Professional Documents
Culture Documents
=
) 1 (
) 1 (
w V T
V t T
S
S
HULL
=
) 1 (
) 1 (
w
t
HULL
= (5)
t dan w merupakan propulsion parameters, dimana t adalah Thrust Deduction Factor
yang dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut ;
T
R
t = 1 (6)
t
standar 12 , 0 5 , 0 =
P
C ; utk. Kapal dng Baling-baling Tunggal
19 , 0 5 , 0 =
P
C ; utk. Kapal dng Baling-baling Kembar
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 4
, dimana C
P
= Koefisien Prismatik =
m m
A L C T B L
=
(7)
Sedangkan, w adalah wake fraction yang dapat dicari dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut,
S
A
V
V
w = 1 (8)
w
standar
P
C = 70 , 0 ; Single screw ship with normal
stern
P
C = 50 , 0 ; Single screw ship with stern-
bulb
w
standar
) 4 , 0 ( 3 , 0 3 , 0 70 , 0
B
a
C
P
+ =
; Twin screw ships.
a = Jarak antara 2 poros [m]
B = Lebar Kapal [m]
Efisiensi Baling-baling (Propeller Efficiency), 0
PROP
, adalah rasio antara daya dorong
(P
T
) dengan daya yang disalurkan (P
D
). Efisiensi ini merupakan power conversion, dan
perbedaan nilai yang terjadi adalah terletak pada dimana pengukuran Torsi Baling-
baling (Propeller Torque) tersebut dilakukan. Yakni, apakah pada kondisi open water
(Q
O
) atau pada kondisi behind the ship (Q
D
). Persamaan berikut ini menunjukkan
kedua kondisi dari Efisiensi Baling-baling, sebagai berikut ;
Efisiensi Baling-baling (Open water) :
n Q
V T
O
a
O
= (9)
Efisiensi Baling-baling (Behind the Ship) :
n Q
V T
P
P
D
a
D
T
B
= = (10)
Karena ada dua kondisi tersebut, maka muncul suatu rasio efisiensi yaitu yang dikenal
dengan sebutan Efisiensi Relative-Rotative, 0
RR
; yang merupakan perbandingan
antara Efisiensi Baling-baling pada kondisi di belakang kapal dengan Efisiensi Baling-
baling pada kondisi di air terbuka, sebagai berikut ;
D
O
O
a
D
a
O
B
RR
Q
Q
nQ
V T
nQ
V T
=
= =
2
2
(11)
, sehingga 0
RR
sesungguhnya bukanlah merupakan suatu sifat besaran efisiensi yang
sebenarnya (bukan merupakan power conversion). Efisiensi ini hanya perbandingan
dari besaran nilai efisiensi yang berbeda. Maka besarnya efisiensi relative-rotative
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 5
dapat pula lebih besar dari satu, namun pada umumnya diambil nilainya adalah berkisar
satu.
Efisiensi Transmisi Poros (Shaft Transmission Efficiency), 0
S
, secara mekanis
umumnya dapat didefinisikan dengan lebih dari satu macam tipe efisiensi, yangmana
sangat tergantung dari bentuk konfigurasi pada stern arrangement-nya. Efisiensi ini
merupakan product dari keseluruhan efisiensi masing-masing individual komponen
terpasang. Efisiensi ini dapat dinyatakan seperti persamaan, sebagai berikut ;
S
D
S
P
P
= (12)
Berikut ini adalah beberapa arrangement dari transmisi daya yang sering digunakan
pada sistem penggerak kapal,
Gambar 2 Efisiensi pada Komponen Transmisi dari Sistem Propulsi Kapal
Efisiensi Keseluruhan (Overall Efficiency, 0
P
), yang dikenal juga dengan sebutan
Propulsive Efficiency, atau ada juga yang menyebutnya Propulsive Coefficient
adalah merupakan hasil dari keseluruhan efisiensi di masing-masing phrase daya yang
terjadi pada sistem propulsi kapal (sistem penggerak kapal). Efisiensi Keseluruhan
dapat diperoleh dengan persamaan, sebagai berikut ;
S RR O HULL S B HULL
S
D
D
T
T
E
P
P
P
P
P
P
P
= = = (13)
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 6
0
HULL
, 0
O
, dan 0
RR
adalah tergantung pada karakteristik hydrodynamics, sedangkan 0
S
adalah tergantung pada karakteristik mekanis dari sistem propulsi kapal. Namun
demikian, peranan yang terpenting adalah upaya-upaya guna mengoptimalkan 0
P
.
3. DAYA MOTOR YANG DI-INSTAL
Daya motor penggerak kapal (P
B
) yang dimaksud adalah Daya Rem (Brake Power)
atau daya yang diterima oleh poros transmisi sistem penggerak kapal (P
S
), yang
selanjutnya dioperasikan secara kontinyu untuk menggerakkan kapal pada kecepatan
servisnya (V
S
). Jika besarnya efisiensi mekanis pada susunan gearbox, yang berfungsi
untuk me-reduce dan me-reverse putaran motor penggerak, adalah 98 persen (seperti
ditunjukkan pada Gambar 2). Maka daya motor penggerak kapal dapat dihitung, seperti
persamaan dibawah ini ;
98 , 0
S
CSR B
P
P =
(14)
Yangmana P
B-CSR
adalah daya output dari motor penggerak pada kondisi Continues
Service Rating (CSR), yaitu daya motor pada kondisi 80 - 85% dari Maximum
Continues Rating (MCR)-nya. Arti phisiknya, daya yang dibutuhkan oleh kapal agar
mampu beroperasi dengan kecepatan servis V
S
adalah cukup diatasi oleh 80 - 85% daya
motor (engine rated power) dan pada kisaran 100% putaran motor (engine rated
speed).
Sehingga untuk menentukan besarnya daya motor yang harus di-instal di kapal, adalah
seperti yang ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut ;
85 , 0
CSR B
MCR B
P
P
= (15)
Daya pada P
B-MCR
inilah yang selanjutnya dapat digunakan sebagai ancer-ancer
(acuan) dalam melaksanakan proses pemilihan motor penggerak (Engine Selection
Process).
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 7
II. KARAKTERISTIK LAMBUNG & BALING-BALING
(HULL & PROPELLER CHARACTERISTICS)
Salah satu tahapan yang sangat berpengaruh didalam melaksanakan proses Analisa
Engine - Propeller Matching adalah tahap pemodelan dari karakteristik badan kapal
yang dirancang/diamati. Hal ini disebabkan karena Karakteristik Badan Kapal
mempunyai efek langsung terhadap karakteristik baling-baling (propeller). Pada
Persamaan (9) dan (10), terlihat bahwa karakteristik badan kapal secara hidrodinamis
akan mempengaruhi terhadap kinerja propeller.
1. TAHANAN KAPAL & KECEPATAN SERVIS
Tahanan kapal ini merupakan gaya hambat dari media fluida yang dilalui oleh kapal
saat beroperasi dengan kecepatan tertentu. Besarnya gaya hambat total ini merupakan
jumlah dari semua komponen gaya hambat (tahanan) yang bekerja di kapal, meliputi
Tahanan Gesek, Tahanan Gelombang, Tahanan Appendages, Tahanan Udara, dsb.
Secara sederhana Tahanan Total Kapal dapat diperoleh dengan persamaan, sebagai
berikut ;
2
5 , 0
S T T
V S C R =
(16)
, dimana D adalah massa jenis fluida (Kg/m
3
); C
T
adalah koefisien tahanan total kapal;
S merupakan luasan permukaan basah dari badan kapal (m
2
). Dan jika variabel-variabel
tersebut adalah constant ( " ), maka Persamaan 16 dapat dituliskan sebagai berikut ;
2
S T
V R =
(17)
Gambar 3 Karakteristik Tahanan Kapal
R
V
S
Karakteristik Tahanan
Kapal, f (V
S
2
)
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 8
2. GAYA DORONG KAPAL ( T
SHIP
)
Gaya Dorong (Thrust) kapal merupakan komponen yang sangat penting, yangmana
digunakan untuk mengatasi Tahanan (Resistance) atau Gaya Hambat kapal. Pada
kondisi yang sangat-sangat ideal, besarnya gaya dorong yang dibutuhkan mungkin
sama besar dengan gaya hambat yang terjadi dikapal. Namun kondisi tersebut sangat-
sangat tidak realistis, karena pada faktanya di badan kapal tersebut terjadi phenomena
hidrodinamis yang menimbulkan degradasi terhadap nilai besaran gaya dorong kapal.
Sehingga untuk gaya dorong kapal dapat ditulis seperti model persamaan, sebagai
berikut ;
) 1 ( t
R
T
=
(18)
, dimana t adalah thrust deduction factor.
Kemudian dengan mensubstitusi R di Pers. (18) dengan yang tertulis di Pers. (17),
maka diperoleh hubungan persamaan sebagai berikut ;
) 1 (
2
t
V
T
S
=
(19)
Selanjutnya, jika unsur V
S
pada Pers. (19) ini juga disubstitusikan dengan Pers. (8),
diperoleh model persamaan gaya dorong kapal (T
SHIP
) adalah sebagai berikut ;
2
2
) 1 )( 1 ( w t
V
T
A
SHIP
=
(20)
3. KARAKTERISTIK BALING-BALING KAPAL
Secara umum karakteristik dari baling-baling kapal pada kondisi open water test adalah
seperti yang direpresentasikan pada Diagram K
T
K
Q
J (lihat Gambar 4). Setiap tipe
dari masing-masing baling-baling kapal, memiliki karakteristik kurva kinerja yang
berbeda-beda. Sehingga kajian terhadap karakteristik baling-baling kapal tidak dapat
di-generalised untuk keseluruhan bentuk atau tipe dari baling-baling.
Model persamaan untuk karakteristik kinerja baling-baling kapal adalah sebagai
berikut,
4 2
Pr
D n
T
K
op
T
=
(21)
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 9
5 2
Pr
D n
Q
K
op
Q
=
(22)
D n
V
J
A
= (23)
Q
T
O
K
K J
2
(24)
, dimana :
K
T
= Koefisien Gaya Dorong (Thrust) Baling-baling
K
Q
= Koefisien Torsi Baling-baling
J = Koefisien Advanced Baling-baling
V
A
= Kec. Advanced dari fluida yg melintasi propeller disk
0
O
= Efisiensi Baling-baling pd kondisi open water
n = Putaran Baling-baling
D = Diameter Baling-baling
T
Prop
= Gaya Dorong Baling-baling (Propeller Thrust)
Q
Prop
= Torsi Baling-baling (Propeller Torque)
D = Massa Jenis Fluida (Fluid Density)
Gambar 4 Diagram Kt Kq J (Openwater Test )
0
O
K
T
10 K
Q
J
K
T
K
Q
0
O
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 10
4. INTERAKSI LAMBUNG KAPAL & BALING-BALING
Interaksi lambung kapal dan baling-baling (Hull & Propeller Interaction) merupakan
upaya-upaya pendekatan diatas kertas untuk mendapatkan karakteristik kinerja baling-
baling saat beroperasi untuk kondisi behind the ship. Metodenya adalah dengan
mengolah Pers. (20) dan Pers. (21), sebagai berikut ;
2
2
) 1 )( 1 ( w t
V
T
A
SHIP
=
4 2
Pr
D n K T
T op
=
op Ship
T T
Pr
=
4 2 2
2
) 1 )( 1 ( D n w t
V
K
A
T
=
(25)
, jika
2 2
) 1 )( 1 ( D w t
=
Maka Pers. (25) menjadi,
2 2
2
D n
V
K
A
T
=
(26)
Sehingga diperoleh hubungan persamaan, sebagai berikut ;
2
J K
T
= (27)
Jika ditambahkan untuk kebutuhan Hull Service Margin; yaitu kebutuhan yang
dikarenakan dalam perhitungan perencanaan, yangmana analisanya dikondisikan untuk
ideal conditions, antara lain : C perfect surfaces pada lambung dan baling-baling
kapal, C calm wind & seas, maka perlu ditambahkan allowances sebesar 20% dari
nilai K
T
tersebut. Dan notasinya pun ditambahkan sub-script SM, yang artinya adalah
service-margins.
2
% 120 J K
SM T
=
(28)
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 11
Langkah berikutnya adalah dengan membuat tabulasi dari Pers. (27) dan Pers. (28).
Harga J diambil dari Diagram Openwater Test baling-baling yang akan digunakan
pada kapal, yaitu dari angka terendah bergerak secara gradual ke angka tertingginya.
Kemudian, hasil tabulasi tersebut di-plot-kan pada Diagram Openwater Test baling-
baling tersebut seperti yang di-ilustrasi-kan pada gambar-gambar berikut ini,
Tabel Perhitungan KT & KT-SM
J J
2
KT KT-SM
Min
.
.
.
.
Max
Gambar 5 Contoh Tabel Perhitungan KT & KT-SM
Gambar 6 Contoh Plotting KT & KT-SM pada Kurva Openwater Test Propeller
Pada Gambar 6 terlihat bentuk interaksi dari kinerja propeller pada kondisi di belakang
badan kapal, yangmana pada Kurva O merupakan trendline koefisien propeller thrust
untuk trial conditions. Dan dengan melihat keadaan kurva J [O], diperoleh harga
koefisien propeller torque, K
Q
pada kondisi trial. Sedangkan, Kurva O adalah trendline
dari propeller thrust coefficient pada kondisi hull service margin dan dengan menarik
kurva J [O] sedemikian hingga melewati titik K
T-SM
, maka diperoleh koefisien torsi
0
O
K
T
10 K
Q
J
K
T
K
Q
0
O
K
T
K
T-SM
Ttk. Interseksi KT
Ttk. Interseksi KT-SM
KQ-SM
KQ
O
O
O O
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 12
baling-baling, K
Q-SM
, pada kondisi hull service margin. Selanjutnya, kedua angka K
Q
dan K
Q-SM
inilah yang digunakan untuk menentukan karakteristik beban propeller
(propeller load characteristics).
5. KARAKTERISTIK BEBAN BALING-BALING (PROPELLER
LOAD CHARACTERISTICS)
Didalam mengembangkan trend karakteristik beban propeller, variabel yang terlibat
adalah propeller torque dan propeller speed. Untuk propeller torque merupakan hasil
pengolahan secara grafis dari hull & propeller interaction, yaitu K
Q
dan K
Q SM
; yang
kemudian dikembangkan seperti persamaan dibawah ini,
5 2
Pr
D n K Q
Q op
= (29)
, dan
5 2
Pr
D n K Q
SM Q op
=
(30)
Jika K
Q
; K
Q-SM
; D ; D adalah konstan, maka Pers. (29) dan Pers. (30) dapat ditulis
kembali sebagai berikut,
) (
2
1
2
Pr
n f n Q
op
= = (31)
) (
2
2
2
Pr n f n Q op = =
(32)
Dari kedua Pers. (31) dan Pers. (32) tersebut diatas, maka trend karakteristik propeller
power ( Propeller Load ) dapat diperoleh sebagai berikut ;
[Power] = [Torque] * [Speed]
) (
3
1
3
Pr Pr
n f n n Q P
op op
= = =
(33)
, dan
) (
3
2
3
Pr Pr n f n n Q P op op = = =
(34)
Tahap berikutnya adalah mentabulasikan Persamaan (33) dan Persamaan (34) dengan
inputan propeller speed, yang diperoleh dari engine speed setelah diturunkan oleh
mechanical gears (perhatikan gears ratio-nya). Gambar 7 dan 8 mengilustrasikan
tentang tabulasi dan trend dari propeller power yang dikembangkan.
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 13
Tabel Perhitungan PProp = f(n
3
)
nP (nP)
3
PProp P*Prop
Min
.
.
.
.
Max
Gambar 7 Contoh Tabel Perhitungan PProp = f(n
3
)
Gambar 8 Karakteristik Beban Propeller
max
P
Prop
[kW]
n
Prop
max
Propeller Load
makin besar !!!
Karakteristik
Beban Propeller at
Trial
Karakteristik
Beban Propeller at
Service
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 14
III. KARAKTERISTIK MOTOR PENGGERAK KAPAL
1. POWER & ENERGY LOSS
Seperti diketahui bahwa energy pada motor penggerak ini adalah berasal dari bahan
bakar (fuel), yangmana energy tersebut hilang ke atmosphere dalam bentuk panas
adalah 35 % ; lalu 25 % hilang melalui air pendingin dan getaran ; serta sekitar 2 %
hilang pada poros propeller. Sehingga hanya sekitar 38 % dari energy dari fuel yang
tertinggal untuk propulsion.
Dari sisa sekitar 38 % tersebut, secara kasar dapat dibagi-bagi lagi, yaitu : 3 %
digunakan untuk mengatasi air resistance, 27 % terpakai untuk mengatasi wave
resistance, 17 % digunakan untuk mengatasi resistance akibat wake & propeller
wash, 18 % untuk mengatasi skin friction, dan sekitar 35 % dipakai untuk memutar
propeller (baling-baling).
2. ENGINE PERFORMANCE CURVES
Kurva engine performance pada umumnya oleh engine manufacturers dinyatakan
dalam bentuk plotting hubungan antara Brake Horse Power (BHP), Engine Torque,
Fuel Consumption sebagai fungsi dari engine speed. Dan jarang ada dari engine
manufacturer yang juga menyediakan kurva Shaft Horse Power (SHP), yangmana
trend-nya dibawah dari kurva BHP (lost akibat gearbox).
Proses terhadap engine performance dikapal sendiri melibatkan beberapa tahapan
adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 9,
Gambar 9 Aliran Energy pada Motor Penggerak
FUEL MAIN ENGINE FLY WHEEL
CHEMICAL
ENERGY
COMBUSTION
PROCESS
MECHANICAL
ENERGY
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 15
Tahap yang pertama adalah energy dari fuel (bahan bakar), seperti yang ditunjukkan
pada Pers. (35) sebagai berikut ;
f
fuel
ENG
C m P =
(35)
, dimana :
P
ENG
= Engine Power (Daya Motor Penggerak)
fuel m
bmep Q
Eng
Artinya Nilai Engine Torque (Q
Eng
) akan secara signifikan berubah, apabila pada
proses pembakaran didalam silinder terjadi perubahan harga Brake Mean Effective
Pressure (bmep). Dan perubahan harga bmep tergantung pada jumlah Mass Fuel
Rate (
fuel m
=
n
n
P
P
03 . 1 1 . 1
3
2
= = n
Sehingga engine speed masih dapat dinaikkan hingga 3 % untuk waktu yang relatif
pendek (singkat). Kecepatan motor hingga 103% ini hanya dapat diharapkan jika kapal
beroperasi dalam kondisi beban yang relatif rendah.
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 22
Bagaimana dengan rated bmep- nya ????
Secara garis besar rated brake mean effective pressure (rated bmep) dibatasi oleh fuel
system dan Turbocharger. Engine manufacturer telah men-set kondisi dari Continues
bmep rating, yaitu kondisi dimana terjadi maximum rated torque dan maximum rated
speed. Besarnya maximum rated torque adalah proporsional terhadap besarnya
maximum rated bmep.
{ Max. Continues Power Rating } = { Max. Rated Torque } x { Max Rated Speed }
{Max. Rated Torque} {Max. Rated BMEP}
Maka arti phisiknya, Maximum Continues Power Rating adalah kondisi rating dari
engine power pada 100 % bmep dan 100 % rpm, yang telah ditetapkan oleh engine
builder. Ini merupakan nilai rating yang disajikan oleh engine builder untuk pemakian
operasi secara kontinyu pada kondisi yang standar.
Apa itu yang dimaksud dengan kondisi standar ???
KOREKSI RATING
Haruslah dipahami bahwasannya rating yang ditetapkan oleh engine builder,
sesungguhnya masih belum mempertimbangkan kondisi lingkungan engine saat
terpasang di kapal (ship environment). Ambient conditions sangat berpengaruh pada
engine performance. Rating yang dikembangkan oleh engine builder adalah specified
under standard conditions.
Jika engine dioperasikan pada ambient conditions yang tidak standar, maka engine
rating harus dimodifikasi (misalnya dioperasikan pada daerah tropis). Ada beberapa
standar yang diikuti (lihat Tabel 1), dan langkah-langkah yang diambil guna
pemodifikasian dari engine rating dengan mempertimbangkan ambient operating
conditions saat service adalah dikenal dengan istilah DE-RATING.
3. RUMUSAN EMPIRIS YANG SERING DIGUNAKAN UNTUK
PERTIMBANGAN TEKNIS TERHADAP PERBEDAAN
ANTARA KONDISI OPERASI YANG SEBENARNYA
DENGAN KONDISI YANG STANDAR
(a) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 10% ; untuk setiap penurunan tekanan
barometrik sebesar 4 inch-Hg.
(b) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 2,5% ; untuk setiap kenaikan
temperatur kondisi udara sekitar (ambient air condition) sebesar 10
0
F.
(c) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 1% ; untuk setiap kenaikan kelembaban
relatif (relative humidity) dari kondisi udara sekitar (ambient air condition)
sebesar 10 %.
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 23
(d) Untuk motor penggerak kapal dengan sistem pendingin intercooled dan
menggunakan air laut; maka De-rate motor penggerak kapal, sebesar 2 % ;
untuk setiap kenaikan temperatur air laut (ambient air condition) sebesar 10
0
F.
(e) De-rate motor penggerak kapal, sebesar 1% ; untuk setiap kenaikan exhaust
back pressure (ambient air condition) sebesar 4 inch-Hg.
(1) ENGINE OPERATING MARGINS
Nilai BMEP diturunkan hingga dibawah dari maximum rated bmep yang telah di-set
oleh engine-builder. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi maintenance, sebab engine
di-running pada kondisi beban mekanis dan beban thermal yang lebih rendah.
Berikutnya adalah seberapa jauh nilai bmep tersebut diturunkan ? dan ternyata tidak
mudah untuk menjawabnya. Pada umumnya diambil allowance sebesar 10 %.
(2) HULL SERVICE MARGIN
Analisis tentang Resistance dan Powering adalah dibuat untuk kondisi-kondisi yang
ideal, misalnya : perfect surfaces on hull & propeller, calm wind & seas, etc.
Yangmana pada kenyataannya bahwa kondisi servis adalah sangat berbeda. Kemudian,
bagaimana besarnya allowances yang harus diambil untuk kondisi tersebut ?, dan
inipun juga tidak mudah dijawab. Secara umum, allowance yang diambil adalah
berkisar 20 %.
Gambar 16 Operating Margins
Nilai margin sebesar 30% tersebut mungkin agak berlebihan, dalam prakteknya nilai
dari margins tersebut biasanya merupakan nilai gabungan yang diambil secara empiris.
OPERATING MARGINS
% Engine Max Cont. Rating
% Engine Speed
O
O
Engine Operating Margin
100%
100%
90% bmep
70% bmep
100% bmep Hull Service Margin
(for Hull Fouling, etc)
O - Trial Condition
O - Classification Soc.
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 24
Di dalam proses mengestimasi service speed dan engine power yang dibutuhkan di
kapal, biasanya calon pemilik kapal akan melakukan pendekatan kepada pihak
galangan serta meminta quatation untuk kapal bangunan baru. Margins mungkin juga
dapat didefinisikan sebagai Ketentuan Kontrak ( atau juga Kecepatan Servis untuk
operasional kapal ).
Selain itu, Calon pemilik kapal biasanya juga mensyaratkan khusus terhadap ukuran
tonase bobot mati kapal yang dibutuhkan, jenis muatan, kecepatan servis kapal,
yangmana keinginannya untuk sea margin dan route-route perdagangan yang
diproyeksikan tersebut terkait dengan Beaufort Number. Kebutuhan daya tersebut
kemudian akan diestimasi, serta titik operasi baling-baling yang direncanakan akan
ditetapkan oleh calon pemilik kapal, galangan dan engine builder.
(3) HULL & PROPULSION SERVICE MARGIN PRACTICES
Di dalam prakteknya, hal tersebut adalah dapat diterima guna merancang baling-baling
yang mampu menyerap 85 s.d. 90 % dari rated power pada rated speed yang benar.
Perolehan 10 s.d. 15 % tersebut adalah dapat dimanfaatkan guna mempertahankan
kecepatan servis seiring dengan penambahan beban kapal akibat foulings.
Kapal sebaiknya dijadwalkan secara tertentu untuk kegiatan dry docking,
sebagaimana MCP rating ketika sudah mendekati 100% (indikator beban di Engine
sudah memberikan warning). Umumnya, masing-masing engine manufacturers
memiliki bentuk diagram operasi engine (seperti yang ditunjukkan pada Gambar 17),
yangmana me-representasi-kan area operasi engine yang diperbolehkan. Selain itu,
Engine manufacturers juga menyediakan speed power maps (lihat Gambar 18), dan
biasanya engine manufacturers membatasi beban pengoperasian engine diluar
continues operation envelopes hingga 8,3% dari waktu antara periode overhoul
pemeliharaan major. Jika tidak ada kasus, nilai 100% Torque (bmep) sebaiknya
dilebihkan. Putaran engine dinaikkan hingga lebih 103% dari rated yang diijinkan
dalam servis.
Berdasarkan Gambar 18, diperoleh bahwa untuk masing-masing kurva beban propeller
memiliki batasan tersendiri terhadap available power (sbg output power) yang
dikeluarkan oleh engine. Jika margin bertambah maka kurva beban propeller (initial)
akan bergerak turun dan bergeser ke kanan. Artinya, Jumlah kebutuhan daya untuk
mendapatkan kecepatan design menjadi lebih kecil prosentasenya terhadap rated
power-nya. Namun sebaliknya bila usia kapal bertambah dan lambung kapal mulai
kasar (foulings), maka kurva beban propeller akan bergeser ke kiri pada Gambar
Speed-Power Map tersebut.
Selanjutnya, Engine speed menjadi batasan yang perlu mendapat perhatian. Karena
pengambilan prosentase margin yang proporsional akan berpengaruh pada
kelangsungan operasional kapal. Untuk penyempurnaan terhadap situasi yang
demikian, maka biasanya diambil langkah-langkah sebagai berikut : C Dipilih CPP
(Controllable Pitch Propeller) untuk propulsor kapal, atau C Mengganti propeller
dengan yang baru saat dilaksanakan mid-life dry docking.
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 25
Gambar 17 Hubungan Engine - Propeller
80 90
70
80
90
100
% MEP
110
100
110 %
BOUNDARY
OF
EXPECTED
OPERATING
AREA
100 % MEP
90 %
MEP
80 %
MEP
70 %
MEP
TYPICAL MAX
CONTINUES RPM
MAX CONTINUES
PROPELLER
CHARACTERISTICS
TRIAL
CONDITIONS
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 26
Gambar 18 Speed-Power Map dari suatu Marine Diesel Engine
Keterangan :
O Optimum range untuk operasi yang kontinyu
O Range Kerja yang hanya dibolehkan untuk waktu yang sangat terbatas saja
O Upper speed range, dicoba saat sea trial saja
O Range dari Karakteristik Engine pada saat sea trial dengan kondisi cuaca yang
cerah, dan keadaan lambung kapal (hull) masih bersih
O Kurva beban propeller hampir mendekati titik MCR, meskipun Engine masih
mampu kerja didalam range O untuk waktu yang terbatas. Maksud dari kurva
O ini adalah untuk menunjukkan beban propeller yang seharusnya dicapai
(dalam tahapan perancangan propeller)
O Batas dari Range O
% MEP
% RPM
110 %
110 %
100 %
90 %
O
O
O
O
Power Limit
Torque Limit
RPM Limit
108 103 90 100
100% MEP
90% MEP
85% MEP
O
O
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 27
Tabel 1 : Diesel Engine Environmental Standard Reference Conditions
Ambient Air
Temperature
Barometric
Pressure
Relative
Humidity
Charge
Coolant
(
0
C ) ( kpa ) ( % ) (
0
C )
ISO 3046 / I 27.0 100.0 60.0 27.0
CIMAC 27.0 100.0 60.0 27.0
DIN 6271 27.0 100.0 60.0 27.0
SAE J816b 29.4 99.2 31.0 88.0
(3)
SAE J270 29.4 99.2 31.0 88.0
(3)
DEMA 32.2
(1)
95.4
(2)
60.0 68.0
(3)
SNAME T&R 3-27
Mach. Space Air 32.2 101.0 53.31 ---
Outside Air 24.0 101.0 85.0 ---
Det Norske Veritas 45.0 --- 70.0 30.0
JIS 20.0 101.3 65.0 ---
DIN 70020 20.0 101.3 --- ---
DIN 6270 A 30.0 101.3 --- 25.0
DIN 6270 B 20.0 98.0 60.0 ---
British Std. 649 29.4 99.6 --- ---
British Std. Au141a 30.0 101.3 --- 25.0
Keterangan :
(1) Maximum
(2) Minimum
(3) Temperature at Outlet
Tabel 2 : Diesel Manufacturers Standards For Four-Stroke Engines
Engine Manufacturer Environmental Reference Conditions
STORK-WERKSPOOR ISO 3046/I, DIN 6271, DIN 6270 A, BS 649
M.A.N. ISO 3046/I, DNV, Tropical
SULZER ISO 3046/I, Tropical
MTU ISO 3046/I, Tropical
S.E.M.T. PIELSTICK ISO 3046/I, Tropical
B & W ISO 3046/I, DNV, Tropical
GMT ISO 3046/I, Tropical
MIRRLEES BLACKSTONE Tropical
GEC (RUSTON) ISO 3046/I, Tropical
MWM Tropical
CATERPILLAR SAE J270, SAE J816b, DIN 6270B
DETROIT DIESEL ---
DOXFORD ISO 3046/I
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 28
Pada perancangan baling-baling kapal, besarnya daya yang di-absorb oleh baling-
baling adalah umumnya berkisar 85 90% dari nominal power pada nominal speed
(rated power, rated speed). Sehingga, besarnya selisih (10 15%) yang dipilih tersebut,
didasari pada permintaan Owner serta pertimbangan teknis dari kekhususan bentuk
lambung kapal itu sendiri. Maka daya yang tersedia masih mencukupi kebutuhan untuk
mempertahankan kondisi servis kapal, seiring dengan kenyataan adanya binatang-
binatang laut yang tumbuh menempel di lambung kapal. Kapal sebaiknya dijadwalkan
untuk melaksanakan dry docking, ketika kapal dalam operasi servisnya harus me-
running engine pada kondisi 100% nominal dari maximum continuous power rating.
SERVICE RATING = 85 90 %
= {Brake Power Trials} / {Brake Power Manufacturer Rating}
Ratio ini harus dihitung dengan seluruh pertimbangan teknis, meliputi kondisi
lingkungan, tipe bahan bakar, dan koreksi-koreksi yang digunakan. Dan jika terjadi
kondisi engine & Propeller match yang seperti ditunjukkan pada region O dalam
Gambar 18, maka salah satu langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut :
Propeller replaced (diganti),
Re-pitched,
Tips cropped (potong bagian tip dari daun propeller).
Engine & Propeller Matching adalah sangat esensial, tidak hanya pertimbangan
terhadap alasan ekonomisnya saja. Akan tetapi juga untuk menghindari kerusakan dari
Engine. Beban thermal dari engine tergantung pada bmep dan posisi titik operasi pada
kurva O dari Gambar 18 tentang Speed Power Map, yangmana menyajikan
kemungkinan kecepatan terendah untuk suatu nilai bmep yang diberikan. Untuk
memperoleh kondisi kerja yang optimum, maka titik-titik operasi engine untuk
continuous service sebaiknya berada dalam Range O (Gambar 18). Engine boleh
dioperasikan dalam Range O, namun hanya untuk periode yang terbatas.
Jika Engine di-set pada kondisi CSR adalah 85% power pada nominal speed. Dan
ketika kelebihan daya tersebut kemudian dibutuhkan, maka putaran engine dapat
dinaikkan hingga;
103% dari nominal speed-nya, selama continuous operation.
108% dari nominal speed-nya, untuk periode sekitar 1 jam selama trials
run. Dan ini hanya dapat dilakukan jika shafting bukan menjadi sumber
getaran torsional yang tidak dapat diijinkan.
(4) ENGINE DE-RATING METHODS
Untuk memperoleh nilai specific fuel oil consumption yang lebih rendah dari engine
yang diberikan dalam kondisi servis, dimana mungkin engine yang relatif lebih besar,
yang dipilih untuk diinstal di kapal. Sehingga perlu adjustments yang optimal terhadap
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 29
propeller dan engine agar specific fuel oil consumption yang paling rendah dapat
diperoleh.
Engine di-adjust untuk mendapatkan bmep yang maksimum pada derated RPM dan
Power. Metode yang diterapkan adalah untuk meng-encourage operasi engine speed
yang terendah, sehingga secara teoritis efisiensi propeller yang lebih tinggi dapat
ditemukan.
POWER / SPEED PERFORMANCE ENVELOPE
Diagram ini untuk menunjukkan kinerja engine melalui prosentase, ataupun nilai
absolut, dari ratio power dan speed yang terjadi saat operasi engine. Pada umumnya,
cakupan range operasi engine dibatasi oleh beberapa hal seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 3.
Tabel 3 : Operating Range Bounded By Various Constraints
OPERATING RANGES CONSTRAINTS
Idle Speed Smooth Running; Number of Cylinders; Inertia;
Friction, etc
Smoke Limit Poor Scavenge & Combustion
Surge Limit Turbo Unstable
Exhaust Gas Temperature Valve Deposits, Burning, etc
Peak Cylinder Pressure Mechanical Stresses
Turbo RPM Limiting Inertia Stress
Max. Engine RPM Wear rates; Inertia Forces
Motoring Friction & Pumping; Losses (Mech. Efficiency)
Minimum BMEP Poor Combustion
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 30
PERMASALAHAN PERMASALAHAN YANG SERING TERJADI
DILAPANGAN
Question1:
Bung, kenapa Engine saya gak bisa mencapai titik teratas dari
rated speed (RPM) saat trials ? Dan mengapa kapal saya
tidak dapat mencapai kecepatan servis seperti yang
direncanakan oleh ship designer ? Apakah dengan menambah
atau menurunkan Pitch Propeller akan menyempurnakan kinerja dari kapal saya ?
Answer1:
Sebelum kita menjawab keseluruhan pertanyaan Q1 tersebut, kita harus meng-
investigate secara detail pada power, engine performance dan kecepatan kapal
yang terjadi.
Secara umum kebutuhan power kapal itu, tentu sudah dihitung pada saat kapal
direncanakan. Sehingga melalui perhitungan tahanan kapal yang tepat/sesuai,
maka kebutuhan power kapal tersebut juga akan dapat diperoleh dengan tepat.
Kemudian, dilakukan pemilihan engine dengan memperhatikan parameter-
parameter, antara lain : Power per-shaft; Speed (RPM); Weight (dry & wet);
Space required; Fuel oil consumption; dsb. Dan jika hanya dari aspek Engine &
Hull saja yang diperhatikan, maka Propeller pun akan muncul sebagai persoalan
baru (seperti pertanyaan Q1).
Seperti misalnya terjadi kesalahan dalam penetapan harga Pitch Propeller, sebut
saja bahwa nilainya terlalu tinggi (heavy propeller). Maka propeller load (beban
propeller) akan bergeser naik (ke arah sebelah kiri) pada diagram Power-Speed
Map, sehingga titik perpotongan antara kurva rated engine torque dan propeller
load akan berada dibawah (lebih rendah) dari nominal rated speed (RPM)-nya.
Lebih buruk lagi bahwa power yang diabsorb oleh propeller menjadi lebih rendah
juga, sehingga engine power yang dihasilkan seolah-olah menjadi tidak mencukupi
untuk mengoperasikan kapal pada kecepatan servis yang direncanakan.
Perubahan Pitch Propeller juga bukan merupakan satu-satunya solusi mengingat
jika besarnya perubahan tersebut tidak diperhatikan maka dapat menyebabkan
kondisi propeller menjadi Light Propeller (Pitch too low), sehingga juga dapat
menimbulkan masalah baru lagi (mis-match). Perhatikan optimasi dari Rasio Pitch
dan Diameter propeller (P/D) terhadap propeller torque pada kondisi behind the
ship. Langkah lainnya yang mungkin dapat dikerjakan adalah memotong (cropped)
ujung daun propeller (bagian tip blades), pastikan dengan hitungan yang tepat
mengenai besarnya prosentase tip propeller yang harus dipotong tersebut.
2005 S.W. Adji Engine Propeller Matching 31
Question 2 :
Bung, kenapa engine speed ini perlu diturunkan pada propeller speed ? kalau
tidak diturunkan bagaimana ?
Answer 2 :
Begini untuk internal combustion engines, TORQUE secara definisi adalah 5.252
dikalikan dengan dayanya, kemudian dibagi dengan putarannya (RPM). Sehingga,
jika karakter engine adalah putaran rendah dan memiliki daya yang besar, sudah
dapat dipastikan bahwa engine akan mempunyai nilai Torque yang besar. Inilah
yang menyebabkan bahwa tipikal slower turning propeller akan memberikan Thrust
yang lebih besar, karena mereka menerima Torque yang besar pada nilai engine
power yang sama.
Sebagai contoh; Sebuah engine mempunyai kapasitas daya 500 HP pada
putaran 2.000 RPM, sehingga engine tersebut akan men-deliver torque sebesar
1.313 lb-ft ke propeller. Dan jika pada sistem transmisi tersebut dipasang
reduction gear (gearbox) dengan rasio 3:1, maka kapasitas daya akan berkurang
berkisar 3% (friction losses di gearbox) menjadi 485 HP. Pada waktu yang sama
juga, putaran propeller turun menjadi 667 RPM. Maka besarnya torque yang di-
deliver menjadi bertambah hingga 3.819 lb-ft.
Question 3 :
Bung, biasanya ship operator untuk menghemat pemakaian bahan bakar, maka
operasional engine umumnya pada putaran yang mendekati lower limit sehingga
kecepatan kapal pun menjadi lebih rendah. Bagaimana itu bisa terjadi ?
Answer 3 :
Pada marine diesel engines, trendline dari rated engine torque adalah
proporsional dengan rated bmep yang terjadi. Dan rated bmep adalah juga
proporsional dengan rated fuel consumption-nya. Dengan menurunkan putaran
engine, katakanlah dari 2.200 RPM menjadi 1.600 RPM, maka sesungguhnya
terjadi penurunan rated bmep sekaligus penurunan rated fuel consumption
(katakanlah dari 180 gr/HP-hr menjadi 155 gr/HP-hr). Jika besarnya engine
power adalah 4.000 HP dan kapal berlayar selama 10 hari, maka penghematan
bahan bakar dapat mencapai 24 ton. Konsekuensinya adalah kecepatan servis
kapal akan turun, sebab output power dari engine juga turun.