You are on page 1of 35

BAB I PENDAHULUAN Penelitaan di Afrika Selatan menyatakan bahwa luka bakar merupakan salah satu penyebab kematian tersering

pada bayi dan anak-anak dibawah umur 5 tahun, dengan lebih dari 1300 anak-anak sekarat akibat luka bakar di negara tersebut.1 Luka bakar pada anak 65,7% disebabkan oleh air panas atau uap panas (scald). Mayoritas dari luka bakar pada anak-anak terjadi di rumah dan sebagian besar dapat dicegah. Dapur dan ruang makan merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Anak yang memegang oven, menarik taplak dimana di atasnya terdapat air panas, minuman panas atau makanan panas.2 Empat puluh tahun terakhir ini kemampuan untuk bertahan hidup pada pasien yang menderita luka bakar yang parah telah meningkat. Walaupun secara umum morbiditas masih tinggi pada pasien dengan luka bakar > 50% dari total body surface area (TBSA). Namun pasien tersebut dapat bertahan hidup dengan penanganan yang tepat.3 Kondisi tubuh pada pasien dengan luka bakar berubah-ubah seiring dengan onset perjalanan penyakitnya. Hal pertama yang harus menjadi perhatian adalah ketidak setabilan kardiopulmonal yang disebabkan oleh perpindahan cairan intravascular dan adanya trauma inhalasi (0-36 jam). Kemudian, muncul proses inflamasi-infeksi pada luka (hari ke-2 hingga ke-6) yang kemudian diikuti oleh perubahan metabolik pada tubuh pasien (hari ke-7 hingga sembuh.4 Hal ini menyebabkan penangana pada pasien luka bakar dibagi atas fase awal yaitu memberikan resesitasi cairan yang tepat. Setelah itu, dilanjutkan dengan pemberian terapi nutrisi dan mengontrol infeksi.3 Sebagian besar kasus luka bakar pada anak-anak di tanganai oleh dokter umum, dengan pengiriman pasien ke burn unit hanya pada kasus yang parah. Menurut penelitia pada daerah tersebut korban luka bakar tidaklah mendapatkan penangan yang tepat seperti: mementukan derajat luka bakar, pemberian resusitasi cairan, dan analgetik yang tepat.1 Dengan semakin meingkatnya ilmu pengetahuan mengenai resusitasi cairan kita sebagai dokter di Indonesia sangatlah penting untuk mengetahui cara penanganan kasus luka bakar.

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, air panas, listrik) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat).5,6,7 Luka bakar pada anak-anak memiliki berbagai aspek yang berbeda dibandingkan dengan luka bakar pada orang dewasa: luas dan kedalaman luka biasanya lebih luas dibandingkan pada orang dewasa, Hal ini disebabkan anak memiliki lapisan kulit yang lebih tipis, dan perbedaan proporsi tubuh anak-anak dengan orang dewasa menyebabkan lebih mudah untuk kehilangan cairan, lebih rentan untuk mengalami hipotermia (penurunan suhu tubuh akibat pendinginan).1,2 2.2 Epidemiologi Di rumah sakit anak di Inggris, selama satu tahun, terdapat sekitar 50.000 pasien luka bakar dimana 6400 diantaranya masuk ke perawatan khusus luka bakar. Antara 1997-2002 terdapat 17.237 anak di bawah 5 tahun mendapat perawatan di gawat darurat di 100 rumah sakit di Amerika.2 Di Amerika 1,25-2 juta orang Amerika melakukan terapi luka bakar setiap tahunnya. Lima puluh ribu diantaranya memerlukan penangan kusus di rumah sakit. 3-5 % kejadian luka bakar tersebut mengancam nyawa. Luka bakar merupakan penyebab kedua kematian pada anak-anak di Amerika. Setengah kejadian luka bakar pada anak-anak disebabkan oleh terkena air panas.8 2.3 Etiologi Pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh merupakan penyebab luka bakar. Panas dapat dipindahkan melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik. Inilah yang dapat menyebabkan destruksi jaringan, yang terjadi sebagai akibat koagulasi denaturasi protein atau iosinasi isi sel. Ada lima mekanisme timbulnya luka bakar:5 1. Api: kontak dengan kobaran api.
2

2. Luka bakar cair: kontak dengan air mendidih, uap panas, dan minyak panas. 3. 4. Luka bakar kimia: asam akan menimbulkan panas ketika kontak dengan jaringan Luka bakar listrik: Bisa timbul dari sambaran petir atau aliran listrik. Luka bakar organik. listrik memiliki karakteristik yang unik, sebab sekalipun sumber panas (listrik) berasal dari luar tubuh, kebakaran/kerusakan yang parah justru terjadi di dalam tubuh. 5. Luka bakar kontak : kontak langsung dengan obyek panas, misalnya dengan wajan Sekitar 90 % kejadian luka bakar pada anak-anak dapat di cegah. Pengaturan prabotan rumah tangga yang tidak tepat (termos, kompor, bahan-bahan yang mengandung asam-basa kuat), keadaan rumah yang terlalu penuh dengan barang-barang, kabel-kabel listrik yang tidak tertata dengan baik, lemahnya pengawasan dari orang tua, dan kekerasan pada anak-anak merupakan penyebab utama kasus luka bakar pada anak-anak.1,3 2.4 Patofisiologi Efek lokal.7,8 Teori yang dikemukakan oleh Jackson menyatakan luka bakar terbagi menjadi tiga zona yaitu: 1. Zona koagulasi / nekrosis Daerah yg mengalami kontak dgn sumber panas, terjadi kerusakan maksimum, bersifat irreversibel (tidak bisa kembali meskipun dengan penanganan adekuat) 2. Zona statis Terjadi kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit dan leukosit, gangguan perfusi (no flow phenomena). Terjadi penurunan aliran darah (pucat), bersifat reversibel dengan penanganan adekuat. 3. Zona Hiperemis Mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi seluler. Terjadi penurunan perfusi, berwarna kemerahan, sembuh meskipun tanpa penanganan. panas atau knalpot sepeda motor.

Bahan Kimia Biolo

Termis LUKA

Radiasi Psiko logis

Listrik/p etir

Pada Wajah Kerusakan mukosa Efek sistemik Oedema

gis BAKAR Gambar 1. Tiga zona menurut teori Jackson Di ruang Kerusakan ( Eli Zuraida, 2010)
tertutup Keracunan gas CO CO

Gangguan Konsep diri Kurang pengetahuan Anxietas

kulit Penguapan meningkat


Resiko tinggi terhadap infeksi Gangguan rasa nyaman Kerusakan integritas

Peningkatan pembuluh mengikat Perubahan laring hemodinamik: lepasnya mediatordarah kapiler inflamasi berasal Ganguan aktivitas hiperemis dari zona

Obstruksi menyebabkan perpindahan cairan isotonis dari intravascular menuju ekstravaskular pada mampu
Ektravasasi cairan (H2O, daerah lukaGagal Perpindahan cairan ini terjadi maksimal pada 3-12 jam setelah onset luka bakar. O2 Elektrolit, protein)

HbHb tidak

kulit

jalan nafas

mengikat

bakar pada nafasbakar yang kecil dan lebih dari 24-48 jam pada luka bakar yang lebih luas. luka Hipoxia MK: Jalan
otak Hilangnya cairan dapat mencapai 4,4 ml/kg/jam. Hilangnya cairan tidak dipengaruhi oleh Tekanan onkotik . tidak dalamnya luka, melainkan dari luasnya permukaan tubuh yang terkena (TBSA > 30%). Hal efektif
Tekanan hidrostatik

nafas

ini menyebabkan hilangnya cairan intravascular yang banyak sehingga dapat menimbulkan
menurun oedem dan yang paling ditakutkan adalah syok hipovolemik.3 Cairan intravaskuler

Pada luka bakar yang luas, perpindahan cairan intravascular menuju ekstravaskular
Kekurangan volume cairan tidak hanya terjadi pada kulit yang mengalamihemokonsentrasi melainkan pada seluruh tubuh luka bakar saja, Gangguan perfusi jaringan

Hipovolemia dan

yang disebabkan oleh terjadinya sindrom respoan imun sistemik (SIRS). Mediator-mediator
Gangguan sirkulasi makro yang dilepaskan menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah, meningkatnya

tekanan osmotik pada jaringan yang terbakar, dan meningkatnya tekanan hidrostatik
Gangguan Gangguan perfusi organ penting intravaskuler berperan dalam perpindahan cairan ini. Perpindahan ini terjadi paling menojol sirkulasi seluler

pada 24 jam pertama yang disebabkan oleh


Otak Kardiovaskuler Ginjal Hepar GI Traktus Neurologi Imun Gangguan perfusi

Hipoxia

Kebocoran kapiler

Hipoxia sel ginjal

Pelepasan katekolamin

Dilatasi lambung

Gangguan Neurologi

Sel otak mati

Daya tahan tubuh menurun

Laju metabolisme meningkat

Penurunan curah jantung

Fungsi ginjal

Hipoxia hepatik

Hambahan pertumbuhan Glukoneogenesis glukogenolisis

Gagal fungsi sentral

Gagal jantung

Gagal ginjal

Gagal hepar

4
Perubahan nutrisi

MULTI SISTEM ORGAN FAILURE

meningkatnya permeabilitas protein, kemudian protein berpidah pada ekstravaskuler sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan onkotik jaringan. Perpindahan protein itu sendiri terutama terjadi pada 6 sampai 8 jam pertama onset terjadinya luka bakar, selama terjadnya proses tersebut plasma protein dapat berkurang hingga < 50% dari jumlah normal, resolusi dari edema itu terjadi kira-kira beberpa minggu kemudian tergantung peranan dari sistem limfa.4
5

Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana dapat terjadi ilius paralitik, tachycardia dan tachypnea merupakan kompensasi untuk menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap injury jaringan dan perubahan sistem. Kemudian menurunkan perfusi pada ginjal, dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus dan oliguri.6 Repon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital.6 Respon metabolik pada luka bakar adalah hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan katekolamin; dimana terjadi peningkatan temperatur dan metabolisme, hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolik yang kemudian terjadi penipisan glukosa, ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injury jaringan.6 Kerusakan pada sel daerah merah dan hemolisis menimbulkan anemia, yang kemudian akan meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan perfusi.6 Keseimbangan cairan menjaga agar volume cairan tubuh tetap relatif konstan dan komposisinya tetap stabil adalah penting untuk homeostatis. Kekonstanan ini haruslah tetap walaupun terdapat penambahan cairan yang sangat bervariasi haruslah disesuaikan dengan keluaran seimbang dari tubuh untuk mencegah penurunan atau peningkatan volume cairan tubuh. Asupan cairan harian ditambahkan melalui dua cara yaitu: (1) berasal dari cairan tubuh sekitar 2100ml/hari, (2) berasal dari sintesis dalam tubuh sebagai hasil dari karbohidrat, yang kurang lebih menambah sekitar 200ml/hari. Pada kondisi seseorang sedang sakit dan membutuhkan cairan tambahan secara parenteral, cairan tersebut dapat ditambahkan secara langsung dengan total asupan cairan harian tersebut11,12 Pengeluaran cairan tubuh harian dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu: (1) insensible fluid loss yaitu pengeluaran cairan secara terus menerus melalui evaporasi dare traktus respiratorus dan difusi melalui kulit, dimana keduanya mengeluarkan cairan sekitar 700ml/hari dalam keadaan normal. Kehilanagn cairan melalui difusi pada kulit diminimalisasi oleh lapisan selaput kornea kulit yang mengandung kolesterol yang member perlindungan terhadap kehilangan cairan berlebihan dengan cara difusi . bila selaput kornea menghilang contoh pada pasien luka bakar maka kecepatan evaporasi dapat
6

meningkat hingga 10 kali lipat yaitu mencapai 3 hingga 5 liter sehari. Karena alasan ini maka korban luka bakar harus diberi cairan dalam jumblah besar. Pengeluaran cairan lewat keringat kira-kira 100ml/hr. kehilangan cairan lewat feses kira-kira 100 ml/hr kehilangan cairan lewat ginjal kira-kira 0,5 1 ml/kg BB/jam. 11,12 2.5 Klafikasi
1. Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis

yang dapat dilihat pada tabel 1:5,8 klasifikasi penyebab Penampakan luar Sensasi Waktu Jarungan penyembuhan parut 3 6 hari Tidak terjadi jaringan parut

Luka bakar Sinar UV, Kering dan merah; nyeri dangkal paparan memucat dengan (superficial nyala api penekanan burn) Luka bakar Cairan atau sebagian uap panas dangkal (tumpahan (superficial atau partialpercikan), thickness paparan burn) nyala api

Gelembung berisi Nyeri bila 7-20 hari cairan, terpapar berkeringat, udara dan merah; memucat panas dengan penekanan

Luka bakar Cairan atau Gelembung berisi sebagian uap panas cairan (rapuh); dalam (tumpahan), basah atau kering (deep api, minyak berminyak, partialpanas berwarna dari thickness putih sampai burn) merah; tidak memucat dengan penekanan Luka bakar Cairan atau Putih berminyak seluruh uap panas, sampai abu-abu lapisan api, minyak, dan kehitaman; (full bahan kering dan tidak thickness kimia, elastis; tidak burn) listrik memucat dengan tegangan penekanan

Umumnya tidak terjadi jaringan parut; potensial untuk perubahan pigmen Terasa >21 hari Hipertrofi, dengan berisiko penekanan untuk saja kontraktur (kekakuan akibat jaringan parut yang berlebih) Terasa Tidak dapat Risiko hanya sembuh (jika sangat dengan luka bakar tinggi penekanan mengenai untuk yang kuat >2% dari terjadi TBSA) kontraktur
7

tinggi Tabel 1. Kalasifikasi luka bakar menurut kedalamannya. 2. Berdasarkan luas luka bakar Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama Rule of Nine atua Rule of Wallace yaitu: (Gambar 2) 1. 2. 3. 4. 5. Kepala dan leher Lengan masing-masing 9% Badan depan 18%, badan belakang 18% Tungkai maisng-masing 18% Genetalia/perineum Total : 9% : 18% : 36% : 36% : 1% :100%

Gambar2. The Rule of Nine.

Metode Lund and Browder. Metode yang lebih tepat untuk memperkirakan luas permukaan tubuh yang terbakar adalah metode Lund and Browder yang mengakui bahwa persentase luas luka bakar pada berbagai bagian anatomik, khususnya kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan. Dengan membagi tubuh menjadi daerah-daerah yang sangat kecil dan memberikan estimasi proporsi luas permukaan tubuh untuk bagian-bagian tubuh tersebut, kita bisa memperoleh estimasi luas permukaan tubuh yang terbakar.6 2.6 Penatalaksanaan Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan.2,5 1. Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning. 2. Cooling :

Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif dari mulai kejadian sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar.

Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi.

Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia.

Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.
9

10

3. Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang. 4. Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari superficial partial- thickness (dapat dilihat pada tabel 4 jadwal pemberian antitetanus). Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan
11

5. Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi. 6. Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri. Dapat diberikan penghilang nyeri berupa :

Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg

Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari ABCDEF.2,5 1. Airway2,5 Pada permulaannya airway biasanya tidak terganggu, dalam keadaan ekstrim bisa saja airway terganggu misalnya karena lama dalam ruangan tertutup yang terbakar sehingga terjadi pengaruh panas yang lama terhadapa jalan napas. Menghisap gas atau partikel karbon yang terbakar dalam jumlah banyak juga akan dapat mengganggu airway. Pada permulaan penyumbatan airway tidak total, sehingga akan timbul suara stridor/crowing. Bila menimbulkan sesak berat (apalagi bila dapat monitor saturasi O2 dan kurang dari 95 %), maka ini merupakan indikasi mutlak untuk segera dilakukan intubasi. Apabila obstruksi parsial ini dibiarkan maka pasti akan menjadi total dengan akibat kematian penderita. 2. Breathing2,5 Gangguangan breathing yang cepat dapat disebabkan karena :
-

Inhalasi partikel-partikel panas yang menyebabkan proses peradangan dan

edema pada saluran jalan napas yang paling kecil. Mengatasi sesak yang terjadi adalah dengan penanganan agresif Keracunan CO (karbon Monoksida) Asap dari api mengandung CO. apabila penderita berada dalam ruangan tertutup yang terbakar, maka kemungkinan keracunan CO cukup besar. Diagnostiknya sulit
12

(apalagi di pra- RS). Kulit yang berwarna merah terang biasanya belum terlihat. Pulse oksimeter akan menunjukan tingkat sat. O2 yang cukup, walaupun penderita dalam keadaan sesak. Bila diduga kemungkinan keracunan CO, maka diberikan O2 100 % (dengan Nonrebreathing mask, ataupun bila perlu ventilasi tambahan dengan BVM yang reservoir O2). 3. Circulation2,5 Kulit yang terbuka akan menyebabkan pengupan air yang berlebihan dari tubuh dengan akibat terjadinya dehidrasi. Walaupun dehidrasi akan terjadi agak lambat, namun pemasangan infus pada luka bakar diatas 15 % merupakan indikasi. Bila masa pra RS hanya singkat maka tidak perlu pemasangan cateter uretra (pemasangan DC, dauer catheter). Namun dalam keadaan khusus dimana masa pra RS lama maka perlu pemasangan DC sehingga dapat dilakukan monitoring produksi urine. 4. Disability and neurological status.3 Tingkat kesadaran pasien, pasien bisa dalam keadaan sadar penuh (compos mentis), somnolence, alert, atau dalam keadaan tidak sadar. 5. Exsposure and environmental control.3 Tujuannya adalah untuk mengetahui klasifikasi dari luka bakar yang dialami oleh pasien baik TBSA maupun kedalamn dari luka bakar tersebut. Hal ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah ada luka ikutan saat pasien megalami trauma. 6. Fluid resuscitation.2,3,5,7,8,9 Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada luka bakar dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi secara adekuat maka resiko menjadi lebih besar.2,5 Terapi cairan resusitasi adalah pemberian cairan untuk menyelamatkan jiwa pasien yang mengalami syok karena dehidrasi akut dan berat atau perdarahan. Di sini cairan infus diberikan dengan cepat dan dalam jumlah cairan yang besar sesuai dengan derajat dehidrasi atau perdarahan yang terjadi.2,5 Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut, seperti pada luka bakar.2,5 Tanda dari syok luka bakar adalah peningkatan yang jelas pada permeabilitas vaskular baik pada jaringan yang terbakar maupun tidak terbakar. Eksudasi cairan
13

yang

kaya protein

dari

kompartemen

intravaskular ke dalam

interstitial

mengakibatkan hipovolemia intravaskular dan akumulasi cairan interstitial yang masif. Aliran limfe kutaneus meningkat secara drastis pada periode segera setelah luka bakar dan tetap tinggi selama hampir 48 jam. Akumulasi cairan yang progresif yang berasal dari cairan intravaskular ke dalam interstitial akan menyebabkan peningkatan aliran limfatik.2,3,4 Penyimpangan cairan dalam jumlah besar melibatkan semua komponen dari hukum Starling yaitu:

peningkatan

permeabilitas

koefisien mikrovaskuler (k) yang disebabkan oleh

pelepasan mediator lokal dan sistemik seperti bradikinin, histamine, platelet activating factor dan leukotrin. Peningkatan permeabilitas vaskuler melibatkan tidak hanya cairan dan elektrolit tetapi juga plasma koloid. Pada jaringan yang terbakar, peningkatan endothelial.5,9

permeabilitas

vaskuler secara

nyata

sebagai

akibat

disrupsi

Peningkatan tekanan hidrostatik intravaskuler (Pc) akibat dilatasi mikrovaskuler. Hal ini disebabkan karena produksi dari nitrik oksida dan vasodilator prostaglandin yang menyebabkan peningkatan aliran darah pada tempat terjadinya luka bakar sama seperti daerah yang tidak terkena trauma terpapar mediator inflamasi.5,9 Penurunan tekanan hidrostatik interstitial (Pi). Walaupun penyebab nyata terjadinya tekanan negative pada pasien luka bakar belum bisa dimengerti, fenomena ini telah dilaporkan pada beberapa penelitian. Lund dkk mengatakan bahwa tekanan negatif interstitiel pada jaringan luka bakar disebabkan oleh degradasi kolagen.5,9 Penurunan tekanan onkotik intravaskuler diakibatkan oleh kebocoran protein dari ruang intravaskuler. Peningkatan relatif tekanan onkotik interstitial disebabkan oleh pergerakan cairan yang kaya akan protein dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial. Kebocoran cairan dan protein ke dalam ruang interstitial seringkali menyebabkan hilangnya lapisan aliran limfe.5,9 Efek yang nyata dari perubahan tersebut adalah perkembangan edema yang interstitial yang ditandai dengan peningkatan

masif selama 12-24 jam setelah trauma thermal yang disertai dengan hilangnya volume
14

cairan intravaskuler. Perkembangan edema yang progresif ini sangat bergantung pada kecukupan volume resusitasi karena pemberian cairan akan berdampak pada perkembangan edema. Hipotensi yang dihubungkan dengan trauma luka bakar juga mempunyai peranan dalam menyebabkan depresi miokard. Respon inflamasi akibat trauma thermal menyebabkan pelepasan Tumo Necrosis Factor, Interleukin-(IL-1) dan prostaglandin dalam jumlah yang besar. Mediator TNF dan beberapa faktor yang tidak dikenal dianggap berperan dalam menyebabkan depresi fungsi miokard. Hipotensi disebabkan oleh deplesi volume intravaskuler dan depresi miokard akan menginduksi suatu reflek yang dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik. Semua faktor ini menyebabkan penurunan CO dan penurunan perfusi jaringan jika pasien tidak diresusitasi secara optimal.2,3,4 Metode resusitasi cairan pada klien dengan luka bakar Pasien luka bakar memerlukan resusitasi cairan dengan volume yang besar segera setelah trauma. Resusitasi cairan yang tertunda atau yang tidak adekuat merupakan resiko yang independen terhadap tingkat kematian pada pasien dengan luka bakar yang berat. Tujuan dari resusitasi pasien luka bakar adalah untuk tetap menjaga perfusi jaringan dan meminimalkan edema interstitial. Pemberian volume cairan seharusnya terus menerus dititrasi untuk menghindari terjadinya resusitasi yang kurang atau yang berlebihan. Pemberian volume cairan yang besar ditujukan untuk menjaga perfusi jaringan, namun jika berlebihan dapat menyebabkan terjadinya udema dan sindrom kompartemen pada daerah abdomen dan ekstremitas. Paru paru dan kompartemen jaringan akan dikorbankan untuk meningkatkan fungsi ginjal, yang bermanifestasi sebagai udema post resusitasi, kebutuhan trakeostomi, kebutuhan fasciotomi pada ektremitas bawah, dan kompartemen sindrome pada abdomen.5 Berbagai rumus telah dikembangkan untuk prediksi hilangnya cairan berdasarkan estimasi persentase luas permukaan tubuh yang terbakar dan BB pasien. Namun tetap perhatikan RESPON pasien, yaitu : Frekuensi Jantung Tekanan Darah Haluaran Urine
15

Sehingga tercapai resusitasi cairan yang optimal. Tujuan resusitasi cairan : Tekanan Sistolik > 100 mmHg Frekuensi nadi / denyut jantung < 110 x / mnt Haluaran urine 30 50 ml/ jam Ukuran tambahan utk menentukan kebutuhan cairan :
Nilai Hb dan Ht Kadar Na serum

Bila Hb dan Ht turun dan haluaran urine > 50 ml/jam, maka kecepatan cairan infus dpt diturunkan, dgn tujuan mempertahankan kadar Na dlm batas normal selama penggantian cairan.5 Kristaloid merupakan cairan isotonik yang aman dan efektif digunakan untuk tujuan resusitasi kasus hipovolemia, karena cairan ini memiliki osmolaritas sesuai dengan cairan tubuh dan tidak mempengaruhi efek osmotik cairan, dan cenderung meninggalkan kompartemen intravaskular (mengisi kompartemen intersisiel).4,5,9 Berdasarkan hal tersebut, maka partisi cairan dan kadar elektrolitnya serupa dengan cairan tubuh 75% cairan ektravaskuler dan 25% cairan intravaskuler. Sehingga secara prinsipil, cairan. kristaloid digunakan untuk melakukan resusitasi cairan pada kompartemen ekstravaskuler.4,5,9 Cairan koloid adalah larutan dengan berat molekul tinggi, sehingga mempengaruhi efek osmotiknya. Karena sifat semipermeabilitas kapiler, maka koloid cenderung untuk tetap berada di dalam kompartemen intravaskuler; oleh karenanya hanya sejumlah kecil koloid diperlukan dalam memelihara volume cairan di kompartemen intravaskuler. Sehingga, secara prinsipil, cairan koloid ditujukan untuk melakukan resusitasi cairan pada kompartemen intravaskuler.4,5,9 Nacl 0.9% adalah satu-satunya jenis cairan isotonik yang dapat diberikan bersama-sama dengan darah. Prosedur resusitasi menggunakan cairan ini menyebabkan kondisi hipernatremia dan asidosis metabolik hiperkloremik. Ringer's Lactate (RL) merupakan cairan isotonik yang lebih bersifat fisiologik karena mengandung komposisi elektrolit. Laktat yang dikandungnya bersifat basa, sehingga tidak akan menyebabkan
16

asidosis ; dikonversi secara cepat ke bentuk bikarbonat di hepar (kecuali pada kasuskasus dengan disfungsi hepatik).4,5,9 Pada SIRS akibat luka bakar, akibat adanya kebocoran kapilar dan hilangnya cairan pada rongga ketiga terjadi penurunan efektif volume di kompartemen cairan intravaskuler disertai edema (peningkatan volume di kompartemen intersisiel). Karena kurang dari 20% cairan kristaloid (yang diberikan melalui infus) dipertahankan di kompartemen intravaskular, maka pemberian cairan kristaloid harus dibatasi (karena akan meningkatkan volume di kompartemen intersisiel, edema bertambah). Cairan koloid seperti Hydroxyethyl Starch (HES) dilaporkan bermanfaat pada kondisi-kondisi SIRS ini.4,5,9 Penatalaksanaan resusitasi cairan pada luka bakar dilakukan berdasarkan manifestasi klinik dari suatu trauma. Metode dan kebutuhan cairan akan berbeda pada setiap kondisi; pada kondisi syok tentunya berbeda dengan kondisi dimana tidak dijumpai syok. Secara umum dalam melakukan resusitasi pada luka bakar ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mencapai keberhasilan terapi, yaitu permasalahan yang terjadi pada pasien seperti syok, cedera inhalasi, derajat dan luas luka bakar, berat badan pasien, metode pemberian cairan; jumlah cairan, jenis cairan dan pemantauan yang dilakukan, informasi mengenai fungsi organ-organ penting (ginjal, paru, jantung, hepar dan saluran cerna) dan penggunaan obat-obatan yang rasional. Metode resusitasi dan regimen terapi cairan yang dikenal selama ini merupakan cara atau usaha untuk memperoleh pengetahuan atau gambaran mengenai jumlah kebutuhan cairan dengan hitungan yang tegas; namun bukan suatu patokan yang memiliki nilai mutlak karena pemberian cairan sebenarnya berdasarkan kebutuhan sirkulasi yang dinamik dari waktu ke waktu dan harus dipantau melalui parameter-parameter tertentu.4,5,9 Terdapat berbagai jenis parameter yang dapat digunakan. Namun yang sering digunakan di RSUP Sanglah adalah dengan formula BAXTER dimana pemberian resusitasi diberikan dalam dua bagian yaitu hari pertama dan hari kedua. Seperti yang tertulis dibawah ini:10 Hari pertama: Dewasa Anak : Ringer laktat 4cc x Berat badan x % luas luka bakar per 24 jam : Ringer laktat 2cc x Berat badan x % luas luka bakar + kebutuhan faal
17

Kebutuhan faal: < 1 tahun 1 3 tahun 3 5 tahun : Berat badan x 100cc : Berat badan x 75cc : Berat badan x 50cc

cairan diberikan dalam 8 jam pertama cairan berikutnya diberikan dalam 16 jam berikutnya Hari kedua: Dewasa Anak : hari pertama : diberikan sesuai kebutuhan faal Kristaloid saat ini merupakan cairan yang terpilih dan paling sering digunakan untuk resusitasi cairan awal pada penderita luka bakar. Sebagian besar studi tidak memperlihatkan peningkatan insiden edema paru pada pasien yang mendapatkan cairan kristaloid. Holm dkk dalam penelitiannya mengemukakan bahwa sebagian besar pasien luka bakar tidak memperlihatkan peningkatan permeabilitas kapiler paru setelah trauma dan insiden edema paru jarang terjadi sepanjang tekanan pengisian intravaskular dipertahankan dalam batas normal.4,5,9 Cairan koloid dan atau cairan hipertonik sebaiknya dihindari dalam 24 jam pertama setelah trauma luka bakar. Koloid tidak memperlihatkan keuntungan di banding kristaloid pada awal resusitasi cairan pada penderita luka bakar dan bahkan memperburuk edema formation pada awal-awal terjadinya luka bakar. Hal ini oleh karena selama 8 24 jam setelah luka bakar terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga koloid mengalami influks masuk kedalam interst itium sehingga memperburuk edema. Studi meta analisis terakhir memperlihatkan mortalitas lebih tinggi pada pasien yang mendapatkan albumin sebagai bagian resusitasi awal dengan 2,4 kali resiko relatif mortalitas dibanding yang mendapatkan kristaloid. Cairan koloid dan atau cairan hipertonik (Saline) mengurangi kebutuhan cairan total dan memperbaiki kerja jantung pada luka bakar. Cairan hipertonik memperlihatkan daya ekspansi volume intravaskular dengan memobilisasi cairan dari kompartemen
18

intraselular dan interstitial serta mengurangi disfungsi kontraksi jantung yang berkaitan dengan luka bakar.4,5,9 Survei Sekunder2,5 a. Anamnesis Penting untuk menanyakan dengan teliti hal sekitar kejadian. Tidak jarang terjadi bahwa disamping luka bakar akan ditemukan pula perlukaan lain yang disebabkan usaha melarikan diri dari api dalam keadaan panik. b. Pemeriksaan ujung rambut-ujung kaki Pemeriksaan dilakukan bila ada waktu. Apabila ditemukan kelainan maka diberikan pertolongan sesuai c. Luka bakarnya sendiri Tidak perlu dilakukan apa-apa selain menutup dengan kain bersih. Menyemprot dengan air dingin hanya dilakukan bila tiba sebelum 15 menit setelah kejadian. Jangan memecahkan bula. Pemindahan ke Unit Luka Bakar2,5 Dalam dan luasnya luka bakar perlu dipertimbangkan dalam menentukan apakah pasien harus dipindahkan ke unit atau ke RS khusus luka bakar. Tindakan berikut ini harus dilakukan sebelum pemindahan pasien : 1. Selang infus harus dipasang dengan kecepatan tetesan yang diperlukan untuk menghasilkan haluaran urine sedikitnya 30 ml/jam. 2. Saluran napas yang paten (lapang) dipastikan. 3. Dilakukan terapi yang adekuat untuk meredakan nyeri 4. Sirkulasi perifer yang memadai pada setiap ekstremitas yang terbatas 5. Luka ditutup dengan balutan steril yang kering
6. Kenyamanan dan kehangatan tubuh pasien dijaga.

19

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS Nama Umur Jenis Kelamin Suku Agama Bangsa Alamat Status No CM MRS 3.2 ANAMNESIS Keluhan utama: luka bakar Perjalanan penyakit pasien: pasien datang sadar, diantar oleh keluarga ke RSUP Sanglah (19/8/2010, pkl 17.30). Pasien datang dengan keluhan muncul bercak-bercak kemerahan yang sangat nyeri dibadan setelah pasien tersiram air panas 8 jam SMRS, pada daerah pnggung, bokong, dan tungkai bawah. Pasien terkena air panas ketika sedang berjalan disamping neneknya yang sedang membawa ember berisi air panas, tiba-tiba pegangan embernya terlepassehingga air panas tersebut mengenai pasien (19/8/2010, pkl 09.30) .
20

: Ni Kadek Anggi Anggarina : 3 tahun : Perempuan : Bali : Hindu : Indonesia : Br. Jasan Sebatu Tegalalang Gianyar : Belum menikah : 01022112 : 19/8/2010 pkl 17:23

Setelah itu pasien menangis karena rasa panas dan sakit pada bagian tubuh yang terkena air panas. Setelah itu ibu pasien melepas baju pasien dan mengelapnya dengan handuk kering. Beberapa jam setelah kejadian tersebut pada kulit pasien yang terkena air panas terlihat memerah, terlihat seperti melepuh, dan muncul gelembung-gelembung besar yang berisi air. Pasien juga terlihat merasa semakin sakit ketika kulit yang mengalami luka bakar tersebut terkena baju ataupun disentuh. Batuk (-), suara serak (-), tersiram dibagian wajah (-) Riwayat penyakit dahulu: pasien belum pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya, pasien tidak pernah sakit berat sehingga harus MRS sebelumnya Riwayat penyakit sistemik : asma (-), gangguan jantung (-) Riwayat alergi : (-) 3.3 PEMERIKSAAN FISIK Status Present : Kesadaran Keadaan umum Tekanan Darah Nadi Respirasi Taxsila Berat badan Tinggi badan Status General : Kepala Mata THT Thorax Pulmo Cor Abdomen Ekstremitas : normocephali : anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+, isokor, cowong -/: secret -/-, faring hiperemis (-), bibir dan mukosa kering (-) : pergerakan simetria +/+, retraksi (-) : vesikular +/+, rhonci -/-, whezing -/: S1S2, tunggal, reguler, murmur (-) : distensi (-), BU (+) N, tugor (N) : hangat +/+, cyanosis -/-, edema -/-, capillary refill palm < 2 detik
21

: E4V5M6 : sakit sedang : 100/70 mmHg : 118x/menit : 30x/menit : 36,7 C : 15 kg : 95 cm

Status Lokalis : Regio punggung, pinggang, bokong, dan paha dexstra : macula eritema berbatas tegas, terdapat bula multiple diatasnya, dengan dinding tegang, isi serus, maserasi, dan terkelupas seluas 17 % TBSA. 3.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di IRD Darah Lengkap (19/8/2010, pkl 18.30) WBC : 13,4 RBC HCT PLT : 4,39 : 36,0 : 496 HGB : 12,6

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di Burn Unit Darah Lengkap (20/8/2010, pkl 18.30) WBC : 17,8 RBC HCT PLT : 5,01 : 40,6 : 612 : 5,55 (L) : 3,602 (N) : 3,677 (N) : 0,259 (L) : 7,41 (H) : 104,00 (H) : 138,0 (N)
22

HGB : 14,6

Kimia Darah (20/8/2010, pkl 05.21) Total Potein ALB BUN CREA pH pO2 Na

AGD (20/8/2010, pkl 05.21) pCO2 : 34,00 (L)

: 3,9 (N)

Saran dilakukan pemeriksaan LED 3.4 DIAGNOSIS Combustio gr II A 17 % e.c terkena air panas 3.5 PENATALAKSANAAN 19/8/2010, pukul 17.30 WITA, IRD Bedah Primary survey :
1. Airway 2. Breathing

: RR 30x/menit, stridor (-), batuk (-), suara serak (-) resusitasi (-) : pemberian kanul O2 kecepatan 2 L/menit : E4V5M6

3. Circulation : TD 100/70 mmHg, N 116x/menit, pemasangan IV line 4. Disability

5. Exsposure : tidak terdapat luka ikutan yang lain 6. Fluid resuscitation : pemberian cairan kristaloid (RL)

: 2cc x berat badan x luas luka + kebutuhan faal : 2cc x 15kg x 17% + 1100cc :1600 cc/24jam Thx/ R/ Cefspan syrp fl No I S 2 dd cth I R/ Parasetamol syrp fl No I S 3 dd cth I Mx/ : panas badan : balance cairan KIE : penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi pasien : terapi intensif di Burn Unit Setelah itu dilakukan pemasangan Dower Kateter dan penutupan luka dengan haas steril pasien dipindahkan ke Burn Unit. 20/8/2010, Burn Unit S: Panas badan (-), muntah (-), nyeri luka bakar (+), ma (+) /mi (+), BAK (+) /
23

BAB (+). O: Status present: Kesadaran Tekanan darah Nadi Respirasi CM CK Status general: Mata THT Thorax Pulmo Cor Abdomen Ekstremitas Status Lokalis : Regio punggung, pinggang, bokong, dan paha dexstra : macula eritema berbatas tegas, terdapat bula multiple diatasnya, dengan dinding tegang, isi serus, maserasi, dan terkelupas seluas 17 % TBSA A: Combustio gr II A 17 % e.c terkena air panas P: Resusitasi cairan RL 15 x 75 = 1100cc/hari D5% NS = 500cc/hari Thx/: R/ Cefspan syrp fl No I S 2 dd cth I R/ Parasetamol syrp fl No I S 3 dd cth I R/ sodium metamizol 150 mg amp No I S 3 dd imm
24

: CM : 110/80 mmHg : 112x/menit : RR 24 x/menit, stridor (-), rh (-), wh (-) : par : 1100ml : urine 340ml

Pasien dapat makan dan minum kurang lebih 1000cc/hr : anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+, isokor, cowong -/: secret -/-, faring hiperemis (-), bibir dan mukosa kering (-) : pergerakan simetria +/+, retraksi (-) : vesikular +/+, rhonci -/-, whezing -/: S1S2, tunggal, reguler, murmur (-) : distensi (-), BU (+) N, tugor (N) : hangat +/+, cyanosis -/-, edema -/-, capillary refill palm < 2 detik

Rawat luka ~ Ts Bedah Mx/: Panas badan : Balance cairan KIE : Penjelasan kepada keluarga pasien mengenai kondisi pasien : Penjelasan mengenai terapi yang dilakukan 3.6 FOLOW UP 21/8/2010, Burn unit S: Panas badan (-), muntah (-), nyeri luka bakar (+) menurun, ma (+) /mi (+), BAK (+) / BAB (+). O: Status present: Kesadaran Tekanan darah Nadi Respirasi CM CK Status general: Mata THT Thorax Pulmo Cor Abdomen Ekstremitas : anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+, isokor, cowong -/: secret -/-, faring hiperemis (-), bibir dan mukosa kering (-) : pergerakan simetria +/+, retraksi (-) : vesikular +/+, rhonci -/-, whezing -/: S1S2, tunggal, reguler, murmur (-) : distensi (-), BU (+) N, tugor (N) : hangat +/+, cyanosis -/-, edema -/-, capillary refill palm < 2 detik : CM : 100/70 mmHg : 116x/menit : RR 24 x/menit, stridor (-), rh (-), wh (-) : par : 1100ml : urine 330ml

Pasien dapat makan dan minum kurang lebih 1000cc/hr

A: Combustio gr II A 17 % e.c terkena air panas P: Resusitasi cairan RL 15 x 75 = 1100cc/hari D5% NS = 500cc/hari Thx/: R/ Cefspan syrp fl No I S 2 dd cth I R/ Parasetamol syrp fl No I
25

S 3 dd cth I R/ sodium metamizol 150 mg amp No I S 3 dd imm Rawat luka ~ Ts Bedah Mx/: Panas badan : Balance cairan KIE : Penjelasan kepada keluarga pasien mengenai kondisi pasien : Penjelasan mengenai terapi yang dilakukan 22/8/2010, Burn unit S: Panas badan (-), muntah (-), nyeri luka bakar (+) menurun, ma (+) /mi (+), BAK (+) / BAB (+). O: Status present: Kesadaran Tekanan darah Nadi Respirasi CM CK Status general: Mata THT Thorax Pulmo Cor Abdomen Ekstremitas : anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+, isokor, cowong -/: secret -/-, faring hiperemis (-), bibir dan mukosa kering (-) : pergerakan simetria +/+, retraksi (-) : vesikular +/+, rhonci -/-, whezing -/: S1S2, tunggal, reguler, murmur (-) : distensi (-), BU (+) N, tugor (N) : hangat +/+, cyanosis -/-, edema -/-, capillary refill palm < 2 detik : CM : 110/80 mmHg : 110x/menit : RR 24 x/menit, stridor (-), rh (-), wh (-) : par : 1100ml : urine 340ml

Pasien dapat makan dan minum kurang lebih 1000cc/hr

A: Combustio gr II A 17 % e.c terkena air panas P: Resusitasi cairan RL 15 x 75 = 1100cc/hari D5% NS = 500cc/hari Thx/: R/ Cefspan syrp fl No I
26

S 2 dd cth I R/ Parasetamol syrp fl No I S 3 dd cth I R/ sodium metamizol 150 mg amp No I (k/p) S 3 dd imm Rawat luka ~ Ts Bedah Mx/: Panas badan : Balance cairan KIE : Penjelasan kepada keluarga pasien mengenai kondisi pasien : Penjelasan mengenai terapi yang dilakukan 23/8/2010, Burn unit S: Panas badan (-), muntah (-), nyeri luka bakar (+) menurun, ma (+) /mi (+), BAK (+) / BAB (+). O: Status present: Kesadaran Tekanan darah Nadi Respirasi CM CK Status general: Mata THT Thorax Pulmo Cor Abdomen Ekstremitas : anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+, isokor, cowong -/: secret -/-, faring hiperemis (-), bibir dan mukosa kering (-) : pergerakan simetria +/+, retraksi (-) : vesikular +/+, rhonci -/-, whezing -/: S1S2, tunggal, reguler, murmur (-) : distensi (-), BU (+) N, tugor (N) : hangat +/+, cyanosis -/-, edema -/-, capillary refill palm < 2 detik : CM : 100/70 mmHg : 116x/menit : RR 24 x/menit, stridor (-), rh (-), wh (-) : par : 1100ml : urine 330ml

Pasien dapat makan dan minum kurang lebih 1000cc/hr

A: Combustio gr II A 17 % e.c terkena air panas P: Resusitasi cairan RL 15 x 75 = 1100cc/hari


27

D5% NS = 500cc/hari Thx/: R/ Cefspan syrp fl No I S 2 dd cth I R/ Parasetamol syrp fl No I S 3 dd cth I R/ sodium metamizol 150 mg amp No I (k/p) S 3 dd imm Rawat luka ~ Ts Bedah Mx/: Panas badan : Balance cairan KIE : Penjelasan kepada keluarga pasien mengenai kondisi pasien : Penjelasan mengenai terapi yang dilakukan 24/8/2010, Burn unit S: Panas badan (-), muntah (-), nyeri luka bakar (+) menurun, ma (+) /mi (+), BAK (+) /BAB (+). O: Status present: Kesadaran Tekanan darah Nadi Respirasi CM CK Status general: Mata THT Thorax Pulmo Cor Abdomen : anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+, isokor, cowong -/: secret -/-, faring hiperemis (-), bibir dan mukosa kering (-) : pergerakan simetria +/+, retraksi (-) : vesikular +/+, rhonci -/-, whezing -/: S1S2, tunggal, reguler, murmur (-) : distensi (-), BU (+) N, tugor (N)
28

: CM : 100/70 mmHg : 116x/menit : RR 24 x/menit, stridor (-), rh (-), wh (-) : par : 1100ml : urine 340ml

Pasien dapat makan dan minum kurang lebih 1000cc/hr

Ekstremitas

: hangat +/+, cyanosis -/-, edema -/-, capillary refill palm < 2 detik

A: Combustio gr II A 17 % e.c terkena air panas P: Up infuse dan DK Thx/: R/ Cefspan syrp fl No I S 2 dd cth I R/ Parasetamol syrp fl No I S 3 dd cth I Rawat luka ~ Ts Bedah Mx/: vital sign : Panas badan KIE : Penjelasan kepada keluarga pasien mengenai kondisi pasien : Penjelasan mengenai terapi yang dilakukan : BPL besok

BAB IV PEMBAHASAN

29

Pasien AA, berjenis kelamin perempuan, umur 3th, berat badan 15kg, datang ke IRD RSUP Sanglah (19/8/10,pkl 17.30). Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan munculnya bercak kemerahan setelah yang sangat nyeri dibadan setelah pasien tersiram air panas 8 jam SMRS, pada daerah pnggung, bokong, dan tungkai bawah. Beberapa jam setelah kejadian tersebut pada kulit pasien yang terkena air panas terlihat memerah, terlihat seperti melepuh, dan muncul gelembung-gelembung besar yang berisi air. Pasien tersebut dapat di katakan mengalami luka bakar karena sesuai dengan definisi luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, air panas, listrik) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat). Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada daerah yang terkena air panas tersebut, hal ini menunjukan kemungkinan luka bakar yang dialami oleh pasien tersebut grade 1 hingga grade 2B. Hal ini sesuai dengan teori dimana luka bakar grade 12B masih dapat mengiritasi saraf-saraf ujung bebas (nosiseptor) pada lapisan kulit dibawah lapisan dermis, sedangkan pada luka bakar grade 3 terjadi kerusakan/kematian pada nosiseptor sehingga tidak terjadi depolarisai yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Dari pemeriksaan fisik didapatkan regio punggung, pinggang, bokong, dan paha dexstra : macula eritema berbatas tegas, terdapat bula multiple diatasnya, dengan dinding tegang, isi serus, maserasi, dan terkelupas. Selain itu juga pasien merasa tambah nyeri bila tersentuh oleh bajunya. Dari hal tersebut didapatakn kesimpulan bahwa graede luka bakar tersebut grade 2A (superficial partial-thickness burn), hal ini dikarenakan kerusakan yang terjadi berada pada kedalaman epidermis dan 1/3 dermis, sehingga terjadi hilangnya kohesi antara sel-sel epidermis dan dermis. Hal ini disebabkan oleh kerusakan jaringan pada luka bakar akan menyebabkan teraktifasinya komplemen melalui jalur klasik maupun alternatif sehingga terbentuklah enzim yang merusak hemidesmosom, sehingga terlepasnya hubungan antara epidermis dan dermis. Dengan menggunakan metode Lund and Browder, metode yang paling tepat digunakan untuk anak-anak, didapatkan bahwa luas permukaan tubuh yang mengalami kerusakn akibat luka bakar dapat dihitung dengan luas 17%. Sehingga darianamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis Combustio gr II A 17 % e.c terkena air panas.
30

Dari pemeriksaan fisik tidak terdapat lesi pada wajah, dan respirasi dalam batas normal ves +/+, rh -/-, wh -/-, stridor (-), batuk (-), hal ini menunjukan tidak adanya tandatanda yang menunjukan trauma inhalasi yang membutuhkan resusitasi O2. Selain itu tidak ditemukan adanya tanda-tanda perubahan hemodinamik pada pasien tersebut, dimana tekanan darah dan nadi yang masih dalam batas normal tidak ada gejala dari syok hipovolemik. Kemudian tidak edema yang menyeluruh pada tubuh, hanya terdapat edema pada zona hiperemis saja. Hal ini sesuai dengan teori bahwa perpindahan cairan intravaskuler menuju ekstravaskuler terjadi bila luas permukaan tubuh yang terkena > 30%. Ditambah lagi dari pemeriksaan penunjang darah lengkap juga tidak didapatkan adanya tanda-tanda hemokonsentrasi dimana Hb dan Hct masih dalam batas normal. Dari pemeriksaan penunjang juga didapatkan kadar albumin dalam darah masih dalam batas normal, hal ini menunjukan tidak adanya kebocoran kapiler yang menyeluruh sehingga menyebabkan tidak meningkatnya tekana onkotik ekstravaskular dan tidak meningkatnya tekanan hidrostatik intravaskuler, hal ini menyebabkan tidak berpindahnya cairan plasma dari intravascular menuju ekstravaskular. Adapun penatalaksanaan yang telah dilakukan terhadap pasien ini sudah tepat. Pasien datang ke IRD 8 jam setelah terkena air panas, sehingga penatalaksaan yaitu Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar dan Cooling : mendinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit tidak dapat dilakukan. Namun dari anamnesis dikatakan bahwa ibu pasien langsung membuka baju pasien dan mengeringkan badan pasien, hal tersebut sudah dapat dikategorikan dengan clothing. Selanjutnya telah dilakukan primary survey antara lain Airway : RR 30x/menit, stridor (-), batuk (-), suara serak (-) resusitasi (-), hal ini menunjukan airway pasien telah lapang, tidak ada sumbatan oleh lidah maupun adanya laringeal oedem. Untuk penangana breathing dilkukan pemberian kanul O2 kecepatan 2 L/menit. Pemberian oksigen ini untuk meningakatkan saturasi O2, adapun pemilihan kanul karena pasien tidak memiliki tanda-tanda sesak nafas dimana friksi Oksigennya bertambah menjadi 28%. Circulation: TD 100/70 mmHg, N 116x/menit, pemasangan IV line. Pemasangan IV line ini selain untuk mempermudah pemberian obat kepada pasien juga bertujuan untuk mempermudah pemberian resusitasi cairan. Disability: E4V5M6, kesadaran pasien yang masih baik menunjukan kondisi hemodinamik pasien yang masih baik sehingga dapat
31

menyuplai darah ke otak. Exsposure: tidak terdapat luka ikutan yang lain. Fluid resuscitation melalui pemberian cairan kristaloid (RL), mengikuti formula BAXSTER. Adapun formula inilah yang paling sering digunakan di RSUP Sanglah dan didapatkan cairan dengan jumlah 1600 cc/24jam yang pemberiannya dibagi dalam dua bagian yaitu: setengahnya diberikan 8 jam pertama dan setengahnya lagi diberikan dalam 16 jam berikutnya. Kemudian hari ke-2 dan seterusnya pemberian cairan diberikan sesuai dengan kebutuhan faal yaitu 1100 cc/24 jam ditambah dengan cairan Dexstrose 5% sebanyak 500cc untuk menambah kalori pasien. Pemberian cairan yang dilakukan terhadap pasien ini sudah sesuai dengan metode yang digunakan di RSUP Sanglah. Dengan menghitng antara cairan masuk dan perkiraan cairan keluar didapatkan: Cairan Masuk 1. Cairan parenteral : 1600 ml
2. Cairan dari ma/mi : 500 ml

Cairan Keluar 1. Insensible kulit : 900


2. Insensible paru : 350 3. Keringat 4. Feses 5. Urine

Total

: 2100 ml/hr

: 100 : 100 : 360

Total : 1810 ml/hr Dari tabel tersebut didapatkan bahwa terdapat kelebhan 310 ml/hr, pemberian cairan ini sesuai dengan teori bahwa pada pasien dengan luka bakar terjadi peningkatan evaporasi kulit yang berlebihan terutama pada anak-anak yang memiliki luas permukaan tubuh yang lebih luas. Terapi medika mentosa pada pasien ini adalah pemberian antinyeri dan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder pada daerah luka bakar. Adapun untuk terapi terhadap rasa nyeri yang dialami pasien adalah dengan pemberian Parasetamol dengan dosis 50-100mg untuk sekali pemberian, ditambah dengan pemberian metamisol sodium dengan dosis 50-100mg/pemberian 150-400mg/hr. Sodium metamizol merupakan golongan NSID. Pemberian dua analgetik sekaligus ini bertujuan untuk menghilangkan rasa nyeri yang dirasakan pasien. Selain itu pasien juga diberikan antibiotik golongsn cefixsime (cephalosporin gol 3) dengan dosis 1,5-3mg/BB untuk sekali pemberian. Dengan menghilangnya barier kulit menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi penyakit sekunder, yang jika tidak dicegah akan memberikan dampak yang lebih buruk terhadap pasien tersebut.
32

BAB V KESIMPULAN Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, air panas, listrik) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat). Luka bakar pada anak-anak memiliki berbagai aspek yang berbeda dibandingkan dengan luka bakar pada orang dewasa: luas dan kedalaman luka biasanya lebih luas dibandingkan pada orang dewasa,
33

Secara

sistematik

dapat

dilakukan

6c

clothing,

cooling,

cleaning,

chemoprophylaxis, covering and comforting. Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari ABCDEF. Terdapat berbagai jenis parameter yang dapat digunakan. Namun yang sering digunakan di RSUP Sanglah adalah dengan formula BAXTER dimana pemberian resusitasi diberikan dalam dua bagian yaitu hari pertama dan hari kedua. Seperti yang tertulis dibawah ini:10 Hari pertama: Dewasa : Ringer laktat 4cc x Berat badan x % luas luka bakar per 24 jam Anak : Ringer laktat 2cc x Berat badan x % luas luka bakar + kebutuhan faal Hari kedua: Dewasa : hari pertama Anak : diberikan sesuai kebutuhan faal Selain itu juga diberikan terapi untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan multi modal terapi. Diberikan juga antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sharon, Cox. Heinz, Rode. Modern Management of Pediatric Burns. Department of

Pediatric Surgery, Red Cross War Memorial Childerns Hospital, Univ of Cape Town. Sharon.cox@uct.ac.za. 2010. Vol28: No3: 113-8.
2. Admin. Luka Bakar. 2010. p: 1-9. Available at: http://www.admin.com . Akses 8

Agust 2010.

34

3. Karpeloesky JS, Rode H. Basic Principles in the Management of Thermal Injuries.

Department of Pediatric Surgery, Red Cross War Memorial Childerns Hospital, Univ of Cape Town. SA Farm Pract. 2008. p: 24-31.
4. Jesse B, Hall. Gregory A, Schmidt. Lawrence D, Wood. Principal of Critical Care.

Second Edition.
5. Zuraida, Eli. Resusitasi Cairan pada Luka Bakar. Jakarta. 2010. p: 1-42. 6. Suriadi. Yuliani. Asuhan Keperawatan pada Anak. Surabaya. 2001. p: 1-17. 7. Wahab, Abdul. Resusitasi Cairan Pasien Luka Bakar. FK Univ Hasanudin Makasar.

Makasar. 2010. p: 1-27.


8. Bledsoe. Porter. Cherry. Burn. Departement of Anaesthesia, Royal United Hospital.

UK. 2008. p: 1-58.


9. Nolan, Jerry. Fluid Replacement. Departement of Anaesthesia, Royal United

Hospital. UK 1999. p: 821-43.


10. Kertohatmodjo, Sunarso. Luka Bakar (Combustio). Pendidikian Kedokteran

Berkelanjutan. IDI: Jakarta. 2007. p: 1-22. 11. Mima M, Horne. Pamela L, Swearingen. Keseimbangan Cairan, Elektrolit dan Asam Basa. Edisi 2. EGC. Jakarta. 1993. p: 22-6.
12. Gyuton. Arthur. Hall, John. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. ECG. Jakarta.2002.p: 375

-95.

35

You might also like