Professional Documents
Culture Documents
L/O/G/O
Muhtawa
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Kerangka Maddah
Sasaran Afektif
I. TUJUAN UMUM
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Memperkuat tali ikatan dengan Kitabullah Dasar pemahaman yang benar Penanaman cinta Penguasaan untuk mengajarinya, Merasa terikat dengan taujihnya, Mengamalkan kandungannya, Memurnikan sasaran-sasaran dengan menyesuaikan ruang dan waktu, 8. Kembali kepada Al-Quran ketika berselisih.
Rasm
Rasm
IV. SASARAN PSIKOMOTORIK 1. Memperindah bacaan surah AlIkhlas 2. Selalu mewiridkan surat Al-Ikhlas diwaktu pagi dan petang 3. Membacanya pada waktu-waktu tertentu
Rasm
Rasm
VI.
1. Menguji peserta sekitar hukum-hukum tajwid baik teori maupun praktek 2. Menguji hafalan surat setiap peserta secara lafazh dan maknanya 3. Mengevaluasi perilaku peserta dan komitmennya terhadap adab-adab Al-Quran 4. Membuat format untuk mengevaluasi keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan di atas
Rasm
Rasm
VIII. Muhtawa
Allah Berfirman:
) 1 ( ) 1 ( 1 ) ) ) 1 (
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, 4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." Rasm
Alur Materi
Pendahuluan
Surat Al Ikhlas ini terdiri dari 4 ayat, surat ke 112, diturunkan setelah surat An Naas. (At Tarif bi Suratil Quranil Karim) Surat ini dinamakan Al Ikhlas karena di dalamnya berisi pengajaran tentang tauhid. Oleh karena itu, surat ini dinamakan juga Surat Al Asas, Qul Huwallahu Ahad, At Tauhid, Al Iman, dan masih banyak nama lainnya. Surat ini merupakan surat Makiyyah dan termasuk surat Mufashol.
Ada dua sebab kenapa surat ini dinamakan Al Ikhlash.Yang pertama, dinamakan Al Ikhlash karena surat ini berbicara tentang ikhlash. Yang kedua, dinamakan Al Ikhlash karena surat ini murni membicarakan tentang Allah.
Asbabun Nuzul
Surat ini turun sebagai jawaban kepada orang musyrik yang menanyakan pada Rasulullah saw, Sebutkan nasab atau sifat Rabbmu pada kami?. Maka Allah berfirman kepada Nabi Muhammad saw, Katakanlah kepada yang menanyakan tadi, [lalu disebutkanlah surat ini](Aysarut Tafasir, 1502). Juga ada yang mengatakan bahwa surat ini turun sebagai jawaban pertanyaan dari orang-orang Yahudi (Jamiul Bayan fi Tawilil Quran, At Tarif bi Suratil Quranil Karim, Tafsir Juz Amma 292).
Kandungan surat
1. Surat ini merupakan surat yang menegaskan tentang ketauhidan dan pensucian nama Allah Ta'ala. Ia merupakan prinsip pertama dan pilar utama Islam. 2. Surat ini juga mengukuhkan keesaan Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Dia sendiri yang dituju untuk memenuhi semua kebutuhan, yang tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, tiada yang menyerupai dan tandingan-Nya. Konsekuensi dari semua itu adalah ikhlas beribadah kepada Allah dan ikhlas menghadap kepada-Nya saja.
Hubungan surat
Hubungan surat Al-Ikhlas dengan surat sebelumnya: Surat Al-Lahab mengisyaratkan bahwa kemusyrikan itu tak dapat dipertahankan dan tidak akan menang walaupun para pendukung-pendukungnya bekerja keras. Surat AlIkhlash mengemukakan bahwa tauhid dalam Islam adalah tauhid yang semurni-murninya.
Surat Al-Ikhlash menegaskan kemurniaan keesaan Allah SWT, sedang surat Al-Falaq memerintahkan agar sematamata kepada-Nya lah orang memohon perlindungan dari segala macam celaan dan cobaan
) (
Dari Abu Said (Al Khudri) bahwa seorang laki-laki mendengar seseorang membaca dengan berulang-ulang Qul huwallahu ahad. Tatkala pagi hari, orang yang mendengar tadi mendatangi Rasulullah saw dan menceritakan kejadian tersebut dengan nada seakan-akan merendahkan surat al Ikhlas. Kemudian Rasulullah saw bersabda, Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya surat ini sebanding dengan sepertiga Al Quran. (Bukhari no. 6643)
- - . :
Dari Abu Darda dari Nabi saw. Beliau saw bersabda, Apakah seorang di antara kalian tidak mampu untuk membaca sepertiga Al Quran dalam semalam? Mereka mengatakan,Bagaimana kami bisa membaca seperti Al Quran? Lalu Nabi saw bersabda, Qul huwallahu ahad itu sebanding dengan sepertiga Al Quran. (Muslim no. 1922)
Tafsir ayat 1
Allah Maha Esa
"Katakan, 'Dialah Allah yang Esa." Inilah prinsip pertama dan tugas utama yang diemban Nabi saw. Beliau pun menyingsingkan lengan baju dan mulai mengajak manusia kepada tauhid dan beribadah kepada Allah yang Esa. Oleh karena itu di dalam surat ini Allah memerintahkan beliau agar mengatakan, "Katakan, 'Dialah Allah yang Esa." Katakan kepada mereka, ya Muhammad, "Berita ini benar karena didukung oleh kejujuran dan bukti yang jelas. Dialah Allah yang Esa. Dzat Allah satu dan tiada berbilang. Sifat-Nya satu dan selain-Nya tidak memiliki sifat yang sama dengan sifat-Nya. Satu perbuatan dan selain-Nya tidak memiliki perbuatan seperti perbuatan-Nya.
Kata ( )artinya katakanlah-. Perintah ini ditujukan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan juga umatnya. Al Qurtubhi mengatakan bahwa () maknanya adalah: Al Wahid Al Witr (Maha Esa), tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang sebanding dengan-Nya, tidak memiliki istri ataupun anak, dan tidak ada sekutu baginya. Asal kata dari ( )adalah ( ,)sebelumnya diawali dengan huruf waw kemudian diganti hamzah. (Al Jaami liahkamil Quran, Adhwaul Bayan)
Tafsir Ayat 2
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Artinya tiada sesuatu pun di atas-Nya dan Dia tidak butuh kepada sesuatu pun. Bahkan selainNya butuh kepada-Nya. Semua makhluk perlu berlindung kepada-Nya di saat sulit dan krisis mendera. Maha Agung Allah dan penuh berkah semua nikmat-Nya.
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Masiir mengatakan bahwa makna Ash Shomad ada empat pendapat: Pertama, Ash Shomad bermakna: Allah adalah As Sayid (penghulu), tempat makhluk menyandarkan segala hajat pada-Nya. Kedua, Ash Shomad bermakna: Allah tidak memiliki rongga (perut). Ketiga, Ash Shomad bermakna: Allah itu Maha Kekal. Keempat, Ash Shomad bermakna: Allah itu tetap kekal setelah para makhluk binasa.
Dalam Tafsir Al Quran Al Azhim (Tafsir Ibnu Katsir) disebutkan beberapa perkataan ahli tafsir yakni sebagai berikut. Dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah : Seluruh makhluk bersandar/bergantung kepada-Nya dalam segala kebutuhan maupun permasalahan. Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu Abbas mengatakan mengenai ( . Dia-lah As Sayyid (Pemimpin) yang kekuasaan-Nya sempurna. Dia-lah Asy Syarif (Maha Mulia) yang kemuliaan-Nya sempurna. Dia-lah Al Azhim (Maha Agung) yang keagungan-Nya sempurna. Dia-lah Al Halim (Maha Pemurah) yang kemurahan-Nya itu sempurna. Dia-lah Al Alim (Maha Mengetahui) yang ilmu-Nya itu sempurna. Dia-lah Al Hakim (Maha Bijaksana) yang sempurna dalam hikmah (atau hukum-Nya). Allah-lah Yang Maha Suci- yang Maha Sempurna dalam segala kemuliaan dan kekuasaan. Sifat-Nya ini tidak pantas kecuali bagi-Nya, tidak ada yang setara dengan-Nya, tidak ada yang semisal dengan-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Tafsir Ayat 3
"Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan"
Ini merupakan pensucian Allah dari mempunyai anak laki-laki, anak perempuan, ayah, atau ibu. Allah tidak mempunyai anak adalah bantahan terhadap orang-oran musyrik yang mengatakan bahwa malaikat itu anak-anak perempuan Allah, terhadap orang-orang Nashrani dan Yahudi yang mengatakan 'Uzair dan Isa anak Allah. Dia juga bukan anak sebagaimana orang-orang Nashrani mengatakan Al-Masih itu anak Allah lalu mereka menyembahnya sebagaimana menyembah ayahnya. Ketidak-mungkinan Allah mempunyai anak karena seorang anak biasanya bagian yang terpisah dari ayahnya. Tentu ini menuntut adanya pembilangan dan munculnya sesuatu yang baru serta serupa dengan makhluk. Allah tidak membutuhkan anak karena Dialah yang menciptakan alam semesta, menciptakan langit dan bumi serta mewarisinya. Sedangkan ketidak-mungkinan Allah sebagai anak, karena sebuah aksioma bahwa anak membutuhkan ayah dan ibu, membutuhkan susu dan yang menyusuinya. Maha Tinggi Allah dari semua itu setinggi-tingginya.
Kalimat ( ) sebagaimana dikatakan Maqotil, Tidak beranak kemudian mendapat warisan. Kalimat () maksudnya adalah tidak disekutui. Demikian karena orang-orang musyrik Arab mengatakan bahwa Malaikat adalah anak perempuan Allah . Kaum Yahudi mengatakan bahwa Uzair adalah anak Allah. Sedangkan Nashoro mengatakan bahwa Al Masih (Isa, pen) adalah anak Allah. Dalam ayat ini, Allah meniadakan itu semua. (Zadul
Tafsir Ayat 4
"Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.
Selama satu Dzat-Nya dan tidak berbilang, bukan ayah seseorang dan bukan anaknya, maka Dia tidak menyerupai makhuk-Nya. Tiada yang menyerupai-Nya atau sekutu-Nya. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan. Meskipun ringkas, surat ini membantah orang-orang musyrik Arab, Nashrani, dan Yahudi. Menggagalkan pemahaman Manaisme (AlManawiyah) yang mempercayai tuhan cahaya dan kegelapan, juga terhadap Nasrani yang berpaham trinitas, terhadap agama Shabi'ah yang menyembah bintang-bintang dan galaksi, terhadap orang-orang musyrik Arab yang mengira selain-Nya dapat diandalkan di saat membutuhkan, atau bahwa Allah mempunyai sekutu. Maha Tinggi Allah dari semua itu.
Maksudnya adalah tidak ada seorang pun sama dalam setiap sifat-sifat Allah. Jadi Allah meniadakan dari diri-Nya memiliki anak atau dilahirkan sehingga memiliki orang tua. Juga Allah meniadakan adanya yang semisal denganNya. (Tafsir Juz Amma 293) Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sadi mengatakan makna ayat: dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia yaitu tidak ada yang serupa (setara) dengan Allah dalam nama, sifat, dan perbuatan.
Penutup
1. Surat Al Ikhlas ini berisi penjelasan mengenai keesaan Allah serta kesempurnaan nama dan sifat-Nya. 2. Surat Al-Ikhlas menegaskan akan ketergantungan seluruh makhluk di muka bumi ini kepada sang Penguasa, Allah SWT, semuanya makhluk tak terkecuali senantiasa membutuhkan Allah SWT 3. Dengan mengimani ayat ini berarti seorang muslim telah mengikhlaskan diri kepada Allah.