You are on page 1of 5

BAB I PENDAHULUAN A.

Asal Usul Kemunculan Mutazilah Kaum Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan dunia Isl am selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan, sela ma waktu itu pula kelompok ini telahmenumpahkan ribuan darah kaum muslimin terut ama para ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka. Sejarah munculnya aliran Mutazilah oleh para kelompok pemuja aliran Mutazilah ters ebut muncul di kota Basrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 - 110 H, te patnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisya m Bin AbdulMalik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Has an Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha Al-Makhzumi Al-Ghozzal. Secara umum, aliran Mutazilah melewati dua fase yang berbeda. Fase Abbasiyah (100 H - 237 M) dan fase Bani Buwaihi (334 H). Generasi pertama mereka hidup di bawa h pemerintahan Bani Umayah untuk waktu yang tidak terlalu lama. Kemudian memenu hi zaman awal Daulah Abbasiyah dengan aktivitas, gerak, teori, diskusi dan pembe laan terhadap agama, dalam suasana yang dipenuhi oleh pemikiran baru. Dimulai di Basrah. Kemudian di sini berdiri cabang sampai ke Baghdad. Orang-orang Mutazilah Basrah bersikap hati-hati dalam menghadapi masalah politik, tetapi kelompok Muta zilah Baghdad justru terlibat jauh dalam politik. Mereka ambil bagian dalam meny ulut dan mengobarkan api inquisisi bahwa Al Quran adalah makhluk. Memang pada awalnya Mutazilah menghabiskan waktu sekitar dua abad untuk tidak men dukung sikap bermazhab, mengutamakan sikap netral dalam pendapat dan tindakan. K onon ini merupakan salah satu sebab mengapa mereka disebut Mutazilah. Mutazilah ti dak mengisolir diri dalam menanggapi problematika imamah sebagai sumber perpecaha n pertama- tetapimengambil sikap tengah dengan mengajukan teori al manzilah baina l manzilatain. Akan tetapi di bawah tekanan Asyariah nampaknya mereka berlindung k epada Bani Buwaihi. 1 1 Madkour, Ibrahim. 2009. Aliran dan Teori Filsafat Islam, penterjemah : Yudian Wahyudi Asmin, Jakarta : PT. Bumi Aksara, hlm. 46-47 B. Penamaan Mutazilah Mutazilah, secara etimologis bermakna: orang-orang yang memisahkan diri. Sebutan ini mempunyai suatu kronologi yang tidak bisa dipisahkan dengan sosok Al-Hasan A l-Bashri, salah seorang imam di kalangan tabiin. Asy-Syihristani berkata: (Suatu hari) datanglah seorang laki-laki kepada Al-Has an Al-Bashri seraya berkata: Wahai imam dalam agama, telah muncul di zaman kita i ni kelompok yang mengkafirkan pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik). Dan dosa tersebut diyakini sebagai suatu kekafiran yang dapat mengeluarkan pelakunya dar i agama, mereka adalah kaum Khawarij. Sedangkan kelompok yang lainnya sangat tol eran terhadap pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik), dan dosa tersebut tidak berpengaruh terhadap keimanan. Karena dalam madzhab mereka, suatu amalan bukanla h rukun dari keimanan dan kemaksiatan tidak berpengaruh terhadap keimanan sebaga imana ketaatan tidak berpengaruh terhadap kekafiran, mereka adalah Murjiah umat i ni. Bagaimanakah pendapatmu dalam permasalahan ini agar kami bisa menjadikannya sebagai prinsip (dalam beragama)?

Al-Hasan Al-Bashri pun berpikir sejenak dalam permasalahan tersebut. Sebelum bel iau menjawab, tiba-tiba dengan lancangnya Washil bin Atha berseloroh: Menurutku pe laku dosa besar bukan seorang mukmin, namun ia juga tidak kafir, bahkan ia berad a pada suatu keadaan di antara dua keadaan, tidak mukmin dan juga tidak kafir. La lu ia berdiri dan duduk menyendiri di salah satu tiang masjid sambil tetap menya takan pendapatnya tersebut kepada murid-murid Hasan Al-Bashri lainnya. Maka Al-H asan Al-Bashri berkata: Washil telah memisahkan diri dari kita a dengan sebutan Mutazilah. Pertanyaan itu pun akhirnya dijawab oleh Al-Hasan Al-Bashri dengan jawaban Ahlus sunnah Wal Jamaah: Sesungguhnya pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik) adalah s eorang mukmin yang tidak sempurna imannya. Karena keimanannya, ia masih disebut mukmin dan karena dosa besarnya ia disebut fasiq (dan keimanannya pun menjadi ti

dak sempurna). 2 2 Al Syahrastani, Al Milal wa Al Nihal, Beirut : Dar al Fikr, hlm. 47-48 Versi lain dikemukakan oleh Al-Baghdadi. Ia mengatakan bahwa Wasil dan temannya, Amr bin Ubaid bin Bab, diusir oleh Hasan Al Basri dari majelisnya karena adanya pertikaian diantara mereka tentang masalah qadar dan orang yang berdosa besar.Ke duanya menjauhkan diri dari Hasan Al Basri dan berpendapat bahwa orang yang berd osa besar itu tidak mukmin dan tidak pula kafir. Oleh karena itu golongan ini di namakanMutazilah. Versi lain dikemukakan Tasy Kubra Zadah yang menyatakan bahwa Qatadah bin Damah p ada suatu hari masuk mesjid Basrah dan bergabung dengan majelis Amr bin Ubaid ya ng disangkanya adalah majlis Hasan Al Basri. Setelah mengetahuinya bahwa majelis tersebut bukan majelis Hasan Al Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat sambi l berkata, ini kaum Mutazilah. Sejak itulah kaum tersebut dinamakan Mutazilah.Al-Masu di memberikan keterangan tentang asal-usul kemunculan Mutazilah tanpa menyangkutpautkan dengan peristiwa antara Washil dan Hasan Al Basri. Mereka diberi nama Mut azilah, katanya, karena berpendapat bahwa orang yang berdosa bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi menduduki tempat diantara kafir dan mukmin (al-manzila h bain al-manzilatain). 4 C.Gerakan Kaum Mu`tazilah Gerakan kaum Mu`tazilah pada mulanya memiliki dua cabang yaitu : a. Di Basrah (Iraq) yang dipimpin oleh Washil Ibn Atha` dan Amr Ibn Ubaid d engan murid-muridnya, yaitu Ustman bin Ath Thawil , Hafasah bin Salim dll. Ini b erlangsung pada permulaan abad ke 2 H. Kemudian pada awal abad ke 3 H wilayah Ba srah dipimpin oleh Abu Huzail Al-Allah (wafat 235), kemudian Ibrahim bin Sayyar (211 H) kumudian tokoh Mu`tazilah lainnya. b. Di Bagdad (iraq) yang dipimpin dan didirikan oleh Basyir bin Al-Mu`tamar salah seorang pemimpin Basrah yang dipindah ke Bagdad kemudian mendapat dukunga n dari kawan-kawannya, yaitu Abu Musa Al- Musdar, Ahmad bin Abi Daud dll. 3 Abdul Rozak,Anwar ,Rosihoa. 2009. Ilmu Kalam, cet.iv, Bandung : CV. PustakaSe tia, Hlm.78 4 Ibid Inilah imam-imam Mu`tazilah di sekitar abad ke 2 dan ke 3 H. Di Basrah dan di Ba gdad, khalifah-khalifah Islam yang terang-terangan menganut dan mendukung aliran ini adalah: 1. 2. 3. 4. Yazid bin Walid (Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa pada tahun 125-126 H) Ma`mun bin Harun Ar-Rasyid (Khalifah Bani Abbasiah 198-218 H) Al- Mu`tashim bin Harun Ar-Rasyid (Khalifah Bani Abbasiah 218-227 H) Al- Watsiq bin Al- Mu`tashim (Khalifah Bani Abbasiah 227-232 H)

Diantara golongan ulama Mu`tazilah lainya adalah : 1. Utsman Al- Jahidz, pengarang kitab Al- Hewan (wafat 255 H) 2. Syarif Radhi (406 H) 3. Abdul Jabbar bin Ahmad yang terkenal dengan sebutan Qadhi`ul Qudhat. 4. Syaikh Zamakhsari pengarang tafsir Al- Kasysyaf (528 ) 5. Ibnu Abil Hadad pengarang kitab Syarah Nahjul Balaghah (655)

BAB II PEMBAHASAN Abu Hasan Al- Kayyath berkata dalam kitabnya Al- Intisar Tidak ada seorang pun ya ng berhak mengaku sebagai penganut Mu`tazilah sebelum ia mengakui Al- Ushul AlKhamsah ( lima landasan pokok ) yaitu Tauhid, Al - Adl, Al- Wa`du Wal Wai`id, AlManzilah Baina Manzilatain, dan Al Amr bi Al Maruf wa Al Nahi an Al Munkar. 1. Tauhid At-tauhid ( pengesaan Tuhan ) merupakan prinsip utama dan intisari ajaranmutazila h. Sebenarnya, setiap mazhab teologis dalam islam memegang doktrin ini.Namun bag i mutazilah ,tauhid memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segal a sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaannya.Untuk memurnikan keesaan Tuh an, Mutazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat. Konsep ini bermula dari founding father aliran ini, yakni Washil bin Atho. Ia mengingkari bahwa mengetahu i, berkuasa, berkehendak, dan hidup adalah termasuk esensi Allah. Menurutnya, ji ka sifat-sifat ini diakui sebagai kekal-azali, itu berarti terdapat pluralitas ya ng kekal dan berarti bahwa kepercayaan kepada Allah adalah dusta belaka. Namun ga gasan Washil ini tidak mudah diterima. Pada umumnya Mutaziliyyah mereduksi sifatsifat Allah menjadi dua, yakni ilmu dan kuasa, dan menamakan keduanya sebagai si fat-sifat esensial. Selanjutnya mereka mereduksi lagi kedua sifat dasar ini menj adi satu saja, yakni keesaan. 5 Doktrin tauhid Mutazilah lebih lanjut menjelaskan bahwa Tuhan dapat dilihat denga n mata kepala. Juga, keyakinan tidak ada satupun yang dapat menyamai Tuhan, begi tupula sebaliknya, Tuhan tidak serupa dengan makhluk-Nya. Tegasnya Mutazilah meno lak antropomorfisme. Penolakan terhadap paham antropomorfistik bukan semat-mata atas pertimbanagan akal, melainkan memiliki rujukan yang yang sangat kuat di dal am Al quran yang berbunyi (artinya) : 6 tidak ada satupun yang menyamainya . ( Q.S .Assyura : 9 ). 5 Sharif (ed). 2004. Aliran-aliran Filsafat Islam. Bandung : Nuansa Cendekia, h lm. 21 6 Abdul Rozak,Anwar ,Rosihan.2009. Ilmu Kalam, cet.iv, Bandung : CV. Pustaka Se tia, hlm. 82 2. Al Adl Ajaran dasar Mutazilah yang kedua adalah al-adl, yang berarti Tuhan Maha Adil. Ad il ini merupakan sifat yang paling gamblang untuk menunjukkan kesempurnaan, kare na Tuhan Maha sempurna dia pasti adil. Faham ini bertujuan ingin menempatkan Tuh an benar-benar adil menurut sudut pandang manusia. Tuhan dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik dan terbaik. Begitupula Tuhan itu adil bila tidak mela nggar janjinya. Dengan demikian Tuhan terikat dengan janjinya. Merekalah golongan yang mensucika n Allah daripada pendapat lawannya yang mengatakan : bahwa Allah telah mentaqdir kan seseorang itu berbuat maksiat, lalu mereka di azab Allah, sedang Mutazialah b erpendapat, bahwa manusia adalah merdeka dalam segala perbuatan dan bebas bertin dak, sebab itu mereka di azab atas perbuatan dan tindakannya. Inilah yang mereka maksud keadilan itu. 7 Ajaran tentang keadilan berkaitan dengan beberapa hal, antara lain : a. Perbuatan manusia. Manusia menurut Mutazilah melakukan dan menciptakan pe rbuatannya sendiri, terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan. Manusia benar-be nar bebas untuk menentukan pilihannya. Tuhan hanya menyuruh dan menghendaki yang baik. Konsep ini memiliki konsekuensi logis dengan keadilan Tuhan, yaitu apapu n yang akan diterima manusia di akhirat merupakan balasan perbuatannya di dunia. b. Berbuat baik dan terbaik Maksudnya adalah kewajiaban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan terbaik bagimanusia. Tuhan tidak mungkin jahat atau aniaya karena itu akan menimbulkan persepsi bahwa Tuhan tidak maha sempurna. Bahakan menurut A

nnazam, salah satu tokoh mutazilah konsep ini berkaiatan dengan kebijaksanaaan, k emurahan dan kepengasihan Tuhan. c. Mengutus Rasul. Mengutus Rasul kepada manusia merupakan kewajiaban Tuhan karena alasan berikut ini : 1.Tuhan wajib berbuat baik kepada manusia dan hal i tu tidak dapat terwujud kecuali dengan mengutus Rasul kepada mereka. 2.Al quran s ecara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk belas kasih kepada manusia .Cara te rbaik untuk maksud tersebut adalah dengan pengutusan rasul. 3.Tujuan di ciptakan nya manusia adalah untuk beribadah kepadaNya dengan jalan mengutus rasul. 7 Thahir Taib, Abd.Muin. 1986. Ilmu Kalam, Jakarta : Penerbit Widjaya, hlm.103 3. Al-Waad wa al-Waid Ajaran ini berisi tentang janji dan ancaman. Tuhan yang Maha Adil tidak akan me langgar janjinya dan perbuatan Tuhan terikat dan di batasi oleh janjinya sendiri . Ini sesuai dengan prinsip keadilan. Ajaran ketiga ini tidak memberi peluang ba gi Tuhan selain menunaikan janjinya yaitu memberi pahala orang yang taat dan meny iksa orang yang berbuat maksiat, ajaran ini tampaknya bertujuan mendorong manusi a berbuat baik dan tidak melakukan perbuatan dosa. 4. A l-Manzilah bain Al-Manzilatain Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab mutazilah. Ajaran ini te rkenal dengan status orang mukmin yang melakukan dosa besar, seperti dalam sejar ah, khawarij menganggap orang tersebut kafir bahkan musyrik, sedangkan murjiah be rpendapat bahwa orang itu tetap mukmin dan dosanya sepenuhnya di serahkan kepa da Tuhan. Menurut pandangan Mutazilah orang islam yang mengerjakan dosa besar yang sampai m atinya belum taubat, orang itu di hukumi tidak kafir dan tidak pula mukmin, teta pi diantara keduanya. Mereka itu dinamakan orangg fasiq, jadi mereka di tempatka n di suatu tempat diantara keduanya.9 5. Al Amr bi Al Maruf wa Al Nahi an Al Munkar Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Ini merupakan konsekuensi logis dari keimananan seseorang. Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan mence gahnya dari kejahatan. Perbedaan mazhab Mutazilah dengan mazhab lain mengenai aja ran kelima ini terletak pada tata pelaksanaanya. Menurut Mutazilah jika memang di perlukan kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut.

9 Ibid BAB III PENUTUP

Semua aliran dalam teologi Islam, baik Asy`ariah, Maturidiah, apalagi Mu`tazilah sama-sama mempergunakan akal dalam menyelesaikan persoalan-persoalan teologi ya ng timbul dikalangan umat Islam. Perbedaan yang terdapat antara aliran-aliran it u ialah perbedaan dalam derajat kekuatan yang diberikan kepada akal. Kalau Mu`ta zilah berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kuat, Asy`ariah sebaliknya berp endapat bahwa akal mempunyai daya yang lemah. Semua aliran itu berpegang kepda wahyu, dalam hal ini perbedaan yang terdapat an tara aliran-aliran itu hanyalah perbedaan dalam interpretasi mengenai teks ayatayat Al-Quran dan hadist. Perbedaan dalam interpretasi inilah yang kemudian meni mbulkan aliran-aliran yang berlainan dalam kalangan umat Islam seperti yang ters ebut diatas.

Mu`tazilah mempunyai lima ajaran dasar, perintah bernuat baik dan larangan berbu at jahat, dianggap sebagai kewajiban bukan oleh kaum Mu`tazilah saja, tetapi ole h golongan-golongan umat Islam lainnya. Aliran kaum Mu`tazilah dipandang sebagai aliran yang menyimpang dari ajaran Isla m, dan dengan demikian tak disenangi oleh sebagian umat Islam, terutama di Indon esia. Pandangan demikian timbul karena kaum mu`tazilah dianggap tidak percaya ke pada wahyu dan hanya mengakui kebenaran yang diperoleh rasio. Namun, Sebagaimana diketahui kaum Mu`tazilah tidak hanya memakai argumen rasional, tetapi juga mem akai ayat-ayat Al-Quran dan hadist untuk menahan pendirian mereka. Wallaahu Alam Bishshawaab.

DAFTAR PUSTAKA Madkour, Ibrahim. 2009. Aliran dan Teori Filsafat Islam, penterjemah : Yudian Wa hyudi Asmin, Jakarta : PT. Bumi Aksara Al Syahrastani, Al Milal wa Al Nihal, Beirut : Dar al Fikr Departeman Agama RI. 1971. Al-quran dan Terjemahnya, Jakarta : Yayasan Penyelengg ara Penterjemah Quran Abdul Rozak,Anwar ,Rosihan. 2009. Ilmu Kalam, cet.iv, Bandung : CV. PustakaSetia Sharif (ed). 2004. Aliran-aliran Filsafat Islam. Bandung : Nuansa Cendekia Thahir Taib, Abd.Muin. 1986. Ilmu Kalam, Jakarta : Penerbit Widjaya

You might also like