Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Dalam sebuah seminar kesehatan tanggal 15 Januari 2004 di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, salah seorang
pembicara dari Lembaga Swadaya Masyarakat Yayasan Pemberdayaan Konsumen
Kesehatan Indonesia yaitu dr. Taufik Kresno Dwiyono, SpPD, menyatakan bahwa
“ Akhir-akhir ini sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk menempuh pendidikan
dokter spesialis di Fakultas Kedokteran (FK) UNDIP terutama yang menggunakan
jalur pendidikan mandiri (bukan dari PNS) cenderung dikenakan biaya seleksi
masuk yang sangat besar, khususnya bagai masyarakat yang akan memilih
beberapa jenis pendidikan spesialis yang dikenal favorit, salah satu informasi yang
membuat heboh kita adalah agar dapat diterima menjadi peserta pendidikan dokter
spesialis bagian Kulit dan Kelamin salah seorang calon dimintai kontribusi sebesar
Rp 1 Milyar dan dia dikabarkan telah menyanggupinya !”
Kebijakan pemerintah untuk menjadikan Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
sebagai sebuah Badan Hukum Milik Negara (BHMN) diidikasikan telah membuat
masyarakat semakin terbebani dalam pembiayaan pendidikannya. Konsekuensi
logis akibat kebijakan tersebut menyebabkan setiap PTN berusaha keras mencari
sumber pendanaan baru secara mandiri / otonom agar dapat menutup kehilangan
subsidi dana pendidikan yang selama ini diperoleh dari anggaran pemerintah.
Salah satu upaya mencari dana kompensasi yang relatif paling mudah dilakukan
adalah dengan cara memungut dana pendidikan yang lebih tinggi bagi para peserta
didik / masyarakat. Ada beberapa pola yang dipakai dalam penggalian dana
tersebut antara lain melalui metode menjual beberapa jatah kursi bagi calon
mahasiswa agar dapat diterima tanpa test (jalur khusus) dari setiap
fakultas/program studi dengan tarif yang berbeda tergantung kefavoritan masing-
masing Di UNDIP juga telah menerapkan metode yang sama, untuk dapat
diterima jalur khusus selain harus masuk dalam rangking 10 besar disekolah maka
calon mahasiswa/masyarakat harus berani melakukan proses tawar menawar
dengan panitia khusus pada saat tahap penyeleksian. Meskipun berdasarkan surat
edaran dari pimpinan UNDIP telah ditetapkan plafon tarif standar ditiap fakultas /
prodi, namun pada kenyataanya sering terjadi masyarakat rela membayar jauh
lebih tinggi diatas plafon tarif terutama di beberapa fakultas/prodi favorit. Salah
satu contoh terjadi di pendidikan S1 FK UNDIP yang seharusnya ditetapkan
plafon tarif Rp.100.000.000,- ternyata berdasarkan informasi dari calon
mahasiswa/ masyarakat yang diterima di jalur khusus tersebut berani membayar
hampir dua kali dari plafon tariff tersebut.
Ilustrasi diatas sekedar menggambarkan sebuah fenomena yang bagi
masyarakat awam tentu sangat mengherankan dan membingungkan serta sangat
ironis terlebih lagi jika dihubungkan dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini yang
masih diterpa berbagai krisis multidimensi sebagai akibat dari krisis keuangan dan
perekonomian negara sejak tahun 1997. Sampai sekarang dan mungkin sampai
masa mendatang akan terus terjadi berbagai keironisan tersebut terkait problem
pembiayaan atau pendanaan yang harus ditanggung masyarakat untuk
mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan lebih tinggi termasuk di
pendidikan dokter spesialis. Hal yang menarik meskipun telah diketahui oleh
masyarakat luas terkait dengan munculnya fenomena semakin mahalnya ( semakin
tidak rasionalnya) pembiayaan pendidikan bagi dokter spesilai tersebut, ternyata
disisi lain masih sangat langka dijumpai upaya melakukan kajian yang
komprehensif dari berbagai pihak (stakeholders) termasuk para ahli pendidikan
tentang bagaimana dampak penerapan kebijakan pembiayaan khususnya bagi
pendidikan dokter spesialis yang cenderung tidak memenuhi rasa keadilan
masyarakat dan dikhawatirkan mungkin akan semakin dieksploitasi untuk
kepentingan-kepentingan diluar pendidikan itu sendiri.
Atas dasar kondisi tersebut maka paper ini akan berusaha mengkritisi
fenomena tersebut menggunakan pendekatan disiplin ilmu ekonomi pendidikan
dan dilihat dari perspektif kepentingan konsumen / masyarakat, institusi
penyelenggara (provider) jasa pendidikan dan pemerintah selaku regulator bidang
pendidikan.
PEMBAHASAN
3. Peter Paul J & Jerry C, Olson, Consumer Behavior, Perilaku Konsumen dan
Strategi Pemasaran, Jilid 2, Ed. 4, Erlangga,Jakarta,1996