You are on page 1of 20

MAKALAH

SISTEM INTEGUMEN

tentang

Askep Erysipelas

DISUSUN OLEH : KELOMPOK VI


1. Dedi J Hidayat 2. Elya Antariksana (09.01.1917) (09.01.1918)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM TAHUN AKADEMIK 2012/2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kulian Sisten Integumen dengan Asuhan Keperawatan pada kasus Erysipelas ini tepat pada waktunya. Dalam menyusun Asuhan Keperawatan pada kasus Erysipelas, penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing atas dukungannya baik saran dan kritik dan rekan rekan anggota kelompok VI yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, kami menyadari bahwa penulisan Asuhan Keperawatan ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang konsekuen demi kesempurnaan Asuhan Keperawatan Ini. Semoga Asuhan Keperawatan Ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa STIKES khususnya dan bagi mahasiswa pada umumnya. Terimakasih.

Bima, 15 Mei 2012

Penulis

DAFTAR ISI

Kata pengantar.................................................................................................................................... Daftar isi.............................................................................................................................................. BAB I : Pendahuluan A. Latar Belakang............................................................................................................... B. Tujuan Penulisan........................................................................................................... C. Manfaat......................................................................................................................... BAB II : Tinjauan Teori A. B. C. D. E. F. G. H. Pengertian................................................................................................................... Etiologi........................................................................................................................ Manifestasi klinik....................................................................................................... Patofisiologi............................................................................................................... Pathway...................................................................................................................... Pemeriksaan Penunjang............................................................................................. Komplikasi ................................................................................................................. Penatalaksanaan........................................................................................................

BAB III : Asuhan Keperawatan A. B. C. D. E. Pengkajian .................................................................................................................. Diagnosa Keperawatan............................................................................................... Intervensi Keperawatan.............................................................................................. Implementasi Keperawatan........................................................................................ Evaluasi ......................................................................................................................

BAB IV : Penutup A. Kesimpulan........................................................................................................... B. Saran.................................................................................................................... Daftar Pustaka..........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erysipelas ( Erisipelas ) adalah infeksi akut pada kulit dan jaringan di bawah kulit yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes. Erysipelas dapat terjadi pada semua usia dan semua bangsa (ras), namun paling sering terjadi pada bayi, anak dan usia lanjut.Aste N, Atzori L, Zucca M, Pau M, Biggio P menyebutkan bahwa Erysipelas lebih sering terjadi pada pria ketimbang wanita, dengan perbandingan 4:1.Sekitar 85 % Erysipelas terjadi di kaki dan wajah, sedangkan sebagian kecil dapat terjadi di tangan, perut dan leher serta tempat lainnya Erysipelas terjadi oleh penyebaran infeksi yang diawali dengan pelbagai kondisi yang berpotensi timbulnya kolonisasi bekteri, misalnya: luka, koreng, infeksi penyakit kulit lain, luka operasi dan sejenisnya, serta kurang bagusnya hygiene. Selain itu, Erysipelas dapat terjadi pada seseorang yang mengalami penurunan daya tahan tubuh, misalnya: diabetes millitus, malnutrisi (kurang gizi), dan lain-lain.

B. Tujuan I. Tujuan Umum Untuk mengetahui mengenai konsep penyakit selulitis dan konsep keperawatan tentang erisipelas. II. Tujuan Khusus 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Untuk mengetahui definisi erisipelas Untuk mengetahui peneybab erisipelas Untuk mengetahui tentang tanda dan gejala erisipelas Untuk mengetahui patofisiologi penyakit erisipelas Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang erisipelas Untuk mngetahui komplikasi pasa erisipelas Untuk mengetahui pentalaksanan erisipelas Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada erisipelas

C. Manfaat Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit erisipelas. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalm memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan gangguan erisipelas.

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Erisipelas adalah penyakit demam akut yang menular , biasanya disebabkan oleh Streptococcus Grup A A dan meskipun beberapa orang menyebut Disipela tetapi nama yang benar adalah Erisipelas.(Arif, 2000). Erisipelas adalah infeksi pada dermis dan jaringan subkutis bagian atas yang hampir selalu disebabkan oleh Streptococcus pygogenes ( = Streptococcus beta hemolyticus grup A).(Herry, 1996). B. Etiologi Erysipelas terjadi oleh penyebaran infeksi bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A. Erisipelas diawali dengan berbagai kondisi yang berpotensi timbulnya kolonisasi bekteri, misalnya: luka, koreng, infeksi penyakit kulit lain, luka operasi dan sejenisnya, serta kurang bagusnya hygiene. Erisipelas sangat sering terjadi pada bayi, anak dan golongan umur tua, terutama mereka yang terlantar dan kurang gizi. Erisipelas sering sebagai komplikasi dari luka bedah dan luka kecelakaan. Faktor predisposisi terjadinya erisipelas adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. trauma lokal (robekan kulit), gangguan pada pembuluh balik (vena) Luka di kulit Usia Malnutrisi Melemahnya sistem imun

C. Tanda & Gejala Permulaan erisipelas didahului oleh gejala prodormal malaise dan mialgia. Lapisan kulit yang diserang adalah epidermis dan dermis. Lesi kulitnya merupakan bercak eritema berwarna merah cerah yang dalam, dengan batas tegas, sedikit menimbul, dan pinggir cepat meluas dengan tanda radang akut. Daerah yang tekena terasa panas, sakit dan dan bengkak, kadang-kadang terdapat indurasi dan sewaktu-waktu timbul bula superfisial. Dapat disertai

edema dan vesikel. Lesi menjadi reda ditengah dan seketika itu lesi menjalar ke perifer, sehingga menimbulkan konfigurasi anuler. Penderita sering menggigil dan demam tinggi, sakit kepala,atralgia,mialgia,nausea,muntah,lemah. Tempat lesi tergantung pada pintu gerbang Streptooknya, yang dapat berupa luka bedah, umbilikus pada neonatus, atau setiap kerusakan kulit lainnya. Muka dan ekstremitas inferior merupakan tempat umum erisipelas non-bedah. Faktor predisposisinya adalah obstruksi limfatik kronik dan daya tahan penderita yang berkurang akibat penyakitnya berat dan menahun, juga dapat di temui pada penderita diabetes melitus dan infeksi saluran nafas atas.

D. Patofisiologi Inokulasi bakteri ke daerah kulit yang mengalami trauma merupakan peristiwa awal perkembangan dari erisipelas. Dengan demikian, faktor-faktor lokal, seperti insusfisiensi vena, statis ulserasi, dermatitis, gigitan serangga, dan sayatan bedah telah terlibat sebagai pintu masuknya kuman ke kulit. Sumber bakteri di erisepalas wajh sering bersumber dari nasofaring dan riwayat faringitis streptokokus baru-baru ini telah dilaporkan dalam sampai sepertiga dari kasus. Faktor predisposisi lainnya termasuk diabetes, penyalahgunaaan alkohol, infeksi HIV, sindrom nefrotik, kondisi penurunan sistem imun lain, dan tidak optimalnya higienis meningkatkan risiko erisipelas. Disfungsi limfatik subklinis adalah faktor resiko untuk erisipelas. Dalam erisipelas, infeksi dengan cepat menyerang dan menyebar melalui pembuluh limfatik. Kondisi ini akan memberikan manifestasi kerusakan kulit diatasnya dan pembengkakan kelenjar getah bening regional. Respon imunitas menjadi menurun dan memberikan optimalisasi bagi organisme untuk berkembang.

E. Pathway
Invasi bakteri ke dermis, jar.subkutis, dan jar.limfatik erisipelas

Respon inflamasi pada dermis dan subkutis

Respon lokal

Respon inflamasi sistemik

Respon psikologis

Kerusakan saraf perifer

Kerusakan integritas jaringan kulit

Peningkatan suhu tubuh

Ketidaktahuan tentang proses penyakit, perawat, dan pencengahan berulangnya penyakit

hipertermi nyeri cemas

F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium 1. Darah : Leucocytosis. 2. Bila memungkinkan : Periksa Titer ASO : meningkat seminggu seelah infeksi. Mencari Streptococcus dengan kultur dari tenggorokan, hidup atau mata..

G. Komplikasi 1. 2. 3. 4. 5. Nefritis Abses subkutan Septisemia Kematian 50% pada bayi, penderita usia tua dan yang lemah. Kambuh lagi Cellulitis

H. Penatalaksanaan 1. Pada penderita bayi, usia tua dan yang keadaan umumnya lemah sebaiknya dirawat di RS. 2. Pemberian antibiotika sistemik diberikan 7 10 hari. a. Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu) 1) Penisilina G Prokain Dosis : 1 2 dd 0,6 1,2 juta U Anak-anak : 1 2 dd 25.000 50.000 I.U./kg 2) Ampisilin 4 dd 250 500 mg a.c. anak-anak : 4 dd 25 75 mg/kg a.c. 3) Amoksilin (penulisan resep harus diparaf staf medik UPF) 3dd 250 500 mg.a. anak-anak : 3 dd. 7,5 25 mg/kg a.c. b. Eritromisin 4 dd 250 500 mg pc anak-anak : 4 dd 12,5 mg 25 mg/kg pc bila alergi penisilin c. Linkomisin 3 4 dd 250 500 mg anak-anak lebih 1 bulan 3 dd 10 20 mg/kg bila alergi penisilin dan yang menderita gangguan saluran cerna d. Bila kambuh-kambuh diberikan antibiotika sistemik dosis tinggi dulu sampai sembuh, baru dilanjutkan dosis rendah jangka lama selama 1 3 bulan. 3. Pengobatan topical a. Kompres dengan solusio Sodium Chloride 0,9 % atau Solusio Burowi : 4) bila ada vesikule/bule 5) dapat sebagai pendingin b. Neocitrin ointment (Basitrasina dan Polimiksina B) bila lesi kulit telah kering

BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Biasanya didahului dengan gejala prodomal malaise,dapat disertai reaksi

konstitusional yang hebat berupa panas tinggi,sakit kepala, menggigil, muntah,dan nyeri sendi Lesi kulit berupa kemerahan atau eritema lokal terbatas jelas dengan tepi meninggi, teraba panas, dan rasa nyeri. Pada bagian atasnya mungkin terdapat vesikula atau bula yang mengandung cairan seropurulen. Lokasi tersering adalah di wajah dan tungkai bawah, sedangkan pada bayi lebih sering pada bagian perut. Pada pemeriksaan darah sering didapatkan penigkatan kadar lekosit >20.000/mm3 a. Status nutrisi Malnutrisi merupakan penyebab yang sangat penting dari kelambatan

penyembuhan luka. Pentingnya pemantauan secara ketat terhadap berat badan dan indicator malnutrisi lainnya pada pasien dengan cedera berat, setelah operasi besar, dan saat terdapat septicemia sangat ditekankan (Kinney, 1980). Mintalah nasehat ahli gizi apabila dicurigai adanya malnutrisi.Pengkajian nutrisi: indeks umum malnutrisi kalori/ protein. 1) Antropometri meliputi Berat badan terhadap tinggi dan jenis kelamin, Penurunan berat badan terakhir (persentasi perubahan berat badan), Ketebalan lipatan kulit triseps (ukuran persediaan lemak tubuh), Lingkar otot lengan tengah atas (ukuran tidak langsung terhadap masa otot skelet dan cadangan protein) 2) Metode biokimia meliputi albumin serum 3) Hitung sel darah meliputi Jumlah limfatik 4) Tes urine 24 jam Kreatinin: indeks tinggi Eksresi nitrogen (digabungkan dengan ukuran yang akurat dari masukan diet nitrogen) 5) Pemeriksaan klinis meliputi Riwayat diet saat masuk

b. Nyeri Nyeri merupakan suatu masalah yang umum dans eringkali dipandang rendah pada pasien-pasien yang menderita luka. Penatalaksanaan nyeri yang tidak adekuat dapat menjadi lingkaran setan yang terdiri dari ketegangan otot, keletihan, ansietas dan

depresi yang dapat memperlambat penyembuhan dengan cara menekan efektifitas system imun (Maier dan Laudenslager, 1985). Meski tidak diinginkan dan umumnya dpaat dicegah, nyeri akut setelah bedah mayor setidak-tidaknya mempunyai fungsi fisiologis positif, berperan sebagai suatu peringata bahwa perawatan khusus harus dilakukan untuk mencegah trauma lebih lanjut pada daerah tersebut. Nyeri pada trauma pembedahan normalnya dapat diramalkan hanya terjadi dalam durasi yang terbatas, lebih singkat dari waktu yang diperlukan untuk perbaikan alamiah terhadap jaringanjaringan yang rusak. Sebagai perbandingan, untuk seorang pasien yang menderita nyeri kronik, seperti yang berhubungan dengan karsinoma, atau dengan pasien dengan penyakit vascular perifer berat dan adanya ulkus iskemik pada ekstremitas inferior, maka fungsi nyeri tidak begitu banyak membantu dan penyembuhan jaringan mungkin merupakan sebuah tujuan yang tidak realistis. Nyeri merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh hanya pada jaringan yang mengalami cedera atau penyakit. Persepsi klien terhaap nyeri dipengaruhi oleh factor-faktor seperti makna nyeri itu sendiri bagi mereka (Waugh, 1990), yang selanjutnya juga dipengaruhi oleh factorfaktor social budaya, factor kepribadian dan status psikolopgis saat ini. Pasien dengan nyeri kanker dihadapkan pada kemungkinan ancaman kematian. Ketidakpastian, ketakutan, keletihan dan depresi yang dapat menyertai penyakit terminal, dapat mengurangi ambang nyeri pasien, menambah nyeri yang dirasakan dan meningkatkan kebutuhan akan analgesia (Bond, 1984). Faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri merupakan suatu hal yang kompleks dan tidak dapat dipisahkan dari kurangnya pegukuran nyeri yang absolute dan obyektif sehingga mengakibatkan pengkajian nyeri menjadi sangat sulit. Metode yang lebih canggih untuk mengkaji dan

mendokumentasikan nyeri serta factor-faktor yang dapat meringankan nyeri tersebut, sangat cocok untuk pasien yang menderita nyeri akibat luka kronis yang tidak mudah ditangani. c. Faktor-faktor Psikososial Faktor positif 1) Pengetahuan yang baik tentang penyakit/ kondisi sakit 2) Partisipasi aktif dalam pengobatan 3) Hubungan yang baik dengan petugas 4) Metode koping yang fleksibel 5) Hubungan social suportif yang baik

6) Orientasi positif terhadap pengobatan dan rehabilitasi dari anggota tim perawatan kesehatan Faktor negative 1) Tidak bersedia atau tidak mampu mengetahui tentang kondisi / penyakit 2) Rasa kurang percaya dan ketidakmauan untuk berpartisipasi dalam pengobatan 3) Hubungan yang buruk dengan petugas 4) Ketergantungan pasif, penolakan persisten, atau disposisi emosi tinggi 5) Hubungan keluarga yang buruk, hidup sendiri 6) Perilaku negative dari petugas terhadap pengobatan dan penyembuhan 7) Tambahan tekanan hidup saat ini missal: kematian, perpisahan, 8) kehilangan pekerjaan

Mengkaji penyebab luka Mengkaji penyebab langsung dari luka dan bila memungkinkan segala patofisiologi yang mendasari merupakan persyaratan dalam merencanakan perawatan yang tepat dan juga untuk mencegah kekambuhan luka dalam jangka panjang. Pengkajian luka lokal dan identifikasi masalah Setelah mengkaji pasien secara keseluruhan, penyebab langsung dari luka dan semua patofisiologi yang mendasarinya, sangatlah penting bagi perawat untuk melakukan pengkajian yang akurat terhadap uka itu sendiri, dengan maksud untuk mengidentifikasi semua factor-faktor local yang dapat memperlambat penyembuhan seperti jaringan nekrotik, krusta yang berlebihan, infeksi ataupun eksudat yang berlebihan. Pengkajian luka yang akurat dan terus meneurs sangatlah penting untuk merencanakan penatalaksanaan local luka yang adekuat dan untuk mengevaluasi efektivitasnya. Hal tersebut juga penting untuk dilakukan agar dapat mengenali kapan penyembuhan berkembang baik, dengan mampu mengenali jaringan granulasi dan epitelialisasi yang sehat. Mengkaji Konsekuensi luka Penyebab luka berpengaruh langsung terhadap perasaan pasien tentang luka itu sendiri dan mungkin juga tentang konsekuensi fisik, social dan akibat emosional. Konsekuensi dari luka dapat digolongkan ke dalam: a) Konsekuensi fisik: kehilangan fungsi, jaringan parut dan nyeri kronik b) Konsekuensi emosional: perubahan citra tubuh, masalah dalam hubungan social, masalah seksual

c) Konsekuensi social: gagal dalam melaksanakan peran social tertentu seperti pekerjaan atau adanya pembatasan aktivitas dalam peran tersebut. Sifat dari masalah tersebut tidak hanya berhubungan dengan tipe luka dan tempat luka tetapi juga berhubungan dengan tingkat dukungan social seseorang, kemandirian ekonomi, kepribadian dan filosofi pribadi. Rehabilitasi pasien dalam jangka pendek dan jangka panjang, baik rehabilitasi fisik maupun psikologis, memerlukan perencanaan dan sensitivitas. Konseling yang simpatik dengan mengikutsertakan pasien dan keluargnya merupakan satu bagian integral perawatan pasien sejak awal dan dimulai dengan mengkaji pengetahuan pasien, kemampuan kognitif dan kebutuhannya.

B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan iritasi kulit, gangguan integritas kulit, iskemik jaringan 2. Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik 3. Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. 4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.

C. Intervensi 1. Nyeri berhubungan dengan iritasi kulit, gangguan integritas kulit, iskemik jaringan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri akut teratasi/terkontrol Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri Pergerakan penderita bertambah luas Tidak ada keringat dingin tanda vital dalam batas normal S: 36-37,5 0C, N: 60 80 x /menit T : 100-130 mmHg RR : 18-20 x/menit 1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien. Intervensi: a. Kaji skala nyeri pasien b. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri. c. Ciptakan lingkungan yang tenang.

d. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. e. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien. f. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.

2. Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam menujukan temperatur dalam batas normal Kriteria hasil : a. Bebas dari kedinginan b. Suhu tubuh stabil 36-37 C Intervensi : a. Pantau suhu klien (derajat dan pola) perhatikan menggigil/diaforsis b. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi c. Berikan kompres hangat hindari penggunaan akohol d. Berikan minuman sesuai kebutuhan e. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik

3. Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam mulai tercapainya integritas kulit yang baik. Kriteria Hasil: a. Integritas kulit yangt baik bisa di pertahankan ( sensasi elastik, temperatur, hidrasi, pigmentasi) b. Tidak ada luka atau lesi pada kulit c. Perfusi jaringan baik d. Menunjukkan adanya perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit serta perawatan alami Intervensi: a. Anjurkan pasien menggunakan pakaian longgar b. Hindari kerutan pada tempat tidur c. Jaga kebersiha kulit agar tetap kering dan bersih d. Monitor kulit akan adanya kemerahan e. Monitor status nutrisi pasien

f. Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat

4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam rasa cemas berkurang/hilang Kriteria Hasil : Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan, Emosi stabil., pasien tenang, Istirahat cukup. Intervensi : a. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien. b. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya. c. Gunakan komunikasi terapeutik. d. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan. e. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin. f. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian. g. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman

D. Implementasi
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap pencanaan.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Erysipelas ( Erisipelas ) adalah infeksi akut pada kulit dan jaringan di bawah kulit yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes. Erysipelas dapat terjadi pada semua usia dan semua bangsa (ras), namun paling sering terjadi pada bayi, anak dan usia lanjut.Aste N, Atzori L, Zucca M, Pau M, Biggio P menyebutkan bahwa Erysipelas lebih sering terjadi pada pria ketimbang wanita, dengan perbandingan 4:1.Sekitar 85 % Erysipelas terjadi di kaki dan wajah, sedangkan sebagian kecil dapat terjadi di tangan, perut dan leher serta tempat lainnya Masalah keperawatan yang sering muncul pada klien dengan diagnosa erisipelas adalah,kerusakan integritas kulit karena rasa gatal dan kebanyakan orang cenderung untuk menggaruk pada daerah yang gatal.

B. Saran Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini jauh dari kata sempurna maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik maupun saran dari Dosen pembimbing ataupun rekanrekan semua agar untuk kedepannya akan menjadi lebih baik semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif (2011). Asuhan keperawatan gangguan sistem integumen. Jakarta: Salemba Medika Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan

pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC Fitzpatrick. Fitzpatrick. (2005). (2007). Clinical Dermatology in Dermatology general hal medicine 603-612.5th hal 1893.6th ed. ed.

http://www.emedicine.com/EMERG/topic88.htm http://content.nejm.org/cgi/reprint/350/9/904.pdf http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000855.htm http://en.wikipedia.org/wiki/Cellulitis http://www.visualdxhealth.com/adult/cellulitis.htm http://www.mayoclinic.com/health/cellulitis/DS00450 http://www.emedicine.com/emerg/topic88.htm Price, Sylvia (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC Prof.Dr.dr.R.S.Siregar,Sp.KK. (2005). Saripati penyakit kulit hal 59.2nd ed.

LAMPIRAN

You might also like