuran besar, biasanya bertiang enam, tiang enam berserambi dan tiang dua belas atau rumah serambi. Selain berukuran besar, rumah Melayu juga selalu berbentuk panggung atau rumah berkolong, dengan menghadap ke arah matahari terbit. Secara umum, jenis rumah Melayu meliputi rumah kediaman, rumah balai, rumah ibadah dan rumah penyimpanan. Penamaan itu disesuikan dengan fungsi dari setiap bangunan. Yang paling menarik dari arsitektur rumah Melayu ialah simbol-simbol yang terdapat pada bagian-bagian rumah; atap, tiang, tangga, pintu, jendela, dinding, dan lain sebagainya. Dan, terdapat pula beberapa macam arsitektur untuk setiap bagian rumah yang memiliki arti tersendiri. Misalnya atap lontik. Atap lontik ini berciri kedua perabungnya melentik ke atas, yang melambangkan bahwa pada awal dan akhir hidup manusia akan kembali kepada penciptanya. Sementara lekukan pada pertengahan perabungnya melambangkan lembah kehidupan yang terkadang penuh dengan berbagai macam cobaan (h.38). Simbol-simbol itu biasa diiringi dengan ornamen yang khas dan memiliki makna tertentu pula, dan ada kalanya juga dihiasi dengan kaligrafi Arab. Bisa dikatakan, hampir seluruh elemen yang ada dalam rumah Melayu mengandung nilai budaya. Misalnya, kamar dara yang terletak di atas loteng atau para-para dengan jalan masuk dan keluarnya dari ruang tengah, dimaksudkan untuk menjaga keselamatan dan mengontrol perilaku si anak dara. Hal ini sangat penting dilakukan, karena sifat, sikap dan perilaku anak dara tersebut berkaitan dengan kehormatan serta harga diri keluarga (h.80). Hal ihwal dan detail tentang rumah Melayu cukup terangkum dalam buku ini. Dalam bidang arsitektur, masyarakat melayu memilliki kebanggan dengan adanya bentuk yang di latar belakangi oleh tampilan rumah belah bubung. Tampilan rumah ini mencirikan bentuk atap di mana pada lisplank yang mencapai bubungan menjadi terbelah dan membentuk hiasan huruf V. lisplank utama ini memiliki sudut kemiringan atap yang curam, kemudian dibawahnya beratap dengan sudut kemiringan landai. Ciri lain dari rumah berbudaya melayu adalah konstruksinya yang berupa rumah panggung dan bahan kayu. Sulitnya transportasi untuk mencapai pulau-pulau kecil di wilayah Kepulauan Riau membuat beberapa orang membangun rumahnya menggunakan bahan yang berasal dari pulau tersebut. karena masih ada hutan, maka penggunaan bahan kayu banyak dipilih sebagai material bangunan rumah. Demikian pula dengan atap bangunan yang akan menyulitkan pemilik rumah jika harus menyediakan bahan berupa genteng, maka pemilihan bahan atap menggunakan
51

rangkaian daun kelapa. Atap dengan rangkaian daun kelapa ini akan tahan dipakai untuk banguunan permanen selama lima tahun. Selebihnya pemilik rumah akan merehabilitasi rumah dengan atap rangkaian daun kelapa yang baru. Bentuk yang khas dari rumah belah bubung tidak hanya digunakan untuk rumah tinggal saja, namun juga untuk bangunan umum seperti gedung pertemuan, pelabuhan laut dan sebagainya. Bahkan beberapa gapura masuk permukiman juga ada yang menggunakan bentuk tersebut. Karena masyarakat kepulauan riau tinggal di pulau-pulau kecil, maka matapencaharian terbesarnya adalah nelayan. Dengan demikian sebagian besar rumah penduduk juga berdiri dekat dengan pantai, bahkan banyak pula yang berdirinya tepat di atas laut. Kepulauan Riau adalah sebuah propinsi di Indonesia yang terbentang dari daratan di sebelah Timur Sumatra Barat sampai pada pulau-pulau kecil di Selat malaka dan Laut Natuna. Kebesaran Kerajaan Malaka pada masa lampau masih berbekas kuat pada masyarakat Kepulauan Riau dengan kebanggannya sebagai bangsa Melayu. Kebanggaan tersebut tampak dalam pola kehidupan, adat dan budaya yang bernafaskan melayu, termasuk juga arsitekturnya. KARAKTERISTIK RUMAH MELAYU Ditinjau dari tipologi dan fungsi ruang, rumah tradisional Melayu pada umumnya terdiri atas tiga jenis, yaitu Rumah Tiang Enam, Rumah Tiang Enam Berserambi, dan Rumah Tiang Dua Belas, atau Rumah Serambi. Rumah Tiang Dua Belas atau Rumah Serambi merupakan rumah besar dengan tiang induk sebanyak dua belas buah. Tipologi rumah tradisional Melayu adalah rumah panggung atau berkolong, dan memiliki tiang-tiang tinggi. Hal ini sesuai dengan iklim setempat serta kebiasaan yang sudah turun temurun. Tinggi tiang penyangga rumah sekitar dua sampai dua setengah meter. Tinggi rumah induk bagian atas sekitar tiga atau tiga setengah meter. Suasana di dalam ruangan sejuk dan segar karena banyak memiliki jendela serta lubang angin (ventilasi). Setiap ruangan pada rumah Melayu memiliki nama dan fungsi tertentu. Selang depan berfungsi sebagai tempat meletakkan barang-barang tamu, yang tidak dibawa ke dalam ruangan. Ruang serambi depan berfungsi sebagai tempat menerima tamu pria, tetangga dekat, orang-orang terhormat, dan yang dituakan. Ruangan serambi tengah atau ruang induk berfungsi sebagai tempat menerima tamu agung, dan yang sangat dihormati. Ruang selang samping berfungsi sebagai tempat meletakkan barang yang tidak dibawa ke dalam ruang serambi belakang. Tempat ini merupakan jalan masuk bagi tamu perempuan. Ruang dapur dipergunakan untuk memasak dan menyimpan barang-barang keperluan dapur. Karena susunan papan lantainya jarang, maka sampah dapat langsung dibuang ke tanah. Ruangan kolong rumah biasanya digunakan sebagai tempat bekerja sehari-hari dan menyimpan alat-alat rumah.
52

Sedangkan WC dan kandang ternak (kambing atau ayam) letaknya agak di belakang rumah. Dari antara jenisnya, rumah kediaman lazim disebut rumah tempat tinggal atau rumah tempat diam, yaitu rumah yang khusus untuk tempat kediaman keluarga. Di dalam kehidupan seharihari, rumah kediaman wajib dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya agar lebih memberi kenyamanan dan kebahagiaan bagi penghuninya. Berdasarkan bentuk atapnya, rumah kediaman dinamakan Rumah Bubung Melayu atau Rumah Belah Rabung atau Rumah Rabung. Nama Rumah Bubung Melayu diberikan oleh para pendatang bangsa asing, terutama Cina dan Belanda, karena berbeda dengan bentuk rumah mereka, yaitu seperti kelenteng maupun rumah limas yang mereka sebut sebagai rumah Eropa. Sedangkan nama Rumah Belah Rabung diberikan oleh orang Melayu. Karena bentuk atapnya terbelah oleh bubungannya. Orang tua-tua menyebut dengan nama Belah Krol yaitu rambut yang disisir terbelah dua. Nama Rumah Rabung berasal dari kata Rabung, singkatan dari Perabung. Penyebutan ini untuk membedakan dengan bentuk atap yang tidak memakai perabung seperti bangunan pondok ladang atau gubuk yang disebut Pondok Pisang Sesikat. Sebutan lain yang diberikan untuk rumah adalah berdasarkan pada bentuk kecuraman dan variasi atap. Rumah dengan atap curam disebut rumah Lipat Pandan. Jika atapnya agak mendatar disebut rumah Lipat Kajang, dan bila atapnya diberi tambahan di bagian bawah (kaki atap) dengan atap lain maka disebut rumah Atap Layar atau Rumah Ampar Labu. Penamaan lain adalah berdasarkan pada posisi rumah terhadap jalan raya. Rumah yang dibuat dengan perabung atap sejajar dengan jalan raya di mana rumah itu terletak, disebut Rumah Perabung. Sedangkan bila perabung rumah tegak lurus terhadap jalan raya di mana umah itu menghadap, disebut Rumah Perabung Melintang. Rumah didirikan di atas tiang yang tingginya antara 1,502,40 Meter. Ukuran rumah tidak ditentukan. Besar kecilnya bangunan bergantung kepada kemampuan pemiliknya. Pada rumah yang didirikan di daerah tepi sungai atau pantai, tiang dibuat tinggi supaya rumah tidak terendam air pasang. Kolong rumah sering digunakan untuk tempat bertukang membuat perahu atau pekerjaan lain. Di samping sebagai tempat menyimpan sebagian alat pertanian dan alat nelayan. Sebetulnya, lama sebelum kedatangan pengaruh luar dan telunjuk moden, penduduk asal Melayu dan Orang Asli di Semenanjung Tanah Melayu dan Sumatera serta kaum Bumiputra/Pribumi lain di Borneo dan bagian lain di alam Melayu telah mempunyai sistem perumahan yang canggih, cantik dan serasi dengan gaya hidup dan alam sekitar. Manakala orang Melayu dan Orang Asli di Semenanjung, Sumatera dan pulau-pulau lain biasanya membina rumah sesebuah (ala banglo) yang didiami oleh sekeluarga besar; sesetengah suku-kaum di Borneo lebih gemar kepada konsep rumah panjang yang memuatkan seluruh kampung! Yakni setiap keluarga menghuni satu bahagian seperti apartment yang dideretkan

53

sebelah-menyebelah, dengan anjung terbuka di hadapan (dipanggil ruai di Sarawak) yang menyambungkan semua unit menjadi sebuah bangunan panjang. Bahan binaan yang digunakan diambil dari sumber alam yang boleh diperbaharui, yakni pelbagai jenis kayu-kayan, juga buluh dan rotan hinggalah kepada daun-daun pelepah. Kerangka atau struktur rumah pula menggunakan sistem tebuk-tembus dan pasak yang tidak memerlukan paku. Yakni pembinaan rumah papan Melayu sebenarnya ialah suatu sistem pasang-siap. Maka rumah itu boleh juga ditanggal-buka dan di pasang semula di tempat lain, persis yang dibuat oleh Badan Warisan Malaysia untuk Rumah Penghulu Abu Seman, yang dipindahkan dari negeri Kedah ke Kuala Lumpur. Selain itu, cara binaan tanpa paku juga membuatkan rumah lebih anjal (flexible), sehingga ianya boleh diangkat melalui gotong-royong orangramai dan dialih tempat. Walaupun rumah yang benar-benar tradisional tidak menggunakan sebatang paku pun, namun diakui bahawa bagi rumah kayu yang lebih baru, ada juga elemen bukan struktur seperti isian dinding yang memakai paku. Dari sudut rekabentuk juga, rumah adat Melayu boleh dikatakan amat canggih dan memuatkan ciri-ciri bistari, lagi kena dengan gaya hidup selesa mengikut adat dan alam. Ciri-ciri pintar ini termasuklah penyejukan atau pengudaraan semulajadi (natural ventilation), peneduhan (shading), keselamatan dan keamanan (safety and security) serta kepersendirian (privacy). Contohnya sifat paling ketara pada rumah tradisi Melayu ialah ianya didirikan atas tiang. Pelbagai kelebihan muncul dari keterapungan ini; termasuklah mengelakkan dari mudah masuknya binatang liar, serta terangkat dari aras banjir. Rumah juga lebih sejuk akibat pengudaraan pada semua bahagian (dari atas, tepi-tepi dan bawah). Selain itu, ruang kosong di bawah rumah (juga disebut polong) menjadi tempat yang sesuai untuk menyimpan segala macam barang perkakas. Rumah Melayu juga selalunya terbahagi dua bahagian: yang utama dipanggil Rumah Ibu (sempena menghormati peranan ibu sebagai pengelola rumah dan penyeri keluarga), sementara bahagian kedua ialah Rumah Dapur. Pengasingan ini juga pintar kebakaran selalunya terjadi dari api masakan; maka jika dapur terbakar, lebih mudah mengawal sebahagian tertentu seperti Rumah Dapur saja dan mengurangkan bahaya Rumah Ibu juga dijilat api dengan cepat. Jika rumah perlu dibesarkan, struktur Rumah Tengah pula boleh ditambah di antara Rumah Ibu dan Rumah Dapur. Selain itu, selalunya di depan rumah mesti ada bahagian lantai yang lebih rendah dari aras Rumah Ibu. Ianya berbumbung tapi selalunya tak berdinding, cuma berpagar susur (railings). Ini dipanggil serambi, ataupun selasar di setengah tempat di Pantai Timur. Ia menjadi tempat pengantara di antara luar dan dalam rumah untuk duduk bekerja, beristirehat atau menerima tetamu yang tak perlu masuk ke dalam Rumah Ibu, yakni tidak mengganggu keluarga.
54

Di belakang rumah pula ada pelantar yang menjadi tempat kerja basah atau basuhan, yakni sama juga seperti konsep ruang kerja atau work area bagi apartmen dan rumah moden. Rumah tradisi yang memang terangkat atas tiang bagi menambah pengudaraan itu juga ada pelbagai gaya tingkap, termasuk jenis tingkap sependiri seperti French window, guna untuk masuk angin dan cahaya. Dengan adanya berbagai keping ukiran berlubang di dinding bukan saja sebagai perhiasan, tapi juga bagi menggalakkan udara dan cahaya masuk menceriakan rumah. Ukiran-ukiran pada rumah Melayu berunsur corak geometrik atau tumbuhan (tiada corak fauna hidupan kerana larangan agama), dan banyak yang amat halus pengukirannya. Bahan penutup bumbung tradisi, yakni anyaman pelepah daun seperti nipah ataupun bumbung genting tanah liat seperti yang dipanggil genting Senggora di Pantai Timur Semenanjung Melayu, juga memainkan peranan menyejukkan rumah. Malangnya sekarang ini kepingan zink lebih disukai-ramai kerana ianya murah dan senang dipasang, tapi menyebabkan rumah lebih berbahang dan bising pula semasa hujan. Bumbung rumah Melayu sentiasa jenis condong untuk kesesuaian cuaca hujan panas tropika (tiada bumbung rata atau leper), dan ada dua kategori utama: gaya bumbung panjang (atap pelana) dan keduanya bumbung lima atau limas (atap perisai). Bumbung panjang ialah jenis yang lebih mudah, yakni hanya satu perabung membentuk bukaan segitiga di kedua-dua hujung yang membenarkan pemasangan penutup tebar layar. Bumbung lima ialah jenis yang ada lima perabung (atau juga empat perabung bagai piramid untuk struktur ringkas seperti pondok wakaf). Lebih canggih lagi, bumbung lima ini ditambah struktur segitiga di atasnya lalu dipanggil limas (dari lima emas karena suatu masa dulu hanya rumah orang berada atau pembesar yang berbumbung limas, dan mungkin mula digunakan semasa Kesultanan Johor-Riau). Dua-dua jenis bumbung ini boleh melahirkan apa jua kombinasi bentuk bumbung yang boleh difikirkan, dan ada tempat yang mempunyai corak bumbung tersendiri seperti bumbung rumah Minangkabau Negeri Sembilan (yakni sejenis bezaan bumbung panjang). Bumbung rumah tradisi juga pasti ada unjuran (emper/overhangs) untuk teduh dari panas dan hujan lebat. Sepanjang tepian hujung bumbung pula selalu dipasang cucur atap atau 'papan cantik' berukir. Sesetengah rumah pula ada bilik di dalam rongga bumbung (iaitu seperti attic, kadangkala dipanggil loteng atau lenting), hatta membuat rumah yang sedia terangkat atas tiang itu menjadi rumah tiga tingkat. Malahan telah ada istana kayu lama yang dibina setinggi lima atau enam tingkat, dengan struktur tanpa sebarang paku pun. Satu contoh indah ialah Istana Seri Menanti di Negeri Sembilan, Malaysia selain juga di Sumatera, Borneo dan Tanah Bugis, Sulawesi.

55

Malangnya, bangunan sehebat manapun dari bahan organik seperti kayu tidak tahan jika tidak disenggara rapi. Maka warisan rumah papan ini akan pupus tanpa adanya pembinaan rumah asli baru, lebih lagi jika ilmu senibinanya juga hilang dari kalangan orang Melayu. Kebanyakan arsitek/jurubina tempatan, dalam menimba dan mengejar senibina ala Barat, tidak mengendahkan lagi ilmu binaan tradisi. Sedangkan ilmu senibina lama masih mampu dikaji untuk memberi penyelesaian atau dimajukan lagi buat kesesuaian hidup gayakini. BAGIAN-BAGIAN RUMAH MELAYU 1. ATAP DAN BUBUNGAN Bahan utama atap adalah daun nipah dan daun rumbia. Tetapi pada perkembangannya sering dipergunakan atap seng. Atap dari daun nipah atau rumbia dibuat dengan cara menjalinnya pada sebatang kayu yang disebut bengkawan. Biasanya dibuat dari nibung atau bambu. Pada bengkawan tersebut atap diletakkan, dijalin dengan rotan, kulit bambu atau kulit pelepah rumbia. Jika atap dibuat dari satu lapis daun saja maka disebut Kelarai. Sedangkan jika terdiri atas dua lapis disebut Mata Ketam. Atap Mata Ketam lebih rapat, lebih tebal dan lebih tahan dari atap Kelarai. Isi perut rotan atau bambu dipakai sebagai penjalin atau disebut liet. Untuk membuat liet bambu atau rotan dilayuh dengan api. Kemudian direndam ke dalam air. Sesudah beberapa waktu dibelah dan diambil isinya, dibuat seperti helai-helai rotan yang lazim dipakai sebagai anyaman. Untuk memasang atap dipergunakan tali rotan. Sedangkan untuk memasang perabung dipergunakan pasak yang terbuat dari nibung. Pekerjaan memasang atap disebut dengan Menyangit. Rumah Melayu asli memiliki bubungan panjang sederhana dan tinggi. Ada kalanya terdapat bubungan panjang kembar. Pada pertemuan atap dibuat talang yang berguna untuk menampung air hujan. Pada kedua ujung perabung rumah induk dibuat agak terjungkit ke atas. Dan pada bagian bawah bubungan atapnya melengkung, menambah seni kecantikan arsitektur rumah Melayu. Pada bagian belakang dapur bubungan atap dibuat lebih tinggi, berjungkit. Bagian ini disebut Gajah Minum atau Gajah Menyusu. Pada ujung rabung yang terjungkit diberi sekeping papan bertebuk sebagai hiasan, yang juga berfungsi sebagai penutup ujung kayu perabung. Selanjutnya pada bagian bawah, papan penutup rabung ini dibuat semacam lisplang berukir, memanjang menurun sampai ke bagian yang sejajar dengan tutup tiang. Dalam bahasa Melayu papan lisplang berukir ini disebut Pamelas. Dengan demikian bentuk pamelas ini melengkung mengikuti bentuk rangka atapnya. Ukiran pada papan pamelas ini ada yang selapis dan ada pula yang dua lapis. Hal ini tampak pada lisplang tutup angin yang memiliki ragam hias Ricih Wajit. Dilihat dari bentuknya, bubungan rumah Melayu dapat dibedakan menjadi a). Bubungan Panjang Sederhana b). Bubungan Lima c). Bubungan Perak d).

56

Bubungan Kombinasi e). Bubungan Limas f). Bubungan Panjang Berjungkit g). Bubungan Gajah Minum. 2. PERABUNG DAN TEBAN LAYAR Perabung memiliki bentuk lurus. Sebagai lambang lurusnya hati orang Melayu. Sifat lurus itu haruslah dijunjung tinggi di atas kepala dan menjadi pakaian hidup. Hiasan yang terdapat pada perabung rumah adalah hiasan yang terletak di sepanjang perabung, disebut Kuda Berlari. Hiasan ini amat jarang dipergunakan. Lazimnya hanya dipergunakan pada perabung istana, Balai Kerajaan dan balai penguasa tertinggi wilayah tertentu. Adapun Teban Layar biasa pula disebut Singap, Ebek atau Bidai. Bagian ini biasanya dibuat bertingkat dan diberi hiasan yang sekaligus berfungsi sebagai ventilasi. Pada bagian yang menjorok keluar diberi lantai yang disebut Teban Layar atau Lantai Alang Buang atau disebut juga Undan-undan. Bidai lazimnya dibuat dalam tiga bentuk, yakni bidai satu (bidai rata), bidai dua (bidai dua tingkat) dan bidai tiga (bidai tiga tingkat). Setiap nama itu mempunyai lambang tertentu. 3. TIANG Bangunan tradisional Melayu adalah bangunan bertiang. Tiang dapat berbentuk bulat atau bersegi. Sanding Tiang yang bersegi diketam dengan ketam khusus yang disebut Kumai. Sanding Tiang adalah sudut segi-segi tiang. Di antara tiang-tiang itu terdapat tiang utama, yang disebut Tiang Tua dan Tiang Seri. Tiang Seri adalah tiang-tiang yang terdapat pada keempat sudut rumah induk, merupakan tiang pokok rumah tersebut. Tiang ini tidak boleh bersambung, harus utuh dari tanah sampai ke tutup tiang. Sedangkan tiang yang terletak di antara tiang seri pada bagian depan rumah, disebut Tiang Penghulu. Jumlah tiang rumah induk paling banyak 24 buah. Sedangkan tiang untuk bagian bangunan lainnya tidaklah ditentukan jumlahnya. Pada rumah bertiang 24, tiang-tiang itu didirikan dalam enam baris. Masing-masing baris 4 buah tiang, termasuk tiang seri. Jika keadaan tanah tempat rumah itu didirikan lembek atau rumah itu terletak di pinggir, maka tiang-tiang itu ditambah dengan tiang yang berukuran lebih kecil. Tiang tambahan itu disebut Tiang Tongkat. Tiang Tongkat biasanya hanya sampai ke rasuk atau gelegar. Untuk menjaga supaya rumah tidak miring, dipasang tiang pembantu sebagai penopang ke dinding atau ke tiang lainnya. Tiang ini disebut Sulai. Bahan untuk Tiang Seri haruslah kayu pilihan. Biasanya teras kayu Kulim, Naling, Resak dan Tembesu. Untuk Tiang Tongkat atau Sulai cukup mempergunakan kayu biasa. Tiang-tiang lainnya mempergunakan kayu keras dan tahan lama. Bila di daerah itu kayu sukar dicari, maka
57

Nibung (kayu dari pohon kelapa) dipergunakan sebagai Tiang Tongkat atau Sulai. Tetapi Nibung tidak dapat dipergunakan untuk Tiang Seri atau tiang-tiang lainnya. Ukuran maksimum dan minumum sebuah tiang tidak ditentukan. Ukuran ini bergantung kepada besar atau kecilnya rumah. Semakin besar rumahnya, besar pula tiang-tiangnya. Tiang yang kelihatan di bagian dalam rumah selalu diberi hiasan berupa ukiran. Untuk pemilik rumah yang mampu, seluruh tiangnya dibuat persegi. Tetapi bagi yang kurang mampu, tidak seluruh tiang persegi, melainkan hanya tiang seri atau beberapa tiang lainnya, atau bahkan semuanya bulat. Bentuk tiang secara tradisional, mengandung lambang yang dikaitkan dengan agama dan kepercayaan yang dianut masyarakat. Termasuk kaitannya dengan alam lingkungan dan arah mata angin. Lambang-lambang itu kemudian dijalin dengan makna tertentu yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. 4. PINTU Pintu disebut juga Lawang. Pintu masuk di bagian muka rumah disebut pintu muka. Sedangkan pintu di bagian belakang disebut pintu dapur atau pintu belakang. Pintu yang ada di ruangan tengah pada rumah yang berbilik, pintu yang menghubungkan bilik dengan bilik disebut pintu malim atau pintu curi. Pintu ini khusus untuk keluarga perempuan terdekat atau untuk anak gadis, dan dibuat terutama untuk menjaga supaya jika penghuni rumah memiliki keperluan dari satu bilik ke bilik lainnya tidak melewati ruangan tengah. Apalagi bila di ruangan tersebut sedang ada tamu. Sudah menjadi adat, bahwa ruangan tengah dipergunakan untuk menerima tamu yang terdiri dari orang tua-tua, atau kerabat terdekat yang dihormati. Amatlah tabu kalau anak-anak, terutama anak gadis, atau pemilik rumah lalu lalang di depan tamu untuk mengambil sesuatu dari biliknya. Untuk menghindarkan hal yang dilarang tersebut, maka dibuat pintu khusus yang disebut pintu malim atau pintu curi. Di samping itu ada pula pintu yang dibuat khusus disebut Pintu Bulak, yaitu pintu yang tidak memiliki tangga keluar. Pada prinsipnya pintu ini sama seperti jendela, hanya ukurannya yang berbeda. Biasanya bagian bawah pintu ini diberi pagar pengaman berupa kisi-kisi bubut atau papan tebuk. Di situ diletakkan kursi malas, yakni kursi goyang, tempat orang tua duduk berangin-angin. Dari tempat orang tua-tua itu memperhatikan anak-anak bermain di halaman. Di situ pulalah orang tua-tua duduk sambil membaca kitab dan minum kahwa (kopi). Pintu berbentuk persegi empat panjang. Ukuran pintu umumnya lebar antara 60 sampai 100 Cm, tinggi 1,50 sampai 2 Meter. Pada mulanya pintu tidak memakai engsel. Untuk
58

membuka dan menutup pintu dipergunakan semacam Putting yang ditanamkan ke bendul atau balok sebelah bawah dan balok sebelah atas pintu. Kunci dibuat dari kayu yang disebut Pengkelang. Pintu masuk ke rumah harus mengarah ke jalan umum. Pintu dapat terdiri atas satu atau dua daun pintu. Pintu dikunci memakai belah pintu atau Pengkelang (palang pintu dari sebelah dalam). Belah pintu adalah sebatang Broti yang dipalangkan pada kedua Jenang atau kosen pintu. Pintu sebaiknya terletak di kiri rumah atau dekat ke bagian kiri rumah. Di atas pintu kebanyakan dibuat tebukan yang indah bentuknya menunjukkan ketinggian martabat di empunya rumah. 5. JENDELA Jendela lazim disebut Tingkap atau Pelinguk. Bentuknya sama seperti bentuk pintu. Tetapi ukurannya lebih kecil dan lebih rendah. Daun jendela dapat terdiri atas dua atau satu lembar daun jendela. Hiasan pada jendela dan pagar selasar disebut juga Kisi-kisi atau Jerajak. Kalau bentuknya bulat disebut Pinang-pinang atau Larik. Bila pipih disebut Papan Tebuk. Hiasan ini melambangkan bahwa pemilik bangunan adalah orang yang tahu adat dan tahu diri. Ketinggian letak jendela di dalam sebuah rumah tidak selalu sama. Perbedaan ketinggian ini adakalanya disebabkan oleh perbedaan ketinggian lantai. Ada pula yang berkaitan dengan adat istiadat. Umumnya jendela tengah di rumah induk lebih tinggi dari jendela lainnya. Tingkap pada singap disebut tingkap bertongkat. Tingkap ini merupakan jendela anak dara yang lazimnya berada di ruangan atas (para). Tingkap yang terletak pada bubungan dapur disebut Angkap. Jendela dibuka keluar, ada yang berdaun satu dan kebanyakan berdaun dua. Jendela dibuat dari papan dan digantung dengan engsel pada kosen. Pada kosen ini dipasang kisi-kisi atau Telai yang tingginya 809- Cm, dan biasanya diberi ukiran. Jendela mengandung makna tertentu pula. Jendela yang sengaja dibuat setinggi orang dewasa berdiri dari lantai, melambangkan bahwa pemilik bangunan adalah orang baik-baik dan patut-patut dan tahu adat tradisinya. Sedangkan letak yang rendah melambangkan pemilik bangunan adalah orang yang ramah tamah, selalu menerima tamu dengan ikhlas dan terbuka. Sama seperti pintu, jendela pun pada awalnya tidak memakai engsel. Tetapi mempergunakan Putting. Kuncinya juga dibuat dari kayu yang disebut Pengkelang. Sebagai pengaman, di jendela dipasang jerajak panjang yang disebut Kisi-kisi atau Jerajak yang terbuat dari kayu segi empat atau Bubutan (Larik). Kalau jendela itu tidak memakai jerajak, biasa pula diberi panel di sebelah bawahnya, yang tingginya antara 30 sampai 40 Cm. 6. TANGGA

59

Tangga naik ke rumah pada umumnya menghadap ke jalan umum. Tiang tangga berbentuk segi empat atau bulat. Kaki tangga terhunjam ke dalam tanah atau diberi alas dengan benda keras. Bagian atas disandarkan miring ke ambang pintu dan terletak di atas bendul. Anak tangga dapat berbentuk bulat atau pipih. Anak tangga kebanyakan berjumlah ganjil. Sebab menurut kepercayaan, bilangan genap kurang baik artinya. Tangga depan selalu berada di bawah atap dan terletak pada pintu serambi muka atau selang muka. Tangga penghubung setiap ruangan terdiri atas satu atau tiga buah anak tangga. Di sebelah kiri dan kanan tangga ada kalanya diberi tangan tangga yang dipasang sejajar dengan tiang tangga. Dan selalu diberi hiasan berupa Kisi-kisi Larik (Bubut) atau Papan Tebuk (Papan Tembus). Anak tangga adakalanya diikat dengan tali kepada tiang tangga. Tetapi kalau pipih dipahatkan (Purus) ke dalam tiang tangga. Tali pengikat umumnya terbuat dari rotan. Jumlah anak tangga tidak ditentukan. Tetapi bergantung kepada tinggi atau rendahnya rumah tersebut. Semakin tinggi rumah itu, akan semakin banyak pula anak tangganya. Sedangkan jarak antara anak tangga-anak tangga itu tidak pula ditentukan, hanya menurut kebiasan yakni sekitar satu hasta. Lazimnya tangga yang mengandung lambing tertentu hanya tangga muka bangunan. Tangga inilah yang disebut leher berpangkak pada bendul, kepala bersandar ke jenang pintu, anak bersusun tingkat bertingkat, tempat pusaka melangkah turun, tempat mengisik-ngisik debu dan tempat membasuh-basuh kaki. Dalam bangunan tradisional Melayu, terdapat dua jenis tangga, yakni tangga bulat dan tangga picak tangga bulat yakni tangga dari kayu bulat. Anak tangganya diikat dengan rotan ke induk tangga. Susunan anak tangga, cara mengikat tali tangga dan bagian-bagian induk tangga mengandung makna tertentu. Tangga picak adalah tangga pipih yang terbuat dari papan tebal. Jika anak tangga menembus tiang tangga, maka disebut Pahatan Tebuk atau Tangga Bercekam. Kepala tiang tangga selalu diberi ukiran yang disebut Kumaian, demikian pula pada sisi tiang tangga. 7. LANTAI Lantai rumah induk umumnya diketam rapi dengan ukuran lebar antara 20 sampai 30 Cm. untuk merawat lantai dipergunakan minyak kayu yang disebut Minyak Kuing. Lantai biasanya dibuat dari papan kayu meranti, medang atau punak atau anak-anak kayu yang disebut Anak Laras. Lantai yang terbuat dari belahan nibung biasanya ditempatkan di ruang belakang, atau di tempat yang selalu kena air, seperti dapur. Lantai nibung ini tidak dipaku, tetapi dijalin dengan rotan dan lebarnya antara 5 sampai 10 Cm. Susunan lantai sejajar dengan rasuk dan melintang di atas gelagar, di mana ujungnya dibatasi oleh bendul. Cara merapatkan papan atau bilah lantai dalam sebuah rumah tidak selalu sama. Lantai di rumah induk selalu disusun rapat. Bahkan diberi lidah yang disebut Pian. Sedangkan di ruangan Dapur, di beberapa tempat disusun jarang atau agak jarang. Selain dirapatkan dengan cara Pian,
60

bilah lantai dapat dirapatkan dengan cara Bersanding. Setiap bentuk itu mempunyai makna tertentu. Tinggi lantai rumah Melayu tidak sama. Lantai rumah induk lebih tinggi dibandingkan dengan lantai beranda depan dan beranda belakang. Lantai beranda lebih tinggi dari lantai selasar. Lantai selasar lebih tinggi dari lantai dapur. Ada kalanya sama dengan lantai Penanggah. Tinggi lantai rumah induk biasanya lima sampai enam kaki dari permukaan tanah. Lantai serambi depan lebih rendah satu kaki dari lantai ruang duduk. Demikian pula beranda belakang. Lantai dapur lebih rendah lagi dari lantai beranda belakang dan yang paling rendah adalah lantai Selang atau Pelataran. Lantai selang dibuat jarang berjarak sekitar dua jari dengan lebar papan empat inci. 8. DINDING Papan dinding dipasang vertical. Kalau pun ada yang dipasang miring atau bersilangan, pemasangan tersebut hanya untuk variasi. Cara memasang dinding umumnya dirapatkan dengan Lidah Pian. Atau dengan susunan bertindih yang disebut Tindih Kasih. Cara lain adalah dengan pasangan horizontal dan saling menindih yang disebut Susun Sirih. Namun cara ini jarang dipakai. Untuk variasi sering pula dipasang miring searah atau miring berlawanan, dengan kemirinan rata-rata 45 derajat. Pada umumnya dinding terbuat dari kayu meranti, punak, medang atau kulim. Tetapi untuk dinding dapur, ada kalanya dipergunakan kulit kayu meranti, pelepah rumbia atau bamboo. Papan dinding umumnya berukuran tebal 25 Cm, lebar 1520 Cm. sedangkan panjangnya bergantung kepada tinggi jenang. Makna dinding selalu dikaitkan dengan sopan santun, yakni sebagai batas kesopanan. Dinding rumah dibuat dari papan yang dipasang vertical dan dijepit dengan kayu penutup (dinding kembung). Kira-kira 20 Cm di bawah tutup tiang biasanya dibuat lubang angin. Pada lubang angin ini diberi hiasan dengan tebukan. Makin tinggi nilai tebukan ini, makin tinggilah martabat serta makin terpandang se empunya rumah 9. LOTENG Dalam bahasa Melayu, Loteng disebut Langa. Loteng yang terletak di atas bagian belakang rumah, disebut Para. Namun tidak banyak rumah yang memiliki loteng. Pada rumah berloteng, lantai loteng dibuat dari papan yang disusun rapat. Sama seperti rumah induk, hanya ukran lantai loteng lebih kecil dan lebih tipis. Pada rumah yang tidak berloteng, dalam upacara tertentu atas (loteng) ditutup dengan kain penutup yang disebut Langit-langit. Kain ini dibuat dari perca-perca kain aneka warna, dan dijahit
61

menjadi sebuah bidang besar menurut pola tertentu. Loteng di bagian belakang (para) dibuat dalam bentuk yang sangat sederhana, dengan lantai papan yang disusun jarang. Banyak pula loteng yang dibuat tidak menutup seluruh bagian atas ruangan. Tetapi hanya sebagian saja, berbentuk siku-siku atau berbentuk huruf L. loteng tidak seluruhnya berdinding. Pada bagian yang tidak berdinding dipasang hiasan kisi-kisi yang terbuat dari kayu bubutan atau Papan Tebuk. Rumah Adat Melayu Riau Jenis-jenis rumah adat Melayu Riau ada 5 :

Balai Salaso Jatuh, Rumah Adat Salaso Jatuh Kembar, Rumah Melayu Atap Limas, Rumah Melayu Lipat Kajang dan Rumah Melayu Atap Lontik.

Bentuk rumah tradisional daerah Riau pada umumnya adalah rumah panggung yang berdiri diatas tiang dengan bangunan persegi panjang. Dari beberapa bentuk rumah ini hampir serupa, baik tangga, pintu, dinding, susunan ruangannya sama saja, Kecuali rumah lontik. RUMAH LONTIK /LANCANG (RUMAH KAMPAR) & RUMAH LIMAS MELAYU Rumah lontik yang dapat juga disebut rumah lancang karena rumah ini bentuk atapnya melengkung keatas dan agak runcing sedangkan dindingnya miring keluar dengan hiasan kaki dinding mirip perahu atau lancang. Hal ini melambangkan penghormatan kepada Tuhan dan terhadap sesama. Rumah lontik diperkirakan dapat pengaruh dari kebudayaan Minangkabau karena kabanyakan terdapat di daerah yang berbatasan dengan Sumatera Barat. Tangga rumah biasanya ganjil, bahkan rumah lontik beranak tangga lima, Hal ini ada kaitannya dengan ajaran islam yakni rukun islam lima. BALAI SALASO JATUH Balai salaso jatuh adalah bangunan seperti rumah adat tapi fungsinya bukan untuk tempat tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat secara adat. Sesuai dengan fungsinya bangunan ini mempunyai macam-macam nama antara lain : Balairung Sari, Balai Penobatan, Balai Kerapatan dan lain-lain. Bangunan tersebut kini tidak ada lagi, didesa-desa tempat musyawarah dilakukan di rumah Penghulu, sedangkan yang menyangklut keagamaan dilakukan di masjid. Begitu pula Balai adat di Kabupaten Kampar yang disebut Balai Gadang kini tidak ada lagi. Balai Salaso Jatuh mempunyai selasar keliling yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah, karena itu dikatakan Salaso Jatuh. Semua bangunan baik rumah adat maupun balai adat diberi hiasan terutama berupa ukiran.
62

Di puncak atap selalu ada hiasan kayu yang mencuat keatas bersilangan dan biasanya hiasan ini diberi ukiran yang disebut Salembayung atau Sulobuyung yang mengandung makna pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Filosofi/Filsafat Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.[1] Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal. Etimologi Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab , yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf". Klasifikasi Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama , menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut wilayah, filsafat bisa dibagi menjadi: filsafat barat, filsafat timur, dan filsafat Timur Tengah. Sementara, menurut latar belakang agama, filsafat dibagi menjadi: filsafat Islam, filsafat Budha, filsafat Hindu, dan filsafat Kristen.

63

Filsafat Barat Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi filsafat orang Yunani kuno. Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Rne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan JeanPaul Sartre. Dalam tradisi filsafat Barat, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu.

Metafisika mengkaji hakikat segala yang ada. Dalam bidang ini, hakikat yang ada dan keberadaan (eksistensi) secara umum dikaji secara khusus dalam Ontologi. Adapun hakikat manusia dan alam semesta dibahas dalam Kosmologi. Epistemologi mengkaji tentang hakikat dan wilayah pengetahuan (episteme secara harafiah berarti pengetahuan). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan. Aksiologi membahas masalah nilai atau norma yang berlaku pada kehidupan manusia. Dari aksiologi lahirlah dua cabang filsafat yang membahas aspek kualitas hidup manusia: etika dan estetika. Etika, atau filsafat moral, membahas tentang bagaimana seharusnya manusia bertindak dan mempertanyakan bagaimana kebenaran dari dasar tindakan itu dapat diketahui. Beberapa topik yang dibahas di sini adalah soal kebaikan, kebenaran, tanggung jawab, suara hati, dan sebagainya.

Estetika membahas mengenai keindahan dan implikasinya pada kehidupan. Dari estetika lahirlah berbagai macam teori mengenai kesenian atau aspek seni dari berbagai macam hasil budaya. Filsafat Timur Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Republik Rakyat Cina dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi diDunia Barat filsafat an sich masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Sidharta Budha Gautama/Budha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.

64

Filsafat Timur Tengah Filsafat Timur Tengah dilihat dari sejarahnya merupakan para filsuf yang bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertamatama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam dan juga beberapa orang Yahudi, yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunanidengan tradisi falsafah mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa Gibran dan Averroes. Filsafat Islam Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan, dalam arti bukan berarti sudah usang dan tidak dibahas lagi, namun filsuf islam lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia dan alam, karena sebagaimana kita ketahui, pembahasan Tuhan hanya menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada finalnya. Filsafat Kristen Filsafat Kristen mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya. Filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contoh: Santo Thomas Aquinas dan Santo Bonaventura Munculnya Filsafat Filsafat, terutama Filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada [agama] lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di
65

filsuf Timur

Tengah adalah Ibnu

Sina, Ibnu

Tufail, Kahlil

Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas. Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Sokrates, Plato danAristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah Komentar-komentar karya Plato belaka. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat. Buku karangan plato yg terkenal adalah berjudul "etika, republik, apologi, phaedo, dan krito". Filsafat Budaya Filsafat budaya merupakan filsafat atau filosofi yang berkaitan dengan kebudayaan suatu daerah atau masa. Filsafat budaya melandasi pemikiran para pelaku di dunia budaya. Filsafat adalah filosofi, cara pandang terhadap sesuatu, begitulah kira-kira. Istilah filsafat budaya bukan lagi hal yang asing bagi mereka yang memang berkecimpung di dunia filsafat dan budaya. Kedua cabang keilmuan tersebut telah melahirkan semacam pemikiran baru yang lahir dari penggabungan keduanya. Sebuah pemikiran yang pada akhirnya tetap mengena pada filsafat maupun budaya. Postmodernisme Bagian dari Filsafat Budaya Filsafat budaya lalu melahirkan banyak gejala perubahan dalam tubuh budaya itu sendiri, dan salah satunya adalah istilah postmodern. Bagi orang kita, orang Indonesia istilah postmodern masih asing ditelinga. Kita hanya mengenal istilah ini zaman modern kata orang Indonesia sambil mereka tidak tahu modern itu apa? Yang kita tahu bahwa zaman modern itu adalah zaman canggih. Semuanya telah menggunakan mesin dengan teknologi tinggi. Filsafat budaya sebenarnya telah lahir jauh sebelum istilah postmodern itu muncul. Tahukan Anda bahwa kita sudah hidup, jauh melampaui zaman modern. Zaman modern itu sudah berlalu sejak seratus tahun silam. Zaman yang dikatakan modern adalah zaman saat berkembangan pesatnya ilmu pengetahuan saat zaman Renaissance pada abad ke-15. di benua eropa. Tokoh-tokoh dalam Filsafat Budaya Dalam filsafat budaya, Ranaisance dianggap sebagai tokoh permulaan pelaku dari budaya zaman modern. Renaisance dapat diartikan sebagai lahirnya kembali jiwa atau semangat baru dari manusia setelah terbelenggu dan diliputi mental incactivity pada abad pertengahan.
66

Pada saat zaman Renaissance orang-orang mulai meninggalkan tradisi lama yang dianggap kolot dan mengadakan pembaharuan dengan mencari nilai-nilai baru sebagai usaha untuk mendobrak paham-paham ortodok yang umumnya menolak pemikiran-pemikiran baru atau menentang kebebasan berpikir. Pemikiran seperti itu merupakan satu hal yang berperan penting dalam cara pandang filsafat budaya. Salah satu tokoh dalam filsafat budaya yang berpengaruh adalah Immanuel Kant dan Herbert Marcuse yang mengatakan bahwa kebebasan pemikiran itu harus diperjuangkan meskipun pada akhirnya manusia akan terbelenggu karena di dunia ini sering terjadi pertentangan dan ketegangan antara kebebasan pemikiran dan ilmu pengetahuan. Herbert Marcuse menggambarkan lingkaran hidup manusia yang pada akhirnya akan tetap terkurung oleh kemuajuan teknologi karena berkat teknologi manusia dapat mengendalikan alam. Ketika seseorang mengeluarkan sebuah filsafat budaya, maka apa yang ada dipikirannya bukan hanya sebatas budaya, tapi lebih dari itu. Hal-hal yang mendukung berjalannya kebudayaan atau hal-hal yang memengaruhi kebudayaan baik secara langsung maupun tidak langsung juga ikut dibicarakan, begitupun dengan teknologi. Teknologi tersebut dapat menjamin kehidupan manusia. Akan tetapi manusia dalam menggunakan kesempatan itu pada akhirnya tetap sengsara, terbelenggu, dan tidak bebas. Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin bebasnya pemikiran maka selalu terjadi kegelisahankegelisahan yang menimbulkan pemikiran baru. Pemikiran-pemikiran baru itulah yang berjalan seiring dengan pemikiran tentang filsafat budaya. Filsafat Budaya dan Gejala Postmodernisme Kelahiran potsmodernisme dalam pemikiran budaya atau filsafat budaya juga taklepas dari pengaruh para tokoh yang berdiri dibelakangnya. Salah satu tokoh penggagas era postmo adalah Nietzshe dan Heidegger mereka melontarkan kritiknya bahwa modern telah kehilangan kritisnya, toh filsafat modern ternyata tidak mampu menjawab semua tuntutan zaman. Modern hanya alat untuk memisah-misahkan pemikiran dan budaya. Seperti yang telah disebutkan tadi, jika filsafat budaya bukan hanya membicarakan budaya, tapi faktor pendukung dari budaya itu sendiri. Hal yang tidak bisa dipungkiri adalah budaya juga berkembang sesuai zaman, apapun bentuknya. Pada akhir abad ke-19 segala perkembangan pemikiran sebenarnya telah terhenti. Seperti yang dikatakan Nietzsche dalam buku yang berjudul the Genology of morals, Kini kita tidak melihat lagi Sesuatu yang akan tumbuh besar, sebaliknya, kita curiga bahwa segalanya akan terus merosot turun. Hal ini dapat tergambar oleh kita, bahwa kita tidak lagi melihat penemuan-penemuan baru di bidang sains yang sangat fenomenal seperti pada zaman modern. Manusia-manusia sekarang
67

hanya melanjutkan perkembangan yang sudah memang canggih sejak zaman dulu. Tak ada lagi tokoh tokoh baru yang menciptakan mesin baru, seperti Thomas Alpa Edison, Alexander Grahambel, James Watt, dan lain-lain. Stagnansi pada dunia penemuan, nyatanya juga berpengaruh terhadap hasil kebudayaan yang secara langsung juga membentuk filsafat budaya sendiri. Inilah yang dinamakan era postmo, referensi dan realitas bersama-sama lenyap dan bahkan makna dihadapkan pada suatu masalah. Kita dibiarkan dalam permainan acak penanda-penanda yang kita sebut posmodernisme yang tak lagi menghasilkan karya-karya yang monumental seperti pada modernisme, akan tetapi secara tak henti-hentinya mengaduk-ngaduk fragmenfragmen yang sudah ada. Berhentinya terciptanya karya-karya baru juga ikut memengaruhi filsafat budaya itu sendiri. Mungkin kita tak pernah sadar bahwa postmodermisme telah masuk dalam diri kita. Dalam budaya postmo semua telah membaur menjadi satu. Antara realitas dan idealitas sudah tidak memiliki batas. Begitulah kiranya jika berbicara filsafat budaya dalam lingkup postmodernisme. Lalu, sebuah filsafat pun dihasilkan, mengatakan bahwa banyak karya seni yang mencipta bentuk-bentuk yang hyperreal dan kepalsuan dikemas sebagai kebenaran. Dan teori semiotika dijadikan alat untuk berdusta. Maka jika begitu dimanakan relalitas pada zaman ini kalau ia memang ada. Postmodern dikatakan konkret karena menyangkut apa pun yang nyaris ada di dunia sekarang. Postmodern dikatakan abstrak karena kebudayaan telah berkembang begitu rumit, skeptis dan penuh kontroversi. siapa pun yang mengikuti kebudayaan postmo akan melihat kekacauan makna dalam melihat realitas. Ini adalah sebuah pandangan, sebuah filsafat budaya yang lahir dari pemikiran dan proses pemahaman. Postmodernisme telah memunculkan berbagai klaim atau pengakuanya yang berpretensi subtansif-objektif atau empiris-positivitistik. Seperti yang dilakukan Malaysia terhadap beberapa budaya Indonesia. Jika dilihat secara filsafat budaya, sebenarnya kita tidak perlu marah dengan kelakuan Malaysia karena kebudayaan dareah itu berkembang bukan secara politis, melainkan secara sosialis. Budaya daerah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat yang egaliter kemudian secara arbitrer atau sesuka hati mereka menerima budaya setiap kebudayaan yang masuk. Jika kemudian ada budaya yang serupa, hal ini sesuatu yang wajar karena zaman dulu sebelumnya terbentuk sebuah negara Malaysia dan Indonesia merupakan satu kawasan nusantara.

68

Jika kemudian malaysia mengaku-ngaku kebudayaan kita sebagai kebudayaannya, kita tidak harus mengaku-ngaku bahwa itu memang kebudayan kita. Apalagi dengan segera mempopulerkan ke dunia internasional dan mengajak perang Malaysia, toh perkara budaya bisa diselesaikan dengan jalan diplomatis. Inilah posmodernisme yang segalanya menjadi kacau dalam melihat kebenaran realitas. Marilah kita berpikir lebih objektif dengan melihat berbagai sudut pandang dalam menyikapi masalah. Agar kesimpulan yang dapat kita ambil adalah kesimpulan yang paling mendekati kebenaran. Bicara filsafat budaya, terutama budaya postmo memang sangat menarik kita bahas dalam berbagai sudut pandang dan teori. Rasanya, kita tak akan kehabisan bahan untuk membicarakan budaya ini.

69

BAB III PENUTUP

1. Simpulan Kesenian Melayu adalah perihal keahlian orang Melayu dalam mengekspresikan ide-ide estetika, sehingga menghasilkan benda, suasana, atau karya lainnya yang menimbulkan rasa indah dan decak kagum. Masing-masing bagian dikategorisasi lagi berdasarkan fase historis dan profanitas. Berdasarkan fase historis, kesenian Melayu terbagi dua: tradisional dan kontemporer; berdasarkan profanitas, kesenian ini juga terbagi dua: sakral dan profan. 1. Seni Tari. 2. Seni Musik. 3. Seni Tenun. 4. Seni Ukir. 5. Teater Rakyat. 6. Permainan Rakyat. 7. Seni Lukis. 8. Seni Bela Diri. 9. Seni Pertunjukan Lain. 10. Seni Kerajinan. 11. Seni Sastra Melayu Klasik Dalam bidang arsitektur, masyarakat melayu memilliki kebanggan dengan adanya bentuk yang di latar belakangi oleh tampilan rumah belah bubung. Tampilan rumah ini mencirikan bentuk atap di mana pada lisplank yang mencapai bubungan menjadi terbelah dan membentuk hiasan huruf V. Filsafat budaya merupakan filsafat atau filosofi yang berkaitan dengan kebudayaan suatu daerah atau masa. Filsafat budaya melandasi pemikiran para pelaku di dunia budaya. Filsafat adalah filosofi, cara pandang terhadap sesuatu, begitulah kira-kira.

70

You might also like