You are on page 1of 5

PENDUGAAN NILAI HETEROSIS KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT BULAI (DOWNEY MILDEW)

R. Neni Iriany M dan Andi Takdir Makkulawu Balai Penelitian Tanaman Serealia

ABSTRAK
Penyakit bulai disebabkan oleh Perenosclerospora maydis Rac. Shaw paling berbahaya dan paling banyak menurunkan produksi jagung. Cara paling baik, aman, murah dan efisien memberantas ataupun mencegah penyakit bulai adalah menanam varietas tahan. Hal utama yang perlu diperhatikan dalam pembentukan varietas tahan bulai melalui persilangan adalah kemampuan tetua menghasilkan turunan yang unggul, hal ini dapat diketahui melalui uji keturunan seperti persilangan dialel. Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai heterosis galur-galur tahan dan rentan, dimana keturunannya yang mempunyai nilai heterosisi tinggi diharapkan tahan terhadap penyakit bulai. Penelitian ini berlangsung pada dua musim tanam. Musim tanam I, dilakukan persilangan dialel lengkap antara empat galur tahan dan empat galur rentan di Balitjas Maros, Sulawesi Selatan. Musim tanam II, dilaksanakan uji keturunan di kebun percobaan Cikeumeh Balitbio Bogor. Hasil penelitian menunjukkan heterosis positif terhadap tetua tertinggi diperoleh pada persilangan Nei 9008 x AMATL CoHS-115-1-2-3-3-1-2-B-B dan heterosis positif tertinggi terhadap rata-rata tetua diperoleh pada persilangan AMATL CoHS-115-1-2-3-3-1-2-B-B x CML 357. Kata kunci: Penyakit bulai, jagung, varietas tahan bulai.

PENDAHULUAN Salah satu penyakit yang banyak menurunkan hasil tanaman jagung adalah penyakit bulai (downy mildew). Penyakit ini disebabkan oleh jamur Peronosclerospora maydis yang menyerang daun jagung, dan dapat menimbulkan kehilangan hasil sampai 100%, seperti yang terjadi di Lampung pada tahun 1996 (Subandi et al., 1996). Penggunaan varietas unggul merupakan cara paling efektif untuk mengendalikan serangan penyakit, karena selain mudah dan murah bagi petani, penggunaan kultivar tahan juga tidak meninggalkan residu kimiawi yang berbahaya. Perakitan kultivar unggul yang tahan terhadap penyakit dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan melakukan hibridisasi atau persilangan. Salah satu tipe persilangan yang sering dilakukan adalah persilangan dialel (diallel cross), yaitu persilangan yang dilakukan di antara semua pasangan tetua sehingga dapat diketahui potensi hasil suatu kombinasi hibrida, nilai heterosis, daya gabung (daya gabung umum dan daya gabung khusus) dan dugaan besarnya ragam genetik dari suatu karakter. Pada umumnya bila dua tanaman yang berlainan (unrelated or distanly related individuals) disilangkan, maka turunannya sering memperlihatkan gejala heterosis atau umumnya disebut vigor hibrida (Hybrid Vigour) (North, 1979 dikutip Baihaki, 1989). Dalam penelitian ini digunakan empat galur jagung tahan dan empat galur jagung rentan terhadap penyakit bulai yang disilangkan secara dialel untuk menduga nilai heterosis dari galurgalur tersebut. Galur yang mempunyai nilai heterosis tertinggi diharapkan tahan terhadap penyakit bulai. Informasi yang diperoleh dari kegiatan tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi calon tetua varietas yang tahan terhadap penyakit bulai. BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan menggunakan metode eksperimen dan dilaksanakan pada dua musim tanam. Musim tanam pertama berupa pembentukan benih F 1 dengan metode persilangan dialel lengkap dilaksanakan di Instalasi Penelitian Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros, Sulawesi Selatan, bulan Juli - Oktober 2001. Musim tanam ke dua berupa evaluasi F 1 dan F1 resiprokal, menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) 3 ulangan, dilaksanakan di Instalasi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian di Bogor, Kebun Percobaan Cikeumeuh Jawa Barat bulan April Mei 2002.

Empat galur tahan yang digunakan adalah galur Ki3, Nei9008, AMATL CoHS-115-1-2-33-1-2-B-B, AMATL CoHS-9-1-1-1-1-1-2-B, dan empat galur rentan adalah CML281, CML270, CML272, CML357. Galur Ki3, Nei9008, berasal dari Thailand, galur CML berasal dari CIMMYT. Kedelapan galur telah mengalami skrining terhadap penyakit bulai yang dilaksanakan di Balitsereal Maros. Pupuk yang diberikan adalah: 150 kg Urea ha-1, 100 kg SP-36 ha-1, dan 50 kg KCl ha-1 dan pemeliharaan diberikan carbofuran untuk menghindari serangan lalat bibit. Varietas Antasena sebagai sumber inokulum penyakit bulai ditanam beberapa minggu sebelum bahan tanaman yang diuji ditanam dalam interval waktu tanam satu minggu sampai didapat tingkat serangan penyakit bulai yang cukup tinggi. Untuk maksud tersebut, kultivar Antasena disemprot dengan suspensi spora pada umur 7, 9, dan 11 hari setelah tanam (hst), penyemprotan ini dikerjakan pada malam hari karena sporulasi terjadi pada malam hari. Spora yang digunakan berasal dari sumber inokulum yang terlebih dahulu dipersiapkan. Setelah tanaman sumber inokulum memperlihatkan gejala serangan rata-rata 92,20% maka dilakukan penanaman materi yang akan dievaluasi. Petak percobaan terdiri atas dua baris tanaman, panjang masing-masing 5,0 m. Bahan tanaman ditanam pada jarak tanam 50 cm x 10 cm, dua biji/lubang. Untuk memperoleh serangan penyakit yang tinggi dan penyebaran penyakit yang merata, genotip yang dievaluasi disemprot dengan suspensi spora pada umur 7, 9, dan 11 hst. Penyiraman dilakukan dengan memperhatikan kondisi kelembaban pertanaman dengan menjaga agar tanaman tidak mengalami kekeringan selama pertumbuhannya. Pengamatan Pengamatan serangan penyakit bulai dilakukan dengan menghitung jumlah tanaman yang terserang pada umur 15, 22, 29, dan 36 hst (dihitung dengan mencabut tanaman terserang). Persentase serangan dihitung dengan rumus:

P=
Keterangan : P a b Analisis Data

a x 100% b

= persentase serangan penyakit bulai = jumlah tanaman terserang dari keempat kali pengamatan = jumlah tanaman

Transformasi Arcsin dilakukan pada data yang diperoleh sebelum dilakukan pendugaan nilai heterosis untuk mengurangi heterogenetas data. Nilai heterosis dihitung dari persentase tanaman sehat. Besaran nilai heterosis biasanya dinyatakan dengan persen (%) dan besarnya dapat dihitung sebagai berikut (Hallauer and Miranda,1981) : 1. Heterosis tetua tertinggi (High-parent heterosis)

F - HP h= 1 x 100 HP
2. Heterosis rata-rata tetua (Mid-Parent Heterosis)

F P1 + P2 / 2 h= 1 x 100 P1 + P2 /2

Keterangan :

F1 = rata-rata penampilan hibrida

P1 = rata-rata penampilan tetua pertama P2 = rata-rata penampilan tetua kedua HP = rata-rata penampilan tetua tertinggi
HASIL DAN PEMBAHASAN Heterosis terhadap rata-rata tetua tertinggi (HP heterosis) Nilai heterosis terhadap tetua tertinggi pada 28 persilangan F1 dengan kisaran antara 3,0299% sampai -100.00% (Tabel 1) (nilai positif lebih tinggi dari negatif). Hanya satu kombinasi persilangan yang memiliki nilai heterosis HP positif, yaitu persilangan antara Nei 9008 x AMATL CoHS-115-1-2-3-3-1-2-B-B (3,0299%). Dengan demikian persilangan Nei 9008 x AMATL CoHS-115-1-2-3-3-1-2-B-B akan menghasilkan F1 yang lebih tahan 3,0299% dibanding tetuanya yang mempunyai ketahanan tertinggi. Adanya nilai heterosis tinggi karena tetua/galur yang digunakan dalam persilangan berasal dari populasi asal yang berbeda, hal ini sesuai pendapat Poehlman dan Borthalan (1977) dikutip Rifin, dkk (1984), persilangan antara galur/tetua yang asalnya berbeda akan menghasilkan keturunan silang tunggal yang mempunyai nilai heterosis tinggi dibanding tetua yang asalnya sama. Nilai heterosis terendah diperoleh dari persilangan antara AMATL CoHS-9-1-1-1-1-1-2-B x CML 272, CML 270 x CML 272 (-100.00%), artinya kombinasi persilangan tersebut mempunyai kerentanan terhadap penyakit bulai sebesar 100% dibandingkan rata-rata tetua yang tahan. Menurut Allard (1960) tidak semua galur bila disilangkan dengan galur lainnya akan memperlihatkan heterosis tinggi.
Tabel 1. Nilai heterosis terhadap rata-rata tetua tertinggi (HP heterosis)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Persilangan P1/P3 P1/P4 P1/P5 P1/P6 P1/P7 P1/P8 P1/P9 P3/P4 P3/P5 P3/P6 P3/P7 P3/P8 P3/P9 P4/P5 P4/P6 P4/P7 P4/P8 P4/P9 P5/P6 P5/P7 P5/P8 P5/P9 P6/P7 P6/P8 P6/P9 P7/P8 P7/P9 P8/P9 Persentase tanaman sehat Betina 78,6069 78,6069 78,6069 78,6069 78,6069 78,6069 78,6069 88,1716 88,1716 88,1716 88,1716 88,1716 88,1716 76,0925 76,0925 76,0925 76,0925 76,0925 56,9259 56,9259 56,9259 56,9259 33,1417 33,1417 33,1417 14,6520 14,6520 24,2720 Jantan 88,1716 76,0925 56.9259 33,1471 14,6520 24,2720 33,4642 76,0925 56,9259 33,1471 14,6520 24,2720 33,4642 56,9259 33,1471 14,6520 24,2720 33,4642 33,1471 14,6520 24,2720 33,4642 14,6520 24,2720 33,4642 24,2720 33,4642 33,4642 F1 71,9508 70,5472 38,8349 14,1878 13,7255 5,5556 44,6611 90,8431 75,3399 23,9548 37,1813 9,7211 66,4484 75,2624 44,1814 17,4726 14,6826 68,0289 2,2727 10,6111 0,0000 42,3443 0,8547 7,1730 9,6233 0,0000 3,3525 1,0526 Het % -18,3969 -10,2531 -50,5961 -81,9510 -82,5391 -92,9325 -43,1842 3,0299 -14,5532 -72,8316 -57,8307 -88,9748 -24,6374 -1,0909 -41,9372 -77,0377 -80,7042 -10,5971 -96,0076 -81,3599 -100,0000 -25,6151 -97,4215 -78,3601 -71,2430 -100,0000 -89,9819 -96,8545

Keterangan : Data diolah berdasarkan persentase tanaman sehat

Heterosis terhadap rata-rata tetua (MP heterosis)

Heterosis terhadap rata-rata tetua yang bernilai positif diperoleh pada lima kombinasi persilangan (Tabel 2). Persilangan AMATL CoHS-115-1-2-3-3-2-1-B-B x CML 357 mempunyai nilai heterosis positif tertinggi yaitu 24,1893%, artinya keturunannya (F1) 24,1893% lebih tahan dibanding rata-rata kedua tetuanya. Menurut Bruce 1910 dikutip Fehr 1987; Jones 1917, 1945, 1958 dikutip Fehr 1987 bahwa nilai heterosis tertinggi diperoleh dari persilangan antara tetua yang mempunyai perbedaan frekuensi gen dominan tinggi, sehingga pada hibridanya akan terkumpul gen-gen yang baik dan dominan diberbagai losi serta alil-alil dominan yang menguntungkan akan menutupi alil-alil resesif yang merugikan. Hibrida yang mempunyai efek heterosis terhadap penyakit dan hama berarti mempunyai resistensi yang lebih tinggi terhadap penyakit dan hama, naik toleransinya terhadap kekakuan iklim, dan berbagai manifestasi lain dari keadaan yang lebih baik (Allard, 1960). Nilai heterosis terendah (-100,00%) diperoleh pada persilangan AMATL CoHS-9-1-1-1-11-2-B x CML 272 dan CML 270 x CML 272, artinya kombinasi persilangan tersebut 100% lebih rentan terhadap penyakit bulai dibanding rata-rata kedua tetuanya.
Tabel 2. Nilai heterosis terhadap rata-rata tetua No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Persilangan P1/P3 P1/P4 P1/P5 P1/P6 P1/P7 P1/P8 P1/P9 P3/P4 P3/P5 P3/P6 P3/P7 P3/P8 P3/P9 P4/P5 P4/P6 P4/P7 P4/P8 P4/P9 P5/P6 P5/P7 P5/P8 P5/P9 P6/P7 P6/P8 P6/P9 P7/P8 P7/P9 P8/P9 Persentase tanaman sehat Betina 78,6069 78,6069 78,6069 78,6069 78,6069 78,6069 78,6069 88,1716 88,1716 88,1716 88,1716 88,1716 88,1716 76,0925 76,0925 76,0925 76,0925 76,0925 56,9259 56,9259 56,9259 56,9259 33,1417 33,1417 33,1417 14,6520 14,6520 24,2720 Jantan 88,1716 76,0925 56.9259 33,1471 14,6520 24,2720 33,4642 76,0925 56,9259 33,1471 14,6520 24,2720 33,4642 56,9259 33,1471 14,6520 24,2720 33,4642 33,1471 14,6520 24,2720 33,4642 14,6520 24,2720 33,4642 24,2720 33,4642 33,4642 F1 71,9508 70,5472 38,8349 14,1878 13,7255 5,5556 44,6611 90,8431 75,3399 23,9548 37,1813 9,7211 66,4484 75,2624 44,1814 17,4726 14,6826 68,0289 2,2727 10,6111 0,0000 42,3443 0,8547 7,1730 9,6233 0,0000 3,3525 1,0526 Het % -13,7170 -8,7944 -42,6931 -74,6089 -70,5648 -89,1998 -20,2986 10,6062 3,8472 -60,5093 -27,6794 -82,7094 9,2580 13,1609 -19,1109 -61,4905 -70,7414 24,1893 -94,9536 -70,3510 -100,0000 -6,3077 -96,4238 -75,0153 -71,1061 -100,0000 -86,0650 -96,3537

Keterangan : Data diolah berdasarkan persentase tanaman sehat

KESIMPULAN

1. Heterosis positif terhadap tetua tertinggi diperoleh pada kombinasi persilangan Nei 9008 x
AMATL CoHS-115-1-2-3-3-1-2-B-B dan heterosis positif tertinggi terhadap rata-rata tetua diperoleh pada kombinasi persilangan AMATL CoHS-115-1-2-3-3-1-2-B-B x CML 357.

2. Kedua kombinasi persilangan ini dapat dijadikan calon tetua dalam pembentukan varietas
hibrida yang tahan terhadap penyakit bulai. DAFTAR PUSTAKA Allard R.W. 1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons, Inc. University of California. New York. Page 150-165. Baihaki, A. 1989. Fenomena heterosis. Disampaikan pada Latihan Pemuliaan Tanaman dan Hibrida, bagi Staf Litbang Deptan, di Fakultas Pertanian UNPAD, Jatinangor 30 Agustus 4 September. Hallauer, A.R., and J.B.Miranda. 1981. Quantitatif Genetics in Maize Breeding 1st. Iowa State University Press/Ames. Rifin,A. 1983. Downy mildew resistence of single cross progenies between Indonesia and Philippine corn inbred lines. Penelitian Pertanian. 3(2):81-83. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. Rifin, A., R.Setiyono., A.Nuraefendi dan D.Hadian. 1984. Heterosis and combining ability in corn. Penelitian Pertanian. 4(3):81-83. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. Singh, R.K., and B.D. Chaudhary. 1979. Biometrical Methods in Quantitatif Genetic Analysis. Kalyani Publishers. Subandi, M.S. Sudjadi, dan D.Pasaribu. 1996. Laporan hasil pemantauan penyakit bulai dan Benih pada pertanaman jagung hibrida.5p.

You might also like