Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT TUBERCULOSIS PARU (TBC)
A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Tuberculosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri berbentuk batang (basil) yang bernama Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis kebanyakan mengenai struktur alveolar paru. Presentasi klinis penyakit ini bervariasi berkisar
asimtomatik dengan hanya menunujukkan tes kulit positif sampai meliputi pemeriksaan laboratorium atau diagnostik.
2. Epidemiologi / Insiden Kasus Tuberculosis merupakan penyakit yang menjadi penyebab utama kematian di negara-negara yang erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, tempat kumuh, perumahan di bawah standar, dan perawatan kesehatan tidak adekuat. Diperkirakan bahwa di seluruh dunia, 1,7 milyar orang sudah terinfeksi penyakit tuberculosis, dengan 8 hingga 10 juta kasus baru dan 3 juta kematian per tahun. World Health Organization (WHO) memperkirakan tuberculosis menyebabkan 6% dari semua kematian di seluruh dunia, yang menyebabkannya menjadi penyebab tersering kematian akibat infeksi tunggal. Di dunia barat, kematian akibat tuberculosis memuncak pada tahun 1800 dan secara terus-menerus turun sepanjang tahun 1800-an dan 1900-an. Namun, pada tahun 1984, penurunan pada kasus baru berhenti mendadak, suatu perubahan yang terjadi akibat peningkatan insiden tuberculosis pada pengidap infeksi virus imunnodefisiensi manusia (HIV). Setelah surveilans intensif dan profilaksis tuberculosis diantara individu dengan penekanan kekebalan, insiden tuberculosis
pada orang yang lahir di Amerika Serikat (AS) telah berkurang sejak tahun 1992. Saat ini diperkirakan sekitar 25.000 kasus baru dengan tuberculosis aktif terjadi di setiap tahun dan hampir 40% terjadi pada imigran dari negara yang prevalensi tuberculosis-nya tinggi. Di Indonesia pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi sehingga tidak heran jika Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan Cina diantara 22 negara dengan masalah Tuberculosis terbesar di dunia.
3. Penyebab / Faktor Predisposisi Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri berbentuk batang (basil) yang bernama Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar struktur organisme ini terdiri atas asam lemak (lipid) yang membuat mikobakterium lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. M. tuberculosis hominis merupakan penyebab sebagian besar kasus tuberculosis. Mikobakterium ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
4. Patofisiologi Penyakit Individu rentan yang menghirup bakteri basil tuberculosis akan menjadi terinfeksi. Bakteri ini dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli
(tempat berkumpulnya bakteri dan memperbanyak diri), ada juga yang dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru lainnya (lobus atas). Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit spesifik tuberculosis melisis basil dan jaringan normal. Reaksi ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan bronkopneumonia (infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan) dan terbentuknya massa jaringan baru yang disebut granulomas (gumpalan basil yang masih hidup dan sudah mati, dikelilingi makrofag yang membentuk didnding protektif). Granulomas ini diubah menjadi masssa jaringan fibrosa dan bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon. Dalam kasus ini, tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronkhi (proses pengkejuan). Selanjutnya terjadi kalsifikasi dan membentuk skar kolagenosa. Dan jika terjadi pajanan infeksi ulang dan respon imun yang inadekuat maka timbullah TBC.
5. Klasifikasi Klasifikasi I (berdasarkan bagian tubuh yang terinfeksi) a) Tuberculosis paru Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua penderita. Tuberculosis yang menyerang parenkim paru ini merupakan satu-satunya bentuk tuberculosis yang paling mudah menular. b) Tuberculosis ekstra paru Merupakan bentuk Tubeculosis yang menyerang organ lain selain paru, seperti pleura, kelenjar limfe, persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan saraf pusat, dan perut. Pada dasarnya penyakit Tuberculosis ini tidak pandang bulu karena kuman ini menyerang semua organ tubuh.
Klasifikasi II ( Menurut American Thoracic Society, 2000) Class 0 Tidak ada jangkitan atau terinfeksi, riwayat terpapar, reaksi test tuberculin (PPD) tidak bermakna. Class 1 Terpapar TBC, tidak ada bukti infeksi, reaksi kulit tak bermakna Class 2 Ada infeksi TBC, reaksi kulit bermakna, pemeriksaan bakteri (-), tidak ada bukti. Class 3 Sedang sakit, BTA (+), test mantoux bermakna, Rontgent Thorax (+). Lokasi tempat : Paru-paru, Pleura, Limfatik, tulang/sendi, meninges, peritoneum, dsb. Class 4 Sedang sakit, ada riwayat mendapat pengobatan, Rontgent Thorax (+), test mantoux bermakna. Class 5 Klasifikasi III a) Tuberculosis Primer Tuberculosis primer adalah bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang belum pernah terpajan (orang yang belum pernah mengalami TB) atau peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Dampak utama dari tuberculosis primer adalah 1. penyakit ini memicu timbulnya hipersensitivitas dan resistensi. 2. fokus jaringan parut mungkin mengandung basil hidup selama bertahun-tahun bahkan seumur hidup 3. penyakit ini (meskipun jarang) dapat menjadi tuberculosis primer progresif. Hal ini terjadi ada orang yang mengalami gangguan akibat suatu penyakit (terutama penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh, seperti AIDS dan dicurigai TBC, sedang dalam pengobatan
biasanya terjadi pada pada anak yan mengalami malnutrisi atau usia lanjut). b) Tuberculosis Sekunder (Tuberculosis Post Primer) Merupakan penyakit yang terjadi pada seseorang yang telah terpajan penyakit tuberculosis atau peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang di mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium tersebut. Penyakit ini mungkin terjadi segera setelah
tuberculosis primer, tetapi umumnya muncul karena reaktivasi lesi primer dorman beberapa dekade setelah infeksi awal, terutama jika sistem pertahanan penjamu (seseorang yang pernah terkena TB sebelumnya) melemah.
6. Gejala Klinis Penyakit tuberculosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik. 1. Gejala Respiratorik a) Batuk Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan. b) Batuk darah Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. c) Sesak nafas Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain. d) Nyeri dada Nyeri dada pada Tuberculosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala Sistemik a) Demam Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya. b) Gejala sistemik lain Gejala sistemik lain ialah berkeringat pada malam hari, sakit kepala, anoreksia, penurunan berat badan, keletihan, dan malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan.
7. Pemeriksaan Fisik Pada tahap dini sulit diketahui. Adanya timpani / hipersonor bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberikan suara umforik Pada keadaan lanjut terdapat atropi dada, retraksi interkostal, dan fibrosis Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi menimbulkan suara pekak).
a) Pemeriksaan Laboratorium 1) Pemeriksaan sputum : positif untuk bakteri Mycobacterium tuberculosis pada stadium aktif (dalam 2 sampai 3 minggu) 2) Ziehl Neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) : positif untuk BTA (Basil Tahan Asam) 3) Skin Test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer Patch) : reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48 72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif. 4) Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF, biopsi kulit) : positif untuk Mycobacterium tuberculosis 5) Needle Biopsi of Lung Tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis. 6) Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi; misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, mungkin ditemukan pada TB paru kronik lanjut. ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru. 7) Darah : leukositosis, LED meningkat
b) Pemeriksaan Radiologi 1) Chest X-Ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian paru-paru bagian atas, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pada effusi. Perubahan mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. 2) Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
9. Diagnosis / Kriteria Diagnosis Penegakan diagnosis pada penyakit Tuberculosis paru dapat dilakukan dengan mengumpulkan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, rontgent dada, pemeriksaan bakteri Basil Tahan Asam (BTA), kultur
sputum dan test diagnostik tuberkulin. Rontgent dada biasanya menunjukkan lesi pada lobus atas. Sputum di pagi hari dikmpulkan untuk kultur BTA, pemeriksaan BTA akan menunjukkan apakah terdapat Mycobacterium tubercuolosis, yang menandakan diagnosis dari penyakit tuberculosis.
10. Therapy / Tindakan Penanganan Tuberculosis Paru secara umum dapat ditangani dengan beberapa cara, yaitu : Tuberculosis paru diobati terutama denagn agens kemoterapi (agens antituberculosis) selama periode 6-12 bulan. Ada 2 jenis obat antituberculosis, yaitu : Obat-obat primer a) Isoniazid (INH) b) Ethambutol c) Rifampin d) Treptomycin e) Pirasinamid Obat-obat sekunder a) Kapreomisin b) Kanamisin c) Etionamid d) Natrium para-aminosalisilat e) Amikasin f) Siklisin Sarankan pasien TB untuk menjalani diet tinggi protein dan tinggi karbohidrat (TKTP) (Menjaga asupan nutrisi yang adekuat). Jaga kondisi lingkungan : bersih, kering, terang dan tenang. Bimbing klien untuk melakukan latihan nafas dalam dan batuk efektif (demonstrasikan pada klien dan beri kesempatan kepada klien untuk melakukan demonstrasi yang telah dicontohkan)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a) Aktivitas / Istirahat Gejala : - adanya kelelahan dan kelemahan - nafas pendek karena beraktivitas - kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat - mimpi buruk Tanda : - takikardia, takipnea / dispnea saat beraktivitas - kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap lanjut)
b) Integritas ego Gejala : - adanya faktor stres dalam waktu yang lama - adanya perasaan tak berdaya / tak ada harapan Tanda : - menyangkal (khususnya selama tahap dini) - ansietas, takut
c) Makanan / Cairan Gejala : - adanya anoreksia (kehilangan nafsu makan) - adanya penurunan berat badan Tanda : - turgor kulit buruk, kering / bersisik - massa otot berkurang / lemak subkutan berkurang
d) Nyeri / Kenyamanan Gejala Tanda : - nyeri dada meningkat karena batuk berulang : - berhati-hati pada area yang sakit - perillaku distraksi, gelisah
- riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu yang terinfeksi Tanda : - peningkatan frekuensi pernafasan (fibrosis pleura) - penegembangan pernafasan tak simetri (efusi pleural - perkusi pekak dan penurunan fremitus (penebalan cairan pleural). Bunyi nafas menurun / tak ada secara bilateral atau unilateral (efusi pleural / pneumothorax). Bunyi nafas tubuler dan atau bisikan pektoral di atas lesi luas. Krekels tercatat di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels
posttussics) - karakteristik sputum : hijau / purulen, mukoid / kuning atau bercak darah - deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik)
f) Keamanan Gejala : - adanya kondisi penurunan kekebalan tubuh (seperti AIDS, kanker) - Test HIV menyatakan positif Tanda : - demam ringan atau sakit panas akut
g) Interaksi Sosial Gejala : - adanya perasaan rendah diri karena mengidap penyakit menular - adanya perubahan kapasitas fisik pada untuk
melaksanakan peran
h) Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : - riwayat keluarga Tuberculosis - status kesehatan buruk - gagal untu membaik / kambuhnya Tuberculosis - tidak berpartisipasi dalam therapy
Bakteri Tuberkolosis
Masuk ke Saluran Nafas, Limpe, Aliran Darah & Bagi Tubuh Lainnya & Area Paru Lainnya (Lobus Atas)
Inflamasi
Limfosit Spesifik TB Melisis Basil Dan Jaringan Normal Eksudat Meningkat Dalam Alveoli Granulomas
Tuberkel Ghon
Proses Pengkejuan
CO2 meningkat
Kalsifikasi Membentuk Skor Kolagenosa Pajanan Infeksi Ulang & Respon Imun Inadekuat
Metabolisme terganggu
Bakteri Dorman
ATP berkurang
Kelelahan
Intoleransi Aktivitas
Penyakit Tuberculosis
Penyakit Tuberkolosis
Anoreksia
Batuk Menetap
Kurang Pengetahuan
b) Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul 1) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tidak adekuat dan tambahan infeksi. 2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, dan mengabsorbsi makanan karena faktor biologis yang ditandai dengan anoreksia. 3) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi di bronkus yang tertahan dan mukus yang banyak yang ditandai dengan produksi sputum, perubahan ritme, dan frekuensi pernafasan. 4) Kurang pengetahuan tentang pengobatan, cara penularan dan pencegahan TBC berhubungan dengan keterbatasan paparan informasi yang ditandai dengan mengungkapkan adanya masalah dan mengikuti instruksi yang tidak akurat. 5) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
membran alveolar ditandai dengan adanya sesak nafas (dispnea), kelelahan, dan takikardia. 6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya suplai oksigen ditandai dengan kelelahan, kelemahan, dispnea, dan pucat.
3. Rencana Tindakan a) Prioritas Masalah 1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi di bronkus yang tertahan dan mukus yang banyak yang ditandai dengan produksi sputum, perubahan ritme, dan frekuensi pernafasan. 2) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan
membran alveolar ditandai dengan adanya sesak nafas (dispnea), kelelahan, dan takikardia. 3) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tidak adekuat dan tambahan infeksi. 4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, dan mengabsorbsi makanan karena faktor biologis yang ditandai dengan anoreksia. 5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya suplai oksigen ditandai dengan kelelahan, kelemahan, dispnea, dan pucat. 6) Kurang pengetahuan tentang pengobatan, cara penularan dan pencegahan TBC berhubungan dengan keterbatasan paparan informasi yang ditandai dengan mengungkapakan adanya masalah dan mengikuti instruksi yang tidak akurat.
b) Perencanaan Perawatan No. 1. DX Keperawatan Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi di bronkus yang tertahan dan mukus yang banyak yang ditandai dengan produksi sputum, Tujuan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan bersihan jalan napas klien efektif dengan outcome Intervensi Mandiri : - kaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, kecepatan nafas, dan kedalaman) penurunan bunyi nafas dapat menimbulkan atelektasis. Ronki, mengi menunjukkan akumulasi sekret / ketidakmampuan membersihkan jalan Rasional
- klien mampu mengeluarkan sekret tanpa bantuan - bunyi nafas normal, tidak ada ronchi, mengi dan stridor - tidak ada dipsnea - catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif (catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis)
Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal. Sputum berdarah kental / darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronkial.
- berikan pasien posisi semi fowler dan bantu pasien untuk bayuk dan latihan nafas dalam
Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Latihan nafas dalam membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
Mencegah aspirasi / obstruksi. Penghisapan dilakukan jika pasien tidak mampu mengeluarkan sekret
Kolaborasi : - lembabkan udara / oksigen inspirasi Mencegah pengeringan mukosa dan membantu pengenceran sekret.
- beri obat-obatan sesuai indikasi - mukolitik (contoh asetilsistein) Mukolitik menurunkan kekentalan sekret / sputum sehingga mudah untuk dikeluarkan.
Bronkodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
- kortikosteroid (prednison)
2.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar ditandai dengan adanya sesak nafas (dispnea), kelelahan, dan takikardia.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kerusakan membran alveolar klien dapat teratasi dengan outcome : - klien tidak mengalami sesak nafas - kilen tidak mengalami kelelahan - klien tidak mengalami takikardia
Mandiri - kaji dispnea, takipnea, tak normal / menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada, dan kelelahan TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difusi luas, nekrosis, effusi pleural, dan fibrosis luas. Efek pernafasan dapat dari ringan sampai dispnea berat dan bisa juga sampai distres pernafasan.
- evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat sianosis dan atau - p perubahan pada a warna kulit, s termasuk membran i mukos e kuku. dan n - tingkatkan tirah baring /t batasi aktivitas dan bantu i
Akumulasi sekret / pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan.
aktivitas perawatan periode penurunan d diri sesuai a keperluan. k pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala. m
e Kolaborasi - Monitor GDA n g a l a m i Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
- berikand oksigen tambahan yang i sesuai s p n e a 3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tidak Setelah diberikan asuhan keperawatan Mandiri : - kaji patologi penyakit dan potensial
Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
adekuat dan tambahan selama 2 x 24 jam infeksi. diharapkan risiko tinggi infeksi tidak terjadi dengan outcome: - klien menunjukkan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman /
penyebaran infeksi program pengobatan melalui droplet udara selam batuk, bersin, meludah, berbicara, tertawa, dan menyanyi. untuk mencegah komplikasi.
Orang-orang yang berisiko perlu program terapi obat untuk mencegah terjadinya
mencegah terjadi eksaserbasi - Anjurkan pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat.
infeksi.
Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan menghindari / menurunkan insiden eksaserbasi.
Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya, dapt merendahkan tahanan terhadap proses infeksi
Kolaborasi : - Berikan agen antiinfeksi sesuai indikasi (obat uatama : Isoniazid (INH), etambutal (myambutol), rifampin (RMP/Rifadin)) INH biasanya obat pilihan untuk pasien infeksi dan pada risiko terjadinya TB dan biasanya dikominasikan dengan refampin (selama 9 bulan) dan etambutal (selama 2 bulan pertama).
- Berikan Parazinamida,
para-amino salisik, diberikan apabila sikloserin, streptomisin. infeksi resisten terhadap obat primer.
Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.
4.
Perubahan nutrisi
Setelah diberikan
Mandiri : - catat status nutrisi pasien, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangan berat badan, kemampuan Berguna dalam mendefinisikan derajat / luasnya masalh dan pilihan intervensi yang tepat.
kurang dari kebutuhan asuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, dan mengabsorbsi keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kekurangan nutrisi dari kebutuhan
makanan karena faktor biologis yang ditandai dengan anoreksia dan berat badan di bawah 10 % - 20 % dari berat badan ideal.
tubuh tidak terjadi dengan outcome: - tidak ada anoreksia - porsi makan normal 3 x 1 porsi penuh - Berat badan menunjukkan peningkatan sampai berat badan ideal.
/ ketidakmampuan menelan, riwayat mual muntah. - Awasi masukan / pengeluaran nutrisi dan berat badan secara periodik. Berguna dalam mendukung keaktifan nutrisi dan dukungan cairan.
- Selidiki anoreksia, mual, muntah, dan catat kemungkinan hubungan dengan obat. Awasi volume, frekuensi, dan konsistensi feses.
Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikas area pemecahan masalah untuk menigkatkan pemasukan / pengeluaran nutrien.
Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat demam.
Menurunkan rasa tak enak karena sisa sputum / obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
- Dorong makan
Memaksimalkan
sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat. Kolaborasi - Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.
pengobatan 1-2 jam sehubungan dengan sebelum / setelah makan. efek pengobatan pernafasan pada perut yang penuh.
Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan menunjukkan intervensi / perubahan program terapi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya suplai oksigen ditandai dengan kelelahan,
Mandiri : - evaluasi respons klien terhadap aktivitas. Catat adanya dispnea, Menetapkan kemampuan / kebutuhan klien dan memudahkan pilihan
dapat menunjukkan peningkatan aktivitas dengan outcome: - pasien tidak mengalami kelelahan - tanda- tanda vital dalam rentang normal - tidak terjadi dispnea - wajah klien tidak pucat
peningkatan kelelahan dan perubahan tandatanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas.
intervensi
- Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. -
Istirahat dapat menurunkan kebutuhan metabolik dan menghemat energi. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respons individual klien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernafasan.
- Bantu klien untuk memilih posisi yang nyaman untuk beristirahat dan atau tidur.
Setiap klien memliki cara yang berbedabeda untuk berada di posisi yang nyaman saat beristirahat.
- Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
6.
Kurang pengetahuan tentang pengobatan,cara penularan dan pencegahan TBC berhubungan dengan keterbatasan paparan informasi yang ditandai dengan mengungkapkan adanya masalah dan mengikuti instruksi yang tidak akurat.
Setelah diberikan askep selama 1 x 30 menit diharapkan kurang pengetahuan dapat teratasi dengan outcome : - klien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan kebutuhan pengobatan - melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan umum dan menurunkan risiko pengaktifan ulang TB - klien memahami rencana untuk memenerima perawatan kesehatan yang adekuat
Mandiri : - kaji kemampuan klien untuk belajar (tingkat takut, masalah, Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik yang juga akan berpengaruh
kelemahan, tingkat pada tingkat paretisipasi, lingkungan terbaik di mana pasien dapat belajar, siapa yang terlibat). pemahaman klien.
- Identifikasi gejala yang harus dilaporkan kepada perawat (contoh hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, vertigo)
Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit / efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
- Tekankan mempertahankan makanan yang tinggi protein dan karbohidrat serta pemasukan cairan yang adekuat. -
Memenuhi kebutuhan metabolik membantu meminimalkan kelemahan dan meningkatkan penyembuhan. Cairan dapat mengencerkan / mengeluarkan sekret.
- Berikan instruksi -
Informasi tertulis
- Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, efek kerja obat, alasan pengobatan.
Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentiaan obat sesuai pebaikan kondisi pasien.
- Kaji potensial efek Mencegah / samping pengobatan (contoh, mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala) menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program perawatan dan pengobatan.
(kecemasan).
mekanisme koping.
Meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TB tetapi memicu timbulnya bronkitis / disfungsi pernafasan
Pengetahuan dapat menurunkan risiko penularan. Komplikasi sehubungan dengan reaktivasi, yaitu pembentukan abses, emfisema destruktif, hemoptisis, luka di saluran gastrointestinal.
4. Evaluasi No. 1. Diagnosa Keperawatan Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi di bronkus yang tertahan dan mukus yang banyak yang ditandai dengan produksi sputum, perubahan ritme, dan frekuensi pernafasan. Evaluasi klien mampu mengeluarkan sekret tanpa bantuan bunyi nafas normal, tidak ada ronchi, mengi dan stridor tidak ada dipsnea
2.
membran alveolar ditandai dengan klien tidak mengalami takikardia adanya sesak nafas (dispnea), kelelahan, dan takikardia. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tidak adekuat dan tambahan infeksi.
3.
klien menunjukkan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman / mencegah terjadi eksaserbasi
4.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, dan mengabsorbsi makanan karena faktor biologis yang ditandai dengan anoreksia.
tidak ada anoreksia porsi makan normal 3 x 1 porsi penuh Berat badan menunjukkan peningkatan sampai berat badan ideal.
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya suplai oksigen ditandai dengan kelelahan, kelemahan, dispnea, dan pucat.
klien tidak mengalami kelelahan tanda- tanda vital dalam rentang normal klien tidak mengalami dispnea wajah klien tidak pucat
6.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognisi, mudah lupa, dan keterbatasan paparan yang ditandai dengan mengungkapakan adanya masalah dan mengikuti instruksi yang tidak akurat.
klien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan kebutuhan pengobatan melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan umum dan menurunkan risiko pengaktifan ulang TB
DAFTAR PUSTAKA Tucker, Susan Martin ; dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000. Edisi 3. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. Nanda. 2005 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.