You are on page 1of 16

Bab 5

UKURAN
VARIABILITAS
UKURAN VARIABILITAS
Pengantar
Pada bab 3 terdahulu telah diperkenalkan tendensi sentral yang dapat
dianggap sebagai representasi dari distribusi suatu gejala. Tetapi sebenarnya untuk
memperoleh pemahaman mengenai suatu distribusi belumlah memadai kalau kita
hanya mengetahui tendensi sentralnya saja. Untuk lebih memahami suatu
distribusi di samping informasi mengenai tendensi sentralnya diperlukan juga
informasi mengenai variabilitasnya.
Ada beberapa macam ukuran variabilitas, antara lain rentangan (R), rerata
simpangan (MD), simpangan baku (SD) dan varian, serta koefisien variasi.
Dalam bab 5 ini di samping membahas ukuran variabilitas, akan dibahas
pula beberapa nilai baku yang sering kali digunakan di kalangan pendidik maupun
psikolog.
Setelah mempelajari modul ini, pembaca diharapkan dapat memperoleh
pemahaman tentang :
1. pengertian variabilitas.
2. beberapa ukuran variabilitas gejala .
3. cara-cara menentukan besaran ukuran variabilitas.
4. penggunaan masing-masing ukuran variabiltas.
58
UKURAN VARIABILITAS
Variabilitas adalah derajat penyebaran nilai-nilai variabel dari tendensi
sentralnya dalam suatu distribusi. Jadi variabilitas ini menunjukkan seberapa
banyak nilai-nilai variabel itu berbeda dari tendensi sentralnya, atau seberapa jauh
nilai-nilai varibel itu menyimpang dari tendensi sentralnya (terutama rerata).
Tendensi sentral dan ukuran variabilitas digunakan secara bersama dalam
rangka penggambaran sekumpulan data. Sebab tendensi sentral secara terpisah
tidak dapat menggambarkan keadaan keseluruhan data dengan baik. Tendensi
sentral hanya memberikan informasi tentang suatu nilai yang menjadi pusat dari
nilai-nilai lainnya, tetapi tidak memberikan informasi seberapa jauh atau seberapa
besar nilai-nilai dalam kelompok itu bervariasi. Misalkan ada dua himpunan data,
yaitu himpunan A = {3 3 4 5 6 7 7} dan himpunan B = {1 2 4 5 6 8 9}.
Kedua himpunan tersebut mempunyai nilai rerata yang sama yaitu 5. Tetapi
himpunan B lebih variatif daripada himpunan A. Atau dengan kata lain himpunan A
lebih homogen (seragam) daripada himpunan B.
Dari contoh di atas jelas bahwa untuk memberikan gambaran ringkas yang
memadai mengenai suatu distribusi data atau himpunan data, di samping dengan
tendensi sentral juga diperlukan suatu ukuran variabilitas. Ukuran variabilitas
dibedakan menjadi ukuran variabilitas absolut dan ukuran variabilitas relatif. Yang
termasuk ukuran variabilitas absolut antara lain: rentangan, rerata simpangan,
simpangan baku dan varians.
A. Rentangan.
Rentangan (range of measurement), adalah jarak dari data terendah
sampai data tertinggi. Karena itu untuk menentukan rentangan (R) cukup
dengan cara menghitung selisih antara data tertinggi dengan data terendah,
sehingga rumusnya dapat dituliskan seperti rumus 5.1:
r t
X X R
.......................(Rumus 5.1.)
R = Rentangan
Xt = Nilai tertinggi.
Xr = Nilai terendah.
59
Jika kita lihat kembali contoh di atas tentang himpunan A dan B, maka
akan kita peroleh, bahwa :
Distribusi A:
Xt = 7, dan Xr = 3, sehingga
R = 7 3 = 4.
Distribusi B:
Xt = 9, dan Xr = 1, sehingga
R = 9 1 = 8.
Sebagai ukuran variabilitas, semakin besar R (rentangan)
menunjukkan distribusi datanya semakin heterogen. Namun demikian sebagai
ukuran variabilitas R (rentangan) ini mempunyai dua kelemahan yaitu:
a. Tidak memenuhi batasan variabilitas.
b. Sangat tergantung pada dua nilai ekstrim di kedua ujung.
Disamping kedua kelemahan tersebut R juga tidak dapat
menunjukkan bentuk distribusinya, namun demikian R dapat digunakan untuk
menafsir variasi secara mudah dan cepat walaupun kurang teliti. Untuk
mengatasi kelemahan kedua itu, maka digunakan R10 90 dan atau RSAK.
Dengan R10 90 berarti distribusi itu dipotong 10% pada masing-
masing ujungnya, sehingga R10 90 = jarak dari P10 P90.
Oleh karena itu R1090 = P90 P10.
Langkah- langkah menghitung R10 90:
1. Hitung P90.
2. Hitung P10.
3. P90 P10.
60
P
90
P
10
R
10 - 90
Tabel 5.1. : Nilai Tes 80 Siswa
Interval f fk
56 62 2 80
49 55 9 78
42 48 16 69
35 41 25 53
28 34 17 28
21 27 8 11
14 20 3 3
80
7
9
69 72
5 , 48
90

,
_


+ P = 50,833
7
8
3 8
5 , 20
10

,
_


+ P = 24,875
R10 90 = 50,833 24,875 = 25,958.
RSAK = Rentangan Semi Antar kuartil
RSAK = (RAK).
RAK = K3 K1
Dengan RAK berarti distribusi dipotong di kedua ujungnya masing-masing 25%
Langkah-langkah menghitung RSAK:
1. Hitung K3.
2. Hitung K1.
3. Hitung RAK = K3 K1.
4. Tentukan RSAK = x RAK.
Dari tabel dapat diperoleh RSAK = ....
1. 536 , 44 7
16
53 60
5 , 41
3

,
_


+ K
61
K
1
K
2
K
3
RAK
2. 206 , 31 7
17
11 20
5 , 27
1

,
_


+ K
3. RAK = 44,563 31,206 = 13,357.
4. RSAK = x 13,357 = 6,679.
Perlatihan 5.1.
Tentukan R10 90 dan RSAK dari tabel 5.2. dibawah ini
Tabel 5.2. : Data Fiktif Untuk Latihan.
Interval f fk
45 47 2
42 44 5
39 41 10
36 38 15
33 35 10
30 32 5
27 29 3
50
B. Rerata Simpangan (Mean Deviation).
Simpangan atau deviasi adalah selisih sekor dengan reratanya.
Deviasi biasanya diberi simbol huruf kecil (x kecil). Jadi x = X M.
Rerata simpangan atau mean deviation (MD) adalah rerata dari
penyimpangan nilai-nilai variable dari rerata kelompoknya. Dibandingkan
dengan rentangan, rerata simpangan ini lebih mantap sebagai ukuran
variabilitas, karena rerata simpangan ini ditentukan berdasarkan seluruh nilai
yang ada dalam kelompoknya, bukan hanya berdasar pada nilai-nilai ekstrim
saja. Adapun rumus untuk menghitung rerata simpangan ini adalah :
(Rumus 5.2)
MD = Rerata simpangan
IxI = selisih X dari M ( dalam harga mutlak)
N = cacah kasus
62
n
x
MD

Contoh: Ada lima orang masing-masing memperoleh sekor 1 2 3 4 5,


rerata dari sekor ke lima orang tersebut adalah :
3
5
5 4 3 2 1

+ + + +
M
5
) 3 5 ( ) 3 4 ( ) 3 3 ( ) 3 2 ( ) 3 1 ( + + + +
MD
2 , 1
5
2 1 0 1 2

+ + + +

Jika dihitung dan disajikan dalam bentuk table maka seperti dibawah ini.
Tabel 5.3. : Contoh Tabel Kerja Untuk Menghitung MD.
Subyek
Nilai
(X)
x
A 1 2
B 2 1
C 3 0
D 4 1
E 5 2
15 6
3
5
15
M

2 , 1
5
6
n
x


MD
Jika data cukup besar dan tersaji dalam tabel distribusi frekuensi,
maka rumus 5.2. dirubah menjadi rumus 5.3.
n
x f
MD

..................... Rumus 5.3.)
Misalkan sekor tes kecemasan dari 40 siswa tersaji dalam tabel 6.4. berikut ini.
Tabel 5.4. : Sekor Tes kecemasan 40 siswa.
Nilai f
9 2
8 7
7 12
6 10
5 6
4 3
40
63
Untuk menentukan rerata simpangan dari data tersebut, perlu dibuat
tabel kerja seperti tabel 5.5., dan selanjutnya menempuh langkah-langkah
seperti tersebut di bawah ini.
Tabel 5.5. : Tabel Kerja Untuk Menentukan MD
X f fX x fx
9 2 18 2,5 5
8 7 56 1,5 10,5
7 12 84 0,5 6
6 10 60 0,5 5
5 6 30 1,5 9
4 3 12 2,5 7,5
40 260 - 43
Langkahlangkah menghitung MD:
1. Hitung 5 , 6
40
260


n
fX
M .
2. Mengisi kolom x dengan cara X M (dengan mengabaikan tanda negatif ).
Misal : x baris pertama = 9 6,5 = 2,5,
x baris kedua = 8 6,5 = 1,5, dst.
3. Mengisi kolom fx
4. Menjumlahkan isi kolom fx = 43
5. Membagi jumlah isi kolom fx dengan n.
075 , 1
40
43
MD
Perlatihan 5.2
Hitunglah MD dari tabel 5.6.
Tabel 5.6. : Data Fiktif Untuk Latihan.
Interval f X fX x fx
45 47 2
42 44 5
39 41 10
36 38 15
33 35 10
30 32 5
27 29 3
50
64
C. Simpangan Baku (Standar Deviasi).
Kelemahan MD adalah mengabaikan tanda-tanda negatif sehingga
tidak dapat diteruskan kepada perhitungan-perhitungan statistika lanjut. Untuk
mengatasi ini digunakan simpangan baku (SD). SD adalah akar dari jumlah
kuadrat deviasi dibagi banyaknya individu.
n
fx
SD

2
..........................(Rumus 5.4.)
Tabel 5.7. : Tabel kerja untuk menghitung SD.
X f fX x fx Fx
2
9 2 18 2,5 5 12,50
8 7 56 1,5 10,5 15,75
7 12 84 0,5 6 3,00
6 10 60 -0,5 -5 2,50
5 6 30 -1,5 -9 13,50
4 3 12 -2,5 -7,5 18,75
40 260 43 66
Cara menghitung SD hampir sama dengan menghitung MD. Perhatikan tabel
5.7. di atas yang sama dengan tabel 5.5. ditambah kolom fx
2
.
Jadi,
n
fx
SD

2
285 , 1
40
66

Perlatihan 5.3. :
Tentukan SD dari tabel 5.6.
Di samping rumus 5.4. ada rumus lain yang lebih mudah untuk
menghitung simpangan baku (SD), yaitu rumus 5.5.
65
2
2

,
_



n
fX
n
fX
SD ....................(Rumus 5.5.)
Rumus 5.5. ini disebut rumus angka kasar, sedang rumus 5.4. disebut
rumus deviasi.
Contoh penggunaan rumus 5.5. dengan bahan tabel 5.5.
Tabel 5.8. : Tabel Kerja Untuk Menghitung SD
x f fx Fx
2
9 2 18 162
8 7 56 448
7 12 84 588
6 10 60 360
5 6 30 150
4 3 12 48
40 260 1756
2
40
260
40
1756

,
_

SD
= 25 , 42 9 , 43 = 1,285.
Ternyata dengan rumus 5.5. ataupun rumus 5.4., hasil hitungnya sama, yaitu =
1,285.
Catatan :
1. Kekeliruan yang sering terjadi adalah mahasiswa menganggap :
fx
2
= (fx)
2
, padahal fx
2
(fx)
2
fx
2
= (f)(x)
2
, atau (fx)(x).
2. Apabila kita menghitung simpangan baku dan sampel berukuran n<100 dan
akan digunakan untuk menduga besar simpangan baku populasi, maka ahli-
ahli statistika seperti Fisher dan Wilks, menganjurkan supaya menggunakan
rumus 6.6
1
2


n
fx
S .........................(Rumus 5.6.)
atau
66
( )
1
2
2



n
n
fX
fX
S
......................(Rumus 5.7.)
Simbol S = SD = Simpangan baku, di sini digunakan semata-mata untuk
memudahkan pemahaman terhadap perbedaan rumus dan penggunaannya.
Rumus 6.4. dan 6.5. digunakan jika kelompok data itu dianggap populasi atau
jumlah datanya cukup besar, dan rumus 6.6 dan 6.7 digunakan jika kelompok
data itu dianggap sampel dan akan digunakan untuk keperluan estimasi.
Hasil hitung dengan rumus 6.6. dan 6.7. selalu lebih besar daripada rumus
6.4. dan 6.5. Sebagai contoh dari tabel 6.7., digunakan rumus 6.6. diperoleh:
1
2


n
fx
S
=
1 40
66

= 1,301
Jika digunakan rumus 6.7, dari tabel 6.8. diperoleh:
( )
1
2



n
n
fX
fX
S
=
1 40
40
260
1756

=1,301
D. Varian (SD
2
)
Varian adalah kuadrat dari simpangan baku (SD
2
). Jadi kalau dari
tabel 5.7. diperoleh SD = 1,285, maka variannya = SD
2
= 1,285
2
= 1,65.
Jika harga SD belum dihitung, maka varian dihitung dengan rumus:
n
fx
SD

2
2
.........................(Rumus 5.8)
Atau
2
2
2
1
1
]
1



n
fX
n
fX
SD ....................(Rumus 5.9)
67
Seperti halnya ukuran variabilitas yang lain, simpangan baku dan
varian semakin besar menunjukkan bahwa distribusinya makin heterogen.
Perlatihan 5.4
1. Hitunglah simpangan baku dan varian dari tabel 5.9. di bawah ini.
Tabel 5.9 : Untuk Latihan
Interval f
33 39 2
26 32 8
19 25 19
12 18 20
5 11 11
60
Jika data dalam tabel 5.9. tersebut merupakan
data dari sampel dan akan digunkan untuk
melakukan estimasi terhadap populasinya,
tentukanlah simpangan baku dan variannya.
2. Hasil ujian stastistika 40 mahasiswa tersaji seperti tabel 5.10.
Tabel 5.10. : Nilai Ujian Statistika 40 Mahasiswa
Nilai f
Tentukanlah simpangan baku (SD)
dan varian (SD
2
) dari data tersebut !
40 46 3
33 39 5
26 32 11
19 25 14
12 18 5
5 11 2
40
E. Nilai baku ( Z-score)
68
Nilai baku adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu nilai
(X) menyimpang dari reratanya dalam satuan SD. Atau nilai baku (Z score),
adalah indeks durasi suatu nilai. Rumus untuk menghitung nilai baku, adalah :
SD
M X
Z

............................(Rumus 5.10.)
Z = Nilai baku
X = Suatu sekor
M = Rerata
SD = Simpangan baku
Dilihat dari definisi dan rumusnya, maka Z-score dapat dianggap
sebagai indeks ukuran jarak, seperti halnya R ataupun SD. Perbedaannya
dengan R dan SD bahwa Z-score tidak lagi menggunakan angka kasar dan
satuan pengukurannya, melainkan dalam satuan SD.
Contoh ; Si A mendapatkan sekor matematika 50. Rerata
kelompoknya adalah 40 dan SD = 5. Maka nilai baku dari si A tersebut adalah :
SD
M X
Z
A

2
5
40 50

A
Z
Ini berarti nilai matematika si A ada 2 SD di atas rerata. Dikatakan di
atas karena tanda positif di depan bilangan itu.
Contoh lain :
Dari hasil tes diketahui bahwa M = 35, dan SD = 5, Amir dan Bonar
masing-masing memperoleh nilai 30 dan 40, sedang nilai baku Cecep dan
Dian masing-masing -2 dan +1,5.
1. Berapakah nilai baku dari Amir dan Bonar?
2. Berapakah sekor mentah si Cecep dan Dian?
Untuk mempermudah menjawab pertanyaan tersebut, maka soal
cerita di atas, perlu diringkas dalam notasi matematika sebagai berikut:
Diketahui Ditanyakan
M = 35 1. a. ZA = .....?
SD = 5 b. ZB =......?
69
XA = 30 2. a. XC =.......?
XB = 40 b. XD =......?
ZC = -2
ZD = 1,5
Jawab :
1. a.
SD
M x
Z
A

1. b.
SD
M x
Z
B


5
35 30

A
Z
5
35 40

B
Z
= -1 = 1
Jadi nilai Z Amir = -1 dan Z Bonar = 1.
2. Untuk menjawab pertanyaan ke dua, maka
SD
M X
Z

di ubah menjadi
X = M + Z(SD) sehingga :
XC = 35 + (-2)(5)
= 35 10
= 25
XD = 35 + (1,5)(5)
= 35 +7,5.
= 42,5
Jadi sekor mentah si Cecep = 25 dan sekor mentah si Dian = 42,5.
Di samping sebagai ukuran jarak, nilai baku juga dapat digunakan
sebagai ukuran untuk membandingkan dua gejala atau lebih yang mempunyai
ukuran yang berbeda.
Contoh ;
Si A mempunya nilai matematika 50, dan si B mempunyai nilai sejarah 70.
Secara sekilas mungkin orang akan mengatakan bahwa si B lebih pandai dari
si A (karena nilai B = 70, sedang si A = 50). Tetapi apakah penyimpulan itu
benar?
Untuk menjawab inin maka perlu di cari informasi tambahan tentang M dan SD
dari nilai ke dua mata pelajaran tersebut. Misalnya: nilai M dan SD dari mata
pelajaran matematika adalah 40 dan 50, sedangkan untuk mata pelajaran
sejarah adalah 75 dan 10. Maka kita dapat membandingkan keduanya sebagai
berikut:
70
2
5
40 50

A
Z 5 , 0
10
75 70

B
Z
Dengan nilai-nilai baku yang ditemukan tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa kepandaian si A adalah 2 SD di atas M, dan kepandaian si B = 0,5 SD
di bawah M.
Oleh karena itu para peneliti tidak membandingkan nilai atau sekor menurut
harga tampaknya saja, melainkan harus mencari informasi yang lebih
komprehensif pada setiap distribusi yang ditelitinya.
F. Koefisien Variasi
Beberapa ukuran variabilitas yang telah dibahas di depan kesemuanya
merupakan ukuran variasi absolut. Ukuran variasi absolut tersebut hanya dapat
untuk melihat penyimpangan nilai yang terdapat pada suatu himpunan data,
dan tidak dapat digunakan untuk membandingkan beberapa himpunan data.
Koefisien variasi yang biasanya di beri simbol KV merupakan ukuran
variasi yang bersifat relatif. Koefisien variasi ini dapat digunakan untuk
memperbandingkan beberapa himpunan data yang berbeda. Koefisien variasi
dapat ditemukan dengan rumus:
% 100 x
M
SD
KV
....................(Rumus 5.11.)
V = Koefisien variasi
SD = Simpangan baku
M = Rerata
Misalkan kita menghadapi dua buah himpunan data yang berbeda
dalam jumlah data dan nilai datanya, masing-masing kita sebut himpunan A
dan B.
Jika : MA = 60 SDA = 10
MB = 80 SDB = 20
Untuk menentukan himpunan manakah yang lebih baik, maka kita
gunakan koefisien variasi, dan diperoleh :
71
% 67 , 16 % 100
60
10
x KV
A
% 25 % 100
80
20
x KV
B
Dengan demikian himpunan A mempunyai variasi yang lebih kecil dari
pada himpunan B.
Contoh lain, misalkan hasil pengukuran terhadap IQ mahasiswa PTS
dan PTN di Jakarta menunjukkan rerata IQ mahasiswa PTN = 105 dan SD =
10, maka besarnya koefisien variasi IQ masing-masign kelompok mahasiswa
tersebut adalah:
% 20 % 100
100
20
x KV
S
% 52 , 9 % 100
105
10
x KV
N
Ini berarti bahwa mahasiswa PTN mempunyai variasi IQ yang lebih
kecil dari pada mahasiswa PTS.
72

You might also like