You are on page 1of 20

REFERAT

POLISITEMIA VERA

Diajukan kepada : dr. Titiek Riani, Sp.PD

Disusun oleh : ARIF HANDOKO 2007 031 0170

SMF ILMU PENYAKIT DALAM RS JOGJA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

LEMBAR PENGESAHAN REFERAT POLISITEMIA VERA

Dipresentasikan : TANGGAL TEMPAT : April 2012 : RS JOGJA

Mengetahui, Pembimbing

Dr.Titiek Riani , Sp.PD

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Polisitemia vera merupakan suatu penyakit gangguan hematologi yang jarang ditemui tetapi mempunyai dampak yang cukup serius bagi penderitanya. Penyakit ini umumnya tidak terdeteksi pada tahap awal karena gejala-gejala yang ditimbulkan tidak spesifik, berkisar dari rasa penuh di kepala sampai sakit kepala, pusing, sukar memusatkan pikiran, pandangan kabur dan pruritus (gatal-gatal) setelah mandi. Oleh karena banyaknya keluhan yang diajukan penderita maka tidak jarang dokter menganggap bahwa penderita adalah seorang neurasthemia atau seorang neurosis. Penderita polisitemia vera biasanya datang ke dokter karena adanya gangguan gangguan yang lebih berat misalnya sesak napas, stroke dan gangguan ekstremitas. Gejala gejala yang lebih spesifik ini muncul pada tahap lanjut penyakit ini. Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil dan trombosit yang bertambah serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis sumsum tulang. Pada penderita polisitemia vera, viskositas darah sangat meningkat sehingga aliran darah melalui pembuluh pembuluh darah seringkali sangat lambat. Selain itu pada penderita penyakit ini, volume darah juga meningkat, yang cenderung meningkatkan alir balik vena. Sesungguhnya, curah jantung pada keadaan polisitemia ini tidak jauh dari nilai normal, sebab kedua faktor ini saling menetralkan. Kebanyakan tekanan darah arteri pada penderita polisitemia adalah normal, walaupun pada kira-kira sepertiga penderita tekanan darah arteri meningkat. Ini berarti bahwa mekanisme pengaturan tekanan darah biasanya dapat mengimbangi kenaikan viskositas darah, yang dapat menaikkan resistensi perifer dan akan meningkatkan tekanan arteri dalam batas-batas tertentu.

1.2. Tujuan Penulisan 1. Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang

patofisiologi dan patologi polisitemia vera 2. Memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian Program Pendidikan Profesi di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Jogja.

BAB II POLISITEMIA VERA

2.1. Definisi Polisitemia vera adalah suatu penyakit dimana terdapat hipervolumia, peningkatan jumlah eritrosit dan hiperplasia sel-sel hemopoetik dengan proporsi yang masih normal. Dikenal juga dengan nama penyakit Osler, penyakit Vaquez, dan polisitemia vera rubra. Polisitemia vera merupakan suatu penyakit atau kelainan pada sistem mieloproliferatif yang melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum tulang. Polisitemia vera merupakan penyakit mieloproliferatif yang terjadi akibat ekspansi klonal sel induk hematopoetik yang mengalami transformasi disertai pembentukan berlebihan eritrosit dan ekspansi unsur granulositik dan mega kariositik. Polisitemia vera merupakan suatu penyakit atau kelainan pada sistem mieloproliferatif yang melibatkan unsur-unsur hemopoetik dalam sumsum tulang. Polisitemia vera adalah keadaan seperti tumor dari organ yang menghasilkan sel darah merah, hal ini akan menyebabkan produksi yang berlebihan dari sel darah merah, diikuti produksi yang berlebihan dari sel darah putih dan platelet.

2.2. Epidemiologi Polisitemia vera biasanya mengenai pasien berumur 40-60 tahun, walaupun kadang-kadang ditemukan 5% pada mereka yang berusia lebih muda. Angka kejadian polisitemia vera ialah 7/1.000.000 penduduk dalam setahun. Penyakit ini dapat terjadi pada semua ras atau bangsa, walaupun didapatkan angka kejadian yang lebih tinggi di kalangan bangsa Yahudi. Pada pria didapatkan dua kali lebih banyak daripada wanita. Polisitemia vera biasanya muncul pada usia pertengahan akhir, dan terdapat sedikit predominansi laki-laki, relatif jarang ditemukan pada orang kulit hitam dan frekuensinya meningkat pada orang Yahudi keturunan Eropa. Adapun kasus

polisitemia vera pada kembar monozigot (walaupun jarang) dan peningkatan minimal insidensi pada saudara pasien mengisyaratkan peran genetik pada beberapa kasus.

2.3. Etiologi Etiologi dari polisitemia vera masih belum diketahui secara pasti apakah disebabkan adanya rangsangan ke sumsum tulang akibat adanya hipoksia atau melalui rangsangan hormonal.

2.4. Patologi Perubahan-perubahan dasar terjadi dalam sumsum tulang yang sangat hiperseluler. Eritron jelas mengalami pembengkakan, sementara sumsum berlemak digantikan sumsum aktif yang berair banyak dan berwarna merah tua. Secara histologi, proliferasi yang mencolok semua bentuk eritroid terlihat,

khususnya normoblas. Disamping itu hiperplasi megakariosit juga menonjol. Biasanya terdapat peningkatan secara bersama unsur-unsur granulosit. Bila penyakit ini berubah perjalanannya, sumsum memperlihatkan perubahan-perubahannya dan mungkin menjadi leukemi atau fibrosis.(PA) Tinjauan laboratorium didapatkan: Secara otomatis hitung sel darah merah dan hematokrit (termasuk hemoglobin) mengalami peningkatan. Pada hitung sel jumlah eritrosit dijumpai > 6 juta/mL, dan sediaan apus eritrosit biasanya transisi ke arah metaplasia mieloid. Peningkatan hematokrit dapat mencapai 85%. Sesuai dengan adanya peninggian hematokrit, viskositas darah meninggi. Pasien dengan kadar hemoglobin diatas 20 g/dL pada 60% laki-laki dan 56% perempuan biasanya ikut serta dalam meningkatkan kadar sel darah merah. Sel darah merah (eritrosit) pada pasien dengan polisitemia vera biasanya menunjukkan normokromik normocytik, kecuali pada pasien yang sudah mengalami perdarahan, ulkus peptik atau sudah pernah dilakukan plebotomi.

Karena

terjadi

hiperproliferasi

prasel

granulosit

dan

juga

megakariosit dalam sumsum tulang, hitung sel darah putih mungkin sebesar 80.000 per ml, namun ada juga yang membatasi >12.000/ul dengan netrofil bergeser kekiri dan beberapa sel muda serta basofilia ringan (terjadi leukositosis yang biasanya berkisar antara 12-15x103 / mL dengan gambaran bergeser ke kiri sampai metamielosit). Pada Sel granulosit terjadi peningkatan pada 2/3 kasus polisitemia vera, berkisar antara 12-25 ribu/mL sampai 60 ribu/mL. Hitung trombosit sering lebih dari 400.000 per ml(400.000 800.000/ul) bahkan dapat mencapai satu juta. Pengeluaran potassium kedalam serum disebabkan adanya peningkatan jumlah trombosit selama proses koagulasi yang menyebabkan pseudohiperkalemia dalam serum. Morfologi trombosit abnormal yaitu makrotrombosit dan pengurangan granula. Yang khas, kadar fosfatase alkali granulosit diatas normal. Terjadi peningkatan vitamin B-12 > 900 pq/mL, hal ini dijumpai pada 30% kasus, tetapi dapat pula menurun, yaitu pada 30% kasus, dan kadar UB12 BC meningkat > 2200 pq/mL pada > 75% kasus. Peningkatan ini berhubungan dengan adanya binding protein dalam sel darah putih dan merupakan refleksi dari jumlah sel darah putih perifer dan sumsum tulang. Hiperuricemia ditemukan pada 40% pasien yang merupakan refleksi dari peningkatan metabolisme akibat pelepasan sel yang berlebihan dari sumsum tulang. Kadar asam urat meninggi ringan ( kadar sekitar 8 mg% )(en,in) menunjukkan peningkatan selularitas normoblastik berupa hiperplasi trilinier seri eritrosit, megakariosit dan mielosit. Gambaran histopatologi sumsum tulang adanya bentuk morfologi megakariosit yang patologis dan sedikit fibrosis merupakan petanda patognomonik polisitemia vera.

2.4. Patofisiologi Perubahan-perubahan anatomi utama berasal dari peningkatan volume darah dan pengentalan yang dihasilkan oleh eritrositosis. Bendungan yang melimpah pada semua jaringan dan alat tubuh merupakan ciri khas polisitemia vera. Hati membesar dan sering mengandung fokus-fokus metaplasi mieloid. Limpa juga agak membesar, mencapai 250 sampai 300 gram, dan sangat kenyal. Sinus-sinus limpa dipadati oleh sel darah merah, seperti juga semua pembuluh darah limpa. Pembuluh darah utama secara seragam melebar, biasanya karena pengentalan darah yang kekurangan oksigen. Akibat peningkatan kekentalan dan bendungan vaskuler, trombosis dan infark sering terjadi paling sering mengenai jantung, limpa dan ginjal. Perdarahan terjadi pada kira-kira sepertiga penderita, mungkin karena pelebaran pembuluh darah dan kelainan fungsi trombosit. Biasanya mengenai saluran pencernaan, orofaring atau otak. Meskipun dikatakan perdarahan ini kadang-kadang terjadi spontan, lebih sering terjadi setelah berbagai trauma minor ataupun tindakan bedah. Ulkus peptikum dinyatakan pada kira-kira seperlima penderita. Polisitemia vera sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, terjadi karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon sel induk darah yang abnormal. Berbeda dengan keadaan normalnya, sel induk darah yang abnormal ini tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya (eritropoetin serum < 4 mu/mL).(UI) Penyakit polisitemia vera juga berkaitan dengan proliferasi berlebihan prekursor eritroid, granulositik dan megakariositik. Di sini eritrositosis merupakan manifestasi primer. Konsentrasi eritropoetin dalam serum pada polisitemia vera rendah tetapi tidak menghilang. Prekursor eritroid pada pasien Polisitemia berespon terhadap eritropoetin dan mungkin hipersensitif terhadap kerja hormon ini. Sel sumsum tulang dari pasien polisitemia vera membentuk koloni prekursor eritroid dalam biakan tanpa ditambahkan eritropoetin. Fenomena ini jarang dijumpai pada penyakit lain. Banyak

dari pembentukan koloni eritroid endogen pada polisitemia vera ini dihambat oleh penambahan antibodi terhadap eritropoetin, yang mengisyaratkan peningkatan kepekaan terhadap eritropoetin. Namun sebagian pembentukan sel darah merah pada polisitemia vera mungkin autonom dalam kaitannya dengan eritropoetin. Selain itu terdapat peningkatan progenitor mieloid dan megakariositik di sumsum tulang, yang mengisyaratkan bahwa panmielosis pada polisitemia vera ditandai oleh ekspansi cadangan sel prekursor. Di dalam sirkulasi darah tepi pasien polisitemia vera didapati peninggian nilai hematokrit. Terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasma dapat mencapai > 49% pada wanita (kadar Hb > 16 mg/dL) dan > 52% pada pria (kadar Hb > 17 mg/dL), serta di dapati pula peningkatan jumlah total eritrosit (hitung eritrosit > 6 juta/mL). Adapun perjalanan klinis pasien polisitemia vera adalah :(UI) a. Fase eritrositik atau fase polisitemia. Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini di dapatkan peningkatan jumlah eritrosit yang dapat berlangsung hingga 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk mengendalikan viskositas darah dalam batas normal. b. Fase burn out ( terbakar habis ) atau spent out ( terpakai habis ). Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki periode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi trombositosis dan leukositosis biasanya menetap. c. Fase mielofibrotik Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasi mieloid. Kadang-kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati, kelenjar getah bening dan ginjal. d. Fase terminal

Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh kompilasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena meilofibrosis terjadi pada kurang dari 15%.

Beberapa hal yang dapat ditimbulkan oleh polisitemia vera antara lain: 1. hiperviskositas hiperviskositas mengakibatkan menurunnya aliran darah dan terjadinya hipoksia jaringan serta manifestasi susunan saraf pusat berupa sakit kepala, dizziness, vertigo, stroke, tinitus dan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur, skotoma dan diplopia. Manifestasi kardivaskuler Angina pektoris dan klaudikasio intermiten. Manifestasi perdarahan (terjadi pada 10-30 % kasus) Epistaksis, ekimosis dan perdarahan gastrointestinal. trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli ( terjadi pada 30-50 % pasien ) 2. gejala dan tanda pada kulit pruritus terjadi pada 50 % kasus, dan urtikaria terjadi pada 10 % kasus. Kemungkinan disebabkan karena perubahan metabolisme histamin. Plethora dan akrosianosis adalah manifestasi eritrositosis berat.

Sebagai akibat dari hiperplasia hemopoitik maka jumlah eritrosit akan meninggi, hematokrit akan meninggi dan viskositas darah akan meninggi. Trombosit juga akan meninggi dan peninggian trombosit dan adanya viskositas darah yang juga meninggi merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis. Kemungkinan terjadi trombosis lebih besar lagi mengingat penderita polisitemia vera biasanya pada penderita 40 tahunan dimana sudah mulai terjadi arteriosklerosis. Hipervolemia disertai viskositas darah yang tinggi akan menimbulkan

dekompensasi kordis. Meskipun terdapat trombositemia, sering dapat dijumpai perdarahan oleh akibat kerusakan pembuluh darah akibat dari adanya hipervolemia.

10

Turnover dari asam nukleat meninggi akibat produksi sel yang meningkat yang akan menimbulkan peninggian kadar asam urat yang dapat mengakibatkan serangan gout atau terbentuknya urolithiasis.

2.6. Kelaianan Fisik a. Muka penderita akan terlihat merah (pletorik). Pada kulit muka, leher, telinga dan selaput lendir akan terlihat gambaran pembuluh darah. Pada pemeriksaan kedua mata, konjungtiva akan terlihat sangat merah karena adanya pelebaran dari pembuluh darah. Terdapat perubahan hiperviskositas pada fundus, termasuk vena-vena retina yang melebar dan berkelok-kelok dan harus dicari adanya perdarahan. b. Inspeksi lidah dilakukan untuk menentukan adanya sianosis sentral. c. Pemeriksaan sistem kardiovaskular dilakukan untuk menentukan adanya pembesaran jantung dan kemungkinan disertai bising sistolik. d. Pemeriksaan sistem pernapasan dilakukan untuk mengetahui adanya tandatanda penyakit paru kronik yang biasanya disertai dengan ronkhi basal. e. Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari adanya splenomegali, yang terjadi pada 80% kasus polisitemia dan juga pembesaran hepar. Pembesaran bersifat keras dan tidak nyeri tekan. f. Pada pemeriksaan ekstremitas lengan harus diinspeksi untuk mencari bekas garukan. Tungkai harus diinspeksi untuk mencari bekas garukan, tofus gout dan artropati.

2.8. Diagnosis Sebagai suatu kelainan mieloproliferatif, polisitemia vera dapat memberikan kesulitan dengan berbagai keadaan lainnya (polisitemia sekunder). Karena kompleksnya penyakit ini, International Polycythemia Study Group menetapkan 2 kriteria pedoman dalam menegakkan diagnosis polisitemia vera menjadi 2 kategori yaitu :

11

Kategori A 1. Pembesaran massa sel darah merah yang khas. Pada pria 36 mL/kg, dan pada wanita 32 mL/kg. 2. Saturasi oksigen darah arteri 92 % 3. Splenomegali. Kategori B 1. Trombositosis > 400.000 / mikroliter 2. Leukositosis > 12.000 / mikroliter ( tidak ada penyakit ) 3. Peningkatan skor fosfatase alkalin leukosit (LAF) > 100, tanpa adanya demam atau infeksi. 4. Kadar vitamin B12 serum > 900 pg/mL atau kapasitas pengikat vitamin B12 > 2200 pg/mL. Diagnosis polisitemia vera jika : A1+A2+A3 atau A1+A2 + 2 faktor kategori B.

2.9. Diagnosis Banding a. Polisitemia Sekunder Biasanya tidak disertai dengan penambahan jumlah lekosit dan trombosit, pada pemeriksaan saturasi oksigen dalam eritrosit menurun (pada PV normal). Kadar alkali fosfatase normal (pada PV meningkat). Pada polisitemia sekunder biasanya didapatkan kelainan dasar penyakit seperti kelainan jantung bawaan, arterio venous shunt, penyakit paru obstruktif menahun. Penyebab lain yang jarang dijumpai seperti tumor otak, tumor ginjal, cushing sindrome, dan lain-lain. Hipoksemia biasanya disertai dengan sianosis dan clubbing. Pada polisitemia sekunder biasanya tidak disertai dengan penambahan jumlah leukosit dan trombosit. Oleh karenanya M:E rasio dalam sumsum tulang berubah. Pemeriksaan saturasi oksigen dalam eritrosit di dapatkan penurunan, sedangkan kadar LAF normal. b. Polisitemia Relatif

12

Tidak disertai peninggian jumlah lekosit dan trombosit. Terjadi akibat berkurangnya volume plasma karena dehidrasi atau renjatan hipovolemik, tidak terdapat peninggian jumlah leukosit dan trombosit.

c. Leukemia Granulositik kronika stadium awal Terdapat peninggian kadar hb tetapi jumlah eritrosit jarang melebihi angka 6 juta/mL, biasanya jumlah leukosit M:E rasio akan berubah sampai 8:1.

d. Polisitemia Stres Biasanya ditemukan pada laki-laki dengan hipertensi yang labil. Secara klinis sukar dibedakan dengan polisitemia vera stadium awal, untuk mengetahuinya diperlukan observasi yang agak lama. Pada Polisitemia stres pada riwayat penyakitnya didapatkan adanya riwayat stres emosional. e. Sindroma Pickwichian Polisitemia yang terjadi pada obesitas, dimana akan dijumpai sedikit peningkatan jumlah eritrosit, penurunan kapasitas vital, hipertensi, tidak ada splenomegali. Terjadinya polisitemia disebabkan karena adanya hipoventilasi alveoli sebagai akibat diafragma yang kurang dapat bergerak bebas. f. Mielofibrosis mieloid metaplasia Biasanya didapatkan eritrosit bentuk tetesan dan pada pemeriksaan sumsum tulang akan menghasilkan suatu dry tap. g. Hyper thyroidisme Secara klinis dapat menyerupai polisitemia vera karena ada perasaan panas dan hiperhidrosis.

2.10 Komplikasi a. Trombosis Terjadi disebabkan oleh karena hiperviskositas, arteriosklerosis dan trombositosis. b. Perdarahan

13

Disebabkan karena regangan pembuluh darah akibat adanya hipervolemia dan gangguan fungsi trombosit. c. Gagal jantung Disebabkan karena beban jantung terlalu berat akibat dari hipervolemia, hiperviskositas, hipertusi dan kemungkinan infrak miokard akibat trombosis. d. Leukemia mieloblastik Sering terjadi pada pasien yang diberikan terapi dengan radioterapi atau fosfor radioaktif. e. Mielofibrosis Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang dapat khemoterapi intensif. f. Gout dan nefrolithiasis Disebabkan karena tingginya kadar asam urat.

2.11 Penatalaksanaan A. Prinsip Pengobatan 1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi. 2. Menghindari pembedahan efektif pada fase eritrositik atau polisitemia yang belum terkendali. 3. Menghindari pengobatan berlebihan. 4. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda. 5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan : Trombositosis persisten di atas 800.000/mL, terutama jika disertai gejala trombosis. Leukositosis progresif. Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik. Gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

14

B. Media Pengobatan 1. Flebotomi Indikasi flebotomi : Polisitemia vera fase polisitemia Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55% (target Ht 55%) Polisitemia sekunder non fisiologis bergantung pada derajat

penatalaksanaan terbatas gawat darurat sindrom paraneoplastik. Tujuan flebotomi : Mempertahankan Ht 42 % pada wanita dan 47 % pada pria. Mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate.

Prosedur flebotomi : 1. 250 500 cc darah dikeluarkan dengan blood donor collection set standar setiap 2 hari. Pada pasien dengan usia lebih dari 55 tahun atau penyakit vascular aterosklerotik yang serius, flebotomi hanya boleh dilakukan dengan prinsip isovolemik yaitu mengganti plasma darah yang dikeluarkan dengan cairan pengganti plasma, untuk mencegah timbulnya bahaya iskemia serebral atau jantung karena status hipovolemik. 2. Sekitar 200 mg besi dikeluarkan pada tiap 500 mL darah (normal total body iron 5 g). defisiensi besi merupakan efek samping pengobatan flebotomi berulang. Gejala defisiensi besi seperti glositis, keilosis, disfagia dan astenia cepat hilang dengan pemberian preparat besi.

2. Kemoterapi Sitostatika Indikasi kemoterapi sitostatika : Hanya untuk polisitemia vera. Flebotomi sebagai pemeliharaan dibutuhkan > 2 kali sebulan.

15

Trombositosis yang terbukti menimbulkan trombosis. Urtikaria berat yang tidak dapat diatasi dengan antitistamin. Splenomegali simtomatik atau mengancam ruptur limpa.

Prosedur pemberian kemoterapi sitostatik : 1. Hidroksiurea (Hydrea @ 500 mg/tablet) dengan dosis 800-1200 mg/m2/hari atau diberikan sehari 2 kali dengan dosis 10-15 mg/kg BB/kali, jika telah tercapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan. 2. Klorambusil (Leukeran tiap 2 4 minggu. 3. Busulfan (Myleran @ 2 mg/tablet) 0,06 mg/kg BB/hari atau 1,8 mg/m2/hari, jika telah mencapai target dapat dilanjutkan dengan pemberian intermiten untuk pemeliharaan. Pemberian obat dihentikan jika hematokrit : Pada pria 47% dan memberikannya lagi jika > 52% Pada wanita 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
@

2 mg/tablet) dengan dosis induksi 0,1 0,2

mg/kg BB/hari selama 3 6 minggu dan dosis pemeliharaan 0,4 mg/kg BB

3. Fosfor Radioaktif ( P32 ) P32 pertama kali diberikan dengan dosis 2-3 mCi/m2 secara iv, apabila diberikan peroral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian P32 pertama : Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Tidak mendapatkan hasil, dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.

4. Kemoterapi biologi ( Sitokin )

16

Tujuan pengobatan terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit > 800.000/mm3). Produk biologi yang digunakan Interferon (Intron A@ 3 dan 5 juta IU, Roveron A@ 3 dan 9 juta IU) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Dosis yang dianjurkan 2 juta IU/m2/ subkutan atau IM 3 kali seminggu. Kebanyakan klinisi mengkombinasikan dengan sitostatik siklofosfamid (Cytoxan@ 25 mg dan 50 mg/tablet) dengan dosis 100 mg/m2/hari, selama 10 14 hari atau target telah tercapai (hitung trombosit < 800.000 / mm3) kemudian dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 100 mf/m2 1-2 kali seminggu.

5. Pengobatan Suportif a. Hiperurisemia diobati dengan alopurinol 100-699 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit yang aktif dengan memperlihatkan fungsi ginjal. b. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan antitistamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen dengan penyinaran ultraviolet range A (PUVA). c. Gastritis atau Ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2. d. Antiagregasi trombosit analgrelide turunan dari quinazolin disebutkan juga dapat menekan trombopoesis.

II.12. Prognosis Sekitar 30% penderita meninggal karena komplikasi trombosis, yang biasanya mempengaruhi otak dan jantung. Disamping itu, 10 sampai 15% lagi meninggal karena berbagai komplikasi perdarahan. Pada penderita yang tidak mendapatkan pengobatan, kematian diakibatkan kelainan vaskuler, yang terjadi setelah beberapa bulan diagnosis dibuat. Tetapi bila massa sel darah merah masih bisa dipertahankan mendekati normal melalui flebotomi, kelangsungan hidup median 10 tahun dapat diusahakan.

17

Prognosis polisitemia vera pada umumnya adalah cukup baik, kecuali apabila sering terjadi komplikasi trombosis, penderita tidak kooperatif terhadap terapi yang diberikan atau apabila ada tanda-tanda gagal jantung. Penggunaan P32 dan terapi mielosupresif dengan obat alkilasi, walaupun dapat mengontrol penyakit, menyebabkan peningkatan insidensi leukemia akut, dan saat ini terapi tersebut jarang digunakan. Terapi modern kemungkinan menyebabkan perubahan perjalanan penyakit. Dahulu sebagian besar pasien meninggal akibat penyulit kardiovaskular. Leukemia akut dapat timbul pada 2% pasien yang tidak mendapat obat alkilasi atau radioterapi.

18

BAB III KESIMPULAN

Polisitemia vera merupakan suatu penyakit gangguan hematologi yang jarang ditemukan tetapi mempunyai dampak yang cukup serius bagi penderitanya. Penyakit ini adalah suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, terjadi karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon sel induk darah yang abnormal. Karenanya dengan memahami definisi, perjalanan klinis sampai dengan penatalaksanaannya, maka diharapkan dapat mengetahui bagaimana cara mendeteksi penyakit ini pada tahap awal dan mencegah berbagai macam komplikasi yang dapat ditimbulkan. Penatalaksanaan yang tepat terhadap penderita polisitemia vera dapat meningkatkan vitalitas dan umur harapan hidup bagi penderitanya.

19

DAFTAR PUSTAKA Abdul Muthalib, Shufrie Effendy, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi III, Balai Penerbit FJ UI, Jakarta. Boyd, William, (1958), Pathology for the Physician, Sixth Edition, Lea and Febiger, USA. Guyton, Arthur. C, (1996), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Bagian I, Edisi 7, EGC, Jakarta. Isselbacher, et at, (1995), Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4, Edisi 13, EGC, Jakarta. Price, Silvia.A, Lorraine M.Wilson, (1994), Patofisiologi- Konsep Klinis Prosesproses Penyakit, Buku 1, edisi 4, EGC, Jakarta. Supandiman, Iman, (1994), Hematologi Klinik, Alumni, Bandung. Talley, Nicholas. J,Simon OConnor, (1994), Pemeriksaan Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta. Wells, Benjamin. B, (1965), Clinical Pathology Aplication anda Interpretation, Third Edition, Wb Saunders Company, Philadelphia. Widmann, Frances. K, (1989), Clinical Interpretation of Laboratory Test, Ninth Edition, EGC, Jakarta. Wintrobe, Maxwll. M, (1961), Clinical Hematology, fifth Edition, Lea and Febiger, USA.

20

You might also like