You are on page 1of 28

MAKALAH

2012

EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DAN PERANANNYA SABAGAI HABITAT BERBAGAI FLORA DAN FAUNA

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ANINDYAJATI MARDIKA APSARI NIM. 0910810010 7/27/2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Alloh SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Ekosistem Hutan Mangrove Dan Peranannya Sebagai Habitat Berbagai Flora dan Fauna. Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata pelajaran Ekologi Perairan di Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Universitas Brawijaya Malang. Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangankekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal Alamiin.

Malang, 26 Juli 2012

Pemakalah,

2|Page

DAFTAR ISI

COVER KATA PENGANTAR DAFTAR ISI 1. PENDADULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. Latar Belakang Maksud Tujuan Rumusan Masalah

1 2 3 4 4 5 5 5 6 6 8 9 10 13 14 16 17 19 24 24 25 26

2. ISI MATERI 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9. Pengertian Mangrove Jenis-Jenis Tumbuhan pada Hutan Mangrove Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove Ekosistem Mangrove Adaptasi Mangrove Peranan Mangrove Zonasi Hutan Mangrove Manfaat Ekosistem Hutan Mangrove Fauna Di Habitat Mangrove

3. PENUTUP 3.1. 3.2. Kesimpulan Saran

DAFTAR PUSTAKA

3|Page

1. PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar, baik hayati maupun nonhayati. Pesisir merupakan wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini dipengaruhi oleh proses-proses yang ada di darat maupun yang ada di laut. Wilayah demikian disebut sebagai ekoton, yaitu daerah transisi yang sangat tajam antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1983 dalam Kaswadji, 2001). Sebagai daerah transisi, ekoton dihuni oleh organisme yang berasal dari kedua komunitas tersebut, yang secara berangsur-angsur menghilang dan diganti oleh spesies lain yang merupakan ciri ekoton, dimana seringkali kelimpahannya lebih besar dari dari komunitas yang mengapitnya. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain : penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit. Kawasan hutan mangrove merupakan komponen potensial dari wilayah pesisir Indonesia terutama di bidang perikanan yang bila dikelola secara baik dapat menghasilkan komoditas ekspor yang tidak sedikit nilainya. Salah satu komoditas ekspor yang bernilai ekonomis tinggi dan mendiami ekosistem hutan mangrove adalah kepiting bakau (Scylla spp.) yang dikenal juga dengan nama kepiting lumpur (mud crab). Hewan ini merupakan penghuni tetap kawasan hutan mangrove sehingga dalam menjalani hidupnya sangat bergantung pada kondisi hutan mangrove tersebut. Sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnyadengan

mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi

4|Page

lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya.

1.2.

Maksud

Tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan semua ekosistem mangrove kaitannya dengan strategi dan pengelolaan mangrove, hubungan antar ekosistem pesisir tehadap ekosistem mangrove, serta untuk mengetahui Ekosistem Hutan Mangrove Dan Peranannya Sebagai Habitat Berbagai Fauna Aquatik.

1.3.

Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui dan memaparkan bagaimana ekologi mangrove dan perannya terhadap ekosistem di lingkungan serta mengetahui mengetahu aspek biotic dan abiotik yang ada di dalamnya.

1.4. -

Rumusan Masalah

Apa itu hutan mangrove ? Jenis-jenis apa saja yang tumbuh pada hutan mangrove ? Faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove ? Ekosistem mangrove, peranan dan fungsinya? Bagaimana adaptasi mangrove? Apa saja zonasi hutan mangrove ? Fauna apa saja yang terdapata di habitat mangrove? Apa manfaat ekosistem hutan mangrove ?

5|Page

2. ISI MATERI

2.1.

Pengertian Mangrove

Istilah mangrove tidak diketahui secara pasti asal usulnya. Ada yang mengatakan bahwa istilah tersebut kemungkinan merupakan kombinasi dari bahasa Portugis dan Inggris. Bangsa Portugis menyebut salah satu jenis pohon mangrove sebagai mangue dan istilah Inggris grove, bila disatukan akan menjadi mangrove atau mangrave. Ada kemungkinan pula berasal dari bahasa Malay, yang menyebut jenis tanaman ini dengan mangi-mangi atau mangin. Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukandi tempat pertemuan antara muara sungai dan air laut yang kemudian menjadi pelindung daratan dari gelombang laut yang besar. Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang, pohon mangrove dikelilingi oleh air garam atau air payau. Mangrove adalah jenis tanaman dikotil yang hidup di habitat payau. Tanaman dikotil adalah tumbuhan yang buahnya berbiji berbelah dua. Pohon mangga adalah contoh pohon dikotil dan contoh tanaman monokotil adalah pohon kelapa. Kelompok pohon di daerah mangrove bisa terdiri atassuatu jenis pohon tertentu saja atau sekumpulan komunitas pepohonan yang dapat hidup di air asin. Hutan mangrove biasa ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis, antara 32 Lintang Utara dan 38 Lintang Selatan. Hutan mangrove merupakan formasi dari tumbuhan yang spesifik, dan

umumnya dijumpai tumbuh dan berkembang pada kawasanpesisir yang terlindung didaerah tropika dan subtropika. Kata mangrove sendiri berasal dari perpaduan antara bahasa Portugisyaitu mangue, dan bahasa Inggris yaitu grove (Macnae 1968). Dalambahasa Portugis, kata mangrove dipergunakan untuk individu jenis tumbuhan, dan kata mangaldipergunakanuntuk komunitas

hutanyangterdiri atas individu-individu jenis mangrove. Sedangkan dalam bahasa Inggris, kata mangrove dipergunakan baik untuk komunitas pohon-pohonan atau rumput-rumputan yang tumbuh dikawasan pesisir maupun untuk individu jenis tumbuhan lainnya yang tumbuh yang berasosiasi dengannya. Selain itu, Mastaller dalam Noor Dkk. (1999) menyebutkan bahwa kata mangrove adalah berasal dari 6|Page

bahasa Melayu-kuno, yaitu mangi-mangi yang digunakan untuk menerangkan marga Avicennia, dan sampai saat ini istilah tersebut masih digunakan untuk kawasan Maluku. Berkaitan dengan hal tersebut, berbagai macam istilah yang digunakan untuk memberikan sebutan pada hutan mangrove, antara lain adalah coastal woodland, mangal dan tidalforest (Macnae 1968; Walsh 1974). Secara umum, Saenger et al. (1986) memberikan pengertian bahwa hutan mangrove adalah sebagai suatu formasi hutan yang dipengaruhi oleh adanya pasang-surut air laut, dengan keadaan tanah yang anaerobik. Sedangkan Sukardjo (1996), mendefinisikan hutan mangrove sebagai sekelompok tumbuhan yang terdiri atas berbagai macam jenis tumbuhan dari famili yang berbeda, namun memiliki persamaan daya adaptasi morfologi dan fisiologi yang sama terhadap habitat yang dipengaruhi oleh pasang surut. Sementara Sorianegara (1987) memberi definisi hutan mangrove sebagai hutan yang terutama tumbuh pada lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai, yang eksistensinya selalu dipengaruhi oleh air pasang-surut, dan terdiri dari jenis Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus,

Scyphyphora dan Nypa. Tomlilnson (1986) mendefinisikan mangrove baik sebagai tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang-surut maupun sebagai komunitas. Hutan Mangrove memberikan perlindungan kepada berbagai organisme baik hewan darat maupun hewan air untuk bermukim dan berkembang biak. Hutan Mangorove dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya. Selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem Mangorove juga sebagai plasma nutfah (geneticpool) dan menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya. Habitat Mangorove merupakan tempat mencari makan (feeding ground) bagi hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai ikan-ikan kecil serta kerang (shellfish) dari predator.

7|Page

2.2.

Jenis Tumbuh pada Hutan Mangrove

Di dunia dikenal banyak jenis mangrove yang berbeda-beda. Tercatat telah dikenali sebanyak sampai dengan 24 famili dan antara 54 sampai dengan 75 spesies, tentunya tergantung kepada pakar mangrove yang mana pertanyaan kita tujukan. (Tomlinson, 1986 dan Field, 1995). Ada yang menyatakan bahwa Asia merupakan daerah yang paling tinggi keanekaragaman dan jenis mangrovenya. Di Thailand terdapat sebanyak 27 jenis mangrove, di Ceylon ada 32 jenis, dan terdapat sebanyak 41 jenis di Filipina. Di benua Amerika hanya memiliki sekitar 12 spesies mangrove, sedangkan Indonesia disebutkan memiliki sebanyak tidak kurang dari 89 jenis pohon mangrove, atau paling tidak menurut FAO terdapat sebanyak 37 jenis. Dari berbagai jenis mangrove tersebut, yang hidup di daerah pasang surut, tahan air garam dan berbuah vivipar terdapat sekitar 12 famili. Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis mangrove yang banyak ditemukan antara lain adalah jenis api-api (Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan bogem atau pedada (Sonneratia sp.) merupakan tumbuhan mangrove utama yang banyak dijumpai. Jenis-jenis mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah habitatnya. a. Jenis api-api (Avicennia sp.) atau di dunia dikenal sebagai black mangrove mungkin merupakan jenis terbaik dalam proses menstabilkan tanah habitatnya karena penyebaran benihnya mudah, toleransi terhadap

temperartur tinggi, cepat menumbuhkan akar pernafasan (akar pasak) dan sistem perakaran di bawahnya mampu menahan endapan dengan baik.

Gambar 1. Avicennia sp.

8|Page

b. Red mangrove (Rhizophora sp.) atau mangrove merah Mangrove besar, merupakan jenis kedua terbaik. Jenis-jenis tersebut dapat mengurangi dampak kerusakan terhadap arus, gelombang besar dan angin.

Gambar 2. Rhizophora sp. 2.3. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah : 1. Gerakan gelombang yang minimal, agar jenis tumbuhan mangrove dapat menancapkan akarnya 2. Salinitas payau (pertemuan air laut dan tawar) 3. Endapan Lumpur 4. Zona intertidal (pasang surut) yang lebar Sebagai daerah peralihan antara laut dan daratan, hutan mangrove mempunyai gradien sifat lingkungan yang sangat ekstrim. Pasang-surut air laut menyebabkan terjadinya perubahan beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu dan salinitas. Oleh karena itu, hanya beberapa jenis tumbuhan yang memiliki daya toleransi yang tinggi terhadap lingkungan yang ekstrim tersebut saja yang mampu bertahan hidup dan berkembang didalamnya. Kondisi yang terjadi tersebut juga menyebabkan rendahnya keanekaragaman jenis, namun disisi lain kepadatan populasi masing-masing jenis umumnya tinggi. Walaupun habitat hutan mangrove bersifat khusus, namun masing-masing jenis tumbuhan memiliki kisaran ekologi tersendiri, sehingga kondisi ini menyebabkan terbentuknya berbagai macam komunitas dan bahkan

permintakatan atau zonasi, sehingga kompetisi jenis berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya. Munculnya fenomena permintakatan yang terjadi pada hutan

9|Page

mangrove tersebut sangat berkaitan erat dengan beberapa faktor, antara lain adalah tipe tanah, keterbukaanareal mangrove dari hempasan ombak, salinitas dan pengaruh pasang-surut (Soerianegara 1971; Chapman 1976, Kartawinata & Waluyo 1977).Pengaruh tipe tanah atau substrat tersebut, sangat jelas terlihat pada jenis Rhizophora, misalnya pada tanah lumpur yang dalam dan lembek akan tumbuh dan didominasi oleh Rhizophora mucronata yang kadang-kadang tumbuh berdampingan dengan Avicennia marina, kemudian untuk Rhizophora stylosa lebih menyukai pada pantai yang memiliki tanah pasir atau pecahan terumbu karang, dan biasanya berasosiasi dengan jenis Sonnerafia alba. Sedangkan untuk jenis Rhizophora apiculata hidup pada daerah transisi. Selain tipe tanah, kondisi kadar garam atau salinitas pada substrat juga mempunyai pengaruh terhadap sebaran dan terjadinya permintakatan. Berbagai macam jenis tumbuhan mangrove mampu bertahan hidup pada salinitas tinggi, namun jenis Avicennia merupakan jenis yang mampu hidup bertoleransi terhadap kisaran salinitas yang sangat besar. Macnae (1968) menyebutkan bahwa Avicennia marina mampu tumbuh pada salinitas sangat rendah sampai 90, sedangkan Sonneratia sp. umumnya hidup pada salinitas yang tinggi, kecuali Sonnerafia casiolaris (sekitar 10 ). Jenis Bruguiera sp biasanya tumbuh pada salinitas maksimum sekitar 25, sedangkan jenis Ceriops tagal, Rhizophora mucronafa dan Rhizophora stylosa mampu hidup pada salinitas yang relatif tinggi.

2.4.

Ekosistem Mangrove

Mangrove adalah khas daerah tropis yang hidupnya hanya berkemban baik pada temperatur dari 19 sampai 40 C. dengan toleransi fluktuasi tidak lebih dari 10 C. Berbagai jenis Mangrove yang tumbuh di bibir pantai dan merambah tumbuh menjorok ke zona berair laut, merupakan suatu ekosistem yang khas. Khas karena bertahan hidup di dua zona transisi antara daratan dan lautan, sementara tanaman lain tidak mampu bertahan. Kumpulan berbagai jenis pohon yang seolah menjadi garda depan garis pantai yang secara kolektif disebut hutan Mangrove. Hutan Mangrove memberikan perlindungan kepada berbagai

organisme lain baik hewan darat maupun hewan air untuk bermukim dan berkembang biak.

10 | P a g e

Hutan mangrove menangkap dan mengumpulkan sedimen yang terbawa arus pasang surut dari daratan lewat aliran sungai. Hutan mangrove selain melindungi pantai dari gelombang dan angin merupakan tempat yang dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya. Selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem mangrove juga sebagai plasma nutfah (genetic pool) dan menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya. Habitat mangrove merupakan tempat mencari makan (feeding ground) bagi hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai juvenil dan larva ikan serta kerang (shellfish) dari predator. (Cooper, Harrison dan Ramm. 1995) Jaringan sistem akar mangrove memberikan banyak nutrien bagi larva dan juvenil ikan tersebut. Sistem perakaran mangrove juga menghidupkan komunitas invertebrata laut dan algae. Beberapa hewan tinggal di atas pohon sebagian lain di antara akar dan lumpur sekitarnya. Walaupun banyak hewan yang tinggal sepanjang tahun, habitat mangrove penting pula untuk pengunjung yang hanya sementara waktu saja, seperti burung yang menggunakan dahan mangrove untuk bertengger atau membuat sarangnya tetapi mencari makan di bagian daratan yang lebih ke dalam, jauh dari daerah habitat mangrove. Kelompok hewan arboreal yang hidup di atas daratan seperti serangga, ular pohon, primata dan burung yang tidak sepanjang hidupnya berada di habitat mangrove, tidak perlu beradaptasi dengan kondisi pasang surut. (Nybakken, 1993)

Gambar 3. Diagram ilustrasi penyebaran fauna di habitat ekosistem mangrove. 11 | P a g e

Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yangkhas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000). Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis spesies mangrove (Hutching and Saenger,1987 dalam Idawaty, 1999). Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktorseperti kekeringan, energi gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek

neotektonik (Jenning and Bird, 1967 dalam Idawaty, 1999). Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisi spesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaanair tawar, dan tipe tanah. Ekosistem hutan mangrove menggambarkan adanya hubungan yang erat antara sekumpulan vegetasi dengan geomorfologi, yang ditetapkan sebagai habitat (Sukardjo 1996). Fenomena yang muncul di kawasan pantai adalah terjadinya proses pengendapan sedimen dan kolonisasi oleh tumbuhan mangrove dari jenis Rhizophora stylosa yang dikenal sebagai jenis pioner, sehingga memungkinkan bertambahnya luas areal hutan mangrove. Kondisi sebaliknya juga dapat terjadi apabila kawasan pantai tersebut tidak terlindung, hal ini disebabkan oleh adanya proses erosi pantai sebagai akibat gelombang laut. Terkait dengan fenomena tersebut, Percival & Womersley (1975)

mengungkapkan bahwa ekosistem hutan mangrove merupakan refleksi dinamik antaravariasi iklim dari proses-proses yang terjadi di kawasan pesisir dan kombinasi interaksi biologis, antara lain seperti flora, fauna dan elemen fisiknya termasuk intervensi aktivitas manusia. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut yang dikenal memiliki peran dan fungsi sangat besar. Secara ekologis mangrove memiliki fungsi yang sangat penting dalam memainkan peranan sebagai mata rantai makanan di suatu perairan, yang dapat menumpang kehidupan berbagai jenis ikan, udang dan moluska. Perlu diketahui bahwa hutan mangrove tidak hanya melengkapi pangan bagi biota aquatik saja, akan tetapi juga dapat menciptakan suasana iklim yang kondusif bagi kehidupan biota aquatik, serta 12 | P a g e

memiliki kontribusi terhadap keseimbangan siklus biologi di suatu perairan. Kekhasan tipe perakaran beberapa jenis tumbuhan mangrove seperti Rhizophora sp., Avicennia sp. dan Sonneratia sp. dan kondisi lantai hutan, kubangan serta alur-alur yang saling berhubungan merupakan perlidungan bagi larva berbagai biota laut. Kondisi seperti ini juga sangat penting dalam menyediakan tempat untuk bertelur, pemijahan dan pembesarkan serta tempat mencari makan berbagai macam ikan dan udang kecil, karena suplai makanannya tersedia dan terlindung dari ikan pemangsa. Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat bagi jenis-jenis ikan, kepiting dan kerang-kerangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.

2.5.

Adaptasi Mangrove

Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan. Bengen (2001), menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk : 1. Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas : (1) bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora (misalnya : Avecennia spp., Xylocarpus., dan Sonneratia spp.) untuk mengambil oksigen dari udara; dan (2) bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya

Rhyzophora spp.). 2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi : (1) Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam. (2) Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam. (3) Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi

penguapan. 3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil dan adanya pasang surut, dengan cara mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horisontal yang lebar. Di samping untuk

memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.

13 | P a g e

2.6.

Peranan Mangrove

Dilihat dari aspek fisik, hutan mangrove mempunyai peranan sebagai pelindung kawasan pesisir dari hempasan angin, arus dan ombak dari laut, serta berperan juga sebagai benteng dari pengaruh banjir dari daratan. Tipe perakaran beberapa jenis tumbuhan mangrove (pneumatophore) tersebut juga mampu mengendapkan lumpur, sehingga memung-kinkan terjadinya perluasan areal hutan mangrove. Disamping itu, perakaran jenis tumbuhan mangrove juga mampu berperan sebagai perangkap sedimen dan sekaligus mengendapkan sedimen, yang berarti pula dapat melindungi ekosistem padang lamun dan terumbu karang dari bahaya pelumpuran. Terciptanya keutuhan dan kelestarian ketiga ekosistem dari bahaya kerusakan tersebut, dapat menciptakan suatu ekosistem yang sangat luas dan komplek serta dapat memelihara kesuburan, sehingga pada akhirnya dapat menciptakan dan memberikan kesuburan bagi perairan kawasan pantai dan sekitarnya. Menurut kamus Webster, habitat didefinisikan sebagai "the natural abode of a plant or animal, esp. the particular location where it normally grows or lives, as the seacoast, desert, etc". terjemahan bebasnya kira-kira adalah, tempat bermukim di alam bagi tumbuhan dan hewan terutama untuk bisa hidup dan tumbuh secara biasa dan normal, seperti pantai laut, padang pasir dan sebagainya. Salah satu tempat tinggal komunitas hewan dan tanaman adalah daerah pantai sebagai habitat mangrove. Di habitat ini bermukim pula hewan dan tanaman lain. Tidak semua habitat sama kondisinya, tergantung pada keaneka ragaman species dan daya dukung lingkungan hidupnya. Telah banyak diketahui bahwa pulau, sebagai salah satu habitat komunitas mangrove, bersifat dinamis, artinya dapat berkembang meluas ataupun berubah mengecil bersamaan dengan berjalannya waktu. Bentuk dan luas pulau dapat berubah karena aktivitas proses vulkanik atau karena pergeseran lapisan dasar laut. Tetapi sedikit orang yang mengetahui bahwa mangrove berperan besar dalam dinamika perubahan pulau, bahkan cukup mengagetkan bila ada yang menyatakan bahwa mangrove itu dapat membentuk suatu pulau. Dikatakan bahwa mangrove berperan penting dalam membentuk pulau. Beberapa berpendapat bahwa sebenarnya mangrove hanya berperan dalam menangkap, menyimpan, mempertahankan dan mengumpulkan benda dan

14 | P a g e

partikel endapan dengan struktur akarnya yang lebat, sehingga lebih suka menyebutkan peran mangrove sebagai shoreline stabilizer daripada sebagai island initiator atau sebagai pembentuk pulau. Dalam proses ini yang terjadi adalah tanah di sekitar pohon mangrove tersebut menjadi lebih stabil dengan adanya mangrove tersebut. Peran mangrove sebagai barisan penjaga adalah melindungi zona perbatasan darat laut di sepanjang garis pantai dan menunjang kehidupan organisme lainnya di daerah yang dilindunginya tersebut. Hampir semua pulau di daerah tropis memiliki pohon mangrove. Bila buah mangrove jatuh dari pohonnya kemudian terbawa air sampai menemukan tanah di lokasi lain tempat menetap buah tersebut akan tumbuh menjadi pohon baru. Di tempat ini, pohon mangrove akan tumbuh dan mengembangkan sistem perakarannya yang rapat dan kompleks. Di tempat tersebut bahan organik dan partikel endapan yang terbawa air akan terperangkap menyangkut pada akar mangrove. Proses ini akan berlangsung dari waktu ke waktu dan terjadi proses penstabilan tanah dan lumpur atau barisan pasir (sand bar). Melalui perjalanan waktu, semakin lama akan semakin bertambah jumlah pohon mangrove yang datang dan tumbuh di lokasi tanah ini, menguasai dan mempertahankan daerah habitat baru ini dari hempasan ombak laut yang akan meyapu lumpur dan pasir. Bila proses ini berjalan terus, hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu pulau kecil yang mungkin akan terus berkembang dengan pertumbuhan berbagai jenis mangrove serta organisme lain dalam suatu ekosistem mangrove. Dalam proses demikian inilah mangrove dikatakan sebagai bisa membentuk pulau. Sebagai barisan pertahanan pantai, mangrove menjadi bagian terbesar perisai terhadap hantaman gelombang laut di zona terluar daratan pulau. Hutan mangrove juga melindungi bagian dalam pulau secara efektif dari pengaruh gelombang dan badai yang terjadi. Mangrove merupakan pelindung dan sekaligus sumber nutrient bagi organisme yang hidup di tengahnya. Daun mangrove yang jatuh akan terurai oleh bakteri tanah menghasilkan makanan bagi plankton dan merupakan nutrien bagi pertumbuhan algae laut. Plankton dan algae yang berkembang akan menjadi makanan bagi berbagai jenis organisme darat dan air di habitat yang bersangkutan. Demikianlah suatu

15 | P a g e

ekosistem mangrove dapat terbentuk dan berkembang dari pertumbuhan biji mangrove. Pada saat terjadi badai, mangrove memberikan perlindungan bagi pantai dan perahu yang bertambat. Sistem perakarannya yang kompleks, tangguh terhadap gelombang dan angin serta mencegah erosi pantai. Pada saat cuaca tenang akar mangrove mengumpulkan bahan yang terbawa air dan partikel endapan, memperlambat aliran arus air. Apabila mangrove ditebang atau diambil dari habitatnya di pantai maka akan dapat mengakibatkan hilangnya perlindungan terhadap erosi pantai oleh gelombang laut, dan menebarkan partikel endapan sehingga air laut menjadi keruh yang kemudian menyebabkan kematian pada ikan dan hewan sekitarnya karena kekurangan oksigen. Proses ini menyebabkan pula melambatnya pertumbuhan padang lamun (seagrass).

2.7.

Zonasi Hutan Mangrove

Menurut Bengen (2001), penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrore di Indonesia : 1. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp. yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik. 2. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. 3. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp. 4. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.

16 | P a g e

Gambar 4. Zonasi penyebaran jenis pohon mangrove.

Umumnya di perbatasan daerah laut didominasi jenis mangrove pionir Avicennia spp. dan Sonneratia spp. Di pinggiran atau bantaran muara sungai, Rhizophora spp. yang menempati. Di belakang zona ini merupakan zona campuran jenis mangrove seperti Rhizophora spp., Sonneratia spp., Bruguiera spp., dan jenis pohon yang berasosiasi dengan mangrove seperti tingi (Ceriops sp,) dan panggang (Excoecaria sp.). Di sepanjang sungai di bagian muara biasanya dijumpai pohon nipah (Nypa fruticans).

2.8.

Manfaat Ekosistem Hutan Mangrove

Sebagaiman telah dijelaskan pada bagian pendahuluan, ekosistem hutan mangrove bermanfaat secara ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis dan ekonomis hutan mangrove adalah (Santoso dan H.W. Arifin, 1998) : 1. Fungsi ekologis : Pelindung garis pantai dari abrasi, Mempercepat perluasan pantai melalui pengendapan, Mencegah intrusi air laut ke daratan, Tempat berpijah aneka biota laut, Tempat berlindung dan berkembangbiak berbagai jenis burung, mamalia, reptil, dan serangga, Sebagai pengatur iklim mikro.

17 | P a g e

2. Fungsi ekonomis : Penghasil keperluan rumah tangga (kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan makanan, obat-obatan), Penghasil keperluan industri (bahan baku kertas, tekstil, kosmetik, penyamak kulit, pewarna), Penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang, madu, dan telur burung, pariwisata, penelitian, dan pendidikan. Beberapa manfaat hutan mangrove dapat dikelompokan sebagai berikut: 1. Manfaat / Fungsi Fisik : Menjaga agar garis pantai tetap stabil Melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi dan abrasi. Menahan badai/angin kencang dari laut Menahan hasil proses penimbunan lumpur, sehingga memungkinkan terbentuknya lahan baru. Menjadi wilayah penyangga, serta berfungsi menyaring air laut menjadi air daratan yang tawar Mengolah limbah beracun, penghasil O2dan penyerap CO2.

2. Manfaat / Fungsi Biologik : Menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi plankton, sehingga penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan. Tempat memijah dan berkembang biaknya ikan-ikan, kerang, kepiting dan udang. Tempat berlindung, bersarang dan berkembang.biak dari burung dan satwa lain. Sumber plasma nutfah & sumber genetik. Merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota.

3. Manfaat / Fungsi Ekonomik : Penghasil kayu : bakar, arang, bahan bangunan. Penghasil bahan baku industri : pulp, tanin, kertas, tekstil, makanan, obatobatan, kosmetik, dll Penghasil bibit ikan, nener, kerang, kepiting, bandeng melalui pola tambak silvofishery Tempat wisata, penelitian & pendidikan.

18 | P a g e

Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak langsung (non economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan manusia (economic vallues).

2.9.

Fauna di Habitat Mangrove

Komunitas hutan mangrove membentuk percampuran antara 2 (dua) kelompok. 1. Kelompok fauna daratan membentuk/terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas : insekta, ular, primata dan burung. Kelompok ini sifat adaptasi khusus untuk hidup didalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya diluar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan laut pada saat air surut. 2. Kelompok fauna perairan / akuatik, terdiri atas dua tipe yaitu : a. Yang hidup dikolam air, terutama berbagai jenis ikan dan udang. b. Yang menempati substrat baik keras (akar dan batang mangrove) maupun lunak (lumpur) terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrata lainnya. Habitat mangrove adalah sumber produktivitas yang bisa dimanfaatkan baik dalam hal produktivitas perikanan dan kehutanan ataupun secara umum merupakan sumber alam yang kaya sebagai ekosistem tempat bermukimnya berbagai flora dan fauna. Mulai dari perkembangan mikro organisme seperti bakteri dan jamur yang memproduksi detritus yang dapat dimakan larva ikan dan hewan-hewan laut kecil lainnya. Pada gilirannya akan menjadi makanan hewan yang lebih besar dan akhirnya menjadi mangsa predator besar termasuk pemanfaatan oleh manusia. Misalnya kepiting, ikan blodok, larva udang dan lobster memakan plankton dan detritus di habitat ini. Kepiting diambil dan dimanfaatkan manusia sebagai makanan.

19 | P a g e

Gambar 5. Kepiting manrove.

Gambar 6. Kadal (Varanus sp.). Berbagai hewan seperti, reptil, hewan ampibi, mamalia, datang dan hidup walaupun tidak seluruh waktu hidupnya dihabiskan di habitat mangrove. Berbagai jenis ikan, ular, serangga dan lain-lain seperti burung dan jenis hewan mamalia dapat bermukim di sini. Sebagai sifat alam yang beraneka ragam maka berbeda tempat atau lokasi habitat mangrovenya maka akan berbeda pula jenis dan keragaman flora maupun fauna yang hidup di lokasi tersebut. Beberapa jenis hewan yang bisa dijumpai di habitat mangrove antara lain adalah; dari jenis serangga misalnya semut (Oecophylla sp.), ngengat (Attacus sp.), kutu (Dysdercus sp.); jenis krustasea seperti lobster lumpur (Thalassina sp.), jenis laba-laba (Argipe spp., Nephila spp., Cryptophora spp.); jenis ikan seperti ikan blodok (Periopthalmodon sp.), ikan sumpit (Toxotes sp.); jenis reptil seperti kadal (Varanus sp.), ular pohon (Chrysopelea sp.), ular air (Cerberus sp.); jenis mamalia seperti berang-berang (Lutrogale sp,) dan tupai (Callosciurus sp.), golongan primata (Nasalis larvatus) dan masih banyak lagi seperti nyamuk, ulat, lebah madu, kelelawar dan lain-lain.

20 | P a g e

Gambar 7. Ular pohon (Chrysopelea sp.)

Gambar 8. Pteropus vampirus Hutan mangrove juga merupakan habitat bagi beberapa satwa liar yang diantaranya terancam punah, seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatranensis), bekantan (Nasalis larvatus), wilwo (Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau tongtong (Leptoptilus javanicus), dan tempat persinggahan bagi burung-burung migran.

Gambar 9. Harimau sumatera (Panthera tigris sumatranensis) Gambar 10. Insecta pada Daerah Mangrove Di Kalimantan bermukim bekantan (Proboscis Monkey) atau Nasalis larvatus sejenis primata langka yang dilindungi. Bekantan ini bermukim di daerah pantai. Di negara bagian Serawak (Malaysia) terdapat Silver-leaf Monkey yang suka berkelompok sambil makan daun-daun mangrove.

21 | P a g e

Gambar 11. Nasalis larvatus

Gambar 12. Lutrogale perspicillata

Ada pula Long-Tailed Mongkey, salah satu jenis kera yang menyukai dan mencari kepiting untuk makanannya. Di Taman Nasional tersebut tercatat lebih dari 150 spesies burung bermukim dan berkunjung ke habitat mangrove. Berangberang bisa dijumpai di hutan mangrove sebagai hewan pemangsa ikan, kepiting, siput dan kodok yang juga ada di habitat mangrove. Kadal pun dapat ditemukan di hutan mangrove, menyukai ikan-ikan kecil sebagai makanannya.

Gambar 13. Berbagai Spesies Burung yang Berada Pada Habitat Mangrove

Gambar 14. Dendrocygna javanica.

Penyebaran fauna penghuni hutan mangrove mem-perlihatkan dua cara, yaitu penyebaran secara vertical dan secara horisontal. Penyebaran secara vertikal umumnya dilakukan oleh jenis fauna yang hidupnya menempel atau melekat pada, akar, cabang maupun batang pohon mangrove, misalnya jenis Liftorina scabra, Nerita albicilla, Menetaria annulus dan Melongena galeodes (Budiman & Darnaedi 1984; Soemodihardjo 1977). Sedangkan penyebaran secara horisontal biasanya ditemukan pada jenis fauna yang hidup pada substrat, baik itu yang tergolong infauna, yaitu fauna yang hidup dalam lubang atau dalam substrat, maupun yang tergolong epifauna,

22 | P a g e

yaitu fauna yang hidup bebas di atas substrat. Distribusi fauna secara horisontal pada areal hutan mangrove yang sangat luas, biasanya memperlihatkan pola permintakatan jenis fauna yang dominan dan sejajar dengan garis pantai. Permintakatan yang terjadi di daerah ini sangat erat kaitannya dengan perubahan sifat ekologi yang sangat ekstrim yang terjadi dari laut ke darat. Kartawinata & Soemodihardjo (1977) menyatakan bahwa, permintakatan fauna hanya terlihat pada hutan mangrove sangat iuas, tetapi tidak terlihat pada hutan mangrove yang ketebalannya sangat rendah. Dari fauna Gastropoda penghuni mangrove yang memilikipenyebaran yang sangat luas adalah Littorina scabra, Terebraliapalustris, T. sulcata dan Cerithium patalum. Sedangkan jenis yang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan yang sangat ekstrim adalah Littorinascabra, Crassostrea cacullata dan Enigmonia aenigmatica (Budiman & Darnaedi1984). Selanjutnya

disebutkanpula bahwa dari sebanyak Gastropoda penghuni hutan mangrove tersebutbeberapa diantaranya dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsimasyarakat sekitar mangrove, antara lain adalahjenis Terebralia palustris dan Telescopium telescopium. Sedangkan kelas Bivalvia yang dikonsumsi jenis Polymesodacoaxans, Anadaraantiquata dan masyarakat adalah Kelas

Ostreacucullata.

Crustacea yang ditemukanpada ekosistem hutan mangrove adalah sebanyak 54 jenis, dan umumnya didominasi oleh jenis kepiting (Brachyura) yang dapat dikategorikan sebagai golongan infauna, sedangkan beberapa jenis udang (Macrura) yang ditemukan pada ekosistem mangrove sebagian besar hanya sebagai penghuni sementara. Dari beberapa penelitianyangdilakukan diberbagai tempat menunjukkanbahwa family Grapsidae merupakan penyusun utama fauna Crustacea hutanmangrove (Soemodihardjo,1977, Budiman Dkk. 1977). Jenis

Thalassinaanomala merupakan jenis udang lumpur sebagai penghuni setia hutan mangrove, karena udang ini hidup dengan cara membuat lubang dan mencarimakan hanya disekitar sarang tersebut. Sedangkan pada hutan mangrove bersubstrat lumpur agak pejal, umumnya didominasi Uca dusumeri. Jenis lain yang muncul pada substrat tersebut adalah Ucalactea, U. vocans, U.signatus dan U.conso-brinus. Diantara kepiting mangrove yang mempunyai nilai ekonomis dan dikonsumsi masyarakat adalah Scyllaserrata, S. olivacea, Portunus pelagicus, Epixanthus dentatus dan Labnanium politum.

23 | P a g e

3. PENUTUP

3.1.

Kesimpulan

Ekosistem mangrove merupakan salah satuekosistem pesisir yang unik dan khas yang bernilai ekologis dan ekonomis. Mengingat aktivitas manusia dalam pemanfaatan hutan mangrove, maka diperlukan pengelolaan mangrove yang meliputi aspek perlindungan dan konservasi. Dalam rangka pengelolaan, dikembangkan suatu pola pengawasan

pengelolaan mangrove yang melibatkan semua unsur masyarakat yang terlibat. Habitat mangrove seringkali ditemukan di tempat pertemuan antara muara sungai dan air laut yang kemudian menjadi pelindung daratan dari gelombang laut yang besar. Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang, pohon mangrove dikelilingi oleh air garam atau air payau. Hutan mangrove ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis, antara 32 Lintang Utara dan 38 Lintang Selatan. Hidup pada temperatur dari 19 sampai 40 C. dengan toleransi fluktuasi tidak lebih dari 10 C. Jenis mangrove yang banyak ditemukan adalah jenis api-api (Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan bogem atau pedada (Sonneratia sp.). Beberapa jenis hewan yang bisa dijumpai di habitat mangrove antara lain adalah; dari jenis serangga misalnya semut (Oecophylla sp.), ngengat (Attacus.sp.), kutu (Dysdercus sp.); jenis krustasea seperti lobster lumpur (Thalassina sp.), jenis laba-laba (Argipe spp., Nephila spp., Cryptophora spp.); jenis ikan seperti ikan blodok (Periopthalmodon sp.), ikan sumpit (Toxotes sp.); jenis reptil seperti kadal (Varanus sp.), ular pohon (Chrysopelea sp.), ular air (Cerberus sp.); jenis mamalia seperti berang-berang (Lutrogale sp,) dan tupai lagi seperti nyamuk, ulat, lebah madu, kelelawar dan lain-lain. Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak langsung (non economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan manusia (economic vallues).

24 | P a g e

3.2.

Saran

Diharapkan adanya tindakan pemberdayaan, pengelolaan dan pemantauan hutam mangrove dan ekosistemya agar keseimbangan ekologi didalamnya tidak terganggu, serta keragaman organism didalamnya tetap melimpah dan tidak terjadi kepunahan.

25 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

AL HAKIM, I., A. L. DEVI dan SISWANTO 1982. Studi pendahuluan susunan jenis moluska dan krustasea di Tanjung Karawang, Jawa Barat Pros. Sem. II Ekos. Hut. Mangrove. MAB-LIPI: 224-231. BENGEN, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia. BENGEN, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia. BUDIMAN, A., M. DJAJASASMITA dan F. SABAR 1977. Penyebaran keong dan kepeting hutan bakau Wai Sekampung, Lampung. Ber. Biol. 2:1-24. BUDIMAN, A. dan D. DARNAEDI 1984. Struktur komunitas moluska di hutan mangrove Morowali, Sulawesi Tengah. Pros. Sem. II Ekos. Mangrove. MAB-LIPI: 175-182. CHAPMAN, V. J. 1976. Mangrove vegetation. J. Cramer, Inder A. R. Gantner Verlag Kommanditgesellschaft, FL-9490 VADUZ, p. 447. DAHURI, M., J.RAIS., S.P. GINTING., DAN M.J. SITEPU. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta, Indonesia. DARSIDI, A. 1984. Pengelolaan hutan man-grove di Indonesia. Pros. Sem. II Ekos. Hut. Mangrove. MAB-LIPI: 19-28. D JAMA LI, A. 1990 . Telah eko logi kelimpahan juwana udang jerbung (Paneus merguensisi de Man) di perairan sekitar mangrove Sungai Donan, Jawa Tengah. Pros. Sem. IV Ekos. Mangrove. MAB-LIPI: 174-182. FELLER, I, C AND M. SITNIK. 1996. Mangrove Ecology: A Manual for a Field Course A Field Manual Focused on the Biocomplexity on Mangrove Ecosystems. Smithsonian Institution. Washington. DC. GIESEN, W. 1993. Indonesian Mangrove: An update on remaining area and main management issues. Presented at International Seminar on "Coastal Zone Management of Small Island Ecosystems ". Ambon 7-10 April 1993. HOGARTH, P.J. 1999. The Biology of Mangroves. Published in The United States. Oxford University. New York. IDAWATY. 1999. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Lansekap Hutan Mangrove Di Muara Sungai Cisadane, Kecamatan Teluk Naga, Jawa Barat. Tesis Magister. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia. IUCN - THE WORD CONSERVATION UNION. 1993. Oil and Gas Exploration and Production in Mangrove Areas. IUCN. Gland, Switzerland.

26 | P a g e

KASWADJI, R. 2001. Keterkaitan Ekosistem Di Dalam Wilayah Pesisir. Sebagian bahan kuliah SPL.727 (Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut). Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB. Bogor, Indonesia. KARTAWINATA, K. and E. B. WALUYO 1977. A preliminary study of the mangrove forest on Pulau Rambut, Jakarta Bay. Mar. Res. Indon. 18:119129. KARTAWINATA, K., S. ADISOEMARTO, S. SOEMODIHARDJO dan I. G. M. TANTRA 1979. Status pengetahuan hutan bakau di Indonesia Pros. Sem. Ekos. Hutan Mangrove: 21-39.MacNAE, W. 1968. A general account of the fauna and flora of mangrove swamps and forests in the Indo-West Pacific Region. Adv. Mar. Biol. 6: 73-270. KHAZALI, M. 1999. Panduan Teknis Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat. Wetland International Indonesia Programme. Bogor, Indonesia. LAWRENCE, D. 1998. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Alih bahasa oleh T. Mack dan S. Anggraeni.The Great Barrier Reef Marine Park Authority. Townsville, Australia. MARTOSUBROTO, P. and N. NAAKIIN 1977. Relationship between tidal forest (mangroves) and commercial shrimp production in Indonesia. Mar. Res. Indonesia. 18:81-86. MUSTAFA, M. NURKIM, H. SOEGONDO, N. SUTIKNO dan H. SANUSI 1979. Penelitian komunitas lingkungan dan regenerasi serta pengembangan hutan mangrove di Sulawesi Selatan. Univer-sitas Hasanudin, Ujung Pandang. (Tidak dipublikasi). NOOR, Y. R., M. KHAZALI dan I. N. N. SIJRYADIPURA 1999. Panduan pengenalan mangrove di Indonesia.PKA/WI-IP, Bogor: 220 hall. NYBAKKER, J.W. 1982. Marine Biology: An Ecological Approach. Terjemahan Dr. M. Eidman. Gramedia Jakarta. NYBAKKEN, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh M. Eidman., Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia. ODUM, W.E. AND C.C. MCIVOR. 1990. Mangroves. Pp. 517-548. In Ecosystems of Florida, R. L. Myers and J. J. Ewel (eds.). University of Central Florida Press. ODUM, W. E., C. C. MCLVOR, AND T. J. SMITH III. 1982. The ecology of the mangroves of south Florida: A community profile. U. S. Fish & Wildlife Service, Office of Biological Services. Washington, D. C. PERCIVAL, M. and J. S. WOMERSLEY 1975. Floristics and ecology of the mangrove vegetation of Papua New &uinea. Bot. Bull. No. 8:1-96. SABAR, F. M. DJAJASASMITA dan A BUDIMAN 1979. Susunan dan penyebaran moluska dan krustasea pada beberapa hutan rawa. Pros. Sem. Ekos. Hutan Mangrove, MAB-LIPI: 120-125.

27 | P a g e

SANTOSO, N., H.W. ARIFIN. 1998. Rehabilitas Hutan Mangrove Pada Jalur Hijau Di Indonesia. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove (LPP Mangrove). Jakarta, Indonesia. SANTOSO, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta, Indonesia. SUPRIHARYONO. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia. WIDIGDO, B. 2000. Diperlukan Pembakuan Kriteria Eko-Biologis Untuk Menentukan Potensi Alami Kawasan Pesisir Untuk Budidaya Udang. Dalam : Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor dan Proyek Pesisir dan Coastal Resources Center Universityof Rhode Island. Bogor, Indonesia. YAHYA, R.P. 1999. Zonasi Pengembangan Ekoturisme Kawasan Mangrove Yang Berkelanjutan Di Laguna Segara AnakanKabupaten Cilacap Propinsi JawATengan. Tesis Magister. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan - Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.

28 | P a g e

You might also like