You are on page 1of 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum hasil dari penelitian ini dikelompokan menjadi hasil pengujian material pembentuk dinding pasangan yang berupa mortar dan bata merah dan hasil pengujian dinding pasangan bata merah. Pemeriksaan pasir dan semen bertujuan untuk mengetahui karakteristik material yang dipergunakan sebagai bahan pembentuk mortar. Pengujian bata merah dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan kuat tekan bata merah sebagai bahan pembentuk dinding pasangan yang hasilnya disesuaikan dengan standar Indonesia maupun standar internasional. Pengujian mortar dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat tekan mortar pada umur 28 hari. Pengujian dinding pasangan bata merah meliputi pengujian kuat tekan dan modulus elastisitas. Dalam Bab IV ini akan disajikan hasil-hasil yang diperoleh dari pengujian bata merah, mortar dan dinding pasangan yang kemudian dilanjutkan dengan pembahasan dari masing-masing pengujian tersebut.

4.1

Hasil Pemeriksaan Material Air Air yang digunakan untuk pembuatan benda uji adalah air PDAM di

4.1.1

Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, dan tidak dilakukan analisis karena dianggap sudah memenuhi persyaratan SKSNI S-04-1989-F sesuai yang sudah dijelaskan pada Bab II.
4.1.2 Agregat Halus (Pasir)

Material yang dipergunakan sebagai agregat halus dalam penelitian ini adalah pasir Nusa Dua. Pemeriksaan terhadap agregat halus dilakukan di Laboratorium Struktur dan Bahan Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.

43

Hasil pemeriksaan pasir diperoleh: berat jenis bulk, SSD, dan semu masingmasing sebesar 2,443 gr/cm3, 2,488 gr/cm3, dan 2,557 gr/cm3. Penyerapan air diperoleh sebesar 3,519%. Berat satuan didapat sebesar 1,353 kg/liter. Untuk pemeriksaan kadar lumpur diperoleh hasil 8,00%, hal ini menunjukan bahwa pasir yang digunakan tidak memenuhi syarat kandungan lumpur yang telah ditetapkan oleh SNI 03-6821-2002 yaitu di bawah 5%, sehingga perlu dilakukan pencucian terhadap pasir kira-kira 4 sampai 5 kali penggantian air. Kadar air yang diperoleh sebesar 1,833% dan modulus kehalusan pasir sebesar 2,912, dan memenuhi persyaratan ASTM C33 86 yaitu berkisar antara 2,3 3,1. Selanjutnya pada Gambar 4.1 ditampilkan grafik gradasi pasir yang mana dari 3 sampel ayakan yaitu ayakan I, II, dan III yang dicari gradasi pasir dan modulus kehalusannya, kemudian dibandingkan dengan syarat gradasi dan modulus kehalusan agregat halus.

Batas Atas Batas Bawah Ayakan I Ayakan II Ayakan III

Gambar 4.1 Hasil Pemeriksaan Gradasi Pasir Nusa Dua Dari Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa pasir yang digunakan untuk pembuatan campuran mortar dalam penelitian ini termasuk dalam Zone II. Hasil selengkapnya untuk untuk seluruh pemeriksaan agregat halus (pasir) dapat dilihat pada lampiran B.

44

4.1.3

Semen Portland Semen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah semen Portland tipe I

merk Gresik. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pada berat satuan semen dimana didapat sebesar 1,220 kg/liter. Detail perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran II.

4.2

Hasil Pengujian Bata Merah dan Mortar Bata Merah Dalam Penelitian ini, bata merah yang dipergunakan adalah bata merah dari

4.2.1

salah satu produsen bata merah Desa Kramas Gianyar. Dari hasil pengujian di laboratorium didapatkan data bagaimana tampak luar, ukuran, ukuran penyimpangan kebengkokan dan kesikuan, persentase penyerapan air, dan kuat tekan dari bata merah. Dari hasil pengujian tersebut diketahui rata-rata bata merah memiliki ukuran tebal, lebar, dan panjang masing-masing 55 mm, 110 mm, dan 230 mm. Pada pengukuran penyimpangan kesikuan terhadap lebar, kebengkokan terhadap panjang dan kebengkokan terhadap diagonal rata-rata diperoleh masingmasing 1,1 mm, 1,2 mm, dan 0,5 mm. Dari 50 buah sampel uji bata merah 82% memiliki warna kemerah-merahan, bidang-bidang datarnya rata, rusuk-rusuknya siku-siku dan tajam, dan tidak menunjukan retak-retak. Adapun hasil pengukuran selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C. Pengujian kuat tekan dalam penelitian ini menggunakan bata merah dengan keadaan utuh, dan bidang yang akan ditekan diterap dengan adukan seperti yang telah dijelaskan pada Bab III setebal 6 mm pada sisi atas dan bawah. Dari pengujian kuat tekan bata merah diperoleh nilai kuat tekan rata-rata sebesar 4,4 N/mm, dan nilai absorpsi bata merah sebesar 21,21%. Standar deviasi yang diperoleh dari hasil pengujian bata merah adalah 0,155 sehingga nilai kuat tekan karakteristik yang diperoleh adalah 4,2 N/mm. Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.

45

Tabel 4.1 Kuat Tekan Karakteristik Bata Merah


No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Kode Bata Bt1 Bt2 Bt3 Bt4 Bt5 Bt6 Bt7 Bt8 Bt9 Bt10 Bt11 Bt12 Bt13 Bt14 Bt15 Bt16 Bt17 Bt18 Bt19 Bt20 Bt21 Bt22 Bt23 Bt24 Bt25 Bt26 Bt27 Bt28 Bt29 Bt30 = fcr = s = f'c = P (kN) 111,0 126,3 115,4 111,3 115,1 110,5 107,5 117,7 116,4 111,5 106,5 111,8 110,1 114,6 114,6 109,5 107,3 109,5 111,0 113,3 113,6 110,1 111,0 111,8 110,0 109,0 112,6 110,6 116,1 116,4 4,4 0,155 4,2 A (mm) 25641 25410 25300 25300 25179 25410 25300 25641 25300 25179 25300 25641 25300 25410 25300 25641 25300 25300 25410 25300 25641 25300 25179 25300 25410 25300 25641 25300 25410 25300 N/mm N/mm N/mm Kuat Tekan (N/mm) 4,3 5,0 4,6 4,4 4,6 4,4 4,3 4,6 4,6 4,4 4,2 4,4 4,4 4,5 4,5 4,3 4,2 4,3 4,4 4,5 4,4 4,4 4,4 4,4 4,3 4,3 4,4 4,4 4,6 4,6 132,9 (fc-fcr) 0,005 0,325 0,026 0,000 0,029 0,003 0,023 0,036 0,040 0,001 0,036 0,002 0,003 0,012 0,017 0,017 0,026 0,005 0,001 0,006 0,001 0,003 0,000 0,000 0,005 0,008 0,000 0,001 0,029 0,040 0,697

46

4.2.2 Kuat Tekan Mortar

Mortar dibuat dengan kondisi pasir yang SSD dan ditimbang beratnya sesuai dengan perbandingan komposisi semen dan pasir yang telah ditentukan. Variasi perbandingan antara semen dan pasir pada campuran mortar yang digunakan adalah campuran 1 : 3 dan 1 : 5. Setiap variasi campuran mortar tersebut digunakan faktor air semen yang berbeda-beda untuk mendapatkan nilai slump yang hampir sama, sehingga didapatkan kekentalan dari adukan mortar yang sama yang menggambarkan kemudahan dalam pengerjaan dinding pasangan bata. Menurut Basoenondo (2008) pada campuran mortar 1 : 3 nilai FAS yang digunakan adalah 0,67 dan nilai slump yang dihasilkan adalah 2,17 cm, sedangkan pada campuran mortar 1 : 5 nilai FAS yang dipergunakan adalah 1,05 dan nilai slump yang diperoleh adalah 2,42 cm. Pengujian kuat tekan mortar dalam penelitian ini menggunakan benda uji berbentuk kubus berukuran 50 x 50 x 50 mm sebanyak 6 buah, yang bertujuan untuk mengetahui kuat tekan dan berat isi mortar. Dari pengujian tersebut didapat besarnya beban P (kN) yang dikerjakan sampai benda uji mengalami kehancuran. Pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 ditampilkan nilai kuat tekan mortar dari masing-masing kubus dan kuat tekan mortar rata-rata pada umur 28 hari. Nilai kuat tekan rata-rata yang diperoleh mortar dengan perbandingan campuran 1 : 3 adalah 21,03 N/mm, sedangkan mortar dengan perbandingan campuran 1 : 5 adalah 9,20 N/mm. Tabel 4.2 Kuat tekan mortar 1 : 3
Kode Benda Uji Sp1 Sp2 Sp3 Sp4 Sp5 Sp6 Rata-rata Berat (gram) 272,50 273,30 272,10 273,30 272,80 273,10 272,85 Berat Isi (gram/cm) 2,18 2,19 2,18 2,19 2,18 2,18 2,18 Umur (hari) 28 28 28 28 28 28 Beban (N) 45.000 60.000 51.000 45.500 52.500 61.500 Kuat Tekan mortar (N/mm) 18,00 24,00 20,40 18,20 21,00 24,60 21,03

47

Tabel 4.3 Kuat tekan mortar 1 : 5


Kode Benda Uji Mt1 Mt2 Mt3 Mt4 Mt5 Mt6 Rata-rata 4.3 Berat (gram) 264,00 26600 259,00 262,00 260,00 264,00 262,50 Berat Isi (gram/cm) 2,11 2,13 2,07 2,10 2,08 2,11 2,10 Umur (hari) 28 28 28 28 28 28 Beban (N) 23.000 24.000 22.500 21.000 22.000 25.500 Kuat Tekan mortar (N/mm) 9,20 9,60 9,00 8,40 8,80 10,20 9,20

Hasil Pengujian Dinding Pasangan Bata Merah Pengujian dinding pasangan bata merah dalam penelitian ini mengacu pada

standar yang ditetapkan dalam SNI 0341641996. Pengujian kuat tekan dinding pasangan bata merah menggunakan benda uji berbentuk pesegi tanpa plesteran dengan ukuran ( B = 8b, L = b dan H = 5b ) dimana b adalah lebar bata merah. Dari hasil pengukuran bata merah diketahui bata merah memiliki lebar rata-rata 110 mm sehingga diperoleh benda uji berbentuk pesegi dengan ukuran panjang 880 mm, lebar 110 mm, dan tinggi 550 mm. Pengujian dilakukan dengan memberikan beban merata sepanjang B = 880 mm dengan kecepatan pembebanan konstan dan dapat diatur, sehingga gerakan pembebanannya 150 N/mm/menit sampai dengan 210 N/mm/menit sampai kapasitas maksimum benda uji. Adapun data-data yang di ukur pada penelitian ini adalah nilai beban retak pertama, kuat tekan, pola retak, dan modulus elastisitas. 4.3.1 Beban Retak Pertama Beban yang menyebabkan retak pertama kali teramati disebut dengan beban retak pertama. Pada Tabel 4.4 ditampilkan nilai beban retak pertama berdasarkan pengamatan pada masing-masing benda uji dinding pasangan untuk setiap komposisi campuran mortar. Pada Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dinding pasangan bata dari campuran mortar yang dibuat, sebagian besar retak awal terjadi pada bata merah, dari 6 buah benda uji 4 benda uji mengalami retak pertama pada bata dan 2 benda uji
48

mengalami retak pertama pada bata dan mortar. Beban retak pertama rata-rata dinding pasangan bata merah dengan perbandingan campuran mortar 1 : 3 diperoleh sebesar 91,667 kN, sedangkan pada dinding pasangan bata merah dengan perbandingan campuran mortar 1 : 5 diperoleh 63,333 kN. Tabel 4.4 Beban Retak Pertama
No 1 2 3 4 5 6 Kode Benda Uji DP31 DP32 DP33 DP51 DP52 DP53 Umur Benda Uji (hari) 28 28 28 28 28 28 P (KN) 120 80 75 60 55 75 P (kN) Rata -Rata 91,667 Retak Pertama Terjadi Pada Bata dan Spesi Bata Bata Bata Bata Bata dan Spesi Variasi Campuran mortar 1:3

63,333

1:5

4.3.2 Kuat Tekan Dinding Pasangan Bata

Kuat tekan dinding pasangan bata adalah gaya tekan per satuan luas bidang tekan. Berdasarkan nilai pembebanan yang dilakukan pada benda uji sampai mengalami kehancuran dapat ditentukan nilai kuat tekan dinding pasangan bata merah dengan mempergunakan persamaan yang tercantum dalam SNI 034164 1996. Pada dinding pasangan bata dengan perbandingan mortar 1 : 5, dinding pasangan bata mengalami beban hancur rata-rata pada nilai pembebanan 132,981 kN sehingga diperoleh nilai kuat tekan rata-rata dinding pasangan bata sebesar 1,4 N/mm. Pada Tabel 4.6 dapat dilihat nilai kuat tekan dinding pasangan bata dengan perbandingan mortar 1 : 5 selengkapnya. Nilai beban hancur masing-masing benda uji dinding pasangan bata yang diperoleh ditampilkan pada Tabel 4.5. Pada dinding pasangan dengan kode benda uji DP31, DP32, dan DP33 pembebanan dihentikan pada nilai pembebanan 145,314 kN karena kapasitas mesin uji terlampaui. Pada dinding pasangan bata dengan perbandingan mortar 1 : 3 tidak dapat dicatat nilai beban hancurnya karena besar beban hancur dinding pasangan bata lebih besar dari kapasitas mesin uji, oleh karena itu nilai kuat tekan maksimumnya tidak dapat diketahui secara pasti. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada pengujian beban retak pertama dinding pasangan bata dapat diprediksi kuat tekan dinding
49

pasangan bata dengan perbandingan campuran mortar 1 : 3 lebih besar 30% dari campuran mortar 1 : 5. Dari asumsi tersebut diprediksi dinding pasangan bata dengan campuran mortar 1 : 3 mengalami kehancuran pada nilai pembebanan ratarata 185,208 kN, sehingga diperoleh nilai kuat tekan sebesar 1,913 N/mm. Tabel 4.5 Pembebanan Pada Dinding Pasangan Bata
No 1 2 3 4 5 6 Kode Benda Uji DP31 DP32 DP33 DP51 DP52 DP53 Beban Yang Dikerjakan (kN) 145,314 145,314 145,314 140,314 123,314 135,314 Beban Rata - rata (kN) 145,314 Variasi Campuran mortar 1:3

132,981

1:5

Tabel 4.6 Kuat Tekan Dinding pasangan bata 1 : 5


N o 1 2 3 Kode Benda Uji DP51 DP52 DP53 Tinggi H(mm) 550 550 551 Panjang B(mm) 880 881 881 Lebar b(mm) 110 110 110 A=Bxb Ptot=Pu+W (mm) (N) 96800 140313,9 96910 123313,9 96910 135313,9 f'c (MPa) 1,4 1,3 1,4 f'c (N/mm) Rata 1,4

4.3.3

Pola Retak Dinding Pasangan Bata Merah Pola retak yang terjadi pada masing-masing benda uji dapat dilihat pada

Gambar 4.2 sampai Gambar 4.7. Angka-angka yang tertera pada gambar dinding pasangan bata menunjukkan besarnya beban P (kN) yang terjadi pada saat retak terjadi. Pada Gambar 4.2, dapat dilihat bahwa dinding pasangan bata DP31 dengan campuran spesi 1 : 3, retak awal terjadi pada bata merah dan mortar pada pembebanan 120 kN. Retak awal yang terjadi berupa retak-retak rambut dan arahnya vertikal pada kedua sisi dinding. Mendekati beban 140 kN, mulai terlihat retak horizontal pada bata dan sebagian mortar mulai hancur pada sisi pinggir dinding pasangan bata, tetapi tidak sampai menyebabkan keruntuhan pada dinding pasangan bata.

50

q
127 kN

130 kN 125 kN 120 kN 125 kN 135 kN

120 kN

132 kN 125 kN

140 kN

125 kN

(a)

(b)

Gambar 4.2 Pola retak dinding pasangan bata DP31 campuran mortar 1 : 3 pada beban maksimum sisi depan (a) dan sisi belakang (b) Perilaku pada dinding pasangan bata DP31 juga dapat dilihat pada dinding pasangan bata DP32 (Gambar 4.3), beban retak pertama terjadi pada pembebanan 80 kN tetapi retak awalnya terjadi pada bata merah. Retak awal yang terjadi berupa retak-retak rambut dan arahnya vertikal pada kedua sisi dinding. Mendekati beban 135 kN retak rambut yang arahnya vertikal mulai membesar, dan mulai terlihat retak horizontal pada bata. Pada dinding pasangan bata DP33 campuran mortar 1 : 3 (Gambar 4.4) dapat dilihat bahwa retak awal terjadi pada bata merah pada pembebanan 75 kN. Retak yang terlihat berupa retak-retak rambut yang arahnya vertikal. Mendekati pembebanan 130 kN terjadi retak vertikal pada bata merah. Pada ketiga dinding pasangan dengan campuran mortar 1 : 3, retak pertama terjadi pada pembebanan rata-rata 91,667 kN, yang berupa retak-retak rambut yang arahnya vertikal yang terus bertambah panjang seiring pertambahan beban, kemudian pada pembebanan rata-rata 135 kN terjadi retak horizontal pada bata.

51

q
135 kN

80 kN

127 kN 82 kN 82 kN 131 kN 80 kN 125 kN 83 kN

82 kN

105 kN

125 kN 132 kN 115 kN

(a)

(b)

Gambar 4.3 Pola retak dinding pasangan bata DP32 campuran mortar 1 : 3 pada beban maksimum sisi depan (a) dan sisi belakang (b)

q
102 kN

82 kN

75 kN

127 kN 75 kN

132 kN

80 kN 88 kN 85 kN 130 kN 127 kN 80 kN

88 kN

(a)

(b)

Gambar 4.4 Pola retak dinding pasangan bata DP33 campuran mortar 1 : 3 pada beban maksimum sisi depan (a) dan sisi belakang (b) Pada dinding pasangan bata DP51 campuran mortar 1 : 5 (Gambar 4.5), terjadi retak pertama pada pembebanan 60 kN yang terjadi pada bata merah, berupa retak-retak rambut yang arahnya vertikal. Dengan bertambahnya pembebanan retak rambut yang terjadi juga bertambah. Mendekati pembebanan 105 kN terjadi retak

52

Horizontal pada bata merah yang kemudian menjalar kearah horizontal seiring pertambahan beban sampai mencapai keruntuhan pada pembebanan 140 kN.

q
9 6 kN

60 kN 72 kN

10 2 k N 10 7 kN 72 kN 8 6 kN 1 15 kN 7 1 kN 84 kN 107 kN

10 2 kN 62 kN 1 25 k N 6 0 kN 75 kN 72 k N

97 kN

(a)

(b)

Gambar 4.5 Pola retak dinding pasangan bata DP51 campuran mortar 1 : 5 pada beban maksimum sisi depan (a) dan sisi belakang (b) Keterangan : = Lokasi keruntuhan pada dinding pasangan bata merah Pada dinding pasangan bata DP52 campuran mortar 1 : 5 (Gambar 4.6), terjadi retak pertama pada pembebanan 55 kN yang terjadi pada bata merah, yang berupa retak-retak rambut yang arahnya vertikal. Dengan bertambahnya pembebanan retak rambut yang terjadi bertambah. Mendekati pembebanan 100 kN terjadi retak Horizontal pada bata merah yang kemudian menjalar kearah horizontal seiring pertambahan beban sampai mencapai keruntuhan pada pembebanan 123 kN. Pada dinding pasangan bata DP53 campuran mortar 1 : 5 (Gambar 4.7), terjadi retak pertama pada pembebanan 75 kN yang terjadi pada bata merah, berupa retak-retak rambut yang arahnya vertikal. Dengan bertambahnya pembebanan, retak rambut yang terjadi juga bertambah. Mendekati pembebanan 105 kN terjadi retak Horizontal pada bata merah yang kemudian menjalar kearah horizontal seiring pertambahan beban sampai mencapai keruntuhan pada pembebanan 135 kN.

53

102 kN 60 kN

105 kN 60 kN 75 kN 102 kN 75 kN 82 kN 65 kN 82 kN 105 kN 55 kN 65 kN

102 kN 55 kN

71 kN

71 kN

(a)

(b)

Gambar 4.6 Pola retak dinding pasangan bata DP52 campuran mortar 1 : 5 pada beban maksimum sisi depan (a) dan sisi belakang (b)

111 kN 107 kN 75 kN 115 kN 80 kN 80 kN 82 kN 80 kN 82 kN 82 kN 80 kN 82 kN 105 kN 105 kN 110 kN 107 kN 75 kN

(a)

(b)

Gambar 4.7 Pola retak dinding pasangan bata DP53 campuran mortar 1 : 5 pada beban maksimum sisi depan (a) dan sisi belakang (b) Keterangan : = Lokasi keruntuhan pada dinding pasangan bata merah Dari ketiga dinding pasangan bata dengan campuran 1 : 5 dapat kita lihat retak pertama terjadi pada pembebanan rata-rata 63,333 kN yang kemudian tarus betambah panjang. Pada ketiga dinding pasangan juga terjadi retak horizontal pada
54

pembebanan rata-rata 103,333 kN yang kemudian memanjang kearah horizontal sampai mencapai keruntuhan. 4.3.4 Modulus Elastisitas Untuk menentukan modulus elastisitas pada dinding pasangan bata perlu diketahui nilai tegangan dan regangan yang terjadi. Tegangan dan Regangan dapat diketahui apabila deformasi aksial yang terjadi pada dinding pasangan diketahui. Deformasi aksial pada dinding pasangan bata diukur dengan menggunakan dial gauge yang diletakan pada setengah dan seperempat bentang dinding pasangan bata yang kemudian dicari rata-ratanya pada setiap dinding pasangan. Nilai deformasi aksial kemudian dicatat untuk setiap peningkatan beban 5 kN sampai dinding pasangan bata mengalami keruntuhan. Pada Gambar 4.8 dan 4.9 ditampilkan grafik hubungan beban dan deformasi aksial rata-rata yang terjadi pada setiap dinding pasangan bata merah. Dari hasil pengujian tersebut kemudian dicari nilai tegangan dan regangan yang terjadi pada dinding pasangan bata seperti yang sudah dijelaskan pada Bab II, yang dapat dilihat pada Gambar 4.10 dan 4.11.

Gambar 4.8 Grafik hubungan beban dan deformasi aksial pada dinding Pasangan bata campuran mortar 1 : 3.

55

Gambar 4.9 Grafik hubungan beban dan deformasi aksial pada dinding Pasangan bata campuran mortar 1 : 5

Gambar 4.10 Grafik hubungan tegangan dan regangan pada dinding Pasangan bata campuran mortar 1 : 3

Gambar 4.11 Grafik hubungan tegangan dan regangan pada dinding Pasangan bata campuran mortar 1 : 5

56

Menurut Basoenondo (2008) pada pengujian dinding pasangan bata merah tanpa pleteran dimana spesimen yang dipergunakan adalah dinding pasangan bata merah dengan perbandingan semen dan pasir 1 : 4 dengan ukuran benda uji 600 mm x 600 mm x 90 mm sesui dengan ASTM C 3996 yang mana ditandai dengan kode benda uji BW11, BW12, dan BW13, diperoleh grafik tegangan dan regangan seperti gambar 2.4 pada Bab II. Dari grafik tersebut terlihat bahwa dari ketiga spesimen, pada awal pembebanan, hubungan tegangan dan regangan masih berupa garis lurus sampai pada tegangan tertentu yang kemudian berubah semakin landai seiring dengan bertambahnya tegangan. Dari grafik hubungan tegangan dan regangan pada Gambar 4.10 dan 4.11, dapat ditentukan nilai modulus elastisitas dinding pasangan bata merah sesuai dengan persamaan yang tercantum dalam BSEN 105211999 dan BS 56281 1992 seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.7 dan 4.8. Tabel 4.7 Tabel modulus elastisitas dinding pasangan bata merah campuran mortar 1 : 5 menurut persamaan dalam BSEN 105211999
No 1 2 3 Kode Benda Uji DP51 DP52 DP53 Modulus Elastisitas (N/mm) 180 80 120 Modulus Elastisitas Rata rata (N/mm) 130

Tabel 4.8 Tabel modulus elastisitas dinding pasangan bata merah campuran mortar 1 : 5 menurut persamaan dalam BS 562811992
No 1 2 3 Kode Benda Uji DP51 DP52 DP53 Modulus Elastisitas (N/mm) 1.087,142 954,343 1.047,213 Modulus Elastisitas Rata-rata (N/mm) 1.029,566

Tabel 4.9 Tabel modulus elastisitas dinding pasangan bata merah campuran mortar 1 : 5 menurut persamaan dalam Eurocode 6
No 1 2 3 Kode Benda Uji DP51 DP52 DP53 Modulus Elastisitas (N/mm) 1.207,936 1.060,381 1.163,571 Modulus Elastisitas Rata rata (N/mm) 1.143,963

Pada Tabel 4.7, 4.8, dan 4.9 dapat dilihat modulus elastisitas rata-rata yang dihasilkan berbeda-beda. Modulus elastisitas rata-rata dinding pasangan yang
57

diperoleh dengan menggunakan peraturan BS 562811992 dan Eurocode 6, nilai modulus elastisitasnya 88 sampai 90% lebih besar dibandingkan dengan modulus elastisitas dinding pasangan yang diperoleh dengan menggunakan peraturan BSEN 105211999. Pada Tabel 4.7 modulus elastisitas rata-rata dinding pasangan dengan campuran mortar 1 : 5 diperoleh 130 N/mm. Pada Tabel 4.8 dan 4.9 modulus elastisitas rata-rata dinding pasangan dengan campuran mortar 1 : 5 diperoleh masing-masing 1.029,566 N/mm dan 1.143,963 N/mm. Pada pengujian beban retak pertama dinding pasangan bata diprediksi kuat tekan dinding pasangan bata dengan perbandingan campuran mortar 1 : 3 lebih besar 30% dari campuran mortar 1 : 5, sehingga diasumsikan pada pengujian modulus elastisitas nilai hubungan tegangan dan regangan pada dinding pasangan dengan campuran mortar 1 : 3 lebih besar 30% dari campuran mortar 1 : 5. Berdasarkan asumsi tersebut, diperoleh nilai modulus elastisitas dinding pasangan campuran mortar 1 : 3 sesuai dengan Tabel 4.10, Tabel 4.11, dan Tabel 4.12. Pada Tabel 4.10, Tabel 4.11 dan Tabel 4.12 dapat dilihat nilai modulus elastisitas rata-rata dinding pasangan dengan campuran mortar 1 : 3. Modulus elastisitas rata-rata dinding pasangan yang diperoleh dengan menggunakan peraturan BS 562811992 dan Eurocode 6 lebih besar 88 sampai 90% dari modulus elastisitas dinding pasangan yang diperoleh dengan menggunakan peraturan BSEN 105211999. Menurut persamaan dalam BS 562811992 modulus elastisitas rata-ratanya adalah 160 N/mm dan menurut persamaan dalam BS 562811992 dan Eurocode 6 modulus elasisitas rata-ratanya masing-masing 1.434,436 N/mm dan 1.593,818 N/mm. Tabel 4.10 Tabel modulus elastisitas dinding pasangan bata merah campuran mortar 1 : 3 menurut persamaan dalam BSEN 105211999.
No 1 2 3 Kode Benda Uji DP31 DP32 DP33 Modulus Elastisitas (N/mm) 160 180 130 Modulus Elastisitas Rata rata (N/mm) 160

Tabel 4.11 Tabel modulus elastisitas dinding pasangan bata merah campuran mortar 1 : 3 menurut persamaan dalam BS 562811992.
58

No 1 2 3

Kode Benda Uji DP51 DP52 DP53

Modulus Elastisitas (N/mm) 1.433,351 1.434,979 1.434,979

Modulus Elastisitas Rata-rata (N/mm) 1.434,436

Tabel 4.12 Tabel modulus elastisitas dinding pasangan bata merah campuran mortar 1 : 3 menurut persamaan dalam Eurocode 6.
No 1 2 3 4.4 Kode Benda Uji DP31 DP32 DP33 Modulus Elastisitas (N/mm) 1.207,611 1.594,421 1.594,421 Modulus Elastisitas Rata rata (N/mm) 1.593,818

Pembahasan Dari hasil penelitian yang diperoleh, dilanjutkan dengan pembahasan dari

masing-masing pengujian yang dilakukan. 4.4.1 Bata Merah Karakteristik Bata Merah Bata merah hasil produksi produsen bata lokal Desa Keramas Gianyar memiliki ukuran tebal, lebar, dan panjang masing-masing 55 mm, 110 mm, dan 230 mm, yang dalam SNI 1506861989 digolongkan dalam ukuran tebal, panjang, dan lebar masing-masing 52 3, 115 5, dan 240 10 mm. Pada pengukuran penyimpangan kesikuan terhadap lebar, kebengkokan terhadap panjang dan kebengkokan terhadap diagonal rata-rata diperoleh masing-masing 1,1 mm, 1,2 mm, dan 0,5 mm yang mana menurut SNI 15 06861989 memenuhi standar yaitu tidak boleh lebih dari 4 mm. Dari 50 buah bata merah 82% nya memiliki warna kemerah-merahan, bidang-bidang datarnya rata, rusuk-rusuknya siku-siku dan tajam, dan tidak menunjukan retak-retak. Pada pengujian penyerapan air diperoleh nilai penyerapan air sebesar 21,21% yang menurut SNI 1506861989 berada dibawah standar persyaratan penyerapan air maksimum untuk bata, yang mana standar terendah adalah kelas 50 sebesar 22%.

59

Kuat Tekan Karakteristik Bata Merah Kuat tekan karakteristik bata merah yang diperoleh adalah 4,2 N/mm yang menurut SNI 1506861989 berada dibawah nilai rata-rata kuat tekan bruto terendah yaitu 5 N/mm, akan tetapi menurut Eurocode 6 memenuhi standar minimum kuat tekan rata-rata bata yang digunakan sebagai dinding struktural yaitu sebesar 2,5 N/mm. Nilai kuat tekan karakteristik pada penelitian ini hampir sama dengan hasil pengujian yang dilakukan oleh Aryanto (2008). Bata merah yang diuji adalah bata merah dengan ukuran rata-rata panjang, lebar, dan tebal berturut-turut diperoleh sebesar 207,23 mm, 99,47 mm, dan 52,28 mm. Pengujian kuat tekan tersebut mengacu pada persyaratan pengujian ASTM C 140-96 dan ASTM 69-94. Kuat tekan ratarata yang diperoleh adalah 4,57 N/mm dan berdasarkan SII.0021-78 termasuk kelas 25 karena nilai kuat tekannya masih dibawah 5 N/mm walaupun sangat dekat nilainya.

4.4.2

Mortar Kuat Tekan Mortar Menurut Tjokrodimulyo (1996) berdasarkan jenis bahan ikatnya mortar ini diklasifikasikan menjadi Mortar semen yang dibuat dari campuran pasir, semen portland dan air dalam perbandingan campuran yang tepat. Perbandingan antara volume semen dan volume pasir berkisar antara 1 : 2 sampai 1 : 6 atau lebih besar. Mortar dengan perbandingan campuran 1 : 3 dan 1 : 5 memberikan hasil kuat tekan rata-rata masing-masing sebesar 21,03 N/mm dan 9,20 N/mm yang menurut BS 562811992 diklasifikasikan sebagai mortar kelas (i) untuk mortar 1 : 3 yang memiliki kuat tekan minimum sebesar 16 N/mm dan kelas (ii) untuk mortar 1 : 5 yang memiliki kuat tekan minimum sebesar 6,5 N/mm, sedangkan menurut ASTM C 270 diklasifikasikan sebagai mortar tipe M untuk mortar 1 : 3 yang kuat tekan minimumnya adalah 17,25 N/mm dan mortar tipe N untuk mortar 1 : 5 yang kuat tekan minimumnya adalah 5,17 N/mm sampai 12,4 N/mm. Menurut Aryanto (2008) pada pengujian mortar dengan
60

menggunakan mortar berbentuk kubus dengan ukuran benda uji sebesar (50 x 50 x 50) mm dengan perbandingan campuran semen dan pasir 1 : 5 yang mana standar pengujiannya mengacu pada ASTM C 109-88. Hasil pengujian kuat tekan mortar yang diperoleh setelah berumur 28 hari sebesar 10,45 N/mm. Dalam penggunaannya untuk unreinforced dan confined masonry, Mortar 1 : 3 dan 1 : 5 dinyatakan memenuhi persyaratan menurut Eurocode 8 yang mensyaratkan minimum kuat tekan mortar sebesar 5 N/mm, sedangkan untuk reinforced masonry mortar 1 : 5 tidak dapat digunakan karena standar minimum mortar harus memiliki kuat tekan minimum sebesar 10 N/mm.

4.4.3

Dinding Pasangan Bata Merah Beban Retak Pertama Pada pengujian kuat tekan dinding pasangan bata, sebagian retak awal terjadi pada bata merah dan bisa juga terjadi pada bata merah dan mortar, dari 6 buah benda uji 4 benda uji mengalami retak pertama pada bata dan 2 benda uji mengalami retak pertama pada bata dan mortar. Retak awal cenderung terjadi pada bata merah disebabkan karena kuat tekan bata merah lebih kecil dari pada kuat tekan mortar. Beban retak pertama rata-rata yang terjadi pada dinding pasangan bata campuran mortar 1 : 3 lebih besar dari dinding pasangan bata campuran mortar 1 : 5 yaitu 91,667 kN dan 63,333 kN. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat beban retak pertama dan pola retak yang terjadi pada dinding pasangan bata dipengaruhi oleh proporsi campuran mortar. Dengan meningkatnya jumlah pasir yang digunakan (campuran mortar 1 : 3 dan 1 : 5) beban retak pertama yang dihasilkan akan semakin menurun, selain itu retak yang terjadi lebih menyebar pada seluruh dinding pasangan baik berupa retak vertikal maupun horizontal.

Beban Hancur Dinding Pasangan

61

Pada dinding pasangan bata dengan perbandingan mortar 1 : 5, dinding pasangan bata mengalami beban beban maksimum rata-rata pada pembebanan 132,981 kN. Pada dinding pasangan bata dengan perbandingan mortar 1 : 3 tidak dapat dicatat nilai beban hancurnya karena besar beban hancur dinding pasangan bata melampaui kapasitas mesin uji, oleh karena itu nilai kuat tekan maksimumnya tidak dapat diketahui secara pasti. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada pengujian beban retak pertama dinding pasangan bata diprediksi kuat tekan dinding pasangan bata dengan perbandingan campuran mortar 1 : 3 lebih besar 30% dari campuran mortar 1 : 5. Dari asumsi tersebut diprediksi dinding pasangan bata dengan campuran mortar 1 : 3 mengalami kehancuran pada nilai pembebanan ratarata 185,208 kN. Kuat Tekan Dinding Pasangan Dari hasil beban hancur yang diperoleh dan menurut persamaan 2.7 pada Bab II yang mengacu pada BS EN 1052 1 1992 diperoleh nilai kuat tekan rata-rata dinding pasangan bata dengan perbandingan mortar 1 : 5 adalah 1,4 N/mm dan nilai kuat tekan karakteristiknya adalah 1,14 N/mm. Menurut BS 562811992 nilai kuat tekan karakteristik yang dapat dihasilkan oleh dinding pasangan bata dapat diperoleh dari dari beberapa jenis mortar dan bata merah dengan nilai kuat tekan berbeda yang dipergunakan sebagai komponen struktur, dapat dicari dengan menggunakan grafik dan tabel seperti yang terlihat pada Tabel 2.4 dan Gambar 2.3 pada Bab II. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada pengujian dinding pasangan bata dengan campuran mortar 1 : 5, dengan bata merah yang memiliki nilai kuat tekan karakteristik 4,2 N/mm dan mortar dengan nilai kuat tekan rata-rata 9,20 N/mm yang diklasifikasikan sebagai mortar kelas (ii) diperoleh kuat tekan karakteristik dinding pasangan sebesar 1,14 N/mm. Menurut standar BS 562811992 nilai kuat tekan krakteristik yang diperoleh berada dibawah nilai grafik kuat tekan karakteristik, yang mana pada Tabel 2.4 dan Gambar 2.3 pada Bab II dapat dilihat dari bata dengan

62

kuat tekan 5 N/mm dan mortar kelas (ii) kuat tekan karakteristik yang dapat dihasilkan dinding pasangan bata adalah 2,5 N/mm. Modulus Elastisitas Modulus elastisitas rata-rata dinding pasangan dengan campuran mortar 1 : 5 menurut persamaan dalam BSEN 105211999, BS 562811992 dan Eurocode 6 diperoleh masing-masing 130 N/mm, 1029,566 N/mm dan 1.143,963 N/mm, sedangkan modulus elastisitas rata-rata dinding pasangan dengan campuran mortar 1 : 3 menurut persamaan dalam BSEN 10521 1999 dan BS 562811992 diperoleh masing-masing 160 N/mm, 1.434,436 N/mm, dan 1.593,818 N/mm. Dapat dilihat Modulus elastisitas rata-rata dinding pasangan yang diperoleh dengan menggunakan peraturan BS 562811992 lebih besar 88 sampai 90% dari pada modulus elastisitas dinding pasangan yang diperoleh dengan menggunakan peraturan BSEN 105211999. Modulus elastisitas yang dihasilkan dinding pasangan bata juga dipengaruhi oleh campuran mortar. Dengan meningkatnya jumlah pasir yang digunakan (campuran mortar 1 : 3 dan 1 : 5), modulus elastisitas yang dihasilkan akan semakin menurun sebesar 25 sampai 30%.

63

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1

Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat

diambil simpulan sebagai berikut:


1. Pada pengujian dinding pasangan bata, dari bata dengan kuat tekan

karakteristik 4,2 N/mm dan mortar kelas (ii) dengan kuat tekan rata-rata 9,20 N/mm diperoleh kuat tekan karakteristik dinding pasangan sebesar 1,14 N/mm, namun menurut BS 562811992 nilai kuat tekan karakteristik yang diperoleh adalah 2,5 N/mm yaitu berada dibawah nilai grafik kuat tekan karakteristik minimum yang disyaratkan berdasarkan hasil prediksi nilai kuat tekan pasangan bata merah dengan menggunakan bata merah dengan kuat tekan 5 N/mm dan mortar kelas (ii).
2. Nilai modulus elastisitas rata-rata dinding pasangan yang diperoleh dengan

menggunakan peraturan BS 562811992 lebih besar 88-90% dari pada modulus elastisitas dinding pasangan yang diperoleh dengan menggunakan peraturan BSEN 105211999. Modulus elastisitas rata-rata dinding pasangan dengan campuran mortar 1 : 5 menurut persamaan dalam BSEN 105211999, BS 562811992 dan Eurocode 6 diperoleh masing-masing
64

114,388 N/mm, 1029,566 N/mm dan 1.143,963 N/mm, sedangkan modulus elastisitas rata-rata dinding pasangan dengan campuran mortar 1 : 3 menurut persamaan dalam BSEN 105211999 dan BS 562811992 diperoleh masing-masing 155,985 N/mm, 1.434,436 N/mm, dan 1.593,818 N/mm.
3. Dengan meningkatnya jumlah pasir yang digunakan pada campuran mortar

1 : 3 dan 1 : 5, modulus elastisitas yang dihasilkan akan semakin menurun sebesar 25 sampai 30%.
4. Pola retak yang terjadi pada dinding pasangan bata dipengaruhi oleh

proporsi campuran mortar. Dengan meningkatnya jumlah pasir yang digunakan pada campuran mortar 1 : 3 dan 1 : 5, retak terjadi lebih menyebar pada seluruh dinding pasangan baik berupa retak vertikal maupun horizontal.
5. Nilai rata-rata beban retak pertama yang dihasilkan dinding pasangan bata

dipengaruhi oleh proporsi campuran mortar. Dengan meningkatnya jumlah pasir yang digunakan pada campuran mortar 1 : 3 dan 1 : 5, kuat tekan yang dihasilkan akan semakin menurun. Campuran mortar 1 : 3 memiliki nilai rata-rata beban retak pertama yang lebih besar 30,11% dari campuran mortar 1 : 5.
6. Bata merah hasil produksi produsen bata lokal desa Keramas Gianyar rata-

rata memiliki ukuran tebal, lebar, dan panjang masing-masing 55 mm, 110 mm, dan 230 mm, dengan penyimpangan kesikuan terhadap lebar, kebengkokan terhadap panjang dan kebengkokan terhadap diagonal rata-rata diperoleh masing-masing 1,1 mm, 1,2 mm, dan 0,5 mm yang mana menurut SNI 1506861989 memenuhi standar yaitu tidak boleh lebih dari 4 mm.
7. Bata merah hasil produksi produsen bata lokal Desa Keramas Gianyar

memiliki kuat tekan karakteristik 4,2 N/mm yang menurut SNI 150686 1989 berada dibawah standar berdasarkan nilai rata-rata kuat tekan bruto terendah yaitu 5 N/mm, akan tetapi menurut Eurocode 6 memenuhi standar minimum kuat tekan rata-rata bata yang digunakan sebagai dinding
65

struktural adalah 2,5 N/mm dan berdasarkan SII.0021-78 termasuk kelas 25 karena nilai kuat tekannya masih dibawah 5 N/mm walaupun cukup dekat nilainya.
8. Mortar dengan perbandingan campuran 1 : 3 dan 1 : 5 memiliki kuat tekan

rata-rata masing-masing 21,03 N/mm dan 9,20 N/mm yang menurut BS 562811992 diklasifikasikan sebagai mortar kelas (i) untuk mortar 1 : 3 dan (ii) untuk mortar 1 : 5, sedangkan menurut ASTM C 270 diklasifikasikan sebagai mortar tipe M untuk mortar 1 : 3 yang kuat tekan minimumnya adalah 17,25 N/mm dan mortar tipe N untuk mortar 1 : 5 yang kuat tekan minimumnya adalah 5,17 N/mm sampai 12,4 N/mm.

5.2

Saran Dari hasil penelitan yang telah dilakukan, dapat dberikan saran-saran

sebagai berikut : 1. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, sebaiknya alat-alat yang di pergunakan harus lebih sesuai dengan standar yang ditetapkan. 2. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan variasi yang berbeda, misalnya proporsi campuran dan kelas bata merah yang dipergunakan.

66

You might also like