You are on page 1of 30

PERAN INFLAMASI PADA ATHEROSKLEROSIS

LuigiGiustoSpagnoli 1, ElenaBonanno 1, GiuseppeSangiorgi 2, andAlessandroMauriello1


1

InstituteofAnatomicPathology,UniversityofRomeTorVergata,Rome,Italy;and 2Department of Cardiovascular

Diseases,UniversityofRomeTorVergata,Rome,Italy

Inflamasi memegang peranan penting pada semua tahapan dari atheroskerosis. Plak yang stabil ditandai dengan infiltrat inflamasi kronik, sementara plak yang rentan dan rusak ditandai dengan inflamasi aktif yang terlibat dalam penipisan dari penutup fibrous, yang memacu plak untuk pecah. Meskipun ruptur dari plak atherosklerotik tunggal yang rentan dapat menyebabkan kejadian tersebut, terdapat banyak macam dari plak, beberapa diantaranya rapuh. Keberadaan dari berbagai bentuk plak yang rapuh menandakan bahwa atherosclerosis merupakan proses inflamasi difus. Tantangan saat ini adalah mengenali morfologis dan penanda molekul yang dapat membedakan plak stabil dari yang rapuh, sehingga memungkinkan stratifikasi dari pasien dengan resiko tinggi untuk kejadian kardiovaskuler dan cerebrovaskuler akut sebelum sindroma klinik terjadi. Dengan tujuan tersebut dalam pikiran, artikel ini merangkum riwayat alamiah dari plak atherosclerosis, yang dipusatkan pada mekanisme molekuler yang mempengaruhi perkembangan plak dan penanda serum yang berhubungan dengan inflamasi plak. Atherosklerosis memiliki spektrum luas dari tampilan klinik. Beberapa pasien asimptomatis sepanjang hidupnya, meskipun mereka memiliki banyak plak atherosklerotik dalam pembuluh darahnya. Yang lainnya memiliki gejala iskhemik seperti infark myokard dan stroke. Keadaan pertama biasanya ditandai dengan pertumbuhan yang lambat, lesi yang tenang yang disebut sebagai plak stabil. Dalam keadaan kedua, kejadian klinik yang berhubungan dengan satu atau lebih plak yang tidak stabil. Gejala-gejala klinikdari atheroma terjadi pada orang dewasa dan biasanya melibatkan thrombosis (1). Resiko dari thrombosis mayor dan komplikasi thromboemboli dari atherosclerosis lebih berhubungan dengan ketidakstabilan dari atheroma daripada terhadap penyebaran dari penyakit (1-3). Angina stabil berhubungan dengan plak fibrous licin pada arteri koronarius, sementara angina yang tidak stabil, infark miokard akut (AMI) dan kematian jantung mendadak sering selalu berhubungan dengan plak yang ireguler atau yang pecah (4). Hal yang serupa, pada

pasien dengan penyakit arteri carotis, ketidakteraturan dan kerusakan plak berhubungan dengan kejadian iskhemik otak. Pasien dengan plak ireguler atau ulserasi (seperti yang ditunjukkan dari angiografi arteri carotis) memiliki resiko yang lebih tinggi untuk stroke iskhemik tanpa berhubungan dengan tingkat dari stenosis dari lumen pembuluh darah (5). Inflamasi merupakan salah satu komponen dari semua bentuk plak (6,7). Lebih jauh, hubungan topografi diantara infiltrat inflamasi, pecahnya plak dan thrombosis dibuktikan oleh van der Wall dkk (8), yang menunjukkan peran patogen dari makrofag pada tempat dimana penutupnya rusak pada pasien dengan AMI berat. Pengamatan lebih jauh menunjukkan peran dari makrofag teraktivasi dan limfosit T teraktivasi pada destabilisasi plak (7,9). Kombinasi dari makrofag dan limfosit pada plak yang rapuh berhubungan dengan sekresi sitokin dan enzim perusak yang berakibat pada penipisan dari penutup fibrous, yang menyebabkan lesi sehingga pecah (7,9). Riwayat Alamiah dari Plak Atherosklerotik Lesi atherosklerotik, menurut klasifikasi American Heart Association saat ini dimodifikasi oleh Virmani dkk (4) dan Naghavi (10) dibagi menjadi 2 kelompok; lesi intima non atherosklerotik dan lesi atherosklerotik progresif. Kelompok ketiga dari lesi, plak atherosklerotik yang sembuh, merupakan lesi yang paling sering, terutama arteri carotis (Tabel 1). Pendekatan lainnya untuk menandai lesi atherosklerotik berdasarkan ketebalan dari penutup fibrous dan tingkatan dari infiltrat inflamasi. Begitu lesinya berkembang dari lapisan lemak menjadi atheroma, ukuran yang meningkat dari lesi diatasi dengan pembentukan adaptasi positif dari pembuluh darah, untuk mempertahankan ukuran dari lumen (11). Perluasan ini berlanjut hingga lesinya menyebabkan pembuluh darah melebar hingga 180% dari daerah sebenarnya. Lesi yang berisi makrofag yang berasal dari monosit, otot sel polos dan limfosit T. Interaksi antara tipe-tipe sel ini dan jaringan ikat mementukan perkembangan dan pembentukan plak termasuk komplikasi yang penting seperti thrombosis dan plak.

TABLE 1 Classification of Atherosclerotic Lesions

Standard American Heart Association classification* Type I: initial lesion Type II a: progression-prone type II lesion Type II b:progression-resistant type II lesion Type III: intermedia telesion (preatheroma) Type IV: atheroma Type Va: fibroatheroma (typeV lesion) Type Vb: calcificlesion (typeVII lesion) Type Vc: fibroticlesion (typeVIII lesion) Type VI: complicated lesion VIa: with surface defect VIb: with hematoma-hemorrhage VIc: with thrombotic deposit

Revisedmorphologicclassification^ Nonatheroscleroticintimallesions Intimalthickening Fattystreak Progressiveatheroscleroticlesions Stableplaques Pathologic intimal thickening Fibrous cap atheromas Fibrocalcific lesions Vulnerableplaques Thin fibrous cap atheromas Calcified nodule Unstable thrombotic plaques Plaque rupture with luminal thrombus Plaque rupture with ulceration Plaque erosion Calcified nodule Healed lesions

*FromStary et al.(137,138). ^Asmodified by Virmanietal.(4) and Naghavietal.(10).

Lesi intima non atherosklerotik Sebagian besar dari lesi orang dewasa berasal dari lesi awal intima yang terdiri dari penebalan tunika intima dan lapisan lemak. Penebalan Intima. Penebalan intima terutama melibatkan sel otot polos pada matriks yang kaya proteoglikan (Gambar 1A) Distribusi dari lesi tersebut pada anakanak berhubungan dengan penyebaran dari lesi atherosklerotik pada orang dewasa (12).Replikasi sel sedang telah ditunjukkan pada lesi awal, dimana sel otot polos dari lesi orang dewasa biasanya klonal (12). Terdapat sangat sedikit pemeriksaan dari perkembangan lesi intima awal pada manusia, dan tidak ada satupun yang menjelaskan mekanisme patologis yang tepat dari perkembangan. Lapisan lemak. Lapisan lemak yang berhubungan dengan xanthomatoma intima dari klasifikasi Virmani dkk (4) dan ditandai dengan akumulasi makrofag yang kaya lemak pada lapisan intima. Tipe-tipe lesi ini dapat berisi beberapa sel otot polos dan limfosit T. Lesi Atherosklerotik Progresif Plak stabil. Plak dengan penebalan intima patologis ditandai dengan penebalan intima yang berhubungan dengan deposisi lemak tanpa adanya bukti nekrosis (4). Daerah yang menutupi lemak kaya akan sel otot polos dan proteoglikan dan dapat berisi berbagai amcam makrofag dan limfosit T (Gambar 1B dan 2A) Atheroma dengan penutup fibrous memiliki inti lemak besar yang berisi lemak ekstrasel, kristal kolesterol dan sisa nekrotik yang ditutupi oleh penutup fibrous tebal. Penutup tersebut terdiri dari sel otot polos pada matriks kolagen-proteoglikan, dengan

berbagai macam infiltrasi oleh makrofag dan limfosit T (Gambar 1C dan 2B) (4). Berbagai jumlah sel inflamasi (sel foam makrofag dan limfosit T) juga ada pada tepi plak, di dekat inti nekrotik lemak. Tipe lesi ini dapat berkembang menjadi lesi stabil yang sangat terkalsifikasi atau terjadi komplikasi seperti perdarahan mural. Plak tanpa atau dengan inti nekrotik lemak kecil dan penutup fibrous tebal di atas akumulasi yang banyak dari kalsium pada intima dengan dengan tunika media disebut sebagai fibrokalsifik (Gambar 1D) (4). Penelitian biokimiawi menunjukkan bahwa kerusakan intima sering terjadi pada permukaan yang terkalsifikasi dan jaringan arteri tidak terkalsifikasi disekitarnya (13), dan sepertinya bahwa kalsifikasi memegang peranan aktif dalam kerusakan plak. Penelitian dengan CT sinar elektron mengungkap bahwa sebagian besar dari pasien dengan AMI atau angina tidak stabil memiliki kadar kalsium koronarium yang dapat diukur dengan CT sinar elektron (14). Sebaliknya, Hunt dkk menunjukkan bahwa pasien dengan penyakit arteri carotis dan kalsifikasi dari plak arteri carotis memiliki gejala lebih sedikit dari stroke dan Transient Ischemic Attack (TIA) daripada yang tanpa kalsifikasi (15). Atheroma pada arteri carotis dan koronarium sepertinya muncul pada permukaan, yang mengakibatkan lepasan dari nodul yang terkalsifikasi. Atheroma dengan penutup fibrous tipis, juga disebut plak resiko tinggi atau rentan, merupakan plak yang cenderung pecah, melepaskan bahan-bahan thrombogenik dan menyebabkan terbentuknya thrombus. Lesi yang ditandai dengan inti nekrosis besar berisi banyak celah-celah kolesterol. Penutup yang diatasnya kaya akan sel inflamasi, makrofag dan limfosit T, dengan sedikit sel otot polos (Gambar 1E dan 2C) (4,10).

FIGURE 1. Various types of atherosclerotic lesions. (A) Diffuse intimal thickening consisting mainly of smooth muscle cells in proteoglycan-rich matrix (Movat stain; magnication, 2). (B) Pathologic intimal thickening associated with some deep lipid core (lc) without necrosis (Movat stain; magnication, 2). (C) Fibrous cap atheroma characterized by presence of large lipidic necrotic core (nc) consisting of extracellular lipid, cholesterol crystals, and necrotic debris, covered by thick brous cap (fc), with various degrees of inltration by macrophages and T lymphocytes (Movat stain; magnication, 2). (D) Fibrocalcic plaque characterized by small lipid-laden necrotic core and thick brous cap (fc) overlying extensive accumulation of calcium (ca) in intima (Movat stain; magnication, 2). (E) Vulnerable plaque (thin brous cap atheroma) characterized by large lipidic necrotic core (nc) associated with thin inamed brous cap (fc; arrow) (Movat stain; magnication, 2). (F) Plaque erosion showing area of acute thrombosis (th) associated with supercial erosion of endothelium without brous cap rupture (Movat stain; magnication, 2). (G) Fibrous cap (fc) rupture with lumenoccluding thrombus (th) (Movat stain; magnication, 2). Inset shows site of cap rupture. Arrow indicates acute thrombosis. (H) Plaque rupture with ulceration (arrow), characterized by excavated necrotic core with discontinuation of brous cap (fc) (Movat stain; magnication, 2). Acute thrombus is indicated by th. (I) Thrombotically active plaque characterized by stratied organizing thrombus (dense collagen interspersed with proteoglycan matrix) associated with area of acute thrombosis (th; inset) near residual lumen (Movat stain; magnication, 2). (J) Healed lesion with lumen almost totally occluded, characterized by distinct layers of dense collagen interspersed with proteoglycan matrix (Movat stain; magnication, 2).

Burke dkk (16) mengartikan plak yang rapuh pada arteri koronarius sebagai lesi dengan ketebalan penutup 65 m. Pada arteri carotis, ketebalan penutup dari lesi yang rapuh adalah 165 m. (A Mauriello, data yang tidak dipublikasikan, Januari 2007). Atheroma dengan penutup fibrous tipis paling sering diamati pada proximal dari arteri koronarius dari pasien dengan AMI mematikan. Pembuluh darah yang menunjukkan atheroma dengan penutup fibrous tipis biasanya tidak menunjukkan penyempitan yang parah tetapi memperlihatkan remodeling yang positif. Pada atheroma dengan penutup fibrous yang tipis, panjang inti nekrotik kira-kira 2-17 mm (rata-rata 8 mm), dan daerah belah lintang yang mendasari menyempit pada kira-kira

75% kasus adalah kurang dari 75% (diameter stenosis, <50%). Daerah dari inti nekrotik pada sedikitnya 75% dari kasus adalah 3mm2 (17). Plak thrombosis yang tidak stabil. Thrombi terjadi sebagai akibat dari 3 kejadian; ruptur plak, erosi plak atau lebih jarang nodul yang terkalsifikasi (Tabel 1). Ulserasi dan ruptur plak telah didefinisikan berbagai macam dan digunakan bergantian dalam literatur dan berhubungan dengan adanya plak yang rapuh. Pengamatan bahwa sebagian besar plak yang ruptur ditutupi oleh thrombus dengan atau tanpa sumbatan lumen menyediakan bukti yang meyakinkan bahwa plak-plak ini berhubungan sebagai penyebab dari kejadian-kejadian klinik. Ruptur dari plak diartikan sebagai daerah dari kerusakan penutup fibrous dimana thrombus yang mendasarinya merupakan kelanjutan dari inti nekrotik yang mendasarinya (Gambar 1G dan 1J) (18). Lesi yang ruptur ditandai dengan inti nekrotik yang besar dan penutup fibrous yang rusak oleh makrofag dan limfosit (Gambar 2D). Isi sel otot polos di dalam penutup fibrous pada daerah yang ruptur dapat agak menyebar. Erosi plak dikenali ketika pemotongan serial dari bagian arteri yang mengalami thrombosis gagal mengungkap rupturnya penutup fibrous (18). Secara khusus, tidak ada endotel pada daerah yang erosi (Gambar 1F). Tunika intima yang terpapar terutama terdiri dari sel otot polos dan proteoglikan dan agak mengejutkan daerah yang erosi mengalami inflamasi minimal (19). Tidak seperti sebuah ruptur, erosi dapat terjadi pada daerah dengan penebalan tunika intima yang patologis. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa erosi plak berhubungan dengan adanya sel mass pada penutup dan terjadi sebagai akibat dari protease sel mast (20). Lainnya, penyebab yang jarang dari lesi thrombosis adalah nodul kalsifikasi. Istilah ini ditujukan untuk lesi dengan kerusakan penutup fibrous dan thrombus yang berhubungan dengan nodul kalsifikasi padat yang muncul (4). Tidak jelas apakah penutup fibrous rusak karena tekanan fisik yang diberikan oleh nodul itu sendiri, karena protease yang berasal dari infiltrat sel disekitarnya atau keduanya. Mekanisme seluler dan molekuler yang bertanggung jawab untuk pembentukan thrombus pada plak atherosklerotik, apakah ruptur, stenosis atau lepas masih sedikit diketahui. Seperti yang disebutkan oleh trias Virchow, kejadian dari thrombosis arteri bergantung pada substrat dinding arteri, karateristik rheologi lokal dari aliran darah, dan faktor sistemik pada darah yang beredar.

Meskipun substrat thrombogenik yang bergantung pada plak dan faktor rheologis yang dilibatkan pada pembentukan thrombus pada arteri carotis (21), peran dari faktor sistemik lebih sedikit diketahui. Pemahaman saat ini tentang mekanisme patofisiologis dari atherothrombosis didasarkan penelitian patologis, eksperimental dan klinik dari sindroma arteri koronarius akut (ACS). Paparan dari substrat thrombogenik, yang diwakili oleh lemak dengan substrat thrombogenik, sebagian besar terletak pada daerah yang kaya makrofag, merupakan faktor kunci yang menentukan thrombogenositas dari sebuah lesi (22). Tingkat dari stenosis yang disebabkan oleh plak yang ruptur dan thrombus mural yang mendasari juga menentukan thrombogenositas, karena mengubah aliran pada daerah lesi. Perubahan geometri pembuluh darah yang meningkatkan tenaga memotong yang langsung berhubungan dengan kecepatan aliran dan secara terbalik berhubungan dengan tenaga ketiga dari diameter lumen dapat berakibat pada peningkatan dari deposisi trombosit pada puncak dari stenosis. Proses ini menyebabkan lingkaran setan, yaitu pembentukan thrombus mural dapat berperan pada vasokonstriksi yang A2), melalui dilepaskan sebaliknya yang faktor-faktor thromboxan deposisi

dari thrombosit (serotonin dan meningkatkan pemotongan dari thrombosit bergantung pada tenaga (23).
FIGURE 2. Inammation in various types of atherosclerotic plaques. (A) Intimal thickening, characterized by smooth muscle cells (left; hematoxylineosin stain; magnication, 10), a few fat-laden macrophages (foam cells) (middle; immunostaining with anti-CD68; magnication, 10), and scattered T lymphocytes (arrow) (right; immunostaining with anti-CD3; magnication, 10). (B) Stable plaque (brous cap atheroma). Immunohistochemical stain for CD68 (antihuman monocytes and macrophages) shows diffuse positive reaction near lipidicnecrotic core (nc) and large numbers of macrophage foam cells (left; anti-CD68; magnication, 2) (middle; Movat stain; magnication, 10). In contrast, only a few macrophages are present in brous cap (fc). Numerous macrophage foam cells, positive for CD68, are present near newly formed vessels (arrows) (right; anti-CD68; magnication, 10). (C) (Left) Vulner-able plaque, characterized by large lipidicnecrotic core (nc) associated with thin brous cap (fc) (top; Movat stain; magnication, 4) rich in inammatory macrophage foam cells(bottom; immunostaining for CD68; magnication, 4). (Middle)CXCR3 (fractalkine receptor) expression in activated T lymphocytes. Double uorescence immunostain studied by 2-dimensional confocal analysis clearly

shows diffuse positive reaction for CXCR3 in activated T lymphocytes (concordant doublepositivity appears as yellow stain) (magnication, 800). (Right Top) CXCR3 reaction revealed by streptavidinuoresceinconjugate (green stain). (Right Bottom) CD25 (IL-2 receptor antigen) antibody revealed by streptavidinTexas Red uorescent conjugate (red stain). (D) Unstable thrombotic plaque. nc 5lipidicnecrotic core. (Left) Site of rupture of thin cap (fc) associated with acute thrombus (th) (Movat stain; magnication, 4). (Right) Fibrous cap at site of rupture (arrow) showing many CD68-positive macrophages.

Saat ini, beberapa plak arteri carotis yang tersisa aktif secara thrombotik selama jangka waktu yang lama setelah kejadian klinik yang mengawali, menyebabkan pasien pada keadaan melepaskan terus menerus emboli ke jaringan vaskuler intrakranial, dijelaskan (5). Pola plak ini ditandai dengan pembentukan thrombus yang terdiri dari jaringan fibrous yang tercampur dengan matriks proteoglikan yang berisi jaringan saluran berdinding tipis dan luas. Daerah kecil dari thrombosis akut yang berisi fibrin atau trombosit selalu ada, dalam hubungannya dengan berbagai macam makrofag dan sel T (Gambar 11) (5). Plak yang aktif secara thrombosit telah dikenali hingga lebih dari 30 bulan setelah kejadian cerebrovaskuler aktif pertama. Plak tersebut tetap ada hingga 53,8% plak dari pasien yang menjalani pembedahan 24 minggu setelah mulainya gejala (5). Lesi yang Sembuh Lesi yang sembuh sering menunjukkan sumbatan total dari lumen dan berisi lapisan nyata dari kolagen yang padat. Inti nekrotik biasanya tidak ada, tetapi beberapa lesi dengan ruptur yang membaik menunjukkan berbagai lapisan dari lemak dan inti nekrotik, menunjukkan berbagai episode dari thrombosis (Gambar 1J). Penelitian morfologis dari arteri koronarius menunjukkan bahwa perkembangan plak dibawah 50% dari lumen potongan serat lintang yang menyempit biasanya terjadi sebagai akibat dari ruptur yang berulang, sebagian besar diantaranya secara klinik tenang (24). Hal yang sama dapat benar pada penyakit arteri carotis. Faktor Molekuler yang Bekerja pada Riwayat Alamiah dari Atherosklerosis Permulaan Plak Cedera endotel telah diajukan pada awal dan secara klinik berhubungan kejadian patofisiologis pada proses patofisiologis (6). Pasien dengan disfungsi endotel memiliki resiko yang meningkat untuk kejadian kardiovaskuler selanjutnya, termasuk stroke (25). Kehilangan aktivitas biologis dari endotel mengurangi nitrit oksida (NO) dan berhubungan dengan peningkatan ekspresi dari faktor prothrombin, molekul adhesi proinflamasi, sitokin dan faktor kemotaktil. Sitokin dapat menurunkan

biavailabilitas NO, meningkatkan produksi dari spesies oksigen reaktif (ROS). ROS mengurangi aktivitas NO secara langsung baik dengan bereaksi dengan sel endotel, dan secara tidak langsung, melalui modifikasi oksidatif dari iNOS (inducible Nitrit Oxide Synthase) atau guanyl cyclase (26). Bioavailabilitas NO yang rendah akan meningkatkan ekspresi molekul vascular adhesion molecule-1 (VCAM-1). VCAM-1 mengikat monosit dan limfosit pada endotel, langkah pertama dalam invasi pada dinding vaskuler, melalui induksi dari ekspresi faktor nuklear kB (27). Efek lainnya dari NO adalah inhibisi dari perlekatan leukosit (28). Penurunan dari NO akan memicu ekspresi dari protein kemotaktik monosit 1 (MCP-1), yang merekruit monosit (29). NO dalam keseimbangan yang sensitif dengan endothelin-1 (ET-1), yang mengatur tonus pembuluh darah (30). Konsentrasi plasma ET-1 meningkat pada pasien dengan atherosklerosis yang lanjut dan berhubungan dengan keparahan dari penyakit (31). Selain aktifitas vasokonstriktornya, ET-1 juga mempromosikan perlekatan leukosit (32) dan pembentukan thrombus (33). Disfungsional endotel mengekspresikan P-selektin (dengan stimulasi dari agonis seperti thrombin) dan Eselektin (yang diinduksi oleh interleukin-1 [IL-1] atau tumor necrosis factor- (TNF). (34) Ekspresi baik dari intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) oleh makrofag maupun endotel dan dari VCM-1 oleh sel endotel yang diinduksi oleh sitokin inflamasi seperti IL-1, TNF- dan interferon- [IFN-] (35). Sel endotel juga menghasilkan MCP-1, monocyte coloni-stimulating factor (M-CSF) dan IL-6, yang lebih jauh memperkuat rangkaian inflamasi (35). Produksi IL-6 oleh sel otot polos mewakili stimulus utama untuk produksi C-reaktif protein (Gmbr 3C) (36). Bukti saat ini menunjukkan bahwa CRP dapat berperan dalam keadaan pro inflamasi dari plak baik dengan perekrutan monosit dan dengan menstimulasi monosit melepaskan IL-1, IL-6 dan TNF- (37). Endotel yang rusak mengizinkan jalan dari lemak ke dalam ruang subendotel. Lapisan lemak mewakili langkah pertama dalam proses atherosklerotik (Gmbr.4). Plak Fibroatheromatosus yang Berkembang Perkembangan dari atheroma dimodulasi oleh respon imun alamiah dan adaptif (7,36,38). Reseptor paling penting untuk imunitas alamiah pada atherothrombosis adalah reseptor pemakan dan reseptor seperti Toll (39). Imunitas adaptif jauh lebih spesifik daripada imunitas alamiah tetapi mungkin memerlukan beberapa hari atau bahkan minggu untuk dapat dimobilisasi penuh. Imunitas ini 9

melibatkan respon imun yang terorganisasi yang menyebabkan pembentukan dari reseptor sel T dan B dan immunoglobulin, yang dapat mengenali antigen asing (40).
FIGURE 3. In situ expression of molecular factors. (A) In situ expression of PTX-3. (Left) Cross section of coronary artery (low-power eld; magnication, 4). Shoulder area of eroded plaque shows strong positivity for PTX-3 (conventional immunohisto-chemistry; 3,39diaminobenzidine [DAB] revealed). (Middle) Triple uorescence immunostain studied by 2-dimensional confocal analysis demonstrates that PTX is mainly expressed by macrophages (concordant double positivity appears as yellow stain). (Right) Confocal analysis showing smooth muscle actin (smooth muscle cell antigen) reaction revealed by streptavidin Alexa uor 430 (Molecular Probes/Invitrogen) conjugate (blue stain), CD68 (macrophage antigen) reaction revealed by streptavidin Texas Red uorescent conjugate (red stain), and PTX3 reaction revealed by streptavidinuorescein conjugate (green stain). Plaque background is shown at bottom right (medium wave excitation UV lter). fc 5 brous cap; nc 5 necrotic core. (B) Expression of PAPP-A. (Left) Thin cap of ruptured plaque is rich infoam cells (fc) expressing PAPP-A at high levels and covering large necrotic core (nc) (magnication, 40; conventional immunohistochemistry; DAB revealed). (Middle) Double uorescent immunostain studied by 2-dimensional confocal analysis clearly shows strong and diffuse positive reaction for PAPP-A in macrophages (concordant double positivity appears as yellow stain) (magnication, 800). (Right Top) PAPP-A reaction revealed by streptavidinuorescein conjugate (green stain). (Right Bottom) CD68 antibody revealed by streptavidinTexas Red uorescent conjugate (red stain). (C) Foam cells (fc) at site of plaque rupture strongly express IL-6 (magnication, 20; conventional immunohistochemistry; DAB revealed).

Plak stabil. Makrofag akan memfagositosis lemak yang tertimbun pada tunika intima melalui beberapa reseptor, termasuk reseptor pembersih A dan CD36. Pengaturan kembali uptake dari lipoprotein densitas rendah melalui reseptor pembersih menyebabkan akumulasi lemak dan pembentukan sel foam. Makrofag yang penuh lemak (sel foam) akan membentuk lapisan lemak menghasilkan sitokin proinflamasi yang meningkatkan respon inflamasi lokal pada lesi, matriks metalloprotein (MMP), faktor jaringan ke dalam matriks lokal dan faktor pertumbuhan pada pertumbuhan lesi. M-CSF bekerja sebagai stimulator utama dalam proses ini, bersama dengan granulocyte-macrofag-stimulating factor dan IL-2 untuk limfosit (41). Limfosit memasuki intima dengan mengikat molekul adhesi (VCAM-1, Pselektin, ICAM-1, MCP-1 [CCL2] dan IL-8 [CxCL8]) (35). Infiltrat yang terdiri dari terutama limfosit T CD4+ mengenali antigen yang terikat pada molekul major histocompability complex (MHC) kelas 2 yang terlibat dalam presentasi antigen pada limfosit T, sehingga memicu respon imun (9). Molekul MHC kelas II yang diekspresikan oleh sel endotel, makrofag dan sel otot polos pembuluh darah pada dekat dari limfosit T teraktivasi pada plak atherosklerotik. Sitokin pro inflamasi

10

mengatur sentral

titik

pengendali

transkripsional

terutama yang dimediasi oleh faktor nuklear kB. Sel foam makrofag otot polos menghasilkan tetangga, pada yang sitokin yang mengaktivasi sel berakibat produksi

matriks ekstraseluler (9).


FIGURE 4. Molecular factors involved in plaque evolution. In plaque inception, activated endothelial cells increase expression of adhesion molecules and inammatory genes. Circulating monocytes migrate into subendothelial space and differentiate into macrophages. Macrophages take up lipid deposited in intima via several receptors, including scavenger receptor A (SR-A) and CD36. Lipid-laden macrophages forming fatty streak secrete MMPs, tissue factor, and proinammatory cytokines that amplify local inammatory response in lesion. Repeated cycles of inammation lead to accumulation of macrophages, some of which can die in this location, producing socalled necrotic core, and induce smooth muscle cell (SMC) proliferation and migration in lesion to form brous cap of advanced complicated stable atherosclerotic lesion (stable plaque). T cells may encounter antigens (Ag), such as OxLDL and heat shock proteins (HSP) of endogenous or microbial origins. Several different effector mechanisms can be elicited by immune response. Combination of IFN-g and TNF-a upregulates expression of fractalkine (CX3CL1). This cytokine network promotes development of Th1 pathway, which is strongly proinammatory and induces macrophage activation, superoxide production, and protease activity. Selective recruitment and activation of Th1 T cells determine potent inammatory cascade favoring transition from stable plaque to unstable or ruptured plaque. During this transition, existence of theoretic plaque structure known as vulnerable plaque, which is very similar to unstable plaque except for plaque erosion or rupture, has been postulated.

Siklus berulang dari inflamasi menyebabkan akumulasi dari makrofag, beberapa diantaranya mati di daerah tersebut, menghasilkan yang disebut inti nekrotik, dan memacu proliferasi dan migrasi sel otot polos di daerah lesi untuk membentuk penutup fibrous tebal dari lesi atherosklerotik tebal yang berkembang dan rumit (Gmbr 4). Lesi-lesi ini asimptomatik dan sering tidak dikenali. Plak yang rapuh. Pergeseran ke arah pola Th1. Sel T di dalam plak dapat menjumpai antigen seperti LDL yang teroksidasi (OxLDL). Jumlah dari sel T teraktivasi yang diekspresikan oleh reseptor IL-2 (CD25) dipengaruhi oleh pengobatan menurunkan lemak dengan statin dan berhubungan dengan akumulasi IL-2 dengan label
99m

Tc pada plak arteri carotis yang rapuh (42). Lebih jauh, respon sel T dapat

dipicu oleh serangan panas protein dari asal endogen maupun mikroba (43) Masih tidak diketahui kenapa respon inflamasi awal menjadi keadaan inflamasi kronik. Namun, ketika lingkungan mikro di plak memicu rekruitment selektif dan aktivasi dari sel T Th1, sebaliknya akan mengawali rangkaian inflamasi yang poten.

11

Kombinasi dari IFN- dan TNF- akan meningkatkan ekspresi dari fraktalin (CX3CL1) (44). Endotel yang diaktivasi IL-1 dan TNF- juga mengekspresikan fraktaline (bentuk yang terikat pada membran), secara langsung memediasi penangkapan dan perlekatan dari CX3CR-1 yang mengekspresikan leukosit dan menyebabkan aktivasi tambahan (45). Jaringan sitokin mempromosikan perkembangan dari jalur Th1, yang sangat mendukung inflamasi dan memicu aktivasi makrofag, produksi superoksida dan aktivitas protease. Secara khusus, sel T Th1 melepaskan IFN-, yang memegang peranan penting dalam atherosklerosis karena mengaktivasi makrofag, mempromosikan protein prokoagulan dan sekresi metalloproteinase, menghambat proliferasi otot polos dan menurunkan pengaturan aktin dan ekspresi kolagen (gambar 4) (35). Determinan Patobiologis dari Rupturnya Plak Plak yang cenderung ruptur ditandai dengan inti lemak nekrotik yang besar dan dipisahkan dari lumen pembuluh darah disekitarnya oleh penutup fibrous tipis yang berisi makrofag, limfosit T dan sel inflamasi lainnya. Aktivitas inflamasi pada penutup plak telah dihubungkan dengan insidensi lebih tinggi dari iskhemik neurologis preoperasi dan kejadian kardiovaskuler (5,8,17,46,47). Penentu patobiologis mayor dari rupturnya plak merupakan ekspresi dari faktor-faktor yang melemahkan penutup fibrous dan pembuluh darah mikro yang baru terbentuk (vasa vasorum). Ekspresi dari Faktor-Faktor yang Melemahkan Penutup Fibrous Penutup fibrous menutupi sisi lumen dari plak, membentuk dinding anti thrombotik antara inti nekrotik lemak yang sangat thrombogenik dan faktor prothrombotik yang beredar. Ketahanannya terhadap tenaga putaran dan tekanan permukaan bergantung pada adanya sel otot polos yang berfungsi dan matriks ekstrasel yang berhubungan yang mempertahankan penutup fibrous. Peran dari inti nekrotik lemak sebagai faktor yang melemahkan masih diperdebatkan. Beberapa penulis menunjukkan lebih banyak lemak yang dapat diambil pada pasien simptomatis dibandingkan dengan yang asimptomatis (48). Sebaliknya, Bassiouny dkk menunjukkan bahwa pada plak arteri carotis, faktor yang paling penting untuk rupturnya plak adalah jarak dari inti nekrotik lemak dari penutup fibrous (49). Migrasi sel ke dalam lesi, proliferasi dari elemen-elemen di lesi dan 12

produksi dan degradasi dari matriks ekstrasel merupakan semua faktor di dalam transisi dari plak stabil ke arah rapuh. Jumlah yang terbatas dari sel T mengikuti jalur Th1 menginisiasi produksi dari rangkaian sitokin yang mengatur transisi dari plak yang stabil menjadi tidak stabil (Gambar 4) (7,50). Di antara plak, sel foam dan makrofag yang berasal dari monsit menghasilkan enzim yang mendegradasi matriks, sitokin, dan faktor pertumbuhan yang mengurangi stabilitas dari matriks ekstraseluler. Khususnya IFN- menekan sintesis dari kolagen, komponen utama dari penutup fibrous (35), sedangkan infiltrasi dari sel mononuklear menghasilkan pelepasan dari protease, yang juga menyebabkan kerusakan plak (51). ROS yang dihasilkan diantara plak memiliki peranan penting untuk keutuhan strukturalnya (26). Deregulasi dari produksi oksidan mempromosikan aktivasi dari enzim yang mendegradasi matriks pada penutup fibrous dari plak. Lebih jauh, fungsi NO yang terganggu, disertai dengan oksidatif yang berlebihan, dapat mengaktivasi MMP (MMP-2 dan MMP-9) yang melemahkan penutup fibrous (52). Mekanisme lainnya yang bertanggung jawab untuk penipisan dari penutup fibrous adalah apoptosis dari sel otot polos. Faktanya, terdapat bukti untuk apoptosis berlebihan dari sel otot polos pada penutup fibrous pada atherosklerosis lanjut seperti halnya pada plak yang dikultur (53). Tenaga Fisik yang Bekerja pada Penutup Fibrous Bukti tidak langsung, sebagian besar berasal dari bentuk matematik, menunjukkan bahwa tenaga putar, tekanan lapisan dan vasospasme dapat memicu ruptur yang tiba-tiba dari plak yang telah dimodifikasi oleh faktor-faktor yang dijelaskan sebelumnya. Tenaga pemotong secara langsung berhubungan dengan kecepatan aliran dan berhubungan terbalik dengan tenaga ketiga dari diameter lumen dan berperan dalam menentukan rupturnya plak dan pertumbuhan thrombus (54). Tenaga ini bekerja berdampingan pada permukaan dari komponen plak dengan berbagai tingkatan dari penyesuaian, sehingga menyerupai pergeseran dari penutup fibrous diatas inti nekrotik lemak (55). Kerja pemicu lainnya dapat berupa vasospasme, yang menekan isi plak melalui penutup plak yang melemah, menghasilkan efek seperti letusan gunung berapi (56).

13

Menurut hukum Laplace, tekanan sirkumferensial yang diinduksi oleh tekanan darah pada plak merupakan hasil dari tekanan endoluminal dikali radius lumen. Maka dari itu, secara teoritis, plak stenosis sedang atau ringan, jika ditutupi oleh penutup yang tipis, berada pada resiko yang lebih besar untuk ruptur daripada dengan stenosis berat. Faktor-Faktor yang Potensial Berperan terhadap Instabilitas Plak Inflamasi Tunika Adventisia Tunika adventitia terlibat pada proses inflamasi dari atherosklerosis. Informasi ini, diperoleh terutama dari aorta menunjukkan peran yang aktif dari lesi adventitia dalam menghasilkan respon imun (57-59). Houtkamp dkk menunjukkan adanya agregat folikuler yang tersusun dari sel T dan B, sel retikulodendritik (CD21+), dan makrofag pada tunika adventitia aorta (59). Infiltrat ini menyusun jaringan limfoid yang dimediasi oleh mukosa dan bisa berperan aktif dalam respon imunitas humoral dari atherosklerosis lanjut. Pada aorta abdominal, tingkat inflamasi ditemukan lebih tinggi pada tunika media dan adventitia dibawa plak yang ruptur daripada tunika media dan adventitia dibawa lapisan lemak atau plak flbrous (60). Sedikit penelitian telah dilakukan untuk arteri koronarius. Kohchi dkk (57) dan Stratford (61) mengamati peningkatan yang signifikan pada tingkat inflamasi tunika adventitia pada pasien dengan AMI yang mematikan. Tidak satupun kelompok yang berhubungan dengan infiltrat adventitia dengan tipe plak. Lebih baru, Higuchi dkk menunjukkan limfosit yang lebih signifikan dan pembuluh darah mikro pada lesi koronarius yang terkena daripada pada lesi stabil pada pasien dengan AMI yang mematikan (62). Maseri dkk (23) membuat hipootesis peran dari infiltrat inflamasi adventitia pada vasospasme koronarius. Pada lapisan luar dari adventitia dari arteri koronarius yang berhubungan dengan infark pada pasien dengan infark miokard, selain limfosit dan makrofag, banyak sel mas ditemukan dalam kontak dengan serabut saraf sensoris (63). Stimulasi neurogenik dari sel mast pada tunika adventitia dari arteri koronarius dapat menyebabkan pelepasan bahan-bahan vasoaktif (yaitu histamin dan leukotrien) yang dapat berperan terhadap kompleks neurohormonal yang menyebabkan vasokonstriksi abnormal dari pembuluh darah koroner. 14

Neoangiogenesis Pada tepi dari plak, pleksus yang baru terbentuk dari pembuluh darah kecil dan besar sering terlihat. Analisis chip gen dengan pemeriksaan mikro (64) mengungkap bahwa pembuluh darah yang baru terbentuk berhubungan dengan peningkatan ekspresi gen angiogenik (yaitu angiopoetin 2, inducer angiogenik 61 dan neuropilin 1). Pembuluh-pembuluh darah ini lemah dan dengan demikian mungkin bertanggung jawab terhadap perdarahan intraplak. Perdarahan intraplak menyebabkan peningkatan tiba-tiba dari volume dan tekanan plak, yang menyebabkan instabilitas dari plak. Lebih jauh, endotel yang mengalami inflamasi mengekspresikan kadar yang tinggi dari E-selektin, iCAM-1 dan VCAM-1 (64). Maka dari itu, sel endotel yang teraktivasi ini mungkin menjadi sumber lokal dari leukosit yang direkruit ke dalam lesi atherosklerotik (65). Pembuluh darah mikro pada plak yang kaya lemak juga mengekspresikan peningkatan dari kadar iCAM-1, VCAM-1, E-selektin dan CD40 (66). Ekspresi dari ikatan CD40 menonjol dalam proses yang berhubungan dengan angiogenesis dan inflamasi, CD 40 dan lawannya ligan CD40 (CD40L, juga disebut CD 154) bisa memegang peranan penting baik dalam perkembangan dan destabilisasi dari plak atherosklerotik baik yang eksperimental maupun manusia. Interaksi antara CD40 dan CD40L menstimulasi sel endotel untuk mengekspresikan molekul adhesi dan menghasilkan beberapa sitokin dan khemokin yang pro inflamasi (67). Lebih jauh, ikatan dari CD 40 berakibat pada produksi dari metaloproteinase (68), fibroblast growth factor (69), dan vascular endothelial growth factor dan mempromosikan angiogenesis yang bergantung pada vascular endothelial growth factor (Gambar 4) (68). Saluran darah baru yang terbentuk pada plak juga berhubungan dengan infiltrat mononuklear (66). Neovaskularisasi dan ekspresi dari molekul adhesi oleh pembuluh darah mikro pada tempat dimana plak yang rapuh dapat mempertahankan influks dari sel inflamasi dan maka dari itu berperan dalam destabilisasi plak (66). Lebih jauh, infiltrasi dari sel mononuklear menstimulasi pelepasan dari protease (MMP), yang menyebabkan kerusakan plak (64).

15

Perdarahan Plak Perdarahan intraplak memfasilitasi perkembangan yang lebih cepat dan rupturnya plak. Asal dari perdarahan plak ini tidak diketahui. Telah diduga bahwa perdarahan ke dalam plak terjadi dari retakan atau celah yang berasal dari permukaan lumen (70). Retakan dari penutup fibrous terjadi pada bagian yang paling sempit, khususnya pada daerah tepi, sehingga memungkinkan masuknya darah ke dalam inti nekrotik. Jalan lainnya, perdarahan intraplak telah dianggap sekunder dari rupturnya vasa vasorum (71), ciri-ciri umum dari lesi yang lanjut menunjukkan rupturnya plak dan thrombosis luminal. Pada neoangiogenesis, pembuluh darah baru superfisial dan profunda menunjukkan tanda khas aspek angiomatosus, dengan dinding yang relatif lebih tipis. Pembuluh darah yang kecil dan rapuh dapat memperlihatkan penyebab pertama dari perubahan morfologis yang menyebabkan perdarahan intramural. Densitas pembuluh darah kecil terbukti meningkat pada lesi dengan infiltrat makrofag berat pada penutup fibrous dan pada tepi dari plak (72). Perdarahan intraplak umum pada lesi atherosklerotik koroner lanjut. Perdarahan intraplak berperan pada pertumbuhan dari inti nekrotik lemak karena ekstravasasi sel darah merah memberikan kolesterol pada lesi. Faktanya, Kolodgie dkk (73) mengenali glikophorin A, sebuah protein eritrosit, pada lesi-lesi awal seperti penebalan tunika intima patologis atau atheroma penutup fibrous. Fibroatheroma dengan nekrosis inti stadium lanjut atau penutup yang tipis menunjukkan peningkatan yang nyata pada ekspresi glikophorin A, yang berhubungan dekat dengan celahan kolesterol dan berhubungan dengan infiltrat makrofag yang lebih besar. Pada arteri carotis, seperti pada arteri koroner, adanya perdarahan intraplak sepertinya menstimulasi perkembangan plak seperti yang saat ini diperlihatkan oleh Takaya dkk (74) dan Saam dkk (75) dengan bantuan penelitian MRI. Inflamasi Difus dan Kerapuhan Meskipun hipotesis utama berpusat pada tanggung jawab dari rupturnya plak atherosklerotik rapuh spesifik (1) untuk ACS, beberapa pengamatan fisiologis, klinik dan angiografi menunjukkan bahwa penyebab utama dari instabilitas koroner tidak ditemukan pada kerapuhan pada plak atherosklerotik tunggal tetapi dengan adanya 16

plak rapuh yang multipel pada seluruh rangkaian koroner, berhubungan dengan adanya proses inflamasi difus (46,47,76,77). Penelitian angiografi terbaru menunjukkan plak rapuh yang multipel pada pasien dengan angina tidak stabil (78) dan pada pasien dengan infark miokard transmural (77). Penelitian aliran sitometri menunjukkan adanya infiltrat inflamasi aktif multisentris pada pembuluh darah koroner dari pasien dengan AMI yang mematikan (47). Dukungan untuk hipotesis multisentris ditunjukkan oleh Buffon dkk dengan dasar aktifitas myeloperoxidase (MPO) neutrofil pada pembuluh darah koroner pasien dengan angina yang tidak stabil (76). Selain itu, kami melakukan penelitian morfologis dan menunjukkan infiltrat inflamasi dari makrofag teraktivasi dan limfosit T pada seluruh rangkaian koroner (termasuk plak stabil) pada orang-orang dengan AMI yang mematikan. Plak-plak ini menunjukkan peningkatan 2-4 kali lipat lebih tinggi dari infiltrat inflamasi pada sampel dari individu yang disesuaikan usia dengan angina stabil kronik atau tanpa riwayat klinik penyakit jantung dan dengan penyebab kematian selain jantung (46). Lebih jauh, pada penelitian ini, pemeriksaan histopatologis mengungkap rata-rata 6,7 plak koroner yang rapuh per pasien dengan AMI yang mematikan, selain plak dengan thrombosis endoluminal, dibandingkan dengan 0,8 hingga 1,4 lesi rapuh per pasien pada individu dengan angina stabil kronik dan pada orang-orang tanpa riwayat klinik penyakit jantung (46). Lebih jauh, kami saat ini menunjukkan bahwa limfosit T teraktivasi akan menginfiltrasi miokardium baik pada daerah peri infark dan yang jauh, daerah miokardium yang tidak terpengaruh pada pasien dengan AMI pertama (79). Kejadian simultan dari inflamasi koroner difus dan inflamasi miokardium pada pasien ini lebih jauh mendukung konsep bahwa baik kerapuhan koroner maupun miokardium terjadi pada patogenesis pada AMI yang mematikan. Sehingga AMI cenderung sebagai akibat dari proses inflamasi kronik difus aktif yang menentukan destabilisasi dari lesi pada keseluruhan rangkaian koroner dan tidak hanya pada tempat yang terpengaruh. Sedikit yang diketahui tentang penyebab dari inflamasi difus yang berhubungan dengan infark miokardium. Adanya limfosit T teraktivasi menunjukkan adanya stimulus antigen in situ yang memicu imunitas adaptif.

17

Penanda Serum yang Berhubungan dengan Inflamasi Plak Pada tahun-tahun terakhir, beberapa penelitian telah berhubungan dengan biomarker serologis dengan penyakit kardiovaskuler, yang mengakibatkan peningkatan yang cepat dari jumlah biomarker yang tersedia (Tabel 2). Biomarkerbiomarker ini berguna sebab dapat mengenali populasi yang berada dalam resiko kejadian iskemik akut dan mengenali adanya yang disebut plak yang rapuh atau pasien yang rapuh. Idealnya, biomarker harus memiliki penanda tertentu untuk memperkirakan kejadian penyakit vaskuler. Pengukuran harus dapat diulangi pada sample independen yang berbeda, metode untuk menentukan sebaiknya distandardisasi, variabilitas sebaiknya dikendalikan dan sensitifitas dan spesifisitas sebaiknya tinggi. Selain itu, biomarker sebaiknya menambahkan informasi yang disediakan oleh lainnya, membuat penanda resiko dan sebaiknya mencerminkan proses biologis mendasari yang berhubungan dengan beban dan perkembangan plak. Biomarker tradisional untuk resiko kardiovaskuler termasuk kolesterol LDL dan glukosa. Namun, 50% dari serangan jantung dan stroke terjadi pada orang-orang dengan kadar kolesterol LDL normal dan 20% dari kejadian tidak diinginkan terjadi pada pasien tanpa faktor resiko yang dapat diterima (80). Maka dari itu, dalam perubahan bentuk atherosklerosis ringan, darah yang rapuh dapat dijelaskan lebih baik karena darah-darah yang memiliki peningkatan dari aktivitas dari penentu plasma dari perkembangan dan rupturnya plak. Dalam konteks ini, biomarker yang diajukan terbagi dalam 9 kategori umum, penanda inflamasi, penanda erosi plak, penanda thrombosis, penanda yang berhubungan dengan lemak, penanda dari disfungsi endotel, penanda dari neovaskularisasi dan penanda genetik. Seperti yang disebutkan sebelumnya, beberapa dari penanda ini tentunya dapat mencerminkan riwayat alamiah dari pertumbuhan plak atherosklerotik dan dapat tidak berhubungan dengan langsung dengan peningkatan resiko dari kejadian kardiovaskuler. Sebaliknya, penanda yang berhubungan dengan ciri-ciri morfologis plak kompleks dapat mencerminkan proses aktif diantara plak, dimana berhubungan dengan mulai komplikasi lokal dan kejadian klinik akut. Keluaran terbaik dapat dicapai dengan penggunaan panel penanda yang akan menangkap semua proses berbeda yang terlibat pada perkembangan plak dan akan memungkinkan klinisi menentukan jumlah dari resiko nyata pasien individual dari kejadian kardiovaskuler. Pada semua kemungkinan kombinasi dari penanda genetik (mewakili keturunan) dan penanda serum (mewakili interaksi antara keturunan dan 18

lingkungan) pasti akan digunakan untuk pencegahan primer. Akhirnya, teknik perencanaan non invasif dan invasif yang berbeda dapat digabungkan dengan deteksi biomarker untuk meningkatkan spesifitas dan sensitifitas dan nilai prediktif keseluruhan dari masing-masing teknik diagnostik yang potensial. Penanda Inflamasi Penanda dari inflamasi termasuk CRP, pentraxin 3 (PTX-3), sitokin inflamasi CD40L (sCD40L), molekul adhesi vaskuler yang larut dan TNF. Semua ini bervariasi diekspresikan in situ pada plak yang rapuh dan tidak stabil (gambar 3) CRP merupakan pentraxin yang memegang peranan penting dalam respon imunitas alamiah manusia (81) dan menyediakan biomarker plasma stabil untuk inflamasi sistemik tingkat rendah. CRP dihasilkan terutama di hepar sebagai bagian dari respon fase akut. Namun, CRP juga diekspresikan pada otot sel polos pada arteri atherosklerotik yang sakit dan telah dihubungkan dengan berbagai aspek dari atherogenesis dan kerapuhan plak, termasuk ekspresi dari molekul adhesi, induksi dari NO, fungsi komplemen yang terganggu dan inhibisi dari fibrinolisis intrinsik (82) CRP dianggap sebagai prediktor bebas dari kejadian kardiovaskuler yang tidak diinginkan pada pasien dengan penyakit atherosklerotik. Dibawah kemampuan dari CRP untuk memprediksikan resiko baik dengan tujuan pencegahan primer dan sekunder, ketertarikan pada hal tersebut telah meningkat sejalan dengan pengenalan dari penurunan dari kadar CRP yang diinduksi oleh statin berhubungan dengan kejadian yang lebih rendah dari kejadian kardiovaskuler yang tidak diinginkan, bebas dari perubahan yang berhubungan dengan lemak (83). Efektifitas dari terapi statin dapat berhubungan dengan kadar inflamasi vaskuler yang mendasari, seperti yang dideteksi oleh CRP yang sensitif (hs-CRP). Diantara pasien dengan angina stabil dan mengalami penyakit arteri koroner (CAD), kadar plasma dari hs-CRP secara konsisten telah berhubungan dengan resiko dari kejadian kardiovaskuler yang berulang (84). Hal yang sama, dengan adanya iskemik koroner akut, kadar dari hs-CRP prediktif untuk resiko tinggi dari kejadian vaskuler bahkan jika kadar troponin tidak dapat dideteksi, menandakan bahwa inflamasi berhubungan dengan kerapuhan dari plak bahkan tanpa adanya nekrosis miokardium yang dapat dideteksi (85). Meskipun data-data ini, penggunaan paling relevan dari hs-CRP masih dalam tatanan pencegahan primer. Hingga saat ini, lebih dari 2 lusin penelitian prospektif skala besar telah menunjukkan kadar dasar dari hs-CRP untuk secara bebas memperkirakan infark miokardium, 19

stroke, kematian karena penyakit kardiovaskuler dan penyakit arteri perifer di masa mendatang (86). Lebih jauh, 8 penelitian prospektif utama telah memiliki power yang cukup untuk menilai hs-CRP setelah penyesuaian untuk semua kovariat Framingham Heart Study, dan semua telah mengkonfirmasi bebasnya hs-CRP (87). Meskipun bukti-bukti yang dijelaskan sebelumnya, penting untuk mengenali bahwa saat ini tidak terdapat data jelas yang menunjukkan bahwa menurunkan kadar CRP per se akan menurunkan resiko dari kejadian vaskuler. Lebih kauh, karena dengan biomarker lainnya dari inflamasi, masih tetap kontroversial apakah CRP memiliki peran penyebab langsung dalam atherogenesis (88), dan kerja selanjutnya dengan bahanbahan untuk menurunkan CRP akan dibutuhkan untuk memenuhi hipotesis. Namun, bahan-bahan klinik dari hs-CRP telah dikembangkan dan dengan dasar data yang tersedia hingga 2002, Centers for Disease Control and Prevention dan American Heart Association menetapkan penggunaan dari hs-CRP sebagai tambahan untuk prediksi resiko global, khususnya diantara individu dengan resiko sedang (89). Data yang tersedia sejak 2002 sangat memperkuat rekomendasi ini dan menyarankan perluasan dari kelompok dengan resiko lebih rendah seperti halnya individu yang mengikuti terapi statin. Mungkin yang paling penting, data untuk hs-CRP menyediakan bukti bahwa biomarker diluar yang digunakan secara tradisional untuk deteksi resiko kejadian vaskuler dan pemantauan dapat memegang peranan klinik yang penting dalam pencegahan dan pengobatan. Molekul adhesi seluler dapat dianggap sebagai marker potensial dari kerapuhan karena molekul tersebut diaktivasi oleh sitokin inflamasi dan kemudian dilepaskan oleh endotel. Molekul ini mewakili penanda tunggal yang tersedia untuk menilai aktivasi endotel dan inflamasi vaskuler. Physicians Health Study mengevaluasi lebih dari 14.000 subjek sehat, menunjukkan hubungan positif dari ekspresi ICAM-1 dengan resiko kejadian kardiovaskuler dan menunjukkan bahwa subjek dengan kuartil ekspresi ICAM-1 yang lebih tinggi memiliki resiko lebih tinggi 1,8 x daripada subyek yang berada pada kuartil lebih rendah (90). Lebih jauh, kadar ICAM-1 dan VCAM-1 menunjukkan hubungan yang positif dengan beban penyakit atherosklerotik (91). IL-6 diekspresikan selama fase awal dari inflamasi dan merupakan stimulus utama untuk produksi CRP di hepar (Gambar 3C). Selain itu, CD40L, molekul yang diekspresikan pada membran sel, merupakan homolog TNF- yang mengstimulasi produksi bahan-bahan proteolitik makrofag (92).

20

CD40 dan CD40L ditemukan pada thrombosit dan beberapa tipe sel pada bentuk yang secara fungsional terikat dan terlarut (sCD40L). Meskipun banyak faktor yang berasal dari thrombosit telah dikenali, bukti terakhir menunjukkan bahwa CD40L secara aktif terlibat dalam patogenesis ACS. CD40L mengendalikan respon inflamasi melalui interaksi antara CD40L pada thrombosit yang teraktivasi dan resptor CD40 pada sel endotel. Interaksi ini memfasilitasi peningkatan dari ekspresi molekul adhesi pada permukaan sel endotel dan pelepasan dari berbagai khemokin stimulator. Kejadian-kejadian ini, sebaliknya memfasilitasi aktivasi dari monosit yang beredar sebagai pemicu dari atherosklerosis. Dibawah ciri-ciri pro inflamasi darn thrombotik yang dimiliki CD40L, bukti-bukti eksperimental menunjukkan bawah aktivasi thrombosit yang dipicu oleh CD40L menyebabkan produksi reaktif oksigen dan spesies nitrogen, yang dapat mencegah migrasi sel endotel dan angiogenesis (93). Sebagai akibat dari inhibisi penyembuhan sel endotel, resiko dari kejadian koroner selanjutnya dapat lebih tinggi. Penelitian klinik telah mendukung keterlibatan CD40L pada ACS dan nilai prognosis dari CD40L pada individu dengan SCS. Kadar dari sCD40L telah terbukti sebagai prediktor bebas dari kejadian kardiovaskuler yang tidak diinginkan setelah ACS (94), dengan peningkatan kadar memiliki kecenderungan prognosis yang lebih buruk (95). Yang penting, usaha terapi khusus terbukti menguntungkan dalam menurunkan resiko yang berhubungan dengan sCD40L (96). IL-18 merupakan sitokin proinflamasi yang terutama dihasilkan oleh monosit dan makrofag, dan bekerja secara sinergis dengan IL-12 (21). Kedua interleukin ini diekspresikan pada plak atherosklerotik dan menstimulasi induksi dari IFN- yang pada gilirannya menghambat sintesis kolagen, menghambat pembentukan penutup fibrous dan membantu destabilisasi plak. Mallat dkk (97) memeriksa 40 plak atherosklerotik stabil dan tidak stabil yang diperoleh dari pasien-pasien yang menjalani endarterektomi carotis, mereka menggaris bawahi bagaimana ekspresi IL18 lebih tinggi pada makrofag dan sel endotel yang diekstraksi dari lesi yang tidak stabil daripada yang diekstraksi dari lesi yang tidak stabil dan berhubungan dengan tanda (plak simptomatis) dan tanda patologis dari kerapuhan. Protein plasma A yang berhubungan dengan plak (PAPP-A) merupakan metaloproteinase yang memiliki berat molekul tinggi, terikat pada zinc yang khususnya diukur di darah selama kehamilan dan kemudian ditemukan pada makrofag dan sel otot polos pada plak athreosklerotik koroner yang tidak stabil. Protease ini melepaskan ikatan antara insulin like growth factor-1 (IGF-1) dan inhibitor spesifiknya (IGFBP-4 dan IGFBP-5 21

[IGFBP adalah insulin like growth factor binding protein]), meningkat kadar IGF-1 bebas (98). IGF-1 penting untuk khemotaksis dan aktivasi makrofag dan monosit pada daerah atherosklerotik dengan pelepasan sitokin proinflamasi dan enzim proteolitik dan menstimulasi migrasi sel endotel dan tingkah laku keteraturan, dengan selanjutnya neoangiogenesis. Maka dari itu, IGF-1 mewakili salah satu dari mediator paling penting dalam transformasi dari lesi stabil menjadi tidak stabil. Bayes-Genis dkk (99) menunjukkan bahwa PAPP-A diekspresikan pada kadar yang lebih tinggi pada serum pasien dengan ACS (angina tidak stabil, infark miokard) dibanding pada serum dari pasien dengan angina stabil. Khususnya kadar serum PAPP-A lebih dari 10 mIU/L mengenali kerentanan pasien dengan spesifisitas 78% dan sensitifitas 89%. Saat ini, kami menunjukkan bahwa kadar ekspresi histologis dari PAPP-A lebih tinggi pada plak arteri yang kompleks, rapuh dan ruptur daripada lesi stabil (Gambar 3B) (100). Karena kadar PAPP-P serum dapat dengan mudah diukur dengan bantuan pemeriksaan enzyme-linked immunosorbent, protease ini dapat mewakili penanda yang dapat dengan mudah diukur kerapuhan dengan metode yang dapat diulangi, membuat identifikasi dari kelompok pasien yang berada pada resiko tinggi untuk kejadian cerebrovaskuler sebelum manifestasi dari kejadian klinik. Jaffer dkk baru-baru ini mempublikasikan tinjauan rinci dari teknik yang berbeda, berdasarkan beberapa biomarker yang telah diimplementasikan pada tahuntahun terakhir, untuk deteksi dari plak yang rentan (101). Dalam konteks ini, plak dengan inflamasi aktif dapat dikenali secara langsung dengan akumulasi makrofag yang sangat banyak. Teknik diagnostik intravaskuler yang mungkin didasarkan pada penentuan dari infiltrat inflamasi diantara plak termasuk thermografi (102), MRI dengan kontras (103), 18F-FDG PET (104) dan immunoscintigraphy (42). Selain itu pemeriksaan non invasif termasuk MRI dengan oksida besi superparamagnetik (105) dan bahan gadlolinium fluorin (106).

Penanda Metabolik Insulin dan glukosa merupakan penanda metabolik klasik untuk resistensi insulin. Penemuan terakhir telah terpusat pada adipokine yang dapat terlibat pada atherogenesis, termasuk leptin dan resistin dan sitokin inflamasi yang dilepaskan oleh 22

jaringan lemak (yaitu TNF), atau sebagai respon terhadap pelepasannya (yaitu CRP) (107). Adiponektin, sitokin yang berasal dari jaringan lemak yang muncul sebagai vasoprotektif, dapat menjadi penanda prognostik untuk hasil kardiovaskuler yang baik. Penanda Lemak Penanda lemak, selain LDL dan kolesterol HDL yang klasik, termasuk kolesterol OxLDL, kolesterol LDL kepadatan rendah, lipoprotein A [Lp(a)] dan fosfolipase A2 yang berhubungan dengan lipoprotein (Lp-PLA2). Oksidasi dari kolesterol secara khusus terjadi pada penyakit dinding pembuluh darah dan memegang peranan dalam pembentukan sel foam. Terdapat bentuk-bentuk yang berbeda dari kolesterol OxLDL bergantung pada komponen mana apolipoprotein atau lemak yang teroksidasi. Arteri carotis dan koroner manusia secara signifikan diperkaya dengan OxLDL (108) dan yang penting plak tidak stabil sepertinya cenderung diperkaya dengan OxLDL (109). Pada 5 tahun terakhir, peningkatan jumlah penelitian telah menilai peran dari OxLDL pada atherosklerosis klinik, disfungsi endotel, CAD stabil, ACS, intervensi koroner perkutaneus dan respon terhadap statin. Peningkatan kadar OxLDL plasma berhubungan dengan adanya CAD (110) Toshima dkk (111) menunjukkan bahwa kadar OxLDL-DLH3 plasma lebih tinggi pada pasien dengan CAD daripada pada subyek kontrol yang sehat dan melaporkan bahwa kurva karateristik operator penerima menunjukkan bahwa daerah dibawah kurva lebih tinggi untuk kadar OxLDL-DLH3 daripada untuk kadar kolesterol total, apolipoprotein B, HDL-C dan trigliserida. Hal yang sama, Holvoet dkk (112) menunjukkan bahwa kadar Ox-LDL-4E6 lebih tinggi pada pasien yang lebih tua (usia rata-rata 74 tahun) dengan CAD, resikonya setara dengan resiko CAD dan metabolik sindrom. Tiga penelitian terbaru memeriksa alat prognostik untuk mengukur OxLDL. Pada penelitian belah lintang, Holvoet dkk (113) menunjukkan bahwa kadar OxLDL-4E6 tidak memprediksikan CAD keseluruhan tetapi memprediksikan infark miokardium pada kohort yang lebih lama. Pada penelitian prospektif, Shimada dkk (114) mengamati 238 pasien dengan CAD untuk usia rata-rata 52 bulan dan menunjukkan bahwa kadar dasar untuk OxLDL-DLH-3 secara bermakna lebih tinggi pada pasien dengan perkembangan selanjutnya menjadi kematian jantung, infark miokardium tidak mematikan dan angina tidak stabil. Pada penelitian prospektif, Wallenfeld dkk (115) memperlihatkan bahwa nilai dasar kadar OxLDL4E6 memprediksikan perkembangan 23

dari ketebalan tunika intima-media arteri carotis pada laki-laki Swedia 58 tahun yang asimptomatik dan dianggap sehat, yang bebas dari faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Sebagai kesimpulannya, OxLDL dapat berperan sebagai biomarker atraktif karena menyediakan hubungan antara gangguan lipoprotein dan inflamasi. Lp(a) merupakan lipoprotein yang unik, serupa dengan kolesterol LDL kecuali untuk apoprotein tambahan (a), yang homolog dengan plasminogen. Hubungan antara Lp(a) dengan CAD dengan kemampuannya untuk bekerja sebagai biomarker dari resiko sepertinya yang paling kuat pada pasien dengan hiperkolesterolemia dan khususnya pada pasien muda dengan atherosklerosis prematur. Dalam hal ini, peningkatan kadar Lp(a) (> 30 mg/dL) pada plasma bebas dalam memprediksikan adanya CAD yang bergejala atau yang ditentukan secara angiografi, terutama pada pasien dengan kadar kolesterol LDL yang meningkat (116). Lp-PLA2 merupakan merupakan enzim independen Ca2+, sebesar 50 kDa yang berhubungan dengan LDL. Partikel LDL kepadatan kecil sangat atherogenik dan siap menjalani modifikasi oksidatif (117). Enzim ini merupakan subtipe dari kelompok fosfolipase A2 yang berkembang dan disekresikan terutama oleh makrofag, monosit, sel mast dan limfosit T. Enzim ini memiliki komponen pro inflamasi karena menghidrosis fosfolipid yang teroksidasi menjadi lysophospathidicholine dan asam lemak bebas teroksidasi bebas sehingga enzim ini bertanggung jawab untuk sebagian besar dari peningkatan kandungan lysophospathidicholine dari partikel OxLDL. Potensial atherogenik dari OxLDL telah dihubungkan dengan kandungan lysophospathidicholine yang tinggi ini. Beberapa penelitian epidemiologis prospektif telah melaporkan bahwa Lp-PLA1 merupakan prediktor dari CAD (117), meskipun kontroversi tetap ada karena bebasnya dari kolesterol LDL. Hubungan antara LpLPA2 dengan kolesterol LDL juga didukung oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa penurunan yang setara pada kadar Lp-PLA2 dan kolesterol LDL sebagai respon dari berbagai kelas obat penurun lemak (118). Lebih jauh, berkebalikan dengan keadaan untuk CRp, keadaan dimana kadarnya berkurang karena terapi statin dalam hal bebas dari efek pada kolesterol LDL, terdapat sedikit bukti bahwa stati menurunkan kadar Lp-PLA2 saat kadar LDL juga menurun (119). Walaupun demikian, dalam penelitian case-control tertutup dari pasien-pasien hiperlipidemia di sebelah barat dari Scotland Coronary Prevention Study, peningkatan nilai dasar dari Lp-PLA2 ditemukan tidak berhubungan dengan prediktor kematian,

24

infark miokard dan revaskularisasi pada laki-laki walaupun odd ratio nya hanya 1,2 (120). Penanda dari Neovaskularisasi dan Thrombosis Plak Beberapa penelitian eksperimental dan klinik menunjukkan bahwa neovaskularisasi plak berperan pada pertumbuhan dan perkembangan plak (121). Sitokin angiogenik yang berbeda, termasuk placental growth factor dan stroma derived factor-1, dapat menjadi biomarker yang potensial untuk proses-proses ini (122). Nikotin merupakan bahan angiogenik yang juga berperan pada perkembangan plak. Pada bentuk tikus yang kekurangan apolipoprotein A, hiperkolesterolemia, nikotin meningkatkan pertumbuhan plak dengan peningkatan neovaskularisasi (123). Faktor jaringan, protein thrombogenik yang dihasilkan oleh makrofag, memegang peranan yang dominan pada thrombosis setelah rupturnya plak. Faktor jaringan sangat berkonsentrasi pada inti lemak, dan kadar dari faktor jaringan di plasma meningkat pada pasien dengan berbagai faktor resiko kardiovaskuler (21). Penanda dari Disfungsi Endotel Kompensasi dari kesatuan endotel dipercaya penting tidak hanya untuk inisiasi dan perkembangan dari penyakit atherosklerotik tetapi juga onset dari ACS. Leukosit dipercaya berperan terhadap kerusakan endotel langsung dalam keadaan ini. Tanpa melihat kontributor yang mendasar, kerusakan dan disfungsi endotel tetap menyatu dengan atherogenesis dan terjadi ACS. Berbagai penelitian telah mengkonfirmasi disfungsi vasodilator endotel merupakan prediktif yang bebas dari kejadian kardiovaskuler (124). Asetilkolin melepaskan NO, prostasiklin dan vasodilator lainnya dari endotel. Hasil dari penelitian ini vasoreaktifitas yang diinduksi asetilkolin pada pasien yang menjalani kateterisasi menunjukkan bahwa pasien dengan disfungsi endotel vasodilator memperlihatkan vasokonstriksi, sebagai respon dari asetilkolin. Pasien tersebut juga memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien yang memberi respon normal (125) Marker potensial dari disfungsi endotel termasuk NO, dimetilarginin asimetris (ADMA), molekul adhesi vaskuler yang terlarut, faktor vonWillebrand dan sel progenitor endotel. NO yang merupakan vasodilator juga merupakan molekul vasoprotektif yang menghambat proliferasi sel otot, perlekatan leukosit dan perlekatan dan penempelan trombosit. Pada sistem sirkulasi, ADMA, sebuah analog arginin 25

berkompetisi dengan arginin dan menghambat produksi NO. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar ADMA meningkat pada individu dengan faktor resiko kardiovaskuler dan bahwa ADMA dapat dengan sendirinya mempengaruhi individu yang mengalami kejadian kardiovaskuler (126). Kadar dari molekul adhesi vaskuler terlarut dan faktor von Willebrand diketahui meningkat dengan disfungsi endotel. Sel progenitor endotel merupakan sel tunas yang berasal dari sum-sum tulang untuk endotel dan untuk sel otot polos vaskuler yang dapat melapisi kembali endotel yang rusak atau berperan pada angiogenesis (127). Penelitian terakhir menunjukkan jumlah dari sel progenitor berhubungan terbalik dengan ADMA dan kejadian kardiovaskuler mayor dan berhubungan langsung dengan respon vasodilatasi endotel (128). Karena sulit untuk mengukur sel progenitor endotel secara langsung, biomarker potensial dari sel progenitor endotel yang beredar termasuk ligan sKit dan faktor yang berasal dari stroma, yang muncul pada kadar yang meningkat dan berperan dalam memobilisasi sel progenitor endotel dari sum-sum tulang (129). Penanda Stress Oksidatif Stres oksidatif memegang peranan yang sangat penting dalam atherogenesis (26). Bukti-bukti menunjukkan bahwa aktivasi dari enzim oksidatif vaskuler menyebabkan oksidasi lemak, pembentukan sel foam, ekspresi dari molekul adhesi vaskuler dan khemokin dan akhirnya atherogenesis. MPO merupakan heme peroxidase yang ada dan disekresi oleh fagosit yang teraktivasi pada daerah inflamasi. MPO dapat membentuk beberapa intermediate reaktif , semuanya dimediasi melalui reaksi dengan hidrogen peroksida, untuk untuk menginduksi kerusakan oksidatif pada sel dan jaringan (130). Produk oksidasi dari MPO ditemukan secara bermakna meningkatkan kadar (lebih dari 100 kali lipat daripada LDL yang beredar) pada LDL yang terisolasi pada daerah atherosklerotik (131) dan menyebabkan pembentukan sel foam yang meningkat melalui nitrasi dari apolipoprotein B-100 pada LDL dan pengambilan oleh reseptor pembersih (132). Bukti yang menumpuk menunjukkan bahwa MPO memiliki peranan penyebab dalam kerapuhan plak (133). Sugiyama dkk (134) menunjukkan bahwa plak atherosklerotik lanjut yang ruptur yang berasal dari pasien dengan kematian jantung tiba-tiba sangat mengekspresikan MPO pada tempat terjadinya ruptur plak, pada erosi superfisial dan pada inti lipid sedangkan lapisan lemak yang memperlihatkan sedikit ekspresi MPO. Selain itu, ekspresi MPO dari makrofag dan HOCl sangat terlokalisir secara imunokimiawi pada daerah yang 26

terduga pada pasien-pasien ini. Beberapa pemicu inflamasi seperti kristal kolesterol dan CD40L menginduksi pelepasan dari MPO dan CD40L dari makrofag yang positif MPO secara in vitro (134). Konsisten dengan peran potensial dari MPO pda proses atherosklerotik, polimorfisme genetik yang berakibat pada defisiensi MPO atau aktifitas yang berkurang berhubungan dengan resiko kardiovaskuler yang lebih rendah meskipun generalisasi dari penemuan ini masih tidak pasti (135). Sejalan dengan efek dari MPO pada NO, oksidasi LDL oleh MPO dan adanya MPO pada plak yang ruptur, beberapa penelitian klinik terakhir menunjukkan bahwa kdar MPO dapat menyediakan data diagnostik dan prognostik berkaitan dengan fungsi endotel, CAD yang ditentukan secara angiografi dan ACS. Pada penelitian case control dengan 175 pasien dengan CAD yang ditentukan secara angiografi, Zhang dkk (136) menunjukkan bahwa pada kuartil tertinggi baik kadar MPO baik pada darah maupun leukosit berhubungan dengan odd ratio berturut-turut 11,9 dan 20,4 untuk adanya CAD, dalam perbandingan dengan kuartil terendah. Brennan dkk (135) memperoleh kadar MPO di unit gawat darurat dari 604 pasien yang datang dengan nyeri dara dan menemukan tidak ada bukti awal dari infark miokard tetapi menunjukkan bahwa kadar MPO memprediksikan perkembangan rawat inap dari infark miokard bebas dari penanda inflamasi lainnya, seperti CRP. Selain itu, mereka juga menunjukkan bawah kdar MPO merupakan prediktor yang kuat untuk kematian, infark miokard dan revaskularisasi 6 bulan setelah kejadian awal. Data saat ini menunjukkan bawah MPO dapat berperan baik sebagai penanda dari penyakit, yang menyediakan informasi yang bebas dari diagnosis dan prognosis untuk pasien dengan nyeri dada tetapi juga penanda yang potensial untuk pemeriksaan dari perkembangan plak dan destabilisasi pada saat iskhemik akut.

Tantangan Masa Depan dalam Pengobatan dari Plak yang Rapuh Dengan konsep plak yang rentan tidak langsung seperti yang diduga sebelumnya, terdapat tantangan untuk menciptakan langkah pengobatan untuk memeriksa resiko dari rupturnya plak yang rapuh pada pasien asimptomatik. Pertama-tama, harus ada kemampuan mengenali plak yang rentan dengan teknik invasif dan noninvasif. Telah ditunjukkan bahwa komposisi plak arteri koroner dapat diprediksikan dengan teknik pencitraan invasif dan non invasif yang 27

memungkinkan analisis saat itu dan ciri-ciri plak in vivo, tetapi identifikasi jelas dari fibroatheroma dengan penutup fibrous yang tipis masih belum memungkinkan, terlebih keparahan dari infiltrasi inflamasi pada penutup, yang tentu memegang peranan penting pada kerusakan plak, belum dapat dievaluasi. Lebih jauh, perubahan plak yang dinamik, seperti perdarahan tiba-tiba intraplak dari vasa vasorum, yang dapat penting dalam memprediksikan kemungkinan dari plak untuk ruptur, akan sangat sulit untuk dikenali dengan teknik pencitraan langsung. Tantangan kedua adalah bahwa pendekatan yang spesifik pada lesi membutuhkan banyak plak yang rentan di masing-masing pasien yang perlu diketahui dan jumlah dari lesi tersebut perlu dibatasi. Hal ini bukanlah masalahnya. Beberapa penelitian patologis menunjukkan bahwa adanya multipel plak rentan yang kaya lemak pada pasien dengan ACS mematikan atau dengan kematian jantung tiba-tiba (46,77). Lebih jauh merumitkan masalah tersebut adalah oklusi arteri koroner dan infark miokard biasanya berkembang dari stenosis ringan sampai berat 68% dari waktu, menurut analisis data dari berbagai penelitian. Tantangan ketiga dan keempat adalah bahwa riwayat alamiah dari plak yang rentan (dengan melihat insidensi kasus akut) telah tercatat pada pasien yang diobati dengan terapi sistemik yang spesifik pasien dan pendekatan telah terbukti secara signifikan mengurangi insidensi kejadian masa mendatang yang berhubungan dengan riwayat alamiah. Pada saat ini, tidak ada yang tercatat maupun yang terbukti. Kelima, kami percaya pada saat ini, tidak mungkin untuk mengetahui plak rapuh mana yang akan ruptur. Meskipun kami menduga bahwa ini merupakan sebagian besar diantaranya, kami memusatkan perhatian pada pergeseran ke sasaran terapi yang lebih tepat. Selain itu, menargetkan tidak hanya pada plak yang rentan tetapi juga pada dara yang rentan (cenderung terjadi thrombosis) atau miokardium yang rentan (cenderung menjadi aritmia yang mengancam jiwa) dapat penting untuk mengurangi resiko terjadinya kejadian yang mematikan. Kesimpulan Karena atherosklerosis saat ini dikenali sebagai gangguan multisistemik dan kronik yang difus dan melibatkan sistem vaskuler. Imun dan metabolik, dengan manifestasi lokal dan sistemik, penting untuk menilai total kerapuhan pasien dan tidak hanya mencari satu plak yang rapuh. Indeks gabungan kerapuhan yang menyusun total biaya dari atherosklerosis dan plak yang rentan di aorta dan arteri koroner, carotis dan femoralis dan faktor kerapuhan darah sebaiknya menjadi stratifikasi dari resiko. 28

Jelasnya, indeks tersebut sulit untuk dicapai dengan alat yang saat ini tersedia. Tantangannya adalah mengenali pasien dengan resiko tinggi terjadinya kejadian vaskuler akut sebelum sindroma klinik terjadi. Saat ini, selain modalitas pencitraan seperti USG dan MRI, dan probe suhu lokal yang dapat membantu mengenali plak yang rentan, penanda inflamasi yang beredar dan sangat sensitif seperti hs-CRP, sitokin, PAPP-A dan pentraxin 3 saat ini merupakan kandidat terbaik untuk deteksi plak aktif difus. Untuk mencapai tujuan ini, usaha yang terkoordinasi dibutuhkan untuk mempromosikan penggunaan alat-alat yang paling menjanjikan dan untuk mengembangkan teknik screening dan diagnostik untuk mengenali pasien yang rapuh.

JURNAL

PERAN DARI INFLAMASI PADA ATHEROSKLEROSIS

29

Diterjemahkan oleh: dr. SATYA GUNAWAN Pembimbing: dr. Dodik Tugasworo, SpS(K)

ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

30

You might also like