You are on page 1of 23

1.0 Pengenalan Dalam bahasa Banjar dikenal istilah bubuhan.

Secara sederhana, bubuhan dapat dipahami sebagai warga atau kelompok orang Banjar yang berada dalam satu ikatan kekerabatan luas yang bersandar pada garis keturunan, lokalitas (tempat kediaman), atau kesejarahan. Sebagai sebuah kelompok

bubuhan, maka ada sebutan, seperti: bubuhan gusti, bubuhan Alabio, bubuhan Kuin, bubuhan kelua, bubuhan alai, bubuhan pahuluan, bubuhan paunjunan, bubuhan Banjar, dan lain sebagainya. Dalam sistem bubuhan, tetuha atau tokoh bubuhan adalah orang-orang panutan dan dia sebagai tetuha memikul tanggung jawab untuk kepentingan anggota bubuhannya.

Selain ikatan kekerabatan luas, identitas kelompok bubuhan tidak terlepas dari sejarah terbentuknya kelompok masyarakat tersebut. Sebutan Bubuhan Banjar, misalnya, merupakan kelompok kekerabatan yang didasarkan atas kesamaan etnis/suku/puak, bahasa dan budaya (dan belakangan juga agama, khususnya Islam) yang bertempat tinggal di Kalimantan Selatan. Hal ini jelas bahwa Bubuhan Banjar membawahi berbagai kelompok bubuhan lainnya yang ada dalam masyarakat Banjar. Orang yang lahir dan bertempat tinggal di Banjarmasin, Martapura, Alabio, Nagara, Kandangan, Barabai, Amuntai, Tanjung dan berbahasa serta berbudaya Banjar, atau ujar Elbi Risalah/ Ustadz Jalil (penyelia

http://banjarsungaiganal.blogspot.com/ dan blog lainnya di Malaysia): HIDUP BANJAR, MATI BANJAR, maka sekat-sekat kelokalan atau tempat tinggal sebagai pengikat kekekerabatan mereka, digantikan dengan kekerabatan yang lebih luas, yakni berbahasa, berbudaya, dan beretnis yang sama yakni Banjar.

Seiring dengan diaspora orang Banjar ke berbagai tempat di Nusantara, maka komunitas orang Banjar juga terdapat di provinsi lainnya di Indonesia dan bahkan di Malaysia, Singapura, Brunei, Pattani, dan Mindanao. Oleh karena itu, dikenal pula sebutan, seperti: Bubuhan Banjar Tembilahan, Bubuhan Banjar Sapat, Bubuhan Banjar
1

Kuala Tungkal, Bubuhan Banjar Samarinda, Bubuhan Banjar Malaysia, dan lain sebagainya. Yang menjadi persoalan kemudian adalah apakah yang dimaksud orang Banjar itu etnis ataukah grup (campuran kebudayaan berbagai etnis). Siapakah orang Banjar itu? Bagaimanakah asal-usul dan perkembangannya?

Hingga saat ini memang belum ada telaah dokumen lintasan sejarah yang memadai atau komprehensif tentang rekonstruksi kesejarahan asal-usul etnis Banjar yang bermukim di Kalimantan Selatan. Umumnya, deskripsi latar belakang kesejarahan etnis Banjar lebih banyak berupa asumsi-asumsi yang didasarkan kepada data-data yang masih terbatas, dan kadang menimbulkan kontroversi atau silang pendapat. Salah satu sumber yang seringkali dijadikan rujukan untuk merekonstruksi identitas orang Banjar adalah Hikayat Banjar, yakni sebuah bentuk historiografi tradisional yang isinya sarat dengan unsur-unsur sastra yang imajinatif, mitos, dan pandangan hidup yang bercampur baur dengan unsur faktual dari peristiwa masa lalu. J.J. Ras dalam Marco Mahin (2004) menggolongkan Hikayat Banjar sebagai a malay myth of origin, yang artinya realibilitas data sejarahnya diragukan, tetapi sebagai teks sastra yang diproduk ketika masalah etnisitas belum menjadi issue hangat seperti sekarang ini, ia adalah sumber valid dan dapat diperhitungkan.

Siapakah orang Banjar itu? Etnis Banjar adalah orang-orang Banjar yang bertempat tinggal di Kalimantan Selatan. Mereka terdiri atas beberapa subetnis, yakni subetnis Banjar Kuala, subetnis Banjar Hulu (Pahuluan), maupun subetnis Batang Banyu.Noerid Haloei Radam (1996 dan 2001) maupun Alfani Daud (1997) menyatakan bahwa orang Banjar modern itu terbentuk dari adanya pertemuan dan percampuran antar kelompok Ngaju, Maanyan, dan Bukit yang menghasilkan tiga kelompok subetnis, yaitu Banjar Kuala, Banjar Batang Banyu, dan Banjar Pahuluan. Ketiga subetnis inilah yang sekarang disebut Etnis Banjar.

Ada pula yang mengatakan bahwa masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan bukan semata etnis melainkan juga grup, karena secara sosiologis merupakan percampuran berbagai etnis kebudayaan, seperti kebudayaan Melayu, Bukit, Ngaju, dan Maanyan.

Akan tetapi, memang diakui bahwa unsur Melayu terlihat lebih dominan, sebagaimana tercermin antara lain dari faktor kebahasaan. Disebutkan bahwa secara historis, etnis Banjar merupakan hasil pembaura yang berlangsung lama antara suku bangsa Melayu Tua (Proto Melayu) yang mendiami daerah Kalimantan Selatan, dengan suku bangsa yang datang kemudian, yaitu Melayu Muda (Deutero Melayu) yang mendiami daerah-daerah pantai dan tepian sungai besar (Depdikbud Kalsel, 1982).

Atas dasar pola genealogis masyarakat Banjar, maka istilah Banjar sebenarnya bukan sekedar konsep etnis semata, namun juga dikaitkan dengan konsep politis, sosiologis, dan agamis. Banjar adalah juga sebuah nama kerajaan Islam yang pada awalnya terletak di Banjarmasin. Dalam proses pembentukan Kerajaan Banjar maka Banjar Masih dengan pelabuhan perdagangannya yang disebut orang Ngaju sebagai Bandar Masih (Bandarnya orang Melayu) dijadikan sebagai ibukota kerajaan Banjar yang kemudian menjadi kota Banjarmasin. Dalam Hikayat Banjar disebutkan bahwa proses pembanjaran itu bermula dari datangnya saudagar Ampu Jatmika di pulau Hujung Tanah, mereka dan keturunannya kemudian mendirikan kerajaan Negara Dipa, Negara Daha, dan Kesultanan Banjarmasin. Dalam hikayat itu, ditemui istilah-istilah yang disandingkan dengan kata Banjar yang pada umumnya mengacu kepada pengertian wilayah kesultanan, yaitu wilayah kerajaan dimana penduduknya disebut orang Banjar dan rajanya disebut Raja (Sultan) Banjar (Usman, 1995).

Kerajaan Banjar adalah nama lain dari sebutan Kerajaan Banjarmasin atau Kesultanan Banjar. Pengaruh Kesultanan Banjar melebar meliputi gabungan seluruh wilayah yang saat ini dikenal sebagai Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan sebagian Kalimantan Timur bahkan ada beberapa daerah yang pada saat ini masuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat (Ideham, dkk., 2003).

Kerajaan Banjar yang berkembang sampai abad ke-19 merupakan sebuah kerajaan Islam merdeka dengan kesatuan wilayah geografis yang dihuni oleh suatu bangsa

dengan nama bangsa Banjar. Ketika kesultanan jatuh ke dalam kekuasaan kolonial Belanda, maka status bangsa Banjar turun derajatnya menjadi bangsa jajahan. Mereka tidak lagi disebut sebagai suatu bangsa (nation) akan tetapi hanya sebagai Urang Banjar (Usman, 1989).

Selain bahasa dan budaya, maka etnis Banjar juga dikonstruksikan sebagai sukubangsa yang beragama Islam sebagaimana antara lain dilekatkan oleh Alfani Daud (1997) maupun Noerid Haloei Radam (1996). Namun konstruksi itu mengandung sejumlah persoalan karena asumsi atau pendekatannya yang bersifat primordialisme, kasus seperti menjadi orang Banjar setelah memeluk agama Islam yang telah terjadi sejak Islamisasi di awal pembentukan Kesultanan Banjarmasin, kini masih terjadi pada orang Dayak yang memeluk agama Islam. Oleh karena itu, agama Islam lekat dengan kehidupan seni budaya dan adat istiadat orang Banjar. Berbagai upacara daur hidup dari kelahiran, anak-anak, dewasa, perkawinan, dan kematian selalu dilandasi atau paling tidak dipengaruhi oleh unsur-unsur Islam yang kadang berbaur dengan sisa-sisa kepercayaan lama.

2.0 Profil Etnik Kaum Banjar Masyarakat Malaysia terkenal kerana sifat majmuknya. Salah satu golongan etnik yang besar ialah kaum Banjar. Seperti golongan etnik lain, kaum Banjar juga merupakan satu golongan yang kompleks dan mempunyai sejarah yang tersendiri di negara ini. Kaum Banjar adalah tergolong dalam rumpun bangsa Melayu, walaupun begitu, tidak banyak yang diketahui tentang masyarakat ini. Keadaan ini agak berbeza dengan kaum Jawa yang lebih dikenali walaupun kedua-dua masyarakat ini mempunyai latar belakang penghijrahan yang hampir sama dan berasal dari negara yang sama iaitu Indonesia

Satu hal yang agak menarik juga, kedua-dua masyarakat tersebut tinggal di kawasan penempatan yang berdekatan di Malaysia, contohnya di daerah Batu Pahat di Johor, daerah Sabak Bernam dan Tanjung Karang di Selangor dan daerah Bagan Datoh di Perak. Sehingga kini, belum ada penulisan yang benar-benar lengkap tentang
4

sejarah kedatangan atau perkembangan masyarakat tersebut di negara ini, walaupun sumbangan mereka dalam bidang sosial, ekonomi dan politik bangsa Melayu khasnya di negara ini secara keseluruhannya tidak kurang pentingnya.

2.1 Bangsa Banjar

Kaum Banjar yang datang ke Tanah Melayu adalah berasal dari Kalimantan, Indonesia, di kawasan selatan Basin Barito, terutama sekali dari daerah Banjar Masin, iaitu pusat bandar daerah itu. Kawasan ini adalah terletak di bahagian tenggara Borneo.

Di antara daerah-daerah utama tempat asal kaum Banjar tersebut ialah dari daerah Balangan, Amuntai, Alai, Hamandit, Margasari dan Martapura. Sebahagian dari mereka juga berasal dari Sumatera Tengah di kawasan Bukit Tinggi dan Sepat. Daerah-daerah tersebut merupakan kawasan penanaman padi. Oleh demikian, mereka yang berhijrah ke Tanah Melayu adalah merupakan petani-petani yang mahir dalam penanaman padi. Disamping itu, pekerjaan khusus seperti melukis, tukang permata dan berniaga juga ditekankan oleh mereka. Pekerjaan inilah yang membezakan mereka dari suku-suku bangsa lain di daerah orang-orang Dayak yang tinggal lebih ke utara barat Banjar Masin. Masyarakat ini juga dikenali dengan kemahiran membuat peralatan dari besi, seperti peralatan pertanian dan senjata. Kebanyakan mereka suka tinggal di lembah beberapa buah sungai seperti di sepanjang lembah Sungai Baritodari Banjar Masin hingga ke Asuntai dan Tanjung di utara.

Tarikh migrasi masyarakat ini ke Tanah Melayu tidak dapat dipastikan, tetapi menurut Afred Bacon Hudson seorang pengkaji kaum Banjar, migrasi ini bermula dalam pertengahan abad ke 19. Penempatan yang awal sekali dapat dikesan ialah di Batu Pahat, Johor. Pada masa itu, mereka sering berulang alik berdagang dan berniaga kelapa kering melalui Siak, Bentan, Inderagiri terus ke Batu Pahat dan Singapura. Selain daripada itu Bagan Datoh di Perak juga dikatakan tempat pertapakan awal masyarakat ini di Tanah Melayu.

Salah satu sifat yang agak ketara terdapat dalam masyarakat Banjar ialah bersifat berani dan pemanas. Masyarakat ini pantang dicabar dan bersifat panas baran. Penggunaan senjata seperti pisau (biasanya disebu lading), parang panjang atau badik (sejenis pisau juga), tidak asing lagi bagi mereka terutama ketika berlaku pergaduhan. Dipercayai juga setiap keluarga orang Banjar pasti menyimpan sebilah parang panjang di rumah masing-masing untuk menjaga keselamatan mereka. Orang Banjar sering dianggap sebagai masyarakat yang gemar bergaduh oleh masyarakat lain.

Sebenarnya, sifat ini telah timbul secara turun temurun semenjak mereka menetap di Tanah Banjar lagi.

Keadaan alam sekeliling di Tanah Banjar yang penuh dengan hutan belukar dan binatang buas menjadikan mereka sentiasa berhadapan dengan cabaran dan halangan dalam meneruskan kehidupan mereka. Orang-orang yang berniaga pula sering berhadapan dengan lanun dan perompak memerlukan mereka sentiasa bertenaga dan bersedia untuk bertarung dengan pihak musuh. Perkara ini juga telah menyebabkan mereka suka menuntut ilmu-ilmu persilatan daripada pendekar-pendekar tempatan mahupun luar. Keadaan ini terbawa-bawa dan akhirnya telah menjadi sifat dan perangai mereka sehingga sekarang walaupun semakin berkurangan. Ciri-ciri ini jugalah yang sebenarnya menjadi penyebab kepada pergaduhan yang telah timbul di kawasan petempatan orang Banjar seperti di Sungai Manik, Teluk Intan, Perak pada tahun 1940an dan 1960an mahupun di Batu Pahat, Johor pada 13 Mei 1969, atas gabungan sifat mereka yang kuat peganganagama dan berani serta pemanas.

2.2 Struktur Masyarakat Banjar Dalam bahasa Banjar dikenal istilah bubuhan. Secara sederhana, bubuhan dapat difahami sebagai warga atau kelompok orang Banjar yang berada dalam satu ikatan kekerabatan luas yang bersandar pada garis keturunan, lokalitas (tempat kediaman), atau kesejarahan. Sebagai sebuah kelompok bubuhan, maka ada sebutan, seperti: bubuhan gusti, bubuhan Alabio, bubuhan Kuin, bubuhan kelua, bubuhan alai, bubuhan pahuluan, bubuhan paunjunan, bubuhan Banjar, dan lain sebagainya. Dalam

sistem bubuhan, tetuha atau tokoh bubuhan adalah orang-orang panutan dan dia sebagai tetuha memikul tanggung jawab untuk kepentingan anggota bubuhannya. Selain ikatan kekerabatan luas, identiti kelompok bubuhan tidak terlepas dari sejarah terbentuknya kelompok masyarakat tersebut. Sebutan Bubuhan Banjar, misalnya, merupakan kelompok kekerabatan yang didasarkan atas kesamaan etnis/suku/puak, bahasa dan budaya (dan belakangan juga agama, khususnya Islam) yang bertempat tinggal di Kalimantan Selatan. Hal ini jelas bahawa Bubuhan Banjar membawahi berbagai kelompok bubuhan lainnya yang ada dalam masyarakat Banjar.
Seperti sistem kekerabatan umumnya, masyarakat Banjar mengenal istilah-istilah tertentu sebagai panggilan dalam keluarga. Skema di samping berpusat dari ULUN sebagai penyebutnya.

Bagi ULUN juga terdapat panggilan untuk saudara dari ayah atau ibu, saudara tertua disebut Julak, saudara kedua disebut Gulu, saudara berikutnya disebut Tuha, saudara tengah dari ayah dan ibu disebut Angah, dan yang lainnya biasa disebut Pakacil (paman) dan Makacil (bibi), sedangkan termuda disebut Busu. Untuk memanggil saudara dari kai dan nini sama saja, begitu pula untuk saudara datu. Disamping istilah di atas masih ada pula sebutan lainnya, iaitu: minantu (suami / isteri dari anak ULUN) pawarangan (ayah / ibu dari minantu) mintuha (ayah / ibu dari suami / isteri ULUN) mintuha lambung (saudara mintuha dari ULUN) mamarina (sebutan umum untuk saudara ayah/ibu dari ULUN) sapupu sakali (anak mamarina dari ULUN) maruai (isteri sama isteri bersaudara) ipar (saudara dari isteri / suami dari ULUN) Untuk memanggil orang yang seumur boleh dipanggil ikam, boleh juga menggunakan kata aku untuk menunjuk diri sendiri. Sedangkan untuk menghormati atau memanggil yang lebih tua digunakan kata pian, dan kata ulun untuk menunjuk diri sendiri. (Lampiran 2)
7

2.3 Kepercayaan Orang Banjar meyakini sepenuhnya keenam rukun iman, dan melaksanakan dengan rajin kelima rukun Islam. Orang Banjar percaya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa Allahlah yang menciptakan alam dan seluruh isinya, termasuk makhluk-makhluk halus. Allah Maha Kuasa dan Maha Mengetahui, menciptakan segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada dan sanggup pula menjadikannya dari ada menjadi tidak ada. Sesuai dengan kemahatahuanNya ini, orang Banjar juga percaya bahwa Allah telah menentukan segala sesuatu sejak semula (azali), tetapi rincian tentang kepercayaan kepada takdir ini tidak berhasil diungkapkan. Kebanyakan orang Banjar yang berhijrah ke Tanah Melayu adalah terdiri daripada mereka yang kuat pegangan agama Islam dan mengamalkan cara hidup yang sederhana. Maka, tidak hairanlah bahawa masyarakat ini amat condong terhadap perkara-perkara yang berkaitan dengan agama Islam dalam kehidupan seharian mereka.Perkembangan pendidikan secara formal yang wujud dalam masyarakat ini hanyalah berupa kelas membaca al-Quran, mempelajari hal-ehwal syariat Islam sama ada di sekolah-sekolah agama rakyat mahupun di madrasah-madrasah. Bagi golongan yang berkemampuan pula, mereka menghantarkan anak-anak mereka ke sekolahsekolah arab mahupun pondok-pondok di tempat lain.

Bagi yang lebih berkemampuan, mereka juga turut menghantar anak-anak mereka ke Tanah Suci Mekah untuk mendalami ilmu agama. Amat kurang sekali yang menghantar anak-anak mereka ke sekolah-sekolah kerajaan mahupun ke sekolah Melayu kerana mereka berpendapat mata pelajaran yang di ajar tidak sesuai dan semata-mata hal-ehwal duniawi sahaja. Begitu juga dengan sekolah-sekolah Inggeris mereka khuatir anak-anak mereka akan terpengaruh dengan dakyah Kristian jika menghantar anak-anak mereka belajar di sekolah tersebut. Walaupun pada umumnya, fahaman sebegini wujud dikalangan masyarakat Melayu yang lain, tetapi keadaan yang
8

wujud dikalangan orang Banjar amat ketara sekali. Sebagai buktinya, sehingga awal tahun-tahun 60an, amat kurang sekali pegawai-pegawai kerajaan mahupun kakitangan yang berketurunan Banjar. Kalau pun ada, hanya pegawai-pegawai agama atau guruguru agama. Ringkasnya mereka lebih berminat untuk bergiat dalam bidang-bidang yang bersangkutan dengan hal-ehwal agama Islam sahaja. Kesan lain yang dapat diperhatikan dan masih kekal sehingga kini ialah terdapatnya dengan banyak sekali sekolah-sekolah agama rakyat, madrasah mahupun pondok-pondok dikawasankawasan yang majoriti penduduknya orang Banjar seperti di daerah Kerian, Perak mahupun di daerah Sabak Bernam, Selangor.

Keadaan kehidupan mereka juga amat sederhana, rumah mereka dikatakan kosong kerana tidak mempunyai alat-alat perabut seperti kerusi, meja dan almari. Peralatan yang ada seperti tikar mengkuang yang dibentangkan ketika tetamu datang dan lain-lain perkakas yang mustahak sahaja. Satu hal yang agak menarik juga ialah, masyarakat ini tidak suka bekerja makan gaji dengan kerajaan kerana mereka lebih suka bekerja sendiri khasnya dalam bidang pertanian. Perkara ini juga berkait dengan kebebasan untuk mereka membuat perkara-perkara sampingan khasnya untuk mendalami ilmu-ilmu keagamaan. Pekerjaan bertani khasnya penanaman padi mempunyai ruang masa yang banyak dan bebas untuk merekamelakukan perkaraperkara tersebut seperti ketika menunggu musim menuai dan seumpamanya. Kedudukan seseorang yang tinggi ilmu agama juga amat dihormati dan mendapat tempat yang istimewa di kalanganorang Banjar.

Nilai yang diberikan ke atas seseorang individu dalam masyarakat ini adalah berdasarkan keahliannya dalam ilmu-ilmu agama Islam. Nilai-nilai seperti ini menjadikan masyarakat ini begitu kuat dan taat berpegang kepada ajaran Islam dan kepada kepimpinan yang ahli dalam bidang agama Islam. Perkara ini jelas dilihat daripada kemenangan calon parti yang menjadikan Islam sebagai dasar perjuangan pada Pemilihan Umum Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1955 Kawasan Kerian, Perak yang telah diketahui majoriti daripada penduduknya terdiri daripada orang Banjar. Beliau yang dimaksudkan ialah Tuan Guru Haji Ahmad Haji Hussein, keturunan Syeikh
9

Muhammad Arsyad al Banjari, seorang tokoh ulama besar berasal dari Tanah Banjar, Kalimantan Selatan, Indonesia. (Lampiran 3)

2.4 Bahasa Banjar Bahasa Banjar dipergunakan oleh Suku Banjar yang mendiami hampir seluruh Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.Bahkan tersebaar secara luas sampai ke daerah daerah pesisir Kalimantan Tengah , Kalimantan Timur, Sumatera seperti di Muara Tungkal, Sapat dahn Tembilahan juga di daerah daerah Negara Malaysia. Bahasa Banjar ini dibawa oleh perantau orang orang Banjar. (Lampiran 4) Bahasa Banjar mempunyai dua dialek, iaitu : 1. Dialek Bahasa Banjar Kuala, yang umumnya dipakai oleh penduduk sekitar Banjarmasin, Martapura dan Pelaihari. 2. Dialek Bahasa Banjar Hulu, seperti di daerah daerah Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Balangan dan Tabalong. Perbezaan ini dapat dilihat dari : Perbezaan kosa kata seperti :

Banjar Kuala ................... . Banjar Hulu kawa .................................. hingkat = dapat mau ................................... hakun = mau, ingin gasan ............................... . hagan = untuk, buat jalan .................................. lalah, jaap = jalan

Perbezaan pengucapan fonem, seperti : Banjar kuala .................. Banjar Hulu gemet ............................. gimit, gamat = perlahan, pelan ember ............................. imbir = ember

10

harit ................................ arit = tahan longor .............................. lungur (sulah ) = botak

2.5 Adat Resam 2.5.1 Pukong Pukong ialah adat resam orang Banjar untuk menidurkan anak. Dengan meletakkan tangan bayi dalam keadaan kiam, dan kaki dibedung, bukan sahaja bayi dapat tidur dengan lena, malah bila membesar, cara berjalan anak dara Banjar kelihatan kemas. Banjar Sarawak menyebut pukong sebagai Onjon, namun caranya tetap sama. (Lampiran 5) 2.5.2 Perkahwinan Dahulu orang Banjar umumnya tidak mengenal istilah berpacaran sebelum memasuki jinjang perkawinan seperti yang kita ketahui sekarang. Namun, saat itu hanya dikenal istilah batunangan. iaitu, ikatan kesepakatan dari kedua orang tua masing-masing untuk mencalonkan kedua anak mereka kelak sebagai suami isteri. Proses batunangan ini dilakukan sejak masih kecil, namun umumnya dilakukan setelah akil balig. Hal ini hanya diketahui oleh kedua orang tua atau kerabat terdekat saja. Pelaksanaan upacara perkahwinan memakan waktu dan proses yang lama. Hal ini kerana harus melalui berbagai proses, antaranya ialah basasulah, batatakun atau melamar, bapapayuan atau bapatut jujuran, maatar jujuran atau meaatar patalian dan yang akhir sekali bakakawinan. (Lampiran 6)

2.6 Jantina 2.6.1 Konsep Basunat Basunat bagi masyarakat Banjar Masin, Kalimantan Selatan, merupakan hal yang sangat penting . Bahkan, keislaman seseorang belum dianggap sempurna apabila
11

orang tersebut belum bersunat. Oleh itu, orang banjar disunat (laki-laki berumur 6-12 tahun, dan perempuan biasanya lebih muda. Sunat bagi laki-laki dan perempuan adalah tidak sama. Di dalam masyarakat Banjar, terdapat tiga cara untuk menyunat anak laki-laki iaitu: a. Basupit. Disebut basupit karena kulit zakar yang harus dibuang dijepit dengan supitan yang terbuat dari kayu yang keras atau bambo selama dua sampai tiga minggu. Pemotongan dilakukan setelah kulup yang dijepit tersebut kering. Cara ini menimbulkan penderitaan yang luar biasa padaorang yang disunat, baik sebelum disunat mahupun setelahnya. Metode basupit ini masih dijalankan oleh masyarakat Banjar sampai tahun 1940-an. b. Basunat. Cara ini merupakan kelanjutan dari metode basupit. Jika pada basupit kulup zakar harus disepit dalam waktu 2-3 minggu, maka dalam basunat kulup disepit hanya pada saat dipotong. Dengan cara ini, penderitaan orang yang bersunat jauh berkurang. c. Penyunatan oleh doktor. Cara ini merupakan cara penyunatan paling moden. Jika pada basupit dan basunat orang yangmelakukan adalah ahli sunat yang mendapat keahlian melalui pewarisan dariorang tuanya, maka pada metode yang terakhir orang yang melakukan penyunatanmendapat keahlian melalui pendidikan formal Sementara itu, sunat perempuan dilakukan saat anak umur 1 tahun. Hal ini kerana anak belum malu untuk disunat. Sunat perempuan biasanya dilakukan dengan dua cara: a. Selembar kain putih dilubangi tengahnya lalu ditempelkan pada kemaluan anak perempuan hingga klitoris mencuat keluar kemudian dipotong atau dikerik. Jika dipotong, kekadang menimbulkan pendarahan, sedangkan jika dikerat biasanya tiada pendarahan. Bahagian luka pada klitoris diletak dengan hirisan kunyit untuk mengurangkan sakit.

Selesai bersunat, anak harus mematuhi beberapa larangan adat, misalnya dilarang melangkahi kotoran ayam kerana dipercayai mengakibatkan luka sunat mengalami bengkak sehingga melambatkan proses penyembuhan.

12

2.7 Demografi

Peta diatas menunjukkan penyebaran suku banjar di berbagai daerah Suku Banjar yang tinggal di Sumatera dan Malaysia merupakan anak cucu dari para penghijrah etnik Banjar yang datang dalam tiga gelombang migrasi besar. Pertama, pada tahun 1780 terjadi penghijrahan besar-besaran ke pulau Sumatera. Etnik Banjar yang menjadi pendatang ketika itu adalah para penyokong Pangeran Amir yang kalah dalam perang saudara Kerajaan Banjar, iaitu Pangeran Tahmidullah. Mereka terpaksa melarikan diri dari wilayah Kerajaan Banjar kerana sebagai musuh politik mereka sudah dijatuhkan hukuman mati. Kedua, pada tahun 1862 terjadi lagi penghijrahan besar-besaran ke pulau Sumatera. Etnik Banjar yang menjadi pendatang ialah para pendukung Pangeran Antasari dalam kemelut Perang Banjar. Mereka terpaksa melarikan diri dari pusat pemerintahan Kerajaan Banjar di kota Martapura atas alasan yang sama. Pasukan Residen Belanda yang menjadi musuh mereka dalam Perang Banjar yang sudah menguasai kota-kota besar di wilayah Kerajaan Banjar.

13

Ketiga, pada tahun 1905 etnik Banjar kembali melakukan penghijrahan besarbesaran ke pulau Sumatera. Kali ini mereka terpaksa melakukannya kerana Sultan Muhammad Seman yang menjadi Raja di Kerajaan Banjar ketika itu mati syahid di tangan Belanda. Penghijrahan suku Banjar ke Sumatera khususnya ke Tembilahan, Indragiri Hilir sekitar tahun 1885 di masa pemerintahan Sultan Isa, raja Indragiri sebelum raja yang terakhir. Tokoh etnik Banjar yang terkenal dari daerah ini ialah Syekh Abdurrahman Siddiq Al Banjari yang berasal dari Martapura, Banjar yang memegang jawatan sebagai Mufti Kerajaan Indragiri. Dalam masa-masa tersebut, suku Banjar juga berhijrah ke Malaysia antara lain ke negeri Kedah, Perak (Kerian, Sungai Manik, Bagan Datoh), Selangor (Sabak Bernam, Tanjung Karang), Johor (Batu Pahat) dan di Malaysia Timur, Sabah (Sandakan, Tenom, Keningau, Tawau), Sarawak (Kuching, Sri Aman). Tokoh etnik Banjar yang terkenal dari Malaysia adalah Syeikh Husein Kedah Al Banjari, iaitu bekas mufti Kerajaan Kedah. Salah seorang etnik tokoh Banjar dari Malaysia yang terkenal ketika ini ialah Dato Seri Harussani bin Haji Zakaria yang menjadi Mufti Kerajaan Negeri Perak. Daerah yang paling ramai terdapat etnik Banjar di Malaysia adalah daerah Kerian di Negeri Perak Darul Ridzuan. Organisasi suku Banjar di Malaysia adalah Pertubuhan Banjar Malaysia

14

3.0 Implikasi Kepelbagaian Sosiobudaya Kepelbagaian sosio-budaya dalam sistem masyarakat majmuk di negara kita secara tidak langsung banyak memberikan kesan kepada perkembangan sistem pendidikan secara umumnya dan kepada suasana pembelajaran secara khasnya. Oleh itu sebagai pendidik adalah sangat penting untuk mengetahui dan memainkan peranan sebagai seorang guru serta mengetahui implikasi kepada murid, sekolah dan kurikulum tersirat. Dalam usaha memberikan pendidikan yang seimbang kepada semua murid dari pelbagai kaum dan latar belakang, diharapkan dengan pengetahuan yang diperolehi daripada pendidikan akan dapat menghakis sikap prejudis guru dalam menangani kepelbagaian sosiobudaya murid, khususnya ketika mengendalikan aktiviti dalam pengajaran dan pembelajaran.

3.1 Guru Implikasi pertama iaitu dari aspek guru atau warga pendidik. Setiap guru yang mengajar di dalam kelas harus menjalankan tugas dengan penuh dedikasi dan bersikap profesional. Mereka seharusnya mengajar tanpa membezakan bangsa murid yang berada di dalam kelas berkenaan. Guru juga mestilah mengajar dengan tidak mengelompokkan murid mengikut kaum mereka sahaja dan dalam satu kumpulan sahaja. Sebaliknya setiap murid dari kaum yang berlainan dan jantina yang berbeza ditempatkan dalam satu kumpulan yang sama supaya peluang untuk mereka berinteraksi terbuka luas.

15

Kebijaksanaan guru mengendalikan kelas sosial murid akan mewujudkan pergaulan bebas dan tidak berkelompok hanya dalam sesuatu masyarakat atau kaum sahaja. Murid dari pelbagai golongan dapat bergaul dan berinteraksi sesama mereka tanpa ada sekatan budaya walaupun berbeza masyarakat. Melalui cara ini satu suasana pembelajaran yang interaktif akan terbentuk dan akan menjadikan pembelajaran lebih menyeronokkan kepada murid-murid. Dari aspek kepercayaaan pula, guru harus tidak menyentuh atau mempertikaikan kepercayaan yang diamalkan oleh murid-murid mereka. Setiap nilai dan kepercayaan yang diamalkan oleh murid-murid harus diterima dengan seadanya. Isu-isu sensitif dan berkaitan dengan agama murid yang berlainan kaum tidak harus dipertikaikan. Guru perlulah merancang aktiviti pembelajaran yang sesuai dengan semua kepercayaan, nilai dan agama murid mereka. Aspek bahasa harus diberi pertimbangan yang sewajarnya oleh guru. Murid yang terdiri daripada pelbagai kaum pastilah menyebabkan berlakunya dialek bahasa yang sedikit sebanyak akan memberikan impak kepada pembelajaran. Jurang yang berlaku akibat daripada penggunaan bahasa dialek haruslah dielakkan. Penggunaan bahasa yang standard akan memberi peluang yang sama rata kepada murid untuk mengambil bahagian dalam aktiviti pembelajaran. Ini kerana tidak semua kaum memahami penggunaan laras bahasa dialek. Perkembangan dan perubahan yang berlaku dalam bidang pendidikan hari ini menuntut perubahan perspektif masyarakat terhadap profesion keguruan. Profesion keguruan tidak boleh dianggap sebagai satu kerjaya yang boleh diceburi oleh sesiapa

16

sahaja. Hanya mereka yang mempunyai

kualiti, ketrampilan, kewibawaan, kelayakan,

minat, iltizam dan berjiwa pendidik sahaja yang layak menjadi guru. Di samping menuntut kesungguhan dan tanggungjawab guru, pemantapan kebajikan dan kerjaya akan terus diberi penekanan.

3.2 Murid Implikasi kedua adalah dari aspek murid. Murid diibaratkan pelanggan bagi setiap guru dalam bilik darjah. Mereka akan bersama setiap kali aktiviti pengajaran dan pembelajaran berlangsung dalam bilik darjah. Hati mereka perlu dibersihkan melalui pendidikan yang terbaik, yang melampaui tingkah laku manusia. Kerap kali terdapat perbezaan antara individu murid atau kumpulan murid dengan yang lain. Faktor ini mendesak guru menggunakan kemahiran secara optimum dalam pengurusan bilik darjah, dan adalah penting kepada guru untuk memahami tingkah laku dan budaya murid supaya sebarang tindakan dapat dilakukan mengikut kaedah yang betul dan tepat. Antara perkara yang boleh dijadikan panduan mengurus tingkahlaku murid, ialah menyenaraikan maklumat yang perlu murid ketahui tentang peraturan yang wajib mereka patuhi sepanjang masa pengajaran dan pembelajaran. Ini dilakukan beserta dengan sebab-sebab dan objektif. Murid yang terdiri dari pelbagai bangsa yang berlainan harus b e r s o s i a l dalam kelompok mereka terutamanya ketika melakukan aktiviti dalam pembelajaran. Mereka harus berinteraksi tanpa mengira kelas sosial sama ada dari golongan atasan atau bawahan. Sikap prejudis terhadap bangsa lain harus dielakkan supaya segala aktiviti yang dirancang dapat dilaksanakan dengan jayanya.

17

Kepercayaaan yang diamalkan oleh murid lain tidak harus dipertikaikan sesama mereka. Aktiviti yang dijalankan juga haruslah berupaya menyemai semangat saling mempercayai ke dalam jiwa murid. Proses sosialisasi antara kaum tanpa mengira anutan agama hendaklah dikembangkan supaya proses pembentukan kendiri murid dapat dilaksanakan. Secara tidak langsung semangat perpaduan dapat dijalin dalam masyarakat dan seterusnya berupaya membentuk masyarakat yang toleransi ke arah memacu pembangunan negara. Penggunaan bahasa yang standard harus diamalkan oleh murid. Unsur-unsur dialek mengikut kaum hendaklah dielakkan. Sebaik mungkin murid harus diingatkan agar sentiasa berinteraksi dengan menggunakan bahasa yang betul. Di samping itu penggunaan laras bahasa yang tepat mestilah diamalkan dalam situasi yang sesuai. Aktiviti yang bercorak ke arah peningkatan bahasa perlu disertai supaya tahap penguasaan bahasa murid sentiasa bertambah. Perbendaharaan kata yang tepat akan membantu murid mencapai kematangan sosial yang sepatutnya. Murid harus diterapkan supaya membiasakan diri datang ke bilik darjah tepat pada masanya. Guru dicadangkan agar menggunakan pelbagai kaedah pengajaran dan pembelajaran berlandaskan tahap pencapaian murid, yang dimulakan dengan set induksi yang menarik dan diikuti dengan aktiviti-aktiviti pembelajaran yang menghilangkan rasa kebosanan mereka atau melakukan beberapa tugasan yang berkaitan dengan isi-isi pengajaran tersebut.

18

3.3 Sekolah Implikasi ketiga ialah dari aspek sekolah. Pada masa ini terdapat pelbagai pilihan jenis sekolah dalam sistem pendidikan negara. Pada peringkat rendah, terdapat sekolah kebangsaan, SK,sekolah jenis kebangsaan Cina, SJKC dan sekolah jenis kebangsaan Tamil,SJKT. Pada peringkat menengah pula, terdapat sekolah berasrama penuh,SBP, sekolah menengah teknik, SMT, sekolah menengah kebangsaan agama, SMKA, Sekolah Model Khas dan SMK Harian. Kepelbagaian sosio budaya juga telah mewujudkan sekolah yang terdiri daripada pelbagai bangsa seperti sekolah jenis Cina, dan Tamil. Kementerian Pelajaran telah berusaha untuk mengatasi masalah kepelbagaian sosio budaya ini melalui aktiviti yang dijalankan di sekolah terutamanya melalui kegiatan sukan dan ko kurikulum.Program Integrasi Untuk Perpaduan (RIMUP) adalah salah satu daripada usaha Kementerian Pelajaran untuk memupuk perpaduan dalam kalangan murid tanpa mengira kaum. Pembinaan sekolah juga mengambil kira tahap kelas sosial masyarakat. Penduduk bandar dan luar bandar diberikan peluang yang sama untuk menerima pendidikan yang setaraf dengannya. Murid dari luar bandar juga kini telah menerima segala kemudahan yang penah dinikmati oleh murid di bandar suatu ketika dahulu. Ini menunjukkan integrasi antara kaum telah berjaya dilaksanakan di peringkat sekolah. Sekolah juga merupakan ruang untuk pendidik menerapkan kepercayaaan dan nilai dalam masyarakat. Murid harus diterapkan dengan nilai-nilai yang baik tanpa mengira latar

19

sosio budaya mereka. Pihak sekolah perlulah menggunakan bahasa rasmi dan bahasa penghantar dalam segala urusan rasmi. Sekolah Wawasan ditubuhkan untuk mewujudkan perpaduan dalam kalangan murid di sekolah. Sekolah ini adalah antara sekolah yang dahulunya terasing antara satu sama lain tetapi kini disatukan dalam satu sistem pendidikan yang seragam. Apabila murid-murid dari kaum Melayu, Cina, India dan kaum lain dapat berinteraksi sejak

peringkat awal persekolahan, ini dapat melahirkan satu generasi Malaysia yang bersifat pelbagai budaya. Penekanan semangat perpaduan dan integrasi antara kaum sejak kecil lagi iaitu sejak dibangku sekolah rendah akan lebih memudahkan kerana mereka ini masih boleh dilentur.

4.0 Kaedah Pengajaran dan Pembelajaran Yang Mesra Budaya Antara kaedah pengajaran dan pembelajaran yang sesuai untuk mewujudkan persekitaran bilik darjah yang mesra budaya ialah menggunakan kaedah menyusun murid-murid yang berbilang kaum duduk didalam satu kumpulan. Jika di dalam sesebuah kelas itu terdapat murid yang berbilang kaum, maka murid- murid tersebut sewajarnya dikumpulkan dalam kumpulan yang pelbagai kaum. Contohnya dengan menggabungkan murid- murid Cina, India, dan Melayu dalam satu kumpulan tempat duduk ataupun apabila beraktiviti. Dengan mencampuradukkan murid- murid yang berbilang kaum ini, murid- murid ini akan boleh berkomunikasi dan berinteraksi sesama mereka. Hal ini boleh mewujudkan suasana mesra antara mereka. Apabila pelbagai bangsa ini berinteraksi, pasti mereka menggunakan bahasa Melayu sebagai

20

bahasa perantaraan. Ini akan dapat mengelakkan salah faham antara murid- murid dan menambahkan lagi kemahiran berbahasa Melayu dalam kalangan murid yang tidak berbangsa Melayu. Selain itu, mewujudkan ruang fizikal dan peralatan serta kemudahan yang dapat memberi keselesaan, kegembiraan, dan memberi kesan positif kepada hasil pembelajaran murid. Contohnya, Untuk membina persekitaran P&P yang mesra budaya, keselesaan, kegembiraan serta hasil pembelajaran murid perlu dititikberatkan. Ruang fizikal boleh menjadi salah satu daya penarik dalam sesebuah bilik darjah. Contohnya ruang bacaan, sudut informasi, ruang hasil kerja murid dan sebagainya. Dengan wujudnya ruangan- ruangan seperti ini, guru boleh memupuk budaya positif seperti budaya cintakan ilmu dan budaya membaca. Selain itu, dengan mewujudkan ruang hasil kerja murid, guru boleh meningkatkan motivasi murid untuk belajar, mencuba sesuatu yang baru dan memperkembangkan bakat yang dimiliki. Disamping itu, guru juga boleh menggunakan kaedah belajar sambil bermain. Kaedah main merupakan satu kaedah yang amat sinonim dalam P&P sekolah rendah. Main merupakan satu aktiviti yang menyeronokkan dan dapat menarik perhatian murid- murid. Ia juga adalah budaya bagi golongan kanak- kanak. Dalam budaya pelbagai kaum seperti kaum Melayu, Cina, India, Bajau, Iban dan sebagainya pasti ada permainan tradisi. Permainan tradisi juga merupakan satu budaya. Dengan menggunakan permainan tradisi sesuatu kaum dalam P&P, guru bukan sahaja boleh mengajar topik yang perlu diajar tetapi pada masa yang sama boleh menyerapkan ilmu pengetahuan tentang budaya sesuatu kaum itu kepada murid- muridnya.

21

5.0 Kesimpulan Komunikasi di dalam negara yang berbilang kaum perlu dilakukan dengan berhati hati agar proses komunikasi tersebut tidak menyentuh sensitiviti masyarakat dan sekali gus diangap sebagai rasis. Individu yang berinteraksi dan berkomunikasi silang budaya seharusnya mengetahui perbezaan budaya dan pengaruh budaya ke atas komunikasi. Silap cara berkomunikasi akan menimbulkan tanggapan yang berbeza di antara sesuatu kaum. Berkomunikasi silang budaya seharusnya komunikator mengetahui perbezaan budaya dan pengaruh budaya ke atas komunikasi. Selama ini mungkin ramai di antara kita leka dan tidak sensitif atau peka tentang identity buadaya kita sendrir serta budaya kaum yang lain. Kita tidak sedar bagaimana budaya mempengaruhi kita dan bagaimana komunikasi berkait rapat dengan budaya kita dan budaya kaum yang lain. Kita tidak akan mengenal budaya dan mengerti budaya kita jika kita tidak dapat membandingkan bagaimana budaya kita berbeza daripada budaya kaum yang lain. Dikatakan unsur kompratif adalah sangat perlu dalam mengetahui peranan dan pengaruh budaya ke atas kehidupan seharian kita agar komunikasi kita tidak dianggap sebagai komunikasi yang rasis. Seterusnya dapat mengimbangi keharmonian antara kaum dan etnik di Negara kita.

22

6.0 Bibiliografi Buku

A. Aziz Deraman.(2005).Masyarakat dan Kebudayaan Malaysia. Kuala Lumpur. Dewan Bahasa dan Pustaka. Ahmad Subki bin Maskon, Syed Ismail bin Syed Mustapa.(2010).Budaya dan Pembelajaran.Kuala Lumpur. Penerbitan Multimedia Sdn. Bhd. Jasiman Ahmad.(2007).Sivik dan Kewarganegaraan Kepelbagaian Budaya Malaysia.Kuala Lumpur. Jade Green Publications Sdn. Bhd. Rohana Yusof.(1996).Asas Sains Sosial. Kuala Lumpur. Dewan Bahasa dan Pustaka

Internet http://abubakar69.blogspot.com/2011/05/kom-silang-budaya-bagaimana-untuktidak.html http://ms.wikipedia.org/wiki/Orang_Banjar http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Banjar http://banjarcyber.tripod.com/artike9.html http://utuhpaloi.com/2011/09/09/pukong-identiti-orang-banjar/

23

You might also like