You are on page 1of 45

PROF DR. H.M.

ATHOULLAH AHMAD, MA
ANTARA ILMU AKHLAK DAN TASAWUF
1
KATA PENGATAR

:
Al-hamdulillah dan tasyakur yang mendalam berkat tauIiq dan inayah Allah swt. penulis dapat
menerbitkan buku yang sederhana ini. Bagi penulis buku ini mempunyai arti yang sangat mendalam,
yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, namun dapat dirasakan dalam lubuk hati sanubari.
Buku yang ada di tangan pembaca ini semula berupa diktat mata kuliah Ilmu Akhlak dan
TasawuI di lingkungan Fakultas Syariah IAIN Sunan Gunung Djati Serang, namun karena berbagai
pertimbangan akhirnya diktat tersebut dapat dicetak sebagaimana adanya sekarang ini.
Isi buku ini disusun dalam dua bagian, yakni bagian I Ilmu Akhlak dan bagian II Ilmu TasawuI.
Bagian pertama, penulis banyak penyunting dari skripsi yang telah ditulis yakni: Tinjauan Al-Ghazali
tentang Filsafat Akhlak disamping literatur yang lain. Sedangkan isinya meliputi tentang pengertian
Ilmu Akhlak yang berkaitan dengan deIenisi, hubungan ilmu Akhlak dengan ilmu lainnya serta pengaruh
Akhlak dalam kehidupan manusia. Begitu pula tentang ruang lingkup pembinaan Ilmu Akhlak dan
kedudukan Akhlak dalam Syariat Islam, sejarah pertumbuhan dan perkembangna serta pembahasan yang
berkaitan dengan teori dan materi Akhlak.
Bagian kedua, membicarakan tentang pengertian Ilmu TasawuI, ruang lingkup pembahasan,
dasar-dasar Ilmu TasawuI, serta ajaran-ajaran TasawuI, sejarah pertumbuhan dan perkembangan,
bagaimana pandangan Islam terhadap TasawuI serta sekelumit tentang tokoh-tokoh dan aliran-aliran
TasawuI.
Pada hakekatnya obyek material dari kedua Ilmu tersebut adalah satu yakni tingkah laku manusia,
namun dalam obyek Iormatnya berbeda; yakni pertanggungjawaban Akhlak adalah kepada manusia dan
Allah, sedangkan TasawuI hanya kepada Allah. Disamping itu pula, kalau Akhlak mengenal baik dan
buruk, maka tasawuI hanya mengenal yang baik saja, sedangkan nisbatnya: barangsiapa yang bertasawuI
dia pasti berakhlak, namun tidak setiap berakhlak adalah bertasawuI.
Sudah tentu tulisan ini banyak kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan tegur
sapa dari para ahli, sehingga buku ini dapat memenuhi harapan kita semua.
Meskipun tulisan ini sangat sederhana, namun kiranya dapat menambah hazanah ilmiyah di
lingkungan IAIN atau Perguruan Tinggi khususnya dan dunia pengetahuan pada umumya.
Penulis sangat berhutang budi pada ProI. Dr. Rahmat Djatnika (Rektor IAIN Sunan Gunung Djati
Bandung dahulu, kini UIN ) yang telah banyak memberikan dorongan dalam rangka terwujudnya buku
ini, begitu pula ProI. H.A. Whab AIiI, MA. (Rektor IAIB) yang telah membimbing penulis dari A sampai
Z-nya, tak lupa pula kepada Dr. Baihaqi AK, yang memberikan tantangan yang dapat menghantarkan
buku ini; dalam benak penulis tak ketinggalan menyampaikan terima kasih kepada Salimuddin AR,MA.
Yang penuh ketelitian mengoreksi dan menambah serta mengurangi apa yang dianggap perlu, begitu pula
semua pihak dan rekan-rekan dalam lingkungan IAIN..
Kiranya omong kosong apabila unsur percetakan tak membantu baik moril maupun materil akan
terwujud buku ini, oleh karenanya kami sampaikan terima kasih kepada penerbit yang telah
mengantarkan buku ini ke tangan para pembaca,
Atas segala kemurahan dan kebaikan pada pembimbing, sponsor dan pendukung, saya sampaikan
terima kasih, semoga Allah melipat gandakan amal baik kita.
( )

Serang, Januari 2008
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................
KATA SAMBUTAN........................................................................................................
DAFTAR ISI
BAGIAN PERTAMA: ILMU AKHLAK........................................................................
I. Pengertian Ilmu Akhlak..................................................................................
1. DeIinisi Ilmu Akhlak.......................................................
2. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu lainnya.................
II. Ruang lingkup pembicaraan Ilmu Akhlak.....................................................
III. Kedudukan Akhlak dalam Syariat Islam......................................................
1. Obyek Pembicaraan.........................................................
2. Pencipta Akhlak...............................................................
3. Asas Tasyri.....................................................................
4. Pendorong Amal..............................................................
IV. Sejarah Pertumbuhan Ilmu Akhlak................................................................
V. Teori dan Meteri Ilmu Akhlak
A. Aliran Ilmu Akhlak dalam Ukuran Baik dan Buruk................................
B. Materi Akhlak...........................................................................................
BAGIAN KEDUA: ILMU TASAWUF...........................................................................
I. Pengertian Ilmu TasawuI................................................................................
II. Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu TasawuI..................................................
III. Dasar-Dasar Ilmu TasawuI.............................................................................
IV. Ajaran-ajaran Ahli TasawuI...........................................................................
1. Dzikir...............................................................................
2. Antara Cemas dan Harapan.............................................
3. Tawakal............................................................................
4. Syukur..............................................................................
5. Shabar..............................................................................
6. Menuruti Hukum Syara..................................................
7. Tegas dan Lemah-lembut................................................
8. Taubat dan IstighIar.........................................................
V. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan TasawuI.......................................
VI. TasawuI Menurut Pandangan Islam...............................................................
VII. Tokoh dan Aliran TasawuI.............................................................................
VIII. MariIat...........................................................................................................
IX. Fana dan Baqa................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................
3
BAGIAN PERTAMA
ILMU AKHLAK
I
4
BAB I
PENGERTIAN ILMU AKHLAK
1. Defenisi Ilmu Akhlak
Ilmu Akhlak disebut juga IilsaIat Akhlak atau IilsaIat Moral. Dalam kata lain kita kenal pula dengan
istilah Ethika (Ethics). Ilmu ini adalah cabang dari IilsaIat. Kita mengenal bahwa pembahasan IilsaIat
adalah segala yang wujud, yakni mengetahui semua hakekat yang ada. Di segi lain IilsaIat membahas
pula tentang onthologi, yakni, membicarakan tentang wujud alam semesta ini beserta illatnya. Yang lain
kita kenal pula Episthemologi yang membahas tentang akal, rahasia, hakekat dan kemampuannya; dan
yang terakhir adalah Aksiologi, yaitu yang membahas tentang hakekat kebaikan da keburukan serta
keindahan.
Ilmu Akhlak ini salah satu bagian dari pembahasan aksiologi, yakni menyelidiki tentang kriteria
dan nilai baik dan buruk. Kalau IilsaIat membicarakan tentang segala wujud, dan ilmu lain membicarakan
alam makro, maka ilmu akhlak adalah sebahagian daripada itu dan ia membahas alam mikro, yakni alam
manusia yang merupakan sebahagian dari alam semesta ini.
Dalam mendeIenisikan ilmu akhlak ini amatlah sukar, karena setiap penulis berbeda dalam
menIormulasikannya, namun demikian pada prinsip dan esensinya tidak berbeda, sehingga kita bisa
megngambil persamaan dan memisahkan perbedaannya dalam mengambil konklusi yang konkrit.
Di bawah ini penulis kemukakan beberapa contoh deIenisi sebagai berikut:
a. Encyclopedia Britanica menyebutkan : Ethics is systematic study of the ultimate problem
of human conduct (From Greek, character or custom) also called Moral Philosopy (From Latin,
mores, custom). Artinya: Etika adalah study yang sistematis tentang masalah tujuan akhir daripada
tingkah laku manusia, ilmu ini juga disebut FilsaIat Moral.
1
b. DeIenisi yang mirip di atas telah diberikan oleh : William Lillei dengan ungkapannya
sebagai berikut: We may define ethics as the normative science of the conduct of human being in
societis a science which judges this conduct to be wright or wrong, to be good or bad, or in some
similar way. Artinya: Kami dapat mendeIenisikan, ethika (adalah) sebagai ilmu yang normatiI dari
perbuatan wujud manusia yang hidup dalam masyarakat suatu ilmu yang menetapkan perbuatan itu
benar atau salah, baik atau buruk, atau yang semacamnya.
2
c. TSG. Mulia dan KHA Hidding memberikan ulasan tentang Ethika ini bahwa: Ethika
adalah ilmu tentang kesusilaan, ilmu inilah yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup
dalam masyarakat, apa yang baik dan apa yang durhaka. Ucapan-ucapannya senantiasa
berdasarkan hasil pemeriksaan tentang perikeadaan hidup dalam arti kata seluas-luasnya.
3
d. Dr. Ahmad Amin memberikan deIinisi setelah menggambarkan bermacam-macam
tingkah-laku manusia sebagai berikut:
...

.
Artinya:
...Dari semua ini diselidiki ilmu akhlak, yaitu ilmu yang menerangkan arti baik dan buruk,
menjelaskan apa yang sepantasnya dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dalam
pergaulan, menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh manhusia dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang sepantasnya diperbuat.
4
e. Lain halnya Imam Al-Ghazali dalam membentangkan tariI yang berhubungan dengan
akhlak ini, yaitu:

.
1
Encyclopedia Britanica, Vol. 8, p, 757
2
As Interductions to Ethica p. 1.
3
Encyclopedia Indonesia, W. Van Ooven, bandung, 1953, hal. 474.
4
Ahmad Amin, Kitab Al-Akhlak, hal. 2
5
Artinya:
khuluk (akhlak) adalah suatu ibarat dari dorongan jiwa yang secara otomatis, menimbulkan
perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa membutuhkan pikiran dan usaha.
5
Dengan pengertian tersebut tersimpullah 4 perkara:
1. Perbuatan baik dan buruk
2. Kehendak
3. Pengetahuan
4. Dorongan jiwa yang dengannya condong kepada salah satu dari dua perkara,
yakni baik dan buruk, dan mudahlah jiwa untuk melakukan yang baik atau yang buruk.
Dari berbagai deIenisi di atas dapat kita simpulkan bahwa yang dibahas dalam Ilmu Akhlak meliputi
Iaktor-Iaktor:
1.Pengertian baik dan buruk
2.Apa yang harus kita lakukan untuk diri kita dan orang lain
3.Tujuan apa yang harus dicapai dalam perbuatan tersebut
4.Bagaimana cara melakukan pekerjaan tersebut.
Dengan Iaktor-Iaktor ini kita bisa merangkaikan deIenisi Ilmu Akhlak sebagai berikut: Ilmu
Akhlak adalah ilmu yang membahas tentang tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan
buruknya, apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukan sesuatu untuk diri sendiri
dan orang lain dalam mencapai tujuan.
2. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu lainnya
Para ahli menyatakan bahwa pada mulanya IilsaIat adalah merupakan induk ilmu, dan segala ilmu
berasal dari IilsaIat, tetapi lama kelamaan ilmu-ilmu itu berdiri sendiri dan melepaskan diri dari
induknya, namun masih ada kaitan satu sama lain. Begitu pula ilmu Akhlak yang terlepas dari induknya
mempunyai hubungan dengan ilmu yang lain,diantaranya:
a. Ilmu Hayat (Biologi)
Ilmu ini membicarakan tentang keturunan (generasi) dan warisan insting dan akhlak. Hal ini
berhubungan erat dengan pokok-pokok kejadian manusia, yaitu masalah kesediaan manusia
menerima warisan dari ayah dan kemudian membicarakan pula Iaktor-Iaktor apa yang membedakan
dari warisan-warisan tersebut (pengaruh dari luar).
b. Ilmu Hewan (Zoologi)
Ilmu ini juga ada hubungan dengan masalah kemanusiaan, karena membahas tentang siIat-siIat yang
mulia dari manusia, apa-apa yang merupakan siIat Iitriyah dari manusia itu sendiri, dan dengan ini
pula tentu diketahui pula perbedaan yang hakiki antara manusia dengan hewan dalam pertumbuhan
akhlak yang dapat diusahakan dan akhlak yang bersiIat naluri, yang dibawa semenjak lahir.
c. Ilmu Bangsa-Bangsa (Ethnologi)
Ilmu ini menyelidiki pokok-pokok akhlak pada seluruh manusia, seluruh keturunan bangsa, kemudian
dibedakan jenis satu dengan yang lainnya, lantas dari tiap-tiap bangsa menentukan ukuran baik dan
buruk masing-masing yang sudah barang tentu terdapat perbedaan satu sama lain, karena dipengaruhi
oleh lingkungan masing-masing, baik itu iklim, tempat atau pengaruh latar belakang sejarah bangsa-
bangsa tersebut.
d. Antropologi
Ilmi ini menerangkan tentang siIat-siIat manusi, adat istiadat, kebiasaan dari bangsa-bangsa, asal
mulanya, hingga adat pemimpin dan rakyatnya, serta hal-hal yang membedakan satu sama lain dari
segi iklim, susunan masyarakat dan peninggalan-peninggalannya. Semua ini merupakan sumber
kaidah-kaidah akhlak.
e. Ilmu Jiwa (Psychologi)
Para ahli ini menganggap bahwa ia berada sepenuhnya di atas dasar akhlak, mereka mengembalikan
soal akhlak kepada percampuran insting yang berupa kekuasaan dari kebapaan. Sebahagian mereka
mengembalikan tabiat kejiwaan kepada spirit (rohaniyah) kelompok dan tabiat suka mempertahankan
jenis, dan menginterpretasikan setiap keutamaan dalam individu dan mengalahkan kemaslahatan
umum.
I. Sosiologi, Politik dan Ekonomi
Ilmu-ilmu ini semua tak bisa dipisahkan satu sama lain dalam kehidupan manusia atau tingkah laku
seseorang. Manusia hidup dalam lingkungan sosial atau kemasyarakatan, pengaruh mempengaruhi,
orang mempunyai kemerdekaan, mempunyai hak milik yang harus diurus dan sebagainya.
Pembahasan dari ilmu-ilmu ini ada yang mengembalikan bahwa perbuatan baik dan buruk itu ditinjau
dari segi adaptasi dalam masyarakat, ada pula yang mengembalikan baik dan buruk ditinjau dari segi
mendapatkan posisi dan kedudukan atau tidak, bahkan ada pula yang mengembalikan kepada Iaktor
ekonomi dan produksi, apakah itu individu atau kelompok.
5
Al-Ghazali, Ihya, juz. III, hal. 54.
6
3. Pengaruh Akhlak dalam Kehidupan
Setiap tingkah laku dan kehidupan manusia tak terlepas dari norma-norma akhlak, baik itu yang
menyangkut manusia secara individu ataupun sebagai anggota masyarakat dan bahkan sebagai penduduk
dalam suatu negara
Akhlak dan Individu
Hakekat jiwa individu itu merupakan cermin dari sekompok manusia, apabila individu-
individunya baik dalam suatu masyarakat, maka otomatis masyarakat itu juga baik, tetapi apabila
individu-individunya buruk, maka buruk pulalah masyarakat tersebut, sebab manusia di dalam
masyarakat itu akan saling mempengaruhi dalam interaksi kehidupan satu sama lain.
Kalau kita membicarakan individu yang berhubungan dengan persoalah akhlak, maka kita harus
melihat kepada sentral Iigur bagi akhlak manusia yang sempurna, yaitu Nabi kita Muhammad saw.
Beliau adalah hamba pilihan, sebagai Uswatun Hasanah, satu satunya manusia dalam sejarah yang
berhasil menciptakan budi pekerti yang luhur, sejati, dan mulia.
Ketika Ummul-Muminin Sayyidah Aisyah ditanya tentang bagaimana Akhlak Rasulullah saw.?
Beliau menjawab bahwa Akhlak Rasulullah mendapat pujian dari Allah swt. Seperti dalam Iirman-Nya
dalam surat Al-Qalam ayat: 4.
) (
Artinya:
Sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah orang yang berakhlak tinggi.
Memang begitulah kehendak Allah swt. Yang telah menciptakan dengan kekuasaan-Nya. Hal ini
sesuai pula dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullah sendiri:

Artinya:
Tidak lain aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Jadi apabila individu itu ingin berakhlak sempurna, maka tak ada teladan lain kecuali Nabi Muhammad
saw. dan kalau ingin menciptakan masyarakat yang baik, maka teladan satu-satunya adalah masyarakat
Rasulullah saw.
Akhlak dan Masyarakat
Bilamana melangkah kepada lingkungan suatu kelompok manusia maka yang menjadi ukuran
baik dan buruk itu bukan hanya anggota masyarakat itu sendiri, namun kelompok itu menjadi sorotan
karena individu, keluarga itu menjadi latar belakang perseorangan, keterlibatan seseorang dalam
kelompok adalah merupakan hal yang lazim. Karena itu, satu sama lain kait berkait, saling berhubungan
dengan berjalin berkelindan.
Suatu contoh, bahwa di suatu tempat terdapat seorang pemimpin yang jujur, baik dan terpuji,
maka penduduk kampung itu mesti terbawa baik karena kepemimpinan seseorang tersebut. Begitupula
bilamana suatu kampung terkenal kejahatannya maka penduduk kampung tersebut akan tersiram oleh bau
busuknya si penjahat tersebut.
Di suatu lorong umpamanya tinggal seorang WTS (wanita tuna susila), meskipun ada wanita-
wanita yang shaleh tinggal di lorong tersebut, namun wanita yang ada di sekelilingnya akan diragukan
keshalehannya. Sebaliknya, bilamana di suatu lorong kampung itu terkenal kebaikannya, maka terbawa
harumlah penduduknya.
Akhlak dan Negara (Bangsa)
Akhlah adalah sesuatu yang praktis yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tenggelam dan
munculnya suatu bangsa tergantung kepada akhlaknya. Hal ini tepatlah apa yang dikatakan oleh pujangga
kenamaan Syauqi Bik yang berbunyi :
*
Artinya:
Sesungguhnya kejayaan suatu bangsa itu akan tetap hanya apabila mereka berakhlak, namun
apabila akhlak mereka hilang maka hilang pula kejayaan mereka.
7
Pada masa kejayaan bangsa Yunani kuno terkenal seorang IilosoI yang bernama Socrates, ahli
pikir bebas, dialah yang berjasa dalam membina akhlak bangsanya. Setelah dikacaukan prinsip-
prinsipnya oleh kaum ShoIis. Kaum ShoIis mengungkapkan dan mengajarkan konsep kebenaran yakni
apa yang dianggap baik hari ini boleh jadi dianggap buruk pada esok harinya, apa yang benar sekarang
beluim tentu menjadi kebenaran di hari esok, alhasil segala kebaikan dan kebenaran yang telah ada
dikacaukan oleh manusia juga.
Socrates berusaha menegakkan kembali sendi-sendi akhlak yang telah dikacau-balau itu, ia
berusaha meyakinkan manusia bahwa kebenaran tidak akan muncul selagi kebathilan itu belum dapat
disingkirkan.
Kejayaan suatu bangsa tergantung kepada moralitas para penduduknya. Kejayaan Yunani secara
berangsur-berangsur mengalami pergeseran dan mengalami kesuraman, angin pun bertiup melalui celah-
celah daerah yang ada pionir-pionir yang karakternya baik. Kebesaran Yunani pun menurun dan akhirnya
tenggelam bersama-sama kehancuran moralis-moralis bangsa itu sendiri.
Keagungan yang telah dicapai oleh Yunani berpindah ke tangan Romawi, dengan munculnya
beberapa pionir antara lain Plotinus sebagai tokoh IilsaIat pada masa tersebut.
Akhlak itu pada hakekatnya adalah pembentukan kebudayaan di dunia, kebudayaan itu
berpindah-pindah sesuai dengan pindah-pindahnya moralis-moralisnya.
Keunggulan Romawi yang dibina dalam beberapa abad itu lambat laun, sedikit demi sedikit
mengalami kemerosotan yang akhirnya lenyap sama sekali, tinggal hanya goresan sejarah belaka. Di kala
itu munculah Islam, sesuai dengan bermunculannya kota-kota yang menjadi Kabatul-Thullab (orientasi
mahasiswa) di seluruh penjuru mata angin, kota itu adalah Baghdad di timur dan Kordova di Barat. Dari
dua kota inilah terpancar sinar yang cemerlang memenuhi angkasa kebudayaan, dan pengaruhnya sampai
kini masih terasa.
Kejayaan inipun tidak dapat dipertahankan karena kebobrokan dan kecerobohan akhlak ummat,
raja-raja telah bertindak dengan tidak semestinya, dikanan kirinya telah ditumpuk harta dan kekayaan
sehingga lalai akan tugas, akhirnya bangsa-bangsa yang berada di bawah pengaruh Islam dijajah oleh
orang lain karena mereka telah kehilangan spirit akhlak mulia yang didorong oleh aqidah ilahiyah.
Korupsi dalam suatu bangsa mengakibatkan kehancuran total dan kebinasaan yang mengerikan,
kini ummat tak berdaya. Kapan ummat akan tampil kembali dengan kebersihannya? Kita telah
merindukan kebangkitan dalam abad ini. Kita harus dapat menjadikan hari esok lebih baik dari hari ini.
Matahari dunia Islam telah lama hilang ditelan zaman, sejarahlah yang akan menjadi hakim, apa
yang lalu hanya tinggal kenangan, hanya dengan akhlak yang mulialah ummat akan mengalami kejayaan.
BAB II
RUANG LINGKUP
8
PEMBICARAAN ILMU AKHLAK
Sebagaimana dimaklumi bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membicarakan tentang perbuatan
manusia ditinjau dari segi baik dan buruk; apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara untuk diri
sendiri, dan orang lain, dalam mencapai tujuan; maka sudah barang tentu ruang lingkup yang akan di
bicarakan ilmu akhlak adalah sekitar materi yang berhubungan dengan pengertian di atas.
Materi yang telah dibicarakan dalam pengertian tersebut meliputi segala tingkah laku manusia
sebagai makhluk Tuhan yang diberi akal dan perasaan dengan segala kelengkapannya. Hal ini sudah
barang tentu akan mengecualikan makhluk lain, meskupun kadang-kadang ada makhluk yang erat
hubungannya dengan manusia dalam segi biologis dan kebutuhannya, seperti binatang. Walaupun ada
kesamaan dalam segi kebutuhan makan, namun manusia seutuhnya diberi kelengkapan akal dan
perasaan. Binatang bertingkah karena didorong oleh naluri (insting) semata, sedangkan manusia bukan
hanya menggunakan naluri, tapi juga akal dan perasaannya.
Manusia yang bertingkah laku ini tidak semua perbuatannya di katagorikan ke dalam ruang
lingkup akhlak karena banyak tingkah yang tidak disengaja atau diluar kemampuannya, sedangkan
tingkah laku yang dimaksud dalam lapangan ini adalah tingkah laku yang diperbuat dengan kesadaran
dan dipertanggungjawabkan oleh si petingkah karena perbuatan itu dilakukan dengan sengaja.
Perbuatan dan tingkah laku yang menjdi sasaran ilmu akhlak ini adalah sekitar perbuatan yang
ada dalam arena baik dan buruk sedangkan benar dan salah adalah lapangan logika (ilmu manthiq).
Akhlak yang membicarakan tentang tingkah laku baik dan buruk tidak berkuasa untuk memaksa
manusia dalam menjalankan pekerjaan, namun ia hanya sekedar ibarat seroang guru yang memberikan
petunjuk akan apa yang harus dilakukan oleh seorang murid, sedangkan dituruti atau tidak adalah
terserah pada murid itu sendiri. Atau barangkali seperti seorang dokter yang memberikan petunjuk
kesehatan, ia memberikan resep kepada seorang pasien, terserah apakah si pasien akan membeli obat dari
apotik atau tidak, dan manakala si pasien telah membeli obat itupun sepenuhnya masih tergantung kepada
kesadaran si pasien itu sendiri untuk memakan obat atau tidak, sudah barang tentu resiko harus
ditanggung sendiri.
Selanjutnya yang menjadi obyek ilmu akhlak adalah hal yang berkaitan dengan sosial di mana
kita ketahui bahwa manusia tidak mungkin akan hidup sendirian tanpa masyarakat di mana manusia
hidup di tengah-tengahnya. Interaksi manusia di dalam lingkungan tentu saja ada norma sosial yang
mereka harus kenal dan ketahui dan manusia itu berurusan dengan kaidah-kaidah umum yang berlaku,
yang mengatur kepentingan hidup sesama manusia dan manusia dengan lingkungannya.
Setiap manusia hidup pastinya mempunyai tujuan yang jelas, dan tujuan itu pasti dilakukan
dengan segala upaya tingkah lakunya. Dalam pencapaian tujuan itu ada yang merasa puas dengan
mendapatkan hanya lahiriyah atau juga ada yang sampai kepada batiniyah, ada yang meninjau dari segi
kemanIaatan dari perbuatan manusia, sehingga kalau perbuatan itu tidak ada manIaatnya dianggap sia-sia
belaka. Ada pula yang ukuran tujuan berhasil atau tidak ditinjau dari segi agama; manakala seseorang
telah mengembalikan sesuatu kepada agama, maka ia mendapatkan nilai yang tertinggi dalam tujuan
hidup ini. Juga dibicarakan hal-hal yang berkaitan dengan segi-segi kehidupan manusia dalam berbagai
segi kehidupan.
BAB III
KEDUDUKAN AKHLAK
9
DALAM SYRIAT ISLAM
Dalam Al-Quran kata khuluq () terdapat:
1. Dalam surat Al-Qalam ayat 4:
) : 4 (
Artinya:
Sesungguhnya engkau telah benar-benar berbudi pekerti yang agung.
2. Dalam surat Asy-Syuaara ayat 137:
" ) " : 137 (
Artinya:
(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang yang terdahulu.
Ayat yang pertama merupakan ungkapan dalam bentuk pujian, sedangkan yang kedua
mengungkapkan siIat yang terdapat pada orang-orang yang terdahulu. Ungkapan pertama tadi merupakan
barometer terhadap sesuatu yang seyogyanya akan dilakukan sedangkan yang kedua memberikan siIat
yang telah ada.
Sesuatu yang harus dilakukan, telah disampaikan oleh Allah swt. Bukan perbuatan manusia, ia
diturunkan oleh Malaikat Jibril ke dalam lubuk hati Nabi Muhammad saw. di dalamnya memerintahkan
agar dia sebagai petunjuk jalan yang diikuti:
) 18 (
Artinya:
apabila kami telah selesai membacanya, maka ikutilah bacaannya itu.
Menurut Ibnu Abbas r.a.
"
"
Artinya:
Apabila kami telah kumpulkan dan kami tetapkan (Al-Quran) di dalam hatimu, hai
Muhammad, maka kerjakanlah dengannya. Oleh karenanya maka tingkah laku Nabi di dunia ini
adalah merupakan tafsir yang jelas bagi Al-Quranul Karim.
Alangkah mudahnya manusia menaIsirkan Al-Quran dengan lisan mereka, namun betapa
sulitnya menaIsirkan kitab Allah dengan tingkah laku dan perbuatan dhahiriah.
Ketika Sayyidah Aisyah ditanya tentang bagaimana akhlak Rasulullah saw. Aisyah menjawab:
" "
Artinya:
Akhlak Rasulullah adalah Al-Quran.
Kalau begitu akhlak adalah amal yang dilakukan, bukan hanya ucapan yang dikatakan, pendorong
amal adalah hati sedangkan tempat ucapan adalah lisan. Al-Quran menyatakan:



10


( : 12 (
Artinya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.
Oleh karenanya Nabi Muhammad saw. adalah panutan dan contoh kita dalam hidup di dunia ini.
Apabila akhlak itu sudah menjadi suatu amal perbuatan insani yang diekspresikan dalam
kehidupan perilaku sedangkan kitab Allah sebagai landasan dan pedomannya, maka mudah bagi kita
untuk menegakkan eksistensi ummat, sehingga ummat itu sendiri menjadi sumber yang tak pernah
kering, seperti di negeri-negeri yang pernah mengeyam kejayaan Islam antara lain: Kairo, Damaskus,
Baghdad, Kordova, Kairawan dan lain-lainya.
Namun manakala akhlak itu hanya diucapkan dengan lisan, ucapan yang bukan tumbuh dari hati,
maka dengan mudah dapat diporak-porandakan oleh musuh yang selalu berusaha menyesatkan dengan
segala tipudayanya. Dalam hal ini tidak ada jalan keluar lagi kecuali bagi kita harus dapat merubah diri
kita sendiri, sebagaimana telah diIirmankan oleh Allah swt. :


( : 11 (
Artinya :
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Jika kita mendiamkan akan apa yang telah kita saksikan atas adanya penyelewengan dan
perselisihan, persis apa yang telah di katakan oleh orang-orang terdahulu sebagaimana yang telah di
abadikan dalam Al-Quran :


:) 22 (
Artinya :
Sesungguhnya kami telah mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan
sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.
Hal ini merupakan akhlak yang tercela sebagaimana keadaan orang terdahulu yang telah diperingatkan
oleh Al-Quran:

) : 137 (
Artinya:
Tak ada lain, ini hanyalah akhlak orang-orang yang terdahulu.
Kisah lengkapnya adalah :





,





11








) : 123 - 139 (
Artinya:
Kaum Aad telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka Hud berkata kepada
mereka: Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul
kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kamu kepada Allah dan taatlah
kepadaku. Dan sekali-kali aku tidak meminta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak
lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi
bangunan untuk bermain-main, dan kamu membuat benteng-benteng dengan maksud supaya
kamu kekal (di dunia ini); dan apabila kamu menyiksa, maka kamu menyiksa sebagai orang-
orang kejam dan bengis. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan
bertakwalah kepada Allah yang telah menganugerahkan kepadamu apa yang kamu ketahui.
Dia telah menganugerahkan kepadamu binatang-binatang ternak, dan anak-anak, dan kebun-
kebun dan mata air, sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar."
Mereka menjawab: "Adalah sama saja bagi kami, apakah kamu memberi nasehat atau tidak
memberi nasehat, (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu. dan
kami sekali-kali tidak akan diazab. Maka mereka mendustakan Hud, lalu Kami binasakan
mereka. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah),
tetapi kebanyakan mereka tidak beriman.
Jelaslah bahwa kebinasaan mereka itu dikarenakan perbuatan kebobrokan dan kesalahan mereka
sendiri.
Atas dasar itu, tersimpul bahwa akhlak menurut Al-Quran (syariat Islam) adalah barometer bagi
sesuatu yang seyogyanya dilakukan (diciptakan), bukan menuruti apa yang telah ada, kecuali apabila
terdapat interpretasi dari pokok-pokook akhlak dan pedoman tingkah laku sebagai yang tercantum dalam
Al-Quran.
Dalam tulisan ini kami ingin mencoba menguraikan agak luas, dan ditinjau dari beberapa segi,
antara lain:
1. Obyek pembicaraan
2. Segi pencerita
3. Segi pokok-pokok syariat
4. Pandangan terhadap amal, landasan dan pembalasan
1. Obyek Pembicaraan
Adapun obyek pembicaraan dalam hal ini adalah bahwa peraturan-peraturan akhlak dalam Al-
Quran tidak melewatkan sesuatu sedikitpun apakah masalah yang besar ataupun yang kecil dari kegiatan
manusia di mana semuanya telah digariskan oleh Al-Quran sebagai tuntunan tingkah laku manusia, baik
yang bersiIat detail maupun global.
Al-Quran telah mangatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia
dengan dirinya dan mengatur hubungan mansuia dengan sesamanya. Bahkan juga mengatur hubungan
manusia dengan alam sekitarnya. Hal ini dapat kita ambil contoh :
a. Hubungan manusia dengan Tuhannya




) : 205 (
Artinya:
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan
dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk
orang-orang yang lalai.
12






) 78 (
Artinya:
Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah
pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). Dan pada
sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan
bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.
b. Hubungan manusia dengan dirinya






) : 200 - 202 (
Artinya:
Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka
ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. Dan teman-
teman mereka (orang-orang kafir dan fasik) membantu syaitan-syaitan dalam menyesatkan dan
mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan).
Akhlak yang mulia itu tidak akan tumbuh kecuali dalam hati yang bersih, di mana Al-Quran
menyatakan bahwa hati adalah sumber dari akhlak. Lebih dari seratus ayat Al-Quran mengemukakan
bahwa hati adalah lembaran-lembaran iman, sebagaimana Iirman Allah:

) : 23 (
Artinya:
Meraka dalam hatinya tergores keimanan.
Al-Quran menerangkan bahwa hidayah (petunjuk) merupakan petunjuk manusia ke jalan yang benar dan
baik, ini pun hanya terdapat dalam hati yang beriman kepada Allah semata:

) : 11 (
Artinya:
Barangsiapa yang beriman kepada Allah, maka Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.
Hati juga merupakan tambatan wahyu:
,

,
) : 193 - 194 (
Artinya:
Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu
menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab
yang jelas.
13
Al-Quran menunjukkan kepada kita bahwa hati yang bersih dari syirik, unek-unek, hasad, palsu, dendam
kesumat; hati yang selamat dari segala penyakit, merupakan jalur pintas yang sampai kepada Allah:
,

) : 88 - 89 (
Artinya:
Pada hari itu tak ada gunanya harta dan anak, kecuali orang yang datang kepada Allah
dengan hati yang bersih.
Al-Quran menerangkan bahwa penyakit hati adalah dosa, sebagaimana Iirman Allah:

) : 14 (
Artinya:
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang mereka selalu usahakan itu menutupi hati
mereka.
Begitu pula hati merupakan tempat ketentraman :

) : 28 (
Artinya:
Hanya dengan berdzikir kepada Allah hati akan tentram.
Juga diterangkan bahwa persatuan itu akan terjalin dalam hati, bukan tersimpul dalam ikatan Iisik:

) : 14 (
Artinya:
Mereka menyangka bersatu, padahal hati mereka bercerai berai.
Al-Quran juga memperingatkan dengan keras tentang kemaksiatan dan dosa, sehingga menusia terhindar
dari penyakit hati, karena penyakit hati apabila disodori hujjah, diberi keterangan berupa dalil dan
penjelasan dengan bermacam-macam kenyataan, tidak akan bertambah iman, hanya akan bertambah dosa
dan kuIur kepada Tuhan:








) : 124 - 125 (
Artinya:
Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang
berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?"
Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa
gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan
surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka
mati dalam keadaan kafir.
Penyakit hati adalah menimbulkan buruk sangka sesama insani, bahkan sampai kepada Allah dan
Rasul-Nya, sebagaimana yang disitir Allah dalam ayatnya:
14



) : 12 (
Artinya:
Ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berhati sakit mengatakan: Allah dan
Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya.
Al-Quran telah memberikan dorongan yang kuat terhadap hati, bahwa hatilah yang sebenarnya
menjadi sumber akhlak di mana Rasulullah saw. telah menggambarkan:


Artinya:
Ingatlah bahwa Allah, terletak dalam ketenanganku di atas bumi yakni hati, dan yang paling
disukai oleh-Nya adalah hati yang bersih, yang keras dan yang lunak, yakni bersih dari dosa,
keras dalam beragama, dan lunak kepada kawan.
Di bawah ini kami tampilkan perbedaan antara akhlak yang bercorak agama dengan akhlak yang
bercorak IalsaIi:
Para pembahas akhlak dari Barat mengatakan bahwa akhlak yang bercorak agama hanya
membicarakan hubungan antara manusia dengan Tuhannya saja, selain daripada itu tidak dibicarakan. Di
sini terlihat bahwa para pembahas tersebut tidak mengetahui atau pura-pura tidak tahu masalah muamalat
manusia dalam pengertian yang luas. Ketika akhlak IalsaIi berjalan menuju ke suatu arah, tiba-tiba
berbalik ke jalan yang lurus, karena ia digariskan untuk kepentingan manusia saja, selain itu tidak
membicarakan aturan yang bersiIat perasaan agama dan beribadat kepada Allah. Inilah pendapat IilosoI
akhlaki tentang agama.
Akhlak IalsaIi berdasarkan atas hak dan kewajiban, sehingga dapat dikatakan setiap hak
mempunyai kewajiban. Bagaimana kewajiban Allah kepada kita? Karena tidak ada kewajiban Tuhan
kepada kita, sudah barang tentu tidak ada hak bagi-Nya yang kita terima. Di sini terdapat persimpangan
jalan antara akhlak IalsaIi dengan akhlak agamawi, dan ini pula yang tak dapat dimiliki oleh akhlak
IalsaIi, apalagi dibandingkan dengan akhlak Al-Quran.
Akhlak Al-Quran mengharuskan untuk membangkitkan manusia dalam segala aspeknya, apakah
itu yang berhubungan manusia dengan Maha Penciptanya atau yang berhubungan antara manusia dengan
dirinya, manusia dengan sesamanya baik itu secara individu atau sosial, bahkan hubungan antara manusia
dengan alam sekelilingnya.
Kaidah yang mereka pegang adalah nash Al-Quran sebab Al-Quran telah menjelaskan dengan
gamblang bahwa ada hak bagi makhluk terhadap khaliknya, kewajiban atas dirinya sebagai keaIdhalan
manakala manusia berIungsi sebagai hamba Allah yang menyembahnya dan tidak mensyirikkan kepada
sesuatu apa pun, yaitu bahwa manusia akan dimasukkan ke dalam syurga, sebagaimana disebutkan dalam
Al-Quran:



) : 111 (
Artinya:
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang mukmin, jiwa dan hartanya dengan disediakan
syurga bagi mereka.
Dan Allah menyatakan:

:) (
Artinya:
(Hal itu) adalah janji dari Allah yang patut dimohonkan (kepada-Nya).
Bisa jadi mereka mengatakan bahwa hak itu tidak bisa terpenuhi tanpa adanya ikatan, di mana
ikatan itu terdapat antara kita dengan Allh swt? Jangan lupa Iirman Allah:
15




:) (
Artinya:
Ketika Tuhanmu mengambil janji dari anak Adam, di mana mereka terdapat di atas
punggungnya, dan disaksikan atas diri mereka: Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka
menjawab: Yaa....Kau adalah Tuhan kami.
Kita lanjutkan pembahasan ini dengan mengemukakan dua muara yang sama yakni pembicaraan
akhlak dan jiwa manusia, dan hulu yang berbeda antara akhlak dan suluk agar mudah dalam pengertian.
Pertama, akhlak bukan merupakan siIat kejiwaaan dalam segala seginya, namun hanya beberapa
Iaktor yang berkaitan, bukan dari segi ilmu dan pengetahuan dan bukan pula dari segi perasaan dan
kelembutan, namun ia hanya dari segi kehendak yang dilaksanakan dan hati yang tertuju; dengan
kehendak yang dilaksanakan dan hati yang tertuju itulah tersimpul kekayaan akhlak, dan dari hal ini
ungkapan yang beredar, keduanya sebagai sumber dan kunci dari ilmu akhlak.
Kedua, akhlak merupakan gambaran jiwa (batin), dan suluk adalah gambaran lahir, dengan
isitilah lain bahwa suluk adalah khusus yang berupa tingkah laku, bentuk dan gambaran yang dapat
dilihat, sedangkan akhlak merupakan kekuatan, dorongan dan penemuan hati, oleh karenanya hubungan
antara akhlak dan suluk adalah antara petunjuk dan yang ditunjukkan ) )
Jadi tingkah laku (suluk) manusia yang lahir adalah gambran yang nyata dalam hidup ini, tingkah
laku memberikan Iikiran yang terang atas batin seseorang, namun tidak semuanya demikian, karena
kadang-kadang terhenti pada suatu peristiwa disebabkan ada hal yang dapat kita kuasai dan kita
kendalikan. Kadang-kadang juga terdapat gambaran batin yang kuat kemudian kita alihkan kepada
bentuk lahir yang lain. Kita lihat ungkapan Al-Quran yang membicarakan tentang individu yang
membawa ke jalan yang baik untuk diri seseorang atau yang bersiIat sosial kemasyarakatan yang menjadi
petunjuk bagi suksesnya seseorang yang hidup dalam masyarakat, sampai kepada tindakan kita terhadap
binatang dan yang lainnya.
Kita ambil contoh tentang adab berbicara. Al-Quran dalam hal ini memerintahkan agar
penyampainnya melalui tutur kta yang lembut, halus dan bersih:



) :
104 (
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu katakan (pada Muhammad) Raina,
tetapi katakanlah: Undhurna. Dan Dengarlah. Dan bagi orang kafir sisksaan yang
pedih.

) : 53 (
Artinya:
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: Hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang lebih baik (benar).


: ( 4 )
Artinya:
Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antara
kamu dan dia ada permusuhan, seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.



16

( : 6 (
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita
maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimbulkan musibah kepada suatu kaum
tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.



: ) 148 (
Artinya:
Allah tidak menyukai ucapan yang buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh
orang yang dianiaya.
Contoh lain tentang adab berjalan:


:) 18 (
Artinya:
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong lagi membanggakan diri.


:) 19 (
Artinya:
Dan sederhanakanlah dalam langkahmu, dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-
buruk suara adalah suara keledai.
Contoh berikutnya tentang adab berkunjung:








i
) : 27 - 28 (
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik
bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka
janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali
(saja) lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
Kita ambil contoh lagi wasiat terhadap dua orang tua di mana Al-Quran telah berpesan kepada
manusia untuk berbuat baik kepada orang tua:

) : 14 (
Artinya:
17
Dan kami perintahan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tua(ibu-
bapak)nya.
Pesan ini kepada anak, karena kasih orang tua kepada anak adalah bersiIat Iitri, sedangkan kasih
anak bukanlah Iitri (pembawaan) namun sesuatu yang harus diusahakan. Bisa jadi inilah yang dikatakan
oleh ahli ilmu jiwa yang membedakan antara gharizi dan muktasab, mereka mengatakan bahwa gharizi
adalah Iitri sedangkan siIat sayang itu muktasab (di usahakan).







) : 8 (
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Kita cukupkan dengan beberapa contoh ini, dan yang perlu diketahui bukan hanya semata-mata
itu saja, namun lebih dari pada itu, yakni bahwa Al-Qutan telah membicarakan anjuran tentang
pendidikan (perbaikan) akhlak, tingkah laku yang berdasarkan kasih sayang, tolong menolong, sayang-
menyayangi, iffah, beruat baik, amanah, bermuka manis, istiqamah, kebersihan, teratur, benar,
perdamaian diantara manusia, persaudaraan, pemaaf, shabar, teguh, berani, bertamu yang baik,
menyimpan rahasia, ihsan, syukur, bersih, membela yang benar, berbuat adil, cinta damai dan lain
sebagainya.
Al-Quran tidak mengganggap cukup dengan ini, namun juga dalam pendidikan akhlak dan
tingkah laku yang dilarang, seperti halnya permusuhan, menghindari tanggung jawab, menipu, kikir,
membumbui omongan, marah, rakus, egois, hasud, munafik, boros, saling menindas, menipu,
membunuh, mengeluarkan omongan yang tak berguna, memanas-manasi, bengis, penakut, penjilat,
menggunjing orang, mengadu domba, bohong, mencuri, bermabuk-mabukan, perjudian, khianat,
pertengkaran, menghina, kepala batu, memberikan sebutan yang jelek dan lain-lain yang pada intinya
dapat kita katakan bahwa risalah akhlak secara umum adalah menegakkan kalimah hak dan mendirikan
tiang-tiang yang adil di kalangan manusia.
2. Pencipta Akhlak
Pembicaraan tentang pencipta akhlak atau adab dalam akhlak adalah sebagaimana pernyataan Al-
Quran sebagai berikut:



) : 102 (
Artinya:
Katakanlah Ruhul Quddus (Malaikat Jibri)l telah menurunkan dari Tuhanmu dengan benar-
benar, agar menjadi kemantapan bagi orang-orang yang beriman dan sebagai petunjuk serta
kabar gembira bagi orang-orang Islam.



) : 105 (
Artinya:
Dan dengan hak Kami menurunkannya, dan dengan hak ia telah turun, dan Kami tidak
mengutus kepadamu melainkan sebagai pembawa kabar gembira dan pembawa peringatan.
18


) : 1 (
Artinya:
(Inilah) kitab yang telah ditetapkan ayat-ayatnya, kemudian diperinci oleh Dzat yang Maha
Bijaksana lagi Maha Mengetahui.




) : 1 (
Artinya:
(Inilah) kitab yang telah kami turunkan kepadamu agar manusia dapat keluar dari kegelapan
menuju ke arah terang dengan izin Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Terpuji.
Di sini kita tengok sebentar pendirian yang bersimpang jalan dengan akhlak IalsaIi, di mana
mereka mengatakan bahwa sumber-sumber ketetapan adab bukanlah wahyu dari langit,namun iya
bersumber dari yang lain yakni manusia,atau merupakan ketentuan sosial yang digali dalam kurun waktu
yang relatip panjang,ahirnya mereka mengatakan bahwa pikiran itu berbeda bedanyajumlah kepada
mausia padahal pencipta akal adalah ALLah swt. Dalam hal ini ada suatu pendapat yang mengungkapkan
sebagai berikut:
*
*
*
Artinya :
Manakala akal bertentangan dengan Tuhannya , maka sebenarya akal itu bodoh .
Akal bersilang dengan Pencipta, padahal status akal adalah ciptaan-Nya .
Jika keutamaan akal dalam ciptaan-Nya, maka Pencipta akal adalah utama.
3. Asas Tasyri
Pembicaraan tentang asas tasyri, apabila akhlak IalsaIi mengatakan bahwa kehendak Allah yang
maha tinggi dan ketentuan-Nya yang pasti merupakan asas tasyri sebagai sandaran akhlak, apakah jiwa
manusia suka atau benci, apakah disetujui oleh akal atau tidak, kalau demikian ini merupakan ketentuan
yang sudah membaku, sedangkan kehidupan manusia selalu berkembang dan kepentingannya pun selalu
berubah, sedangkan apa yang datang dari Allah dalam hal ini tidak berubah dan berganti, begitu pula
aturan-aturan akhlak dalam Al-Quran sangat jauh terhadap apa yang menjadi ketentuan tersebut, kalau
begitu al-Quran tidak up to date lagi.
Begitu pulalah pendapat mereka, padahal sebaliknya, bahwa Al-Quran selalu berpegang kepada
ketetapan akal yang dapat di terima, dan berbicara kepada akal (indra) yang sehat, dan penemuan-
penemuan yang jitu dengan argumentasi yang logis, terutama yang berkaitan dengan pemikiran-
pemikiran ruang angkasa dan langit. Dalam Al-Quran dijelaskan pula bahwa bukan suatu yang pasti
sebagai keharusan bagi pemerintah yang kuat, namun yang dicari adalah kemaslahatan yang telah
ditentukan, dan siapa yang tahu tentang kemaslahatan manusia yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa.

( : 45 (
Artinya:
Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah perbuatan yang keji dan mungkar.




) : 12 (
Artinya:
Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di
antara kamu memakan daging saudaramu yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya.
19




) : 282 (
Artinya:
Dan janganlah kamu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan
persaksian dan lebih dekat kepada hal yang tidak menimbulkan keraguanmu.
Al-Quran ketika menuntut sesuatu atau melarang sesuatu tidak langsung mengarah kepada
manusianya, tidak suka hanya sekedar memerintahkan pekerjaan dengan tunduk tanpa reserve, namun
mula-mula yang diminta adalah diresapi dahulu dalam hati sanubari yang dalam, sehingga mendarah
daging. Kemudian timbul dorongan yang murni, di sanalah hal pertama yang diwajibkan yakni iman,
kewajiban dan keadilannya. Pada langkah kedua baru timbul adanya dorongan beramal yang telah
diyakini kebenarannya dalam hati, kalau tidak demikian bisa jadi adanya tindakan akhlak terhadap nilai
di sisi Allah. Kalau begitu boleh dikatakan bahwa hati adalah kantor posnya syara, dan kata hati
adalah perasaan Iitri bagi manusia sehingga Rasul bersabda:
, "
"
Artinya:
Kebaikan adalah sesuatu yang menentramkan jiwa dan menenangkan hati, sedangkan dosa
adalah yang mengacaukan jiwa dan menimbulkan keraguan dalam hati.
4. Pendorong Amal
Pembicaraan kita tentang pendorong amal dan pembalasannya. Hal ini akan kita bicarakan dahulu
tentang pertanggungjawaban akhlak di dalam Al-Quran. Al-Quran telah menutupi kekurangan yang
belum pernah dilakukan oleh peraturan apapun di dunia ini, yakni bahwa manusia bertanggungjawab atas
segala perbuatannya, dari a sampai z.


) : 26 (
Artinya:
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai
pertanggungjawaban.

) : 164 (
Artinya:
Tidaklah setiap usaha yang dilakukan seseorang, kecuali (bertanggungjawab) atasnya.

) : 104 (
Artinya:
Barangsiapa yang melihat (kebenaran itu) maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri, dan
barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu) maka kemudharatan kembali bagi dirinya
sendiri.
Di sini nampak terdapat Iaidah akhlak agama bagi kepentingan umum, di mana suatu peraturan
tidak menuntut pertanggungjawaban kecuali bagi orang yang melanggar perintah. Aturan akhlak itu
meminta pertanggungjawaban, sedangkan peraturan lain tidak bisa memintanya, dan menetapkan di mana
peraturan umum tidak bisa menetapkannya.
Kamu tidak diminta pertanggungjawaban di depan mahkamah pemerintah seperti ketika kamu
ditangkap polisi dan diajukan kepada pengadilan, namun kamu diminta pertanggungjawaban di depan
mahkamah hati sanubari dalam keadilan Allah.
Masyarakat masih sanggup hidup tanpa pengetahuan dan seni, namun tidak mungkin manusia
hidup tanpa agama, dan dikatakan tanpa agama berarti tanpa akhlak, oleh karena itu Ibnu Abbas
menaIsirkan Akhlak () dengan Ad-Dien ().
20
)
(
Artinya:
Dan sesungguhnya engkau mempunyai akhlak yang agung (yakni agama yang agung).
Apabila manusia diminta pertanggungjawaban atas segala perbuatannya, maka
pertanggungjawaban adalah kemerdekaan, tidak ada kewajiban bagi orang yang tak mempunyai
kemerdekaan, oleh karenanya agama membebaskan dan tanpa ada batas yang menguasai kecuali hati
sendiri.


) : 29 (
Artinya:
Katakanlah bahwa kebenaran itu dari Tuhan, barangsiapa yang menghendaki beriman, maka
berimanalah, dan barangsiapa yang menghendaki kufur, maka kufurlah.
" : ) 245 (
Artinya:
Tidak ada paksaan dari agama.
) : 22 (
Artinya:
Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.

) : 99 (
Artinya:
Dan tidak ada kewajiaban lain atas rasul kecuali hanya menyampaikan tugas.
Apabila masyarakat manusia berpegang kepada dasar ini, maka akan menjelma kehendak yang
bebas, yakni tidak terikat kepada peraturan sosial yang tradisional seperti masyarakat semut atau lebah,
manusia kan hidup dengan peraturan sosial yang berdasarkan kemerdekaan kehendak.
Apabila manusia beramal atas dasar niatnya, maka siapa yang mengazab dari pebuatan itu, toh
mereka juga seperti perbuatan kita yang mempunyai maksud-maksud tertentu. Sedangkan keadilan Tuhan
tidak bisa diletakkan, ia akan berjalan sebagaimana adanya, demikian pula kewajiban kita untuk beriman
bahwa kehidupan di dunia ini adalah tidak masuk akal manakala tidak ada kehidupan lain di balik dunia
sekarang ini, yang akan meluruskan kehidupan kita ini, kehidupan yang paling adil, dan perhitungan yang
paling cermat, kita berada di tangan dzat yang Maha Mengetahui, baik yang itu bersiIat tampak ataupun
tersembunyi.






) : 22 (
Artinya:
Sesungguhnya kewajiban adalah menyampaikan tugas, dan kewajiban-Ku adalah
menghisab.


) : 74 (
Artinya:
Dan sesungguhnya barangsiapa yang datang kepada Tuhannya dengan berlumuran dosa,
maka baginya adalah jahannam, dia tidak hidup dan mati pun tidak.
21


) : 75 (
Artinya:
Dan barangsiapa yang datang kepada-Nya dengan membawa keimanan, telah beramal
shaleh maka bagi mereka mendapat derajat yang tinggi.


) : 41 (
Artinya:
Dan Allah telah menetapkan, tidak ada yang menolak bagi hukuman-Nya, Dialah Yang Maha
Cepat menghitungnya.


( : 46 (
Artinya:
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri.
Dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan
sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya.


) : 19 (
Artinya:
Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar
Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada
dirugikan.
Dari semua itu dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya yang menjadi pokok pangkal adalah
petunjuk Allah yang diberikan kepada kepada yang Dia kehendaki.


) : 56 (
Artinya:
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang
yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau
menerima petunjuk.
Kita mengharapkan pahala daripada-Nya dan takut kepada siksa-Nya. Inilah yang mendorong kita
untuk beramal di dunia ini. Allah berIirman:






Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh,
mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan
mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka
dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi
orang yang takut kepada Tuhannya.
Dalam segi siksaan Allah berfirman:
22









(
: 103 - 106 (
Artinya:
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-
orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-
sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka
menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-
orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur
terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan- amalan
mereka, dan Kami tidak Mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka
pada hari kiamat. Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahannam,
disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-
ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok.
Dan bukan semata-mata karena pahala dan siksa saja yang mendorong
manusia untuk beramal, namun di sana terdapat pula kewajiban karena wajib dan
hak karena hak:
) :
25 (
Artinya:
Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yag setimpal menurut
yang semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang benar, lagi
yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya).
Dan inilah yang mendorong amal orang-orang tertentu, dan ini merupakan pendorong yang
benilai tinggi menurut pandangan agama, Allah berIirman :





) : 31 - 14 (
Artinya:
Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya
(sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan
baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. Bacalah
kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab
terhadapmu.
Adapun masalah kehendak (kemauan) adalah masalah kita sendiri, yakni dengan kekuatan dan
kelemahan, dengan kemampuan bercampur antara berbuat taat dan maksiat. Sedangkan kemauan adalah
merupakan mujizat yang tersembunyi dan secara otomatis dalam diri manusi. Di sini dapat kita Iahami
rahasia bahwa Al-Quran telah menghukumi terhadap orang yang telah padam kemauannya dan mati
hatinya, ibarat binatang yang tersesat:



23




) : 170 (
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan
dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-
tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka itulah orang-orang
yang lalai.
Semoga kita dijaga oleh Allah dari keburukan lalai, dan Allah memberikan nikmat ingatan,
sesungguhnya Allah maha Mendengar, maha Dekat dan maha Mengijabah atas segala doa.
BAB IV
SEJARAH PERTUMBUHAN
ILMU AKHLAK
Akhlak pada Zaman Yunani
Pembahasan Ilmu akhlak secara ilmiah dipelopori oleh orang-orang Yunani. Pada mulanya orang
Yunani itu dikenal sebagai ahli-ahli IilsaIat yang membentangkan alam makro, mereka menyelidiki
tentang asal-usul penciptaan dunia ini. Ada yang menduga bahwa alam ini asalnya dari air (Thales, 640-
545 SM), ada pula yng menyatakan dari udara (Anaximenes, 585-528 SM), ada pula yang menyatakan
dari apeiron (Anaxinadros, 610-546 SM), yang lain menyatakan dari api (Heraklitos 540-480 SM),
bahkan ada pula yang menyatakan dari angka (Pythagoras, 580-500 SM), dan ada pula yang berpendapat
dari atom (Demokritos, 460 SM). Dan banyak lagi pendapat-pendapat dari goresan IilsaIat Yunani
tersebut. Mereka telah asik meneliti masalah-masalah besar, tetapi jarang di antara mereka yang
mengurus dirinya sendiri sebagai unsur alam ini. Sampai datang orang-orang ShoIis )) dimana
mereka menitikberatkan pemikiranya pada persoalan praktis. Mereka adalah guru-guru IilsaIat yang
berlainan letak dan daerahnya, dan lain pula corak jalan pikirannya, namun mereka mempunyai tujuan
yang sama, yaitu ingin membentuk generasi mendatang sebagai penerus, sebagai putra tanah air yang
baik dengan penuh kemerdekaan, yang mengetahui kewajiban tanah airnya tidak mengekor kepada orang
kuno keturunan mereka, tidak berguru kepada aliran kolot. Mereka harus hidup pada pandangan baru
yang merdeka. Dari aliran soIis inilah ilmu akhlak mulai dikenal di dunia.
Setelah lewat generasi yang berpikiran suci ini, munculah soIis-soIis baru yang memalsu
pendirian yang baik dari yang semula, mereka sebagai guru-guru retorika, ahli pidato, bersilat lidah,
bermujadalah (ahli debat). Barang siapa yang pandai mempengaruhi masa, itulah yang dianggap benar
dan menang. Mereka mengajar demi mengeruk keuntungan dan kekayaan. Mereka menjual ilmunya
untuk kebutuhan lahiriyah. Kalau dahulu IilsaIat itu merupakan ilmu yang mahal, tidak dapat dibeli
dengan uang, maka pada masa soIis ini, IilsaIat itu merupakan istilah ejekan dan cemoohan, karena
mereka telah menyalahgunakan apa yang dilakukan oleh guru-guru itu, adapun guru-guru soIis yang
terkenal adalah seperti Protagoras, Gorgias, Hippias, Predikos, Leotini dan lain-lainnya.
Akibat kehadiran pada IilosoI palsu itu bukan membawa rahmat, namun sebaliknya mereka
membawa laknat, karena mereka telah merobek-robek norma kebenaran yang hakiki. Mereka telah
memutar balikkan kebenaran, mereka yang seharusnya menegakkan keadilan, namun mereka malah
membuat masalah yang kecil menjadi besar dan yang besar menjadi kecil, bahkan dapat dihapuskan
dengan begitu saja. Pada masa itu barang siapa yang mempunyai pengaruh, maka dialah yang beruntung,
orang kecil bisa binasa karena tak berkuasa, orang besar bisa bertindak sewenang-wenang karena mereka
dapat menciptakan hukum untuk kepetingan dan kemenangan mereka sendiri, dan hukum dapat berubah
dalam seketika walaupun telah dikukuhkan sebelumnya.
Mereka dalam kegelapan dan kejahilan, kehilangan pegangan, mana yang dikatakan benar atau
salah, apalagi pengertian baik dan buruk, karena mereka menganggap bahwa kebenaran dan kebaikan itu
adalah bersiIat relatiI dan orang-orang ragu-ragu mendapatkan kebenaran dan kebaikan, akhirnya mereka
24
beranggapan bahwa kebenaran dan kebaikan yang sesungguhnya tak dapat dicapai. Mereka mengambil
kesimpulan bahwa ukuran benar dan baik itu tidak ada.
Alam Yunani pada waktu itu diliputi oleh kekacauan, di tengah-tengah itu datanglah ke panggung
sejarah orang yang bernama Socrates (469-399 SM). Dia melihat kenyataan di dalam masyarakatnya
telah dihinggapi oleh wabah yang tak bisa diobati oleh lamunan-lamunan angkasa luar, memikirkan dunia
yang bebas, tak bisa disembuhkan dengan persoalan yang tak mengetengahkan dari mana asal dunia ini.
Socrates berusaha untuk mengalihkan pandangan masyarakat dari pembahasan alam makro ke alam
mikro, dari cakrawala kepada manusia, dari perbuatan yang abstrak ke alam yang nyata. Dengan ini dia
mendapatkan julukan bahwa: Dia telah menurunkan IilsaIat dari langit ke bumi.
Pada hakekatnya yang dipandang sebagai pendiri Ilmu akhlak adalah Socrates ini, sebab dialah
yang sungguh-sungguh membina manusia atas dasar alamiah. Dia memandang bahwa akhlak dan
pergaulan manusia tak akan ada kebaikan, kecuali bila berlandaskan kepada pengetahuan, sehingga dia
mengambil kesimpulan bahwa keutamaan adalah ilmu pengetahuan.
Pengaruh Socrates ini sangt besar artinya dalam perkembangan ilmu akhlak, sehingga sampai
sekarang ini. Aliran-aliran dari murid-murid Socrates yang terpenting sepeninggalnya adalah: Kalbiyun
(Cynecs), dan Qurinayun (Cyrenics).
Pada aliran Kalbiyun adalah Anthesthenes (444-370 SM). Mereka mengajarkan bahwa Tuhan itu
Maha Suci dari kebutuhan, dan sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang berakhlak dengan akhlak
Tuhan, oleh karena itu manusia harus menyederhanakan kebutuhan, harus merasa cukup dengan
seadanya, harus memikul beban, menanggung kesakitan dan kesengsaraan hidup, harus menganggap hina
terhadap kekayaan dan harus berzuhud atas kelezatan. Mereka tak memperdulikan kekaIiran dan
dipandang hina oleh orang lain, yang menjadi pokok bagi mereka adalah berpegang teguh kepada
kesamaan. Di antara tokoh aliran ini adalah Diogenius (waIat 323 SM). Dia memakai pakaian kasar,
makanannya sangat sederhana dan hina, tidur di atas tanah.
Adapun pendiri dari aliran Qurinaiyun adalah Aristippus. Dilahirkan di Qurin (salah satu kota di
AIrika utara). Aliran ini menganggap bahwa tujuan satu-satunya yang benar dalam hidup adalah mencari
kelezatan dan menghindari kesengsaraan. Pekerjaan yang utama adalah pekerjaan yang kelezatannya
lebih banyak daripada kesengsaraannya.
Ringkasnya, aliran Cynecs berpendapat bahwa kebahagiaan itu harus menghindari kelezatan dan
berusaha sekuat tenaga dalam membendungnya, sedangkan aliran Cyrenics berpendapat bahwa
kebahagiaan itu adalah untuk mendapatkan kelezatan sebanyak-banyaknya.
Di samping mereka ada pula murid Socrates yitu Plato (427-347 SM). FilosoI Athena ini berguru
pada Socrates dan banyak menyusun buku yang masih ada sampai sekarang. Dia menulis dengan sistem
tanya jawab. Bukunya yang terkenal dan beredar sampai sekarang adalah Republik ( )
pikiran-pikirannya tentang ilmu akhlak adalah semacam gubahan dalam dialog yang bermacam-macam
dengan pembahasan secara IilsaIat.
Kepuasan dalam masalah ilmu akhlaknya didasarkan atas Teori Ide, dimana dia berpendapat
bahwa di belakang alat indrawi ada alam lain yang bersiIat rohani atau alam akli, dan tiap-tiap yang ada
di dunia ini adalah gambaran terhadap alam rohani atau akli itu. Sesuai dengan hal ini, Plato berpendapat,
bahwa Ide adalah merupakan kebaikan yang hakiki, ia adalah azali, abadi dan paling sempurna. Bilamana
perbuatan seseorang mendekati dengan alam Ide dan sinarnya memancar kepada seseorang, maka
pekerjaan itu akan mendekati kepada kesempurnaan. Untuk mencapai hal itu diperlukan latihan jiwa dan
kebersihan akal Iikiran. Manusia tak akan mendapat keutamaan dalam perbuatan yang baik kecuali orang
itu adalah IilosoI. Dengan kata lain, hanya IilosoIlah yang mendapat keutamaan dalam mengerjakan
kebaikan-kebaikan.
Plato memandang bahwa dalam jiwa itu mempunyai kekuatan yang berlainan. Keutamaan itu
timbul dari keseimbangan; kekuatan tersebut patuh pada hukum akal. Dia berpendapat bahan pokok
keutamaan itu ada empat unsur, yakni kebijaksanaan, keberanian, kewiraan dan keadilan. Hal ini
merupakan soko guru dari individu-individu. Dalam hal berbangsa, kita melihat kebijaksanaan
merupakan keutamaan pemerintah, keberanian merupakan keutamaan prajurit, kewiraan adalah
keutamaan rakyat, sedangkan keadilan adalah keutamaan dari pada keseluruhannya yang membatasi
manusia dalam pekerjaan dan hasil usahanya untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang lebih baik lagi.
Demikian pula individu-individu, kebajikan adalah keutamaan pemerintah bagi seseorang yang mengatur
dirinya, keberanian adalah keutamaan karena dengannya dapatlah seseorang menolak kejahatan dan
kejelekan, keperwiraan adalah keutamaan, karenanya dengannya seseorang dapat mempertahankan diri
untuk mendapatkan kelezatan, sedangkan keadilan adalah keutamaan yang memberikan pekerjaan sesuai
dengan kemaslahatan manusia.
Muridnya plato yang lain adalah Aristoteles (384-322 SM). Dia mendirikan satu aliran yang
berbeda dari gurunya, dimana aliran tersebut dikenal denagn Madzhab Perepetetic (). Karena
dia mengajar sambil berjalan-jalan di tempat yang ternaung oleh pepohonan. Dia telah membahas akhlak
dalam salah satu karangannya. Dia berpendapat bahwa tujuan terakhir dari pekerjaan manusia adalah
mendapatkan kebahagiaan ( ). Tetapi teorinya mengenai kebahagiaan ini lebih luas dan lebih tinggi
daripada aliran Utilitarianisme )) dalam abad modern ini. Jalan untuk mencapai kebahagiaan
tersebut harus menggunakan kekuatan akal, hal inilah yang lebih baik menurut dia.
25
Aristoteles-lah yang menciptakan teori Pertengahan ((, yakni bahwa setiap keutamaan
adalah ditengah-tengah antara dua keburukan, seperti halnya dermawan adalah di tengah-tengah antara
boros dan kikir, berani adalah di tengah-tengah antara membabi buta dan takut.
Berikutnya terdapat pula Stoa dan aliran Epikurus juga telah membahas pula tentang akhlak ini
dengan berbagai aspek. Stoisme mendirikan aliran yang didasarkan kepada liran Cynecs sebagaimana
telah tersebut di atas. Tetapi Stoisme ini telah melepaskan diri dari IilsaIat Yunani dan Romawi.
Pengikutnya yang terkenal pada permulaan kekuasaan Romawi adalah Cynece (65-6 SM) dan Epictitus
(140 -60 SM) juga seorang kaisar Marcus Airslius (180-121 SM).
Adapun aliran Epicurus mendirikan ajaran yang berdasarkan ajaran Cycrenics. Pendirinya adalah
Epicurus sendiri. Aliran ini telah diikuti pula oleh IilosoI modern Perancis yaitu Gassindi (1592-1655 M).
Dia membuka sekolah di Perancis yang mempunyai maksud untuk menghidupkan kembali ajaran
Epikurus; dan keluarlah dari sekolahan tersebut seorang yang dikenal Muleer namanya, juga orang
Perancis.
Pada akhir abad ketiga tersiarlah agama Nasrani di Eropa, dan pada saat itu berubahlah alam
pikiran manusia dan tersiarlah pokok-pokok akhlak yang terdapat dalam Taurat, dan manusia baru tahu
bahwa sumber dari akhlak adalah Allah. Allah-lah yang meletakkan undang-undang dan manusia harus
memeliharanya dalam pergaulan sehari-hari. Allah yag menerangkan mana yang baik dan mana yang
buruk. Apa yang baik adalah kebaikan yang menuntut kerelaan Allah dan menunaikan segala Perintah-
Nya. Kalau menurut orang-orang Yunani, terutama aliran Stoisme, yang mendorong untuk mengerjakan
kebaikan adalah pengetahuan dan hikmat maka orang Nasrani menganggap bahwa yang mendorong
berbuat baik adalah cinta dan iman kepada Allah.
Orang-orang Nasrani menganjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam mensucikan jiwa, Iikiran
dan perbuatan, mereka menganggap bahwa Ruh adalah penguasa yang sempurna terhadap badan dan
naIsu, oleh karena itu mereka berpendapat bahwa badan adalah barang yang hina dan kebutuhannya pun
adalah hina pula. Mereka mengasingkan dan menyingkirkan persoalan dunia, mereka condong kepada
zuhud dan beribadat, mereka menjadi rahib-rahib yang mensucikan diri, tak kawin dan tak mau diganggu
kebutuhan jasmaninya.
Ilmu akhlak di abad pertengahan
Di eropa pada abad pertengahan, orang telah gemar berIilsaIat, dan membagi-baginya dalam berbagai
cabang ilmu, salah satu di antaranya adalah Ilmu Akhlak. Gereja pada mulanya, menyatakan perang
terhadap IilsaIat Yunani dan Romawi, juga menentang tersiarnya ilmu pengetahuan dan kebudayaan,
karena mereka menganggap bahwa hakekat dari sesuatu telah cukup dengan sampainya wahyu. Apa yang
buruk maka buruklah. Begitu pula yang dikatakan benar dan salah, tak ada ilmu lain yang dapat
menempuh kebenaran kecuali hanya dengan tuntunan ilahi.
Bagi mereka yang menyimpang dari ajaran Gereja, tak ada lain kecuali mendapat cercaan sebagai
orang kaIir yang murtad dari agama. Apabila ada orang yang pandai yang menentang undang-undang
Gereja, tokoh-tokoh gereja berusaha untuk menangkisnya dengan dogma-dogma yang telah diajarkan dan
berusaha menginterpretasikan dengan cara IilsaIat. Ahli gereja yang semula menyatakan perang terhadap
IilsaIat, karena gencarnya serangan-serangan IilsaIat, mereka mempertahankan bukunya dengan dogma-
dogma sudah tidak bisa bertahan. Untuk mengurangi kekalahan ini gereja berusaha untuk mencari alat
yang dipergunakan oleh IilsaIat yaitu akal Iikiran. Maka gereja mulai memakai pikiran dalam
mempertahankan dogma. Akhirnya dengan menggunakan cara akal pikiran itu, dogma menjadi kabur dan
bercampur baur, akibatnya dogma hanya menjadi semboyan sedang isinya adalah akal pikirian. Sejak dari
masa itulah agama dikendalikan oleh IilsaIat, dengan isitilah lain bahwa gereja pada waktu itu adalah
merupakan hasil IilsaIat yang bertopeng agama. Kita bisa melihat teori Salvatien dari Augustin yang
sekarang masih menjadi undang-undang dan hukum kepercayaan Nasrani. Hal ini dilakukan karena
menutupi kekalahan total yang dialami oleh gereja terhadap IilsaIat dan ini hanya sekedar adaptasi antara
akal dengan dogma yang penuh Iantasi dan bayangan yang jauh dari hakekat yang sebenarnya.
Tokoh-tokoh gereja lantas megngenal siapa itu Socrates, Plato, dan Aristoteles, pendapat-
pendapat mereka ini yang diambil untuk menguatkan ajaran-ajaran gereja dan mencocokkan serta
menyesuaikan cara berIikir mereka, dengan sebab itu banyak di antara tokoh-tokoh gereja sebagai IilosoI,
dan dari sinilah dogma-dogma gereja telah dimonopoli oleh IilsaIat.
FilosoI-IilosoI yang muncul pada abad pertengahan antara lain adalah Abelard. Dia telah berhasil
mencapur-adukakan ajaran IilsaIat dengan ajaran Masehi. Abelard ini berkebangsaan Perancis, hidup
antara tahun 1079-1142 M. Yang lain lagi kita kenal Thomas Aquinos, seorang IilosoI ke-Tuhanan
berkebangsaan Itali (1226-1247 M).
Akhlak menurut pandangan orang-orang Jahiliyah
Sebetulnya orang-orang Arab Jahiliyah boleh dikatakan pada hakekatnya tidak mempunyai
IilsaIat dalam arti bahwa mereka tidak meninggalkan catatan Iikiran yang secara teliti, bebas, teratur dan
mendalam, bukan seperti orang Yunani yang kita kenal seperti Plato, Epicurus, Zeno, dan lain-lainnya,
karena pembahasan secara ilmiahnya bagi orang Arab belum dikenal. Hal ini pada hakekatnya Iikiran itu
berhubungan dengan kebudayaan yang telah ada. Meskipun orang Arab Jahiliyah tidak mempunyai ahli
26
IilsaIat, namun orang Arab telah sanggup menunjukkan bahwa mereka mempunyai jiwa penyair, dimana
penyair-penyair ini bertindak sebagai IilosoI kenamaan kalau dibandingkan dengan orang Yunani.
Mereka inilah yang memberitakan pekerjaan-pekerjaan yang baik dan melarang segala tindakan yang
mungkar. Merekalah yang mendorong orang untuk berbuat keutamaan, memperingatkan dan menegur
bagi yang berbuat kehinaan. Kita lihat cerita pada masa itu bagaimana kebijaksanaan seorang yang
bernama Lukmanul Hakim, Aktasim bin SyaeIi serta penyair Zuher bin Abi Sulama dan Hatam Ath-
Thai
Munculnya agama Islam
Orang Arab pada masa sebelum Islam adalah dalam masa kegelapan, zaman jahiliyah, krisis
akhlak yang paling parah di seluruh dunia. Islam datang mengajak manusia ke arah itikad bahwa Allah
adalah sumber dari segala sesuatu di dunia ini, alam dan isinya timbul dari pada-Nya, beraneka bentuk
dan corak ragam kejadian, kenyataan yang tak dapat dielakkan, semua ini hanya sebagai makhluk Allah
semata. Allah Maha Kuasa dan Maha Bijaksana, Allah telah mengatur perjalanan langit dan bumi,
matahari, bulan, dan bintang-bintang. Islam datang untuk mengatur dan mengajar manusia agar ia sampai
kepada tujuan yang hakiki, berjalan di atas roda kebenaran dan mengikuti jalan keadilan, mengenyam
kenikmatan dunia dan mendapatkan kekekalan nikmat di akhirat kelak. Inilah balasan bagi orang yang
patuh, tunduk dan mau diatur hidup dan kehidupannya. Tetapi sebaliknya, Islam pun melarang keras
berbuat bohong, menganiaya, berbuat yang merendahkan martabat kemanusiaan, hina-dina dan berbuat
dosa. Bilamana mereka itu melanggar segala perbuatan yang seharusnya ditaati dan berbuat yang dilarang
oleh syara maka bagi mereka tak ada tempat berlari dan berlindung kecuali mereka harus mencicipi
sengsara dan neraka.
Allah dalam Iirman-Nya menyatakan: Sesungguhnya Allah telah memerintahkan berbuat adil,
ihsan dan memberikan naIkah kepada kerabatnya, dan juga Allah melarang dari perbuatan keji, munkar
dan sesat. Dan Allah pun berIirman: Barangsiapa yang berbuat baik, pria atau wanita sedang dia adalah
seorang mukmin, maka pasti akan Kami berikan kehidupan dengan hidup yang lebih baik, dan pasti
Kami balas dengan balasan yang lebih baik daripada apa yang mereka amalkan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai kepada orang-orang yang berbuat kebinasaan.
Begitulah tuntunan Allah terhadap manusia dalam segala hal yang menyangkut tentang perbuatan baik
dan buruk serta akibat dari perbuatan-perbuatan tersebut. Allah memerintahkan kepada manusia bukan
sembarang perintah, akan kembali kepada manusia itu sendiri. Kebaikan akan tegak apabila adanya tiga
Iaktor, yakni keadilan, kebenaran dan amanah, sebaliknya keburukan itu karena adanya kedhaliman,
kedustaan dan penghianatan. Jika Allah melarang sesuatu, selalu dibarengi dengan akibat yang buruk
yang akan menimpa si pelanggar.
27
BAB V
TEORI DAN MATERI
ILMU AKHLAK
.A ALIRAN ILMU AKHLAK DALAM UKURAN BAIK DAN BURUK
Kalau kita ingin mengetahui tentang panjang dan lebar kamar, maka kita harus mengetahui
ukurannya, yaitu mengukur dengan menggunakan meteran, sudah barang tentu kita akan mengetahui
ukuran yang sebenarnya dari kamar tersebut. Demikian juga kelakukan manuisa, bila kita ingin
mengetahui neraca atau takarannya, maka apa ukuran atau kriteria baik dan buruk itu? Karena manusia
berbeda pandangan dalam menentukan baik dan buruk dan bahkan pula seseorang bisa menganggap baik
pada suatu saat tetapi mengangggap buruk pada saat yang lain, maka kita harus menentukan ukuran yang
kita pegang?
Ukuran baik dan buruk sebagai kriteria akhlak itu bermacam-macam, antara lain:
.a Adat kebiasaan
Manusia di mana dan kapan saja berada pasti dipengaruhi oleh lingkungannya, karena dia
dibesarkan dalam lingkungan tersebut. Dia memandang bahwa orang di sekelilingnya berbuat sesuatu
pekerjaan yang lain. Di sana kita lihat tidak ada kekuatan hukum yang dijalankan oleh lingkungan, itulah
yang dilihat dan ditentukannya, apa yang mereka perbuat maka diperbuatlah, dan apa yang mereka
tinggalkan maka dia tak memperbuatnya.
Dengan ini kita mengambil garis, bahwa apa yang dianggap baik oleh dia adalah yang cocok
dengan adat kebiasaan, dan yang buruk adalah yang menyalahi adat kebiasaan tersebut.
Ukuran baik dan buruk berdasarkan adat itu tidak bisa dipertahankan lama karena dalam adat dan
kebiasaan banyak terdapat kekurangannya, sehingga menimbulkan kemudharatan, mengapa? Karena
keadaan alam itu berubah, bergeser, dan akhirnya berbalik, andaikan kita berpegang kepada adat yang
ada, maka kita tak akan dapati dunia yang seperti sekarang.
.b Kebahagiaan
Para ahli IilsaIat telah membahas tentang ukuran baik dan buruk, sebagian berpendapat bahwa
ukuran tersebut adalah kebahagian dan kebahagian ini adalah tujuan terakhir. Dengan istilah lain bahwa
kebahagian itu merupakan ultimat goal bagi manusia. Mereka mengartikan kebahagian ini adalah
kelezatan dan bebas dari kesengsaraan. Lezat adalah ukuran amal, dan amal itu dianggap baik bilamana
terdapat kelezatan dan amal dianggap buruk manakala pekerjaan itu tidak ada kelezatan.
Karena menyadari bahwa bukan hanya semata-mata kelezatan yang dicapai, tapi juga yang tidak
lezat. Oleh karenanya mereka berkata: Bahwa sepantasnya yang dicari adalah yang lebih besar lezatnya,
dan bila manusia itu disuruh memilih sesuatu pekerjaan maka wajiblah ia memilih yang lebih banyak
lezatnya. Aliran ini disebut aliran kebahagiaan atau madzhab Saadah ( ) atau disebut juga
Hedonisme. Aliran ini dibadi dua:
.1 Sebagian mereka mengatakan, bahwa manusia harus mencari kelezatan
untuk pribadi, dan segala usaha harus ditempuh untuk mendapatkan kelezatan tersebut. Bila ada dua
pekerjaan, maka yang dipilih adalah yang lebih banyak kelezatannya untuk pribadi, itulah yang baik
dikerjakan, bilamana banyak kesengsaraan untuk diri pribadi, ini adalah buruk, dan ini harus dijauhi,
manusia harus mencari latar belakang kelezatan ialah kebahagiaan, dan manusia harus bekerja untuk
28
mencapai kebahagiaan tersebut. Pekerjaan yang menyampaikan tujuan atau mendekati itulah yang
dinamakan kebaikan. Aliran ini disebut Kebahagiaan Pribadi atau Saadah Syakhshiyah (
), Egoistic Hedonism; karena ia mencari kebahagiaan untuk diri sendiri. Tokoh utama pada
aliran ini ialah Epicurus, dan pada abad modern ini kita kenal sebagai tokoh lain yaitu Hobbes (1588-
1679 M). Hobbes mengembalikan kebaikan manusia kepada cinta terhadap dirinya sendiri dan
mencari kelezatan untuk diri sendiri. Kelemahan aliran ini adalah menjadikan manusia sebagai
ananiah (egoistic) yang tak memandang kepada orang lain, dia hanya memandang diri sendiri, apakah
orang lain itu hidup atau mati, yang penting dia hidup untuk memuaskan diri sendiri, tidak ada rasa
sosial pada dirinya.
.2 Aliran yang lain berpendapat bahwa hidup ini harus mencari kebahagiaan
sebanyak mungkin untuk seluruh ummat manusia, bahkan untuk seluruh makhluk yang mempunyai
perasaan. Dalam menetapkan pekerjaan baik atau buruk itu harus meninjau daripada hasilnya, apakah
itu lezat atau sengsara. Kelezatan itu bukan hanya kelezatan nyata, tetapi kelezatan yang tak langsung
atau yang jauh, begitu pula kesengsaraan. Kemudian setelah kita bandingkan mana yang lezatnya,
maka perbuatan itu adalah pekerjaan yang baik, tetapi apabila ternyata laranya, maka pekerjaan itu
adalah buruk. Aliran ini dikenal dengan madzhab Kebahagiaan Umum atau madzhab Saadah
Amamah ( ), Universalistic Hedonism. Aliran ini juga bisa dikatakan dengan madzhab
Manfaah ( ) Utilatarianism. Tokohnya adalah seorang Inggris yang bernama Bentham
(1978-1832 M) dan J.S. Mill (1806-1873 M).
.c Intuisi
Ukuran baik dan buruk itu ada yang berdasarkan kepada intuisi, aliran yang mendasarkan dan
mengembalikan baik dan buruk kepada intuisi ini dinamai madzhab Laqqanah () Intuitionalism,
mereka berpendapat bahwa setiap insan mempunyai insting, insting ini tidak bisa dicari-cari, ia adalah
pemberian khusus yang membedakan baik dan buruk sebagaimana mata melihat dan telinga mendengar.
Pekerjaan baik dan buruk bukan ditinjau dari hasil rasa lezat atau lara, namun insting itu
menunjukkan sedemikian rupa dengan pasti daripada hasilnya. Benar itu baik walaupun mengakibatkan
kelaraan, dan bohong itu adalah buruk meskipun membawa kenikmatan.
Aliran ini ada yang mendasarkan, bahwa intuisi itu dari kekuatan akal dan ada pula yang berasal
dari kekuatan bakat (malakah). Intuisi ini memberikan pengetahuan tentang kuliyat dan juga jiziyat,
sedangkan yang lain mengatakan bahwa ia memberikan pengetahuan yang bersiIat kuliyat saja, dan
dengan kuliyat ini lantas terdapat jiziyat.
Plato termasuk aliran Intuisi ini, sedangkan Aristoteles termasuk aliran hedonism, meskipun lebih
tinggi nilainya dari Utilitarianism. FilosoI-IilosoI kuno juga ada yang berdasarkan kepada intuisi ini,
yaitu pengikut Zeno (342 270 SM) yang disebut aliran Atoisme, yang sekurun dengan Epicurus.
Pada zaman modern ini ada pendukung yang utama ialah Immanuel Kant yang mengatakan
bahwa akal manusia adalah pokok akhlak dan kami tidak membutuhkan belajar aturan-aturan tingkah
laku apakah melalui latihan, percobaan atau pendidikan, tetapi akal kita mengajar dan memerintah secara
spontan terhadap apa yang kita lakukan, dan harus diingat bahwa akal kita memerintahkan untuk
mengikuti dasar-dasar yang dinamai perintah mutlak.
.d Evolusi
Sudah menjadi pendapat umum bahwa tiap-tiap jenis dan macam binatang itu berdiri sendiri
dengan dzatnya, tidak berpindah kepada yang lain, ikan tidak berpindah kepada yang lain kecuali
melangsungi, begitu pula binatang-binatang lainnya. Hal ini berlangsung terus menerus hingga datang
seorang sarjana Prancis, Lamark (1774-1829 M), dia menyodorkan pembahasan tentang jenis, bahwa ia
berpindah dari satu Iase ke Iase lain, dengan alasan bahwa apa yang telah ia saksikan adalah terdapat
asimilasi dan tidak ada batas yang membedakan antara tiap-tiap jenis, jenis-jenis itu tidak dijadikan
seluruhnya pada suatu masa, melainkan diciptakan dari satu hewan yang sederhana kemudian meningkat
sedikit demi sedikit, yang satu melahirkan yang lain, dan berpindah dari satu kepada yang lain.
Yang menimbulkan perubahan itu ada dua Iaktor
Pertama miliu atau suasana yang mengelilingi, dan kedua Iaktor warisan yang mula-mula, yakni
siIat yang terdapat asal-usul keturunannya.
Kemudian datanglah Charles Darwin, sarjana Inggris (1809-1884 M), dengan bukunya On The
Origin oI Species By Means oI Natural Selestion ( ). Aliran ini berdasarkan kepada
undang-undang :
o Seleksi Alam (Natural Selection)
o Pertentangan yang kekal
o Ketetapan yang lebik baik
o Undang-undang warisan
Dari semua ini merupakan dasar dari salah satu aliran akhlak yang dikembangkan oleh Herbart Spencer
(1820-1903). Dia beranggapan bahwa pekerjaan akhlak itu timbul dari yang sederhana kemudian
meningkat ke arah yang lebih tinggi sedikit demi sedikit. Yaitu berjalan ke arah contoh yang ideal (
29
) yang merupakan tujuan. Pekerjaan itu baik bilamana mendekati kepada contoh yang ideal tersebut,
dan yang buruk adalah yang jauh dari pada yang ideal tersebut. Keseimbangan jiwa dan keutamaannya
adalah menyesuaikan diri (adaptasi) kepada lingkungan di sekitarnya.
Jadi ukuran baik dan buruk itu adalah penyesuaian diri kepada kehendak alam yang keadaan alam itu
berjalan secara evolusi. Aliran ini berdasarkan kepada evolusi alam, maka dalam akhlak pun disebut
aliran evolusi
6
.
.e Theologi
Yang dimaksud aliran ini ialah orang-orang yang berpendirian bahwa ukuran baik dan buruk itu
adalah Undang-undang Ketuhanan. Pekerjaan itu baik, apabila sesuai dengan perintah Tuhan, dan
pekerjaan itu buruk apabila bertentangan dan melanggar perintah Tuhan serta dan melakukan apa yang
dilarang Tuhan.
Tiap-tiap agama mempunyai theologinya masing-masing, dan berbeda pula dalam doktrinnya.
Sebagai contoh menganggap baik, bila mereka itu percaya kepada Yesus bahwa dia adalah anak Allah dia
mati di atas palang salib di Gunung Golgota untuk menebus dosa manusia, dan dianggap keluar dari
agamanya bila tidak percaya demikian tersebut. Lain dengan Islam bahwa apa yang disebutkan sebagai
kebaikan dan kepercayaan bagi agama Nasrani adalah keburukan bagi agama Islam, karena ini
penghinaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Lain pula halnya dengan agama Yahudi.
Dari sekian banyak aliran, ada aliran yang berkembang, namun tidak terpengaruh sebagaimana
yang telah kita sebutkan dahulu, seperti halnya aliran Vatalisme, Idealisme, Pessimisme dan lain-lain,
yang kebanyakan pada hakekatnya termasuk kepada aliran hedonisme karena mereka menghendaki
kebahagiaan, namun caranya berlainan dalam mencapai kebahagiaan tersebut.
.B Materi Akhlak
Ilmu akhlak adalah yang membahas tentang tingkah laku manusia yang baik dan yang buruk. Al-
Ghazali menerangkan bahwa akhlak yang baik adalah iman, dan akhlak yang buruk adalah niIaq.
7


.
Artinya:
Dia mempunyai rasa malu yang besar, sedikit membikin sakit, banyak berbuat maslahat,
benar ucapannya, sedikit perkataannya, banyak beramal, sedikit terpeleset, sedikit melebihi
omongan, baik, sering menemui kerabat, tenang, shabar, syukur, rela, menahan diri dari
berbuat maksiat, lemah lembut, tidak pernah mengutuk tidak mencacimaki, tidak
mengadudomba, tidak mengumpat, tidak terburu-buru, tidak pendendam, tidak bakhil, tidak
hasud, tidak ria, tidak banyak mengeluh, tidak berputus asa, cinta karena Allah, benci karena
Allah, suka karena Allah, marah karena Allah. Inilah akhlak yang baik.
Kalau kita teliti, maka materi akhlak yang paling banyak kita dapati dalam Ihya Ulumuddin juz
ketiga dan kempat, yakni dalam rubu' muhlikat dan munjiyat, sedangkan dalam rubu pertama dan kedua,
yakni rubu' Ibadat dan Adat sedikit sekali kita dapati walaupun pada hakekatnya semua tingkah laku
manusia terdapat dalam maudlu 'ilmu akhlak.
Secara kronologis kita mulai dari bahaya lisan, dimana hal ini banyak menyangkut
problem akhlak:
a. BAHAYA LISAN
Al-Ghazali membicarakan lisan bukan sekedar penyakit-penyakitnya saja, namun beliau mula-
mula mengatakan bahwa lisan adalah salah satu nikmat Allah yang sangat besar, ciptaan yang sangat
halus penuh keanehan, kecil bentuknya namun besar artinya, dalam ketaatan dan kedurhakaan, karena
tidak bisa dibedakan mana yang mukmin dan mana yang kuIur tanpa melalui lisan. KaIir adalah
puncaknya kemaksiatan, dan iman merupakan ketaatan hamba.
Tidak ada sesuatu yang wujud atau adam, khalik atau mahluk, yang dihayal atau yang diketahui,
diterka atau tidak diterka kecuali lisan berperan di dalamnya, untuk menampakkan baik itu menetapkan
atau menaIikan. Karena ilmu yang didapat itu diuraikan melalui lisan, dan tidak ada sesuatu ilmu pun
yang tidak melalui lisan. Inilah khasiat yqng tak terdapat pada anggota badan lainnya, mata tak sampai
kecuali hanya sampai kepada warna dan bentuk, telinga tidak sampai kecuali hanya pada suara, tangan
6
Kitab Al-Akhlak hal. 97-138
7
Ihya, Juz III, hal, 67
30
tak sampai kecuali hanya pada jisim. demikian pula anggauta badan lainnya.
Selanjulnya AI-Ghazali membicarakan tentang kekhawatiran yang besar terhadap lisan, dan
mengutamakan berdiam diri, beliau mengemukakan sebagai berikut: Ketahuilah bahwa kekhawatiran
lisan itu sangat besar, dan tidak akan selamat dari kekhawatiran tersebut kecuali berdiam diri, oleh karena
itu syara' memuji dan menganjurkan untuk berdiam diri", sebagaimana sabda Rasul yang maksudnya:
"Barangsiapa yang berdiam diri maka selamatlah dia", dan sabdanya pula: "Berdiam diri itu mengandung
hikmat, dan sedikit orang yang mengerjakannya". Banyak pula hadits dan atsar sahabat dan perkataan
Ulama yang dikutip oleh Al-Ghazali sebagai bukti bahwa berdiam diri itu sangat berperan dalam
mengendalikan terpeleset perbuatan lisan.
Dalam berdiam diri itu kita isi dengan bertaIakkur, berdzikir, ibadah dan mengikuti perkataan
yang baik dalam hal dunia, dan memikirkan hisabnya di akhirat kelak.
1. Berbicara yang tak Berguna ))
Al-Ghazali mewasiatkan: "Ketahuilah bahwa sebaik-baik tingkah lakumu adalah memelihara
pembicaraanmu dari seluruh penyakit yang telah kami sebutkan, yakni: ghibah, namimah, kidzib, mira',
jadal, dan lain-lain, dan berkatalah apa yang mudah yang tak akan menimbulkan kemadaratan, dan bagi
muslim tidak lain kecuali berbicara seperlunya, karena kalau tidak demikian maka hilangkah umur, dan
akan dihisab segala amal lisanmu, gantilah apa yang rendah dengan apa yang lebih baik, karena kalau
waktu berbicara itu dipergunakan untuk bertaIakur maka boleh jadi akan membuka jalan rahmat Allah
ketika memikirkan sesuatu. Kalau waktu itu dipergunakan untuk tahlil dan berdzikir maka inilah yang
lebih baik. Siapa tahu sepatah kata akan mejelmakan gedung yang indah kelak di syurga. Bila waktu itu
dipergunakan untuk mengobrol percuma, maka ini adalah kerugian yang nyata, karena ia ketinggalan dari
keuntungan. Begitulah ibarat orang yang meninggalkan dzikir kepada Allah dan sibuk dengan perkataan
yang tak berguna, karena apabila tak terjerumus kepada keburukan maka pasti dia merugi, sebab dia telah
melalaikan keuntungan dari berdzikir, karena seseorang yang diamnya bertaIakur berarti dia mengerjakan
sesuatu yang bermanIaat dan bicaranya adalah berdzikir. Nabi bersabda: "Modal seorang hamba adalah
waktu, bila waktu itu dipergunakan kepada yang tak berguna dan tidak dipergunakan untuk menabung
pahala di akhirat, maka hilanglah modal tersebut". Oleh karena itu pula Nabi bersabda: "Sebaik-baiknya
seseorang adalah meninggalkan apa yang tak berguna. Banyak pula dalil-dalil yang diambiI Al-Ghazali
dalam hal ini baik itu atsar ataupun qaul ulama.
2. Melebih-lebihkan Omongan /bermulut besar ( )
Melebih-lebihkan omongan atau mulut besar adalah tercela, karena termasuk tindakan yang tak
berguna, berkata hanya sesuai dengan kebutuhan, perkataan atau omongan yang singkat orang akan
mengerti, manakala diulang-ulang adalah percuma/mubadzir, jika seseorang cukup mengerti dengan
sepatah atau dua patah kata, maka yang selebihnya adalah melebihi keperluan, ini tereela sebagaimana
yang pertama, walaupun tidak mengandung kejelekan dan kemadaratan.
Al-Ghazali melanjutkan, bahwa melebih-lebihkan omongan bukanlah hal yang dianggap sepele,
namun juga disebutkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah, seperti Iirman Allah:



: ) 114 (
Artinya:
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari
orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan
perdamaian di antara manusia.
) (
Artinya :
"Alangkah baiknya orang yang menahan kelebihan omongannya dan membelanjakan
kelebihan hartanya",
Al-Ghazali kemudian mengingatkan, coba lihat bagaimana hati manusia sekarang, mereka menahan
31
kelebihan harta dan melancungkan omongan.
3. Terjun dalam Kebathilan ))
Yang dimaksud dengan terjun dalam kebathilan adalah berbicara dalam kemaksiatan, seperti
dongeng wanita cabul, tempat-tempat mabuk, tempat orang Iasik, orang kaya yang berIoya-Ioya,
kcsombongan raja-raja dan mengampuni mereka yang sedang berbicara kotor. Pcrbuatan semacam ini
adalah tercela dan tingkah laku yang dibenci, karena semuanya adalah omongan yang tidak halal, dan
bagi orang yang menceburkan diri ke arah itu adalah perbuatan yang diharamkan Allah. Adapun
berbicara yang tidak berguna atau memperbanyak ocehan itu hanya meninggalkan keutamaan saja dan
tidak menjadikan keharaman, namun orang yang banyak ocehan itu akan menimbulkan perkataan yang
yang terjun dalam kebathilan. Aneka kebathilan itu tidak te'rhingga karena banyak corak ragamnya, oleh
karena Itu tldak ada kemurnian kecuaii dengan meringkas perkataan menurut kepentingan agama dan
dunia. Al-Ghazali mengemukakan hadist:

Artinya :
"Kesalahan terbesar bagi manusia pada hari kiamat adalah mereka yang terjun kedalam
bathilan.
Hadits ini sesuai dengan Iirman Allah:



Artinya:
Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan
yang lain. karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa
dengan mereka.
4. Percekcokan dan Pertengkaran ( )
Percekcokan adalah dilarang, sebagaimana sabda Rasul:

Artinya :
"Janganlah bercekcokan kepada saudaramu. Jangan bersenda gurau. Jangan berjanji
dengan suatu perjanjian yang kau langgar.
Begitu pula sabda Rasul:
( )
Artinya:
Betapa indah orang yang menahan kelebihan omongannya dan menafkahkan kelebihan
hartanya.
Banyak lagi hadits yang menerangkan larangan tentang percekcokan ini.
Al-Ghazali mendeIisikan percekcokan ini sebagai berikut: Percekcokan adalah setiap bentuk
sanggahan terhadap perkataan orang lain dengan maksud menampakkan kelemahan dalam lafadl,
makna atau maksud pembicaraan. Adapun meninggalkan percekcokan adalah meninggalkan
persanggahan, setiap omongan orang lain didengarkan dahulu, bilamana benar, maka benarkanlah, bila
mana bathil atau dusta dan hal ini tidak berhubungan dengan agama maka diamlah."
32
Selanjutnya Al-Ghazali menyatakan: Hal yang semacam ini tcrdapat pula dalam bidang ilmiah,
yang disebut jadal (diskusi, debat) ini juga tercela, bahkan seharusnya berdiam diri atau bcrtanya kepada
hal-hal yang berIaidah bukan didorong karena ingin menentang atau mengingkari, mengaburkan
pengertian dan bukan karena mau menyinggung perasaan orang lain dengan maksud jahat.
Adapun mujadalah adalah semacam usaha menandingi, melemahkan dan menampakkan
kekurangan orang lain, dengan maksud menunjukkan kekurangan dan kebodohannya. Cirinya adalah
memperingatkan kepada yang hak. Segi lain adalah paksaan ketika berdebat, suka menampakkan
kesalahan orang lain, seolah-olah dia mempunyai kelebihan dibandingkan orang lain. Hal ini tidak bisa
terhindar dan perbuatan yang jelek atau sombong kecuali berdiam diri,
Mengenai pengobatan yang harus dilakukan, Al-Ghazali menyarankan, untuk menghilangkan
kesombongan dan kekuatan yang menganggap rendah kepada orang lain adalah harus banyak taIakur
terhadap diri sendiri, atau kelemahan sendiri dan taIakur akan siksaan Allah swt.
5. Cakar-cakaran ()
Khusumah adalah tercela selain mira' dan jadal, kalau mira' menusuk perkataan orang lain dengan
menampakkan kelemahannya dengaan maksud menghina atau melemahkan kedudukan orang lain. Jadal
adalah suatu ibarat menampakan pendapat dan menetapkannya, sedangkan khusumah adalah luapan
omong agar mendapatkan harta atau yang dituju. Yang dimaksud khusumah yang tercela di sini adalah
sesuatu yang herhubungan dengan kebathilan, adapun menuntut hak dan harta adalah tidak menjadi soal.
Selanjutnya AL-Ghazali mengatakan: memang sedikit sekali orang yang meninggalkan
khusumah, mira' dan Jadal dan sedikit pula orang yang memakai kata-kata yang lembut. Padahal Nabi
telah bersabda:
,
Artinya:
Kamu akan bertempat di syurga karena kata-kata yang baik dan memberikan makanan.
Juga dalam Iirman Allah:
:) 86 (
Artinya:
Dan berkata-katalah kamu kepada manusia dengan perkataan yang baik.
6. Besar-besaran Omongan ()
Besar-besaran omongan, memaksakan diri dalam bersajak, berlomba keIasihan, membikin ibarat
yang penuh dengan perumpamaan dan persepsi yang bisa dilakukan oleh orang. Berlomba pidato dengan
keIasihan kata, yang isi semua itu tidak berguna, bahkan menimbulkan perbuatan yang tercela, semuanya
ini adalah perbuatan yang tercelah. Rasul bersabda
( )
Artinya :
Sesungguhnya yang paling kubenci dan paling menjauhi majlisku adalah orang yang
banyak omong, mengobral kata dan berbelit-belit dalam berbicara.
Adapun percakapan yang berlaku menurut kebutuhan, maka ini tidak sepantasnya memakai sajak
dan mengobral kata, hal ini sebenamya hanya didorong oleh ria semata, menampakkan keIasihan dan
mcnonjolkan ketangkasan bicara. semuanya ini dibenci oleh syara',
4. Kata-kata yang jorok, mencaci maki dan mengumbar lisan
Semuanya ini adalah dilarang sama sekali, dan Al-Ghazali banyak mengutip lebih dari sepuluh
hadits, dan bahkan ada yang berpendapat bahwa mencaci maki adalah termasuk dosa besar dan orang itu
mempunyai penyakit hati yang berbahaya baginya.
33
8. Kutukan ()
Mengutuk apakah itu kepada binatang, benda padat atau terhadap scsama manusia, ini dapat
dibagi dalam tiga tingkatan:
Kutukan Secara amam. seperti laknat Allah kepada orang orang kaIir, ahli bid'ah dan Iasik.
Kutukan khusus, umpama laknat Allah kepada orang Yahudi, Nasrani, Majusi, Qadariyah, Khawarij.
RaIidlah atau terhadap penzina, penganianya. dan pemakan riba, hal ini semuanya boleh. Tetapi kalau
kita melaknat terhadap siIat-siIat orang yang melakukan bid'ah itu mengandung kekhawatiran, karena
orang yang mengetahui bid'ah itu harus betul-betul mendalam, hal ini sebaiknya tidak diperkenankan
bagi orang awam.
Kutukan kepada perorangan, seperti laknat Allah kepada si Anu karena dia orang Yahudi
umpamanya, hal ini pada zaman sekarang sangat mengkhawatirkan, karena barangkali sebelum dia mati
telah memeluk agama Islam, tetapi kalau orang itu telah nyata kaIirnya seperti Fir'aun laknatullah, Abu
Jahal dan semacamnya, ini boleh saja, tetapi yang tidak boleh itu seperti yang dikemukakan, yaitu
perorangan yang belum jelas dikutuk oleh syara'.
9. Melantunkan Lagu Tercela ))
Mengenai hal lagu Al-Ghazali telah membandingkan mana yang boleh dan mana yang tidak
boleh, mengenai syair adalah perkataan, bila ia baik maka baiklah, tetapi apabila ia buruk maka buruklah,
kecuali yang sudah pasti tercela. Sebetulnya melagukan bukanlah hal yang diharamkan manakala tidak
ada kata-kata yang dibenci, sebagaimana sabda Rasul:
( )
Artinya :
Sesungguhnya sebagian dari syair itu mengandung hikmat".
Tetapi yang dimaksud sya'ir ini adalah pujian dan celaan yang terdapat di dalamnya kadang-
kadang kata-kata yang dusta dan bohong.
10. Berkelakar ()
Berkelakar adalah perbuatan tercela dan terlarang kecuali hanya sekedarnya. Berkelakar yang
terlarang itu adalah yang keterlaluan atau yang terus menerus berkelakar atau yang menimbulkan banyak
gelak tertawa, sedangkan banyak tertawa mematikan hati, hal ini pada suatu saat menimbulkan kekakuan.
11. Menghina dan Mengejek ( )
Menghina dan mengejek ini adalah haram apabila sampai menyakiti, Hal ini jelas telah
diIirmankan Allah:




: ) 11 (
Artinya :
Janganlah segolongan (Iaki-Iaki) menghina kepada golongan (laki- laki) lain, barangkali
yang dicela itu lebih baik dad pada yang mencela, dan tidak pula wanita kepada wanita lain,
barangkali, yang dicela itu lebih baik dari pada yang mencela.

12. Menyiarkan Rahasia ))
Penyiaran rahasia adalah terlarang, karena mengandung penganiayaan dan memandang remeh
terhadap hak orang lain. Menyiarkan rahasia adalah penghianatan, hal ini adalah haram karena
mengandung kemadaratan dan paling tidak menjadi celaan.
Hal ini telah diterangkan dalam Ihya yang menyangkut menyimpan rahasia pada bab adab
berteman.

34
13. Janji Palsu
Lidah itu biasanya mudah mengucapkan janji, namun jiwa kadang-kadang tidak mentolerir untuk
menunaikannya, perbuatan ini akan menimbulkan janji palsu, itu adalah salah satu tanda kemunaIikan,
sebagaimana Iirman Allah:

: ) 1 (
Artinya:
"Hai orang yang beriman tunaikanlah janjimu.
Banyak hadits yang diambil oleh Al-Ghazali yang ada kaitan dengan janji palsu ini, antara lain:
, , , ,
( ) "
Artinya :
"Tiga perkara apabila terdapat pada seseorang, maka dia adalah munafik meskipun dia
berpuasa, bershalat, dan menyangka bahwa dia adalah seorang muslim, yaitu apabila dia
berkata, maka dia bohong, dan apabila dia berjanji, maka dia tidak menepati, dan apabila
dia diamanati maka ia berkhianat.
Ibnu Mas'ud tidak pemah berjanji kecuali dia katakan Insya Allah, inilah yang lebih utama,
kemudian kalau sudah berjanji maka ini harus ditunaikan, kecuali ada udzur (halangan). Bilamana dalam
janji itu ada azam untuk tidak menunaikan. Maka perbuatan itu merupakan perbuatan munaIik. Adapun
berazam untuk menunaikan janji lantas ada uzur hingga tidak bisa menunaikan, inipun merupakan
keniIakan meskipun dalam bentuknya yang berlainan. Oleh karena itu kita harus mcnjaga jangan sampai
kena niIak sebagaimana kita menjaga hakekatnya, dan tidak sepantasnya membikin-bikin uzur kalau itu
tidak terlalu berat, hal ini juga telah disebutkan dalam haidist:
" ( ) "
Artinya :
Tidak termasuk menyalahi janji seorang yang berjanji, sedangkan dia berniat untuk
menunaikan janji tersebut".
14. Berdusta dalam Perkataan dan Sumpah ( )
Ini adalah salah satu yang buruk dan yang tercela. Al-Ghazali mengutip sampai 28 hadits,
ditambah pula dengan atsar shahabat daan kaul ulama.
AlGhazali melanjutkan: Ketahuilah bahwa berdusta itu bukan haram karena lainnya, namun
berdusta itu membawa mudharat kepada pembicara itu sendiri atau kepada orang lain. Serendah-
rendahnya tingkat dusta adalah bahwa orang yang mengkabarkan itu menekadkan untuk melainkan apa
adanya, sedangkan dia dalam hal ini tidak tahu menahu, ini bisa jadi menimbulkan mudharat kepada
orang lain, dan kadang-kadang pula bagi orang yang bodoh itu ada manIaat dan maslahat. Dusta adalah
hasil dan kebodohan. Selanjutnya: "Tidak semua berdusta itu tidak diperbolehkan, tetapi pada suatu
saat, dusta itu diperbolehkan, seperti halnya seseorang yang akan membunuh, dimana dia tahu tentang
persembunyiannya, tetapi kelika ditanya dia menjawab tidak tahu".
Al-Ghazali meneruskan: Bahwa omongan itu adalah sebagai perantara untuk mencapaikan
maksud. Sedangkan tiap maksud yang baik itu ada kalanya tercapai dengan berbuat benar dan dusta
sekaligus, sedangkan dusta adalah haram, jika berdusta itu memungkinkan untuk tercapainya maksud
yang baik itu tidak dengan benar maka dusta itu mubah bila yang dihasilkannya adalah tujuan mubah,
bila wajib, maka berdusta adalah wajib, seperti memelihara darahnya seorang muslim adalah wajib yang
menunjukkan adanya kekecualian dari hadits Nabi:
35
, , . "
( ) " ,
Artinya:
Aku tidak mendengar Rasullah memberikan kemurahan sedikitpun pada kebohongan
kecuali tiga: seseorang berbicara tentang anu dan anu dengan maksud islah, seseorang
berkata anu dan anu pada masa perang, seseorang bercerita anu dan anu pada Istrinya dan
si Istri bercerita tentang suaminya-.
15. Mengumpat ()
Banyak ayat dan hadits yang menunjukkan bahwa ghibah (mengumpat) itu adalah perbuatan
tercela. Al-Ghazali mendeIinisikan ghibah sebagai berikut: Ghibah adalah menyebutkan sesuatu tentang
apa yang dibenci oleh saudaranya atau seseorang, bila disampaikan kepadanya, apakah yang disebut-
sebut itu kekurangan pada fisik, keturunan, budipekerti, pekerjaan, perkataan, agama dan dunianya,
maupun sesuatu itu terdapat pada pakaian, rumah dan binatang ternaknya. Mengghibah bukan terbatas
kepada lisan saja, tetapi kepada perbuatan yang menirukan perbuatan, isyarat, kode dengan tulisan dan
lain-lain yang menunjukkan kepada hal tersebut pada maksud ghibah. ini semua menunjukkan pada
perbuatan tercela, dan bahkan perbuatan yang diharamkan Allah.
Mengenai pengobatan agar jangan terjerumus kepada ghibah ini, Al- Ghazali memberikan
keterangan sebagai berikut: Masalah perbuatan semua itu bisa diobati dengan ilmu dan amal, karena
mengobati penyakit itu harus dicari sebabnya dan pengobatan mengenai lisan yang melakukan ghibah
adalah mengetahui bahwa murka Allah sangat besar terhadap orang yang mengghibah, amal baik
semuanya dilebur oleh ghibah. Ghibah itu dilarang oleh syara' karena tujuan buruk, tetapi kalau ghibah
itu untuk tujuan baik dan kita tidak sampai kepada tujuan tersebut kecuali dengan ghibah tersebut, maka
hal ini bisa dibolehkan, seperti halnya:
Untuk menghindari kedhaliman
Menolong seseorang dari tangan-tangan orang yang mungkar
Minta Iatwa karena dianiaya orang
Manakut-nakuti muslim dari kejelekan
Memanggil seseorang yang terkenal dengan laqab yang menjadi 'aib baginya
Menguatkan keIasikan seseorang.
Tebusan bagi pengghibah kecuali ia harus menyesal atas segala tindakannya, bertaubat dan
mengeluh, agar dia lepas dari hak Allah, kemudian minta dimaaIkan kepada orang yang dighibah agar ia
terlepas dari hak manusia, tentu ia harus bersikap prihatin, menyesal dengan penuh penyesalan atas
perbuatannva karena dengan cara itu orang akan mudah terpengaruh untuk menyatakan kerelaan dan
memaaIkannya.
16. Mengadu-domba ()
Mengadu-domba adalah menyampaikan omongan orang kepada orang lain, dengan kata-kata
yang tidak terpuji, seperti si A menceritakan kepada si B. Namimah bukan hanya mengatakan ini dan itu,
tetapi batas namimah itu menyingkapkan sesuatu apa yang dibenci orang lain. Lantas disampaikannya
kepada orang orang ketiga yang bersangkutan, apakah itu dengan perkataan, tulisan, isyarat, kode dan
sebagainya. Jadi namimah itu adalah menyiarkan rahasia dan membuka tabir segala apa yang dibencinya.
bahkan apa yang dilihat daripada tingkah laku seorang yang tercela itu. Hal ini lebih baik berdiam diri,
kecuali cerita-cerita yang berguna atau karena menolak kemaksiatan.
Yang mendorong timbulnya namimah itu adalah seseorang yang menceritakan sesuatu kepada
orang lain dengan maksud buruk atau karena menampakkan kesukaan, atau karena hanya senang
bercerita dan suka melebih-lebihkan omongan dan kebathilan.
Hal ini bisa diatasi dengan cara-cara sebagai berikut:
Tak membenarkan orang yang suka mengadu-domba
Mencegah pembicaraan.
Membenci dalam hak Allah, karena Allah membencinya.
Tidak boleh menyangka buruk kepada kawan yang dibicarakan.
Tidak memata-matai bagi orang yang dibicarakan.
Jiwa kita tidak rela dengan apa yang dicegah terhadap si pembicara dan kita tidak menceritakan
aduannya.
Ayat AlQur'an banyak menunjukkan larangan terhadap adu-domba ini, dan sabda Rasul:

( ) "

36
Artinya :
Tidak akan masuk syurga orang yang suka mengadu-domba.
17. Perkataan Dua Lisan ( )
Perkataan dua lisan sehingga membingungkan antara dua orang yang janji, dia berkata pada
waktu itu begini, tetapi di lain waktu begitu. Kalau dia membicarakan orang lain pada waktu itu dia
memuji, tetapi di waktu lain dia membenci, ini adalah kejelckan namimah sebagaimana diuraikan di atas.
18. Pujian ( )
Pujian itu pada suatu ketika sangat berbahaya, dan bahaya pujian itu ada enam:
Pujian bersiIat keterlaluan, sehingga sampai kepada kedustaan.
Pujian yang mengandung unsur ria dan ingin menampakkan kesukaan, meskipun dalam hatinya tidak
ada semacam itu, hal ini termasuk orang ria yang munaIik.
Memuji tidak sesuai dengan kenyataan, seperti: ahli zuhud, wara', orang yang baik. Padahal bukan
semestinya, karena dia bukan seorang yang zuhud, bukan wara', bukan orang yang baik dan
sebagainya.
Bagi yang dipuji akan menimbulkan ketakaburan.
Bagi yang dipuji akan menimbulkan keujuban.
Bila dia dipuji dengan menyebutkan kebaikan-kebaikannya, maka dia merasa suka dan gembira yang
menimbulkan lupa diri sehingga meninggalkan kepentingannya dan menimbulkan ekses-ekses
yang tidak baik.
19. Kelalaian Menganalisa Omongan ( )
Kelalaian terhadap kesalahan yang kecil ketika mengutarakan masalah, apalagi masalah itu
berhubungan dengan Allah dan siIat- siIat atau yang bertalian dengan agama, sudah barang tentu akan
menimbulkan kecelaan. Perbuatan ini merupakan penyakit yang membinasakan kita, oleh karena itu
hendaknya dicegah dengan cara berdiam diri, bila hal ini dilaksanakan pasti akan selamat. Dan ini rahasia
sabda Rasulullah:
( )
Artinya :
Barang siapa yang berdiam diri maka selamatlah dia.
20. Yang terakhir adalah pertanyaan orang-orang awam terhadap siIat- siIat Allah, kalam Allah dan
khuruIan, umpamanya ia bertanya Al-, Qur'an itu qadim atau hadits? Hal se macam ini akan
menimbulkan keresahan dalam kehidupannya. Sebab dia membicarakan suatu masalah yang menyangkut
ten tang hal tersebut, sedang dia tidak mengetahui tentang ilmunya.
Sebenarnya tugas orang awam itu tidak perlu memusatkan pembahasan masalah Allah dan siIat-siIat-
Nya, cukup bagi dia beribadat, beriman terhadap apa yang ada dalam Al-Qur'an dan apa-apa yang dibawa
oleh Rasulullah saw. karena membahas dan bertanya selain dari ibadat itu dikhawatirkan akan tergelincir
kepada kekuIuran.
MARAH, DENDAM DAN IRI HATI ( )
AlGhazali mengutarakan bahwa kekuatan ghadab itu bertempat di hati, yakni mendidihnya darah
dalam hati yang mencari sasaran keluar. Kekuatan amarah dalam hati manusia ini terdapat tiga bagian:
Pertama, kurangnya kekuatan atau tidak memiliki amarah, ini adalah tercela, karena tidak ada
rasa pemanasan dalam hatinya. Kedua, kelebihan kekuatan atau amarah yang berlebihan sehingga keluar
dari kontrol akal dan agama serta ketaatannya; pandangan, penglihaan, pikiran dan ikhtiarnya tidak tetap,
bahkan terjadi pula perubahan bentuk pada wajahnya. Ketiga, amarah yang sedang. Yakni seimbang
antara kekuatan ghadab dan akal, ia marah pada waktu sesuai dengan kondisi dan situasi, namun dapat
dikendalikan dengan akal Iikiran.
Sebab-sebab yang mendorong amarah itu kadang-kadang timbul dari gharizah (Iithriyah, naluri)
dan kadang-kadang yang dipengaruhi oleh unsur luar (lingkungan). Seorang yang sedang marah, buta
matanya, tuli telinganya, bila diberi nasehat dia makin merajalela. tetapi kalau otak sudah menguasainya,
maka ia akan normal kembali.
Perumpamaan badan ini ibarat biduk, sedang hati adalah pemiliknya, meskipun ditepuk ombak
dan diguncangkan angin maka selalu hati dalam keadaan tenang, dialah pengemudi, pengatur dan
pengendali, tetapi kadang-kadang hati ini tak bisa menahan dan melawan amarah, sebab itu ia membabi
buta dan tuli.
Pengaruh yang tampak adalah perubahan raut muka, sangat tajam lirikannya, timbul pekerjaan
sikap dan pembicaraannva tidak teratur, sehingga mengakibatkan hal yang kurang wajar. Andaikan
37
seorang yang sedang marah itu bercermin, ia akan berhenti karena ia melihat bahwa mukanya sangat
buruk dan merasa malu.
Adapun pengaruh pada lisan adalah keluarnya caci maki dan kata kata yang kotor, yang
sebetulnya bagi orang yang berakal malu mendengarnya. Sedangkan pengaruh pada anggota badan
adalah memukul, menyepak, melempar, mengonyak, membunuh, melukai, menempeleng dan lain
sebagainya.
Dalam hati menimbulkan dendam kesumat, rasa susah, berazam menyebarkan rahasia atau
membuka tabir yang terselubung dan mengejek serta lain-lain keburukan.
Obat untuk menghilangkan ghadab adalah sebagai berikut:
Ingat cerita tentang keutamaan mengendalikan amarah, pemaaI, lemah lembut dsb.
Takut kepada siksa Allah.
Takut akibatnya, yaitu permusuhan dan penculikan.
Berpikir bahwa wajah pemarah ilu buruk.
Berpikir tentang sebab-sebab yang membawa kerusakan.
Mengetahui bahwa amarah itu timbul karena perbuatan ujub.
Adapun obat yang praktisnya adalah membaca ta'awwudz:
" "
Artinya :
Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaithan yang terkutuk.
Dendam adalah suasana hati yang tercekam oleh keberatan-keberatan yang mana semuanya ini
tetap dan senantiasa berada dalam hati, dendam adalah kelanjutan dari amarah. Dengki adalah hasil dari
pada dendam, dan dendam adalah hasil dari amarah, jadi dengki adalah dahan dari cabang, dan amarah
adalah batang dari cabang. Kemudian dengki itu mempunyai keburukan yang tak terbilang banyaknya.
sebagaimana sabda Rasul:
Artinya :
Dengki adalah menghilangkan kebaikan-kebaikan. sebagaimana api membakar kayu.

\
Artinya :
Janganlah dengki-mendengki. janganlah saling marah-memarahi. Janganlah saling buntut-
membuntuti. Dan jadilah sebagai hamba Allah yang bersaudara.
AlGhazali meneruskan pembicaraannya: Ketahuilah bahwa tidak ada dengki kecuali terhadap
nikmat, apabila Allah memberikan nikmat kepada saudaramu, maka kamu mempunyai dua sikap:
Pertama, sikap membenci, gila akan mendapat nikmat, dan suka gila nikmat itu hilang. Kedua, kamu
tidak akan suka gila nikmat itu hilang dan membencinya gila nikmat itu kekal, tetapi kamu menginginkan
yang seperti itu, maka ini yang disebut iri hati ()
Dengki adalah penyakit hati yang besar, tak bisa terobati kecuali dengan ilmu dan amal, ilmu kita
harus bermanIaat. Untuk menghilangkan penyakit dengki adalah kita harus mengetahui dan sadar bahwa
dengki adalah kemudharatan yang menimpa kepada agama dan dunia. Dalam hal agama dengki adalah
membenci kepastian Allah dan membenci nikmat yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya, serta
membenci keadilan Allah yang telah Allah berikan dengan kebijaksanaan-Nya. Adapun mudharat kepada
dunia adalah bahwa kamu merasa sakit, iri hati dan tersiksa yang tiada henti-hentinya karena kamu iri
hati melihat orang lain yang mendapat nikmat .
Begitulah sedikit intisari dari hal akhlak yang buruk.
Adapun akhlak yang mulia pada masalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menahan Amarah ()
Dalam hal ini Al-Ghazali mengatakan bahwa: Salah satu tanda ketaqwaan dari hamba Allah
adalah mempunyai siIat dapat menahan amarah; Begitu pula menurut sabda Rasul:

Artinya:
38
Barangsiapa yang menahan amarahnya maka Allah akan menahan siksa-Nya terhadap
orang tersebut, dan barangsiapa yang keberatan kepada Tuhannya, maka Allah akan
menerima keberatannya, dan barangsiapa menyimpan lisannya maka Allah akan menutupi
auratnya.
2. Lemah-lembut (')
Lemah-Iembut dengan pengertian dapat menahan diri dari tindakan maksiat, hilm ini lebih utama
dan menahan amarah hanyalah sebagai ibarat daripada memaksa hilm. Menahan amarah sebenarnya tidak
perlu kecuali bagi orang yang telah terdorong oleh kemarahan, ini membutuhkan kesungguhan yang
serius, tetapi kalau hilm ini direnungkan sebentar maka hilm menjadi biasa dan tidak akan terjadi amarah
meskipun ada yang mendorong. Inilah yang dinamakan hilm thabi'i (pembawaan) dan ini sebagai tanda
kesempurnaan akal, dan merupakan kesanggupan untuk memecahkan kekuatan amarah dan
menundukkannya kepada akal. Hal ini memang berat, tetapi apabila dipaksakan berbuat hilm dan
menahan amarah, maka amarah akan mudah dikendalikan.
3. PemaaI dan berbuat baik ( )
PemaaI adalah seorang yang mempunyai urusan (hak) dengan orang lain, kemudian
menggugurkan dan membebaskannya sehingga dia tidak mempunyai urusan sesuatu apapun seperti
dibebaskan qishash dan hutang. Pengertian ini tidak sama dengan lemah-Iembut (tidak pemarah) dan
menahan amarah.
4. Halus budi ()
Halus budi ini lawan dari kasar ( ) dan kotor (). Kasar adalah hasil dari amarah dan
keburukan, sedangkan halus dan lembut itu adalah hasil dari akhlak yang baik dan menuju kearah
keselamatan
KIKIR DAN RAKUS ( )
Al-Ghazali telah telah mengecam habis-habisan terhadap dunia, beliau mengatakan bahwa dunia
adalah musuh Allah, musuh wali-wali Allah dan musuh bagi manusia. Beliau memberikan siIat-siIat
dunia, bahwa dunia ini lekas Iana, cepat habis dibandingkan dengan yang baqa, beliau juga menerangkan
hakekat dan sebenarnya dunia itu dan bagaimana sikap hamba terhadap dunia ini.
Setelah berbicara semua ini, Al-Ghazali mengatakan bahwa Iitnah dunia itu banyak sekali
cabang-cabangnya dan luas lapangannya, tetapi yang paling besar Iitnah dan ujiannya adalah harta benda.
Manusia tak pernah lepas dari padanya, apabila manusia mendapat harta, maka manusia tidak terlepas
dari hal yang buruk, bilamana tidak mendapatkan sesuatu maka manusia menjadi Iakir dan ini hampir-
hampir menjadi kuIur, bila mendapat harta ia tersesat jalan yang mengakibatkan kerugian.
Al-Ghazali mengemukakan ayat-ayat yang menunjukkan tercelanya siIat kikir, sebagaimana
Iinnan Allah:
Artinya :
Jangalah sekali-kali mengira bahwa orang orang bakhil (kikir terhadap apa yang Allah
berikan daripada karunia-Nya kepada mereka itu adalah baik bagi mereka, tetapi adalah
keburukan bagi mereka.
Begitu pula sabda Rasul banyak sekali yang menerangkan tentang hal ini.
Rakus adalah ketidakpuasan terhadap apa yang telah ia dapati, ia ingin selalu lebih dari segala apa
yang telah lebih dan seterusnya, makin banyak dia dapat makin banyak pula rongrongan yang ada dalam
jiwanya. Kikir dan tamak adalah siIat yang tercela, oleh karena itu tidak sepantasnya bagi yang
mempunyai harta untuk berbuat kikir dan rakus.
Adapun akhlak yang mulia dari masalah ini adalah:
1. Mengirit ))
Merasa puas dan apa yang telah ia dapati dalam usahanya.
Sabda Rasul menerangkan keutamaan qana'ah ini:
Artinya:
39
"Alangkah indahnya bagi orang yang mendapat petunjuk Islam sedangkan hidupnya sederhana
dan merasa cukup apa yang didapati dengannya".
2. Pemurah ()
AlGhazali mengemukakan bahwa apabila harta itu dimiliki hamba Allah maka sebaiknya
dibelanjakan sesederhana mungkin sesuai dengan kebutuhan dan tidak menuruti keinginan serta sedikit
berkemauan. Dan bila ada lebih, maka sepantasnya berbuat itsar (mendahulukan kepentingan orang lain).
Pemurah adalah siIat yang harus dimiliki pada naluri, karna itu adalah salah satu pokok keselamatan.
Hadits- hadits Rasul banyak sekali yang menerangkan keutamaan murah hati ini.
3. Mementingkan orang lain ()
Pemurah itu mempunyai tingkatan, sedang tingkat tertinggi bagi pemurah adalah itsar,
memberikan hartanya kepada orang lain sedangkan dia sendiri masih membutuhkannya. Pemurah adalah
sekedar memberikan apa yang dibutuhkan orang lain, sedang dia sendiri masih membutuhkannya, Al-
Qur'an menyebutkan tentang siIat orang yang taqwa atau orang Anshor yang beriman:
Artinya :
"Mereka itu mementingkan orang lain dari pada dirinya meskipun mereka sendiri masih
memerlukan."
4. Dermawan ()
Dermawan adalah berada di tengah-tengah antara boros dan kikir (israI dan iqtar). SiIat ini adalah
sangat terpuji karena ini termasuk akhlak yang baik.

d. PANGKAT DAN RIYA ( )
Pangkat dan harta merupakan tiang dunia. Harta adalah sesuatu yang bisa diambil manIaatnya,
sedangkan Pangkat adalah sesuatu yang dimiliki hati untuk mencapai dan mencari kebebasan dan
ketaatan sebagaimana orang kaya memilki mata uang dan dengannya berkuasa untuk mencapai maksud
dan tujuan, memuaskan syahwat dan selera naIsunya begitu pula orang yang mempunyai pangkat, yang
memiliki hati berkuasa menerapkan pangkatnya untuk digunakan sebagai pcrantara dalam mencapai
maksud dan tujuan. Orang mencari harta dengan mendirikan industri dan pabrik sedangkan orang
mencari pangkat berusaha menarik hati orang dengan bermacam-macam pergaulan. Mengejar pangkat
adalah tersebut, sebagaimana sabda Rasul:

Artinya :
Cinta harta dan pangkat itu menumbuhkan kemunafikan dalam hati, sebagaimana air
menumbuhkan sayur-sayuran
Arti dan hakekat pangkat atau kemegahan adalah memberikan lowongan terhadap hati orang,
yakni tekad hati untuk menepati kesempumaan padanya, maka dengan modal tekad ini terseliplah di hati
mereka baginya, dengan sekedar terselip di hati itulah menimbulkan kekuasaan dalam hati dan dengan
sekedar kekuasaan di dalam hati itulah kemenangan dan cintanya terhadap pangkat dan kemegahan.
Selanjutnya Al-Ghazali menerangkan bahwa cinta kemegahan adalah siIat pembawaan bagi
manusia. Dalam bab berikutnya diterangkan pula siIat kesempumaan, bahwa kesempurnan itu ada yang
hakiki dan ada pula yang bcrsiIat semu, dan di dunia ini tidak akan terdapat kesempumaan yang hakiki
bagi makhluk, kecuali hanya khaliklah yang Maha Sempuma.
Dalam pembicaraan selanjutnya, bahwa akhlak yang tercela adalah gila pujian dan sanjungan.
Memang manusia merasa senang dan gembira, namun di balik itu terdapat keburukan-keburukan, di
mana secara naluri bahwa manusia sangat membenci apabila dicela dan senang apabila dipuji dan
disanjung.
Al-Ghazali meneruskan pembicaraannya tentang riya, dimana riya ini adalah terkutuk di sisi
Allah. Ayat dan hadits serta atsar sahabat-sahabat yang menerangkan hal ini.
Riya diambil dan kata Riya ( ), Sum'ah ( ((ingin didengar) diambil dari kata
Sama' (). Riya asalnya memberikan lowongan dalam hati orang dengan diperlihatkannya hal yang
baik. Bcdanya dengan mencari pangkat adalah kalau pangkat itu adalah dengan mencari simpati bukan
dalam hal ibadah dengan usaha ibadah, sedang riya adalah khusus dalam hal adat, mencari simpati
dengan ibadat dan menampakkannya, alhasil adalah jual tampang, pamer ingin dilihat.
Riya ini terdapat dalam masalah agama, yaitu yang berhubungan dengan keadaan tubuh, tindakan
dan gerak, ucapan dan amal, tampang ingin dilihat oleh kawan. pengunjung dan orang-orang di
sekitarnya.
40
Al-Ghazali tclah memberikan jalan keluamya bagaimana agar kita tidak tcrcekam oleh riya ini
sehingga kita bisa menjadi manusia yang ikhlas. yang bersih dari siIat yang buruk ini.
e. SOMBONG DAN TAJUB
Sombong atau takabur dan ta'ajub adalah dua penyakit yang membinasakan. Orang yang takabur
dan ta'ajub adalah bcrbahaya, dan perbuatan yang dikutuk dan dibenci Allah swt.
Takabur terbagi dua komponen, pertama takabur yang bersiIat bathin dan kedua bersiIat lahir.
Takabur batin terdapat dalam jiwa, sedangkan takabur lahir itu timbul dari anggota badan. Takabur yang
sebenamya adalah terdapat dalam bathin. sedangkan perbuatan itu adalah hasil dari keadaan bathin
tersebut, dan inilah yang dinamakan takabur.
Takabur adalah salahsatu kebiasaan yang harus dihilangkan. Menghilangkannya adalah Iardu 'ain.
Dan cara menghilangkannya adalah harus menjebol semua akar yang ada dalam kalbu, dan
menghilangkan (menolak) sebab-sebab yang mendatangkan siIat-siIat takabur obat yang paling mujarab
untuk mengobati penyakit tersebut adalah dengan ilmu dan amal. Adapun pengobatan secara ilmiyah
maka manusia harus mengahui dirinya sendiri dan Tuhannya. Sedangkan amaliyahnya adalah harus
bersikap tawadlu', (rcndah diri) kepada Allah dengan perbuatan dan kepada seluruh makhluk Allah.
Ta'ajub adalah suatu perasaan yang menganggap agung terhadap nikmat dan menganggap perlu,
tetapi dia lalai menyandarkannya kepada Dzat yang memberi nikmat. Sedangkan yang dikatakan
sombong adalah angkuh dalam hati, dengan angkuh itu dia merasa besar, dengan merasa besar timbul
perbuatan-perbuatan yang menyalahi syara'. Ta'ajub adalah merasa heran dalam dirinya bahwa dia
sempurna keadaannya tanpa mengingat bahwa kesempurnaan itu ada yang menyempurnakan. SiIat
ta'ajub ini adalah sumber dari takabur, karena dengan rasa ta'ajub terhadap dirinya maka dia akan merasa
besar, dengan merasa besar itulah maka timbul tindakan-tindakan takabur.
MEMPERDAYA ()
Al-Ghazali mula-mula menyebutkan bahwa kunci kebahagiaan adalah ketangkasan dan
kecerdasan; sedangkan sumber kecelakaan adalah memperdaya dan lupa. Tiada nikmat bagi Allah
terhadap hambanya yang lebih besar dari pada iman dan ma'riIat (pengetahuan), tidak ada perantara
apapun yang menyampaikan kepada-Nya kecuali terbukanya hati dengan cahaya pengetahuaan (
) juga tidak ada siksaan yang lebih besar dari pada kekuIuran maksiat, dan tidak sampai kepadanya
kecuali karena buta hatinya oleh kebodohan.
Al-Ghazali telah mengungkapkan orang yang mendapat petunjuk dan yang tidak, dengan
ungkapan yang sangat indah. Sedangkan orang yang bcrbuat ghurur diungkapkan scbagai orang-orang
yang suka memperdaya adalah orang-orang, yang telah Allah kehendaki untuk menyesatkan mereka.
Maka Allah telah menyempitkan dada mereka seolah-olah mereka itu akan naik ke langit. Sedangkan
orang terpedaya adalah orang yang tak terbuka matahatinya untuk mendapatkan tanggapan hidayah, dan
dia tetap dalam keadaan buta, hawa naIsunya sebagai penuntun dan syaitan sebagai petunjuk jalannya.
Al-Qur'an menunjukkan keburukan ghurur sebagai berikut:
Artinya :
Janganiah sekali-kali kamu sekalian terpedaya oleh kehidupan duniawi dan jangan sekali-
kali memperdayakan Allah dengan tipu daya
Al-Ghazali mengakhiri ini dengan kata-kata:
Semua manusia binasa kecuali orang yang berilmu, orang yang berilmu pun akan binasa kecuali
orang yang beramal, orang yang beramal pun akan binasa kecuali orang yang ikhlas, sedangkan
orang yang ikhlas itu berada dalam kekhawatiran yang sangat besar.
Oleh karena itu penipu (orang yang memperdaya) adalah binasa, sedangkan orang yang ikhlas
yang lari dari pada tipu daya adalah dalam kekhawatiran, oleh karena itu tidak ada bedanya antara takut
dan kegelisahan dalam hati.
g. TAUBAT ))
Taubat adalah suatu perbuatan pengakuan, penyesalan diri terhadap kesalahan dan penyerahan
diri terhdap struktur Ilahy menuju jalan yang diridhoi Allah swt.
Taubat adalah perpaduan antara ilmu, gilhal (situasi) perbuatan yang satu sama lain berkaitan.
Ilmu adalah mengetahui besamya kemudharatan dosa, dan dosa itu menghalang antara hamba
dengan apa yang dicintai. Ilmu di sini adalah iman dan yakin, yakni menyakini bahwa dosa itu adalah
racun yang membinasakan tanpa adanya keragu-raguan.
41
Adapun bilhal, ialah meninggalkan dosa yang telah dilakukan, di masa yang akan datang dia
berazam tidak akan melakukan lagi, sedangkan masa yang lampau hams ditambal dan dibayar dengan
melakukan kebaikan-kebaikan.
Apabila kita berbuat maksiat, maka wajib bertaubat secara spontan, taubat adalah perintah Allah
sebagaimana ayat Al-Qur'an menyampaikan:
" : ) 13 (
Artinya :
Bertaubatlah kepada Allah semuanya wahai orang yang beriman, nanti kamu akan mendapat
kebahagiaan .
Apabila melaksanakan taubat itu terpenuhi dengan syarat-syaratnya, maka pasti akan diterima,
dan setiap hati yang menyerah diri pasrah diterima di sisi Allah.
Taubat adalah suatu ibarat penyesalan seseorang yang menimbulkan azam dan tujuan, dengan
kata lain bahwa syarat taubat adalah penyesalan ( ) azam (berniat) untuk tidak melakukan maksiat
lagi dan bebas dari hak kemanusiaan.

h. SHABAR DAN SYUKUR ( )
Iman itu terletak pada sebagian orang shabar dan sebagian lagi terletak pada orang yang
bersyukur, keduanya termasuk dalam Asmaul Husna
Shabar itu telah menduduki tempat yang istimewa dalam agama, yakni tempat yang terhormat
dari orang-orang yang menempuh jalan kebaikan. Shabar adalah rangkaian dari tiga perkara, yaitu
ma'rifat, bilhal dan amal. Ma'riIat adalah pokok yang menimbulkan bilhal, dan bilhal menimbulkan amal,
ma'riIat laksana batang pohon, bilhal adalah cabang-cabangnya, sedangkan amal adalah buahnya.
Shabar adalah salah satu siIat yang istimewa bagi manusia, yang tak dimiliki oleh malaikat dan
binatang, karena malaikat telah sempuma dalam hal ini, sedangkan binatang telah dikuasai oleh naIsunya
yang merupakan naluri kejadiannya.
Menurut Al-Ghazali bahwa Iman ditinjau dari segi kebenaran dan amalan itu dibagi kepada yakin
dan shabar, sedangkan ditinjau dari segi hasil amaliyahnya dapat dibagi kepada syukur dan shabar.
Selanjutnya Al-Ghazali mendudukkan syukur itu sejajar dan seirama dengan shabar dalam
kepentingan agama, dan inipun terjalin dari tiga perkara yaitu ilmu, bilhal, dan amal. Ilmu itu mengetahui
nikmat yang diberikan oleh Mun'im, bilhal adalah merasa senang dengan mendapatkan nikmat tersebut,
sedangkan amal adalah menjalankan nikmat terrsebut sesuai dengan apa yang dimaksud oleh yang
memberi nikmat dan yang disukainya. Jadi pada hakekatnya syukur adalah perpaduan dari tiga unsur
tersebut.
Al-Ghazali memberikan pengertian hakekat syukur itu ialah setiap kebaikan, kelezatan,
kebahagiaan dan bahkan setiap yang dicari dan yang mempengaruhi itu adalah nikmat, tetapi nikmat yang
sebenarnya adalah kebahagiaan di akhirat, adapun nikmat dan kebahagiaan di dunia ini merupakan
kebahagiaan semu untuk mencapai proses kebahagiaan abadi.
Al-Ghazali meninjau nikmat itu dari berbagai segi, adakalanya ditinjau dan segi manIaat di duuia
dan akhirat, adakalanya ditinjau dari segi percampuran baik dan pengaruh kepada dzat kebaikan an-sich,
dan ditinjau dan manIaat lezat dan keindahan.
Al-Ghazali menggambarkan bagaimana orang bisa bershabar dan bersyukur pada waktu
bersamaan seperti orang yang ditimpa sakit bagaimana ia harus bersyukur dan bershabar.
Akhirnya Al-Ghazali mempertanyakan yaitu mana yang lebih utama daripada keduanya, apakah
shabar atau syukur yang lebih utama.
i. HARAPAN DAN KECEMASAN ( )
Harapan dan kecemasan adalah dua sayap yang dengan keduanya terbanglah Muqarrabin ke
tempat yang terpuji. Keduanya merupakan tempat berpijak yang dengannya terputuslah tiap-tiap akibat
yang jelek dari jalan-jalan akhirat. Tidak ada penuntun ke arah yang dekat ke hadirat Allah kecuali
dengan pengharapan, dan tidak ada yang menghalangi masuk neraka kecuali kekhawatiran atau
kecemasan.
Harapan adalah salah satu jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang bersuluk, dan hakekat
harapan itu adalah kelapangan hati karena menunggu (menanti) ada yang dicintai (disukai) diisi-Nya.
Beramal atas dasar pengharapan itu lebih tinggi daripada kecemasan, karena hamba yang lebih dekat
kepada Allah adalah yang lebih cinta, dan cinta itu lebih tinggi daripada harapan. Ini bisa diibaratkan dua
orang hamba yang satu menghadapi karena takut (kecemasan) akan siksaan dan yang lain menghidmat
karena mengharap upah. Oleh karena itu pengharapan dan husnudzon itu banyak kegembiraan (targhib),
apalagi menjelang mati.
Lawan dan pengharapan adalah putus asa, putus asa adalah dilarang oleh Allah terutama dalam
rahmat-Nya, sebagaimana Iirman Allah:.
42
Artinya:
Dan janganlah kamu berputus asa akan rahmat Allah.
Dan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengharapan adalah dorongan yang utama
dalam beramal, karena dengan itu akan mendekatkan cinta dan keberhasilan untuk mencapai tujuan.
Tanpa adanya pengharapan maka tak akan berhasil apa yang dicita-citakan.
Ketakutan itu tidak lepas daripada tiga perkara, yakni: ilmu, bilhal dan amal. IImu ialah
mengetahui sebab-sebab yang mendatangkan kebencian, mengetahui sebab-sebab kebencian itu adalah
sebab adanya perasaan takut (kecemasan) dan sakit hati, kalau sebab-sebab itu lemah, maka kurang pula
kecemasannya. Kemudian setelah sempurna pengetahuan tentang ini maka akan mempengaruhi
kebesaran dari kecemasan yang dilimpahkan ke dalam hati, tubuh dan anggota badan, dan inilah yang
disebut siIat orang yang takut kepada Allah, dan tentu amalnya pun jelas. Inilah salah satu ciri dari orang
yang taqwa kepada Allah swt.
Mengenai masalah manakah yang lebih utama antara takut (cemas) dan harapan, Al-Ghazali
menyampaikan hal ini dengan ibarat adanya dua orang yang satu lapar dan yang lainnya merasa haus,
tentu ini adalah kebutuhan yang tidak sama, tergantung kepada keperluan masing-masing. Andaikan dia
dilanda penyakit hati rasa aman dari kemurkaan Allah maka baginya takut adalah lebih utama , tetapi
andaikan dia dilanda penyakit putus asa (pesimis) maka yang lebih utama ialah harapan ()
Jadi masalah roja' dan khauI ini tergantung kepada kebutuhan masing-masing setiap manusia
j. FAQAR DAN ZUHUD ( )
Al-Ghazali mengemukakan bahwa dunia ini adalah musuh Allah, dengan tipu-dayanya cinta
kepada dunia adalah pokok pangkal kesalahan dan kejahatan, sedangkan membenci dunia adalah induk
ketaatan.
Yang dimaksud dengan Iaqar di sini adalah sesuatu yang berhubungan dengan harta. Pengertian
faqar adalah orang yang tidak memiliki harta. Berdasarkan bahwa harta yang tidak ada itu dibutuhkan
dalam batas haknya.
Faqar ini terdapat lima tingkatan:
Pertama, jika seseorang itu diberi harta benda, ia menghindari karena membenci dan menjaga
keburukan dan kesibukannya, inilah yang dinamakan zuhud.
Kedua, menghadapi harta benda tidak senang dengan segala aneka ragam kesenangan, dan
tidak membencinya, ini disebut ridlo.
Ketiga, yakni keberadaan harta itu lebih suka daripada tidak adanya walaupun sebenarnya suka
terhadap harta itu, namun keberadaannya tidak sampai mendorong untuk berbuat kikir dan sombong.
Orang yang semacam ini disebut qana'ah, karena ia merasa cukup terhadap rizki yang diterimanya.
Keempat, yakni meninggalkan usaha karena kelemahan, kalau tidak begitu dia paling suka, dan
jika ada jalannya maka dia pasti usaha meskipun dengan susah payah, ini namanya masygul atau disebut
harish (antusias) bagi orang yang mengusahakannya.
Kelima, yakni tidak adanya harta itu karena darurat seperti orang yang lapar karena tidak ada
makanan, telanjang karena tidak ada pakaian, orang yang semacam ini adalah mudhthar (butuh sama
sekali) atau darurat.
Dari lima pcrkara ini yang tinggi adalah zuhud, yakni ada dan tidak ada harta adalah sama saja.
Tingkatan zuhud itu terdapat tiga unsur:
Pertama yang terrendah adalah masih ingin kepada dunia, yakni hatinya masih condong,
sedangkan jiwanya berpaling dan ia bcrusaha untuk menghindari, ini yang dinamai pengantar zuhud.
Kedua adalah meninggalkan dunia karena tha'at, sebab dia mcnganggap rendah terhadap dunia
dengan bersandar kepada apa yang ia tamaki. Seperti halnya meninggalkan serupiah (dirham) karena
mendapatkan dua rupiah.
Ketiga yang tertinggi adalah zuhud karena tha'at dan zuhud dalam kezuhudannya, sehingga tidak
nampak kezuhudannya karcna tidak tampak bahwa ia mcninggalkan sesuatu, sebab beranggapan bahwa
dunia ini tidak ada apa-apanya. Illat yang mcnyebabkan dcmikian adalah karena mengetahui hal ini de-
ngan sempurna. Orang yang semacam ini adalah orang yang aman dari kekhawatiran berpaling kepada
dunia.
Zuhud yang terpenting adalah dalam soal makanan, pakaian, tempat kediaman, alat-alat rumah.
masalah nikah, dan yang terakhir adalah harta dan pangkat (kedudukan).
Tanda-tanda zuhud scbagai berikut:
Tidak gembira dengan memiliki harta, dan tidak susah dikarenakan tidak adanya harta.
Sama saja keadaannya, bila dicela ataupun dipuji.
BersiIat luwes dengan Allah. Dan biasanya terdapat kemanisan taat dalam hatinya.
k. TAWAKKAL ()
Pengertian tawakkal secara etimologi ialah menyerahkan urusan kepada orang lain. Adapun
pengeritian secara terminologis adalah suatu ibarat seseorang mcngandalkan dirinya kepada orang yang
mewakili. Tawakal ini dibagi kepada tiga tingkatan:
43
Pertama, tawakkal kepada Allah seperti pasrah seseorang terhadap wakilnya dalam penyelesaian
suatu perkara.
Kedua, tawakkal kepada Allah seperti pasrah seorang anak kepada ibunya dengan mengharap
kasih sayang sepenuhnya
Ketiga, tawakkal seorang kepada Allah dalam hal mengurus mayat, yakni segala sesuatunya
diserahkan kepada yang memandikan mayat itu.
l. CINTA, RINDU, LUWES DAN RELA
Mahabbah kepada Allah adalah tujuan dari segala pangkat dan kedudukan yang tertinggal dari
segala derajat. Tidak ada sesuatu perkara setelah mendapatkan mahabbah itu kecuali mendapatkan buah
dan hasilnya seperti rindu, luwes dan rela, dan tidak mendapatkan sesuatu sebelum mahabbah kecuali
hanya mukaddimahnya seperti taubat, shabar, zuhud dan lain-lainnya.
Segala sesuatu yang mengandung kelezatan dan kesenangan itu adalah yang disukai (dicintai)
menurut anggapan yang menemuinya, dan segala apa yang mengandung kemelaratan itu adalah dibenci,
menurut anggapan orang yang menemuinya. Sesuatu akibat dari kelezatan dan kesakitan itu tidak luput
dari yang disenangi (dicintai) dan yang disukai, dan pengertian disukai di sini adalah kecondongan tabiat.
Maka suka (cinta) adalah suatu ibarat pada condongnya tabiat kepada sesuatu yang dianggap lezat. dan
jika kecenderungannya kuat maka ini dinamai asyik. Inilah hakekat pengertian cinta (suka).
Sebenarnya yang berhak dicintai hanyalah Allah swt. sendiri sedangkan cinta selain kepada Allah,
yang bukan disandarkan kepada-Nya adalah kebodohan dan kependekan makriIat terhadap Allah. Cinta
kepada Rasul adalah tcrpuji karena in merupakan 'ainnya cinta kepada Allah, begitu pula cinta kepada
ulama dan atqiya.
Orang yang berbahagia di akhirat adalah tergantung kepada kekuatan cintanya kepada Allah,
karcna akhirat berarti menemui Allah dan kebahagiaan adalah bertemu Allah. Alangkah besar nikmat
orang yang menyintai apabila datang kepada yang dicintai setelah lama merindukannya.
Orang yang tak merasa mahabbah kepada Allah ia pasti tak akan mcndapat kerinduan dan
memang tak akan terdapat kerinduan tanpa cinta.
m. NIAT,IKHLAS DAN BENAR ( )
Telah tcrbukalah bagi orang yang mempunyai hati dengan iman daan cahaya Al-Qur'an bahwa
tidak akan sampai kepada kebahagiaan kecuali dengan ilmu dan ibadah, oleh karena itu manusia
semuanya binasa kecuali orang yang berilmu, yang berilmu pun akan binasa kecuali orang yang beramal,
dan orang yang beramal pun akan binasa kecuali orang yang ikhlas, dan orang yang ikhlas itu berada
pada kekhawatiran yang sangat bcsar.
Amal tanpa niat adalah sia-sia, niat tanpa ikhlas adalah riya, cukuplah bagi orang munaIik dan
sama halnya dengan orang yang maksiat. Ikhlas tanpa kebenaran dan kenyataan adalah mcnjadi abu. Oleh
karena itu pekerjaan yang mula-mula bagi hamba adalah berkehendak karena Allah semata.
Pengertian niat, kehendak (ibadat) dan qasd (tujuan) adalah ungkapan yang berlaku dengan
pengertian yang satu, yaitu perbuatan dan siIat yang timbul dari hati. lni mengandung dua perkara. yaitu
ilmu dan amal. Ilmu adalah modalnya, amal adalah buah dan cabang-cabangnya. Oleh karena itu setiap
perkerjaan yakni gerak dan diam yang ikhtiyari itu tidak terlepas daripada ilmu, kehendak dan kuasa.
Niat ini berhubungan dengan amal, amal manusia itu banyak sekali, baik itu perkataan, bcrgerak,
berdiam, menarik, menolak, berIikir, bcrdzikir dan lain-lainnya yang tak terhingga, namun demikian
semuanya itu bisa kita bagi dalam tiga bagian yaitu pekerjaan taat, maksiat dan mubah.
Mengenai cinta Allah kepada hamba-Nya sudah gamblang dan banyak ayat-ayat Al-Qur'an yang
menerangkannya, seperti:
: ) 222 (
Artinya :
Sesungguhnya Allah itu mencintai kepada orang yang bertaubat dan cinta kepada orang yang
mensucikan dirinya.
Adapun arti luwes adalah mencari kesenangan dan kegembiraan hati dengan memperhatikan
keindahan, sehingga apabila membiasakan dan mulus mengenang apa yang telah gaib dan tidak khawatir
hilangnya maka akan bertambah besar nikmat dan kelezatannya. Bedanya dengan rindu, kalau rindu itu
ditujukannya kepada yang telah gaib, manakala yang gaib itu hadir maka ia merasa scnang. Apabila
seseorang telah membiasakan dengan keadaan luwes ini, maka mempunyai keinginan menyendiri dan
berkhalwat.
Niat adalah dorongan jiwa, mengarah dan condong kepada apa yang tampak, sedangkan di
dalamnya mengandung maksud sekarang atau nanti (akhirat), dan niat ini tidak masuk di bawah
pengawasan ikhtiyari.
Adapun mengenai ikhlas, sudah kita ketahui bahwa sesuatu itu terlibat (bercampur) dengan yang
lain, apabila bersih dari campuran dan mulus maka ini adalah ikhlas, pekerjaan orang yang
44
membersihkan dan yang mulus itu disebut ikhlas. Ikhlas ini lawannya kemusyrikan, jadi barangsiapa
yang tidak ikhlas maka dia termasuk musrik. Musyrik itu bertingkat-tingkat. Kalau tidak ikhlas dalam
tauhid maka berarti syirik dalam uluhiyah, syirik ini ada yang samar-samar dan ada yang terangterangan,
begitu pula ikhlas, ikhlas dan syirik ini terdapat dalam hati, karena memang tempatnya di dalam hati.
Mcngenai keutamaan ikhlas adalah jelas sebagaimana disebut dalam Al-Qur'an:
Artinya :
lngatlah bahwa bagi Allah adalah agama yang mulus
Begitu pula sabda Rasul:
() ,
Artinva :
Allah pasti akan menolong umat ini hanya dengan kaum yang lemahnya, do'a, keikhlasan dan
shalatnya.
Dalam hal benar (shiddiq) ini berlaku dan digunakan dalam enam perkara, yaitu benar dalam
perkataan, benar dalam niat dan iradat, benar dalam 'azam benar dalam melaksanakan azam, benar
dalam amal dan benar dalam menyatakan hal agama seluruhnya. Barangsiapa yang memiliki siIat benar
dalam segala seginya maka dia berhak disebut shiddiq, karena Shiddiq adalah shiqhat mubalaghah dari
shidq. Kemudian apabila seseorang berbuat benar hanya dalam satu segi saja maka daa berhak disebut
benar (shidq) dalam bidang tersebut.

Shidq yang paling penting dan utama adalah yang terakhir, yakni dalam agama, yaitu shidq dalam
khauI, raja, tadlim, zuhud, ridho, tawakkal, cinta dan lain-lainnya. Sedangkan shidq yang sebenarnya
adalah yang mendapatkan hakekat Shidq itu sendiri.
45

You might also like