You are on page 1of 22

Hukum Perikatan A.

Ketentuan Umum tentang Perikatan Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda verbintenis. Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain. Hal yang mengikat itu adalah peristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli, hutang piutang, dapat berupa kejadian, misalnya kelahiran, kematian, dapat berupa keadaan, misalnya pekarangan berdampingan, rumah bersusun. Peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan hukum. 1.Pengaturan Hukum Perikatan Hukum Perikatan diatur dalam buku III KUHPdt. Hukum Perikatan ialah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang perikatan. Pengaturan tersebut meliputi bagian umum dan bagian khusus. 2.Prestasi dan Wanprestasi

Prestasi

Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi adalah objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Sifat prestasi 1)Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan; 2)Harus mungkin; 3)Harus diperbolehkan (halal); 4)Harus ada manfaat bagi kreditur; 5)Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan.

Wanprestasi

Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu: 1)Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kelalaian. 2)Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi di luar kemampuan debitur Debitur tidak bersalah. Ada tiga keadaan wanprestasi, yaitu: 1)Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali;

2)Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru; 3)Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat. 3.Keadaan Memaksa Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dipenuhinya prestasi oleh debitur karena terjadi peristiwa yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi ketika membuat perikatan. Dalam keadaan memaksa, debitur tidak dapat dipersalahkan, karena keadaan ini timbul di luar kemauan dan kemampuan debitur. Unsur-unsur keadaan memaksa adalah sebagai berikut: Tidak dipenuhi prestasi karena terjadi peristiwa yang memaksakan/ memusnahkan benda objek perikatan, atau Tidak dipenuhi prestasi karena terjadi perisitiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan. 4.Ganti Kerugian Kerugian dalam Pasal ini ialah kerugian yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi (lalai memenuhi perikatan). Kerugian tersebut wajib diganti oleh debitur terhitung sejak ia dinyatakan lalai. Ganti kerugian itu terdiri dari tiga unsur, yaitu: Ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan, misalnya ongkos cetak, biaya meterai, biaya iklan. Kerugian sesugguhnya karena kerusakan, kehilangan benda milik kreditur akibat kelalaian debitur, misalnya busuknya buah-buahan karena kelambatan penyerahan, ambruknya rumah karena kesalahan konstruksi sehingga merusakkan perabot rumah tangga. Bunga atau keuntungan yang diharapkan, misalnya bunga yang berjalan selama piutang terlambat diserahkan (dilunasi), keuntungan yang tidak diperoleh karena kelambatan penyerahan bendanya. 1.Hapusnya Perikatan Menurut ketentuan Pasal 1381 KUHPdt, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu: 1)Pembayaran 2)Penawaran pembayaran tunai diikuti penitipan. 3)Pembaharuan hutang (novasi) 4)Perjumpaan hutang (kompensasi)

5)Percampuran hutang 6)Pembebasan hutang 7)Musnahnya benda yang terhutang 8)Karena pembatalan 9)Berlaku syarat batal 10)Lampau waktu (daluarsa) Menurut ketentuan Pasal 1963 KUHPdt, untuk memperoleh hak milik atas suatu benda berdasarkan daluarsa (lampau waktu), harus dipenuhi unsur-unsur berikut ini: 1)Ada itikad baik 2)Ada alas hak yang sah 3)Menguasai benda itu terus menerus selama 20 tahun tanpa ada yang menggugat, atau jika tanpa alas hak, menguasai benda itu terus menerus selama 30 tahun tanpa ada yang menggugat. Daluarsa tidak berjalan atau tertangguh dalam hal-hal tersebut berikut ini: 1)terhadap anak yang belum dewasa, orang di bawah pengampunan. 2)terhadap istri selama perkawinan. 3)terhadap piutang yang digunakan pada suatu syarat selama syarat itu tidak terpenuhi. 4)Terhadap seorang ahli waris yang telah menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta peninggalan mengenai hutang piutangnya terhadap harta peninggalan (Pasal 1987 s/d 1991 KUHPdt). B.Perikatan yang Lahir dari Perjanjian Perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPdt, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Ketentuan Pasal ini kurang tepat, karena ada beberapa kesalahan yang perlu dikoreksi, yaitu: 1)Hanya menyangkut sepihak saja. 2)Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. 3)Pengertian perjanjian terlalu luas. 4)Tanpa menyebut tujuan. 1.Asas-Asas Perjanjian Hukum perjanjiannn mengenal beberapa asas penting yang merupakan dasar kehendak pihakpihak dalam mencapai tujuan. Beberapa asas tersebut adalah sebagai berikut: 1)Asas kekebasan berkontrak

2)Asas pelengkap 3)Asas konsensual 4)Asas obligator 2.Jenis-jenis Perjanjian 1)Perjanjian timbal balik dan sepihak 2)Perjanjian bernama dan tak bernama 3)Perjanjian obligator dan kebendaan 4)Perjanjian konsensual dan real 3.Syarat-Syarat Sah Perjanjian Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPdt syarat-syarat sah perjanjian adalah: a.Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (konsenssus). b.Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity) c.Ada suatu hal tertentu (objek) d.Ada suatu sebab yang halal (causa) 4.Akibat Hukum Perjanjian Sah Menurut ketentuan Pasal 1338 KUHPdt, perjanjian dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. 5.Pelaksanaan Perjanjian Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya selalu berupa pembayaran sejumlah uang, penyerahan suatu benda, pelayanan jasa, atau gabungan dari perbuatan-perbuatan tersebut. 6.Penafsiran dalam Pelaksanaan Perjanjian Untuk melakukan penafsiran dalam pelaksanaan perjanjian, undang-undang memberikan pedoman berupa ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1)Maksud pihak-pihak 2)Memungkinkan janji itu dilaksanakan 3)Kebiasaan setempat 4)Dalam hubungan perjanjian keseluruhan 5)Penjelasan dengan menyebutkan contoh

6)Tafsiran berdasarkan akal sehat. 7.Kewajiban Pokok dan Pelengkap Kewajiban pokok adalah kewajiban yang fundamental dalam setiap perjanjian. Jika tidak dipenuhi kewajiban pokok akan mempengaruhi tujuan perjanjian. Pelanggaran kewajiban pokok (fundamental) akan memberikan kepada pihak yang dirugikan hak untuk membatalkan atau memutuskan perjanjian, atau meneruskan perjanjian pokok merupakan dasar keseluruhan perjanjian. Suatu perjanjian dapat mencapai tujuan atau tidak, terngantung pada pemenuhan kewajiban pokok. C.Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang 1.Ketentuan Undang-Undang Perikatan yang diuraikan dalam bagian ini adalah perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai akibat dari perbuatan orang. Jadi, bukan orang yang berbuat itu menerapkan adanya perikatan, melainkan undang-undang yang menetapkan adanya perikatan. 2.Penyelenggaraan Kepentingan (zaakwaarnerning) Menurut ketentuan Pasal 1354 KUHPdt, jika seseorang dengan sukarela tanpa mendapat perintah untuk itu, mewakili utusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang itu, maka secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut hingga orang yang diwakili kepentingan itu dapat mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urusan itu. Unsur-unsur penyelenggaraan kepentingan adalah sebagai berikut: 1)Perbuatan itu dilakukan dengan sukarela. 2)Tanpa mendapat perintah (kuasa) 3)Mewakili urusan orang lain 4)Dengan atau tanpa pengetahuan orang itu 5)Wajib meneruskan dan menyelesaikan urusan itu 6)Bertindak menurut hukum 3.Pembayaran Tanpa Hutang Menurut ketentuan Pasal 1359 KUHPdt, setiap pembayaran yang ditujukan untuk melunasi suatu hutang, tetapi ternyata tidak ada hutang, pembayaran yang telah dilakukan itu dapat dituntut kembali.

4.Perbuatan Melawan Hukum Yaitu tiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut (Pasal 1356 KUHPdt). Berdasarkan rumusan Pasal ini, kita dapat megetahui bahwa suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila memenuhi empat unsur berikut ini: 1)Perbuatan itu harus melawan hukum 2)Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian 3)Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan 4)Antara perbuatan dan kerugian yang timbul ada hubungan kausal. HUKUM PERJANJIAN A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Berdasarkan ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Menurut Abdulkadir Muhamad bahwa perjanjian dapat dirumuskan sebagai suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan (Abdulkadir Muhammad, 1993:224). Menurut F Subekti, bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji untuk melaksanakan sesuatu (dalam Abdulkadir Muhammad, 1993:58). Sedangkan menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai harta benda atau pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melaksanakan sesuatu sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan (Wirjono Prodjodikoro, 1973:9). Sedangkan M. Yahya Harahap menyatakan bahwa seseorang atau lebih yang berjanji kepada seseorang atau lebih atau saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal. Ini merupakan suatu peristiwa yang menimbulkan suatu hubungan hukum antara orang yang membuatnya yang disebut dengan perikatan (Yahya Harahap, 1986:150).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat diketahui, bahwa yang dimaksud perjanjian adalah Suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih untuk saling mengikatkan diri berdasarkan kata sepakat sehingga menimbulkan hak dan kewajiban secara timbal balik bagi para pihak. 2. Jenis-Jenis Perjanjian Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara perbedaan sebagai berikut: a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak, misalnya, perjanjian jual-beli b.Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja, misalnya hibah perjanjian atas beban. Menurut Abdulkadir Muhamad perjanjian adalah terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontroversi dari pihak lain, dan antara lain, dan antara kedua prestasi tersebut ada hubungannya menurut hukum. c. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama. Perjanjian bernama (khusus) adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya ialah perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentukan undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Sedangkan perjanjian bernama terdapat dalam Bab V s.d XVII KUHPerdata. Di luar perjanjian bernama tumbuh perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas. Lahirnya perjanjian ini adalah berdasarkan asas kebebasan mengadakan perjanjian atau partij otonomi yang berlaku di dalam perjanjian. Salah satu contoh dari perjanjian adalah sewa beli. d. Perjanjian Campuran (contactus sui generis) Sehubungan dengan perbedan di atas perlu dibicarakan perjanjian campuran. Perjanjian Campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagi unsur perjanjian, Misalnya pemilik hotel menyewakan kamar (sewa-menyewa), tetapi menyajikan makanan (jual beli) an juga memberikan pelayanan.

e. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian antara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain. f. Perjanjian yang menimbulkan perikatan. Menurut KUH Perdata, perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli. Untuk beralihnya hak milik atas benda nya masih diperlukan satu lembaga lain, yaitu penyerahan. Perjanjian jual belinya itu dinamakan perjanjian obligatoir karena membebankan kewajiban (obligatoir) kepada para pihak untuk melakukan penyerahan (levering). Penyerahannya sendiri merupakan perjanjian kebendaan. g. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas benda dialihkan/diserahkan kepada pihak lain. h. Perjanjian konsensual dan Perjanjian riil. Perjanjian konsensual adalah perjanjian di antara dua belah pihak yang telah tercapai persetujuan kehendak untuk mengadakan perikatan Menurut KUHPerdata, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338 KUHPerdata). Namun demikian di dalam KUH Perdata ada juga perjanjian-perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang. Misalnya, perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang Misalnya, perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUHPerdata), Perjanjian yang terakhir dinamakan perjanjian riil yang merupakan peninggalan hukum romawi. 3. Perjanjian yang yang istimewa sifatnya: a. Perjanjian Liberatoir : yaitu perjanjian para pihak yang membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutang pasal 1438 KUHPerdata; b. Perjanjian pembuktian yaitu perjanjian antara pihak untuk menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka; c. Perjanjian untung-untungan, misalnya, perjanjian asuransi, pasal 1774 KUHPerdata;

d. Perjanjian publik, yaitu perjanjian sebagian atau seluruhya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintahan), misalnya, perjanjian ikatan dinas dan perjanjian pengadaan barang pemerintah (Keppres No. 29/84). 4. Syarat Sahnya Perjanjian Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat: a. mereka sepakat untuk mengkikatkan dirinya; b. cakap untuk membuat suatu perikatan; c. suatu hal tertentu; d. suatu sebab yang halal. Dengan dilakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut. Pengertian sepakat dilukiskan sebagai persyaratan kehendak yang disetujui antara pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyatan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Selalu dipertanyakan saat-saat terjadinya perjanjian antar pihak mengenai hal ini ada berapa ajaran yaitu: a. Teori kehendak mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan melukiskan surat b. Teori pengiriman mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran c. Teori pengetahuan mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima d. Teori kepercayaan mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan. Dilihat dari sahnya perjanjian ini dibedakan bagian perjanjian, yaitu bagian inti (wazenlijke oordeel), subbagian inti disebut esensialia dan sub yang bukan bagian inti disebut naturalia dan aksidentialia.

Esensialia Bagian ini merupakan sifat yang harus ada di dalam perjanjian, sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (constructieve oordel). Naturalia Bagian ini merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacat dari benda yang dijual (vrijwaring). Aksendentalialia Bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak. Cacat Kehendak Jika dalam suatu perjanjian terdapat kekhilafan. Paksaan atau penipuan, maka berarti di dalam perjanjian itu terjadi cacat pada kesepakatan antar para pihak dan karena itu perjanjian tersebut dapat dibatalkan (Pasal 1321 KUHPerdata). Undang-undang membedakan dua jenis kekhilafan, yaitu mengenai orang (error inpersonal) dan kekhilafan mengenai barang yang menjadi pokok perjanjian (error insubtania). Paksaan itu terjadi apabila seseorang tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya. Paksaan ini berwujud kekerasaan jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia) yang menimbulkan ketakutan pada seseorang sehingga ia membuat perjanjian (Pasal 1323 s.d. 1327 KUHPerdata) Penipuan terjadi apabila salah satu pihak dengan tipu muslihat berhasil sedemikian rupa sehingga pihak yang lain bersedia untuk membuat suatu perjanjian dan perjanjian itu tidak akan terjadi tanpa adanya tipu muslihat tersebut (Pasal 1328 KUHPerdata). Perjanjian yang diadakan dengan penipuan tersebut dapat dibatalkan. Perkembangan terakhir di negara Belanda menunjukan bahwa menyalahgunakan keadaan (misbruik van omstrdigheden) akan mempengaruhi tercapainya perjanjian. Cakap melakukan Perbuatan Hukum

Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali jika undang-undang menyatakan bahwa orang tersebut adalah tidak cakap. Orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang ditaruh dibawa pengampunan (Pasal 1329 s.d. 1331 KUH Perdata). Suatu Hal Tertentu Undang-undang menentuka benda-benda yang tidak dapat dijadikan objek dari perjanjian. Benda-benda inti adalah yang dipergunakan untuk kepentingan umum. Suatu perjanjian harus mempunyai objek tertentu sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Benda-benda itu dapat berupa benda yang sekarang as dan nanti akan dikemudian hari (Pasal 1332 s.d 1335 KUH Perdata). Kausa Untuk sahnya suatu perjanjian, undang-undang mensyaratkan adanya kausa. Undang-undang tidak memberikan pengertian kausa yang bukan hubungan sebab akibat, tetapi isi atau maksud dari perjanjian. Melalui syarat ini, di dalam praktik maka hakim dapat mengawasi perjanjian tersebut. Hakim dapat menilai apakah isi perjanjian tidak bertentangan dengan undang-undang ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 1335 s.d 1337 KUH Perdata). Berdasarkan syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata di atas, maka dapat diketahui bahwa syarat-syarat sahnya perjanjian ini dapat dibagi dalam syarat subyektif, di sini termasuk syarat subyektif adalah syarat yang menyangkut diri orang yang menjadi subyek perjanjian sebagaimana adanya syarat persetujuan kehendak antara pihakpihak yang membuat perjanjian dan kecakapan pihak-pihak untuk membuat suatu perjanjian dan syarat obyektif ialah menyangkut obyek perjanjian seperti yang tercantum dalam syarat adanya suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Apabila perjanjian tidak memenuhi syarat subyektif maka akibat hukumnya perjanjian dapat di minta agar pembatalan disebut (voiddable atau vermIetigbaar) artinya perjanjian yang dibuat tanpa memenuhi syarat sah perjanjian pertama dan kedua tersebut dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim melalui pengadilan sedangkan apabila perjanjian tidak memenuhi syarat obyektif maka akibat hukumnya adalah perjanjian batal demi hukum (disebut null and void atau neiting verklaard) artinya sejak awal tidak pernah lahir suatu

perjanjian sehingga tidak pernah ada perikatan karena tidak pernah lahir, perjanjian, tidak aakibat hukum apapun sehingga tidak ada dasar hukum yang yang dapat dijadikan atas hak untuk melakukan gugatan atau penuntutan. B. Kontrak 1. Pengertian Kontrak Sekilas, bila kita mendengar kata kontrak, kita langsung berpikir bahwa yang dimaksud adalah suatu perjanjian tertulis. Artinya, kontrak sudah dianggap sebagai suatu pengertian yang lebih sempit dari perjanjian. Dan bila melihat berbagai tulisan, baik buku, makalah atau tulisan ilmiah lainya, kesan ini tidaklah salah, sebab penekanan kontrak selalu dianggap sebagai medianya suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis. Kontrak menguasai begitu banyak bagian kehidupan sosial kita buat setiap harinya. Dalam pengertiannya yang luas, Kontrak adalah kesepakatan yang mendifinisikan hubungan antara 2 (dua) pihak atau lebih. Beberapa pendapat tentang pengertian kontrak tersebut antara lain: 1. Munir Fuady Banyak definisi tentang kontrak telah diberikan dan masing-masing bergantung kepada bagian-bagian mana dari kontrak tersebut yang dianggap sangat penting, dan bagian tersebutlah yang ditonjolkan dalam definisi tersebut (Munir Fuady, 2000:2). 2. Bayu Seto Salah satu definisi kontrak yang diberikan oleh salah satu kamus, bahwa kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan di antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan, memodifikasi atau menghilangkan hubungan hukum (Bayu Seto, 2001:78). 3. Emmy Pangaribuan Simanjutak Kontrak sebagai suatu perjanjian, atau serangkaian perjanjian dimana hukum memberikan ganti rugi terhadap wanprestasi terhadap kontrak tersebut, atau terhadap pelaksanaan kontrak tersebut oleh hukum dianggap sebagai suatu tugas (Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 2001:56).

Hanya saja dewasa ini dengan memakai istilah Hukum Kontrak ada konotasi sebagai berikut: a. Hukum kontrak dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur tentang perjanjian-perjanjian tertulis semata-mata. Sehingga orang sering menanyakan mana kontraknya diartikan bahwa yang ditanyakan adalah kontrak yang tertulis; b. Hukum kontrak dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur tentang perjanjian-perjanjian dalam dunia bisnis semata-mata; c. Hukum kontrak semata-mata dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur tentang perjanjian-perjanjian internasional, multinasional atau perjanjian dengan perusahanperusahan multinasional; d. Hukum kontrak semata-mata dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur perjanjianperjanjian yang prestasinya dilakukan oleh kedua belah pihak. Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat diketahui, bahwa yang dimaksud dengan kontrak adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih saling mengikatkan diri. 2. Jenis-jenis Kontrak Kerjasama bisnis secara kontraktual merupakan suatu bentuk kerjasama yang berlandaskan kontrak-kontrak yang dibuat dan di tandatangani oleh kedua belah pihak yang berkerjasama. Dalam praktek nasional maupun internasional, kontrak-kontrak yang melandasi kerjasama bisnis tersebut sangat banyak jenisnya. Di antaranya yang paling sering digunakan adalah sebagai berikut: a.Kontrak Lisensi Yaitu suatu proses dimana pemilik dari suatu hak milik intektual, yaitu licensor, memberikan keizinan kepada pihak lain, yaitu licensee untuk memakai hak milik intelektual dimaksud, dengan imbalan pembayaran royalty kepada licensor. Hak milik intelektual yang lisensikan dapat berupa paten, merek, hak cipta, atau rahasia dagang yang tidak di patenkan (knowhow) Varietas Tanaman.

b.Kontrak Franchise Yaitu Suatu persetujuan atau kontrak antara leveransir dan pedagang eceran atau pedagang besar, yang menyatakan bahwa yang tersebut pertama itu memberi kepada yang tersebut terakhir itu suatu hak untuk memperdagangkan produknya, dengan syarat-syarat yang disetujui oleh kedua belah pihak c.Kontrak Distribusi Yaitu Suatu hubungan antara distributor dengan prinsipal yang merupakan arrangement yang bersifat komersil, dengan mana distributor bertanggung jawab untuk menjual produk dari perusahaan lain dalam suatu wilayah tertentu, mengambil laba pada penjualan kembali terhadap pihak ketiga, menanggung sendiri semua resiko dari keberadaan produk yang bersangkutan dalam kekuasaannya, dan menjualnya kepada pihak ketiga. d.Kontrak Agency Yaitu hubungan bisnis dengan menggunakan kontrak agency antara agen dengan prinsipal terjadi dengan mana agen menawarkan produk milik prinsipal kepada para pembeli, menawarkan sampel-sampel produk dan mencari pembeli potensial. Berdasarkan uraian jenis-jenis kontrak diatas maka dapat diketahui bahwa kontrak yang sering dipakai adalah kontrak lisensi, Franchise, Distribusi dan Agency. 3. Kontrak Kerjasama Kerjasama adalah teman atau pihak yang mengikatkan diri dalam suatu usaha. Usaha adalah suatu kegiatan, tindakan atau perbuatan di bidang perekonomia yang di lakukan oleh para pengusaha yang bertujuan keuntungan atau laba (M. Yahya Harahap, 1986:150). Perjanjian kerjasama adalah (Kontrak Kerjasama) adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk bantu-membantu atau melakukan kegiatan secara bersama-sama guna mencapai tujuan yang sama mengenai harta kekayaan yang keuntungan dan kerugian atas hasil usaha tersebut dapat di perhitungkan bersama sesuai dengan kesepakatan bersama pada waktu perjanjian di buat (Subekti, 1998:57-58).

Berdasarkan uraian di atas, dapat di ketahui bahwa perjanjian kontrak kerjasama antar dua pihak (perusahaan) merupakan kemitraan yang diselenggarakan melalui pola-pola yang sesuai dengan sifat dan tujuan usaha yang dimitrakan. 4. Berakhirnya Kontrak KUHPerdata menyebutnya sebagai hapusnya perikatan, yaitu ada Pasal 1381 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa perikatan-perikatan hapus: a. karena pembayaran; 1. karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan barang; 2. karena pembaharuan hutang; 3. karena perjumpaan hutang atau kompensasi; 4. karena pencampuran hutang; 5. karena pembebasan hutang; 6. karena batal atau pembatalan; 7. karena berlakunya suatu syarat batal; dan 8. karena lewatnya waktu a.Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau, penitipan adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukkan apabila si berpiutang menolak pembayaran, walaupun telah dilakukan dengan perantaraan notaris atau jurusita. Uang atau barang yang sediannya sebagai pembayaran tersebut disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri dengan suatu Berita Acara, yang dengan demikian hapuslah hutang piutang tersebut. b.Pembaharuan hutang menurut pasal 1413 KUHPerdata ada (tiga) macam jalan untuk melaksanakannya, yaitu: 1. apabila seseorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna orang yang menghutangkannya, yang menggantikan hutang yang lama yang dihapus karenanya; 2. apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berhutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya; 3. apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berhutang dibebaskan dari perikatannya.

c.Perjumpaan hutang adalah suata perhitungan atau saling memperhitungkan hutang-piutang antara pihak satu dengan pihak lainnya. Illustrasinya, si A dalam suatu hubungan hutang piutang lainnya si A menjadi debitur bagi B, sehingga masing-masing mempunyai hutang maupun piutang. Hutang piutang ini lah yang diperjumpakan. Mengenai hal ini Pasal 1426 KUH Perdata menyebutkan bahwa perjumpaan itu terjadi demi hukum, bahkan dengan tidak sepengetahuan orang-orang yang bersangkutan dan kedua hutang itu yang satu hapuskan lain dan sebaliknya pada saat hutang-hutang itu bersama-sama ada, bertimbal balik untuk suatu jumlah yang sama. e. Percampuran hutang terjadi demi hukum dengan mana piutang dihapuskan, apabila kedudukan sebagai orang berpiutang dan orang berhutang berkumpul pada 1 (satu) orang (Pasal 1436 KUHPerdata). f. Pembebasan hutang adalah suatu pernyataan yang tegas dari siberpiutang dan orang berhutang dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan prestasi suatu perjanjian. g. Musnahnya barang yang terhutang adalah suatu keadaan dimana barang yang menjadi objek perjanjian adalah suatu keadaan dimana barang yang menjadi objek perjanjian tidak dapat lagi diperdagangkan, hilang atau sama sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada atau sudah tidak ada lagi. Hapusnya perikatan disini oleh karena musnahnya barang tersebut dibebaskan di luar kesalahan si berhutang atau disebabkan oleh suatu kejadian di luar kekuasaanya. h. Pembatalan sebagai salah satu sebab hapusnya perikatan adalah apabila salah satu pihak dalam perjanjian tersebut mengajukan atau menuntut pembatalan atas perjanjian yang telah dibuatnya, pembatalan mana diakibatkan karena kekurangannya syarat subyektif dari perjanjian dimaksud. i. Berlakunya suatu syarat batal sebagai suatu sebab hapusnya perikatan adalah apabila suatu syarat batal yangt disebutkan dalam perjanjian yang telah dibuat lewatnya waktu atau daluwarsa adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang (Pasal 1946 KUHPerdata).

Selanjutnya, Pasal 1967 KUHPerdata menyebutkan bahwa segala tuntutan hukum, baik yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu 30 (tiga puluh) tahun, sedangkan siapa yang menunjuk kan danya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukkan suatu atas hak, lagi pula tidak dapatlah diajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikad yang buruk. Berdasarkan uraian diatas berakhirnya kontrak dengan kata lain suatu perjanjian hapus karena ketetapan waktu yang dicantumkan dalam suatu perjanjian. C. Perjanjian/Kontrak Baku Kontrak baku atau yang dikenal juga dengan istilah kontrak standar sangat banyak dipraktekkan dewasa ini. Yang dimaksud dengan kontrak baku adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan sering kali kontrak tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk formulir-formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informasi tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausula-klausulanya, di mana pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausula-klausula yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut (Munir Fuadi, 2003:76). Sementara pengertian perjanjian atau kontrak baku menurut Sutan Remy Sjahdeni (1993:66) ialah perjanjian yang klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Sehingga pada akhirnya kontrak baku biasanya sangat berat sebelah, pihak yang kepadanya disodorkan kontrak baku tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk bernegosiasi dan berada hanya pada posisi take it or leave it . dengan demikian oleh hukum diragukan apakah benar-benar ada elemen kata sepakat yang merupakan syarat sahnya kontrak dalam kontrak baku tersebut. Karena itu pula, untuk membatalkan suatu kontrak baku tersebut tidaklah cukup hanya ditunjukkan bahwa kontrak tersebut adalah kontrak baku, sebab kontrak baku an sich adalah netral. Untuk dapat membatalkannya yang perlu ditonjolkan adalah elemen apakah dengan kontrak baku tersebut telah terjadi penggerogotan terhadap

keberadaan posisi tawar-menawar (bargaining position), sehingga eksistensi unsur kata sepakat di antara para pihak sebenarnya tidak terpenuhi. Karena itu, syarat-syarat sahnya dari suatu kontrak mesti ditinjau sehubungan dengan adanya kontrak baku ini, antara lain adalah a.Syarat kausa yang halal terutama misalnya jika ada unsur penyalahgunaan keadaan (misrepresentation). b.Syarat kausa yang halal terutama jika adanya unsur pengaruh tidak pantas (undue influence). c.Syarat kesepakatan kehendak, terutama jika ada keterpaksaan atau ketidakjelasan bagi salah satu pihak. Kontrak baku ini tetap saja memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan kontrak baku diantaranya lebih efisien, dapat membuat praktek bisnis menjadi lebih simpel serta dapat ditandatangani seketika oleh para pihak. Hal ini sangat menguntungkan terutama bagi kontrak-kontrak massal, yakni kontrak yang dibuat dalam volume yang besar (mass production of contract). Sedangkan kelemahan dari sebuah kontrak baku adalah bahwa karena kurangnya kesempatan bagi pihak lawan untuk bernegosiasi atau mengubah klausulaklausula dalam kontrak yang bersangkutan, sehingga kontrak baku tersebut sangat berpotensi untuk menjadi klausula yang berat sebelah. Berikut prinsip hukum kontrak yang sangat mendukung eksistensi suatu kontrak baku : a.Prinsip kesepakatan kehendak dari para pihak b.Prinsip asumsi risiko dari para pihak c.Prinsip kewajiban membaca (duty to read) d.Prinsip kontrak mengikuti kebiasaan Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : a.Prinsip kesepakatan kehendak dari para pihak Meskipun dalam suatu kontrak baku disangsikan adanya kesepakatan kehendak yang benarbenar diinginkan oleh para pihak, tetapi kedua belah pihak akhirnya juga menandatangani kontrak tersebut. Dengan penandatanganan tersebut maka dapat diasumsikan bahwa kedua belah pihak telah menyetujui isi kontrak tersebut, sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kata sepakat sudah terjadi.

b.Prinsip asumsi risiko dari para pihak Dalam suatu kontrak setiap pihak tidak dilarang untuk melakukan asumsi risiko, artinya jika ada risiko tertentu yang mungkin terjadi dari suatu kontrak, tetapi salah satu pihak bersedia menanggung risiko tersebut sebagai hasil tawar-menawarnya, maka jika risiko tersebut kemudian benar-benar terjadi maka pihak yang mengasumsi risiko tersebutlah yang harus menanggung resiko sebagaimana ia menandatangani isi kontrak. c.Prinsip kewajiban membaca (duty to read) Sebenarnya dalam ilmu hukum kontrak diajarkan bahwa ada kewajiban membaca bagi setiap pihak yang akan menandatangani kontrak. Dengan demikian jika dia telah menandatangani kontrak yang bersangkutan, hukum mengasumsikan bahwa dia telah membaca dan menyetujui apa yang dibacanya. d.Prinsip kontrak mengikuti kebiasaan Keterikatan kontrak tidak hanya terhadap kata-kata yang ada dalam kontrak tersebut, tetapi juga terhadap hal-hal yang bersifat kebiasaan. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1339 KUHPdt. Dan kontrak baku merupakan suatu kebiasaan sehari-hari dalam lalu lintas perdagangan dan sudah merupakan suatu kebutuhan masyarakat sehingga eksistensinya mestinya tidak lagi dipersoalkan lagi. Suatu klausula dalam kontrak yang membebaskan atau membatasi tanggung jawab dari salah satu pihak jika terjadi wanprestasi, padahal menurut hukum tanggung jawab tersebut semestinya dibebankan kepadanya, hal tersebut disebut dengan klausula eksemsi atau eksonerasi dalam bahasa belanda dikenal dengan istilah exoneratie clausule. Secara yuridis-teknis, syarat dalam suatu kontrak biasanya dilakukan melalui tiga metode sebagai berikut : a.Metode pengurangan atau bahkan penghapusan terhadap kewajiban-kewajiban hukum yang biasanya dibebankan kepada salah satu pihak. Misalnya melalui upaya perluasan pengertian force majeure (keadaan darurat). b.Metode pengurangan atau bahkan penghapusan terhadap akibat hukum karena pelaksanan kewajiban yang tidak benar. Misalnya pengurangan atau penghapusan ganti kerugian jika terjadi wanprestasi dari salah satu pihak dalam kontrak.

c.Metode menciptakan kewajiban-kewajiban tertentu kepada salah satu pihak dalam kontrak. Misalnya tanggung jawab salah satu pihak, tetapi dibebankan kepada pihak lain dalam hal terjadi kerugian kepada pihak ketiga yang berada diluar kontrak Adapun prinsip-prinsip perlindungan konsumen dalam hubungannya dengan eksistensi hukum kontrak baku adalah sebagaimana ditentukan oleh Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa dalam suatu kontrak baku dilarang dengan ancaman batal demi hukum terhadap hal-hal sebagai berikut : a.Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausul baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila : 1)Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; 2)Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; 3)Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; 4)Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; 5)Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; 6)Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa; 7)Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

8)Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. b.Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausul baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. c.Setiap klausul baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum. d.Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausul baku yang bertentangan dengan undang-undang ini. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam kontrak baku adalah pencantuman klausul eksemsi atau eksonerasi harus seperti di bawah ini (Jerry J. Phillips, 1993): a.Menonjol dan jelas; b.Disampaikan tepat waktu; c.Pemenuhan tujuan-tujuan penting; d.Adil. Berdasarkan pendapat diatas dapat dijelaskan sebagai berikut : a.Menonjol dan jelas Pengecualian terhadap tanggung gugat tidak dapat dibenarkan jika penulisannya tidak menonjol dan tidak jelas. Dengan demikian, penulisan pengecualian tanggung gugat yang ditulis dibelakang suatu surat perjanjian atau yang ditulis dengan cetakan kecil, kemungkinan tidak efektif karena penulisan klausul tersebut tidak menonjol. Agar suatu penulisan klausul dapat digolongkan menonjol, penulisannya dilakukan sedemikian rupa sehingga orang yang berkepentingan akan memperhatikannya, misalnya dicetak dalam huruf besar atau dicetak dengan tulisan dan warna yang kontras, dan tentu saja hal ini dimuat dalam bagian penting dari kontrak tersebut.

b.Disampaikan tepat waktu Pengecualian tanggung gugat hanya efektif jika disampaikan tepat waktu sehingga setiap pengecualian tanggung gugat harus disampaikan pada saat penutupan perjanjian sehingga merupakan bagian dari kontrak. Jadi bukan disampaikan setelah perjanjian jual beli. c.Pemenuhan tujuan-tujuan penting Pembatasan tanggung gugat tidak dapat dilakukan jika pembatasan tersebut tidak akan memenuhi tujuan penting dari suatu jaminan, misalnya tanggung gugat terhadap cacat yang tersembunyi, tidak dapat dibatasi dalam batas waktu tertentu jika cacat tersembunyi tersebut tidak ditemukan dalam periode tersebut. d.Adil Jika pengadilan menemukan kontrak atau klausul kontrak yang tidak adil, pengadilan dapat menolak untuk melaksanakannya, atau melaksanakan tanpa klausul yang tidak adil.(ina)

You might also like