You are on page 1of 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Flu Burung

2.1.1. Definisi Flu Burung (Avian Influenza) Penyakit Flu Burung atau Avian Influenza adalah penyakit menular yang disebabkan virus influenza yang ditularkan oleh unggas. Influenza A (H5N1) adalah penyebab wabah flu burung pada hewan di Hong Kong, Cina, Vietnam, Thailand, Indonesia, Korea, Jepang, Laos, Kamboja kecuali Pakistan (H7N7) (Rahardjo, 2004). Secara umum, influenza merupakan suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasan terutama ditandai oleh demam, menggigil, sakit otot, sakit kepala, dan sering disertai pilek, sakit tenggorok dan batuk non produktif. Lama sakit berlangsung antara 2-7 hari dan biasanya sembuh sendiri ( Nelwan, 2006). Sedangkan Gejala (avian influenza) yang ada pada manusia seperti demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, nyeri sendi sampai infeksi selaput mata (konjungtivitis). Bila keadaan semakin memburuk dapat terjadi severe respiratory distress dan pneumonia yang menyebabkan kematian (Aditama, 2004).

2.1.2 Etiologi Flu burung atau Avian Influenza (AI), termasuk virus Influenza A bersama-sama dengan virus Influenza B dan C, virus ini merupakan famili Orthomyxoviridae. Virus Influenza A dapat menginfeksi unggas, termasuk ayam, itik, angsa, kalkun dan berbagai jenis burung dara, burung camar, burung elang, babi, kuda, anjing laut serta manusia. Sementara virus Influenza B dan C hanya menginfeksi manusia. Dengan mikroskop elektron virus Avian Influenza mempunyai 8 segmen yang terdiri dari rangkaian RNA dengan ukuran 80-120 nanometer. Setiap virus mempunyai 500 spike. Segmen ini merupakan genome yang akan menghasilkan protein untuk hidupnya. Kedelapan segmen ini terdiri dari hemaglutinin (HA), neuroaminidase (NA), nukleoprotein (NP), matriks (M), polimerase A (PA), polimerase B1 (PB1) dan polimerase B2 (PB2) serta non struktural (NS). Kedelapan segmen tersebut akan menghasilkan 10 macam gen M (matriks) dan NS (non struktural) (Rahardjo, 2004). Virus Avian Influenza ini dibungkus oleh glikoprotein dan dilapisi oleh lemak ganda (bilayer lipid). Glikoprotein HA (hemaglutinin) dan NA (neuroaminidase) merupakan protein permukaan yang sangat berperan dalam penempelan dan pelepasan virus dari sel inang. Protein HA (hemaglutinin) merupakan bagian terbesar dari spike yaitu 80% dan NA (neuroaminidase) sebesar 20%. Sedangkan NP (nukleoprotein) dan M (matriks) digunakan

Universitas Sumatera Utara

untuk membedakan antara virus Influenza A dengan B atau C. Virus Influenza A ini bersifat sangat mudah mutasi, terutama pada HA (hemaglutinin) dan NA (neuroaminidase). Sampai saat ini berdasarkan struktur HA (hemaglutinin) terdapat 15 subtipe, H1 H15 dan berdasarkan NA (neuroaminidase) terdapat 9 subtipe N1 N9. Hal ini disebabkan virus ini sangat unik karena mampu mengubah diri melalui proses antigenic drift dan antigenic shift sehingga sulit dikenali sistem kekebalan seseorang (Rahardjo, 2004).

2.1.3. Epidemiologi Meskipun terpapar luas pada unggas yang terinfeksi dengan avian influenza A (H5N1) virus, penyakitnya pada manusia sangat jarang. Sejak Mei 2005, jumlah negaranegara yang terinfeksi dan menkonfirmasi kasus Influenza A adalah 340 kasus. Usia rata-rata pasien dengan infeksi virus influenza A (H5N1) adalah sekitar 18 tahun, dengan 90% pasien usia 40 tahun atau lebih muda dan orang dewasa yang lebih tua. Proporsi fatalitas keseluruhan kasus adalah 61%, merupakan tertinggi di antara 10 sampai 19 tahun dan terendah di antara usia 50 tahun keatas. Belum diketahui dengan jelas hubungan dengan sistem imun atau kekebalan yang sudah ada sebelumnya, perbedaan dalam eksposur, atau faktor lainnya yang mungkin memberikan kontribusi pada frekuensi infeksi dan penyakit mematikan pada orang dewasa yang lebih tua, hal ini masih belum pasti. Kebanyakan pasien dengan infeksi virus influenza A (H5N1) sebelumnya sehat. Dari enam ibu hamil yang terkena, empat telah meninggal dunia, dan dua korban mengalami aborsi spontan (WHO, 2005). Di Sumatera Utara terdapat kasus flu burung pada bulan Mei tahun 2006 di Desa Kubu Simbelang, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo ditemukan kasus terinfeksi virus Avian Influenza positif menurut hasil pemeriksaan laboratorium Departemen Kesehatan RI dan laboratorium di Hongkong sebanyak 8 orang dan 7 orang telah meninggal dunia. Menurut WHO bahwa kasus Avian influenza yang ada di Kabupaten Karo merupakan klaster terbesar di dunia (Depkes R.I, 2009). Tabel 1.2. Jumlah kasus suspek yang dirujuk ke RSHAM tahun 2005-2006 Tanggal Daerah Asal Jumlah Kasus 26 Juli 2005 30 Juli 2005 Binjai Percut Sei Tuan, Deli Serdang 6 1 Binjai 6 orang Deli orang Serdang 5 Keterangan

Universitas Sumatera Utara

21 2005 23 2005

September Percut Sei Tuan, Deli Serdang

Simalungun orang

September Balimbingan, Simalungun

Karo 6 orang

1 Agustus 2006 22 Agustus 2006

Kabanjahe, Karo Silima Kuta, Simalungun

6 1

Medan 2 orang Serdang Bedagai 2 orang

28 2006 14 2006

September Lubuk Pakam, Deli Serdang

November Helvetia, Medan

7 Desember 2006 12 2006 Jumlah

Jl Sisingamangaraja, Medan Mengkudu, Serdang

1 2

Desember Teluk Bedagai

23 orang

Sumber. DepKes R.I. 2009

2.1.4. Transmisi Virus Avian Influenza (AI) berkembang biak pada jaringan seperti saluran pernapasan, pencernaan, pembuluh darah, limfosit, syaraf, ginjal dan atau sistem reproduksi. AI (avian influenza) dikeluarkan dari hidung, mulut, konjungtiva dan kloaka unggas terinfeksi. Penularan bisa terjadi dengan kontak langsung dari unggas terinfeksi dan unggas peka melalui saluran pernapasan, konjungtiva, lendir dan tinja. Juga secara tidak langsung misalnya debu yang mengandung virus, air minum, petugas, peralatan kandang, sepatu, baju, kendaraan, lalat juga mempunyai peranan dalam menyebarkan AI (Rahardjo, 2004). Hingga 5 Agustus 2005, WHO melaporkan 112 kasus A (H5N1) pada manusia yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan atau PCR. Sebagian besar kasus konfirmasi WHO di atas, sebelumnya mempunyai riwayat kontak yang jelas dengan unggas atau produk unggas. Disimpulkan sementara bahwa jalur paling mungkin terjadinya infeksi Avian Influenza pada manusia adalah dari unggas ke manusia. Sementara itu, penularan dari manusia ke manusia masih mungkin didasarkan adanya laporan 3 kasus konfirmasi avian influenza pada satu keluarga di Thailand (Nainggolan, dkk, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Bahan infeksius pada unggas adalah tinja dan sekret saluran nafasnya. Penularan dapat terjadi dari unggas ke unggas, ke hewan lain dan kini ke manusia (Aditama, 2004). Selain itu, transmisi dapat terjadi dari lingkungan ke manusia, dapat terjadi pada air yang terkontaminasi yaitu kolam renang yang secara langsung masuk melalui hidung dan konjungtiva, dan dari kontaminasi tangan terhadap infeksi (WHO, 2005).

2.1.5. Patogenesis Penyebaran virus Avian Influenza (AI) terjadi malalui udara (droplet infection) di mana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran nafas atau langsung memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus yang tertanam pada membran mukosa akan terpajan mukoprotein yang mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies darimana virus berasal. Virus avian influenza manusia (Human Influenza Viruses) dapat berikatan dengan alpha 2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari membran sel dimana didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan dengan membran sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu ikatan 2,3 linkage. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada

membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat melakukan replikasi secara efisien terhadap manusia. Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran nafas dapat dicegah. Tetapi virus yang mengandung protein neuroaminidase pada permukaannya dapat memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel saluran napas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang besilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengak dan intinya mengkerut dan kemudian mangalami piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia, selanjutnya akan terbentuk badan inklusi (Nainggolan, 2004). Proses patologik primer yang dapat menyebabkan kematian adalah Fulminant viral pneumonia. Target sel dari influenza A (H5N1) termasuk tipe 2 alveolar pneumosit dan makrofak, bronkiolar, dan alveolar sel, tetapi tidak sel-sel epitel dari trakea atau saluran nafas atas (WHO, 2005). Gambaran skematis patogenesis dari Avian Influenza (AI) adalah :

Universitas Sumatera Utara

(1). Mula-mula virion menempel pada reseptor sel tropisma (membran mukosa saluran napas) melalui protein Hemaglutinin (2). Terjadi proses endositosis yang akan berlangsung beberapa waktu, berdasarkan pengamatan di laboratorium diketahui selama 10 menit. Proses ini bersama dengan pelepasan selubung dari virion sampai semua segmen RNA keluar kedalam sitpolasma (3). Segmen segmen tersebut masuk ke dalam inti sel (nukleus) dan mengalami transkripsi (4). Sebagian segmen keluar kembali ke sitoplasma untuk mempersiapkan protein selubung (Hemaglutinin, Neuroaminidase, Matriks dan protein Nonstruktural) untuk dipakai oleh virus baru yang akan dihasilkan. (5). Delapan segmen yang berada di inti sel ditambah dengan segmen RNA yang masih tersisa di sitoplasma melakukan replikasi, yaitu perbaikan RNA. Berbeda dengan virus RNA lainnya, dimana replikasinya terjadi diluar inti sel. Dengan berlangsung di dalam inti sel, AI menggunakan bahan bahan yang diperlukan dari dalam inti sel inang. Proses ini yang memudahkan terjadi Antigenic drift dan antigenic shift. Antigenic drift merupakan keadaan virus AI yang mengalami mutasi urutan nukleotida pada gen HA (hemaglutinin) atau NA (neuroaminidase) atau keduanya yang menyebabkan antibodi tidak bisa secara lengkap menetralisasi virus ini. Sementara Antigenic shift merupakan aktifitas dari dua macam virus influenza A yang menghasilkan segmen gen yang baru sebagai hasil rekombinan genetik. Aktifitas ini mengakibatkan antibodi yang sudah terbentuk di dalam tubuh tidak dapat menetralkan sama sekali terhadap virus baru tersebut. (6). Segmen RNA yang sudah mengalami replikasi, keluar ke sitoplasma dan dibungkus oleh protein HA (hemaglutinin), NA (neuroaminidase), M (matriks) serta NS (nonstruktural) . Dan keluar dari sel inangnya. Proses ini bisa berlangsung dua jam sejak terjadi infeksi (Rahardjo, 2004).

2.1.6

Gejala Klinis

2.1.6.1 Gejala pada Hewan Unggas Avian Influenza (AI) yang lazim disebut flu burung, yang ganas dapat muncul dengan tiba-tiba di kandang dan banyak ayam yang mati tanpa gejala yang termonitor seperti depresi, lesu, bulu rontok, dan panas. Kerabang telur yang diproduksi lembek dan segera diikuti pemberhentian produksi. Muka dan pial kebiruan, kaki kemerahan dan udem. Ayam mengalami diare dan terlihat sangat haus, pernapasan terlihat berat, terjadi perdarahan pada kulit tanpa bulu. Kematian bervariasi dari 50% sampai dengan 100% (Rahardjo, 2004).

Universitas Sumatera Utara

2.1.6.2 Gejala pada Manusia Masa inkubasi Avian Influenza sangat pendek yaitu 3 hari, dengan rentang 2-4 hari. Manifestasi klinis Avian Influenza pada manusia terutama terjadi pada sistem respiratorik mulai dari yang ringan sampai berat. Manifestasi klinis Avian Influenza secara umum sama dengan gejala ILI (Influenza Like Illness), yaitu batuk, pilek, dan demam. Demam biasanya cukup tinggi yaitu > 38 derajat Celcius. Gejala lain berupa sefalgia, nyeri tenggorokan, mialgia, dan malaise (Nainggolan, dkk, 2006). Adapun keluhan gastrointestinal berupa diare dan keluhan lain berupa konjuntivitis. Keadaan klinis bisa sangat bervariasi, mulai dari asimptomatik, flu ringan hingga berat, pneumonia, dan banyak yang berakhir dengan ARDS (acute respiratory distress syndrome). Perjalan klinis Avian Influenza umunya berlangsung sangat progressif dan fatal. Mortalitas penyakit ini dilaporkan terakhir sekitar 50%. Kelainan laboratorium rutin yang hampir selau dijumpai adalah leukopenia, limfopenia, dan trombositopenia. Dan banyak yang mengalami gangguan ginjal berupa peningkatan nilai ureum dan kreatinin. Kelainan gambaran radiologis toraks berlangsung sangat progressif dan sesuai dengan manifestasi klinisnya namun tidak ada gambaran yang khas. Kelainan foto toraks bisa berupa infiltrat bilateral luas, infiltrat difus, multifokal, atau patchy, atau berupa kolaps lobar (Nainggolan, dkk, 2006).

2.1.7. Kelompok Resiko Tinggi Kelompok yang perlu diwaspadai dan beresiko tinggi terinfeksi flu burung adalah (DepKes RI, 2006) : a) Pekerja peternakan atau pemprosesan unggas (termasuk dokter hewan atau Ir. Peternakan) b) Pekerja laboratorium yang memproses sampel pasien atau unggas terjangkit c) Pengunjung peternakan atau pemprosesan unggas (1 minggu terakhir) d) Pernah kontak dengan unggas (ayam,itik,burung) sakit atau mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan atau babi serta produk mentahnya dalam 7 hari terakhir e) Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir.

2.1.8. Diagnosis Flu Burung 2.1.8.1 Diagnosis pada unggas Diagnosis harus dipastikan dengan isolasi dan identifikasi virus penyebab penyakitnya. Isolasi virus memakai Gold strandard dari OIE (Office International des Epizooties) sampel berasal dari trakea, paru-paru, limpa, otak, dan atau usapan kloaka ayam

Universitas Sumatera Utara

sakit atau mati. Dilakukan pada SPF (spesific phatogen free) embrio anak ayam umur 4 11 hari hingga embrio mati dalam 48 72 jam. Identifikasi virus dan penentuan subtipe HA (hemaglutinin) dan NA (neuroaminidase) dengan beberapa cara yaitu Antigen capture ELISA tes yang ada beberapa macam, dan PCR Genetic sequencing. Selain itu, gejala klinis dan patologis yang patut dicurigai adalah bila ada bengkak wajah, cyanosis pial dan petechiae di mukosa dan kulit. Masa inkubasinya 3 7 hari, dengan kematian terjadi 2 jam sampai beberapa minggu (Rahardjo, 2004).

2.1.8.2 Diagnosis pada manusia Diagnostik (Leonard, dkk, 2006) a. Uji konfirmasi : 1. Kultur dan identifikasi virus H5N1 2. Uji Real Time Nested PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk H5 3. Uji serologi a) Immunofluorescence (IFA) test : ditemukan antigen positif dengan menggunakan antibodi monoclonal Influenza A H5N1 b) Uji netralisasi : didapatkan kenaikan titer antibodi spesifik influenza A H5N1 sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi. c) uji penapisan : a)Rapid test untuk mendeteksi Influenza A b)HI test dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1 c)Enzyme Immunoassay (ELISA) untuk mendeteksi H5N1.

b. Pemeriksaan Lain 1. Hematologi : Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, total limfosit. Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni atau limfositosis relatife dan trombositopeni. 2. Kimia : Albumin/Globulin, SGOT/SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisa Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT/SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan kreatinin kinase, analisa gas darah dapat normal atau abnomal. Kelainan laboratotium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditentukan. 3. Pemeriksaan radiologik : pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral. Dapat ditemukan gambaran infiltrat di paru yang menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia.

Universitas Sumatera Utara

2.1.9 Definisi Kasus Departemen Kesehatan RI (2006) membuat kriteria diagnosis Flu burung sebagai berikut : 1) Pasien dalam Observasi Seseorang yang menderita demam/panas > 38 derajat Celcius disertai satu atu lebih gejala di bawah ini : a) batuk b) sakit tenggorokan c) pilek d) napas pendek/ sesak nafas (pneumonia) dimana belum jelas ada atau tidaknya kontak dengan unggas sakit/mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya. Pasien masih dalam observasi klinis, epidemiologis dan pemeriksaan laboratorium. 2) Kasus suspek AI H5N1 (Under Investigation atau dalam pengawasan) Seseorang yang menderita demam/panas > 38 derajat Celcius disertai satu atau lebih gejala di bawah ini : a) batuk b) sakit tenggorokan c) pilek d) napas pendek/ sesak nafas e) pneumonia dan diikuti satu atau lebih keadaan di bawah ini : 1) Pernah kontak dengan unggas (ayam, itik, atau burung) sakit/ mati mendadak yang belum diketahui penyebabnya dan produk mentahnya dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala di atas 2) Pernah tinggal di daerah yang terdapat kematian unggas yang tidak biasa dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala di atas. 3) Pernah kontak dengan penderita AI konfirmasi dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala di atas 4) Pernah kontak dengan spesimen AI H5N1 dalam 7 hari terakhir, sebelum timbul gejala di atas (bekerja di laboratorium untuk AI) 5) 6) Ditemukan leukopeni < 3000/l atau mm Ditemukan adanya titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda atau ELISA untuk Influenza A tanpa subtipe. Atau

Universitas Sumatera Utara

Kematian akibat Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini : 1. lekopenia atau limfopenia dengan atau tanpa trombositopenia (trombosit < 150.000) 2. foto toraks menggambarkan pneumonia atipikal atau infiltrat di kedua sisi paru yang makin meluas pada serial 3) Kasus Probable AI H5N1 Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan dibawah ini: a. ditemukan adanya kenaikan titer antibodi minimum 4 kali terhadap H5 dengan pemeriksaan HI test menggunakan eritrosit kuda atau ELISA test b. hasil laboratorium terbatas untuk Influenza H5 (dideteksi antibodi spesifik H5 dalam spesimen serum tunggal) menggunakan neutralisasi tes (dikirim ke referensi laboratorium) c. dalam waktu singkat menjadi pneumonia berat/gagal nafas/meninggal dan terbukti tidak ada penyebab lain 4) Kasus Konfirmasi Influenza A H5N1 Kasus suspek atau Probable dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini: a. kultur positif Influenza A H5N1 b. PCR positif Influenza A H5N1 c. Pada Immunoflurescence (IFA) test ditemukan antigen positif dengan menggunakan antibodi monoklonal Influenza A H5N1 d. Kenaikan titer antibodi spesifik Influenza A H5N1 sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi. Kriteria Rawat a. Suspek flu burung dengan gejala klinis berat yaitu : 1) 2) 3) 4) sesak napas dengan frekuensi napas > 30 kali/menit nadi > 100 kali/menit ada gangguan kesadaran kondisi umum lemah

b. suspek dengan leukopeni c. suspek dengan gambaran radiologi pneumonia d. kasus Probabel dan Konfirmasi

2.1.10 Penatalaksanaan

Universitas Sumatera Utara

Prinsip penatalaksanaan Avian Influenza adalah : istirahat, peningkatan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotik, perawatan respirasi, anti inflamasi, immunomodulators. Antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam pertama. Adapun pilihan obatnya adalah : 1. penghambat M2 : a. Amantadin (symadine). b. Rimantidin (flu-madine). Dengan dosis 2x/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari. 2. Penghambat neuraminidase (WHO) : a. Zanamivir (relenza). b. Oseltamivir (tami-flu). Dengan dosis 2 x 75 mg selama 1 minggu (Nainggolan, dkk, 2006). Departemen Kesehatan RI (2006) dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut: 1. Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg selama 5 hari, simptomatik dan antibiotik jika ada indikasi. 2. Pada kasus probabel flu burung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg selama 5 hari, antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipikal dan atipikal, dan steroid jika perlu seperti pada kasus pneumonia berat dan ARDS (acute respiratory distress sindrom) sesuai indikasi 3. Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi digunakan Oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu).

2.1.11 Pencegahan Secara umum cara pencegahan terkena flu umumnya adalah tetap menjaga daya tahan tubuh, makan makanan seimbang, istirahat teratur dan olahraga teratur. Dan kebiasaan mencuci tangan secara teratur juga perlu dilakukan (Aditama, 2004). Sebenarnya manusia memiliki imunitas terhadap infeksi virus influenza yang beredar, yaitu imunitas lokal/mukosa pada saluran pernafasan yang menghasilkan immunoglobulin A (IgA) dan immunoglobulin M & G (Ig M dan IgG) yang bersifat humoral dan spesifik. Namun karena sifat virus influenza yang selalu mengalami perubahan antigen dan terbentuknya subtipe baru, sehingga imunitas alamiah ini tidak banyak bermanfaat bagi pertahanan tubuh kita terhadap infeksi (Rahardjo, 2004). Saat ini ada 3 jenis vaksin influenza yang beredar, dengan karakteristik berbeda dalam hal imunogenitas, reaktogenitas dan implikasi kliniknya yaitu (1) Whole virion vaccine (virus utuh), (2) Split virus vaccine (vaksin virus split), (3) Sub unit virus vaccine (vaksin virus sub unit) (Raharjo, 2004).

Universitas Sumatera Utara

WHO (2004) mengeluarkan Penuntun Vaksinasi WHO Guidlines for the use of seasonal influenza vaccine in human at risk of H5N1 infection pada 30 Januari 2004. Salah satu vaksin influenza terdiri dari dua tipe virus influenza A dan satu tipe B, dan harus diproduksi sesuai dengan rekomendasi WHO kepada produsen vaksin tentang virus influenza sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi sehingga lebih murni, efektif dan memiliki tingkat keamanan yang sangat tinggi. Selain vaksinasi dilakukan juga Biosekuriti, yang secara garis besar berkaitan dengan lalu lintas unggas dan manusia serta sanitasi lingkungan ternak. Berikut ini adalah beberapa tindakan yang tercakup dalam biosekuriti : 1. Membatasi secara ketat lalu lintas unggas, produk unggas, pakan, kotoran, bulu, dan alas kandang 2. Membatasi lalu lintas pekerja atau orang dan kendaraan yang keluar masuk lokasi peternakan 3. Peternak dan orang yang hendak masuk peternakan ayam (unggas) harus mengenakan pakaian pelindung seperti masker, kaca mata pelindung (goggle), sarung tangan dan sepatu. 4. Mencegah kontak antara unggas dengan burung liar atau burung air, tikus, dan hewan lain. 5. Melakukan desinfeksi terhadap semua bahan, sarana, dan prasarana peternakan, termasuk bangunan kandang dengan menggunakan desinfektan yang sudah direkomendasikan seperti asam parasetat, hidroksi peroksida, sediaan ammonium kuartener, formaldehid/ formalin 2 5 %, iodoform kompleks (iodine), senyawa fenol, dan natrium /kalium hipoklorit (Atmawinata, 2006). Pencegahan yang lain adalah dengan Depopulasi. Depopulasi adalah tindakan pemusnahan selektif terhadap unggas yang diindikasikan menderita flu burung dan juga terhadap unggas unggas yang diindikasikan terjangkit virus flu burung meskipun unggas tersebut masih tampak sehat. Depopulasi ini merupakan tindakan darurat hingga vaksin yang efektif dan handal ditemukan. Pembakaran dan penguburan dilakukan di areal peternakan (Atmawinata, 2006).

Khusus untuk pekerja peternakan dan pemotongan hewan ada beberapa anjuran WHO (2006) yang dapat dilakukan, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Semua orang yang kontak dengan binatang yang telah terinfeksi harus sering-sering mencuci tangan dengan sabun. Mereka yang langsung memegang dan membawa binatang yang sakit sebaiknya menggunakan desinfektan untuk membersihkan tangannya. 2. Mereka yang memegang, membunuh dan membawa atau memindahkan unggas yang sakit dan atau mati karena flu burung seharusnya melengkapi diri dengan baju pelindung, sarung tangan karet, masker, kaca mata goggle dan juga sepatu boot. 3. Ruangan kandang perlu selalu dibersihkan dengan prosedur yang baku dan memperhatikan faktor keamanan petugas. 4. Pekerja peternakan, pemotongan dan keluarganya perlu diberi tahu untuk melaporkan ke petugas kesehatan bila mengidap gejala-gejala pernapasan, infeksi mata dan gejala flu lainnya. 5. Dianjurkan juga agar petugas yang dicurigai punya potensi tertular ada dalam pengawasan petugas kesehatan secara ketat. Ada yang menganjurkan pemberian vaksin influenza, penyediaan obat anti virus dan pengamatan perubahan secara serologi pada pekerja ini. Untuk masyarakat umum, pencegahan terbaik adalah dengan menjaga kesehatan, makan bergizi, istirahat cukup dan menjaga kebersihan seperti membudidayakan kembali kebiasaan mencuci tangan. Mereka yang sedang menderita influenza tentu harus istirahat, minum banyak dan bila keluhan tidak membaik dalam beberapa hari agar segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan terdekat (Aditama, 2004). Berikut ini disajikan langkah langkah mencuci tangan secara benar (Noorkasini dan Tamher, 2008) : 1) Lakukan cuci tangan pada tempat yang telah disediakan 2) Buka kran dan pertahankan aliran air lurus dari mulut kran 3) Bungkukkan tubuh sedikit untuk menjauh dari percikan air 4) Basahi kedua tangan sampai sebatas siku 5) Ambil sabun dan usapkan secukupnya dalam genggaman kedua tangan 6) Kembalikan sabun ketempatnya dengan hati-hati 7) Buat busa secukupnya dari sabun yang melekat di tangan yang basah 8) Gosokkan dengan keras ke seluruh permukaan tangan dan jari jari kurang lebih 10-15 detik. 9) Ratakan ke seluruh tangan dengan memperhatikan bagian bawah kuku dan antara jari 10) Bilas kedua tangan dengan air mengalir

Universitas Sumatera Utara

11) Keringkan tangan dengan kertas tissue atau kain lap yang telah disediakan, setelah itu gunakan lap untuk mematikan keran 12) Buang kertas tissue atau kain lap yang telah terpakai ke tempat yang telah disediakan.

2.2

Tinjauan Tentang Perilaku

2.2.1 Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan tau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Kedalaman pengetahuan yang diperoleh seseorang terhadap suatu rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yakni: a. Tahu (know) Merupakan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkatan pengalaman yang paling rendah. b. Memahami (comprehension) Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui. Orang telah paham akan objek atau materi harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (application) Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. d. Analisis (analysis) Kemampuan dalam menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponenkomponen, dan masuk ke dalam struktur organisasi tersebut. e. Sintesis (synthesis) Kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (evaluation) Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2005).

Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Sikap Merupakan respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dilihat akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang tertutup. Menurut Allport (1954) seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005), sikap mempunyai tiga komponen pokok, yakni: a. b. c. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu konsep Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, antara lain : a. Menerima (receiving) Mau dan memperhatikan stimulus atau objek yang diberikan. b. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan masalah. d. Bertanggung jawab (responsible) Mempunyai tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan dapat juga tidak. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan respon terhadap suatu objek. Orang lain berperilaku bertentangan dengan sikapnya, dan bisa juga merubah sikapnya sesudah yang bersangkutan merubah tindakannya. Namun secara tidak mutlak dapat dikatakan bahwa perubahan sikap merupakan loncatan untuk terjadinya perubahan perilaku.

2.2.3 Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan : a. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

Universitas Sumatera Utara

b.

Respon terpimpin (guided response) Dapat melakukan sesuatau sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indicator praktek tingkat dua.

c.

Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

d.

Adopsi (adoption) Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Universitas Sumatera Utara

You might also like