You are on page 1of 3

Lipsus Kompas.

com

http://www.kompas.com/tembakau/tulisan1.html

Home / Tulisan 1

Asosiasi Petani Tembakau untuk Siapa?


Petani menuju ladang untuk memanen daun tembakau di Dusun Lamuk Gunung, Kelurahan Legoksari, Kecamatan Tlogo Mulyo, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (22/9/2010). Petani tembakau di sekitar Parakan, Temanggung, dan Wonosobo merugi akibat mengalami gagal panen. Hal ini disebabkan karena curah hujan yang tinggi pada masa panen tembakau sehingga mengakibatkan kualitas dan produktivitas tanaman tembakau menurun. KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO

Tulisan 2

Demo Petani dan Aliran Dana Pabrik Rokok

Tulisan 3

Petani Tembakau: Maju Kena, Mundur Kepentok

Tulisan 4

Rantai Panjang Tata Niaga M. Latief Dengan mengatasnamakan petani tembakau, AMTI dan APTI mempersoalkan kesejahteraan petani yang akan terancam jika kedua aturan tersebut diteken pemerintah.
KOMPAS.com - BAK kerajaan lebah terganggu sarangnya, ribuan orang yang menamakan diri Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) serentak turun ke jalan, akhir September 2010 lalu. Sambil menggotong pamflet dan membentangkan spanduk, mereka menggelar long march pawai budaya dari depan Tugu Pahlawan sampai kantor Gubernur Jawa Timur, di Surabaya. Meskipun tak semeriah di Surabaya, aksi serupa juga muncul di Jakarta. Ratusan orang yang mengatasnamakan petani tembakau menggelar aksi damai di halaman kantor Dinas Pertanaman Ragunan, Jakarta Selatan. Kedua aksi tersebut membawa pesan sama: menolak rekomendasi terbaru WHO yang melarang penggunaan bahan lain, kecuali tembakau, di dalam rokok. Mereka juga menolak himbauan untuk mengganti tanaman tembakau dengan tanaman lain. AMTI khawatir, jiak kedua rekomendasi diterapkan akan mengancam kelangsungan hidup tiga juta keluarga yang terkait dengan industri rokok seperti petani tembakau, petani cengkih, buruh dan para pedagang. Aksi tersebut mengingatkan demonstrasi serupa enam bulan sebelumnya. Ketika itu, sekitar 4.000 petani tembakau dari Jawa Tengah serentak beraksi di tiga tempat berbeda di Jakarta: di Kementrian Kesehatan, Kementrian Hukum dan HAM, serta Gedung DPR-RI. Mereka menolak rencana pemerintah menggulirkan sejumlah peraturan pengendalian konsumsi tembakau. Waktu itu, peserta aksi menamakan dirinya sebagai anggota Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) RPP dan Nasib Petani Sebagai hasil dari aksi besar-besaran tersebut, APTI mengantongi dua rekomendasi penting dari DPR-RI. Pertama, parlemen meminta pemerintah meninjau ulang RPP (Rencana Peraturan Pemerintah) tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan, yang sedang disipakan. Kedua, DPR meminta pertemuan lintas komisi dengan sejumlah kementrian terkait untuk membahas RPP Tembakau dan kebijakan lain yang berkaitan langsung dengan Industri Hasil Tembakau. Selain itu, DPR juga akan mengupayakan RUU Rokok yang sempat lenyap pada periode sebelumnya, dibahas kembali dan dijadikan sebagai salah satu prioritas dalam program legislatif

Dengarlah Harapan Mereka

Seorang petani tembakau berkerut ketika ditanya sudah berapa lama dirinya bergumul dengan lahan "emas hijau".

Perjuangan Ngoyak Srengenge

Saat matahari tak memancarkan sinarnya. Saat manusia mencarinya. Mengejar matahari tiba saatnya.

Konservasi Rasa Kopi Tumpang Sari


Panen tembakaunya tahun ini gagal. Modal tanam dari hasil jerih payah panennya tahun 2009 lalu habis tanpa hasil.

Rantai Tata Niaga

1 von 3

27/08/2012 11:45

Lipsus Kompas.com

http://www.kompas.com/tembakau/tulisan1.html

nasional (Prolegnas) 2010-2014. RUU Rokok kini telah masuk ke Badan Legislasi (Baleg) DPR. Selain turun ke jalan dan melobi parlemen, kampanye pro-rokok yang digelar AMTI juga menyasar masyarakat terdidik, dengan memasang sejumlah iklan yang menentang pengaturan konsumsi rokok di koran-koran nasional. Sedikitnya, kelompok ini memasang iklan setengah halaman, sebanyak dua kali di Harian Kompas, yang bernilai sekitar Rp 227,5 juta untuk sekali pasang. Advertensi itu juga mengklaim, bahwa nasib dua juta petani tembakau akan terancam jika pemerintah mengendalikan konsumsi tembakau. Kebijakan ini juga dinilai tidak sesuai dengan Road Map Industri yang sudah disusun pemerintah. Mengusung pendapat dengan cara demonstrasi di jalan dan memasang iklan propaganda di surat kabar, tentu tidak ada kelirunya. Yang menjadi pertanyaan: apakah kedua asosiasi tersebut (AMTI dan APTI) yang mengklaim diri mewakili ribu petani itu benar-benar mencerminkan suara dan aspirasi petani tembakau, sehingga patut dijadikan pertimbangan pada pengambilan keputusan pemerintah? Perlawanan Terhadap RPP Saat ini pemerintah tengah menggodok RPP Pengendalian Dampak Tembakau yang dinilai para petani akan mematikan mata pencaharian mereka. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih telah menargetkan, RPP yang akan mengatur pelarangan iklan rokok dan sejumlah aturan lain yang menekan industri rokok itu akan selesai akhir 2010. Bagi para penggiat anti-rokok di tanah air, RPP ini dapat digunakan untuk mewadahi semangat konvensi pengedalian tembakau yang sampai sekarang tak diratifikasi pemerintah. Seperti diketahui, Framework Convention on Tobacco Control (FCTC kesepakatan dunia untuk mengendalikan konsumsi rokok, terutama dengan pelarangan segala bentuk iklan dan promosi serta pembatasan ruang merokok) telah diteken oleh 168 negara termasuk Rusia dan China (kedua negara dengan konsumen rokok terbesar di dunia), tapi tidak oleh Indonesia. Namun, RPP dan FCTC ini mendapatkan perlawanan keras dari sebagian kalangan. Dengan mengatasnamakan petani tembakau, kelompok ini mempersoalkan kesejahteraan petani yang akan terancam jika kedua aturan tersebut diteken pemerintah. Mereka menganggap penandatanganan FCTC dan pembuatan RPP/RUU hanya membela kepentingan kesehatan, tapi mengabaikan nasib petani tembakau. Siapa APTI-AMTI? Cikal-bakal APTI sesungguhnya berawal dari organisasi petani tembakau yang telah ada sebelumnya, yaitu Paguyuban Petani Tembakau Sindoro-Sumbing (PPTSS), yang berdiri pada 2002, sebagai reaksi atas PP 81 Tahun 1999 tentang pembatasan tar dan nikotin pada rokok. Kala itu, Oktober 2002, para tokoh PPTSS, seperti Nurtantio Wisnu Brata, Supriyadi, Timbul, dan Fadlan (almarhum) mencoba menghalau peraturan tersebut dengan menyiapkan aksi petani tembakau dari sekitar Temanggung menuju Jakarta. Di Jakarta, kelompok ini menggelar aksi damai menuntut pemerintah menghilangkan aturan pembatasan tar dan nikotin pada rokok. Hasil aksi damai dan lobi-lobi ini akhirnya menuai sukses enam bulan kemudian. Pada Maret 2003, pemerintahan Presiden RI Megawati Soekarno Putri menghilangkan aturan pembatasan tar dan nikotin, dengan merevisi PP 81/99 melalui PP 19 tahun 2003. Belakangan, PPTSS melebur alias berubah nama menjadi APTI, yang berarti meningkatkan levelnya dari semula paguyuban petani lokal menjadi organisasi di tingkat nasional. Asosiasi menghilangkan embel-embel kelokalan Sindoro-Sumbing dan menggantinya dengan Indonesia. Kelompok ini juga kemudian membentuk DPP APTI Nasional yang berkedudukan di Jakarta. Menurut sejumlah pentolan di APTI, perubahan itu dilakukan sejak 2007. Namun AD/ART APTI jelas-jelas menyatakan bahwa lembaga ini baru berdiri pada 13 November 2008 beberapa bulan menjelang Pemilu 2009 dan persis ketika penolakan RPP Pengendalian Tembakau sedang gencargencarnya. Berdasarkan penuturan para penggagasnya, peleburan PPTSS ke dalam APTI adalah siasat agar gaung gerakan lebih keras dan bisa didengar di tingkat nasional. Ketua DPD APTI Jawa Tengah, Nurtantio Wisnu Brata, mengakui suara PPTSS tak banyak didengar orang. Kalau PPTSS ngomong, orang bilang itu suara Wisnu, katanya. Tapi jika atas nama asosiasi, saya dianggap sebagai wakil organisasi, jelas suaranya lebih

Rumantyo
"Kita memprediksi produksi panen tembakau di Temanggung berkurang antara 40 persen."
baca selengkapnya

Hudi
"Hasil panen tahun Rokok bagus,. Produksi ini tidak Tahun kemarin sudah bisa dapat 40 keranjang, tapi sekarang baru 5 keranjang."
baca selengkapnya

Wiwit
"Lebih untung berdagang. Tidak perlu lahan. Jadi petani, capek juga tunggu proses panennya."
baca selengkapnya

Fuad
"Tujuan APTI itu sebetulnya menjembatani antara petani dengan pedagang, petani dengan grader,dan pedagang dengan grader."
baca selengkapnya

2 von 3

27/08/2012 11:45

Lipsus Kompas.com

http://www.kompas.com/tembakau/tulisan1.html

didengarkan, kata Wisnu. Bendahara APTI, Timbul, juga menyatakan hal serupa. Kencangnya tiupan terhadap industri pertembakauan, terutama setelah bergulirnya rencana RPP, membuat para pentolan PPTSS merasa perlu melebarkan sayap dari sebuah asosiasi lokal ke taraf nasional. Selain soal naiknya level ke tingkat nasional, pendirian APTI, setidaknya menurut Ahmad Fuad, Ketua DPC APTI Temanggung, sebenarnya dilandasi oleh niat mulia, yaitu untuk menjembatani hubungan antara petani dan pedagang, petani dengan grader, serta pedagang dengan grader. Dengan fungsi ini, APTI berharap petani tak lagi selalu dirugikan dalam tata niaga tembakau, yang selama ini dikuasai pedagang dan grader pabrik. Kita was-was terus melihat hujan (yang terus turun), dan dalam situasi seperti ini tiba-tiba pabrik berhenti membeli. Tak usah berhenti membeli, kalau pabrik mengurangi stok saja, petani sudah rugi, katanya. Untuk menangkal kerugian petani tersebut, kata Fuad, APTI selalu menjalin koordinasi dengan Pemda, DPRD dan para grader di Temanggung. APTI juga menyambangi pabrik untuk memastikan kuota yang akan dibeli pada tahun yang bersangkutan. Persoalannya memang, apakah fungsi dan niat mulai itu benar-benar dijalankan di lapangan. Kalaupun dijalankan, apakah dirasakan manfaatnya oleh para petani?

Tulisan 2

Demo Petani dan Aliran Dana Pabrik Rokok


Copyright 2010 Kompas.com

3 von 3

27/08/2012 11:45

You might also like