You are on page 1of 12

Interaksi Obat

2012 06.17 Makalah Biomol Interaksi Obat

NamaKelompok :

1. 2. 3. 4. 5. 6.

DityaSulanda B. BimaJaluAtmaja Radix Septiawan Very Iqbal M. AdityaRendra S. KaharudinSetyo U.

105130101111059 105130101111060 105130101111071 105130107111011 105130107111016 105130107111017

PENDIDIKAN DOKTER HEWAN PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2012

1. Pengantar

Farmakologi Molekuler merupakan mata kuliah yang mempelajari aksi obat pada tingkat molekuler, meliputi berbagai molekul biologis sebagai target obat, interaksi dengan obat serta efek yang dihasilkan. Mata kuliah ini memerlukan pengetahuan dasar tentang biologi molekuler dan reaksi-reaksi biokimia.Pada bab ini akan dibahas tentang berbagai jenis, fungsi dan struktur berbagai reseptor serta tinjauan farmakologi molekuler obat-obat yang bekerja pada reseptor.

1. Uraian

Reseptor merupakan komponen makromolekul sel (umumnya berupa protein) yang berinteraksi dengan senyawa kimia endogen pembawa pesan (hormon, neurotransmiter, mediator kimia dalam sistem imun, dan lain-lain) untuk menghasilkan respon seluler. Obat bekerja dengan melibatkan diri dalam interaksi antara senyawa kimia endogen dengan reseptor ini, baik menstimulasi (agonis) maupun mencegah interaksi (antagonis).

Tipe reseptor (gambar 1) : 1. Reseptor terhubung kanal ion 2. Reseptor terhubung enzim 3. Reseptor terkopling protein G 4. Reseptor reseptor nuklear

1. Reseptor terkopling protein G (GPCR) GPCR, disebut juga reseptor metabotropik, berada di sel membran dan responnya terjadi dalam hitungan detik. GPCR mempunyai rantai polipeptida tunggal dengan 7 heliks transmembran. Tranduksi sinyal terjadi dengan aktivasi bagian protein G yang kemudian memodulasi / mengatur aktivitas enzim atau fungsi kanal.

Tabel 1. Contoh reseptor terkopling protein G

Struktur :

Gambar . Struktur reseptor terkopling protein G

1. Reseptor terhubung kanal ion

Reseptor ini berada di membran sel, disebut juga reseptor ionotropik. Respon terjadi dalam hitungan milidetik. Kanal merupakan bagian dari reseptor. Contoh : reseptor nikotinik, reseptor GABAA, reseptor ionotropik glutamat dan reseptor 5 HT3 Reseptor Nikotinik Asetilkolin

Gambar . Mekanisme kerja reseptor nikotinik (agonis : asetilkolin)

Reseptor ini ditemukan di otot skeletal, ganglion sistem saraf simpatk dan parasimpatik, neuron sistem saraf pusat, dan sel non neural. Reseptor ini terdiri dari 5 subunit (yaitu subunit A1, @1, B atau C, dan D), yang melintasi membran, membentuk kanal polar (gambar 4a). Masing-masing sub unit terdiri dari 4 segmen transmembran, segmen ke-2 (M2) membentuk kanal ion (gambar 4b). Domain Nterminal ekstraseluler masing-masing sub unit mengandung 2 residu sistein yang dipisahkan oleh 13 asam amino membentuk ikatan disulfida yang membentuk loop, merupakan binding site untuk agonis.

Gambar . Struktur reseptor nikotinik asetilkolin

1. Reseptor terhubung transkripsi gen

Reseptor terhubung transkripsi gen disebut juga reseptor nuklear (walaupun beberapa ada di sitosol, merupakan reseptor sitosolik yang kemudian bermigrasi ke nukleus setelah berikatan dengan ligand, seperti reseptor glukokortikoid). Contoh : reseptor kortikosteroid, reseptor estrogen dan progestogen, reseptor vitamin D.

Gambar . Mekanisme kerja reseptor glukokortikoid

1. Reseptor terhubung enzim

Reseptor terhubung enzim merupakan protein transmembran dengan bagian besar ekstraseluler mengandung binding site untuk ligan (contoh : faktor pertumbuhan, sitokin) dan bagian intraseluler mempunyai aktivitas enzim (biasanya aktivitas tirosin kinase). Aktivasi menginisiasi jalur intraseluler yang melibatkan tranduser sitosolik dan nuklear, bahkan transkripsi gen. Reseptor sitokin mengaktifkan Jak kinase, yang pada gilirannya mengaktifkan faktor transkripsi Stat, yang kemudian mengaktifkan transkripsi gen.

Gambar . Mekanisme kerja reseptor faktor pertumbuh

Reseptor faktor pertumbuhan terdiri dari 2 reseptor, masing-masing dengan satu sisi pengikatan untuk ligan. Agonis berikatan pada 2 reseptor menghasilkan kopling (dimerisasi). Tirosin kinase dalam masing-masing reseptor saling memposforilasi satu sama lain. Protein penerima (adapter) yang mengandung gugus SH berikatan pada residu terposforilasi dan mengaktifkan tiga jalur kinase. Kinase 3 memposforilasi berbagai faktor transkripsi, kemudian mengaktifkan transkripsi gen untuk proliferasi dan diferensiasi. Ligan seperti hormon atau neurotransmiter ibarat sebuah anak kunci yang berikatan pada reseptor spesifik (yang berperan sebagai lubang kunci). Interaksi ini membuka respon sel. Obat mirip ligan, bila berinteraksi dengan resesptor memberikan respon yang sama dengan ligan, merupakan agonis sehingga bisa membuka kunci. Obat lain yang bekerja berlawanan disebut antagonis. Kurva dosis respon Hubungan antara interaksi obat-reseptor dengan respon obat dinyatakan dengan persamaan berikut : Afinitas Afinitas adalah ukuran kemampuan obat untuk berikatan pada reseptor. Ikatan kovalen menghasilkan afinitas kuat, interaksi stabil dan ireversibel. Ikatan elektrostatik bisa menghasilkan afinitas kuat atau lemah, biasanya bersifat reversibel. Efikasi Kompleks O-R _ Efek Efikasi (atau aktivitas intrinsik) merupakan kemampuan obat terikat untuk mengubah reseptor sehingga memberikan efek; beberapa obat bisa mempunyai afinitas tapi tidak menunjukkan efikasi. Obat + Reseptor Bebas Kompleks Obat-Reseptor Potensi Potensi merupakan posisi relatif kurva dosis-efek pada sumbu dosis. Namun signifikansi secara klinis kecil, karena obat yang lebih poten belum tentu lebih baik secara klinis. Obat berpotensi rendah tidak menguntungkan hanya jika menyebabkan dosis terlalubesar sehingga sukar diberikan. Contoh : potensi relatif antara berbagai analgesik. Jika hanya dibutuhkan respon analgesik rendah, pemberian aspirin dengan dosis 500 mg masih bisa menjadi pilihan dari padagolongan narkotik. Namun jika dibutuhkan efek analgesik kuat, dipilih golongan narkotik. Agonis and antagonis Agonis adalah obat yang berinteraksi dengan dan mengaktifkan reseptor, mempunyai afinitas dan efikasi (aktivitas intrinsik). Antagonis mempunyai afinitas tapi tanpa aktivitas intrinsik. Ada 2 tipe agonis :

Agonis penuh, adalah agonis dengan efikasi maksimal Agonis Parsial, adalah agonis dengan efikasi kurang maksimal Antagonist berinteraksi dengan reseptor tapi tidak mengubah reseptor. Antagonis mempunyai afinitas tapi tidak mempunyai efikasi. Ada 2 tipe antagonis : Antagonis kompetitif Antagonis kompetitif berkompetisi dengan agonis untuk menduduki reseptor. Antagonis ini dapat diatasi dengan peningkatan dosis agonis. Antagonis menggeser kurva dosis respon agonis ke kanan, mengurangi afinitas agonis Antagonis nonkompetitif. Antagonis nonkompetitif berikatan pada reseptor dan bersifat ireversibel. Antagonis nonkompetitif menyebabkan sedikit pergeseran ke kanan kurva dosis respon agonis pada kadar rendah. Semakin banyak reseptor diduduki, agonis menjadi tidak mungkin mencapai efek maksimal.

1. Pengantar

Farmakologi Molekuler merupakan mata kuliah yang mempelajari aksi obat pada tingkat molekuler, meliputi berbagai molekul biologis sebagai target obat, interaksi dengan obat serta efek yang dihasilkan. Mata kuliah ini memerlukan pengetahuan dasar tentang biologi molekuler dan reaksi-reaksi biokimia.Pada bab ini akan dibahas tentang berbagai jenis, fungsi dan struktur berbagai reseptor serta tinjauan farmakologi molekuler obat-obat yang bekerja pada reseptor.

1. Uraian

Reseptor merupakan komponen makromolekul sel (umumnya berupa protein) yang berinteraksi dengan senyawa kimia endogen pembawa pesan (hormon, neurotransmiter, mediator kimia dalam sistem imun, dan lain-lain) untuk menghasilkan respon seluler. Obat bekerja dengan melibatkan diri dalam interaksi antara senyawa kimia endogen dengan reseptor ini, baik menstimulasi (agonis) maupun mencegah interaksi (antagonis).

Tipe reseptor (gambar 1) : 1. Reseptor terhubung kanal ion 2. Reseptor terhubung enzim 3. Reseptor terkopling protein G 4. Reseptor reseptor nuklear

1. Reseptor terkopling protein G (GPCR) GPCR, disebut juga reseptor metabotropik, berada di sel membran dan responnya terjadi dalam hitungan detik. GPCR mempunyai rantai polipeptida tunggal dengan 7 heliks transmembran. Tranduksi sinyal terjadi dengan aktivasi bagian protein G yang kemudian memodulasi / mengatur aktivitas enzim atau fungsi kanal.

Tabel 1. Contoh reseptor terkopling protein G

Struktur :

Gambar . Struktur reseptor terkopling protein G

1. Reseptor terhubung kanal ion

Reseptor ini berada di membran sel, disebut juga reseptor ionotropik. Respon terjadi dalam hitungan milidetik. Kanal merupakan bagian dari reseptor. Contoh : reseptor nikotinik, reseptor GABAA, reseptor ionotropik glutamat dan reseptor 5 HT3 Reseptor Nikotinik Asetilkolin

Gambar . Mekanisme kerja reseptor nikotinik (agonis : asetilkolin)

Reseptor ini ditemukan di otot skeletal, ganglion sistem saraf simpatk dan parasimpatik, neuron sistem saraf pusat, dan sel non neural. Reseptor ini terdiri dari 5 subunit (yaitu subunit A1, @1, B atau C, dan D), yang melintasi membran, membentuk kanal polar (gambar 4a). Masing-masing sub unit terdiri dari 4 segmen transmembran, segmen ke-2 (M2) membentuk kanal ion (gambar 4b). Domain Nterminal ekstraseluler masing-masing sub unit mengandung 2 residu sistein yang dipisahkan oleh 13 asam amino membentuk ikatan disulfida yang membentuk loop, merupakan binding site untuk agonis.

Gambar . Struktur reseptor nikotinik asetilkolin

1. Reseptor terhubung transkripsi gen

Reseptor terhubung transkripsi gen disebut juga reseptor nuklear (walaupun beberapa ada di sitosol, merupakan reseptor sitosolik yang kemudian bermigrasi ke nukleus setelah berikatan dengan ligand, seperti reseptor glukokortikoid). Contoh : reseptor kortikosteroid, reseptor estrogen dan progestogen, reseptor vitamin D.

Gambar . Mekanisme kerja reseptor glukokortikoid

1. Reseptor terhubung enzim

Reseptor terhubung enzim merupakan protein transmembran dengan bagian besar ekstraseluler mengandung binding site untuk ligan (contoh : faktor pertumbuhan, sitokin) dan bagian intraseluler mempunyai aktivitas enzim (biasanya aktivitas tirosin kinase). Aktivasi menginisiasi jalur intraseluler yang melibatkan tranduser sitosolik dan nuklear, bahkan transkripsi gen. Reseptor sitokin mengaktifkan Jak kinase, yang pada gilirannya mengaktifkan faktor transkripsi Stat, yang kemudian mengaktifkan transkripsi gen.

Gambar . Mekanisme kerja reseptor faktor pertumbuh Reseptor faktor pertumbuhan terdiri dari 2 reseptor, masing-masing dengan satu sisi pengikatan untuk ligan. Agonis berikatan pada 2 reseptor menghasilkan kopling (dimerisasi). Tirosin kinase dalam masing-masing reseptor saling memposforilasi satu sama lain. Protein penerima (adapter) yang mengandung gugus SH berikatan pada residu terposforilasi dan mengaktifkan tiga jalur kinase. Kinase 3 memposforilasi berbagai faktor transkripsi, kemudian mengaktifkan transkripsi gen untuk proliferasi dan diferensiasi. Ligan seperti hormon atau neurotransmiter ibarat sebuah anak kunci yang berikatan pada reseptor spesifik (yang berperan sebagai lubang kunci). Interaksi ini membuka respon sel. Obat mirip ligan, bila berinteraksi dengan resesptor memberikan respon yang sama dengan ligan, merupakan agonis sehingga bisa membuka kunci. Obat lain yang bekerja berlawanan disebut antagonis.

Kurva dosis respon Hubungan antara interaksi obat-reseptor dengan respon obat dinyatakan dengan persamaan berikut : Afinitas Afinitas adalah ukuran kemampuan obat untuk berikatan pada reseptor. Ikatan kovalen menghasilkan afinitas kuat, interaksi stabil dan ireversibel. Ikatan elektrostatik bisa menghasilkan afinitas kuat atau lemah, biasanya bersifat reversibel. Efikasi Kompleks O-R _ Efek Efikasi (atau aktivitas intrinsik) merupakan kemampuan obat terikat untuk mengubah reseptor sehingga memberikan efek; beberapa obat bisa mempunyai afinitas tapi tidak menunjukkan efikasi. Obat + Reseptor Bebas Kompleks Obat-Reseptor Potensi Potensi merupakan posisi relatif kurva dosis-efek pada sumbu dosis. Namun signifikansi secara klinis kecil, karena obat yang lebih poten belum tentu lebih baik secara klinis. Obat berpotensi rendah tidak menguntungkan hanya jika menyebabkan dosis terlalubesar sehingga sukar diberikan. Contoh : potensi relatif antara berbagai analgesik. Jika hanya dibutuhkan respon analgesik rendah, pemberian aspirin dengan dosis 500 mg masih bisa menjadi pilihan dari padagolongan narkotik. Namun jika dibutuhkan efek analgesik kuat, dipilih golongan narkotik. Agonis and antagonis Agonis adalah obat yang berinteraksi dengan dan mengaktifkan reseptor, mempunyai afinitas dan efikasi (aktivitas intrinsik). Antagonis mempunyai afinitas tapi tanpa aktivitas intrinsik. Ada 2 tipe agonis : Agonis penuh, adalah agonis dengan efikasi maksimal Agonis Parsial, adalah agonis dengan efikasi kurang maksimal Antagonist berinteraksi dengan reseptor tapi tidak mengubah reseptor. Antagonis mempunyai afinitas tapi tidak mempunyai efikasi. Ada 2 tipe antagonis : Antagonis kompetitif

Antagonis kompetitif berkompetisi dengan agonis untuk menduduki reseptor. Antagonis ini dapat diatasi dengan peningkatan dosis agonis. Antagonis menggeser kurva dosis respon agonis ke kanan, mengurangi afinitas agonis Antagonis nonkompetitif. Antagonis nonkompetitif berikatan pada reseptor dan bersifat ireversibel. Antagonis nonkompetitif menyebabkan sedikit pergeseran ke kanan kurva dosis respon agonis pada kadar rendah. Semakin banyak reseptor diduduki, agonis menjadi tidak mungkin mencapai efek maksimal.

You might also like