Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN Gangguan elektrolit dan metabolik sering ditemukan pada penderita sakit kritis dan penderita trauma. Gangguan ini mengubah fungsi fisiologis dan berperan dalam morbiditas dan mortalitas pasien. Gangguan elektrolit yang mengancam jiwa yang tersering pada penderita yang sakit kritis meliputi gangguan keseimbangan kadar kalium, natrium, calsium, magnesium dan fosfat. Gangguan metabolik dapat menyertai kebanyakan proses penyakit sistemik atau karena perubahan fungsi endokrin. Dengan mengenal dan pengobatan dini kelainan yang mendasarinya,, komplikasi yang mengancam jiwa akan dapat dihindari, dan hasil terapi akan lebih baik. II. A. GANGGUAN ELEKTROLIT Kalium Kalium merupakan unsur yang amat penting untuk mempertahankan membran potensial elektrik. Perubahan pada ion ini akan berdampak terutama pada kardiovaskular, neuromuskular dan gastrointestinal.
1.
2. Hiperkalemia (K >5,5 mEq/l[5,5 mmol/l]) Hiperkalemi pada pasien yang sakit kritis paling sering akibat disfungsi ginjal. Penyebab lainnya tertera pada table 11-2. Pseudohiperkalemi bisa terjadi akibat jumlah leukosit >100.000/mm3 atau trombosit >600.000/mm3. Hemolisis sekunder pada phlebotomy dapat diduga sebagai penyebab. Manifestasi klinik hiperkalemi terutama berpengaruh pada jantung dan otot. Manifestasi yang umum adalah aritmia, blok jantung, bradikardi, lemahnya konduksi dan kontraksi. EKG abnormal ( yakni, puncak gel. T meninggi, interval PR memanjang, kompleks QRS melebar, gel. P mengecil, gelombang sinus), kelemahan otot, paralysis, parestesi, dan refleks hipoaktif. Tabel 11-2 Penyebab hiperkalemi Disfungsi renal Asidemia Hipoaldosteronisme Intake berlebihan Obat-obatan (Diuretik hemat kalium, ACE-Inhibitor, dll.) Kematian sel : - Lisis tumor - Rhabdomiolisis - Kebakaran - Hemolisis
Penanganan hiperkalemi meliputi pengenalan dan pengobatan penyakit yang mendasarinya, penghentian pemberian obat, pembatasan intake kalium, dan koreksi asidemia dan elektrolit abnormal. Kadar kalium serum >6 mEq(>6 mmol/l) harus dipertimbangkan, namun perlunya suatu penanganan yang cepat tergantung dari manifestasi klinik. Bila ada perubahan EKG perlu terapi segera : a. Jika terjadi kelainan EKG, berikan Kalsium klorida 10%, 5-10 ml dalam suatu larutan iv selama 5-10 menit. Efeknya hanya berlangsung 30-60 menit, dan harus disusul dengan pemberian tambahan. b. Untuk redistribusi kalium, natrium bikarbonat seharusnya diberikan, 1 mEq/kg (1 mmol/kg) iv 5-10 menit, dan atau 50 gr dextrose 50% 5-10 menit dengan 10 U reguler insulin iv . Awasi kelebihan natrium pada pemberian natrium bicarbonate. Inhalasi B2-agonis dosis tinggi (albuterol 10-20 mg) biasanya sangat efektif untuk menurunkan kalium. c. Untuk mengeluarkan kalium dalam tubuh ; - Tingkatkan output urin dengan loop diuretic - Tingkatkan pengeluaran K di goastrointestinal dengan natrium polistrene sulfonat dalam 25-50 gr sorbitol secara enteral atau enema . - Dialisis Ulangi pengukuran kadar kalium, teruskan pemantauan jantung, dan EKG terus dimonitor selama evaluasi dan pengobatan.
B. Natrium
Natrium merupakan penentu utama osmolaritas dalam darah dan pengaturan volume ekstrasel. Gangguan natrium yang berarti pada sirkulasi berefek pada saraf dan fungsi neuromuscular.
1.
Penyebab paling sering dari hiponatremi yang berkaitan dengan rendahnya osmolaritas serum adalah sekresi ADH yang berlebihan (hiponatremik euvolemik). Hiponatremi dapat juga dikaitkan dengan keadaan hipovolemi dan hipervolemi. (table 11-3). Hiponatremi juga dapat terjadi akibat adanya larutan non natrium, seperti glukosa dan mannitol. Hal ini ditandai oleh meningkatnya osmolalitas serum. Pseudohiponatremi dapat terjadi bila ada hiperlipidemi, hipoproteinemi, atau hipoglikemi yang berat.. Tabel 11-3. Penyebab Hiponatremi. Euvolemik Hipovolemik SIADH Diuretik Polidipsi psikogenik Defisiensi aldosteron Hipotiroidisme Disfungsi tubuli ginjal Pemberian air yang Diare tidak tepat pada Kehilangan cairan lewat bayi/anak Third Space SIADH : Syndrome of inappropriate ADH Hipervolemik CHF Chirrosis Nefrosis
Manifestasi klinik hiponatremia meliputi gangguan sistem saraf pusat dan sistem muskular dan termasuk disorientasi, penurunan kesadaran, irritabilitas, kejang, letargi, koma, muntah, kelemahan dan kegagalan respirasi akibat kelainan CNS.
Penanganan hiponatremia dilakukan dengan mengatasi penyakit yang mendasarinya, penghentian pemberian obat, dan meningkatkan kadar natrium dalam sirkulasi. Hiponatremik hipovolemik biasanya berespon baik dengan pemberian volume intrvaskuler (normal saline). Volume intrvaskuler diperbaiki, ADH ditekan dan air diekskresi oleh ginjal. Insufiensi Adrenal harus diatasi pada penderita seperti ini. Hiponatremik hipovolemik biasanya tidak berat dan akan membaik, bila penyakit yang mendasarinya dapat diatasi. Mayoritas pasien dengan hiponatremik euvolemik sekunder akibat kadar ADH nya meningkat. Diagnosis lebih mudah dengan pemeriksaan osmolalitas urin sebelum pengobatan (utamanya diuretic) untuk dibandingkan dengan kadar osmolalitas darah. Osmolalitas urin lebih tinggi daripada osmolalitas darah (biasanya > 300 mosm/l. Jika hiponatremia terjadi secara akut atau pasien menampakkan gejala hiponatremia, kadar natrium harus ditingkatkan dengan pembatasan intake air, meningkatkan bersihan air dengan diuretic (loop diuretic) dan memperbaiki volume intravaskuler dengan normal saline (154 mEq/l, 154 mmol/l) atau saline 3% hipertonik (513 mEq/l, 513 mmol). Sasaran terapi pada keadaan ini adalah untuk menghilangkan air tanpa pengeluaran natrium. Peningkatan natrium serum sebaiknya secara perlahan dan walaupun ketepatan kenaikan masih kontroversial, batas kenaikan natrium darah kira-kira 12 mEq/l pada 24 jam pertama. Salah satu indikasi untuk mempercepat pemberian natrium pada awal proses pengobatan, bila ada gejala-gejala yang timbul seperti kejang, dan memperlambat pemberiannya bila gejala-gejala sudah hilang. Jika saline (garam) hipertonik yang digunakan, 1 mEq/kgBB harus diberikan lebih dahulu lewat infus ( 3% saline 0,5 mEq/ml[0,5 mmol/l]). Dalam jumlah yang sama, dapat diberikan sebagai tambahan sampai maksimum 3-5 mEq/kg (3-5 mmol/kg) atau sampai gejala menghilang. Bila natrium serum 130 mEq/l (130 mmol/l) kurangi pemberian air untuk memperlambat kadar natrium kembali ke normal. Pengembalian kadar natrium yang terlalu cepat. dapat mengakibatkan gangguan pada SSP. Jika terjadi hiponatremi kronik asimtomatik, hiponatreminya tidak terlalu diperhatikan. Pembatasan pemberian air dengan sendirinya sudah cukup untuk mengembalikan kadar natrium ke keadaan normal. Kadar natrium darah harus seringkali dimonitor selama terapi akut hiponatremia.
2.
Manifestasi klinik dari hipernatremia berhubungan dengan fungsi SSP dan otot. Hal tersebut antara lain perubahan mental, letargi, kejang, koma, dan kelemahan
otot. Poliuria menunjukan adanya diabetes incipidus atau kelebihan intake garam dan air. Pengobatan utama adalah dengan mengobati penyebab yang mendasari hipernatremia tersebut. Sebagian besar pasien membutuhkan penggantian air yang keluar. Defisit air dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Tabel 11-5 Penyebab hipokalsemia. Hipoparatiroidisme Sepsis Kebakaran Rhabdomiolosis Pankreatitis Transfusi masif Malabsorbsi Penyakit hati Penyakit ginjal Kalsium kelator Hipomangnesemia
Penanganan ditujukan pada penyembuhan penyakit yang mendasarinya, dan halhal lain yang menyertai kelainan elektrolit, dan pengaturan kadar kalsium dalam tubuh. Hipokalsemia dapat ditoleransi dengan baik, dan pengobatan yang agresif dapat mnyebabkan kerusakan jaringan (khususnya selama keadaan iskemia dan sepsis). Jika hipokalsemia berat atau pasien menampakan gejala, berikan kalsium 100 mg iv selama 5-10 menit (3-4 ml kalsium klorida 10%, 10 ml kalsium glukonat 10%), pemberian berikutnya 0,3-2,0 mg/kg/jam. sSediaan kalsium bervariasi kandungannya : CaCl2 10% 1 gr = 10 ml = 272 mg kalsium, kalsium glukonat 10% 1 gr = 10 ml = 90 mg kalsium. Jika kadar kalsium sirkulasi telah stabil, maka dapat diberikan lewat jalur enteral. Monitor kadar kalsium terionisasi dan kalsium total dan sesuaikan kadarnya untuk mempertahankan rentang normal terendahsehingga tidak menekan fungsi kelenjar paratiroid. Bila pemberian kalsium gagal mempertahankan kadar kalsium dalam sirkulasi, pertimbangkan pemberian vitamin D dan magnesium. Efek merugikan pada penanganan dengan kalsium antara lain hiperkalsemia, bradikardia, mual/muntah, flushing presipitasi kalsium jaringan dan toksisitas digitalis. b. Hiperkalsemia (Kalsium total > 11 mg/dl[ > 2,75 mmol/l]), Kalsium terionisasi >1,3 mmol/l) Penyebab paling sering hiperkalsemia adalah pelepasan kalsium dari tulang.(table 11-6) Manifestasi hiperkalsemia berhubungan erat dengan system kardiovaskuler dan neuromuskuler, antara lain hipertensi, iskemi miokard, aritmia, bradikardia, konduksi abnormal, memudahkan toksisitas digitalis dehidrasi, hipotensi, kelemahan, depresi mental, koma, kejang dan mati mendadak. Gejala pada gastrointestinal antara lain mual/muntah, anoreksi, nyeri abdomen, konstipasi, dan ulkus. Diabetes incipidus nefrogenik dengan poliuria bisa terjadi dan berperan pada berkurangnya volume cairan tubuh. Batu ginjal, nefrocalsinosis dan gagal ginjal bisa juga didapatkan. Tabel 11-6 Penyebab Hiperkalsemia Hiperparatiroidisme Keganasan Immobilisasi Kelebihan intake vit A dan D Thirotoksikosis Penyakit granulomatosa
Penanganan hiperkalsemia ditujukan pada pengobatan penyakit yang mendasarinya, rehidrasi pasien dan menurunkan kadar kalsium. Kadar kalsium serum seringkali memerlukan penurunan sambil mengobati penyakit primernya. Volume intravaskuler sebaiknya diatasi dengan larutan saline (garam) untuk
menjamin kecukupan perfusi jaringan dan renal flow. (produksi urin 2-3 ml/kg/jam). Saline juga menurunkan reabsorbsi kalsium tubulus ginjal.Diuresis dengan loop diurestic selanjutnya meningkatkan output kalsium ginjal. Pada pasien gagal ginjal, Kalsium dapat diturunkan dengan dialysis. Setelah stabilisasi awal, terapi dengan kalsitonin, mithramicyn, atau difosfonat dapat dipertimbangk pemberiannya. 2. Hipofosfatemia ( Phosfat <2,5mg/dl[ 0,81 mmol/l]) Fosfat adalah bahan penting energi sel. Hipofosfatemia dapat disebabkan oleh perpindahan transeluler, kehilangan melalui ginjal, atau lewat gastrointestinal (Tabel 11-7). Kekurangan fosfat terutama mempengaruhi system neuromuscular dan SSP. Manifestasi klinik, antara lain kelemahan otot, henti napas, rabdomiolisis, parestesi, letargi, disorientasi, penurunan kesadaran, koma,dan kejang.Selain itu dapat memberikan gejala berupa penurunan fungsi tubulus ginjal, gangguan respon pressor, disfungsi hepar, disfungsi imun, gangguan sintesis protein, hemolisis, gangguan trombosit, dan gangguan ikatan O2 pada Hb. Tabel 11-7. Penyebab Hipofosfatemia. Perpindahan transel Alkalosis akut Pemberian karbohidrat Obat-obatan (insulin, epinefrin) Kehilangan di ginjal Hiperparatiroidisme Diuretik Hipokalemia Hipomagnesemia Steroid Kehilangan di GIT Malabsorbsi Diare Fistula intestinal Antasid
Pengobatan hipofosfatemia melipiti penanganan penyakit penyebab, penghentian obat, mengoreksi ketidaknormalan elektrolit, penggantian fosfat. Kadar fosfat < 1mg/dl( <32 mmol/l) dihubungkan dengan gejala-gejala yang berat yang dapat mengancam jiwa, dan memerlukan penanganan segera. Untuk penanganan darurat, berikan fosfat 0,6-0,9 mg/kg/jam iv. Apabila kadarnya dalam sikulasi stabil, pertahankan pemberian fosfat 1000mg/hari plus kehilangan yang berlebihan (lewat urin atau tinja). Fosfat dapat diberikan dalam bentuk Kalium fosfat (93 mg fosfat/ml ; 1.1mEq/ml kalium) atau Natrium fosfat (93 mg/ml). Pemberian enteral fosfat lebih baik pada pasien dengan kadar fosfat darah >1-1,5 mg/ml ( > 0,32 0,48 mmol/l). Fosfat serum sebaiknya dimonitor selama pemberian, dan terapi diatur untuk mencapai kadar sirkulasi 3-4 mg/dl (0,97-1,29 mmol/l). Efek merugikan pemberian fosfat antara lain hiperfosfatemia, hipokalsemia, presipitasi kalsium jaringan, kerusakan ginjal, dan diare (pada pemberian enteral).
3. Hipomagnesemia (Magnesium < 1,8 mg/dl atau 1,5 mEq/dl[ < 0,75 mmol/l]). Magnesium penting bagi transfer energi tubuh dan stabilitas elektrikal tubh. Penyebab hipomagnesemia tertera dalam table 11-8.
Tabel 11-8. Penyebab hipomagnesemia. Kehilangan di ginjal Kehilangan di GIT Disfungsi tubuli renal Malabsorbsi Diuresis Diare Hypokalemia Nasogastric suction Obat-obatan (aminoglikosid, amphoterisin, dll.
Manifestasi klinik hypomagnesemia bertumpang tindih dengan hypokalemia dan hypokalsemia. Hal tersebut antara lain kelainan kardiovaskular (aritmia, vasospasme, iskemi miokard), abnormalitas neuromuscular (kelemahan, tremor, kejang tetani, penurunan kesadaran, koma), dan elektrolit (hypokalemia, hypokalsemia). Pengobatan hypomagnesemia terdiri atas pengobatan penyakit dasarnya, penghentian obat-obatan pencetus, koreksi kehilangan elektrolit, dan pemberian magnesium. Untuk penanganan darurat hypomagnesemia, (yakni artmia) berikan 1-2 gr magnesium sulfat iv selama lebih 5-10 menit. Magnesium sulfat dapat diberikan dengan interval 10-60 menit lebih pada kehilangan magnesium yang mendadak. Bergantung pada keadaan klinik, pemberian sesudahnya berkisar antara 1-2 gr magnesium sulfat tiap 4-6 jam. Apabila kadar magnesium serum stabil, pemberian intravena dapat dilakukan dengan dosis maintenance 0,1-0,2 mg/kg/hari (1 gr magnesium sulfat = 8 mEq). Untuk mempertahankan kadar magnesium pada kadar normal, dapat juga diberikan secara enteral. Dosis magnesium dapat dikurangi jika timbul gagal ginjal. Kadar magnesium sebaiknya dimonitor selama replesi. Refleks tendon dalam dapat dipakai untuk menilai hypermagnesemia selama pemberian magnesium.(yakni menurun pada kadar 45 mg/dl [1,65-2,06 mmol/l]).