You are on page 1of 35

per uma han da n pe rmukima n |1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perumahan dan permukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, juga mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan peningkatan kualitas generasi yang akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat, antara lain melalui pemenuhan kebutuhan papannya. Dengan demikian upaya menempatkan bidang perumahan dan permukiman sebagai salah satu sektor prioritas dalam pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya adalah sangat strategis. Perumahan dan permukiman merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) bahwa: setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 40 menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak. Sebagai hak dasar yang fundamental dan sekaligus menjadi prasyarat bagi setiap orang untuk bertahan hidup dan menikmati kehidupan yang bermartabat, damai, aman dan nyaman maka penyediaan perumahan dan permukiman yang memenuhi prinsipprinsip layak dan terjangkau bagi semua orang telah menjadi komitmen global sebagaimana dituangkan dalam Habitat Agenda (The Habitat Agenda, Istanbul

Declaration on Human Settlements) dan Undang Undang No. 1 tahun 2011. Untuk itu,
Pemerintah bertanggung jawab untuk membantu masyarakat agar dapat bertempat tinggal serta melindungi dan meningkatkan kualitas permukiman dan lingkungannya. Persoalan perumahan dan permukiman di Indonesia sesungguhnya tidak terlepas dari dinamika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat maupun kebijakan pemerintah di dalam mengelola perumahan dan permukiman.Dari pernyataan-pernyataan di atas, untuk mengetahui sejauh mana implementasi kebijakan-kebijakan tersebut, maka perlu dilakukan identifikasi perwujudan Habitat Agenda dan UU No. 1 tahun 2011. Identifikasi ini mengambil objek studi Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng, Surabaya Pusat.

per uma han da n pe rmukima n |2 1.2. Tujuan dan Sasaran Penulisan Penulisan paper ini secara umum bertujuan untuk mengetahui penerapan kebijakan Habitat Agenda dan UU No. 1 tahun 2011 dalam perkembangan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin. Adapun sasaran penulisan yang ingin dicapai, yaitu : 1. Memberikan gambaran umum eksisting permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng

2. Memberikan review perwujudan habitat agenda dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun


2011 Tentang Perumahan dan Permukiman dalam perkembangan permukiman Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng di

3. Mengidentifikasi permasalahan perwujudan habitat agenda dan Undang-Undang


Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman dalam perkembangan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng

4. Mengevaluasi perwujudan habitat agenda dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011


Tentang Perumahan dan Permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng 1.3 Manfaat Penulisan Diharapkan beberapa manfaat dari penyusunan paper ini adalah : 1. Menambah wacana dan informasi mengenai kondisi permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng 2. Menambah wacana dan informasi mengenai penerapan habitat agenda dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman dalam perkembangan permukiman Genteng 1.4 Sistematika Penulisan Adapun penyusunan makalah ini akan dibahas sesuai dengan sistematika pembahasan yang disajikan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, maksud dan tujuan pembuatan tugas, serta sistematika pelaporan dalam mengidentifikasi perwujudan habitat agenda dan UndangUndang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman dalam perkembangan permukiman. BAB II REVIEW LITERATUR, PERATURAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan judul paper terdiri atas review Habitat Agenda/ United Nations Human Settlements Programme (UN-Habitat) dan review Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman. di Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan

per uma han da n pe rmukima n |3 BAB III GAMBARAN UMUM PERMUKIMAN Bab ini mendeskripsikan kondisi eksiting keadaan permukiman. Deskripsi dapat berasal dari pengamatan secara langsung melalui survey lapangan dan survey literature. BAB IV PERMASALAHAN DAN KAJIAN KRITIS Bab ini berisi identifikasi permasalahan permukiman menurut Habitat Agenda dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman dan analisis terkait permasalahan yang terjadi. Analisis yang dilakukan menyangkut perbandingan antara kondisi lapangan dan standar yang berlaku dalam Habitat Agenda dan UndangUndang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman. BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dari analisis. Bab ini juga berisi saran dan masukan untuk menembah dan memperbaiki kondisi yang ada agar sesuai dengan standardisasi peraturan yang ada.

per uma han da n pe rmukima n |4 BAB II REVIEW LITERATUR, PERATURAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

2.1 Review Literatur Banyak kota masih belum mampu menangani kebutuhan dan tuntutan penduduk dan tidak siap dengan meningkatnya jumlah penduduk yang begitu pesat, yang akan membawa dampak pada kebutuhan perumahan, infastruktur, penggunaan energi, jasa pelayanan, kapasitas institusi, sumberdaya dan kebijakan perkotaan. Bila kota tidak dapat menampung pertumbuhan tersebut maka dikhawatirkan akan terjadi urbanisasi kemiskinan. Di samping itu bagaimana kita hidup sehari-hari akan berdampak pada lingkungan dan kapasitasnya untuk mendukung kehidupan sekarang maupun di masa mendatang. Hal-hal ini menjadi kekhawatiran para pemimpin dunia dalam Konferensi Kota tahun 1996 di Istanbul, Turki (dikenal sebagai Habitat II). Dua tema yang diangkat dalam Habitat II dan juga menjadi tujuan dari Habitat Agenda adalah Hunian yang Layak bagi Semua (Adequate Shelter for All) dan Permukiman yang Berkelanjutan dalam Dunia yang Semakin Mengkota (Sustainable Human Settlements in an Urbanizing World ). Hunian yang layak penting untuk kesejahteraan manusia, baik dari segi fisik, fisiologis, sosial dan ekonomi. Sementara pembangunan berkelanjutan membutuhkan pembangunan sosialekonomi dan perlindungan lingkungan. Habitat Agenda adalah aksi global dan kerangka kerja yang diharapkan dapat mendorong masyarakat dunia untuk bertanggung-jawab dalam mempromosikan dan menciptakan permukiman yang berkelanjutan (UN Habitat-1996). Dengan mengadopsi Habitat Agenda, maka setiap negara juga mengadopsi kedua tema yang menjadi tujuan Habitat Agenda, serta mempunyai komitmen untuk melaksanakan Habitat Agenda dalam rangka mencapai kedua tujuan tersebut. Hal ini menurut Konferensi Habitat II, sangat tergantung pada kemitraan antara berbagai pemangku kepentingan, antar negara maupun di dalam negara masing-masing, baik antar pemerintah, LSM, swasta, organisasi masyarakat dan individu. Kemitraan dapat membantu penggalangan sumberdaya, berbagai pengetahuan, praktek-praktek terbaik dari berbagai kota serta kemungkinan untuk berbagi peran dan saling membantu dalam mengatasi berbagai persoalan. Ada 7 komitmen utama dalam Habitat Agenda. Dua komitmen pertama terkait langsung dengan tema atau tujuan Agenda Habitat yaitu: 1) hunian yang layak bagi semua ( adequate

shelter for all), 2) permukiman yang berkelanjutan (sustainable human settlements atau

per uma han da n pe rmukima n |5 sekarang disebut sebagai sustainable urbanization). Sedangkan 5 komitmen lain terkait dengan pelaksanaan Habitat Agenda: 3) pemberdayaan dan peran serta, 4) kesetaraan gender, 5) pembiayaan hunian dan permukiman 6) kerjasama internasional dan 7) monitoring dan evaluasi pencapaian. Program Utama yang dijalankan sesuai dengan Habitat Agenda yaitu: A. B. C. Hunian yang layak bagi semua (adequate shelter for all) Permukiman yang berkelanjutan dalam dunia yang semakin mengkota (Sustainable Human Settlements in an Urbanizing World) Pembangunan kapasitas serta pengembangan kelembagaan Program-program tersebut yang menjadi acuan bagi Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman. Berikut adalah penjabaran dari ketiga program utama yang dijalankan sesuai Habitat Agenda: A. Hunian yang layak bagi semua (adequate shelter for all) Program mengenai hunian yang layak bagi semua (adequate shelter for all) bertujuan untuk mencapai tempat tinggal yang memadai untuk semua, terutama perkotaan dan perdesaan melalui pendekatan yang memungkinkan untuk pengembangan dan perbaikan tempat tinggal yang ramah lingkungan. Tempat tinggal yang memadai berarti lebih dari atap di atas kepala. Ini juga berarti privasi yang memadai; ruang yang memadai; aksesibilitas fisik; keamanan yang memadai, keamanan kepemilikan; stabilitas struktural dan daya tahan; pencahayaan yang cukup, pemanasan dan ventilasi; infrastruktur dasar yang memadai, seperti fasilitas air minum, sanitasi dan limbah-manajemen; cocok lingkungan kualitas dan kesehatan yang berhubungan dengan faktor; dan lokasi yang memadai dan dapat diakses sehubungan dengan pekerjaan dan fasilitas dasar: semua yang harus tersedia dengan biaya terjangkau (UN Habitat-1996). Kecukupan harus ditentukan bersama masyarakat bersangkutan, mengingat prospek untuk pengembangan bertahap. Kecukupan sering bervariasi dari satu negara ke negara, karena tergantung pada faktor budaya, sosial, lingkungan dan ekonomi tertentu. Faktor spesifik gender dan usia tertentu, seperti paparan anakanak dan perempuan untuk zat beracun, harus dipertimbangkan. dalam konteks ini. Menurut definisi UN-Habitat, hunian yang layak bagi semua ( adequate

shelter for all) adalah hunian yang memenuhi indikator-indikator berikut:


1. Rumah yang kokoh, yang dapat melindungi penghuninya dari kondisi cuaca yang ekstrim

per uma han da n pe rmukima n |6 2. Ruang huni yang cukup, yang berarti tidak lebih dari 3 orang menghuni 1 ruang bersama 3. Akses yang mudah ke air bersih (aman) dalam jumlah yang cukup dan harga yang terjangkau, 4. Akses ke sanitasi yang memadai, dalam bentuk toilet pribadi atau MCK bersama 5. Kepastian atau rasa aman bermukim (secure tenure), yang dapat melindungi penghuninya dari penggusuran paksa. Rumah Layak didefiniskan lebih baik meliputi kelayakan privacy, kelayakan ruang, kelayakan sekuriti, kelayakan penerangan dan ventilasi, kelayakan PSD dan kedekatannya pada berbagai sarana dasar, semua dalam batas keterjangauan mencapainya. ECOSOC PBB pada keputusan Sidang Umum PBB no. 4 tahun 1991 lebih lanjut yakin bahwa aspek-aspek kelayakan rumah berikut ini perlu diperhatikan yaitu: Jaminan kepemilikan yang dilindungi hukum Ketersediaan service, bahan, fasilitas dan prasarana Kemampuan beli dari masyarakat Layak huni atau habitable Dapat diakses oleh siapa saja Lokasinya yang mendukung bagi kehidupan Kelayakan budaya, termasuk menjalankan keyakinan yang luas yang berkelanjutan dalam dunia yang semakin mengkota

B. Permukiman

(Sustainable Human Settlements in an Urbanizing World) Rumah dapat berperan sebagai wadah kehidupan yang mendorong tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan, oleh karena itu pembangunan perumahan dan permukiman harus bersifat berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, dalam arti memadukan, menyerasikan dan memperhatikan aspek ekonomi, sosial dan ekologi (kelestarian lingkungan hidup) sehingga dapat memenuhi kebutuhan tidak hanya masa kini tetapi juga masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan hasil Agenda 21 (The Habitat Agenda) di Rio Janeiro yang menyatakan bahwa pembangunan perumahan dan permukiman di prioritaskan untuk pembangunan perumahan yang layak bagi semua (adequate housing for all) dan berkelanjutan di seluruh kota di dunia (sustainable human settlements

development in an urbanizing world) (Kuswartojo dan Salim, 1997: 31).

per uma han da n pe rmukima n |7 Permukiman yang berkelanjutan (sustainable

human

settlements)

menggabungkan pengembangan ekonomi pembangunan, sosial dan perlindungan lingkungan, dengan menghormati sepenuhnya hak asasi manusia dan kebebasan dasar, termasuk hak untuk membangun, dan menawarkan cara untuk mencapai dunia stabilitas yang lebih besar dan perdamaian, dibangun di atas visi etis dan spiritual. Demokrasi, penghormatan terhadap hak asasi manusia, transparan pemerintah, representatif dan akuntabel dan administrasi di semua sektor masyarakat, sebagai serta partisipasi efektif oleh masyarakat sipil, sangat diperlukan dasar bagi realisasi pembangunan berkelanjutan. Kurangnya menghambat pengembangan dan keberadaan kemiskinan yang luas bisa yang rapuh dan populer partisipasi. Kualitas perumahan yang layak huni dan terjangkau secara ideal perlu didukung dengan kualitas lingkungan permukiman yang lebih luas sebagai satu kesatuan hunian yang tidak terpisahkan guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kualitas permukiman di perkotaan dan perdesaan diupayakan sedemikian rupa sehingga dapat membantu mengatasi urbanisasi, mendorong pertumbuhan wilayah, mendukung kesalingterkaitan kawasan perkotaan dan perdesaan secara baik, yang sekaligus dapat mewujudkan permukiman di perdesaan yang mendukung perwujudan kawasan perdesaan secara keseluruhan dan berkelanjutan. Pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan secara menyeluruh akan dapat berlangsung lebih efektif apabila terwadahi di dalam permukiman yang sehat secara fisik, emosional, dan spiritual; yang aman dari segi keselamatan dan kepentingan publik; yang harmonis sebagai satuan permukiman yang utuh dan kualitas hubungannya dengan fungsifungsi kawasan lainnya; serta yang berkelanjutan dari segi sosial, ekonomi, dan lingkungan secara keseluruhan. C. Pembangunan kapasitas serta pengembangan kelembagaan Pemerintah lebih berperan sebagai fasilitator dan pendorong dalam upaya pemberdayaan bagi berlangsungnya seluruh rangkaian proses penyelenggaraan permukiman. Dalam upaya pelaksanaannya, seluruh program dan kegiatan penyelenggaraan permukiman dititikberatkan untuk dapat mencapai sasaran antara lain terbangunnya lembaga-lembaga penyelenggaraan permukiman yang dapat menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik, di tingkat lokal,

kenikmatan penuh dan efektif dari hak asasi manusia dan merusak demokrasi

per uma han da n pe rmukima n |8 wilayah, dan pusat, yang mampu memfasilitasi wahana pengembangan peran dan tanggung jawab masyarakat sebagai pelaku utama dalam memenuhi kebutuhannya akan hunian yang layak dan terjangkau, dan lingkungan permukiman yang sehat, aman, produktif dan berkelanjutan. Kelembagaan yang ingin dicapai tersebut agar juga dapat senantiasa mendorong terciptanya iklim kondusif di dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman. Penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang berbasis pada pelibatan masyarakat sebagai pelaku utama harus dapat dilembagakan secara berlanjut sampai pada tingkat komunitas lokal, dan didukung secara efektif oleh system wilayah/regional dan sistem pusat/nasional. Untuk mengaktualisasikan pelaksanaan misi pemberdayaan, diperlukan keberadaan lembaga penyelenggara perumahan dan permukiman yang dapat melaksanakan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Upaya pelembagaan system penyelenggaraan perumahan dan permukiman tersebut perlu dilakukan terhadap seluruh unsur pelaku pembangunan baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat yang berkepentingan di bidang perumahan dan permukiman, baik yang berada di tingkat nasional, regional maupun lokal. Kelembagaan perumahan dan permukiman yang dapat melibatkan secara sinergi seluruh pelaku pembangunan harus diselenggarakan dengan berprinsip pada tata pemerintahan yang baik dan pembangunan partisipatif yang berbasis pada upaya menumbuhkembangkan keswadayaan masyarakat di dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman. Kelembagaan yang diwujudkan, baik kelembagaan secara masing-masing maupun secara bersama, harus dikembangkan secara bertahap oleh para pelaku pembangunan, yaitu pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota), badan usaha BUMN, BUMD dan Swasta, serta masyarakat secara perorangan atau kelompok/perkumpulan yang berkepentingan di bidang perumahan dan permukiman. Dengan semakin mengakarnya lembaga perumahan di tingkat lokal yang didukung sepenuhnya oleh masyarakat, diharapkan para penyelenggara akan lebih mampu menangkap aspirasi berbagai pihak terkait, dan dapat memanfaatkan secara optimal sistem sosial komunitas masyarakat yang senantiasa berkembang secara dinamis. Pemantapan kelembagaan dapat pula dilakukan dengan mengembangkan fungsi dan kapasitas lembaga yang telah ada, baik lembaga formal maupun informal, tanpa harus membangun lembaga baru. Pemantapan kelembagaan badan usaha, khususnya pada Badan Usaha Milik Negara di bidang perumahan

per uma han da n pe rmukima n |9 dan permukiman, diarahkan untuk melakukan reformasi kelembagaan guna terciptanya badan usaha yang mampu mengaktualisasikan tata pemerintahan yang baik, mampu mengembangkan manajemen strategis pengusahaan bidang perumahan dan permukiman, dan mampu meningkatkan kapasitas dan profesionalisme para pelaku secara internal sekaligus eksternal.Upaya ini perlu pula dikembangkan di lingkungan badan usaha baik milik pemerintah daerah maupun masyarakat yang berkiprah di bidang perumahan dan permukiman. Termasuk dalam hal ini lembaga badan usaha milik negara yang selama ini mendapat tugas utama untuk mendukung pengembangan perumahan dan permukiman di Indonesia. Reformasi kelembagaan Perum Perumnas diarahkan untuk mengembalikan orientasi kegiatan Perum Perumnas di dalam mendukung program pemenuhan kebutuhan perumahan secara nasional. disamping harus tetap sehat dari sisi pengusahaan, antara lain :(i) melaksanakan kegiatan yang sifatnya perintisan seperti pembangunan rumah sewa di kota metropolitan/besar dan kawasan industri, dan penyediaan rumah sederhana sehat bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kota-kota sedang/kecil serta kegiatan di bidang perumahan dan permukiman lainnya yang bersifat sosial maupun kegiatan lainnya yang belum menarik untuk dikembangkan oleh badan usaha milik swasta; (ii) mengembangkan anak perusahaan sebagai peningkatan usaha komersial yang mampu mengelola penyediaan lahan dan prasarana perumahan dan permukiman berskala besar sesuai dengan pengembangan kawasan perkotaan di kota metropolitan/besar; serta (iii) menjadi kepanjangan pemerintah sebagai agen pemberdayaan (enabling

agent) di dalam pengembangan perumahan dan permukiman secara nasional.


Pengembangan kelembagaan juga diarahkan sehingga dapat menurunkan biaya produksi rumah, seperti melalui pencapaian perencanaan, perancangan, pelaksanaan, pemeliharaan dan rehabilitasi perumahan, prasarana dan sarana dasar permukiman yang efektif dan efisien, pengembangan dan mendorong ketersediaan bahan-bahan dasar bangunan yang diproduksi daerah secara terjangkau, serta peningkatan kapasitas lokal di dalam menghasilkan bahan bangunan dan teknologi konstruksi yang sehat dan ramah lingkungan.

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 10 2.2 Review Peraturan dan Perundang-Undangan 2.2.1 Undang-Undang No. 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman Setiap orang berhak untuk meningkatkan kesejahtaraan hidupnya dan

memperoleh kehidupan yang lebih baik, baik itu secara lahir dan batin. Maka dari itu semua di perlukannya lingkungan yang baik dan bersih agar tercapai kehidupan yang lebih baik dan dapat mencapai kesejahteraan hidup. Karena it semua adalah suatu kebutuhan yang mendasar bagi masyarakat Indonesia, terutama dalam hal pembentukan kepribadian yang baik, mandiri dan berjati diri serta produktif dalam hal apapun. Dan dalam hal tersebut pemerintah lah yang bertanggung jawab untuk memberikan perumahan dan permukiman kepada rakyat Indonesia sebagai perwujudan dari Pemerintah Indonesia yang mempunyai tanggung jawab yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia. Dengan memberikan kemudahan dan tidak mempersulit bagi rakyat Indonesia dalam memperoleh perumahan demi mendapatkan kebahagian hidup dalam berkeluarga. Agar dalam memperoleh perumahan dengan mudah maka dari Pemerintah seharusnya menyedikan perumahan kepada rakyat Indonesia. Namun dalam hal itu semua adanya kesulitan dan hambatan bagi rakyat Indonesia dalam memperoleh perumahan yang layak dan mudah terjangkau bagi rakyat Indonesia yang secara ekonomi berpenghasilan rendah. Dengan itu pemerintah perlu mempertimbangkan keseimbangan perumahan bagi masyrakat Indonesia. Seperti yang tercantum pada UU Nomor 4 Tahun 1992 yang mengatur tentang perumahan dan permukiman tidak sesuai dengan keadaan perumahan dan permukiman di Indonesia yang seharusnya mudah terjangkau serta layak dalam hal kebersihan, sehat, serasi dan teratur. Dalam ketentuan umum UU No. 1 Tahun 2011 Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 11 perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Penyelenggaraan pengembangan perumahan dan kawasan dan permukiman adalah kegiatan peran perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya kelembagaan, pendanaan sistem pembiayaan, serta masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Rumah komersial adalah rumah yang diselenggarakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat. Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah khusus adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus. Rumah Negara adalah rumah yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. Kawasan siap bangun yang selanjutnya disebut Kasiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai dengan rencana tata ruang. Lingkungan siap bangun yang selanjutnya disebut Lisiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dengan batas-batas kaveling yang jelas dan merupakan bagian dari kawasan siap bangun sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian. Kawasan permukiman diselenggarakan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan kawasan permukiman; mendukung penataan dan pengembangan

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 12 wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR; meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan; memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman; menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Dalam Pasal 19 Penyelenggaraan rumah dan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Penyelenggaraan rumah dan perumahan dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau setiap orang untuk menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Penyelenggaraan Perumahan perumahan meliputi: perencanaan perumahan; pembangunan perumahan; pemanfaatan perumahan; dan pengendalian perumahan. mencakup rumah atau perumahan beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum. Dalam Pasal 24 perencanaan dan perancangan rumah dilakukan untuk (a.) menciptakan rumah yang layak huni; (b.) mendukung upaya pemenuhan kebutuhan rumah oleh masyarakat dan pemerintah; dan (c.) meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang tersruktur. Sementara dijelaskan dalam pasal 28 perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan meliputi rencana penyediaan kavling tanah dan rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan. Yang memenuhi persyaratan administrative, teknis, dan ekologis. Pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta sumber daya dan kearifan lokal yang aman. Penyelenggaraan kawasan permukiman bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukim. Penyelenggaraan permukiman meliputi penyediaan lokasi permukiman, penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman, serta penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan social, dan kegiatan ekonomi. Pemerintah bertanggung jawab menjamin pelaksanaan pembangunan permukiman, mencegah berkembangnya permukiman kumuh, dan mencegah timbulnya

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 13 hunian yang tidak terencana atau tidak teratur. Pemeliharaan prasarana, sarana, dan utilitas kota menjadi kewajiban pemerintah dan setiap orang. 2.2.2 Undang-Undang No. 20 tahun 2011 Tentang Rumah Susun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau. Pemenuhan hak atas rumah merupakan masalah nasional yang dampaknya sangat dirasakan di seluruh wilayah tanah air. Hal itu dapat dilihat dari masih banyaknya MBR yang belum dapat menghuni rumah yang layak, khususnya di perkotaan yang mengakibatkan terbentuknya kawasan kumuh. Pemenuhan kebutuhan perumahan tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun sebagai bagian dari pembangunan perumahan mengingat keterbatasan lahan di perkotaan. Pembangunan rumah susun diharapkan mampu mendorong pembangunan perkotaan yang sekaligus menjadi solusi peningkatan kualitas permukiman. Ketentuan mengenai rumah susun selama ini diatur dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, tetapi dalam perkembangannya, undang-undang tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum, kebutuhan setiap orang dalam penghunian, kepemilikan, dan pemanfaatan rumah susun. Di samping itu, pengaruh globalisasi, budaya, dan kehidupan masyarakat serta dinamika masyarakat menjadikan undang-undang tersebut tidak memadai lagi sebagai pedoman dalam pengaturan penyelenggaraan rumah susun. Undang-Undang ini menciptakan dasar hukum yang tegas berkaitan dengan penyelenggaraan rumah susun dengan berdasarkan asas kesejahteraan, keadilan dan pemerataan, kenasionalan, keterjangkauan dan kemudahan, keefisienan dan kemanfaatan, kemandirian dan kebersamaan, kemitraan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, kesehatan, kelestarian dan berkelanjutan, keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan, serta keamanan, ketertiban, dan keteraturan. Dalam undang-undang ini penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau, meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang, mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh, mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan,

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 14 memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi, memberdayakan para pemangku kepentingan, serta memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun. Pengaturan dalam undang-undang ini juga menunjukkan keberpihakan negara dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang terjangkau bagi MBR serta partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan rumah susun. Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada Pemerintah di bidang penyelenggaraan rumah susun dan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk melakukan penyelenggaraan rumah susun di daerah sesuai dengan kewenangannya. Kewenangan yang diberikan tersebut didukung oleh pendanaan yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara maupun anggaran pendapatan dan belanja daerah. Undang-Undang ini mengatur penyelenggaraan rumah susun secara komprehensif meliputi pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran masyarakat. Hal mendasar yang diatur dalam Undang-Undang ini, antara lain, mengenai jaminan kepastian hukum kepemilikan dan kepenghunian atas sarusun bagi MBR; adanya badan yang menjamin penyediaan rumah susun umum dan rumah susun khusus; pemanfaatan barang milik negara/daerah yang berupa tanah dan pendayagunaan tanah wakaf; kewajiban pelaku pembangunan rumah susun komersial untuk menyediakan rumah susun umum; pemberian insentif kepada pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus; bantuan dan kemudahan bagi MBR; serta pelindungan konsumen. Dalam Pasal 1 disebutkan Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Penyelenggaraan rumah susun adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, penguasaan dan pemanfaatan, pengelolaan, pemeliharaan dan perawatan, pengendalian, kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang dilaksanakan secara sistematis, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab. Dipaparkan dalam Pasal 3 penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk: (a.) menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 15 terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya; (b.) meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; (c.) mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh; (d.) mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif; (e.) memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR; (f.) memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun; (g.) menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan (h.) memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun. Dalam Pasal 15 pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah. Pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus dapat dilaksanakan oleh lembaga nirlaba dan badan usaha. Sedangkan di Pasal 16 dinyatakan pembangunan rumah susun komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dapat dilaksanakan oleh setiap orang. Dalam Pasal 17, rumah susun dapat dibangun di atas tanah: (a.) hak milik; (b.) hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara; dan (c.) hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan. Pasal 28 menyebutkan dalam melakukan pembangunan rumah susun, pelaku pembangunan harus memenuhi ketentuan administratif yang meliputi: a. status hak atas tanah; dan b. izin mendirikan bangunan (IMB). Persyaratan teknis pembangunan rumah susun terdiri atas: (a.) tata bangunan yang meliputi persyaratan peruntukan lokasi serta intensitas dan arsitektur bangunan; dan (b.) keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. Pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan ekologis yang mencakup keserasian dan keseimbangan fungsi lingkungan. Pembangunan rumah susun yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan harus dilengkapi persyaratan nalisis dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 16 Di Pasal 40 pelaku pembangunan wajib melengkapi lingkungan rumah susun dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Prasarana, sarana, dan utilitas umum harus mempertimbangkan: (a.) kemudahan dan keserasian hubungan dalam kegiatan seharihari; (b.) pengamanan jika terjadi hal-hal yang membahayakan; dan (c.) struktur, ukuran, dan kekuatan sesuai dengan fungsi dan penggunaannya. Prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi standar pelayanan minimal. Penguasaan sarusun pada rumah susun umum dapat dilakukan dengan cara dimiliki atau disewa. Penguasaan sarusun pada rumah susun khusus dapat dilakukan dengan cara pinjampakai atau sewa. Penguasaan terhadap sarusun pada rumah susun Negara dapat dilakukan dengan cara pinjam-pakai, sewa, atau sewa-beli. Penguasaan terhadap sarusun pada rumah susun komersial dapat dilakukan dengan cara dimiliki atau disewa. 2.3 Review Rencana, Kebijakan dan Program Menurut Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Daerah (RP4D) Kota Surabaya 2008/2018, pembangunan perumahan dan permukiman merupakan kegiatan yang bersifat multi sektor dimana keluarannya akan langsung menyentuh salah satu kebutuhan dasar serta menyangkut kelayakan dan taraf kesejahteraan kehidupan masyarakat, juga pendorong pertumbuhan perekonomian. Pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia telah diselenggarakan berdasarkan prinsip , dimana : a) Pemenuhan kebutuhan akan rumah layak, merupakan beban dan tanggung jawab masyarakat sendiri b) Pemerintah memfasilitasi kegiatan masyarakat khususnya bagi Kelompok Berpenghasilan Rendah (KBR) melalui penciptaan iklim yang memungkinkan bagi masyarakat, untuk dapat melaksanakan kegiatannya secara mandiri dalam hal pemenuhan kebutuhan akan rumah layak dan lingkungan permukiman yang sehat dan nyaman. Untuk mewujudkan lingkungan permukiman yang layak huni, maka letak permukiman itu harus berada di kawasan yang memang diperuntukkan bagi kegiatan permukiman (Komarudin, 1997:294). Pada pembahasan kualitas lingkungan hunian, Komarudin (1997:292) mengemukakan indikator kualitas lingkungan hunian ditinjau dari aspek kesehatan, keselamatan dan kenyamanan berdasarkan ketentuan Direktorat Perumahan Ditjen Cipta Karya.

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 17 A. Aspek Kesehatan Lingkungan permukiman yang terdiri dari bangunan rumah, prasarana/sarana dan utilitas yang disediakan harus dapat memberikan kehidupan yang sehat bagi penghuninya. Indikator kualitas lingkungan hunian secara umum ditinjau dari aspek kesehatan terdiri dari : 1. Penyediaan air bersih Penyediaan air bersih merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan untuk menjamin kesehatan lingkungan hunian (Hardoy, 1992:37). Lingkungan hunian harus mendapatkan air bersih/air minum dari saluran air minum kota, minimal berupa sambungan kran umum (LPM-ITB, 1999:II-26). 2. Pembuangan sampah Masalah pembuangan sampah terutama terletak pada pengumpulan sampah rumah tangga. Suatu lingkungan hunian dikatakan tidak sehat jika pelayanan pengumpulan sampahnya kurang atau bahkan tidak ada pelayanan pengumpulan sampah sama sekali (Hardoy, 1992:58-60). Dengan kata lain kesehatan lingkungan hunian ditentukan oleh ketersediaan fasilitas pengumpulan sampah untuk menampung sementara sampah-sampah dari setiap rumah. 3. Pembuangan air limbah rumah tangga Air limbah rumah tangga merupakan bekas penggunaan air bersih hasil kegiatan mandi, cuci, kakus, ataupun dapur. Pembuangan air limbah rumah tangga harus melalui suatu tangki pengaman untuk menghindari kontaminsi pencemaran air tanah atau air baku permukaan; (Ditjen Cipta Karya, 1998:21-22). 4. Kualitas udara Kualitas udara bersih, yaitu tidak berbau serta tidak mengandung asap dan debu (dari Merencana Aristektur Rumah Tinggal, 1980:8). Udara yang mengandung asap/debu dan berbau dapat menyebabkan penyakit tertentu, seperti iritasi mata/hidung/tenggorokan, sakit kepala, infeksi saluran pernapasan, batuk dan bersin-bersin (Hardoy, 1992:37; Konstruksi, 1995:11-14; Pudjiastuti, 1998:44). B. Aspek Keselamatan Lingkungan hunian harus dapat menjamin keselamatan penghuninya dari hunian secara umum ditinjau dari aspek keselamatan terdiri dari :
1. Bahaya banjir

segala

gangguan ancaman binatang, iklim dan bencana alam. Indikator kualitas lingkungan

Masalah keselamatan lingkungan hunian dimulai dari keberadaannya yang terletak pada lokasi tapak yang berbahaya, baik berbahaya akibat kegiatan

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 18 manusia maupun bahaya alam. Contoh lingkungan hunian yang terletak pada lokasi tapak yang beresiko tinggi terhadap bahaya alam yaitu kelompok perumahan ilegal di lereng bukit yang curam atau di dataran rawan banjir (Hardoy, 1992:52-58).
2. Bahaya kebakaran

Mengingat rumah-rumah di atas sungai pada umumnya terbuat dari kayu dan letaknya cenderung sangat berdekatan.
3. Kecelakaan

Keselamatan

lingkungan

hunian

dari

kemungkinan

terjadinya

kecelakaan

ditekankan pada kemungkinan kecelakaan di jalan keselamatan lingkungan hunian dari kemungkinan terjadinya kecelakaan juga didukung oleh ketersediaan fasilitas penerangan jalan, terutama untuk malam hari. Menurut Wekerle (1995:28), unsur penerangan terutama untuk malam hari, juga merupakan unsur yang harus dipertimbangkan untuk menciptakan lingkungan hunian yang aman dari kemungkinan terjadinya kecelakaan dan tindakan kriminal. C. Aspek Kenyamanan Lingkungan hunian harus dapat memberikan suasana nyaman bagi penghuni melalui:
1. Akesibilitas

Akesibilitas lingkungan hunian didukung oleh : a. Ketersediaan jalan lingkungan, baik berupa jalan lingkungan untuk kendaraan roda empat dengan lebar minimal 6 (enam) meter maupun jalan setapak dengan lebar 1.2 m - 2 m (Ditjen Cipta Karya, 1998:19). b. Selain itu juga didukung oleh ketersediaan sarana public transit yang mudah dicapai pejalan kaki (Simonds, 1961:165; Cooper dalam Rotternberg dan Mc Donogh, 1993:169; Sieber dalam Rotternberg dan Mc Donogh, 1993:177; Ditjen Cipta Karya, 1998).
2. Tata Bangunan

Pemenuhan

kebutuhan

perumahan

khususnya

perumahan

real

estate

dikembangkan dengan proporsi 1:3:6 dengan komposisi rumah mewah, rumah menengah dan rumah sederhana yang di dalamnya termasuk rumah sangat sederhana. Adapun pedoman yang digunakan untuk itu adalah Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Negara Perumahan Berimbang. Rakyat no. 648-384 tahun 1992, no. 739/KPTS/1992, no. 09/KPTS/1992 tentang Pedoman Permukiman dengan Lingkungan Hunian

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 19
3. Ruang terbuka dan penghijauan

Penghijauan dan ruang terbuka, dilihat dari ketersediaan sarana penghijauan dan ruang terbuka yang ada. Menurut Simonds (1978:64) serta Breen dan Rigby (1996:152-169) penghijauan dapat menciptakan lingkungan yang indah dan menarik, serta dapat memperlembut penampilan lingkungan hunian (Wrenn, 1983). Menurut Laurie (1985:104) dan Lutfi (1994:22) jalur hijau pun berfungsi sebagai penyerap panas sinar matahari dan peredam kebisingan, sehingga tercipta suatu lingkungan hunian yang nyaman (McNulty dalam Taylor, 1990:6061).
4. Bebas dari kebisingan

Sumber kebisingan lingkungan dapat berasal dari lalu lintas kendaraan, pesawat terbang, kegiatan konstruksi dan kegiatan industri (Hardoy, 1992:93; Haughton, 1994:156). Pada umumnya tingkat kebisingan yang masih diijinkan untuk suatu lingkungan hunian yaitu 45-60 dB. Intensitas kebisingan di atas 60 dB dapat mempengaruhi kesehatan manusia; mengakibatkan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung serta menimbulkan gangguan psikologis (stres) pada manusia, bahkan untuk intensitas yang lebih tinggi dapat menimbulkan rasa nyeri dan kehilangan pendengaran (Hardoy, 1992:93; Haughton, 1994:156; Lutfi, 1994:1422; Komarudin, 1997:299; Pudjiastuti, 1998:69)

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 20 BAB III GAMBARAN UMUM PERMUKIMAN

Secara geografis Kelurahan Embong Kaliasin terletak di Kecamatan Genteng, wilayah Surabaya Pusat dengan luas wilayah sebesar 1,1 km. Batas administrasi Kelurahan Embong Kaliasin adalah sebagai berikut : Sebelah utara Sebelah barat Sebelah timur : Kelurahan Ketabang dan Genteng, Kecamatan Genteng : Kelurahan Kedungdoro dan Tegalsari, Kecamatan Tegalsari : Kelurahan Gubeng Kecamatan Gubeng Sebelah selatan : Kelurahan Keputran dan Dr. Soetomo, Kecamatan Tegalsari

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1 Peta Kelurahan Embong Kaliasin berikut ini.

Kec. Genteng

Gambar 3.1 Peta Kelurahan Embong Kaliasin

Sumber : Dinas Tata Kota Surabaya

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 21 Luas wilayah Kelurahan Embong Kaliasin ditinjau berdasarkan peggunaan lahannya, 0,18 km2 adalah sebagai permukiman umum. 0,35 km 2 adalah perkantoran, 0,02 km2 adalah sekolah, 0,31 km2 adalah pertokoan, dan0,0993 km2 adalah jalan. Ditinjau dari kondisi topografi wilayahnya, Kelurahan Embong Kaliasin berupa dataran seluas 1,1 km2 dan berada di ketinggian rata-rata 400 m di atas permukaan laut. Kemiringan tanah di Kelurahan Embong Kaliasin relatif datar dengan tingkat kesuburan sedang. Kelurahan Embong Kaliasin beriklim tropis dengan intensitas sinar matahari yang cukup tinggi. Untuk temperatur rata-rata 35 C dan besarnya curah hujan 800 Mm/tahun. Jumlah penduduk Kelurahan Embong Kaliasin menurut Data Monografi Kelurahan Embong Kaliasin tahun 2011 adalah 13.150 jiwa dengan 3.701 KK. Komposisi penduduk laki-laki berjumlah 6.553 jiwa dan penduduk perempuan 6.597 jiwa. Kelurahan Embong Kaliasin terdiri dari 12 Rukun Warga (RW) dan 58 Rukun Tetangga (RT). Penggunaan lahan di Kelurahan Embong Kaliasin adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Penggunaan Lahan Kelurahan Embong Kaliasin
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Perkantoran Pertokoan Sekolah Jalan Rekreasi dan Olahraga Lain-lain Penggunaan Lahan Permukiman umum Luas (km2 ) 0,18 0,35 0,31 0,02 0,09 0,04 0,11 1,1

Total:

Sumber:Data Dasar Profil Kelurahan Embong Kaliasin, 2011

Pada tahun 2000-an Surabaya Pusat menjadi pusat perekonomian kota Surabaya, peningkatan penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa di Surabaya Pusat mengakibatkan kawasan perumahan dan permukiman di Surabaya Pusat semakin sedikit, khususnya Kelurahan Embong Kaliasin. Menurut tabel 3.1 di atas penggunaan lahan untuk permukiman adalah 16 % dari seluruh luas lahan Kelurahan Embong Kaliasin. Penggunaan lahannya lebih banyak digunakan sebagai area perkantoran, pertokoan, dan komersial. Ditinjau dari jenisnya, perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin terdiri dari perumahan non formal dan perumahan formal. Perumahan non formal adalah perumahan yang pengadaannya secara swadaya oleh masyarakat. Sedangkan perumahan formal adalah perumahan yang diadakan oleh pemerintah atau swasta.

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 22

Sebagian besar perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin didominasi oleh jenis perumahan non formal. Perumahan tersebut merupakan perumahan untuk kalangan menengah ke atas yang tersebar di Jalan Panglima Sudirman, Jalan Basuki Rahmat dan Jalan Pemuda serta perumahan perkampungan yang terletak di sebelah barat Kelurahan Embong Kaliasin, antara lain daerah Simpang Dukuh, Jalan Embong Belimbing, Jalan Kedondong, dan Jalan Keputran Pasar Kecil. Namun ada juga perumahan jenis formal, contohnya rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Urip Sumoharjo yang berada dalam wilayah administrasi Rukun Warga (RW) 14 Kelurahan Embong Kaliasin Kecamatan Genteng Kota Surabaya dan Apartemen Trillium di Jalan Pemuda.

Gambar 3.2 Peta Rencana Detail Pengembangan dan Penanganan Perumahan dan Penanganan Perkim Kota Surabaya 2008-2018

Sumber : Pemerintah Kota Surabaya, Hasil Perencanaan

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 23 Gambaran umum perumahan dan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin akan dipaparkan berdasarkan 3 program utama yang dijalan sesuai dengan habitat agenda yaitu: 3.1 Hunian yang layak di Kelurahan Embong Kaliasin (adequate shelter for all) Menurut pengamatan survey primer, Mei 2012, pembangunan rumah non formal di Kelurahan Embong Kaliasin memperhatikan kualitas bangunan, aspek estetika, kebersihan, keamanan, dan kenyamanan. Jika dikaitkan antara keberadaan rumah di Kelurahan Embong Kaliasin dengan standar rumah sehat atau rumah yang layak huni, terlihat bahwa sebagian besar faktor penentu kelayakan bangunan rumah telah terpenuhi. Dari pernyataan tersebut maka kualitas hidup terpenuhi dan secara otomatis penghuni rumah sudah merasa nyaman. Dapat diamati secara visual terlihat bangunan rumah terbuat dari bahan bangunan yang memperhatikan kenyamanan huni seperti dinding terbuat dari batu-bata, atap yang dilengkapi penangkal petir, dinding yang dilengkapi dengan ventilasi udara yang cukup, dibangun pada daerah yang topografinya rata sehingga meminimalisasi kemungkinan terjadinya banjir atau genangan air. Fasilitas kelengkapan di perumahan Kelurahan Embong Kaliasin juga telah terpenuhi. Fasilitas Kelengkapan bangunan rumah meliputi: 1. Sarana Air Bersih, tersedia sarana air bersih dengan kualitas yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sekeliling sumur dangkal (gali) diberikan pengerasan dan selokan air agar tempat sekitarnya tidak tergenang air (becek). 2. Pengolahan Limbah dan drainase rumah, air kotor atau air buangan dari kamar mandi, cuci dan dapur disalurkan melalui drainase rumah (selokan) terbuka atau tertutup di dalam pekarangan rumah ke (drainase) selokan air di pinggir jalan. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah. 3. Fasilitas Listrik. Sebagai pencahayaan buatan mutlak diperlukan pada sebuah hunian. Kebutuhan minimal daya listrik untuk rumah sederhana 900 watt/rumah artinya bahwa setiap rumah harus tersedia listrik dengan daya yang mencukupi. Fasilitas Listrik, sesuai hasil pengamatan, Jaringan listrik terdistribusi secara merata dan penyediaan sarana listrik telah dirasakan oleh seluruh masyarakat penghuni perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin. Kepadatan hunian. Satu keluarga yang terdiri dari 5 orang, rata-rata luas rumah adalah 50 m. Di bidang pencahayaan, Perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 24 memperoleh cahaya yang cukup pada siang hari. Dengan ventilasi yang cukup maka penghawaan di Perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin cukup memadai.

Gambar 3.3, 3.4, 3.5 Perumahan non formal di Embong Kaliasin

Sumber : Dokumentasi pribadi, Mei 2012

Di Kelurahan Embong Kaliasin juga terdapat perkampungan. Yang dimaksudkan dengan kampung di sini adalah perumahan dan permukiman legal di kota akan tetapi berkembang atas inisiatif dan kemampuan masyarakat secara mandiri. Karakter yang tampak pada penduduk di perkampungan adalah adanya homogenitas dan nilai kebersamaan yang lebih kental karena telah lama terkelompok pada satu area. Kampung tengah kota memiliki karakteristik hunian yang padat, rata-rata luas persil kecil, dan pemanfaatan ruang sangat besar. Hal ini antara lain dapat diindikasikan dari rata-rata nilai KDB ( >80%) dan pemanfaatan jalan atau saluran drainase sebagai bagian dari rumah. Kampung ini memiliki kecenderungan permasalahan sosial dan lingkungan lebih besar. Kampung merupakan kekuatan sosial ekonomi yang sangat potensial untuk mendukung aktifitas kota secara keseluruhan. Oleh karena itu keberadaan kampung dipertahankan untuk mendukung aktifitas ekonomi di sekitarnya. Keyakinan bahwa aktifitas kota dapat berjalan karena keberadaan masyarakat miskin, mejadi dasar konsep strategi pembanguan kampung di tengah kota. Perkampungan di Kelurahan Embong

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 25 misalnya yaitu Kampung Plampitan. Kampung Plampitan ini peninggalan Belanda dan terkenal sebagai kampung yang masih kental dengan kearifan lokal. Karena sebagian bangunannya adalah peninggalan colonial, dindingnya berbahan kayu untuk menyesuaikan iklim tropis. Dinding juga berasal dari batu alam. Secara fisik kondisi hunian di kampung Plimpitan telah sesuai dengan standard hunian yang layak.

Sumber : Dokumentasi pribadi, Mei 2012

Gambar 3.6 Kampung Plampitan

Rumah formal di Kelurahan Embong Kaliasin yaitu Rusunawa Urip Sumoharjo dan Apartemen Trilliyum. Ditengah terbatasnya dan tingginya harga lahan, rumah susun sederhana menjadi alternatif bagi kepemilikan hunian yang layak dan murah bagi MBR. Pembangunannya dilakukan oleh Pemerintah. Ditinjau dari lokasinya, Rusunawa Urip Sumaharjo berada di pusat kota, di tepi jalan provinsi, dikelilingi permukiman padat penduduk, dan daerah komersial. Terdiri dari 3 blok rumah susun, memiliki 4 lantai, dan unit hunian tipe 21 sebanyak 120 unit. Rusunawa ini dibangun untuk menampung warga korban kebakaran yang terjadi di pusat perbelanjaan Horison pada Tahun 1982, serta untuk mengurangi permukiman kumuh di sekitarnya. Rusunawa Urip Sumoharjo disediakan untuk kalangan menengah kebawah. Rusunawa Urip Sumoharjo sudah memiliki prasarana lingkungan. Jalan lingkungan di dalam Rusunawa Urip Sumoharjo memiliki lebar rata-rata 1 1,5 meter. Setiap blok dilengkapi tangga yang berfungsi untuk mobilisasi dan jalan akses penghuni dari lantai 1 sampai lantai 4, sekaligus sebagai tangga darurat. Sistem drainase yang ada merupakan saluran terbuka dengan sistem pembuangan tercampur. Sistem penyediaan air minum/bersih Rusunawa Urip Sumoharjo berasal dari PDAM. Penampungan air minum/bersih menggunakan tandon air bawah. Kemudian air dialirkan ke tandon air atas menggunakan pompa. Jumlah masing-masing tandon air bawah dan atas sebanyak 3 buah sesuai dengan jumlah blok rumah susun.

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 26 Untuk pengelolaan air limbah, pengolahan air limbah yang berasal dari WC/kakus ( black

water) menggunakan tangki septik. Sementara itu, air limbah yang berasal dari kamar
mandi non kakus, air cucian, dan dapur ( grey water) langsung dibuang ke saluran lingkungan. Dalam hal pengelolaan sampah, setiap penghuni baik dari lantai 1 sampai dengan lantai 4 dari tiap blok mengumpulkan sampah setiap hari ke satu gerobak yang mempunyai volume 1,5 m3. Sampah yang telah terkumpul dalam gerobak diangkut oleh petugas ke kontainer sampah yang berada di Jalan Pandegiling dengan jarak 1 km atau ke kontainer sampah yang berada di Jalan Kedondong dengan jarak lebih dari 1 km.

Gambar 3.7 Rusunawa Urip Sumoharjo

Sumber : Jawapos.co.id

Selain Rusunawa Urip Sumoharjo, perumahan formal berupa apartemen juga tersedia di Kelurahan Embong Kaliasin, yaitu Trillium Office & Residence. Hunian berbentuk vertical tersebut dibangun pada tahun 2008. Terletak di Jalan Pemuda dan disediakan untuk kalangan menengah ke atas. Apartemen Trillium layak dan memiliki aksesibilitas yang bagus. Lokasinya berada di depan Pusat Perbelanjaan Delta Plasa. Aksesibilitas apartement Trillium dengan infrastuktur kota juga bagus. Lokasinya strategis ditinjau dari pencapaian fasilitas baik fasilitas pendidikan, fasitilas kesehatan, maupun fasilitas umum. Kemudahan akses ke segala arah ke pusat-pusat hiburan dan rekreasi, perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan & mall, serta sekolah & universitas menjadi keunggulan apartement ini. Trillium Office & Residences merupakan gabungan fungsi hunian apartemen dan perkantoran. Memiliki 330 unit apartemen (22 lantai tipikal dan 3 lantai untuk penthouse), sekaligus perkantoran dalam gedung yang sama sebanyak 6 lantai seluas 10.000 m2. Entrance, akses & lift antara perkantoran & apartment didesain terpisah. Kapasitas parkir 6 lantai yg luas untuk lebih dari 500 mobil. Unit-unit apartment didesain untuk menghadirkan kenyamanan, keamanan & privasi yg tinggi, dgn luas mulai 45-123 m2. Apartement ini dikelola oleh Procon Savills afiliasi Inggris Management

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 27 Standard Internasional sebagai Property Management Trillium Office & Residence dan PT. Pemuda Central Investindo selaku developer Trillium Office & Residence

Sumber : http://trilliumsurabaya.blogdetik.com/category/trillium/

Gambar 3.8 Apartement Trillium

3.2 Permukiman berkelanjutan di Kelurahan Embong Kaliasin (Sustainable

Human Settlements in an Urbanizing World)


Konsep permukiman yang berkelanjutan didukung oleh 3 pilar utama yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kualitas perumahan yang layak huni dan terjangkau secara ideal perlu didukung dengan kualitas lingkungan permukiman yang lebih luas sebagai satu kesatuan hunian yang tidak terpisahkan guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Hunian yang berkelanjutan menerapkan system-sistem dengan tujuan meminimalkan penggunaan sumberdaya alam dan energy untuk menjawab isu global warming. Didesain dengan menyeluruh sehingga memiliki system mandiri dalam pengelolaan air, sampah dan listrik. Penghuni juga diharapkan mempunyai interaksi yang erat dengan lingkungan alam dan social di sekitarnya. Konsep permukiman berkelanjutan telah diterapkan di Kelurahan Embong Kaliasin yaitu pada hunian vertical. Lingkungan perkotaan secara geografis, sosial-budaya, dan sosial ekonomi merupakan kawasan yang sangat kompleks. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi menuntut penyediaan perumahan yang layak huni yang tinggi pula. Akibat peningkatan penggunaan lahan untuk perdagangan sekaligus menurunnya penggunaan

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 28 lahan untuk permukiman, maka diperlukan solusi permukiman yang efisien. Dalam pembangunan permukiman ini, memberikan dampak terhadap perekonomian daerah. Menurut pengamatan lapangan, beberapa perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin sudah memperhatikan segi ekonomi dan lingkungan. Hal ini didasarkan pada aplikasi teknologi ramah lingkungan yang telah diterapkan di Embong Kaliasin. Masyarakat mulai berinovasi dengan langkah-langkah awal, seperti renewable energy (energi terbarukan) dengan menggunakan solar cell (energi listrik tenaga surya). Dengan solar cell, maka masyarakat menghemat penggunaan energi listrik, dengan memanfaatkan energi matahari. Masyarakat juga membuat lingkungan lebih hijau dengan menanam banyak pohon, sehingga suhu udara di Embong Kaliasin dapat turun (sejuk) yang akhirnya tercipta micro climate yg kondusif bagi kehidupan berkelanjutan. Namun permukiman berkelanjutkan ini baru diterapkan di beberapa rumah. Masyarakat Kelurahan Embong Kaliasin untuk kawasan menengah ke atas. 3.3 Kelembagaan di Kelurahan Embong Kaliasin Pengadaan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin telah dilakukan swadaya oleh masyarakat. Dalam hal ini pemerintah berperan sebagai fasilitator dan penyedia infrastruktur. Lembaga-lembaga yang terkait langsung dengan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin adalah Badan Pertanahan Kota Surabaya, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang dan Kimpraswil. Badan Pertanahan Daerah adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Badan Pertanahan menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang mempunyai tugas perencanaan pembangunan, melaksanakan sebagian urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum, perumahan, penataan ruang, pertanahan, pemberdayaan masyarakat, pertanian dan ketahanan pangan, serta otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan persandian. Sedangkan Kimpraswil lebih kea rah penyediaan sarana, prasarana, dan utilitas perkotaan. Pemerintah berperan dalam pengadaan permukiman masyarakat yaitu berupa pembangunan rumah susun sewa (rusunawa) Urip Sumohardjo. Masyarakat yang kurang mampu untuk mengadakan atau membangun rumah dapat tinggal di rusunawa tersebut, Bantuan ataupun peran dari pemerintah yang lain terhadap proses pengadaan belum sepenuhnya menerapkan konsep permukiman berkelanjutan. Teknologi solar cell hanya ditemukan di beberapa rumah

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 29 permukiman di kelurahan Embong Kaliasin lebih terfokus kepada pembangunan fasilitas dan utilitas pendukung kehidupan masyarakat seperti pembangunan jaringan jalan, jaringan listrik ataupun jaringan telepon. Selanjutnya termasuk peran masyarakat juga-lah untuk menjaga dan melesataikan fasilitas yang telah diberikan oleh pemerintah tersebut. Masyarakat Kelurahan Embong Kaliasin turut diberdayakan yaitu melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Program PNPM melibatkan unsur masyarakat dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Di kelurahan Embong Kaliasin, program PNPM lebih fokus kepada perbaikan fasilitas dan utilitas. Selanjutnya di Kelurahan Embong Kaliasin terdapat dua buah organisasi yang berfungsi untuk menaungi segala kegiatan swadaya masyarakat. organisasi tersebut yaitu Lembaga Kesejahteraan Masyarakat Kelurahan (LKMK) dan Badan Kebudayaan Masyarakat (BKM). Selanjutnya pihak yang mengadakan apartemen mewah, yaitu Apartement Trilium yang terletak di Jalan Pemuda, adalah swasta.

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 30 BAB IV PERMASALAHAN DAN KAJIAN KRITIS 4.1 Permasalahan Dalam pengedaan perumahan dan permukiman di Indoenesia memiliki suatu

permasalahan-permasalahan. Bagitu pula dengan pengadaan perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin: permasalahan yang terkait dengan program utama yaitu Habitat Agenda dan UU No 1 tahun 2011, yaitu sebagai berikut : 1. Permasalahan yang ada pada rumah susun Urip Sumoharjo di Kelurahan Embong Kaliasin adalah permasalahan kriminalitas yang sangat menggagu kenyaman warga rumah susun Urip Sumoharjo di Kelurahan Embong Kaliasin, sehingga kelayakan rumah susun Urip Sumoharjo di Kelurahan Embong Kaliasin kurang layak dalam segi keamanan yang harusnya dapat memberikan kejelasan bahwa adanya rasa aman bagi penghuni rumah susun Urip Sumoharjo yang dibangun di Kelurahan Embong Kaliasin. 2. Dalam hal pengelolaan sampah, di rumah susun Urip Sumoharjo tidak memiliki bak sampah komunal selain gerobak sampah dan tidak memanfaatkan TPS yang ada. Hal ini menyebabkan sampah yang tidak terangkut oleh gerobak sampah, ada yang diletakkan pada saluran dan di sisi saluran. 3. Rumah sangatlah penting bagi kehidupan manusia karena fungsi rumah sendiri adalah sebagai tempat berlindung dan aktivitas lainnya. Rumah susun Urip Sumoharjo yang di bangun di Kelurahan Embong Kaliasin kurang terjangkau bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah, karena dari segi harga yang cukup mahal sehingga hanya sedikit yang bertempat tinggal di rumah susun Urip Sumoharjo yang di bangun di Kelurahan Embong Kaliasin. 4. Untuk kelembagaan yang menangani perumahan dan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin sindiri semuanya di tangani oleh Pemerintah Pusat sehingga untuk mendapatkannya cukup sulit karena harus langsung menghadap dengan Dinas Pemnerintah kota, bukan dan lembaga setempat dari Kelurahan Embong Kaliasin. Seperti contoh rumah susun Urip Sumoharjo pun itu milik dari Pemerintah Pusat dan yang menanganani pun dari Pemerintah Pusat. Bukanm dari Kelurahan Embong Kaliasin lagi. Masalah Perumahan dan Permukiman di tinjau dari UU no 1 tahun 2011 Jika melihat dari segi UU No 1 tahun 2011 yaitu yang mengenai pengadaan perumahan dan permukiman. Masalah yang dihadapi sebenarnya adalah karena wilayah

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 31 Kelurahan Embong Kaliasin adalah daerah pusat kota dan di wilayah Kelurahan Embong Kaliasin terdapat kontor-kantor pusat sehingga untuk perumahan dan permukiman sanagat lah sulit di dapat oleh masyarakat menengah kebawah. Maka dari itu di bangun nya yaitu rumah susun yang dapat secara mudah lebih terjangkau dengan sistem harga sewa dari pada dengan perumahan yang di bangun di atas tanah yang di jelaskan oleh salah satu pegawai kantor Kelurahan Embong Kaliasin harga tanah di Kelurahan Embong Kaliasin adalah sekitar 5 juta/1m2. Dan itu pun yang mengurus bukan dari pegawai kontor Kelurahan Embong Kaliasin, melainkan adalah Pemerintah Pusat sendiri. Begtiu juga dengan pembangunan perumahan dan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin yang mengetur adalah dari Pemerintah Dinas Tata Kota, (wawancara dengan Pegawai Kantor Kelurahan Embong Kaliasin). Jadi secara rici dapat kami jelaskan masalah yang ada di Kelurahan Embong Kaliasin berdasarkan UU No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman yaitu sebagai berikut : 1. Pengadaan rumah susun Urip sumoharjo itu dibangun karena adanya masalah yaitu harga tanah yang ada di Kelurahan Embong Kaliasin yang kurang bisa terjangkau oleh masyarakat. Sehingga diadakannya rumha susun dengan sisitem sewa. Agar msayarakat bisa mendapatkan hak sebagai warga negara yaitu mempunyai tempat tinggal. 2. Di Kelurahan Embong Kaliasin masih jarang yang mempunyai rumah yang dimiliki secara individu karena kebanyakan dari tanah di Kelurahan Embong Kaliasin di prioritas kan pada area tanah khusus kantor Pemerintah Pusat. Sehingga jarang ada yang memiliki rumah secara individu, seperti contoh di nomer 1 yaitu dengan pengadaan rumah susun Urip Sumoharjo dengan sistem sewa. Menandakan bahwa di Kelurahan Embong Kaliasin sulit sekali untuk mendapatkan tanah maupun rumah. 3. Proses tentang pengaturan hak milik tanah maupun jual beli tentang pertanahan yang menyangkut tentang hak milik rumah dan jual beli rumah pun sangat sulit karena harus berurusan dengan Pemerintah Dinas Tata Kota dan harus dibantu dengan Pengacara. Sehingga masyarakat yang berpenghasilan rendah sangat sulit untuk mendapatkan rumah di Kelurahan Embong Kaliasin. Jika Ditinjau dari Habitat Agenda dan UU No 1 Tahun 2011 Jika ditinjau dari Habitat Agenda dan UU No 1 tahun 2011 ada 3 masalah yang ada di Kelurahan Embong Kaliasin yaitu :

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 32 1. Perumahan dan Permukiman harus memenuhi kriteria yang telah dijelaskan dalam Habitat Agenda dan UU no 1 tahun 2011 yaitu sebagai hunian yang layak dan mempunyai rasa aman bagi penghuninya. Namun di Rumah susun Urip Sumoharjo menurut pegawai kantor Kelurahan Embong Kaliasin bahwa sering terjadi pencurian di sekitar rumah susun Urip Sumoharjo. (://edukasi.kompasiana.com/2011/04/23/mural-di-kampung-sengketa/) 4.2 Kajian Kritis Permasalahan utama pada Rusunawa Urip Sumoharjo adalah sistem penyaluran dan pengolahan air limbah, dan sistem persampahan. Peristiwa merembesnya black water dari tangki septik ke dalam tandon air bawah pada pertengahan Tahun 2009 telah menyebabkan trauma pada para penghuni. Penghuni saat ini lebih memilih mengkonsumsi air kemasan untuk memenuhi kebutuhan air minumnya. Berdasarkan permasalahan tersebut dan mengacu pada pasal 14 PP RI Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum dan Misi ke-5 RPJMD Kota Surabaya Tahun 2006 2010, yaitu untuk mewujudkan penataan lingkungan kota yang bersih, sehat, hijau dan nyaman, maka evaluasi pengelolaan prasarana lingkungan rusunawa mengambil fokus pada bidang air limbah dan persampahan. Adapun model peningkatan pengelolaan prasarana lingkungan dapat dilakukan antara lain melalui pemanfaatan hasil pengolahan air limbahnya yang dilakukan dengan teknologi yang murah dan ramah lingkungan, dan pelaksanaan 3R dalam bidang persampahannya. Semua itu sesuai dengan pasal 4 Permenpera Nomor 14/Permen/M/2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa. Selain itu, pembuangan grey water tanpa pengolahan ke saluran lingkungan (Saluran Kalimir) berpotensi menjadi sumber penyebaran vektor penyakit. Kondisi Saluran Kalimir saat ini sudah sangat memprihatinkan, berbau, dan sedimen cukup tebal. Berdasarkan tata letaknya (As Built Drawing, 2004), posisi tandon air bawah di tiap blok rumah susun bersebelahan dengan tangki septik atau berada di antara tangki septik. Sementara itu, posisi tangki septiknya berada di bawah unit hunian di sepanjang lantai dasar. Padahal menurut SNI 03- 2398-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Tangki Septik dengan Sistem Resapan disyaratkan jarak tangki septik ke sumber air bersih 10 m, dan ke bangunan 1,5 m. SNI T-07-1989-F tentang Persyaratan Teknis untuk Tangki Septik juga mensyaratkan jarak tangki septik ke pipa air bersih 3 m. Dalam hal pengelolaan sampah, Rusunawa Urip Sumoharjo tidak memiliki bak sampah komunal selain gerobak sampah dan tidak memanfaatkan TPS yang ada. Hal ini

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 33 menyebabkan sampah yang tidak terangkut oleh gerobak sampah ada yang diletakkan di sisi saluran atau pada saluran. Selain itu, sebagian warga yang tinggal di atas lantai dasar masih mempunyai kebiasaan membuang sampah sembarangan atau secara langsung melempar sampahnya dari lantai atas ke lantai dasar atau halaman. Mahmudah (2007) mengatakan dalam penelitiannya bahwa sistem pembuangan sampah yang dilakukan oleh penghuni di atas lantai dasar dengan cara harus naik turun tangga dianggap tidak efisien, sehingga hasil penelitiannya memberikan kesimpulan bahwa fasilitas persampahan di Rusunawa Urip Sumoharjo memerlukan prioritas penanganan. yang memiliki lahan yang sangat terbatas dan fasilitas yang minimum (Mahmudah, 2007).

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 34 BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan Penggunaan lahan untuk permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin 16 % dari seluruh luas lahan. Ditinjau dari jenisnya, perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin terdiri dari perumahan non formal berupa perkampungan dan perumahan formal terdiri dari rusunawa dan apartement. Menurut pengamatan survey primer pembangunan rumah non formal di Kelurahan Embong Kaliasin memperhatikan kualitas bangunan, aspek estetika, kebersihan, keamanan, dan kenyamanan. Jika dikaitkan antara keberadaan rumah di Kelurahan Embong Kaliasin dengan standar rumah sehat atau rumah yang layak huni, perkampungan di Kelurahan Embong Kaliasin meskipun memiliki karakteristik hunian yang padat, rata-rata luas persil kecil, dan pemanfaatan ruang sangat besar juga telah sesuai dengan standard hunian yang layak. Rusunawa Urip Sumoharjo menjadi alternatif bagi kepemilikan hunian yang layak dan murah bagi MBR. Pembangunannya dilakukan oleh Pemerintah. Namun standard kelayakannya masih belum terpenuhi pada fasilitas pendukung. Sedangkan Apartemen Trillium layak dan memiliki aksesibilitas yang bagus. Konsep permukiman berkelanjutan telah diterapkan di Kelurahan Embong Kaliasin yaitu pada hunian vertical. Selain itu beberapa perumahan sudah memperhatikan segi ekonomi dan lingkungan. Hal ini didasarkan pada aplikasi teknologi ramah lingkungan yang telah diterapkan. Masyarakat mulai berinovasi dengan menggunakan solar cell (energi listrik tenaga surya). Masyarakat juga membuat lingkungan lebih hijau dengan menanam banyak pohon, sehingga suhu udara di Embong Kaliasin dapat turun (sejuk) yang akhirnya tercipta micro climate yg kondusif bagi kehidupan berkelanjutan. Pengadaan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin telah dilakukan swadaya oleh masyarakat. Dalam hal ini pemerintah berperan sebagai fasilitator dan penyedia infrastruktur. Lembaga-lembaga yang terkait langsung dengan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin adalah Badan Pertanahan Kota Surabaya, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang dan Kimpraswil. Pemerintah berperan dalam pengadaan permukiman masyarakat yaitu berupa pembangunan rumah susun sewa (rusunawa) Urip Sumohardjo. Masyarakat yang kurang mampu untuk mengadakan atau membangun rumah dapat tinggal di rusunawa tersebut. Masyarakat Kelurahan Embong Kaliasin turut diberdayakan yaitu melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Di Kelurahan Embong

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 35 Kaliasin terdapat dua buah organisasi yang berfungsi untuk menaungi segala kegiatan swadaya masyarakat, yaitu Lembaga Kesejahteraan Masyarakat Kelurahan (LKMK) dan Badan Kebudayaan Masyarakat (BKM). Selanjutnya pihak yang mengadakan apartemen mewah, yaitu Apartement Trilium yang terletak di Jalan Pemuda, adalah swasta. Permasalahan yang terjadi pada perumahan non formal adalah keamanan karena rawan kriminalitas. Permasalahan pada Rusunawa Urip Sumoharjo adalah sistem penyaluran dan pengolahan air limbah, dan sistem persampahan. Selain itu letak Kelurahan Embong Kaliasin yang berada di pusat kota tidak menutup kemungkinan menjadi suatu kawasan perdagangan ataupun pusat bisnis kota sehingga berdampak pada kampung di tengah kota. Sehingga jika ditinjau berdasarkan Habitat Agenda dan UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, jika dalam habitat Agenda di jelaskan bahwa Perumahan dan Permuikiman dan mempunyai kritia atau standar yaitu perumahan dan permukiman haruslah layak huni bagi para penghuninya. Dan di Kelurahan Embong Kaliasin telah cukup untuk menerapkan apa yang dijelaskan pada Habitat Agenda dan UU No. 1 tahun 2011 yang menelaskan tentang bagaimana jenis perumahan dan permukiman yang sesuai dengan standar kelayakan. 5.2 Rekomendasi

You might also like