You are on page 1of 30

BAB III SEJARAH

Dari teori Yunani sampai FORKI

Ada banyak sekali buku yang ditulis oleh para ahli sejarah maupun pakar Karate-d sendiri yang mengulas tentang keaslian asal

usulnya . Bahkan akhir akhir ini tak sedikit yang mencoba menawarkan suatu teori yang cukup menghebohkan, contohnya adalah teori Robin L. Rielly yang menyatakan bahwa kemungkinan besar Karate berasal dari kebudayaan Yunani Kuno.Ia berani menyatakan teori itu didasarkan pada sebuah temuan arkeologis berupa vas Creta kuno dari abad 16 SM yang berisikan fragmen dua orang yang sedang melakukan tinju dan gulat ala Yunani kuno.Terakhir ia mencoba menepis teori tentang India sebagai asal Karate dengan alasan bahwa hal itu lebih banyak diperoleh lewat legenda dan penyampaian lisan semata, tanpa ada bukti arkeologis sebagai penguat kenyataan ilmiahnya.

Pencetusan teori diatas bagi saya sah sah saja , apalagi Robin L. Rielly adalah seorang yang cukup dikenal luas dalam masyarakat Karate di Amerika & Jepang (ia seorang instruktur JKA dengan kualifikasi Dan VI).Namun yang perlu dipertanyakan disini jika memang Yunani disebutkan sebagai asal muasal Karate kenapa ia justru lebih berkembang pesat di Timur Jauh saat ini ? Dalam teorinya ia

mencantumkan kemungkinan faktor tentara Iskandar Yang Agung sebagai pembawa teknik pertarungan kuno tersebut dalam ekspedisi ke India pada abad 3 SM.Tapi saya kembali membantahnya dengan sebuah pemikiran sederhana, bagaimana kelanjutan perkembangan dari teknik pertarungan(tanpa senjata) tersebut, sedang ia sangat diperlukan dalam sebuah peperangan tapi kenapa dalam faktanya tak pernah ada tercatat keberadaan maupun jejaknya sebagai sebuah bentuk hasil karya penting dibidang kemiliteran dalam catatan sejarah manapun di Eropa yang penuh dengan peperangan besar selama kurun waktu lebih dari 3000 tahun (dihitung dari abad 16 SM ~ abad 20 M sesuai teori di atas).Keahlian pertarungan tanpa senjata (dengan pengecualian tinju & gulat model Yunani Kuno yang hanya
mengandalkan fisik semata)

di Eropa sangatlah terbatas jumlahnya, kalaupun ada

baru muncul setelah abad ke 17 dengan kemungkinan besar bahwa ia merupakan modifikasi dari seni beladiri yang ditemui dan dipelajari kalangan militer dari negara negara imperialis di tanah jajahan/koloni mereka di Asia

atau Afrika (Savate di Prancis adalah sebuah contoh yang jelas).Juga adanya kemungkinan lain yaitu persentuhan budaya dengan negara tetangga yang memiliki perbendaharaan budaya yang kaya akan seni beladiri (umumnya terjadi di Eropa Timur yang berbatasan langsung dengan Cina. Sambo di Rusia adalah sebuah contoh kasus yang tepat). Namun yang merupakan alasan utama penolakan saya adalah karena secara naluriah dimanapun manusia berada ia akan membentuk semacam reaksi spontan untuk melindungi dirinya yang mana hal ini sudah berlangsung sejak jaman pra sejarah manusia.Dan sesuai karakter orang Eropa yang lebih mengutamakan keefisienan dan kepraktisan untuk mencapai hasil yang paling maksimal dalam segala hal maka mereka lebih percaya dengan penggunaan alat bantu yaitu senjata dalam sebuah pertarungan ataupun peperangan ( lihat artikel Ancient European Martial Ats pada www.reference.com ) Metode perlindungan

ini secara naluriah akan disesuaikan oleh manusia pertama kali tentulah dengan fisiknya, lalu dengan alam sekitarnya (lingkungan dan iklim) dan terakhir barulah disempurnakan sesuai dengan perkembangan kebudayaannya (logika maupun spiritualitas).

Didasari hal itulah secara hati hati sekali saya mencoba menjelaskan sejarah Karate-do berdasarkan sudut pandang saya tersebut dalam pemaparan berikut ini : Lebih dari 4000 tahun yang lalu (sebelum abad 20 SM) bangsa/ras Aria yang berasal dari suku suku yang buas namun cerdas di daerah padang rumput Eropa Timur & Asia Tengah mulai melakukan penyerbuan ke arah selatan yang lebih subur. Persia serta anak benua Hindustan di Asia (kini India & Pakistan) yang makmur adalah sasaran

utamanya.Dengan kemampuan teknik berperang yang tinggi dan penuh kedisplinan dalam tempo sekejap mereka berhasil menaklukkannya dan lalu mendirikan negara dengan golongan mereka sebagai kaum penguasa yang mengatur kehidupan bangsa/ras Dravida yang merupakan penduduk asli.Inilah yang menjadi cikal bakal sistem kasta dalam agama Hindu di India sampai saat ini. Ras Aria umumnya memposisikan dirinya dalam kasta Ksatrya (kaum bangsawan militer) karena hal itu sesuai dengan keahlian turun temurun yang mereka bawa. Di penghujung abad 10 SM terjadi banyak peperangan diantara sesama kerajaan kerajaan ras Aria di wilayah barat India yang diabadikan dalam dua epos besar yaitu Mahabharata-Bharatayuda & Ramayana.Dalam dua epos ini banyak sekali dipaparkan secara mendetail mengenai teknik maupun nasehat moralitas dalam medan laga yang dipakai para Ksatrya dalam pertempuran yang mereka jalani (lihat Bhagavad Gita ). Kurang lebih lima ratus

tahun kemudian agama Budha lahir dan memberikan semacam tuntunan kejiwaan yang lebih bersifat menolak akan kekerasan maupun aturan tentang kasta.Terkombinasi dengan ajaran Budha, teknik pertarungan primitif lokal bangsa Dravida yang terinspirasi gerakan binatang yang sering dijumpai di India (harimau, gajah, singa, beruang, ular, elang, dsb) & terakhir lewat proses waktu , maka metode pertempuran itupun menghasilkan sebuah rangkuman pengetahuan kuno yang disebut Mallavidya (Malla = peperangan / pertempuran , Vidya = pengetahuan
bahasa Sanskerta

) ; yang berisikan sekumpulan petunjuk taktik pertempuran yang

disertai semacam kode disiplin moral sederhana bagi para Ksatrya ; yang mana dalam perkembangannya kemudian ia mempunyai banyak cabang dalam hal penerapannya di medan perang yaitu baik dengan senjata maupun tanpa senjata. Cabang yang mengkhususkan diri pada teknik tanpa senjata disebut Vajramusthi (Vajra = halilintar / petir , Musthi = pukulan / tinju / kepalan ), dimana jejaknya pada saat ini masih bisa ditelusuri pada negara negara bagian di wilayah India bagian Selatan yaitu Kerala, Malabar dan Tamil Nadu. Kini ia disebut sebagai Verumkai Prayogam (verum = hanya , kai = tangan , prayogam = menggunakan / penggunaan), sebuah metode pertarungan tangan kosong yang merupakan salah satu cabang dari seni beladiri Kalaripayat / Kallarippayattu. Di luar wilayah India ia pun berkembang pesat, dibawa para penyebar agama Hindu dan Budha dari India kemanapun mereka pergi dan menetap. Setelah disesuaikan dengan faktor lokal yang telah lebih dulu ada ( yaitu fisik
manusianya secara umum, alam dan cuaca yang menjadi lingkungan , serta adat dan budaya sebagai hasil proses perkembangan peradaban

) maka ia pun bertransformasi dalam

banyak variasi yang dalam tampilannya tetap memiliki ikatan kuat dalam hal substansi dasar dengan cikal bakalnya di India tersebut.Pencak Silat di Indonesia & Muay-Thai di Thailand adalah dua buah contoh kasus yang sangat

menarik untuk dikaji lebih jauh keberadaannya dari sudut pandang sosio-historis yang menyeluruh. Pada awal abad ke 6 M , salah satu raja India yang bernama Sugandha dari kerajaan Baramon memiliki seorang putra yang bernama Jayavarman.Pangeran ini sebagaimana layaknya golongan Ksatrya pada jaman itu tentu saja diharuskan memiliki ketrampilan militer yang sesempurna mungkin, dan ia ternyata dengan cepat dapat menguasai semua pengetahuan yang diajarkan padanya oleh seorang guru tua yang bernama Prajanatra /

Prajnatra.Namun belakangan dengan sebab yang tak diketahui dengan pasti ( dari
sudut pandang religiusitas Budhis disebutkan faktor reinkarnasi leluhurnya mungkin berperan, sebab ia sendiri merupakan keturunan ke28 Sidharta Gautama)

mendadak Jayavarman

meninggalkan kehidupan duniawinya dengan cara menekuni dengan total ajaran agama Budha sebagai seorang pendeta / biksu aliran Mahayana . Ia pun mengganti namanya menjadi Bodhi Dharma ( di Cina disebut Ta Mo , di Jepang
disebut Daruma Taishi / Bodidaruma

) dan kemudian melakukan perjalanan ke Cina

untuk menyebarkan ajaran agama Budha pada tahun 527.Di sana ia menetap di sebuah kuil yang bernama Shaolin, kuil ini sendiri didirikan pada tahun 495 dan berlokasi di kaki gunung Songshan, yang saat ini masuk wilayah provinsi Henan.Ia menerjemahkan teks ajaran Budha berbahasa Sanskerta ke dalam bahasa Cina dan mendirikan sektenya sendiri yang disebut Chan ( Zen
dalam bahasa Jepang).

Selama menjadi guru di kuil itu ia melihat bahwa kondisi fisik para muridnya sangat buruk sekali sehingga gampang jatuh sakit atau sering menjadi korban tindak kekerasan di dunia luar.Maka berbekal pengalamannya sebagai seorang mantan Ksatrya di India ia pun mulai melatih para biksu di kuil Shaolin dengan metode metode dasar Vajramusthi (karena para biksu sesuai ajaran Budha tidak boleh
menggunakan senjata yang bisa mengarah pada unsur kekerasan yang merupakan dosa besar)

yang dipadukannya dengan teknik Yoga (sistem meditasi ala Hindu) untuk melatih

lebih jauh konsentrasi kejiwaan mereka dalam latihan pernapasan.Ia juga mengadopsi beberapa teknik pertarungan lokal Cina yang didasari oleh kitab Shunzi Bingfa (metode peperangan) karya Sun-tzu, seorang ahli militer terkenal Cina dari abad ke 4 SM.Teknik teknik pertarungan lokal Cina banyak dinisbatkan pada gerakan beberapa binatang dalam arca Cina kuno seperti

harimau, ular, naga, elang, bangau, monyet, dan lain lainnya.Semua inilah yang akhirnya menjadi dasar dari chuan-fa (nama kuno untuk kungfu/wushu) asli Shaolin yang dimasa selanjutnya terbagi menjadi dua aliran besar yaitu Utara(yang lebih dominan dengan gerakan lompatan & kelincahan) dan Selatan (yang lebih
dominan dengan konsentrasi, pernapasan dan kekuatan tubuh bagian atas)

yang mana

keduanya dianggap sebagai barometer semua ilmu beladiri di wilayah Asia Timur. Sekte Chan / Zen mulai dikenal di Jepang pada abad 14 dibawa dari Cina lewat semenanjung Korea maupun pulau Okinawa . Di Korea jejak transformasi chuan-fa Shaolin yang merupakan produk Zen bisa ditemui sampai saat ini dalam bentuk Tae Kwon Do, sedangkan di Okinawa sendiri chuan-fa Shaolin bertransformasi menjadi Te / Tte / Tde ( transliterasi kata Chin-te
dari bahasa Cina yang berarti pukulan / tangan Cina ke dalam dialek khas Okinawa)

setelah

dikombinasikan dengan teknik perkelahian kuno lokal yang dipengaruhi teknik pertarungan kuno kalangan Samurai Jepang yang disebut Bu-gei ,yang untuk jenis teknik tanpa senjatanya disebut Yawara / Bu-jutsu. Tte kadangkadang juga disebut sebagai Okinawa-Te atau Ryukyu Kempo/Kenpo (mungkin disebabkan
oleh proses transliterasi kata kung-fu / wushu / kang-ouw dari bahasa Cina ke dalam dialek khas Okinawa).

Dikemudian hari Bu-jutsu bertransformasi sesuai urutan perkembangannya menjadi Ju-Jutsu, Jud dan Aikid . Okinawa sendiri merupakan sebuah pulau yang termasuk dalam rangkaian kepulauan Ryukyu, yang menjadi pelabuhan transit penghubung

Jepang dengan dunia luar pada jaman kuno.Sesuai pemaparan Drs. N.Daldjoeni (lihat Ras ras Umat Manusia ,PT Citra Aditya Bakti, 1991) tentang teori penyebaran manusia di benua Asia maka besar kemungkinan penduduk asli Okinawa ditilik secara antropofisiologis bukan termasuk subras yang sama dengan umumnya penduduk Jepang (Ainu-Mongoloid) melainkan lebih dekat dengan subras yang dominan di Asia Tenggara (Paleo-Mongoloid).Hal ini tidaklah mengherankan karena secara geografis ia lebih dekat dengan pulau Formosa (kini Taiwan) daripada dengan empat pulau utama Jepang lainnya (Shikoku, Kyushu , Honshu & Hokkaido).Bukti kuat yang mendukung hal itu bisa dilihat pada penggunaan alat alat pertanian tradisional (yang kemudian dipakai sebagai alat
pelengkap dalam seni beladiri mereka)

yang berasal dan memiliki kemiripan dengan alat

alat pertanian tradisional yang ada di Asia Tenggara.Okinawa yang memiliki tiga kota besar sebagai kota utamanya pada jaman itu yaitu Tomari , Shuri dan Naha selama ratusan tahun sesuai catatan sejarah ternyata sangat menarik minat kekaisaran Cina, Korea dan Jepang untuk saling silih berganti menancapkan pengaruh di daerah kepulauan yang strategis tersebut, hal mana yang memungkinkan terjadinya percampuran unsur unsur budaya (termasuk seni
beladiri)

dari ketiga negara tersebut.Masuknya pengaruh seni beladiri Cina yang

paling awal tercatat dalam sejarah resmi adalah ketika pada tahun 1393 sebuah ekspedisi militer yang dikirim dan lalu menetap disana sebagai semacam tentara bantuan oleh kaisar Hung Wu dari dinasti Ming pada raja Satto ; penguasa Okinawa pada saat itu ; dengan dampak sampingan diperkenalkannya beberapa keunggulan teknik perang mereka. (Meitoku Yagi, salah seorang guru besar Goju-ryu di

Okinawa pada abad 20 merupakan keturunan langsung dari salah seorang anggota ekspedisi militer tersebut).Namun

akhirnya ditahun 1429 di bawah Kaisar Shhasi dari Chuzan ,

Okinawa dapat disatukan dan dikuasai secara penuh oleh Jepang hingga saat ini. Rupanya setelah penaklukan itu masih banyak terjadi usaha perlawanan & pemberontakan dari para penduduk asli yang mendapat bantuan penuh secara rahasia dari Cina ; sehingga untuk mengamankannya secara lebih efektif maka pada jaman kaisar Shoshin (1477 1526) dikeluarkanlah suatu aturan yang sangat ketat tentang pengaturan kepemilikan senjata pada rakyat Okinawa.Keekstreman aturan ini mencapai puncaknya pada masa penguasaan Okinawa oleh Shimazu Iehisa dari klan Satsuma yang mulai berkuasa pada tahun 1609.Disebutkan bahwa hanya boleh ada sebuah pisau saja untuk sebuah desa dan itupun diikat dengan rantai besi di pos patroli tentara yang ada.Faktor inilah akhirnya yang membangkitkan kembali gairah mereka untuk menggunakan Tte sebagai senjata pengganti yang paling utama dan siap digunakan kapan saja dalam usaha untuk mempertahankan diri dari penindasan tentara maupun ancaman para penjahat bersenjata yang banyak berkeliaran. Klan Satsuma yang berasal dari Kagoshima ini berkuasa hingga tahun 1872, dan selama sekitar 260 tahun masa kekuasaan mereka (dihitung hanya
sampai dengan dimulainya restorasi Meiji pada tahun 1868)

catatan sejarah resmi tentang

Tte di Okinawa sangat minim.Yang sempat tercatat hanyalah tentang partisipasinya sebagai sebuah kemampuan khusus dalam kalangan separatis Okinawa yang terus menerus melakukan gerakan bawah tanah dalam perjuangannya dan dianggap sangat berbahaya & mengancam secara tak langsung bagi kalangan militer yang berkuasa.Oleh karena itulah disebutkan bahwa seni beladiri ini sangat dijaga sekali kerahasiaannya dan hanya dikembangkan langsung secara turun temurun di kalangan pria (dari kepala keluarga

hanya pada putra tertuanya yang akan menjadi penggantinya)

dalam keluarga bangsawan

(shizoku) Okinawa, bahkan dalam banyak kasus didapati anggota keluarga yang tak diwarisi / tidak mempelajari Tte dipastikan tidak akan mengetahui sama sekali bahwa ada diantara anggota keluarga mereka yang menguasai seni beladiri tersebut.Ada dua ungkapan yang menggambarkan kondisi diatas pada jaman itu, yaitu : Reimy Tte (tangan yang ajaib) & Shimpi Tte (tangan yang misterius). Barulah kemudian mulai akhir abad 17 ada beberapa nama yang berani muncul ke hadapan publik , dikarenakan mereka memiliki posisi yang cukup kuat dalam lingkup elit politik klan Satsuma yang memerintah.Mereka dihormati namanya sampai saat ini dalam dunia Karate-d dikarenakan mereka juga merupakan pencipta beberapa buah Kata standar yang paling umum dipakai. Mereka itu berasal dari tiga kelompok yang berbeda, yaitu :

1. Dari

kalangan

perwira

intelijen

militer

kekaisaran

Cina

yang

difungsikan sebagai semacam atase perdagangan di Okinawa, nama nama yang dikenal adalah Iwah lalu Wansu/Wanshu ( yang menciptakan Kata jenis Enpi ) dan terakhir Guan Kui atau dalam bahasa Jepang ia dilafalkan menjadi Kushanku / Koshokun pencipta Kata jenis Kanku. dan merupakan

2. Dari kalangan samurai (punggawa militer) yang mengabdi di kastil bangsawan klan Satsuma yang berkuasa, namun mereka aslinya adalah orang Okinawa yang mungkin pernah merantau ke Cina untuk mempelajari teknik teknik chuan-fa tingkat tinggi .Tercatat nama nama berikut : Peichin Takahara , Tode Sakugawa, Gusukuma dan

yang paling terkenal tentu saja Sokon Bushi Matsumura yang merupakan penggubah Kata jenis Bassai 3. Dari kalangan penduduk asli yang sangat militan dalam melawan kekuasaan kekaisaran Jepang dan pergi ke Cina selama bertahun -

tahun untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang Tte dan chuan-fa kemudian kembali lagi ke Okinawa untuk mengajarkan kemampuan mereka itu pada teman teman seperjuangannya. Yang paling dikenal adalah Yara yang berasal dari kota Chatan, dimana ia menggubah beberapa buah Kata yang sudah ada ke dalam versinya sendiri yang didasari pada jenis chuan-fa dari Cina bagian selatan.Saat ini hasil karyanya itu dikenal dalam golongan Kata jenis Chatanyara / Chatan Yara.

Seiring melemahnya pengaruh kekuasaan klan Satsuma di Okinawa pada abad 19 , maka para pewaris Tte di masa itu mulai berani menunjukkan taringnya di depan umum dan juga menerima murid dari luar kalangan rahasia mereka. Dikatakan sering terjadi semacam persaingan yang cukup keras diantara keluarga para bangsawan yang perguruan Tte, hal ini lebih disebabkan karena faktor melemahnya kekuatan musuh bersama yaitu klan Satsuma sehingga masing masing dari mereka pun mulai menonjolkan ego untuk berusaha mendapatkan kewibawaan dikalangan rakyat kebanyakan. Barulah setelah restorasi Meiji persaingan yang ketat itu mulai berkurang sedikit demi sedikit dikarenakan mulai terbukanya kontak budaya Jepang dengan luar negeri secara bebas sehingga pola kehidupan keras samurai ala jaman Shogun berangsur ditinggalkan menuju kearah modernisasi.Ada tiga tokoh besar yang sangat menonjol pada angkatan ini ,yaitu : Yasutsune Azato, Yasutsune Anko Itosu

dan Kanryo Higaonna.Mereka bertiga secara kebetulan pernah menimba ilmu dari guru yang sama yaitu Sokon Matsumura. Tte pada abad 17~19 biasanya dibedakan dalam beberapa gaya sebagai berikut : 1. Berdasarkan aliran chuan-fa yang mempengaruhinya secara dominan dalam Kata maka ada dua jenis aliran besar Tte, yaitu : a. Shorin , berasal dari chuan-fa aliran utara yang memiliki banyak teknik melompat sehingga mengembangkan

kekuatan pinggul dan kaki.Hal ini disebabkan karena wilayah bagian utara Cina terdiri dari padang rumput dan tanah datar luas yang gersang sehingga dampak pada gaya sebuah pertarungan adalah jarak yang cukup jauh, pergerakan

yang lebih dominan dalam sebuah garis lurus, kedinamisan kuda kuda yang panjang dan tampilan yang kaku dari sebuah teknik namun memiliki keakuratan yang tinggi pada sasaran. b. Shorei , berasal dari chuan-fa aliran selatan yang memiliki keunggulan dalam hal keseimbangan dan kekuatan tubuh bagian atas.Hal ini disebabkan karena wilayah bagian selatan Cina terdiri dari areal persawahan dan rawa rawa yang lunak dan licin sehingga dampak pada gaya sebuah pertarungan adalah jarak yang dekat, pergerakan yang didasari pada teori titik tengah sebuah lingkaran, kekokohan kuda kuda yang pendek dan keluwesan tampilan sebuah teknik terutama tangan namun secara dominan diiringi pengerahan tenaga secara besar.

2. Berdasarkan tempat perkembangannya selama ratusan tahun di Okinawa maka dikenal ada tiga jenis Tte, yaitu : a. Shuri-Te , yaitu Tte yang berkembang di kota Shuri dan pada umumnya teknik pertarungan & jenis Kata yang dikembangkan di sini termasuk kelompok Shorin.Saat ini di Okinawa ada tiga perguruan besar yang masih

mengajarkan ajaran Shuri-Te secara aslinya : Matsubayashi-ryu, didirikan oleh Shosin Nagamine. Kobayashi-ryu, didirikan oleh Chosin Chibana. Shorin-ryu , disebutkan sebagai perguruan tertua yang bersumber dan didirikan langsung oleh Sokon Matsumura.

b. Naha-Te , yaitu Tte yang berkembang di kota Naha dan pada umumnya teknik pertarungan & jenis Kata yang dikembangkan di sini termasuk kelompok Shorei.Saat ini di Okinawa ada dua perguruan besar yang masih mengajarkan ajaran Naha-Te secara aslinya : Uechi-ryu, didirikan oleh Kanbun Uechi. Goju-ryu, didirikan oleh Chojun Miyagi dan lalu cukup terkenal di bawah pimpinan Meitoku Yagi.

c.

Tomari-Te , yaitu Tte yang berkembang di kota Tomari dan pada umumnya teknik pertarungan & jenis Kata yang dikembangkan di sini adalah kombinasi dari kelompok Shorin dan Shorei.Nama - nama tokoh yang bisa

dimasukkan dalam aliran ini adalah Gusukuma, Kosaku

Matsumora, Kokan Oyadomari, Sanda Kanagushiku dan Gichin Funakoshi (meskipun tidak mengadopsi 100% sesuai aslinya
namun tetap dihitung sebagai salah satu penerusnya).Dewasa

ini

Tomari-Te dianggap secara lebih umum sebagai salah satu cabang dari Shuri-Te.

Di perempat terakhir abad 19 muncullah nama nama yang kelak di kemudian hari dianggap sebagai para perintis yang merenovasi Tte untuk dapat menjadi apa yang kita kenal sebagai Karate.Mereka itu diantaranya adalah Ankichi Arakaki, Chojun Miyagi, Kenwa Mabuni, Kanbun Uechi, Shoshin Nagamine, GICHIN FUNAKOSHI foto bawah), dll.

Sehubungan

dengan

fokus

buku

ini

adalah

pada aliran Shotokan perkembangan awal abad 20 akan pemaparan khusus sepak terjang Gichin orang yang paling

, maka untuk kelanjutan sejarah saya Karate mulai dari

dengan

mengenai profil dan Funakoshi sebagai atas banyak

bertanggungjawab dianggap paling

munculnya aliran yang memiliki pengikut diseluruh dunia pada saat ini.

Gichin Funakoshi lahir dari kalangan shizoku (keluarga bangsawan) di kota Shuri, Okinawa pada tahun 1868. Masa pendidikannya di usia anak - anak hingga remaja adalah bersamaan dengan dimulainya era modern Jepang, periode Restorasi Meiji.Sehingga hal ini sangat mungkin memberi warna tersendiri bagi perkembangan wawasan pemikiran & kejiwaannya dalam

menyebarluaskan Karate kelak dikemudian hari.Dimasa pertunbuhannya ia berada dalam sebuah masa transisi penting , saat dimana nilai nilai tradisional yang bersifat konservatif-spritual mulai digeser oleh nilai nilai modern yang bersifat dinamis-liberal. Namun hebatnya, ia mampu untuk memadukan

keduanya dalam bentuk sebuah disiplin seni beladiri yang notabene bercitarasa kuno tapi setelah diolah secara unik dapat disajikannya untuk menjadi sebuah hasil peradaban yang sesuai selera modernitas manusia. Sejak kecil badannya tergolong lemah dan sering sakit sakitan, hingga oleh ayahnya ia dibawa kepada Tokashiki, seorang tabib terkenal di Okinawa pada saat itu.Tabib inilah yang kemudian disamping mengobati penyakitnya secara teratur juga menyarankan pada ayahnya agar Gichin berlatih Tte untuk dapat memperkuat & menjaga kondisi fisiknya.Pada usia 11 tahun oleh ayahnya ia diantar pada Yasutsune Anko Itosu .Guru pertamanya ini terkenal sebagai guru besar teknik Tte dari jenis Shuri-Te (yang beraliran Shorin) yang juga sebagai maestro terkenal penggubah Kata dari kedua aliran besar, Shorin & Shorei.Beberapa tahun kemudian Itosu mengantar Gichin pada Yasutsune Azato, teman seperguruannya yang juga ahli Tte jenis Shuri-Te, untuk lebih meningkatkan penguasaannya akan seluruh jenis Tte yang ada di

Okinawa.Diakhir masa panjang studinya tersebut Gichin juga sempat menimba ilmu secara langsung pada Sokon Bushi Matsumura & Kokan Oyadomari. Disamping mempelajari seni beladiri , Gichin juga dikenal gemar mempelajari filsafat dan sastra.Untuk lebih memperdalam pencarian jiwanya akan sebuah inspirasi yang menuntunnya pada pencapaian puncak akan kemurnian nilai filosofis dari Bud , ia sering sekali bermeditasi atau menjelajahi sebuah hutan cemara ( dalam bahasa Jepang disebut TO ) yang cukup sejuk karena selalu dialiri oleh hembusan angin yang sepoi sepoi ( dalam bahasa Jepang disebut

SHO ) dikaki sebuah bukit yang terkenal dengan sebutan bukit Tora no Maki (harimau yang tak pernah tidur) di pinggiran kota Shuri, Okinawa. Dibidang sastra ia diketahui banyak sekali menulis kaligrafi dan menghasilkan beberapa buah buku penting tentang beladiri (khususnya Karate-d), yaitu : 1. Ryukyu Kempo : Tde (1922) 2. Rentan Goshin Karate Jutsu (1925) 3. Karate-d Kyohan (1936) 4. Karate-d Nymon (1939) 5. Karate-d , my way of life (1949) Semua hasil karyanya dibidang sastra ini selalu dibubuhinya dengan

tandatangan / stempel yang berbunyi SHOTO. Ditahun 1903 Gichin bersama Itosu untuk pertama kalinya secara resmi memperkenalkan Tte pada Shintaro Ogawa, seorang pejabat pemerintahan Jepang yang menjabat sebagai kepala sekolah kerajaan tingkat menengah pertama di Naha, Okinawa.Terkesan akan seni beladiri ini maka sang kepala sekolah meminta agar Tte dimasukkan dalam kurikulum wajib mata pelajaran pendidikan jasmani di sekolahnya.Untuk itu Itosu menggubah lima buah Kata jenis Heian yang diambil dari Kanku-Dai agar dapat dipakai sebagai dasar awal untuk mempelajari Tte, dan selanjutnya Gichin yang bertindak sebagai instrukturnya selama belasan tahun. Ditahun 1917 atas permintaan Departemen Pendidikan Jepang maka Direktorat Pendidikan Jasmani pun mempromosikan Gichin untuk mendemonstrasikan

Tte dalam upacara pembukaan Kejuaraan Atletik Nasional di Tokyo. Peragaan Tte yang dilakukannya mengundang aplaus serta minat banyak pihak dari kalangan akademis yang menyaksikannya saat itu.Ia pun banyak sekali mendapat tawaran dan undangan untuk memperkenalkan lebih jauh tentang seni beladiri Okinawa itu di Jepang.

Ditahun 1922 Gichin hijrah sendirian ke Tokyo dalam rangka menyebarluaskan Tte sesuai amanat terakhir Itosu yang meninggal pada 1915.Kehidupannya tergolong cukup berat saat itu, pagi ia bekerja sebagai petugas kebersihan dan tukang kebun dan malam harinya ia memberikan latihan khusus pada para mahasiswa di asrama Universitas Suidobata, tempat ia menumpang tinggal untuk sementara.Salah satu murid awalnya pada saat itu yang paling menonjol adalah Hironori Otsuka, yang sebelumnya pernah mendalami Ju-jutsu & Kendo (seni pertarungan pedang dengan penggunaan pedang kayu dalam latihannya).Selang beberapa waktu kemudian tangan dingin nya dalam hal pelatihan seni beladiri baru ini dengan cepat tersiar kemana mana dan mampu untuk membantu kehidupan ekonominya.Hal ini ditunjang pula oleh penerbitan buku pertamanya yang mengupas masalah Tte secara mendetail, buku itu berjudul Ryukyu Kempo : Tde. Bahkan belakangan ia mampu menyewa tempat khusus untuk berlatih bagi para murid muridnya dan mendatangkan dua orang putranya , Yoshihide Funakoshi (putra pertama) & Yoshitaka Gigo Funakoshi (putra ketiga) , serta murid utamanya di Okinawa yaitu Takeshi Shimoda untuk membantu ia mengelola usahanya tersebut.Shimoda dianggap sebagai murid utama Gichin karena ia disamping murid paling senior dan berbakat besar juga menjadi pendamping ataupun guru pengganti Gichin dalam sebuah latihan.Sedang dari kedua putranya itu hanya Gigo yang mengikuti jejak Gichin sebagai instruktur, dan bagi sementara kalangan di Shotokan Gigo dianggap sebagai seorang jenius karena beberapa inovasi yang dihasilkannya.Ia tercatat sebagai pencipta Kizami Zuki, Ura Mawashi Geri, Gyaku Mikazuki Geri, Gyaku Mawashi Geri, Kata Sochin versi Shotokan dan peletak dasar dari sistem Jiyu Kumite masa kini (hal ini
sebenarnya pertama kali merupakan ide yang diusulkan dari tiga orang murid Gichin yang kebetulan mempelajari Kendo) .

Ditahun 1925 Gichin mendapat undangan khusus untuk dapat mewakili demonstrasi teknik seni beladiri yang berasal dari Okinawa pada acara rutin tahunan yang digelar oleh Nippon Budkukai (Asosiasi Beladiri Jepang) di

gedung pusat Butoku Den di Kyoto, yang istimewanya dihadiri oleh putra mahkota Jepang saat itu yaitu Pangeran Hirohito. Namanya pun semakin termasyhur kemana mana dan salah satu pengagumnya adalah Jigoro Kano, pendiri Jud, yang kemudian

mengundangnya untuk mengunjungi Kodokan, Djo miliknya yang merupakan pusat latihan seni beladiri terbesar & paling terkenal di Jepang pada jaman itu.Dari Jigoro Kano inilah Gichin mengadopsi beberapa teknik sapuan kaki,

bantingan, metode latihan pertarungan dasar, model pakaian & sistem tingkatan ke dalam kurikulum dan identitas wajib latihannya, yang tetap dipakai sampai saat ini. Dan yang paling terpenting tentu saja model kurikulum latihan modern & pedoman moral berdasarkan konsep D yang didasari pada ajaran Zen asli

yang diterapkan oleh Jigoro Kano pada Jud Kodokan.Didasari oleh konsep D ini juga maka Gichin melarang diadakannya jenis pertandingan nomor Kumite, jadi yang ada hanyalah kompetisi nomor Kata di intern Djo yang bersangkutan saja.Pada tahun ini juga ia menerbitkan buku berjudul Rentan Karate Jutsu, yang isinya menjelaskan secara jelas perbedaan Karate dengan Ju-jutsu. Pada tahun 1932 Gichin membuka dojo resmi pertamanya di Meishojuku, Tokyo.Namun keberhasilan yang baru dimulai ini mulai mendapat cobaan, diawali dengan kematian mendadak Takeshi Shimoda pada tahun 1934 , orang yang sangat diharapkannya menjadi penerus.Belum selesai rasa kehilangan mendalam yang dirasakannya , Gichin dikejutkan oleh pengunduran diri Hironori Otsuka yang rupanya ribut dengan Gigo karena sama - sama mengklaim diri sebagai pengganti resmi dari Shimoda.

Pada tahun 1935 Hironori Otsuka mendirikan perguruannya sendiri yang ia beri nama Wado-Ryu (Aliran Jalan Keharmonian) , sebagai simbol dari tindakan yang dipilihnya dalam perseteruan dengan Gigo. Pada tahun yang sama Gogen Yamaguchi, seorang murid utama dari Chojun Miyagi mendirikan Goju-Kai di kota Kyoto yang diafiliasikan pada nama perguruan yang didirikan gurunya di Naha yaitu Goju-Ryu ( Go = keras , Ju = lembut, sedangkan Kai = lembaga/organisasi ). Sebelumnya pada tahun 1930 Kenwa Mabuni mendirikan perguruan Shito-Ryu, dimana nama ini merupakan penggabungan dua kata dalam aksara Kanji Cina yaitu Ito dan Higa kedalam lafal Jepang yang dimaksudkan sebagai penghormatan terhadap dua orang gurunya, Anko Itosu dan Kanryo Higaonna. Ditahun 1935 Masaru Sawayama, salah seorang murid utama Kenwa Mabuni, memisahkan diri dan lantas mendirikan Kempo Karate ( aliran Karate yang
dikombinasikan dengan Jud & tinju ).Aliran

ini oleh para pengamat Bud masih dihitung

sebagai sebuah aliran dalam Karate-d. Perlu diingat harus dibedakan secara jelas keberadaan Kempo Karate yang tak memiliki kaitan apapun dengan Shorinji Kempo yang telah lebih dulu ada pada tahun 1930.Meskipun secara sepintas nampak hampir sama dengan Tte tradisional namun Shorinji Kempo (yang bila diamati seksama sebenarnya banyak
mengadopsi teknik bantingan Jud dan kuncian Aikid)

mengklaim tekniknya sebagai lebih

asli dengan versi murni yang dipakai di Shaolin dan tetap mempertahankan nilai standar tradisionalnya dalam sebuah pertandingan resmi sampai saat ini.Tokoh tokoh utama Shorinji Kempo adalah Taizen Takemori, Masahara Hisataka & Sho Doshin (Nakano Michiomi). Kembali ke Gichin, menyikapi hal yang terjadi pada perguruannya ia lebih memilih untuk tidak menjadi hakim terhadap siapapun dan lalu setelah keluarnya Otsuka ia berkonsentrasi pada penulisan bukunya yang berjudul

Karate-d Kyohan yang diterbitkan pada tahun 1935 . Ada dua hal penting yang dihasilkan oleh bukunya ini, yaitu : -Yang pertama adalah pemopuleran nama KARATE-D secara besar besaran untuk mengganti istilah aslinya, TTE. Sebenarnya pada tahun 1904 sudah ada penulis buku lain yang bernama Chomo Hanagi yang lebih dulu menggunakan frasa ini dalam bukunya yang berjudul Karate Soshu Hen dan pada periode 1900 ~ 1930-an Tte juga sering disebut masyarakat Jepang sebagai Karate-jutsu. Namun karena faktor Gichin sebagai seorang guru besar dalam sebuah disiplin seni beladiri maka orang secara umum menganggap dialah yang berjasa menggubah frasa ini.Sejak tahun 1920-an Gichin sudah sering kali menyebut Karate-d untuk mengganti istilah Tte, terutama sejak perkenalannya dengan konsep D lewat Jigoro Kano.Hal lain yang lebih mendorongnya untuk mempopulerkan frasa ini saat itu sangat mungkin adalah faktor tekanan politik.Seperti diketahui bahwa pola pandangan masyarakat Jepang saat itu sangat bersifat ultra-nasionalisme dan chauvinisme ( perasaan
kebanggaan yang berlebihan terhadap kehebatan bangsa & negara

).Ditambah lagi dengan

pecahnya perang antara Jepang dengan Cina yang berdampak munculnya sentimen akan semua yang berbau & berasal dari Cina.Untuk itulah agaknya ia dengan sepenuh hati secara tegas menggunakan frasa ini (yang mana Tte berasal
dari bahasa Cina)

disamping mungkin didasari pemikiran lainnya yang lebih bersifat

kecocokan karena frasa KARA yang berarti kosong sesuai dengan tampilan Karate-d yang tak menggunakan senjata. -Yang kedua adalah peresmian identitas perguruannya.Seperti diketahui sejak awal Gichin tidak pernah menyebutkan perguruannya dalam sebuah nama resmi ataupun berafiliasi pada sebuah aliran yang lebih dulu ada.Para muridnyalah yang sebenarnya berjasa dalam hal ini.Mereka

memberikan nama SHOTOKAN pada perguruannya itu didasari penggunaan

nama SHOTO pada inisial tandatangan yang sering dipakai Gichin dalam karya karya sastranya. Kata KAN sendiri berarti sekolah dalam bahasa Jepang.Untuk lambang perguruan dipakai sebuah gambar harimau dalam bentuk seni grafis yang berasal dari lukisan Cina kunoyang terdapat pada buku karyanya tersebut. Lambang ini sendiri merupakan karya Hoan Kosugi, sahabat Gichin yang juga seorang pelukis terkenal saat itu. Oleh Gichin lambang ini dinamakan Tora no Maki (Harimau yang tak pernah terdidur) sebagai kenangan pada masa

pencarian kesempurnaan jiwanya di Okinawa dulu. Ditahun 1937 Gichin memindahkan Djonya ke tempat yang lebih besar di daerah Mejiro.Djo ini dijadikan sebagai Djo pusat dari seluruh cabang Shotokan yang telah cukup lama dibuka dibanyak kota kota besar oleh para murid murid seniornya. Gigo berperan sangat besar dalam latihan di tempat baru ini, bahkan metode yang dipakainya tergolong jauh lebih keras

dibandingkan metode latihan yang dipakai ayahnya. Banyak diantara para murid yang mengakui bahwa kelelahan yang mereka rasakan sangat berat dikarenakan energi yang terkuras sangat banyak bila

dibandingkan dengan latihan di tempat lain. Beberapa nama besar yang mulai muncul pada saat itu adalah Isao Obata, Shigeru Egami, Masutatsu Oyama, Masatoshi Nakayama, Hidetaka Nishiyama, Hirokazu Kanazawa, Motokuni Sugiura, Mitsusuke Harada, Tetsuhiko Asai, dll. Periode ini (sampai tahun 1940) tercatat sebagai jaman keemasan yang pertama bagi Shotokan. Di akhir perang (tahun 1945) ada dua kejadian besar yang sangat menggoyahkan jiwa Gichin, pertama hancurnya Djo Shotokan karena serangan udara pasukan Sekutu dan yang kedua adalah kematian Gigo setelah menderita sakit bawaan dari kecil yang diperparah cukup lama akibat buruknya kondisi Tokyo selama perang besar itu berlangsung

Agaknya setelah perang selesai terjadi kestagnanan yang berlangsung cukup lama, yaitu sekitar tiga-empat tahunan.Diakhir tahun 1948 beberapa murid senior Gichin yang mengepalai Djo di universitas universitas besar terkenal mulai melakukan gebrakan baru untuk keluar dari situasi ini.Mereka berkumpul dalam rangka usaha merintis pembentukan sebuah wadah yang lebih condong pada sentuhan manajemen profesionalisme olahraga modern yang meniru patron dunia olahraga yang berkembang di Amerika Serikat. Gichin bisa menerima konsep ini dengan didasari pemikiran agar Karate penjuru dunia sesuai cita cita awalnya. Maka ditahun 1949 berdirilah JKA (Japan Karate Association) dengan Gichin Funakoshi sebagai Guru Besar, Isao Obata sebagai Presiden dan Masatoshi Nakayama sebagai Instruktur Kepala. Langkah konsolidasi yang bersifat go public ini segera menarik perhatian dari kesatuan kesatuan pasukan Sekutu yang masih berada sampai jangka waktu yang lama di Jepang setelah Perang Dunia II berakhir.Untuk lebih menarik minat dengan mengandalkan nama besarnya, Gichin yang pada waktu itu sudah berusia 80-an masih sanggup memberikan pelatihan di Doj JKA dan juga menerbitkan buku terakhir yang berjudul Karate-d , my way of life yang berisikan biografi hidupnya. Para tentara Sekutu itu bukan hanya bergabung di JKA saja dan setelah mempelajari secara serius seni beladiri Jepang lalu membawanya pulang serta menyebarkan olahraga baru ini yang tergolong masih asing di telinga dunia Barat pada saat itu.Perlu dicatat bahwa pada saat itu di Eropa & Amerika orang hanya mengenal Jud & Ju- Jutsu yang tidak memiliki terlalu banyak peminat. Di tahun 1952 untuk pertama kalinya secara resmi sebuah grup yang terdiri atas para perwira muda dan instruktur jasmani militer dikirim oleh Komando Strategis AU Amerika Serikat ke Jepang untuk mempelajari secara serius teknik teknik Jud, Aikid & Karate-d.Program latihan selama tiga bulan ini dimanfaatkan bisa tersebar keseluruh

dengan baik oleh JKA untuk melakukan promosi pada mereka. Dan setelah program selesai dengan cepat para murid Gichin yang menjadi instruktur di bawah nama JKA tak pernah sepi dalam menerima permintaaan untuk memperkenalkan sekaligus menjadi instruktur Karate dari seluruh penjuru dunia terutama di Amerika Serikat & Eropa.Persentuhan ini menimbulkan sebuah terobosan yang sangat revolusioner bagi pemikiran seorang Gichin Funakoshi yang sederhana, yang selalu mendasarkan ajarannya pada konsep D secara total.Hal yang revolusioner itu ialah permintaan dan kebutuhan untuk dapat diadakannya sebuah kompetisi resmi dalam bentuk sebuah kejuaraan. Meskipun sangat jarang sekali dicantumkan dalam biografi tentang dirinya, namun berdasarkan dari fakta serta dokumen yang otentik disebutkan Gichin menolak dengan keras hal ini.Meskipun JKA tak pernah mengakui secara resmi namun pada kenyataannya di tahun 1955 dengan diikuti oleh Shigeru Egami dan Mitsusuke Harada ia memilih keluar dari JKA dan tak pernah kembali lagi. Ia lantas menyepi dalam sebuah Doj yang ia beri nama Shotokai, dimana ia secara total bisa tetap mempertahankan keaslian ajaran dan pandangannya tentang Karate-d. Pada akhir tahun 1956, JKA sebagai sponsor utama sudah mantap untuk menyelenggarakan Turnamen Kejuaraan Karate-d se-Jepang yang nantinya akan dianggap sebagai kejuaraan resmi pertama yang pernah diadakan di dunia modern.Penyelenggaraannya sendiri baru bisa dilaksanakan pada bulan Oktober 1957 dimana tercatat nama Hirokazu Kanazawa sebagai juara I dalam nomor Kumite (dua tahun berturut turut) & nomor Kata. Agaknya JKA sendiri sangat mungkin baru berani melaksanakan kejuaraan ini setelah Gichin tidak ada.

Gichin Funakoshi , sang maestro besar peletak metode baru dalam pemahaman akan sebuah seni beladiri yang dinamakannya Karate-d (yang mendasari orang untuk
menganggapnya sebagai Bapak Karate Modern)

, tutup usia pada tanggal 26 April 1957

dalam usia 89 tahun. Sepeninggal Gichin Funakoshi JKA berkembang pesat dan bisa dianggap sebagai perguruan Karate yang paling besar pengaruhnya diseluruh dunia. Dalam hal ini ada dua orang yang bisa dianggap paling berperan besar. Yang pertama adalah Masatoshi Nakayama, ia melakukan banyak lawatan ke puluhan negara dalam rangka penyebaran Karate yang dilakukannya secara sistematis setelah menelaahnya sesuai ilmu keolahragaan modern yang

memang sangat dikuasainya sebagai seorang profesor pada jurusan Pendidikan Jasmani di Universitas Takushoku. Nakayama menulis banyak buku tentang Karate-d namun sayang ia meninggal mendadak pada tahun 1987. Yang kedua adalah Hidetaka Nishiyama, ia merupakan perintis awal penyebaran Karate di Amerika Serikat tempat dimana ia menetap sampai saat ini dan termasuk orang yang bisa dikategorikan sangat sukses secara ekonomi untuk ukuran praktisi seorang olahragawan. Nishiyama dalam latihannya lebih berpatokan pada segi teknik konservatif-tradisional dari Karate yang sudah baku tapi mampu disampaikannya secara luwes dan efisien.Tahun 1975 ia mendirikan IAKF (International Amateur Karate Federation) yang mana pada tahun 1985 berganti nama menjadi ITKF (International Traditional Karate-d Federation). Saat ini ITKF adalah pesaing utama WKF dalam kancah politik per Karate an dunia agar dapat diakui bersama secara resmi oleh IOC (Komite Olimpiade Internasional).Nampaknya hal utama yang menjadi penyebab persaingan yang cukup panas ini lebih dikarenakan oleh faktor chauvinisme lagi seperti halnya di era Gichin Funakoshi dulu.Dominasi tokoh Karate yang berasal dari dunia Barat dalam WKF tentu saja akan dianggap sebuah penghinaan tersendiri bagi para

tokoh Karate di Jepang yang menganggap dirinya sebagai pewaris resmi dari produk budaya mereka namun disaingi oleh pihak asing yang bukan berasal dari kultur yang sama. Di tahun1977, JKA sempat digemparkan dengan kasus keluarnya Hirokazu Kanazawa dan Hitoshi Katsuya yang mendirikan SKIF (Shotokan Karate-d International Federation).Belakangan SKIF mampu menjadi barometer tandingan bagi JKA, meskipun akhirnya belakangan Katsuya juga berpisah dan mendirikan WSKF (World Shotokan Karate-do Federation) pada tahun 1990. Sepeninggal Nakayama sempat juga terjadi dualisme kepengurusan yang cukup panas antara Motokuni Sugiura dengan Tetsuhiko Asai .Perseteruan dimulai tahun 1990 dan baru berakhir setelah melalui tingkat vonis oleh Mahkamah Agung di Tokyo pada tahun 1999. Motokuni Sugiura lah yang memperoleh pengesahan secara hukum dan setelah kekalahannya itu, Tetsuhiko Asai pada tahun yang sama mendirikan JKS (Japan Karate Shotorenmei). Saat ini bisa dikatakan JKA lebih tepat disebut sebagai sebuah konglomerasi olahraga daripada sekedar sebuah perguruan besar dikarenakan memiliki aset, dukungan dana maupun usaha sampingan yang sangat besar sekali bahkan koneksi bisnis & politiknya sangat menggurita kemana mana diseluruh dunia.

Disamping lewat JKA pengembangan Shotokan juga dilakukan pada tahun 1965 oleh Shigeru Egami yang memproklamirkan Shotokai sebagai sebuah organisasi Karate-do dalam bentuk resmi.Setelah ia meninggal posisinya digantikan oleh Mitsusuke Harada.Shotokai pun memiliki pengikut yang cukup besar diseluruh dunia dan tetap mempertahankan keaslian ajaran Gichin yaitu tidak mengenal adanya pertandingan apapun untuk mengukur keberhasilan seorang karateka yang menjadi praktisinya.

Sebelumnya pada tahun 1948 Chojiro Tani mendirikan Shukokai, sebuah perguruan yang mengkombinasikan teknik teknik Goju-ryu & Shito-ryu. Salah seorang muridnya yang bernama Nambu Yoshinao memperkenalkan aliran baru ini ke Prancis yang kemudian mendapatkan antusias yang sangat positif di Eropa dikarenakan metodenya yang dianggap sangat cocok untuk diterapkan dalam rangka memenuhi keinginan masyarakat Karate Eropa akan pengembangan Karate sebagai sebuah olahraga yang bercitarasa

modern.Ditahun 1965 Nambu Yoshinao mendirikan alirannya sendiri yaitu Nambu-D. Tommy Morris, salah seorang pengikut Nambu Yoshinao yang berasal dari Skotlandia belakangan mendirikan perguruannya sendiri yang bernama Kobe Osaka Karate System.Hal ini perlu dimasukkan disini dikarenakan besarnya pengaruh yang dimainkan oleh Tommy Morris dalam hal penyusunan peraturan pertandingan yang diadopsi sebagai standar resmi oleh WKF pada saat ini.Peraturan yang digubah olehnya sangat mengacu pada sumber utama ajaran Shukokai yang lebih memfokuskan pada unsur observasi ketimbang tradisi.

Di Okinawa pada tahun 1956, Chosin Chibana yang merupakan guru besar dari aliran Shuri-Te membentuk Okinawa Karate-d Renmei sebagai federasi resmi bagi seluruh aliran Karate yang ada di Okinawa. Pada tahun 1957 Masutatsu Oyama yang sebelumnya sempat mempelajari Shotokan langsung dari Gichin Funakoshi dan juga sekaligus pernah mendalami Goju-ryu mendirikan Kyokushinkai , aliran baru yang dciptakannya setelah mengkombinasikan teknik Shotokan, sistem perkelahian jalanan dan teknik pernapasan serta Kata dari Goju-ryu yang dikembangkannya melalui pengkajian secara serius dalam waktu yang cukup lama. Alirannya ini dianggap cukup ekstrem oleh sebagian pakar Karate-d dikarenakan model pertarungannya yang menggunakan sistem Full Body Contact seperti halnya pada pertarungan tinju. Pada tahun 1965 berdirilah FAJKO (Federation of All-Japan Karate-d Organizations) sebagai wadah bersama dari empat aliran besar yang ada di Jepang : Shotokan, Shito, Goju dan Wado.Hal ini disusul oleh berdirinya EKF (European Karate-d Federation) yang diprakarsai oleh Henry D. Plee dari Prancis.Bersama FAJKO, EKF membidani lahirnya WUKO (World Union Karate Organizations) serta penyelenggaraan kejuaraan dunia Karate pertama pada tahun 1970.Saat ini WUKO telah berganti nama menjadi WKF (World Karate Federation) dan hanya mengakui empat aliran saja yaitu : Shotokan, Shito-ryu, Goju-ryu & Wado-ryu. Sebagai federasi dunia WKF membawahi lima konfederasi yang mewakili lima regional utama internasional yaitu : 1. UAKF (Union of African Karate Federation) 2. AKF 3. EKF 4. OKF 5. PKF (Asian Karate Federation) (European Karate Federation) (Oceanian Karate Federation) (PanAmerican Karate Federation)

Berbeda dengan di Indonesia maka

hampir semua organisasi / perguruan

Karate besar di dunia saat ini pada umumnya secara tegas menyatakan dirinya sebagai lembaga yang murni bergerak hanya pada bidang olahraga secara profesional dan bukan merupakan organisasi yang bersifat / berkaitan dengan unsur sosial politik apapun juga.

Sejarah Karate di Indonesia Karate masuk di Indonesia bukanlah atas jasa tentara Jepang, melainkan dibawa oleh para mahasiswa Indonesia diawal tahun 1960-an yang telah selesai menempuh studinya di Jepang dalam rangka beasiswa program Proyek Pampasan Perang Pemerintah Jepang bagi bekas negara negara jajahannya pada Perang Dunia II di Asia . Tahun 1959 Muchtar Ruskan yang kembali dari Jepang setelah menyelesaikan pendidikan di bidang perkapalan mulai mengajarkan Karate yang disebut Okinawa-Te di Jakarta. Salah seorang murid angkatan tersebut adalah Albert Tobing (sesepuh Inkai).

Tahun 1963 Almarhum Drs. Baud Adikusumo (pendiri Inkado, murid langsung dari Nakayama), Muchtar Ruskan dan Drs. Karyanto Djojonegoro mendirikan Djo di Jakarta. Mereka inilah yang dapat disebut sebagai perintis

aliran Shotokan di Indonesia dan selanjutnya mereka membentuk wadah yang mereka namakan PORKI (Persatuan Olahraga Karate-d Indonesia). Beberapa tahun kemudian berdatangan ex mahasiswa Indonesia gelombang kedua dari Jepang seperti Setyo Haryono (pendiri Gojukai), DR. Anton Lesiangi (pendiri Lemkari), Sabeth Muchsin (pendiri Inkai) dan Chairul Taman (pendiri Wadokai) yang mengembangkan Karate secara lebih luas di tanah air.

Disamping ex mahasiswa-mahasiswa tersebut di atas banyak juga orang Jepang yang datang langsung ke Indonesia dalam rangka studi maupun usaha ikut juga memberikan warna bagi perkembangan Karate di Indonesia. Mereka ini antara lain: Matsuzaki (KKI-1966), Ishishi (Gojuryu-1969), Hayashi (Shitoryu-1971) dan Oyama (Kyokushinkai-1967). Setelah tumbangnya rezim Orde Lama, Karate ternyata memperoleh semakin banyak penggemar yang mana efeknya terlihat muncullah banyak organisasi (kepengurusan) dengan berbagai aliran seperti yang dianut oleh masing-masing pendirinya. Banyaknya jumlah penggemar Karate tak luput dari perhatian rezim Orde Baru untuk turut bermain pada waktu itu dengan tujuan pokok untuk modal massa politik mereka semata.Melihat gelagat ini para tokoh perintis Karate yang dipelopori Anton Lesiangi dan Sabeth Muchsin sengaja membuat trik perpecahan PORKI menjadi dua perguruan besar yaitu Lemkari & Inkai

yang mana tujuan utamanya bukanlah untuk bermusuhan namun untuk bisa sama-sama berpengaruh pada level kekuasaan yang sedari awal berusaha mengatur mereka.Tercatat sekian tahun lamanya Lemkari sempat mengalami bulan madu dengan Polri dan diikuti juga oleh Inkai yang menjalin hubungan yang mesra bersama TNI-AD. Pengaruh JKA sebagai kiblat awal bagi perguruan Karate beraliran Shotokan di Indonesia agaknya tak bisa lepas bahkan sampai saat ini.Pertama adalah dari hal nama, sebagai contoh bisa dilihat pada Lemkari yang dalam surat surat resminya selalu mencantumkan terjemahan nama organisasinya dalam bahasa Inggris sebagai The Indonesian Karate-do Association (bandingkan dengan

kepanjangan JKA = Japan Karate Association).Yang kedua adalah dari hal lambang perguruan, logo Lemkari terinspirasi dari bentuk harimau Shotokan (Tora no Maki) yang dimodifikasi oleh Anton Lesiangi ; ia jugalah yang menyarankan pada Sabeth Muchsin agar memodifikasi bentuk logo JKA (yang berdasarkan pola In to Yo / Yin Yang ala Jepang) untuk dijadikan lambang Inkai dan juga Inkado.Untuk lebih banyak menggaet kekuatan politik sebagai pelindung Karate-do dalam perkembangannya ke depan , Anton Lesiangi juga mendukung secara penuh pembentukan Inkado oleh Drs. Baud Adikusumo
(sesuai penuturan DR. Anton Lesiangi pada kata sambutan pembukaan Penataran Wasit-Juri PB Lemkari pada tanggal 25 Januari 2006 di Cibubur, Jakarta)

Semuanya terjadi kira kira dalam kurun 1970-1971, dan manuver itu terbukti masih dipakai sampai saat ini oleh mayoritas organisasi olahraga apapun di Indonesia, dan nampaknya khusus untuk beladiri hal ini lebih diprioritaskan oleh para politikus karena lebih terasa kaitan psikososialnya dengan faktor massa yang siap diandalkan.Pada tahun 1972 dengan didasari kebutuhan sebuah wadah resmi sebagai forum bersama maka dibentuklah FORKI (Federasi Olah Raga Karate-d Indonesia) yang berafiliasi pada WUKO (kini menjadi WKF,yang
berkantor pusat di Spanyol).Meskipun

demikian sekitar pertengahan dasawarsa 1990-

an terjadi sebuah gebrakan yang dilakukan oleh Sabeth Muchsin yang telah keluar dari INKAI dan mendirikan FKTI (Federasi Karate-d Tradisional Indonesia).Dalam hal ini FKTI yang berafiliasi pada ITKF dibawah Nishiyama menuntut agar KONI bisa mengakui kesetaraan mereka dengan FORKI dalam tuntutan utama untuk menjadi dua induk yang sederajat dari olahraga Karate-d yang ada di Indonesia.

You might also like