You are on page 1of 12

A. PENDAHULUAN.

1. Pengertian International Financial Reporting Standard (IFRS) International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah sebuah standar yang kerangka dan interprestasinya diadopsi oleh Accounting Standards Board (IASB). Banyak standar membentuk bagian dari IFRS yang dikenal lebih dahulu, yaitu International Accounting Standards (IAS) yang diterbitkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh International Accounting Standards Committee (IASC). Dan pada tanggal 1 April 2001 diambil alih tanggung jawabnya oleh IASB untuk menetapkan Standar Akuntansi Internasional. Yang kemudian IASB terus mengembangkan standar menyebut standar IFRS baru. IFRS dianggap sebagai "prinsip-prinsip berdasarkan" peraturan luas terdiri dari: 1. Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) - standar yang dikeluarkan setelah tahun 2001. 2. Standar Akuntansi Internasional (IAS) - standar yang diterbitkan sebelum 2001. 3. Interpretasi berasal dari interpretasi Pelaporan Keuangan Internasional Komite (IFRIC) - yang diterbitkan setelah tahun 2001. 4. Berdiri Interpretasi Committee (SIC) - yang diterbitkan sebelum 2001. 5. Kerangka Penyajian dan Penyusunan Laporan Keuangan. IFRS digunakan di banyak bagian dunia, termasuk Uni Eropa, Hong Kong, Australia, Malaysia, Pakistan, negara-negara GCC, Rusia, Afrika Selatan, Singapura, dan Turki. Sejak 27 Agustus 2008, lebih dari 113 negara di seluruh dunia, termasuk seluruh Eropa, saat ini menggunakan IFRS sebagai dasar pelaporan. Sekitar 85 negara-negara membutuhkan IFRS pelaporan untuk semua, perusahaan domestik yang terdaftar. Sedangkan di Indonesia telah diadopsi sejak 1 Januari 2012. 2. Pendapat tantang Uniformasi Laporan Keuangan Uniformasi laporan keuangan ternyata telah menjadi topik yang sangat serius di antara para akuntan sejak tahun 1904. Menurut Ball, National uniformity was a central theme of the first Congress of Accountants in 1904, dimana seabad kemudian 1

hal ini terulang kembali pada tingkatan internasional. Keberadaan lembaga seperti International Accounting Standar Board yang melahirkan IFRS serta International Federation of Accountants turut memacu percepatan untuk program uniformasi laporan keuangan. Selanjutnya Ball menyebutkan bahwa; most accounting textbooks, most accounting teachers and much of the accounting literature are in the same boat. But the case for imposing accounting uniformity by fiat is far from clear. Dengan kata lain Adalah tidak mudah melakukan penyeragaman akuntansi. Untuk itu Ball menyatakan bahwa dalam konteks penyeragaman standar ini IFRS dapat dikatakan sebagai Uniform Voluntary Standards, dimana standar dalam akuntansi tersebut adalah untuk menunjukkan sebuah kemudahan dalam membaca laporan keuangan 3. Konvergensi International Financial Reposrting Standard (IFRS) Konvergensi IFRS (International Financial Reposrting Standard) telah menjadi suatu isu besar selama beberapa tahun ini di dunia termasuk di Indonesia. Adanya keinginan IAI untuk merubah acuan standar SAK Indonesia, yang awalnya berkiblat ke US-GAAP, lalu ke IFRS telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan akuntan perekonomian, dan pebisnis di Indonesia. Ada Pihak yang menyetujui Indonesia untuk melakukan konvergensi IFRS dan ada juga yang tidak menyetujuinya. Walaupun isu pro dan kontra tersebut tetap muncul, IAI akhirnya tetap melakukan konvergensi SAK ke IFRS. Tanggal 1 Januari 2012 kemarin merupakan tahap akhir proses konvergensi SAK kita menuju SAK yang berbasis IFRS. Selain itu, per tanggal 1 Januri 2012 kemarin, semua entitas bisnis telah diwajibkan untuk menerapkan SAK yang terlah berbasis IFRS dalam proses pelaporan akuntansi. Tindakan IAI untuk melakukan konvergensi tersebut pastinya menimbulkan pertanyaan besar Mengapa SAK mesti dikonvergensi ke IFRS . Apakah :
a. SAK kita tidak berhasil memenuhi kebutuhan akuntan di indonesia akan

standar yang handal untuk digunakan dalam praktik ekonomi sehingga mesti dikonvergensikan ke IFRS?
b. SAK kita tidak berhasil menciptakan Informasi yang handal dan relevan

(Kualitas primer suatu Laporan Keuangan) bagi para users sehingga mereka tidak lagi mempercayai informasi yang dihasilkan? 2

c. SAK kita tidak berhasil menciptakan informasi yang handal dan relevan bagi

para investor sehingga arus investasi di negara kita lemah? Kita semua pasti sudah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan menilai sendiri, apakah SAK kita memang benar-benar butuh untuk dikonvergensikan ke IFRS atau sebenarnya tidak. Namun, disamping itu semua, kita tentunya juga memiliki begitu banyak alasan yang membuat kenapa SAK mesti dikonvergensikan ke IFRS. Dari sekian banyak alasan yang membuat SAK kita mesti dikonvergensi ke IFRS, setidaknya beberapa alasan berikut merupakan beberapa alasan kuat yang membuat SAK kita mesti dikonvergensi ke IFRS, yakni :
a. Adanya Globalisasi Bisnis

Globalisasi berdampak pada terjadinya internasionalisasi pasar modal. Hal ini disebabkan oleh adanya perdagangan bebas, munculnya berbagai MNC, serta didukung dengan adanya teknologi informasi yang canggih. MNC mulai mencatatkan sahamnya di bursa efek negara asing tempat cabang perusahaan tersebut didirikan. Perusahaan yang listing di bursa efek asing harus menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi negara tersebut sehingga mengharuskan perusahaan untuk menyusun laporan keuangan ganda. Satu set laporan keuangan sesuai dengan standar pelaporan keuangan domestik dan satu set laporan keuangan konsolidasi yang sesuai dengan standar pelaporan keuangan yang lain yang sesuai dengan standar akuntansi dimana saham tersebut didaftarkan sehingga menimbulkan biaya yang besar bagi MNC. Dengan mempergunakan sebuah standar yang bersifat internasional, perusahaanperusahaan yang ada di negara tersebut akan lebih mudah untuk melakukan pelaporan dan sudah tentunya akan membuat perusahaan-perusahaan laiinya untuk lebih tertarik untuk melakukan penanaman modal di negara tersebut. Konvergensi IFRS ini merupakan salah satu upaya Indonesia untuk membuka peluang pasar modal internasional. Penerapan IFRS dalam SAK Indonesia akan memberikan kemudaham pemahaman atas laporan keuangan karena standar akuntansi yang diberlakukan bersifat internasional.
b. Keanggotaan Indonesia di G20

Indonesia merupakan salah satu negara anggota dari G20. Pada tanggal 24-25 September 2009, bertempat di Piittsburg, para anggota G20 melakukan suatu pertemuan yang menghasilkan sebuah kesepakatan bahwa bahwa otoritas yang mengawasi aturan akuntansi internasional harus meningkatkan standar global pada Juni 2011 sehingga dapat mengurangi kesenjangan aturan di antara negaranegara anggota G-20. Untuk itu, negara-negara yang menjadi anggota G20 sepakat untuk melakukan konvergensi ke IFRS.
c. Dorongan dari Lembaga Keuangan Dunia

Lembaga-lembaga keuangan dunia seperti World Bank dan IMF (International Money Fund) dianggap sebagai pihak yang paling berpengaruh di dalam adopsi IFRS di negara-negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang ada di wilayah Asia Tenggara (www.wikipedia.com). Badanbadan tersebut yang menekan pemerintah negara berkembang untuk mengadopsi IFRS agar memudahkan mereka untuk menginterpretasikan laporan keuangan negara tersebut. Indonesia yang terikat di dalam utang dan perjanjian dengan lembaga tersebut tidak memiliki pilihan lain untuk tidak mengadopsi IFRS. Karena alasan ini, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melakukan adopsi atas IFRS. Dan dengan diadopsinya IFRS secara penuh, maka laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi yang signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Namun perubahan tersebut tentu akan memberikan efek di berbagai bidang, terutama dari segi pendidikan dan bisnis. Salah satunya adalah banyak menggunakan fair value accounting, dalam dunia pendidikan dan dalam dunia bisnis akan menyebabkan smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunaan balance sheet approach dan fair value. Oleh karena itu, maka saya akan membahas tentang setuju atau tidaknya penerapan IFRS dari sudut pandang yang lebih sempit yaitu dari sudut pandang fair value. Karena masalah terbesar konvergensi IFRS adalah dalam penerapan fair value. B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Fair Value

Pengertian fair value berdasar berbagai sumber antara lain sebagai berikut: a. Nilai wajar (fair value) adalah suatu jumlah yang dapat digunakan sebagai dasar pertukaran aktiva atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang paham (knowledgeable) dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm's length transaction). (PSAK no 10). b. The fair value of an asset is the amount at which that asset could be bought or sold in a current transaction between willing parties, other than in a liquidation. On the other side of the balance sheet, the fair value of a liability is the amount at which that liability could be incurred or settled in a current transaction between willing parties, other than in a liquidation. If available, a quoted market price in an active market is the best evidence of fair value and should be used as the basis for the measurement. If a quoted market price is not available, preparers should make an estimate of fair value using the best information available in the circumstances. In many circumstances, quoted market prices are unavailable. As a result, difficulties occur when making estimates of fair value. (GAAP) c. Fair value sebagai tingkat harga dimana aset dapat ditukar pada transaksi sekarang di antara pihak-pihak yang mengetahui dan bersedia. Untuk hutang, fair value diartikan sebagai jumlah yang akan dibayarkan untuk mentransfer kewajiban kepada debitor baru. (FASB). d. A price paid by a buyer who knows the value of what he or she is buying, to a seller who also knows the value of what is being sold, i.e., neither is cheating the other. Atau A method of valuing the assets and liabilities of a business based on the amount for which they could be sold to independent parties at the time of valuation family company. (Dictionary of Accounting)
e. Fair value is defined in terms of a price agreed by a willing buyer and a

willing seller in an arms length transaction.(International Accounting Standar). 2. Perdebatan Mengenai Fair Value

Fair value ditetapkan oleh International Accounting Standard Board (IASB) sebagai dasar untuk mengukur aset. Dengan diperkenalkannya International Financial Reporting Standard (IFRS) di berbagai belahan dunia, penggunaan metode fair value secara benar menjadi sangat penting. Akan tetapi, jika kekuatan ekonomi terbesar di dunia tidak termasuk di dalamnya (Amerika Serikat), maka tidak dapat benar-benar disebut seluruh dunia. Amerika Serikat tidak mengadopsi IFRS, akan tetapi mereka mempunyai standar akuntansi sendiri yang disusun oleh Financial Accounting Standard Board (FASB). FASB tidak mengakui fair value sebagai dasar untuk mengukur aset, mereka mencatat aset dengan dasar biaya historis (historic cost). Meskipun demikian, FASB dan IASB bekerja sama untuk berusaha mengharmonisasikan standar akuntansi masing-masing. Pertanyaan mengenai bagaimana aset seharusnya diakui di neraca merupakan salah satu isu penting yang harus dicari solusinya. Untuk itu baik IASB maupun FASB melakukan pengujian secara seksama terhadap fair value, tentang arti dari fair value dan bagaimana seharusnya diaplikasikan. Sementara itu FASB secara serentak melakukan investigasi sendiri terhadap fair value dan telah menerbitkan sebuah exposure draft. Seiring perkembangan zaman, ternyata penggunaan historical cost tidak lagi relevan karena kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan telah terhambat oleh tantangan yang serius. Dan banyak orang yang berpendapat dan yakin bahwa standard akuntansi yang menggunakan historical cost memainkan peranan penting sebagai penyebab kerusakan perekonomian, terutama lembaga simpan pinjam tahun 1980an dan masalah perbankan 1990an. Karena pada waktu itu banyak laporan keuangan yang tidak mengungkapkan kerugian segera pada saat terjadi. Sehingga terdapat kesepakatan bahwa standard akuntansi yang ada perlu diperbaiki untuk memastikan bahwa laporan keuangan bermanfaat, relevan, dan terpercaya. Dan dibuatlah laporan keuangan berbasis Fair Value Ada banyak diskusi dalam beberapa waktu terakhir mengenai peran akuntansi dalam penurunan ekonomi baru-baru ini. Sejak krisis keuangan dimulai, dan perdebatan tentang akuntansi nilai wajar semakin intensif. Bank-bank dan pihakpihak lain berpendapat bahwa akuntansi nilai wajar bertanggung jawab atas kelemahan dan ketidakstabilan yang mereka alami, sedangkan akuntan dan pengacara

investor berpendapat bahwa kebenaran (fakta tentang aset milik bank-bank) adalah apa yang akhirnya menyebabkan masalah mereka. Untuk memahami implikasi dari fair value, kita harus mulai dengan pentingnya akuntansi terhadap sistem ekonomi kita. Pusat kapitalisme adalah identifikasi harga dan perhitungan laba rugi. Penilaian paling penting yang dibuat oleh manajer adalah apakan keputusan mereka menghasi paling penting yang dibuat oleh manajer adalah apakan keputusan mereka menghasilkan keuntungan (laba) atau kerugian. Apalagi, investor, kreditor, dan partner bisnis menggunakan data akuntansi untuk membuat keputusan untuk alokasi investasi, memperpanjang kredit, dan mengevaluasi kerja sama. Menggunakan akuntansi mark-to-market akan berakibat perubahan yang terusmenerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan serta laba dan rugi yang dicatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat manajemen atau oleh perubahan yang terjadi di pasar. Masalah lain muncul saat akan mengubah nilai aset berdasarkan harga pasar. Siapa yang menentukan harga pasar? Ini mungkin pertanyaan yang mendasar, misalnya bagaimana menentukan harga pasar dari hutang obligasi yang dijamin. Kubu yang menentang akuntansi berdasarkan nilai pasar menggunakan argumentasi bahwa market value accounting kurang dapat dipercaya dan menjadi halangan utama dalam penerapannya dan kukuh menganggap model historical cost lebih unggul sebab lebih dapat dipercayai (tingkat reliabilitas-nya lebih tinggi). Mereka ngotot bahwa subjectivity estimasi nilai wajar aktiva (fair value asset) dan liabilities tanpa pasar yang likuid membuat laporan keuangan menjadi tidak dapat dipercaya. Tetapi ada juga sebagian orang beranggapan bahwa subjectivity selalu menjadi bagian dari akuntansi dan masalah pengukuran dalam melaporkan informasi keuangannya berdasarkan nilai pasar berhasil diterapkan perusahaan, juga ketika penggabungan usaha dengan metode pembelian. Kemungkinan terbaik estimasi konsep relevan adalah bahwa penggunaan estimasi lebih baik ketimbang menggunakan ukuran yang tidak relevan. Masalah yang selalu ada yang tidak dapat dihindari adalah bahwa model akuntansi berdasarkan historical cost tidak mengakui adanya perubahan nilai bersifat ekonomis,;dan cenderung membiarkan perusahaan memilih sendiri apakah 7

dan kapan mengakui adanya perubahan tersebut. Ini mendorong adanya bias dalam pemilihan apa yang dilaporkan, dan memperburuk kompromi Akan tetapi, hal yang cukup menarik adalah bahwa angka-angka yang dilaporkan dengan sistem akuntansi berdasarkan nilai pasar mempunyai korelasi sangat kuat dengan harga saham, dan memberi petunjuk bahwa nilai berdasarkan pasar lebih baik (lebih terpercaya) dari pada nilai berdasarkan historical cost seperti di AS. Akan tetapi, meskipun mempunyai keunggulan, sistem market value accounting berpotensi rentan terhadap manipulasi dan kesalahan estimasi, tidak ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa angka-angka nilai berdasarkan pasar dikelola untuk menghindari peraturan yang membatasi permodalan. Dapat disimpulkan bahwa, pada akhirnya, penggunaan market value accounting akan memberikan dukungan berharga kepada lembaga-lembaga keuangan. Arthur Wyatt, Chairman International Accounting Standards Committee pada Accounting Horizon (March 1991) mengemukakan beberapa kelemahan standard akuntansi yang ada selama ini. Dia mengingatkan bahwa mengaitkan investasi dengan pasar adalah bersumber dari perdebatan kalangan akademik yang akhirnya berubah menjadi masalah penting yang harus dipraktekan. Salah satu komentar dari kalangan akademika adalah mengatakan bahwa standard akuntansi yang ada secara artificial dapat menaikkan capital (modal), dan pihak-pihak yang menggunakan market value accounting akan mendorong artificial volatility dan menduga bahwa pola pendapatan yang dilaporkan perusahaan yang relatif smooth selama kurang lebih 50 tahun mungkin benar-benar artifisial. Wyatt menjelaskan bahwa terlalu banyak orang percaya pada angka-angka akuntansi seolah-olah angka tersebut mencerminkan realitas ekonomi, padahal sebenarnya, akibat penggunaan model historical cost, akuntansi semakin menjauh dari kenyataan ekonomi. Beliau mengingatkan dan berkepentingan dengan masalah bahwa akuntansi berdasarkan historical cost, pengakuan kerugian dapat ditunda hampir tanpa batas dan mengemukakan argumentasinya bahwa model historical cost dapat mendorong kebijakan manajemen investasi yang tidak baik, menjual saham yang menguntungkan dan menahan saham yang merugikan.
3.

Kebaikan Menggunakan Fair Value a. Relevance. 8

Banyak orang percaya bahwa standard akuntansi historical cost telah banyak kehilangan relevansinya karena kegagalannya mengukur realitas ekonomi. Hampir semua orang setuju bahwa peristiwa ekonomi yaitu, kejadian yang mengubah waktu kapan arus kas diterima dan jumlahnya yang akan datang harus tercermin (terungkap) dalam laporan keuangan lembaga. Akan tetapi, seringkali model historical cost hanya mengukur transaksi sudah selesai dan gagal mengakui adanya perubahan nilai riil lain yang dapat terjadi. b. Reliability. Masalah yang selalu ada yang tidak dapat dihindari adalah bahwa model akuntansi berdasarkan historical cost tidak mengakui adanya perubahan nilai bersifat ekonomis, dan cenderung membiarkan perusahaan memilih sendiri apakah dan kapan mengakui adanya perubahan tersebut. Ini mendorong adanya bias dalam pemilihan apa yang dilaporkan, dan memperburuk kompromi kenetralan dan dipercayainya informasi keuangan.
4. Keburukan Menggunakan Fair Value a. Sensitif terhadap pasar

Fair value berusaha menyediakan informasi yang transparan dengan menilai aset pada tingkat harga yang dihasilkan jika segera dilikuidasi-sehingga sangat sensitif terhadap pasar.
b. Akuntansi fair value bekerja melalui akuntansi mark-to-market (MTM)

Yaitu aset dicantumkan pada harga pasar mereka jika diperdagangkan secara terbuka. Menggunakan akuntansi mark-to-market akan berakibat perubahan yang terus-menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan serta laba dan rugi yang dicatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat manajemen atau oleh perubahan yang terjadi di pasar. c. Volatility.

Lembaga keuangan mengatakan bahwa mereka takut akuntansi berdasarkan pasar akan menyebabkan volatility kinerja lembaga (karena semakin mudahnya nilai item-item aktiva dan pasiva berfluktuasi). Walaupun sebenarnya lembaga keuangan yang senantiasa mengelola bahaya yang mengancam asset dan liability hanya sedikit takut dengan market value accounting. Laporan keuangan lembaga keuangan yang kurang efektif dalam mengelola risiko akan tercermin pada volatility yang selalu ada dalam setiap usahanya. Para investor dan kreditur akan memiliki informasi yang lebih berguna dan relevan dalam membedakan risiko antar perusahaan, ketika mengambil keputusan investasi dan keputusan pemberian kredit (jika menggunakan MVA). C. PENUTUP 1. Kesimpulan Konvergensi ke IFRS ke dalam standar akuntansi di tingkat lokal mempunyai tanggapan yang beragam di negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Berdasarkan pembahasan diatas dapat saya setuju dengan adanya konvergensi atau penerapan IFRS di Indonesia. Karena banyak masalah akuntansi yang dapat dipecahkan dengan menggunakan fair value sebagai dasar pengukuran asset dan liability yang diungkapkan dalam laporan keuangan perusahaan karena relevance dan reabilitynya, pengawas lembaga keuangan dari waktu ke waktu secara terus menerus meningkatkan penerapan konsep fair value. Tetapi fair value juga sangat sensitif terhadap pasar sehingga akan semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat manajemen atau oleh perubahan yang terjadi di pasar, termasuk volatility kinerja lembaga karena semakin mudahnya nilai item-item asset dan liability berfluktuasi. Penerapan IFRS juga menimbulkan kesulitan dan ketidakpraktisan dalam penerapannya, terutama dalam masalah penentuan fair value terhadap penilaian suatu aset dan kewajiban. Apapun itu alasannya, Konvergensi IFRS telah sepenuhnya dilakukan di negara kita per 1 Januari 2012 kemarin. Kita semua berharap semoga dengan konvergensi IFRS ini, perekonomian di negara kita menjadi semakin maju dan lebih baik dari sebelumnya. Sistem Akuntabilitas yang ada di negara kita menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya sehingga kepercayaan masyarakat (publik) akan menjadi lebih baik. 10

Yang terpenting, walaupun nantinya SAK berbasis IFRS akan dapat menciptakan persaingan pasar bebas dan menarik investor luar lebih banyak ke negara kita, kita berharap negara kita ini tetap menjadi miliki warga negara Indonesia dan tidak dijajah oleh investor yang ingin menguasai dan menarik keuntungan yang sebesarbesarnya dari negara kita dan merugikan masyarakat kita. Konvergensi ini sudah tentunya akan menjadi PR besar bagi akuntan-akuntan Indonesia untuk dapat menjawab tantangan dunia. Akuntan Indonesia akan memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjaga kekayaan negeri ini agar dapat tetap dimiliki dan dinikmati oleh masyarakat kita sendiri, sehingga kesejahteraan di negara kita dapat diwujudkan. 2. Saran Untuk penerapan SAK yang telah mengadopsi IFRS maka hendaknya dalam setiap peraturan di jelaskan ukuran-ukuran yang tepat sehingga memudahkan dalam penetapan fair value. Selain itu peningkatan mutu SDM harus segera dilakukan karena menurut saya masalah yang timbul juga dikarenakan SDM belum siap aan adanya peraturan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Armstrong, Christopher, Mary E. Barth, Alan D. Jagolinzer, Edward J. Riedl, Market Reaction to the Adoption of IFRS in Europe, 2009, SSRN. Ball, Ray, International Financial Reporting Standards (IFRS): Pros and Cons for Investors, SSRN. Daske, Holger, Luzi Hail, Christian Leuz, Rodrigo Verdi, Mandatory IFRS Reporting Around the World: Early Evidence on the Economic Consequences, 2008, Journal Accounting Reserach. Dictionary of Accounting 11

Epstein, Barry J, Eva K. Jermakowicz. Interpretation and Application of International Financial Reporting Standards, 2008.Wiley. http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/kajian%5CSeminar%20nasional%20Mark%20to %20Market%20Accounting.pdf, http://www.scribd.com/doc/19594894/Fair-Value-Accounting http://www.scribd.com/doc/26441843/Fair-Value-Accounting#about Mirza, Abbas Ali, Magnus Orrell, Graham J Holt. IFRS Practical Implementation Guide and Workbook, 2008. Wiley. Siahaan, Hinsa,Implikasi dan Permasalahan dalam Mengimplementasikan Konsep Nilai Wajar Dalam Kondisi Ekonomi Saat Ini, Makalah Seminar Nasional Institut Akuntan Publik Indonesia,29 Januari 2009 Wikipedia http://en.wikipedia.org/wiki/International_Financial_Reporting_Standards

12

You might also like