You are on page 1of 3

MAKNA DAN PESAN SIMBOLIK KURBAN

Elviandri, S.HI., M.Hum (Dosen Universitas Muhammadiyah Riau)

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu, dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Qs.Al-Hajj ayat 37) Sejarah berkurban diawali pada saat Nabi Ibrahim merasakan kesepian. Karena hingga umurnya mencapai satu abad, ia tak kunjung dikaruniai anak. Hal ini disebabkan istrinya, Sarah, yang mandul. Ibrahim hanya dapat berdoa: Ya Tuhanku karuniailah aku seorang anak yang salih (Qs.As-Shoofat ayat 100). Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Selang beberapa waktu, Allah menjawab keluh kesah dan rintihan Ibrahim dengan mengaruniakan seorang putra bernama Ismail. Namun di tengah kebahagiaan dan kegembiraannya itu, Allah menguji Ibrahim untuk meninggalkan anak kesayangan dan istri tercintanya yang bernama Siti Hajar. Mereka berdua ditinggalkan di tengah tanah tandus dekat Mekkah. Menit demi menit berlalu. Hari demi hari berganti. Persediaan air Siti Hajar pun mulai menipis. Bahkan air susunya pun mulai jarang keluar. Ismail, bayi kesayangannya pun kehausan. Sebagai seorang ibu yang sangat sayang kepada anaknya, Siti Hajar berusaha mencari air minum kemana-mana. Bukit demi bukit dia daki. Gunung demi gunung dia lalui. Namun, air itu tak kunjung ditemukan juga. Tangis kehausan Ismail pun semakin menambah pilu rasa hati Siti Hajar. Siti Hajar pun berlarian kecil menyusuri bukit Shafa dan Marwah. Dia berlarian bolak-balik hingga sebanyak tujuh kali. (peristiwa ini dalam ibadah haji disebut sai). Namun lagi-lagi, air itu tak juga didapatkannya. Akhirnya, sang ibu meletakkan Ismail di atas tanah tandus itu dan membaringkannya. Dia tidak ingin melihat bayinya keletihan akibat digendongnya kemanamana. Sang ibu kemudian tetap akan berusaha mencari air ke tempat yang lebih jauh. Tapi sayang, sang ibu tak menemukan air juga. Dengan langkah penuh penyesalan, sang ibu kembali ke tempat semula untuk menemui anaknya. Sesampainya ke tempat Ismail, sang ibu sangat terkejut sekaligus haru dan menangis bahagia. Air yang dicarinya kemana-mana, namun tak ditemukannya, kini menyembur deras dari tanah dekat kaki anaknya. Air itu rupanya menyembur karena hentakan kaki Ismail. Subhanallah, air itu terus memancar tiada henti. (Inilah salah satu mukjizat nabi Ismail). Sang ibu pun mengumpulkan air itu, seraya mengatakan zam zam. Zam zam artinya berkumpul. Selanjutnya, air itu dinamakan dengan Air Zam Zam. Beberapa tahun kemudian, nabi Ismail tumbuh berkembang menjadi anak yang sehat, cerdas, dan shaleh. Ketika itu Ismail berusia sekitar tujuh atau delapan tahun. Suatu malam Ibrahim a.s. mendengar suara dalam mimpinya, Allah Swt memerintahkan kepadamu untuk mengorbankan anakmu, Ismail. Ibrahim a.s telah bermimpi itu sebanyak tiga kali. Beliau

percaya bahwa mimpi itu benar dari Allah Swt. Oleh karenanya, mimpi itu wajib dilaksanakan. Ibrahim mulai menangis bersedih dan berkata, Ya Allah! Bagaimana saya bisa melakukannya? Ismail, memang seperti manusia lainnya. Suatu hari dia pasti akan meninggal. Jika kematiannya alami, Aku tentu akan dapat menanggungnya. Akan tetapi, mengapa Allah Swt memintaku untuk menyembelih anakku dengan tanganku sendiri? Bagaimana Aku bisa tega menyembelih anak kesayanganku, Ismail? Ibrahim a.s. telah mencoba selama berminggu-minggu, dengan hari-hari penuh kesedihan, mencari jalan keluar. Pasalnya, Allah Swt tidak menentukan waktu pengorbanan itu harus dilakukan. Ibrahim membiarkan waktu berlalu. Tak lama kemudian, Ismail tumbuh berkembang menjadi seorang anak remaja. Namun, dengan semakin bertambah besarnya Ismail a.s., hati Ibrahim semakin merasakan kesediahan yang mendalam. Walaupun demikian, Ibrahim perasaannya dalam hatinya. Ia menyaksikan anaknya semakin bertambah besar, dengan penuh cinta ia merawatnya dan menunggu sampai Ismail bisa berjalan dan berlari. Ia lalu berkata, Sekarang waktunya telah tiba, untuk melaksanakan perintah itu. Ibrahim lalu menceritakan mimpinya pada isterinya, Siti Hajar dan anaknya Ismail. Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" (QS. Ash-Shaffat: 102). Ibrahim meminta pendapat kepada anaknya, karena beliau ingin memberi kesempatan pada anak laki-lakinya untuk memutuskan sendiri apa yang menjadi pilihannya. Ketika itu Ismail telah mencapai usia remaja. Dengan berkata seperti itu, hati Ibrahim yang lembut bergetar. Ismail adalah anak yang bijaksana dan patuh pada orang tuanya. Selain itu, dia juga sangat patuh kepada perintah Allah. Karenanya, Ismail menjawab pertanyaan ayahnya: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS. Ash-Shaffat: 102). Ibrahim menatap anak laki-lakinya yang telah mengungkapkan keikhlasan dan ketulusannya pengabdiannya pada Allah Swt. Dengan berat hati Ibrahim menimbang-nimbang, barulah ia yakin dan tipu daya setan yang memperdayakan tidak dapat menghancurkan keteguhan hatinya untuk menyembelih Ismail. Maka diajak putranya ke lembah Mina untuk melaksanakan perintah Allah. Dibaringkannya Ismail seperti layaknya seekor hewan yang hendak dipotong. Ketika pisau Ibrahim menyentuh leher Ismail, segeralah Allah berseru: Dan kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya, demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Wahai Ibrahim engkau telah mentaati perintah-Ku, karena ketaatannmu aku ganti Ismail dengan seekor domba. Dan apa yang kuperintahkan adalah semata ujian yang berat bagimu, dan engkau termasuk orang yang muhsin (Qs. Ash-Shaffat :104-107). Inilah kisah Ibrahim dan putranya Ismail yang kemudian menjadi tradisi bagi kaum muslimin untuk menyembelih seekor domba dalam surat Ash-Shaffat: Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,

Makna Intrinsik Kurban yang secara harfiah berarti mendekatkan dimaksudkan mendekatkan diri pada Tuhan dengan mendekatkan diri kepada sesama manusia, khususnya mereka yang sengsara. Pertama, makna sosial. Untuk membangun makna ini Rasulullah menegaskan dalam sebuah hadisnya: wa man lahu saatun, falam yudlahhi, fal yaqrabanna mushalln, Barang siapa yang memiliki kesempatan rezeki untuk berkurban, kemudian ia tidak melakukannya, maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami. Dengan ini, Nabi ingin mendidik umatnya agar memiliki kepekaan terhadap sesamanya. Dengan berkurban berarti kita telah menumbuhkan solidaritas sosial. Makna yang kedua, makna esensial, bahwa apa yang dikurbankan tidak boleh manusia tetapi sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia, semacam rakus, ambisi yang tak terkendali, menindas, menyerang dan tidak mengenal hukum dan norma apapun. Sesungguhnya Ismail yang dikurbankan oleh ayahnya, kata Ali Syariati, hanya simbol dari setiap sesuatu yang melemahkan imanmu, setiap sesuatu yang menghalangi perjalananmu, setiap sesuatu yang membuat engkau memikirkan kepentinganmu sendiri, setiap sesuatu yang membuat engkau tidak dapat mendengarkan perintah Allah dan menyatakan kebenaran, setiap sesuatu yang memaksa engkau untuk melarikan diri, setiap sesuatu yang membutakan matamu dan telingamu. Ismail hanya simbol dari seorang manusia, benda, pangkat, realita, kedudukan dan kelemahan dirimu. Semua sifat dan kelemahan inilah yang harus dikorbankan, yang harus disembelih dan ditiadakan. Ismail hanya simbol dari istrimu, pekerjaanmu, keahlianmu, kepuasan nafsu, kekuasaanmu, dan lain sebagainya. Ismail hanya simbol dari setiap sesuatu yang merampas kekebasanmu dan menghalangimu, setiap sesuatu yang membuat engkau tidak dapat mendengar dan mengetahui kebenaran, setiap sesuatu yang menyebabkan engkau mengajukan alasan-alasan untuk menghindari tanggung jawab; setiap orang yang mendukung engkau untuk memperoleh dukunganmu di kemudian hari. Sifat-sifat demikian inilah yang harus dibunuh, ditiadakan, disembelih, dan dijadikan korban demi mencapai kurban (kedekatan) diri kepada Allah swt. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu, dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Qs.Al-Hajj ayat 37) ***

You might also like