You are on page 1of 43

I.

ANODONTIA
A. Definisi Anodontia, disebut juga sebagai anodontia vera, adalah suatu keadaan dimana semua benih gigi tidak terbentuk sama sekali, baik absennya semua gigi sulung maupun gigi sulung terbentuk lengkap namun semua gigi permanen tidak terbentuk sama sekali. bila jumlah gigi yang tidak terbentuk 6 atau kurang, keadaan ini disebut sebagai hipodontia. Sedangkan bila jumlah gigi yang tidak terbentuk 6 atau lebih, keadaan ini disebut sebagai oligodontia (Arte dan Pirinen, 2004; Wikipedia, 2011). B. Etiologi Empat minggu setelah fertilisasi, sel benih gigi berproliferasi dan membentuk epithelial band yang disebut lamina dental. Terbentuk 10 pembengkakan di sepanjang lamina dental dan kemudian berkembang menjadi gigi sulng. Lamina dental akan terus bertumbuh dan di bulan keempat kehamilan benih gigi permanen untuk molar pertama terbentuk. Proses ini akan berlanjut sampai molar ketiga mulai terbentuk pada anak umur 4 tahun. Tidak terbentuknya gigi, agenesis gigi, dapat terjadi bila ada gangguan di dalam proses yang telah disebutkan di atas. Jaringan ektodermal tidak berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel spesifik benih gigi. Tidak ada penyebab anodontia yang pasti. Ada beberapa peneliti yang mengusulkan dugaan bagwa partial atau complete anodontia adalah akibat evolusi yang akhirnya menghasilkan individu-individu yang tidak memiliki gigi. Anodontia, sebagai penyakit, tidak berdiri sendiri. Tiga sindrom yang berkaitan dengan penderita anodontia adalah oculomandibulodyscephaly, mesoectodermal dysplasia dan ectodermal dysplasia. Oculomandibulocephaly ditandai dengan adanya mikroftalmia, sclera biru, mikrosefali, gigi sulung tumbuh namun gigi permanen tidak terbentuk. Tanda-tanda mesoektodermal dysplasia adalah wajah yang lebar, deformitas mata, distrofi otot, premaksila tidak terberkembang, dan komplit hypodontia. Ektodermal dysplasia pada pasien ditandai dengan adanya kuku jari tangan dan kaki yang distrofi, kelainan kelenjar eksokrin dan kelenjar keringat (Schneider, 1990).

C. Gambar

Anodontia1

Oligodontia2

Hipodontia3

Pemeriksaan Radiografik Hypodontia Bilateral4

D. Pemeriksaan Diagnosis anodontia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan radiografik panoramik untuk memastikan semua benih gigi memang benar-benar tidak terbentuk. E. Terapi Tatalaksana penderita anodontia adalah dengan pemasangan gigi prostetik.
Sumber Gambar:

1. http://trialx.com/curebyte/2011/06/16/what-does-anodontia-look-like/ 2. http://www.silverstardental.com/dental_conditions.php 3. http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/112/anodontia--benih-gigi-tidak-ada-

4. http://www.angle.org/doi/pdf/10.1043/0003-3219(2006)076%5B0156%3AOPWSAI%5D2.0.CO%3B2

II. IMPACTED TEETH


A. Definisi Gigi impaksi atau gigi terpendam adalah gigi yang erupsi normalnya terhalang atau terhambat,biasanya oleh gigi didekatnya atau jaringan patologis sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang normal didalam deretan susunan gigi geligi lain yang sudah erupsi. Umumnya gigi yang sering mengalami impaksi adalah gigi posterior dan jarang pada gigi anterior. Namun gigi anterior yang mengalami impaksi terkadang masih dapat ditemui. Pada gigi posterior,yang sering mengalami impaksi adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 1. 2. Gigi molar tiga(48 dan 38) mandibula Gigi molar tiga(18 dan 28) maksila Gigi premolar (44,45,34 dan 35) mandibula Gigi premolar (14,15,24 dan 25) maksila Gigi caninus maksila dan mandibula(13,23,33,dan 43) Gigi incisivus maksila dan mandibula(11,21,31,dan 41)

Sedangkan gigi anterior yang dapat ditemui mengalami impaksi adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui ada atau tidaknya kemungkinan suatu gigi mengalami impaksi atau tidak sangatlah penting mengetahui masa erupsi masing-masing gigi pada setiap lengkung rahang.Berikut ini masa erupsi gigi geligi pada masing-masing rahang. Gigi RA RB 1 7-8 6-7 2 8-9 7-8 3 4 5 11-12 10-11 10-12 9-10 10-12 11-12 Tabel Masa Erupsi Gigi Permanen 6 6-7 6-7 7 12-13 11-13 8 17-21 17-21

B. Etiologi Gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor,menurut Berger penyebab gigi terpendam antara lain:
1. Kausa Lokal

Faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi adalah a. Abnormalnya posisi gigi b. Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut c. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
3

d. Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi e. Gigi desidui persistensi(tidak mau tanggal) f. Pencabutan prematur pada gigi g. Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa disekitar gigi h. Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang karena inflamasi atau abses i. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak.
2. Kausa Umur

Faktor umur dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi walaupun tidak ada kausa lokal antara lain:
a. Kausa Prenatal, yaitu keturunan dan miscegenation. b. Kausa Postnatal, yaitu ricketsia, anemi, syphilis congenital, TBC, gangguan

kelenjar endokrin, dan malnutrisi.


c. Kelainan Pertumbuhan, yaitu Cleido cranial dysostosis, oxycephali, progeria,

achondroplasia, celah langit-langit. C. Gambaran

Radiografik Panoramik Gigi Impaksi


1

Sumber Gambar: 1. http://www.toothandteeth.com/impacted-wisdom-

teeth.html
2. http://www.animatedteeth.com/wisdom_teeth/t5_extractions_costs.htm

Impaksi Horizontal2

D. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Pasien dengan impaksi gigi biasanya datang dengan keluhan sebagai berikut: 1. Perikoronitis Gejala-gejala yang timbul antara lain: rasa sakit di region tersebut, pembengkakan, mulut bau (foeter exore), pembesaran limfonodi submandibular. 2. Periodontitis Bila suatu gigi mendesak gigi tetangganya, dapat terjadi periodontitis pada gigi yang didesak. 3. 4. Pada penderita yang tidak bergigi Parastesi dan neuralgia pada bibir bawah

Hal ini mungkin disebabkan karena tekanan pada n.mandibularis. Tekanan pada n.mandibularis dapat juga menyebabkan rasa sakit pada gigi premolar dan kaninus. Anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan ekstra oral dan pemeriksaan intra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, yang perlu diperhatikan adalah adanya pembengkakan, adanya pembesaran limfonodi (KGB) dan adanya parastesi. Pada pemeriksaan intra oral, yang menjadi perhatian adalah keadaan gigi erupsi atau tidak, adanya karies, perikoronitis, adanya parastesi, adanya abses gingival, posisi gigi tetangga, hubungan dengan gigi tetangga, ruang antara gigi dengan ramus (pada molar tiga mandibula). Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan adalah pemeriksaan radiografik. Pemeriksaan radiologis gigi impaksi harus dapat menguraikan hal-hal berikut:

Tipe dan orientasi impaksi serta akses untuk mencapai gigi Ukuran mahkota dan kondisinya Jumlah dan morfologi akar Tinggi tulang alveolar, termasuk kedalaman dan densitasnya Lebar folikuler Status periodontal dan kondisi gigi tetangga Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang atas dengan kavitas nasal atau sinus maksilaris Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang bawah dengan saluran interdental, foramen mentale, batas bawah mandibula.

Jenis radiografi yang dapat digunakan, antara lain:


Periapikal, tomografi panoramik [atau oblique lateral] dan CT scan untuk gigi molar tiga rahang bawah Tomografi panoramik [atau oblique lateral, atau periapikal yang adekuat] untuk gigi molar tiga rahang atas Parallax film [dua periapikal atau satu periapikal dan satu film oklusal] untuk gigi kaninus rahang atas Radiografi periapikal dan true occlusal untuk gigi premolar dua rahang bawah; radiografi panoramik juga dapat digunakan jika radiografi periapikal tidak dapat menggambarkan seluruh gigi yang tidak erupsi (Benediktsdttir and Sara, 2003; Qirreish, 2005.). Ada berbagai macam klasifikasi impaksi gigi. Menurut klasifikasi George Winter, gigi

impaksi digolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap gigi molar kedua. Berikut adalah gambaran impaksi gigi menurut klasifikasi George Winter:

Vertical Impaction

Soft Tissue Impaction

Bony Vertical Impaction

Distal Impaction

Mesial Impaction

Horizontal Impaction

Sumber Gambar: http://www.animated-teeth.com/wisdom_teeth/t5_extractions_costs.htm

Pell dan Gregory menggolongkan impaksi molar bagian mandibula menjadi 3 tipe:
Tipe A: berkaitan dengan hubungan gigi dengan ramus dan molar kedua.

o o gigi. o

Kelas I: cukup ruang untuk tumbuhnya gigi molar ketiga. Kelas II: ruang untuk tumbuhnya molar ketiga kurang dari diameter mesiodistal Kelas III: seluruh atau sebagian besar gigi yang impaksi tertanam di rahang; tidak

ada tempat untuk tumbuh gigi molar tiga. Tipe B: berkaitan dengan kedalaman molar ketiga dalam tulang rahang.
o o

Posisi A: tinggi gigi impaksi sejajar dengan dataran oklusal gigi molar dua. Posisi B: tinggi gigi impaksi diantara dataran oklusal dan leher gigi molar dua. Posisi C: tinggi gigi dibawah leher gigi molar dua.

Tipe C: berkaitan dengan posisi aksis panjang gigi impaksi terhadap molar kedua seperti

klasifikasi yang dikemukakan George Winter (The American Dental Association, 2004).

E. Terapi

(The American Dental Association, 2004)

Tabel Kriteria Perawatan Gigi Impaksi (Coulthard et. al, 2003) Pencabutan gigi yang impaksi dengan pembedahan disebut odontektomi.

III. MALOCCLUSION
9

A. Definisi Oklusi adalah kontak antara dua permukaan oklusal gigi-gigi rahang atas dan bawah dalam posisi yang benar. Kontak dapat terjadi dalam berbagai posisi tergantung pada posisi mandibula. Posisi oklusi yang terjadi di luar oklusi normal disebut maloklusi. Maloklusi juga diartikan sebagai suatu kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang berhubungan dengan bentuk rongga mulut serta fungsi. Maloklusi digolongkan dalam 3 jenis, yaitu: (1) maloklusi tipe dental, terjadi jika perkembangan rahang atas dan rahang bawah terhadap tulang kepala normal, tapi gigi-giginya mengalami penyimpangan; (2) maloklusi tipe skeletal, terjadi karena hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap tulang kepala tidak harmonis, karena ada gangguan pertumbuhan dan perkembangan rahang; (3) maloklusi fungsional, terjadi karena adanya kelainan otot-otot, sehingga timbul gangguan saat dipakai untuk mengunyah Edward Angle mengklasifikasikan maloklusi ke dalam 3 kelas, antara lain: Kelas I: Neutroklusi Tonjolan mesiobukal molar 1 atas beroklusi dengan cekung bukal molar 1 bawah, tetapi gigi-gigi lain terdapat masalah, seperti jarak gigi satu dengan yang lain terlalu jarang, berjejalan, dan lain-lain.

Kelas II: Distoklusi Gigi molar pertama rahang bawah terletak relative lebih ke distal dari posisi molar pertama rahang atas. Dibagi dalam 2 divisi, yaitu:

Kelas III: Mesioklusi


10

Mesioklusi terjadi bila gigi depan bawah lebih menonjol keluar dibanding gigi depan atas. Dalam kasus ini pasien sering memiliki rahang / mandibula yang besar dan maksila yang lebih kecil (Wikipedia, 2011). B. Etiologi 1. Faktor Dental Kelainan gigi yang menyebabkan terjadinya maloklusi adalah hipodontia, supernumerary gigi, bentuk gigi konus, bentuk gigi tuberkel, mikrodontia, makrodontia, dan terjadinya tanggalnya gigi yang terlalu cepat yang tidak sesuai dengan waktu normalnya. 2. Herediter Pola keturunan juga dapat menjadi sebab maloklusi. Sebagai contoh orantua laki- laki memiliki rahang yang besar dan gigi yang besar pula,namun memiliki lengkung gigi yang normal dan rapi menikah dengan orangtua perempuan yang memiliki rahang yang kecil dan gigi-geligi yang kecil- kecil pula,memiliki lengkung rahang yang normal dan kedudukan gigi- geligi yang rapi. Maka perkiraan keturunan bisa terjadi keadaan anak dimana memiliki rahang yang kecil namun gigi geligi yang besar-besar sehingga terjadinya berjejalnya gigi geligi yang akhrinya menyebabkan maloklusi. 3. Kebiasaan buruk Terdapat bermacam-macam kebiasaan buruk dalam mulut anak, antara lain bernafas melalui mulut, menjulurkan lidah, menggigit jari, mengisap jari, menghisap bibir. 4. Trauma yang menyebabkan fraktur rahang 5. Tumor pada rongga mulut atau tumor pada rahang. C. Gambaran

Oklusi Normal

11

Maloklusi Kelas I

Maloklusi Kelas II Divisi 1

Maloklusi Kelas II Divisi 2

Maloklusi Kelas III

(Gallois, 2006) D. Diagnosis Tanda yang dapat ditemukan pada pasien maloklusi yaitu: kelengkungan gigi yang abnormal, tampilan wajah yang terlihat ganjil, kesulitan atau merasa tidak nyaman ketika menggigit dan mengunyah makanan, susah berbicara/ pengucapan yang ganjil, dan bernafas lewat mulut karena bibir yang sulit menutup. Biasanya kelainan oklusi ditemukan saat pemeriksaan rutin gigi. Dokter gigi akan mengecek seberapa keadaan oklusi dari gigi atas dan bawah. Bila ditemukan kelainan, akan dirujuk kepada ahli orthodonti untuk mendiagnosis dan menatalaksana. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah radiografik gigi, kepala, dan wajah (Rosenberg, 2010). E. Terapi
12

Alat cekat gigi, lazim disebut kawat gigi, dapat digunakan untuk mengoreksi posisi gigi. Jangka waktu penggunaan alat cekat bervariasi, dari 6 bulan sampai 2 tahun, tergantung pada keparahan kasus. Pembedahan dilakukan pada kasus yang jarang, terutama untuk memperbaiki posisi rahang, proses ini disebut bedah orthognatik. Adalah penting untuk menjaga kebersihan gigi dan rongga mulut setiap hari serta kontrol rutin ke dokter gigi. Plak dapat terakumulasi pada alat cekat sehingga meninggalkan tanda permanen di gigi dan pada akhirnya menyebabkan kerusakan gigi bila tidak ditangani. Setelah posisi gigi terkoreksi, alat cekat digantikan retainer untuk mempertahankan posisi gigi yang baru (Rosenberg, 2010). Komplikasi yang dapat timbul dari penggunaan alat cekat adalah kerusakan gigi, ketidaknyamanan saat perawatan, iritasi mulut dan gusi karena alat cekat, dan susah menelan atau berbicara selama penggunaan alat cekat.
Band: cincin logam kecil yang ditempatkan di gigi untuk mencengkeram kawat gigi. Buccal tube: logam kecil yang dilas pada facies bucal molar. Buccal tube terdiri kawat melengkung (archwires), lip bumper, facebows, dan alat-alat lain untuk menggerakkan gigi. Bracket: dibuat dari logam atau porselen yang ditempelkan pada gigi untuk mengencangkan kawat gigi (arch wires).

(Jenny, 2011)

Ligating module: karet plastik kecil berbentuk lingkaran untuk

Niti spring: kumparan pegas nitinol digunakan untuk mengoreksi masalah tulang rahang pasien (untuk menambah panjang rahang pasien yang masih berusia muda). Arch Wire: kawat logam yang menempel pada braket untuk menggerakkan gigi (Jenny, 2011).

13

IV. DEBRIS
A. Definisi Debris memiliki arti kotoran. Sisa makanan yang menetap di rongga mulut setelah makan, yang terakumulasi di leher gigi dan di sela-sela gigi inilah yang berkontribusi pada debris gigi. Sisa makanan ini dapat mendorong terbentuknya plak dan terjadinya akumulasi plak. Debris dibedakan menjadi food retention (sisa makanan yang mudah dibersihkan dengan air liu, pergerakan otot-otot mulut, berkumur, atau dengan menyikat gigi) dan food impaction (makanan yang terselip dan tertekan di antara gigi dan gusu, biasanya hanya dapat dibersihkan dengan dental floss / benang gigi atau tusuk gigi) (Toothclub, 2011). B. Kriteria Perhitungan Debris Index (DI-S) Kriteria perhitungan debris index ini sebagai berikut: Nilai 0, jika tidak ada debris pada sonde setelah digoreskan ke permukaan sepertiga cervical. Nilai 1, jika terdapat debris pada sepertiga permukaan gigi. Nilai 2, jika terdapat debris lebih dari sepertiga tetapi tidak lebih dari dua pertiga permukaan gigi. Nilai 3, jika terdapat debris di lebih dari dua pertiga permukaan gigi. C. Gambaran

Debris 1
Sumber Gambar: 1. http://iqbalsandira.blogspot.com/2009/05/food-debris.html

Debris2

2. http://www.toothiq.com/dental-diagnoses/dental-diagnosis-poor-oral-hygiene-overview.html

IV. PLAQUE
14

A. Definisi Plak gigi adalah deposit lunak terakumulasi pada gigi. Plak gigi terdiri dari biofilm bakteri (> 1010 bakteri/mg), sel epitel, leukosit, makrofag, matriks ekstraseluler yang terbentuk dari produk bakteri dan saliva, serta komponen anorganik seperti kalsium dan fosfor yang terdapat pada saliva. Plak yang mengalami kalsifikasi akan membentuk kalkulus. Plak yang tidak dibersihkan dapat menyebabkan cavitas (caries) atau gangguan periodontal seperti ginggivitis dan periodontitis. B. Etiologi Plaque merupakan kumpulan dari koloni bacteri dan mikroorganisme lainnya yang bercampur dengan produk-produknya, sel-sel mati dan sisa makanan. Metabolisme anaerob menghasilkan asam yang menyebabkan : 1. Demineralisasi permukaan gigi
2. Iritasi gusi di sekitar gigi ginggivitis (merah, bengkak, gusi berdarah)

3. Plaque gigi dapat termineralisasi dan membentuk calculus. C. Diagnosis dan Pemeriksaan Alat bantu untuk mencatat distribusi plak gigi pada permukaan gigi dinamakan indeks plak. Salah satu indeks plak gigi adalah indeks plak Loe and Silness yang dimodifikasi. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan kaca mulut dan sonde halfmoon, dengan cara menggoreskan sonde halfmoon pada permukaan gigi. Penilaian indeks plak setiap area diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai dari keempat permukaan setiap gigi. Jumlah nilai indeks plak setiap area dibagi empat, maka diperoleh indeks plak untuk gigi. Sedangkan nilai indeks plak setiap orang diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai indeks plak setiap gigi kemudian dibagi dengan banyaknya gigi yang diperiksa. Skor plak gigi (Loe and Silness, 1964): 0 = tidak ada plak 1 = plak tidak terlihat mata (terdapat selapis plak pada daerah ginggiva yang dapat diketahui dengan cara menggoreskannya dengan sonde atau disclosing sollution). 2 = penimbunan plak dalam jumlah sedang yang dapat terlihat dengan jelas. 3 = penimbunan plak dalam jumlah besar yang mengisi daerah antara permukaan gigi dan tepi ginggiva. Kategori skor plak Loe and Silness:
15

0 0,1 - 0,9 1,0 - 1,9 2,0 - 3,0 D. Gambaran

: sangat baik : baik : sedang : buruk

Plak gigi1

Plak Gigi 2

Plak Supragingival 3 Sumber Gambar: 1. 2. 3. http://www.personal.psu.edu/faculty/j/e/jel5/biofilms/polysac.html http://www.drchetan.com/dentalpics/dental-pics/dental-plaque/dental_plaque_stain/ http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/bacterial+plaque,+dental+plaque

E. Terapi Plak dental dibersihkan dengan dental floss / benang gigi dalam gerakan yang searah dan dengan penekanan tegas. Pilihan lain adalah menggunakan dental pick / tusuk gigi atau dengan skeling dan prosedur root planning yang dilakukan oleh dokter gigi.

16

V. CALCULUS
A. Definisi Karang gigi yang disebut juga kalkulus atau tartar adalah lapisan kerak berwarna kuning yang menempel pada gigi dan terasa kasar, yang dapat menyebabkan masalah pada gigi. Lapisan kerak yang terbentuk adalah hasil mineralisasi plak gigi dan, melekat erat mengelilingi mahkota dan akar gigi. Selain pada permukaan gigi, kalkulus juga terdapat pada gigi tiruan dan restorasi gigi dan hanya bisa hilang dengan tindakan skeling.
B.

Patogenesis Kalkulus terbentuk dari dental plak yang mengeras pada gigi dan menetap dalam waktu

yang lama. Dental plak merupakan tempat ideal bagi mikroorganisme mulut, karena terlindung dari pembersihan alami oleh lidah maupun saliva. Akumulasi plak juga dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi gusi yang gingivitis. Jika akumulasi plak terlalu berat, maka dapat menyebabkan periodontis. Maka plak, sering disebut juga sebagai penyebab primer penyakit periodontis. Sementara, kalkulus pada gigi membuat dental plak melekat pada gigi atau gusi yang sulit dilepaskan hingga dapat memicu pertumbuhan plak selanjutnya. Karena itu kalkulus disebut juga sebagai penyebab sekunder periodontitis. Diketahui ada dua macam kalkulus menurut letaknya terhadap gingival margin yaitu kalkulus supragingival dan kalkulus subgingival. Kalkulus supragingival terbentuk di atas gusi, atau pada sulcus, yaitu saluran antara gusi dan gigi. Warna kalkulus supraginggival putih kekuning-kuningan dan distribusinya dipengaruhi oleh muara duktus saliva mayor. Ketika terjadi plak supragingival, maka bakteri yang terkandung di dalamnya hampir semuanya merupakan bakteri aerobik, atau bakteri yang dapat hidup di lingkungan penuh oksigen. Kalkulus subgingival, terutama terdiri dari bakteri anaerobik, yaitu bakteri yang tidak dapat hidup pada lingkungan yang mengandung oksigen karena terletak di bawah margin ginggiva. Bakteri anaerobic inilah yang berbahaya bagi gusi dan jaringan yang menempel pada gigi, yang menimbulkan periodontitis. Pada umumnya, orang yang mengalami periodontitis memiliki deposit kalkulus subgingival (Lelyati S, 1996).

17

C. Gambaran

Calculus 1
Sumber Gambar: 1. 2.

Calculus 2

http://sutarlidentalhealthy.blogspot.com/2011/03/karang-gigikalkulus.html http://www.aakruthidental.com/periodontal.php

D. Diagnosis

18

E. Terapi Untuk menghilangkan dental plak dan kalkulus perlu dilakukan scaling atau root planing, yang merupakan terapi periodontal konvensional atau non-surgikal. Terapi ini selain mencegah inflamsi juga membantu periodontium bebas dari penyakit. Prosedur scaling menghilangkan plak, kalkulus, dan noda dari permukaan gigi maupun akarnya. Prosedur lain adalah root planing, terapi khusus yang menghilangkan cementum dan permukaan dentin yang ditumbuhi kalkulus, mikroorganisme, serta racun-racunnya. Scalling dan root planning digolongkan sebagai deep cleaning, dan dilakukan dengan peralatan khusus seperti alat ultrasonik, seperti periodontal scaler dan kuret. Setelah dilakukan proses scaling dan planing dapat diberikan antibiotik atau penggunaan obat kumur untuk mengontrol terjadinya infeksi dan mendorong perbaikan pada gigi. Antibiotik atau obat kumur juga dapat direkomendasikan untuk mengontrol pertumbuhan bakteri yang dapat menyebabkan periodontitis.

VI. DENTAL DECAY


A. Definisi Dental decay atau karies gigi adalah proses demineralisasi jaringan keras gigi (enamel, dentin dan sementum) oleh asam yang diproduksi dari pencernaan bakteri terhadap sisa sisa makanan yang tertinggal di gigi (Wikipedia, 2011; Rosenberg, 2010). B. Etiologi Karies gigi disebabkan oleh 4 faktor/komponen yang saling berinteraksi yaitu:
3. Komponen dari gigi dan air ludah (saliva) yang meliputi : komposisi gigi,

morphologi gigi, posisi gigi, pH saliva, kuantitas saliva, kekentalan saliva.


4. Komponen mikroorganisme yang ada dalam mulut yang mampu

menghasilkan asam melalui peragian yaitu ; Streptococcus, Laktobasilus.


5. Komponen makanan, yang sangat berperan adalah makanan yang

mengandung karbohidrat misalnya sukrosa dan glukosa yang dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam.
6. Komponen waktu

19

(Susanto, 2009)

C. Patogenesis Enamel adalah jaringan keras yang kaya akan mineral. Karies dapat terjadi pada enamel melalui proses kimiawi yaitu lingkungan asam yang diproduksi oleh bakteri. Gula akan dicerna oleh bakteri dan energy yang dihasilkan akan dipakai bakteri untuk memproduksi asam laktat. Asam laktat akan menyebabkan demineralisasi kristal hidroksiapatit pembentuk enamel. Karies enamel yang tidak ditangani dapat berkembang menjadi karies dentin. Dentin terdiri dari saluran-saluran mikroskopis (tubula dentin) yang menghubungkan pulpadengan enamel. Bentukan tubula dentin inilah yang menyebabkan karies dentin berkembang lebih cepat. Ketika ada infeksi bakteri, dentin menghasilkan immunoglobulin sebagai mekanisme pertahanan. Sementara itu juga terjadi peningkatan mineralisasi di dentin. Kedua keadaan ini menyebabkan konstriksi tubula dentin sehingga penyebaran bakteri terhalang. Bila demineralisasi terus berlangsung, karies dapat berkembang ke profunda dan mencapai rongga pulpa (Susanto, 2009).

20

D. Gambaran

E. Klasifikasi Bisa diklasifikasikan melalui berdasarkan lokasi, kedalaman 1. Karies berdasarkan lokasi permukaan kunyah dapat dibagi : a. Karies oklusal b. Karies labial c. Karies bukal d. Karies palatal/lingual e. Karies aproksimal f. Karies kombinasi (Mengenai semua permukaan)
2. Pembagian lain dari karies berdasarkan lokasi:

a. Karies yang ditemukan di permukaan halus Ada tiga macam karies permukaan halus:
Karies proksimal adalah tipe yang paling sulit dideteksi; tidak dapat

dideteksi secara visual atau manual dengan sebuah explorer gigi; memerlukan pemeriksaan radiografi.

(titik hitam pada batas gigi menunjukkan sebuah karies proksimal)

21

Karies akar adalah tipe karies yang sering terjadi; terbentuk ketika

permukaan akar telah terbuka karena resesi gusi. Bila gusi sehat, karies ini tidak akan berkembang karena tidak dapat terpapar oleh plak bakteri. Permukaan akar lebih rentan terkena proses demineralisasi daripada enamel atau email karena sementumnya demineralisasi pada pH 6.7, di mana lebih tinggi dari enamel. Gigi geraham atas adalah lokasi tersering dari karies akar. b. Karies celah atau fisura. 3. Karies berdasarkan kedalamannya a. Karies superfisial b. Karies media
c. Karies profunda

: karies yang hanya mengenai email. : mengenai email dan telah mencapai setengah dentin : mengenai lebih dari setengah dentin dan bahkan menembus pulpa.

F. Diagnosis 1. Karies Dini/karies email tanpa cavitas yaitu karies yang pertama terlihat secara klinis, berupa bercak putih setempat pada email. Anamnesis : terdapat bintik putih pada gigi Intra oral ; kavitas (-) , lesi putih (+) Terapi : pembersihan gigi, diulas dengan flour edukasi pasien/ Dental Health Education 2. Karies dini/karies email dengan kavitas yaitu karies yang terjadi pada email sebagai lanjutan dari karies dini. Anamnesa : gigi terasa ngilu Intra oral ; kavitas (+) baru mengenai email Terapi terbukanya dentin. Anamnesa : - kadang-kadang terasa ngilu saat makan, minum air dingin - rasa ngilu hilang setelah rangsangan dihilangkan - tidak ada rasa sakit spontan
22

Pemeriksaan Objektif : Ekstra oral tidak ada kelainan

Pemeriksaan objektif : Ekstra oral tidak ada kelainan : dengan penambalan

3. Karies dengan dentin terbuka/dentin Hipersensitif yaitu peningkatan sensitive akibat

Pemeriksaan objektif : Ekstra oral tidak ada kelainan Intra oral : kavitas mengenai email Terapi G. Terapi Penataksanaan karies gigi ditentukan oleh stadium saat karies terdeteksi: 1. Penambalan (filling) dilakukan untuk mencegah progresi karies lebih lanjut. Penambalan biasa yang dilakukan pada karies yang ditemukan pada saat iritasi atau hiperemia pulpa.
2. Perawatan saluran akar (PSA) atau root canal treatment dilakukan bila sudah terjadi

: dengan penambalan.

pulpitis atau karies sudah mencapai pulpa. Setelah dilakukan PSA, dibuat restorasi. 3. Ektraksi gigi merupakan pilihan terakhir dalam penatalaksanaan karies gigi, ekstraksi yang telah diekstraksi perlu diganti dengan pemasangan gigi palsu (denture), implant atau jembatan (brigde). Pencegahan karies gigi:
1. Menjaga kebersihan mulut (oral hygiene) dengan baik dengan

a. menggosok gigi dengan benar dan teratur b. flossing


c. obat kumur (mouthwash)

d. memeriksakan gigi 2 kali setahun 2. Diet rendah karbohidrat 3. Fluoride melalui pasta gigi, mouthwash, suplemen, air minum, gel fluoride.
4. Penggunaan pit and fissure sealant (dental sealant).

VII. PULPITIS
A. Definisi Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulkan rasa nyeri. Pulpa terdiri dari pembuluh darah dan jaringan saraf, sehingga peradangan pulpa akan menimbulkan hiperemia / peningkatan aliran darah ke gigi. Ada dua jenis pulpitis, yaitu pulpitis reversibel dan pulpitis ireversibel. Pulpitis reversible adalah radang pulpa ringan sampai sedang akibat rangsang, dapat sembuh bila penyebab

23

pulpitis telah dihapus dan gigi diperbaiki. Obat-obatan tertentu dapat digunakan selama prosedur restorative dalam upaya untuk mempertahankan gigi tetap vital (hidup). Pulpitis ireversibel dicirikan oleh kepekaan yang berkepanjangan terhadap dingin atau panas. Radang pulpa yang ringan atau telah berlangsung lama ditandai nyeri spontan / dirasakan terus menerus. Terjadi kerusa kan saraf sehingga membutuhkan perawatan saluran akar.
B. Etiologi

Penyebab pulpitis dapat diuraikan sebagai berikut: gigi. C. Gambaran Pembusukan gigi, trauma gigi, pengeboran gigi selama proses perawatan gigi. Paparan cairan yang men-demineralisasi gigi, pemutih gigi, asam pada makanan Infeksi, baik yang menyerang ruang pulpa maupun infeksi yang berasal dari abses

dan minuman.

D. Diagnosis dan Terapi 1. Pulpitis reversibel/hiperemi pulpitis/pulpitis awal yaitu peradangan pulpa awal sampai

sedang akibat rangsangan.


24

Anamnesa:

Biasanya nyeri bila minum panas, dingin, asam dan asin Nyeri tajam singkat tidak spontan, tidak terus menerus Rasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkan Ekstra oral : Tidak ada pembengkakan. Intra oral : Perkusi tidak sakit Karies mengenai dentin/karies profunda Pulpa belum terbuka Sondase (+) Chlor etil (+)

Pemeriksaan Objektif:

Terapi: dengan penambalan /pulp cafing dengan penambalan Ca(OH) 1 minggu untuk membentuk sekunder dentin
2. Pulpitis irreversibel yaitu radang pulpa ringan yang baru dapat juga yang sudah

berlangsung lama. Pulpitis irreversibel terbagi :


a) Pulpitis irreversibel akut yaitu peradangan pulpa lama atau baru ditandai dengan rasa

nyeri akut yang hebat. Anamnesa Nyeri tajam spontan yang berlangsung terus-menerus menjalar kebelakang telinga Penderita tidak dapat menunjukkan gigi yang sakit Ekstra oral : tidak ada kelainan Intra oral : -

Pemeriksaan Objektif

Kavitas terlihat dalam dan tertutup sisa makanan Pulpa terbuka bisa juga tidak Sondase (+) Khlor ethil (+); Perkusi bisa (+) bisa (-) Menghilangkan rasa sakit Dengan perawatan saluran akar
25

Terapi

b) Pulpitis irreversibel kronis yaitu peradangan pulpa yang berlangsung lama.

Anamnesa ;

Gigi sebelumnya pernah sakit. Rasa sakit dapat hilang timbul secara spontan. Nyeri tajam menyengat, bila ada rangsangan seperti; panas, dingin, asam, manis. Penderita masih bisa menunjukkan gigi yang sakit. Ekstra oral ; tidak ada pembengkakan Intra oral ; o Karies profunda, bisa mencapai pulpa bisa tidak o Sondase (+)
o

Pemeriksaan Objektif -

Perkusi (-).

c) Nekrosis pulpa adalah matinya pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya, tergantung pada

seluruh atau sebagian yang terlibat. Anamnesa: Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan. Bau mulut, gigi berubah warna. Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari salah

satu atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi. Pemeriksaan Objective: Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitaman Sondase (-), Perkusi (-), dan Palpasi (-) Terdapat lubang gigi yang dalam Pada jaringan periodontium, perkusi, palpas dan sondenari.

26

VIII.

GINGIVITIS

A. Definisi Jaringan periodontal adalah jaringan yang mengelilingi gigi dan berfungsi sebagai penyangga gigi, terdiri dari gingiva, sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan periodontitis (Juliati dkk, 2008).
Bentuk penyakit periodontal yang paling sering dijumpai adalah proses inflamasi dan mempengaruhi jaringan lunak yang mengelilingi gigi (ginggiva) tanpa adanya kerusakan tulang, keadaan ini dikenal dengan gingivitis. Apabila penyakit gingiva tidak ditanggulangi sedini mungkin maka proses penyakit akan terus berkembang mempengaruhi tulang alveolar, ligamen periodontal atau sementum, keadaan ini disebut dengan periodontitis.

B. Etiologi Gingivitis dapat disebabkan beberapa hal, diantaranya kebersihan mulut yang buruk dan penumpukan karang gigi (kalkulus/tartar). Sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan secara seksama menjadi tempat pertumbuhan bakteri. Dengan meningkatnya kandungan mineral dari air liur, plak akan mengeras menjadi karang gigi (kalkulus). Karang gigi dapat terletak di leher gigi dan terlihat oleh mata sebagai garis kekuningan atau kecoklatan yang keras dan tidak dapat dihilangkan hanya dengan menyikat gigi. Kalkulus juga dapat terbentuk di bagian dalam gusi (saku gusi/poket). Kalkulus adalah tempat pertumbuhan yang baik bagi bakteri, dan dapat menyebabkan radang gusi sehingga gusi mudah berdarah. Ada beberapa keadaan yang dapat menimbulkan peradangan pada ginggiva, antara lain kehamilan, diabetes mellitus, penggunaan obat seperti kortikosteroid dan siklosporin, leukemia dan merokok.
27

Pembesaran dan peradangan gusi pada ibu hamil disebabkan oleh aktivitas hormonal estrogen dan progesterone yang meningkat. Peningkatan konsentrasi hormon progesteron dan estrogen menyebabkan pelebaran pembuluh darah sehingga aliran darah bertambah, termasuk aliran darah di gusi. Gusi menjadi lebih merah, bengkak, dan mudah berdarah. Pembesaran gusi ibu hamil dimulai pada trisemester pertama sampai ketiga masa kehamilan dan akan mengalami penurunan pada kehamilan bulan ke-9 dan beberapa hari setelah melahirkan.

Gingivitis pada kehamilan

Gingivitis pada Diabetes mellitus

Gingivitis pada leukemia

Gingivitis karena obat

Pada penderita diabetes mellitus (DM) tejadi beberapa keadaan-keadaan yang menyebabkan kerentanan penderita DM untuk menderita ginggivitis, antara lain: perubahan vaskular, perubahan mikroflora, disfungsi neutrofil, perubahan metabolisme kolagen ginggiva serta adanya peran HLA (DR3 dan DR4). Pada penderita leukemia, gingivitis dapat menjadi tanda awal dari leukemia pada sekitar 25% penderita anak-anak. Penyusupan (infiltrasi) sel-sel leukemia ke dalam gusi menyebabkan gingivitis dan berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi akan semakin memperburuk keadaan ini. Gusi tampak merah dan mudah berdarah. Perdarahan seringkali berlanjut sampai beberapa menit atau lebih karena pada penderita leukemia, darah tidak membeku secara normal. Penggunaan kortikosteroid dan siklosporin menyebabkan supresi sistem imun sehingga infeksi dan peradangan pada gusi lebih mudah terjadi. Para perokok umumnya memiliki jumlah karang gigi yang lebih banyak dibanding bukan perokok. Karang gigi yang tidak dibersihkan serta gangguan sirkulasi darah ke gusi merupakan penyebab mudahnya terjadi infeksi dan peradangan pada gusi (gingivitis). C. Gambaran

28

Gingiva sehat

Gingivitis

Derajat gingivitis (De La Garza, 2011)

D. Diagnosis Karakteristik gingiva yang sehat adalah warnanya merah muda, bagian tepi gingiva tipis dan tidak bengkak, permukaan gingiva tidak rata tapi stippled, sulkus gingiva tidak dalam (<2mm, jika lebih disebut poket), tidak ada eksudat, tidak mudah berdarah, konsistensi kenyal. Sedangkan pada gingivitis warnanya merah atau merah keunguan, bagian tepinya bengkak, ada eksudat, mudah berdarah saat sikat gigi, gusi bengkak, konsistensinya empuk/ lunak dan kadang nyeri, nafas bau serta tampak timbunan plak pada gigi. E. Terapi Kondisi yang menyebabkan dan memperburuk gingivitis harus diatasi. Plak dibersihkan dan kebersihan mulut diperbaiki. Pasien diedukasi untuk melakukan sikat gigi minimal dua kali sehari, pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur. Selain itu, flossing dilakukan sekali dalam sehari untuk membersihkan plak dan sisa makanan di celah gigi. Bila terdapat kalkulus, dapat dilakukan pembersihan / skeling. Antibiotik diberikan bila ada indikasi. Penyakit sistemik yang mendasari gingivitis juga harus diatasi. Penanganan gingivitis

29

yang sama berlaku pada ibu hamil. Pada pasien leukemia, perdarahan gusi dapat dikurangi dengan menggunakan bantalan busa sebagai ganti sikat gigi.

IX. PERIODONTITIS
A. Definisi Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga gigi (jaringan periodontium). Pada periodontitis, perlekatan antara antara jaringan periodontal dengan gigi mengalami kerusakan. Jaringan penyangga terdiri dari gusi, processus alveolar dan ligamentum periodontal (selapis tipis jaringan ikat yang memegang gigi dalam kantongnya; berfungsi juga sebagai media peredam antara gigi dan tulang) (Gopar, 2009).
B. Etiologi dan Patogenesis

Penyebab utama periodontitis adalah plak. Plak gigi adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Selain plak gigi sebagai penyebab utama periodontitis, ada beberapa faktor yang menjadi faktor resiko periodontitis. Faktor ini bisa berada di dalam mulut atau lebih sebagai faktor sistemik terhadap host. Secara umum faktor resiko penyakit periodontal adalah oral hygiene yang buruk, penyakit sistemik, umur, jenis kelamin, taraf pendidikan dan penghasilan.

30

Periodontitis dimulai dengan gingivitis. Gingivitis yang tidak dirawat akan menyebabkan kerusakan tulang pendukung gigi atau disebut periodontitis. Sejalan dengan waktu, bakteri dalam plak gigi akan menyebar dan berkembang kemudian toksin yang dihasilkan bakteri akan mengiritasi gingiva sehingga merusak jaringan pendukungnya. Gingiva menjadi tidak melekat lagi pada gigi dan membentuk saku (poket periodontal) yang akan bertambah dalam sehingga makin banyak tulang dan jaringan pendukung yang rusak. Poket periodontal digolongkan dalam 2 tipe, didasarkan pada hubungan antara epitelium junction dengan tulang alveolar.
1. Poket periodontal suprabony yaitu dasar poket merupakan bagian koronal dari puncak

tulang alveolar.
2. Poket periodontal infrabony yaitu dasar poket merupakan bagian apikal dari puncak tulang

alveolar (Cilmiaty, 2009) Bila periodontitis berlanjut terus dan tidak segera dirawat maka lama kelamaan gigi akan longgar dan lepas dengan sendirinya. C. Gambaran

D. Diagnosis Pasien bisa saja datang tidak dengan keluhan sakit gigi atau gejala lainnya, namun melalui anamnesis dan pemeriksaan gigi, tanda-tanda periodontitis yang perlu diperhatikan adalah: gusi berdarah saat menggosok gigi, gusi berwarna merah, bengkak dan lunak, terlihat adanya bagian gusi yang turun dan menjauhi gigi,
31

terdapat nanah diantara gigi dan gusi, gigi goyang. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan periodontal probing, yaitu teknik yang digunakan

untuk mengukur kedalaman poket periodontal (kantong yang terbentuk di antara gusi dan gigi). Kedalaman poket ini dapat menjadi salah satu petunjuk seberapa jauh kerusakan yang terjadi. Sebagai tambahan, pemeriksaan radiografik (x-rays) juga perlu dilakukan untuk melihat tingkat keparahan kerusakan tulang.

E. Terapi 1. Root planing dan kuretase, yaitu

pengangkatan plak dan jaringan yang rusak dan mengalami peradangan di dalam poket dengan menggunakan kuret. 2. Bila dengan kuretase tidak berhasil, maka perlu dilakukan gingivectomy. 3. Operasi dengan teknik flap, yaitu prosedur pembukaan jaringan gusi, menghilangkan kotoran dan jaringan yang meradang di bawahnya. 4. Antibiotik untuk menghentikan infeksi pada gusi dan jaringan di bawahnya. 5. Perbaikan kebersihan mulut.

32

X. CANDIDIASIS
A. Definisi Kandidiasis oral merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut berupa lesi merah dan lesi putih yang disebabkan oleh jamur jenis Candida sp, dimana Candida albicans merupakan jenis jamur yang menjadi penyebab utama. Terdapat sekitar 30-40% Candida albicans pada rongga mulut orang dewasa sehat, 45% pada neonatus, 45-65% pada anak-anak sehat, 50-65% pada pasien yang memakai gigi palsu lepasan, 65-88% pada orang yang mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang, 90% pada pasien leukemia akut yang menjalani kemoterapi, dan 95% pada pasien HIV/AIDS.
B. Epidemiologi

Kandidiasis oral dapat menyerang semua umur, baik pria maupun wanita. Meningkatnya prevalensi infeksi Candida albicans ini dihubungkan dengan kelompok penderita HIV/AIDS, penderita yang menjalani transplantasi dan kemoterapi maligna. Odds dkk ( 1990 ) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dari 6.545 penderita HIV/AIDS, sekitar 44.8% adalah penderita kandidiasis. Kandidiasis adalah penyakit infeksi oportunistik. Pada orang sehat tidak menyebabkan
masalah apapun dalam rongga mulut, namu n karena faktor patogenitas jamur (faktor

pejamu) dan faktor ketahanan tubuh pasien (faktor host), jamur tersebut dapat tumbuh secara berlebihan dan menginfeksi rongga mulut. Faktor yang berpengaruh pada patogenitas jamur adalah proses perlekatan sel Candida ke dinding sel epitel host (proses adhesi), perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa, dan produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartic proteinase. Sedangkan faktor host dipengaruhi oleh faktor lokal seperti adanya gangguan fungsi kelenjar ludah, pemakaian gigi tiruan lepasan; serta faktor sistemik seperti usia, penyakit sistemik seperti diabetes, kondisi imunodefisiensi seperti HIV, keganasan seperti leukemia, defisiensi nutrisi, dan pemakaian obat-obatan seperti antibiotik spektrum luas dalam jangka waktu lama, kortikosteroid, dan kemoterapi. C. Gambaran Temuan kasus oral thrush di RSDM

33

Nama No RM Bangsal

: Tn. K.W. : 01072054 : Melati 3

Nama No RM Bangsal

: Tn. S. : 01064607 : Anggrek 1 Tumor Mediastinum

Tgl Masuk : 18 Juni 2011 Diagnosis : Kandidiasis oral; B20 Terapi : Candistatin drop; Ketokonazol

Tgl Masuk : Diagnosis : Kandidiasis oral Terapi :Candistatin; triamcinolone

D. Klasifikasi dan Gambaran Klinis

Gambaran klinis kandidiasis oral tergantung pada keterlibatan lingkungan dan interaksi organisme dengan jaringan pada host. Adapun kandidiasis oral dikelompokkan atas tiga, yaitu : 1. Akut, dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: a. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut (Thrush) -

Keluhan pasien: rasa terbakar di mulut. Pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis: plak mukosa yang putih, difus,

bergumpal atau seperti beludru, terdiri dari sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur, dapat dihapus meninggalkan permukaan merah dan kasar. -

Dijumpai pada mukosa pipi, lidah, dan palatum lunak. Diderita oleh pasien dengan sistem imun rendah, seperti HIV/AIDS, pada

pasien yang mengkonsumsi kortikosteroid, dan menerima kemoterapi. b. Kandidiasis Atropik Akut Keluhan: sakit pada rongga mulut seperti terbakar. Pemeriksaan makroskopis: daerah permukaan mukosa oral mengelupas dan

tampak sebagai bercak-bercak merah difus yang rata.

34

Diderita pasien yang minum antibiotik spektrum luas, terutama Tetrasiklin,

yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem oral antara Lactobacillus acidophilus dan Candida albicans.

Kandidiasis atropik akut

Kandidiasis atropik kronik

2. a.

Kronik, dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : Kandidiasis Atropik Kronik (Denture Stomatitis / alergi gigi tiruan) -Mukosa palatum maupun mandibula yang tertutup basis gigi tiruan akan menjadi merah. -Enam puluh persen diderita oleh pemakai gigi tiruan terutama pada wanita tua yang sering memakai gigi tiruan selagi tidur. b. Kandidiasis Hiperplastik Kronik -Timbul pada mukosa bukal atau tepi lateral lidah berupa bintik-bintik putih yang tepinya menimbul tegas dengan beberapa daerah merah. -Dapat berkembang menjadi displasia berat atau keganasan, dan kadang disebut sebagai Kandida leukoplakia. -Bintik-bintik putih tersebut tidak dapat dihapus, sehingga diagnosa harus ditentukan dengan biopsi. -Paling sering diderita oleh perokok.

Kandidiasis Hiperplastik Kronik

Median Rhomboid Glositis

Kelitis angularis

c.

Median Rhomboid Glositis

35

-Daerah simetris kronis di anterior lidah ke papila sirkumvalata, tepatnya terletak pada duapertiga anterior dan sepertiga posterior lidah. -Gejala penyakit ini asimptomatis dengan daerah tidak berpapila. 3. o o o E. Terapi Adapun perawatan kandidiasis oral yaitu dengan menjaga kebersihan rongga mulut, memberi obat-obatan antifungal baik lokal maupun sistemik, dan berusaha menanggulangi faktor predisposisi, sehingga infeksi jamur dapat dikurangi. Kebersihan mulut dapat dijaga dengan menyikat gigi maupun menyikat daerah bukal dan lidah dengan sikat lembut. Pada pasien yang memakai gigi tiruan, gigi tiruan harus direndam dalam larutan pembersih seperti Klorheksidin, hal ini lebih efektif dibanding dengan hanya meyikat gigi tiruan, karena permukaan gigi tiruan yang tidak rata dan poreus menyebabkan Kandida mudah melekat, dan jika hanya menyikat gigi tiruan tidak dapat menghilangkannya. Selain menjaga kebersihan rongga mulut dan memberi obat-obatan antifungal pada pasien, faktor predisposisi juga harus ditanggulangi. Penanggulangan faktor predisposisi meliputi pembersihan dan penyikatan gigi tiruan secara rutin dengan menggunakan cairan pembersih, seperti Klorheksidin, mengurangi rokok dan konsumsi karbohidrat, mengunyah permen karet bebas gula untuk merangsang pengeluaran saliva, menunda pemberian antibiotik dan kortikosteroid, menangani penyakit yang dapat memicu kemunculan kandidiasis seperti penanggulangan penyakit diabetes, HIV, dan leukemia. Keilitis Angularis Infeksi Candida albicans pada sudut mulut, dapat bilateral maupun unilateral. Sudut mulut yang terkena infeksi tampak merah dan pecah-pecah, dan terasa sakit Terjadi pada penderita defisiensi vitamin B12 dan anemia defisiensi besi

ketika membuka mulut. (Miftahullaila. 2010).

XI.

ACUTE NECROTIZING ULCERATIVE GINGIVITIS

A. Definisi

36

Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG), dikenal juga sebagai Vincents syndrome dan trench mouth, adalah peradangan yang terjadi pada gusi akibat infeksi bakteri; yang berkembang akut progresif cepat (Wikipedia, 2011; Mayoclinic, 2010). B. Etiologi Stres dan perokok berat adalah faktor risiko utama untuk ANUG. Selain stress dan merokok, faktor risiko lain yang meningkatkan angka kejadian ANUG adalah kebersihan mulut yang buruk, gizi kurang, infeksi pada rongga mulut dan tenggorokan dan sistem imun yang lemah seperti pada pasien HIV/AIDS. Semua faktor risiko tersebut mendorong peningkatan pertumbuhan bakteri penyebab ANUG. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG) disebabkan oleh infeksi bakteri, termasuk bakteri anaerob seperti P. intermedia, Fusobacterium, dan spirochaeta seperti Borrelia serta Treponema (American Academy of Periodontology, 2010).
C. Gejala dan Tanda -

Nyeri gusi berat, walau tidak ada penekanan pada gusi Gusi bengkak, merah, dan mudah berdarah Gingival berkeratin, gaung luka diantara gigi dan gusi Mulut berbau Demam (jarang terjadi) Pembesaran limfonodi di kepala, leher, atau rahang (Mayoclinic, 2010).

D. Diagnosis Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dengan ditemukannya gejala dan tanda yang timbul pada ANUG, pemeriksaan fisik dan rongga mulut. Perbedaan antara ANUG dengan penyakit gusi yang lain yaitu: Pada ANUG, nyeri dirasakan dengan sangat walaupun tidak ada penekanan pada gusi. Segitiga lancip gusi di antara kedua gigi tidak lagi lancip, melainkan mendatar atau menurun, bahkan menghilang. ANUG berkembang lebih cepat dibanding perkembangan penyakit gusi yang lain. Pada pemeriksaan foto rontgen, processus alveolaris terkikis atau hilang.

E. Gambaran
37

F. Terapi Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG) dapat dicegah dengan menghindari faktor risiko termasuk menjaga kebersihan rongga mulut dan gigi. Penanganan ANUG membutuhkan beberapa kali kunjungan ke dokter gigi. Pada kunjungan pertama, dokter gigi akan mengatasi gejala dan tanda. Gusi yang sakit akan dianestesi lokal kemudian jaringan mati diambil (debridement jaringan nekrotik), kalkulus dibersihkan. Setelah perawatan dokter, kebersihan rongga mulut harus dijaga, kerapkali berkumur dengan air hangat yang dicampur garam atau obat kumur antibakteri yang mengandung klorheksidin, serta menghindari rokok dan alkohol. Antiobiotik dapat diberikan pada kasus yang parah. Setelah satu atau dua hari dilakukan evaluasi. Pada kunjungan kedua, akan dilakukan skeling dan root planning. Pada kunjungan ketiga, biasanya keluhan sudah sangat berkurang bahkan sudah tidak ada.

XII. GLOSSITIS
A. Definisi Glositis adalah suatu keradangan pada lidah. Glossitis bisa bisa terjadi akut atau kronis. Penyakit ini juga merupakan kondisi murni dari lidah itu sendiri atau merupakan cerminan dari penyakit tubuh yang penampakannya ada pada lidah. Glossitis dapat menyerang semua lapisan usia. Penyakit ini sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan (Wikipedia, 2011). B. Etiologi Penyebab glossitis bermacam-macam, bisa lokal dan sistemik. Penyebab glossitis dapat diuraikan sebagai berikut:
38

1. Penyebab Lokal
- bakteri dan infeksi virus, - trauma atau iritasi mekanis dari sesuatu yang terbakar, gigi atau peralatan gigi - iritasi lokal seperti dari tembakau, alkohol dan makanan yang pedas ataupun makan

yang berbumbu,
- alergi dari pasta gigi dan obat kumur.

2. Penyebab Sistemik
-

kelainan nutrisi, penyakit kulit dan infeksi sistemik, keadaan kekurangan gizi (malnutrisi) yaitu kurangnya asupan vitamin B, penyakit kulit seperti oral lichen planus, erythema multiforme, aphthous ulcers, and infeksi seperti syphilis and human immunodeficiency virus (HIV),

pemphigus vulgaris,
-

C. Gambaran

D. Diagnosis Penegakkan diagnosis dimulai dari anamnesis. Dari anamnesis, dapat ditemukan keluhan nyeri lidah, sulit untuk mengunyah, menelan atau untuk bercakap cakap. Lidah yang mempunyai kelainan ini permukaannya akan terlihat halus (pada anemia pernisiosa), dapat ditemukan beberapa ulserasi atau borok yang terlihat pada lidah ini, lidah terlihat bengkak serta adanya perubahan warna lidah, lidah berwarna pucat pada penderita anemia pernisiosa dan berwarna merah gelap bila penyebab glossitis adalah kekurangan vitamin B yang lain. Penyebab glossitis secara pasti dicari melalui pemeriksaan yang mendalam, seperti biopsy (Vorvick et. al, 2011). E. Terapi
39

Penanganan glossitis tergantung dari kausanya. Antibiotik diberikan bila kelainan melibatkan bakteri. Bila penyebabnya adalah defisiensi gizi, maka diperlukan supplement yang memadai, seperti pemberian zat besi karena ciri defisiensi utama dari glossitis ini adalah anemia defisiensi besi. Pembengkakan dan rasa tidak nyaman di mulut diatasi dengan pemberian kortikosteroid. Obat kumur yaitu campuran setengah teh baking soda dan dicampur dengan air hangat akan membantu keadaan ini. Kebersihan rongga mulut, dengan penggunaan sikat gigi, dental floss dan membersihkan lidah selepas makan, harus diusahakan untuk mencegah kekambuhan. Penggunaan bahan obat atau makanan yang merangsang iritasi lidah sebaiknya dihindari, termasuk makanan yang panas dan mengandung alkohol. Berhenti merokok dan penggunaan tembakau dalam jenis apapun. Indikasi rawat inap pasien glossitis adalah bila lidah sudah menghalangi jalan napas oleh proses enlargement.

XIII.
A. Definisi

LEUKOPLAKIA

Leukoplakia adalah lesi putih keratosis sebagai bercak atau plak pada mukosa mulut yang tidak dapat diangkat dari dasar mulut dengan cara usapan atau kikisan dan secara klinis maupun histopatologi berbeda dengan penyakit lain di dalam mulut (Wikipedia, 2011). B. Etiologi Etiologi dari leukoplakia digolongkan menjadi 2, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal terdiri dari tembakau, alkohol, iritasi mekanis dan kemis, reaksi elektrogalvanik dan kandidiasis. Penggunaan rokok merupakan faktor risiko utama penyebab leukoplakia, karena unsur resin dan tar di dalamnya mudah mengiritasi mukosa.
40

Faktor sistemik terdiri dari defisiensi vitamin A, vitamin B kompleks, sifilis tertier dan anemia siderofenik. Keadaan ini disertai dengan glossitis atrofik sehingga pasien-pasien ini mudah sekali terkena leukoplakia dan karsinoma mulut.

C. Klasifikasi Burket (1994), berdasarkan bentuk klinisnya, menggolongkan leukoplakia dalam 3 jenis: 1. Homogenous leukoplakia (leukoplakia kompleks) Suatu lesi setempat atau bercak putih yang luas, memperlihatkan suatu pola yang relatif konsisten, permukaan lesi berombak-ombak dengan pola garis-garis halus, keriput atau papilomatous. 2. Nodular leukoplakia (bintik-bintik) Suatu lesi campuran merah dan putih, dimana nodul-nodul keratotik yang kecil tersebar pada bercak-bercak atrofik (eritroplakik) dari mukosa. Dua pertiga dari kasus menunjukkan tanda-tanda displasia epitel atau karsinoma pada pemeriksaan histopatologik. 3. Verrucous leukoplakia Lesi putih di mulut, dimana permukaannya terpecah oleh banyak tonjolan seperti papila yang berkeratinisasi tebal, serta menghasilkan suatu lesi pada dorsum lidah.

D. Gambaran

E. Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnese lengkap, pemeriksaan klinis rutin yang teliti (bentuk morfologi lesi, warna, predileksi tempat dan perubahan-perubahan serta perbedaan-perbedaan dengan jaringan sekitar) dan yang terakhir dengan pemeriksaan biopsi. 1. Anamnesis
41

Dalam melakukan anamnese perlu diketahui usia, jenis kelamin, pekerjaan, kesehatan umum, kebiasaan sehari-hari misalnya merokok, minum alkohol, mengunyah sirih dan menyuntil tembakau. Dahulu, penderita leukoplakia didominasi oleh usia lanjut akibat penurunan daya tahan tubuh. Namun sekarang lebih didominasi oleh usia muda akibat konsumsi rokok. Frekuensi penderita pria dan wanita adalah seimbang karena sudah banyak wanita yang merokok. 2. Gambaran Klinis Pada keadaan awal, lesi tidak terasa pada perabaan, agak bening dan putih keruh. Selanjutnya plak meninggi dengan tipe yang berkembang tidak teratur. Lesi berwarna putih kabur. Kemudian lesi menjadi tebal, berwarna putih, menunjukkan anya pengerasan, membentuk fisura-fisura dan terakhir adalah pembentukan ulser.Gambaran klinis leukoplakia bentuk homogen (kecuali yang didasar muluy) cenderung mempunyai risiko displasia rendah, namun nodular, speckled dan erosiva mempunyai risiko tinggi, khususnya jika mempunyai displasia berat. Bentuk-bentuk lesi leukoplakia yang kemudian berubah menjadi ganas adalah bentuk verukosa dan bentuk nodular. 3. Pemeriksaan histopatologi Pemeriksaan morfologi sel atau jaringan pada sediaan mikroskop dengan pewarnaan rutin Hematoksilin-Eosin (HE). 4. Pemeriksaan sitologik eksfoliatif Digunakan untuk menegakkan diagnosa keganasan. Pemeriksaan sitologik eksfoliatif memiliki kelebihan yaitu dapat mendeteksi keadaan keganasan sedini mungkin dan merupakan kontrol pada false negatif biopsi serta menghindari biopsi yang tidak perlu. Faktor yang mempengaruhi ketepatan pemeriksaan adalah lokasi dan jenis lesi, ketebalan lapisan keratin atau keadaan hiperkeratotik akan menyebabkan sel-sel yang mengalami diskeratosis sulit untuk ikut teridentifikasi karena tersembunyi (Meiliza, 2004). F. Terapi Pencegahan leukoplakia adalah dengan menghindari faktor predisposisi seperti rokok dan alkohol, menghindari iritasi kronik seperti akibat paparan kontinu bagian tajam dari gigi. Biopsi dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pemberian beta karoten dapat memperlambat perkembangan penyakit (Dugdale et. al, 2009).

42

43

You might also like