You are on page 1of 233

PENGANTAR FADHILAH MEMPELAJARI HADITS RASULULLAH Hadits adalah salah satu sumber hukum syariat Islam dan merupakan

salah satu wahyu dari Allah : ( 4-3 : ) Artinya : Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (An Najm : 3-4) Sabda Rasulullah : (( Ketahuilah sesungguhnya telah diturunkan kepadaku Al Quran dan yang semisal dengannya (As Sunnah) (HSR. AbuDawud, Tirmidzy, Ahmad dan Hakim) Karena dia merupakan salah satu sumber hukum maka wajib atas kita untuk mempelajarinya dan berpegang teguh padanya. ))

Beberapa fadhilah/ keutamaan mempelajari hadits : 1. Wajah para penuntut ilmu hadits cerah/ berseri-seri. Sabda Rasulullah :

)) (( Mudah-mudahan Allah menjadikan berseri-seri wajah orang yang mendengarkan perkataanku lalu memahaminya dan menghafalkannya kemudian dia menyampaikannya, karena sesungguhnya boleh jadi orang yang memikul (mendengarkan) fiqh namun dia tidak faqih (tidak memahaminya) dan boleh jadi orang yang memikul (mendengarkan) fiqh menyampaikan kepada yang lebih paham darinya (HSR. At Tirmidzy dan Ibnu Hibban dari shahabat Abdullah bin Masud .) Berkata Sufyan bin Uyainah : Tidak seorang pun yang menuntut / mempelajari hadits kecuali wajahnya cerah / berseri-seri disebabkan doa dari Nabi (di hadits tersebut) 2. Para penuntut ilmu hadits adalah orang yang paling bershalawat kepada Nabi Sabda Rasulullah : (( )) Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali. Berkata Khatib Al Baghdadi : Berkata Abu Nuaim kepada kami : Keutamaan yang mulia ini terkhusus bagi para perawi dan penukil hadits, karena tidak diketahui satu kelompok di kalangan ulama yang lebih banyak bershalawat kepada Rasulullah dari mereka, baik itu (shalawat) berupa tulisan ataupun ucapan.

Kata Sufyan Ats Tsaury : Seandainya tidak ada faidah bagi shohibul hadits kecuali bershalawat kepada Rasulullah (maka itu sudah cukup baginya) karena sesungguhnya dia selalu bershalawat kepada Nabi selama ada di dalam kitab. Berkata Al Allamah Shiddiq Hasan Khan setelah beliau menyebutkan hadits yang menunjukkan keutamaan bershalawat kepada Nabi : Dan tidak diragukan lagi bahwa orang yang paling banyak bershalawat adalah ahlul hadits dan para perawi As Sunnah yang suci, karena sesungguhnya termasuk tugas mereka dalam ilmu yang mulia ini (Al Hadits) adalah bershalawat di setiap hadits, dan senantiasa lidah mereka basah dengan menyebut (nama) Rasulullah . maka kelompok yang selamat ini dan Jamaah Hadits ini adalah manusia yang paling pantas bersama Rasulullah di hari kiamat, dan merekalah yang paling berbahagia mendapatkan syafaat Rasulullah . maka hendaknya anda wahai pencari kebaikan dan penuntut keselamatan menjadi seorang Muhaddits (Ahli Hadits) atau yang berusaha untuk itu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi penuntut ilmu hadits tentang shalawat : 1. Tidak boleh seorang penuntut ilmu hadits bosan dan jemu dengan seringnya bershalawat kepada Nabi , karena itulah letak keutamaan penuntut ilmu hadits. 2. Bershalawat hendaknya dipadukan antara tulisan dan ucapan. 3. Tidak boleh menyingkat ketika menuliskan shalawat kepada Nabi .

Imam As Syuyuti dalam Tadribur Rasul mengkhabarkan bahwa orang yang pertama kali mengajarkan (mencontohkan) penyingkatan shalawat dijatuhi hukuman potong tangan. 4. Mempelajari hadits memberikan manfaat dunia dan akhirat. Kata Sufyan Ats Tsaury : Saya tidak mengetahui amalan yang afdhal di muka bumi ini dari mempelajari hadits bagi yang menginginkan dengannya wajah Allah . 5. Mempelajari dan meriwayatkan lebih afdhal dari berbagai macam ibadah-ibadah sunnat. Berkata Waki bin Al Jarrah : Seandainya (meriwayatkan) hadits tidak lebih afdhal dari bertasbih tentu saya tidak meriwayatkannya. Berkata Sulaiman At Taymy : Kami pernah duduk di sisi Abu Mijlas dan beliau membacakan hadits kepada kami, lalu berkata salah seorang (dari kami) : Seandainya engkau membacakan surat dari Al Quran. Maka berkata Abu Mijlas : Apa yang kita lakukan sekarang ini bagiku tidaklah kurang fadhilahnya dari membaca ayat Al Quran. Berkata Abu Ats Tsalj : Saya bertanya kepada Imam Ahmad bin Hanbal : Wahai Abu Abdillah, yang mana lebih kau sukai : seorang menulis hadits atau dia berpuasa sunnat dan shalat sunnat ?. Beliau menjawab : Menulis hadits. Berkata Al Khatib Al Baghdady : Mempelajari hadits pada zaman ini lebih afdhal dari seluruh ibadah-ibadah yang sunnat, disebabkan telah hilang sunnah dan orang tidak bergairah lagi dari mengerjakannya serta munculnya bidah-

bidah lalu mereka (para ahli bidah) yang berkuasa mendominasi sekarang ini. PENGERTIAN AHLUL HADITS (ASHABUL HADITS) DAN KEUTAMAAN MEREKA Banyak ulama yang telah menyebutkan definisi Ahlul Hadits. Mungkin bisa dikumpulkan dan disimpulkan sebagai berikut : Ahlul Hadits adalah mereka yang mempunyai perhatian terhadap hadits baik riwayat maupun dirayah, mereka bersungguh-sungguh dalam mempelajari hadits-hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan menyampaikannya serta mengamalkannya, mereka iltizam (komitmen) dengan As Sunnah, menjauhi bidah dan ahli bidah serta sangat berbeda dengan para pengikut hawa nafsu yang mendahulukan perkataan manusia di atas perkataan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan mendahulukan akal-akal mereka yang rusak yang bertentangan dengan Al Quran dan As Sunnah. Diantara keutamaan Ahlul Hadits yang disebutkan oleh Ulama : 1. Ahlul hadits adalah al firqoh an najiyah (golongan yang selamat) dan Ath Thoifah Al Manshuroh (kelompok yang menang/ ditolong) Berkata Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah tentang Al Firqoh An Najiyah (golongan yang selamat) dan Ath Thoifah Al Manshuroh (kelompok yang menang/ ditolong) : Jika mereka bukan Ahlul Hadits maka aku tidak tahu siapa mereka. Hal yang sama dikatakan pula oleh Yazid bin Harun, Abdullah bin Mubarak, Ahmad bin Sinan, Ali bin Al Madini, Imam Al Bukhari, dan lain-lain Rahimahullahu Ajmain. 2. Ahlul Hadits adalah pemelihara ad dien dan pembela sunnahsunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Sufyan Ats Tsaury Rahimahullah berkata: Para Malaikat adalah penjaga-penjaga langit dan Ashabul Hadits adalah penjagapenjaga bumi . Abu Dawud Rahimahullah menegaskan : Seandainya bukan kelompok ini (para Ashabul Hadits yang menulis hadits-hadits) maka sungguh Islam akan hilang . 3. Ahlul/Ashabul Hadits adalah pewaris harta warisan dan berbagai

hikmah yang ditinggalkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. 4. Berkata Imam Asy Syafii Rahimahullah : Jika saya melihat salah seorang dari Ashabul Hadits maka seakan-akan saya melihat salah seorang dari shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. . Dalam riwayat lain beliau berkata : ..seakan-akan saya melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam masih hidup. 5. Ahlul/Ashhabul Hadits adalah manusia yang terbaik Abu Bakr bin 'Ayyasy Rahimahullah mengatakan: "Tidak ada satu kaumpun yang lebih baik dari Ashhabul hadits Kata Imam Ahmad Rahimahullah : Tidak ada satu kaum pun menurut saya lebih baik dari Ahli Hadits, mereka tidak mengetahui kecuali hadits dan mereka yang paling afdhal berbicara tentang ilmu (Ad Dien) . Hal yang serupa dikatakan pula oleh Al Auzaiy Rahimahullah. 6. Al Haq (Kebenaran) senantiasa menyertai Ashhabil hadits Harun Ar Rasyid Rahimahullah menyatakan: Saya mencari empat hal lalu saya mendapatkannya pada empat kelompok : Saya mencari kekufuran maka saya mendapatkannya pada Jahmiyah, saya mencari Ilmu Kalam dan perdebatan maka saya mendapatkannya pada Mutazilah, saya mencari kedustaan maka saya mendapatkannya pada Rafidhah dan saya mencari Al Haq (kebenaran) maka saya mendapatkannya bersama Ashabul Hadits . 7. Ahlul Hadits adalah para wali Allah Jalla jalaluhu. Yazid bin Harun Rahimahullah mengatakan: Seandainya Ashabul Hadits bukan para hamba dan wali Allah Subhanahu Wataala maka saya tidak mengetahui siapa lagi hamba-hamba dan waliwali Allah Subhanahu Wataala. Hal yang serupa dikatakan pula oleh Sufyan Ats Tsaury Rahimahullah dan Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah. Penjelasan Hadits-Hadits Arbain Yang Ditulis Oleh Imam An Nawawy Rahimahullah MUQADDIMAH

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mengutus Nabi - Nya Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dengan Jawami Al Kalim , sebagaimana dikhabarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam : Aku diutus dengan Jawami Al Kalim (HR. Bukhari dan Muslim). Imam Az Zuhry Rahimahullah mengatakan : Yang dimaksud dengan Jawami Al Kalim adalah bahwa Allah Azza wa Jalla mengumpulkan bagi beliau urusan-urusan/ masalah-masalah yang banyak yang dahulu tertulis dalam kitab-kitab sebelumnya hanya dengan satu atau dua urusan/ masalah. Ulama yang lain mengatakan : Jawami Al Kalim adalah kalimat yang ringkas namun mengandung makna yang banyak, padat dan mendalam. Jawami Al Kalim yang diberikan kepada Rasulullah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam terdiri dari dua macam, yaitu : 1. Yang tercantum dalam Al Quran Contoh : Firman Allah Azza wa Jalla : Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran (QS. An Nahl : 90) Kata Imam Hasan Al Bashry Rahimahullah tentang ayat ini : Ayat yang satu ini tidak meninggalkan kebaikan kecuali dia (ayat ini) memerintahkannya dan tidak ada satu larangan pun kecuali dia (ayat ini) telah melarangnya. Dan perkataan yang semakna diriwayatkan pula dari shahabat Abdullah bin Masud Radiyallahu anhu . 2. Sabda-sabda Rasulullah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang banyak tercantum dalam kitab-kitab hadits. Dan jenis kedua inilah yang berusaha dikumpulkan oleh para ulama hadits dimana mereka berusaha memilih beberapa hadits beberapa hadits yang ringkas namun dianggap mampu mewakili sekian banyak haditshadits yang ada dan hadits-hadits yang dikumpulkan tersebut telah mencakup seluruh ajaran Ad Dien. Adapun ulama-ulama yang mengumpulkan hadits-hadits yang

dianggap termasuk Jawami Al Kalim antara lain : 1. Al Hafizh Abu Bakar bin As Sunny Rahimahullah (murid Imam An Nasaai Rahimahullah). Kitabnya berjudul : Al Ijaaz wa Jawami Al Kalim min As Sunan Al Matsuroh . 2. Al Qadhi Abu Abdillah Al Qudhoiy Rahimahullah, kitabnya berjudul : As Syihab Fil Hikam wa Al Adaab. 3. Al Khoththoby Rahimahullah, beliau menyebutkan beberapa contoh dari hadits-hadits tersebut dalam kitabnya Gharib Al Hadits 4. Al Imam Al Hafizh Ibnu Ash Sholah Rahimahullah, beliau mempunyai majlis dimana beliau membacakan didalamnya haditshadits yang dikatakan bahwa seluruh ajaran Ad Dien berputar dan berkisar dari hadits-hadits tersebut. Majlis tersebut terdiri dari 26 hadits yang beliau namakan Al Ahadits Al Kulliyah 5. Al Imam An Nawawy Rahimahullah , beliau mengambil haditshadits yang telah disebutkan oleh Ibnu Ash Sholah Rahimahullah kemudian beliau menambahkannya hingga berjumlah 42 buah hadits dan beliau namakan kitabnya dengan Al Arbain . 6. Al Imam An Nawawy Rahimahullah bukanlah orang pertama yang mengumpulkan/ menyusun kitab Al Arbain sebagaimana beliau terangkan dalam muqaddimah kitab beliau : Dan para ulama yang telah menyusun kitab Al Arbain tidak terkira jumlahnya. Dan orang yang pertama kali saya ketahui menyusunnya adalah Abdullah bin Mubarak Rahimahullah kemudian diikuti oleh banyak ulama lain diantaranya Muhammad bin Aslam Ath Thusi seorang Alim Rabbani-, Hasan bin Sufyan An Nawawi, Abu Bakar Al Ajuri, Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim Al Ashfahani, Ad Daruquthni, Hakim, Abu Nuaim Al Ashfahani, Abu Abdirrahman As Sulami, Abu Said Al Maliki, Abu Usman As Shobuni, Muhammad bin Abdullah Al Anshori, Abu Bakar Al Baihaqi, dan banyak lagi dari kalangan ulama terdahulu maupun belakangan Rahimahumullahu Ajmain . Kemudian diantara ulama itu ada yang mengumpulkan 40 hadits yang berkaitan dengan Ushuluddin (Pokok-pokok Ad Dien), Furu (Cabang-cabang) Ad Dien, Jihad, Zuhud, Adab dan ada pula dan

ada pula tentang khutbah-khutbah. Dan kesemuanya berniat baik, mudah-mudahan Allah Azza wa Jalla meridhoi kesemuanya. Dan saya melihat pentingnya mengumpulkan hadits-hadits yang mencakup kesemua hal tersebut. Dan setiap hadits mengandung kaidah yang agung dari kaidah-kaidah Islam dan para ulama telah mensifatkan bahwa peredaran Islam berkisar pada hadits tersebut atau hadits tersebut adalah setengah dari Islam atau sepertiganya atau yang semacamnya. Kemudian beliau menutup muqaddimah Al Arbain dengan perkataan : Dan sepantasnya bagi setiap orang yang mengharapkan kesenangan akhirat untuk mengenal hadits-hadits ini karena kesemuanya mencakup hal-hal yang sangat penting dan penekanan terhadap seluruh ketaatan. Dan hal ini nampak bagi orang yang mentadabburnya . Kitab Al Arbain yang ditulis oleh Imam Nawawy Rahimahullah inilah yang akhirnya dikenal dan banyak dipelajari serta dihafalkan oleh para penuntut ilmu. Oleh karena itu banyak dari kalangan ulama kita baik yang terdahulu maupun yang belakangan menyusun kitab yang mensyarah (menjelaskan) makna-makna yang terkandung dalam hadits-hadits Al Arbain An Nawawiyah. Diantara mereka adalah : 1. Al Imam Ibnu Daqiq Al Ied Rahimahullah; beliau adalah ulama hadits dan fiqh, guru dari Imam Adz Dzahaby Rahimahullah , beliau wafat pada tahun 702 H. 2. Al Imam Najmuddin Ath Thufy Rahimahullah ; salah seorang ulama ushul fiqh yang wafat tahun 710 H, kitab beliau berjudul At Tayiin Syarhu Ahaadits Arbaiin . 3. Al Hafizh Ibnul Mulaqqin Rahimahullah ; beliau seorang ulama besar di bidang hadits yang merupakan guru dari Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah dan beliau wafat tahun 804 H. 4. Al Hafizh Jalaluddin As Suyuthy Rahimahullah ; beliau seorang ulama besar yang banyak menulis kitab dari berbagai disiplin ilmu. Beliau wafat tahun 911 H. 5. Al Imam Ibnu Rajab Al Hanbaly Rahimahullah ; beliau adalah seorang ulama besar Ahlus Sunnah wal Jamaah yang bermadzhab

fiqhi Hanbaly, beliau termasuk murid terdekat Al Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah. Kitab yang beliau tulis untuk mensyarah hadits-hadits Arbain adalah : Jamiul Ulum wal Hikam . Di dalam kitab ini beliau menambah hadits Arbain dan menggenapkannya menjadi 50 hadits kemudian menjelaskan makna ke 50 hadits tersebut. Kitab yang beliau tulis ini merupakan rujukan utama dan yang terbaik dalam mensyarah hadits-hadits Arbain An Nawawiyah. PENJELASAN HADITS 2 ARBAIN NAWAWI (1) Ditulis oleh Administrator Selasa, 03 Pebruari 2004 Berikut ini kami sajikan Syarh Arbain An Nawawi Hadits ke 2, Semoga bermanfaat : : : : . . : : : : . : : : : : : . : : : . Dari 'Umar radhiallahu 'anhu juga, telah berkata : Ketika kami duduk dekat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada suatu hari maka dengan tiba-tiba datang kepada kami seorang laki-laki yang memakai pakaian yang sangat putih berambut sangat hitam, tidak tampak padanya tanda-tanda perjalanan dan tak ada seorang pun diantara kami yang mengenalnya, hingga dia duduk dihadapan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, lalu merapatkan lututnya ke lutut beliau dan meletakkan kedua tapak tangannya di atas paha (Nabi

shalallahu 'alaihi wa sallam), seraya bertanya : Wahai Muhammad, beritahukanlah padaku tentang Islam! Maka Rasulullah menjawab : "Islam adalah keharusan bagi engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah dan Muhammad itu utusan-Nya, engkau mendirikan shalat, engkau mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan haji ke Baitullah bila engkau mampu". Dia berkata : Engkau benar. Maka kami heran, dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkannya. Lalu dia bertanya lagi : Beritahukanlah padaku tentang Iman! Jawab Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam : "Hendaknya engkau beriman kepada Allah, kepada Malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada rasul-rasulNya, kepada Hari Kiamat, dan hendaklah engkau beriman kepada Qadar yang baik dan yang buruk ". Orang itu berkata : Engkau benar. Dia bertanya lagi : Beritahukanlah kepadaku tentang Ihsan! Jawab Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam : "Hendaknya engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu". Dia bertanya lagi : Beritahukanlah aku tentang (kapan) Hari Kiamat! Jawab Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam : "Orang yang ditanya tentang itu tidak lebih tahu dari sipenanya itu sendiri". Dia bertanya lagi : Beritahukanlah aku tentang tandatanda-nya! Jawab Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam : "(Diantaranya) jika seorang hamba (sahaya) telah melahirkan tuannya (majikannya), dan jika engkau melihat orang yang tak beralas kaki, tidak berpakaian, miskin dan penggembala kambing saling berlomba untuk membangun gedung yang tinggi". Kemudian orang tadi pergi, lalu saya diam dalam waktu

yang lama. Kemudian Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Wahai 'Umar, tahukah engkau siapa penanya tadi ?". Jawabku : Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui, Sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam : "Sesungguhnya dia adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian".(Diriwayatkan oleh Imam Muslim) KEDUDUKAN DAN KEUTAMAAN HADITS INI Hadits ini merupakan dalil yang pokok bagi Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam menetapkan bahwa rukun Iman ada enam. Hadits ini mempunyai banyak faidah bahkan merupakan pokok dari seluruh hadits sehingga seorang ulama kita yaitu Imam Ibnu Daqiq Al 'Ied (wafat 702 H) menyebut hadits ini dengan ummul (induk) hadits, beliau mengatakan : "Hadits ini sangat agung dan mengandung seluruh tugas amalanamalan yang zhohir dan batin. Seluruh ilmu syari'at kembali kepada hadits ini dan bercabang darinya karena hadits ini mengumpulkan ilmu sunnah, maka hadits ini seperti umm (induk) bagi sunnah sebagaimana Al Fatihah dinamakan dengan Ummul Qur'an karena mengandung seluruh makna yang terdapat dalam Al Quran".1 Bahkan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam sendiri telah menyebutkan bahwa hadits ini telah menjelaskan seluruh bagian Ad-dien : () "Sesungguhnya dia adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan "agama/dien kalian".2 Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini mempunyai kedudukan yang sangat

agung, karena hadits ini mencakup penjelasan tentang addien secara keseluruhan.3 Dan beliau juga mengatakan: "Barangsiapa yang memperhatikan apa yang telah kami isyaratkan yang menunjukkan keagungan hadits ini dia akan tahu bahwa seluruh ilmu dan ma'rifah akan kembali kepada hadits ini dan masuk di dalamnya. Dan seluruh ulama dari berbagai spesialis ilmu yang ada pada ummat ini ketika berbicara sesuai bidangnya/spesialismenya masing-masing akan berbicara sesuai dengan apa yang dikandung hadits ini baik secara global maupun secara rinci. Karena sesungguhnya Fuqaha (Ulama Fiqih) berbicara tentang masalah ibadah dan ini merupakan bagian dari Arkanul Islam -dan Ulama yang berbicara tentang ushuluddien/aqidah akan berbicara lewat pembahasan syahadatain dan dengan Arkanul Iman, dan ulama yang berbicara tentang ilmu ma'arifat dan masalah bermuamalat (dengan Allah subhanahu wa ta'ala) akan berbicara tentang kedudukan Al Ihsan dan tentang amalanamalan batin yang masuk juga dalam permasalahan imanmaka seluruh ilmu syariat yang disebutkan oleh kelompok muslimin terangkum dan akan kembali pada hadits ini, sehingga hadits ini saja sudah cukup (dalam membahas seluruh ad dien). Walillahilhamd wal minnah"4 BIOGRAFI SAHABAT PEROWI HADITS Hadits ini diriwayatkan oleh sahabat Umar bin Khaththab radhiallahu 'anhu dan telah kami sebutkan biografi singkat beliau pada hadits sebelumnya, namun walaupun hadits ini dari sahabat Umar radhiallahu 'anhu tapi pertama kali diperkenalkan oleh anaknya Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhuma.5 KISAH BERKAITAN DENGAN HADITS INI

Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya hingga ke tabi'i Yahya bin Ya'mar beliau berkata: "Orang yang pertama kali berbicara tentang takdir di Bashrah adalah Ma'bad Al Juhani. Maka aku (Yahya) dan Humaid bin Abdurrahman Al Himyari berangkat haji atau umroh, dan kami berkata: Jika kita bertemu salah seorang sahabat Rasulullah radhiallahu 'anhu maka kita bertanya tentang apa yang dikatakan oleh mereka (Ma'bad Al Juhani dan pengikutnya) tentang takdir. Maka Allah memberi taufiq kepada kami untuk bertemu dengan Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma yang sedang masuk ke masjid, maka aku dan temanku mendekatinya; salah seorang dari kami di sebelah kanannya yang lain di sebelah kiri beliau. Maka saya menduga bahwa teman saya akan menyerahkan kepada saya untuk berbicara, maka saya berkata: Wahai Abu Abdirrahman, sesungguhnya telah muncul di tempat kami orang-orang yang juga membaca Al Quran dan mengumpulkan ilmu -lalu beliau menyebutkan beberapa ciri-ciri yang lain- mereka itu menganggap tidak ada takdir yang ditetapkan sebelumnya dan semua urusan itu baru terjadi (tanpa takdir sebelumnya). Maka beliau radhiallahu 'anhu berkata : "Jika engkau bertemu mereka (orang-orang yang mengingkari takdir) maka sampaikan kepada mereka bahwa aku (Abdullah bin Umar) berlepas diri dari mereka dan mereka pun berlepas diri dari saya, demi Dzat yang Abdullah bin Umar bersumpah atas nama-Nya, walaupun mereka menginfakkan emas sebesar bukit Uhud, Allah tidak akan menerima infak mereka sampai mereka mau beriman kepada qadar. Kemudian beliau (Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma) mengatakan bapak saya Umar bin Khaththab radhiallahu 'anhu menceritakan kepada kami..... (kemudian beliau membaca hadits ini).6 Dari kisah ini kita bisa mengambil beberapa pelajaran dan kesimpulan, diantaranya: 1. Bid'ah Qadariyah sudah muncul pada masa tabi'in dan

2. 3. 4.

5. 6.

ketika itu sebagian sahabat Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam masih hidup. Awal kali munculnya bid'ah ini di kota Bashrah yang dipelopori oleh Ma'bad Al Juhani. Perlunya meruju' kepada Ulama Besar saat munculnya syubhat dan pemikiran-pemikiran baru yang dilemparkan oleh Ahlul Bida'. Pentingnya tanzhim (pengaturan) hingga permasalahan yang kecil seperti bertanya pada seorang alim; sebagaimana yang ditunjukkan oleh kedua tabi'i ini yang telah mengatur sedemikian rupa siapa yang menjadi juru bicara dan seterusnya. Para ahlul bida' juga membaca Al Quran dan mengumpulkan ilmu namun metodologi mereka dalam mempelajari dan memahaminya menyelisihi manhaj salaf. Dipahami dari kisah ini bahwa Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma mengkafirkan orang yang tidak beriman kepada takdir karena seorang muslim hanyalah berlepas diri dari orang kafir dan orang kafirlah yang tidak diterima sedekahnya, sebagaimana disebutkan dalam QS. 9:54 :

Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan. 7. Hadits ini diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab radhiallahu

'anhu namun diperkenalkan oleh anak beliau Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhuma. 8. Para sahabat berhujjah dengan hadits walaupun terhadap masalah-masalah yang belum disebutkan secara sharih (jelas) dalam Al Quran.

Footnote : 1. Syarhul Arba'in oleh Ibnu Daqiq (hal.31) 2. Lihat: Jami'ul Ulum wa Al Hikam (1:97) 3. ibid 4. Jami'ul Ulum wal Hikam (1:134-135) 5. Baca kisahnya pada pembahasan berikut Terakhir Diperbarui ( Selasa, 17 Januari 2006 ) Dibaca 367 kali

Hadits Kedua Arbain (Bag.2) Ditulis oleh Administrator Jumat, 27 Januari 2006 Hadits Kedua Arbain (Bag.2) Penjelasan Hadits kedua arbain bagian 2 : Umar radhiyallahu 'anhu telah berkata : Ketika kami sedang duduk dengan Rasulullah

Perkataan Umar radhiyallahu 'anhu ini memberikan beberapa faidah : 1. Disunnahkan untuk senantiasa duduk di majelis Ilmu, sebab majelisnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah majelis ilmu; Rasulullah adalah sumber Ilmu, perkataan beliau adalah ilmu, perbuatan beliau adalah ilmu bahkan diamnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah ilmu sehingga dengan bermajelis bersama beliau kita akan tahu kapan seseorang harus berbicara, diam dan bagaimana kita harus beramal. Sehingga ulama kita mengambil faidah dari perkataan Umar radhiyallahu 'anhu ini sunnahnya duduk dalam majelis-majelis ilmu. Diantara hal yang menunjukkan urgensinya majelis ilmu : a. Tidak akan merugi orang yang duduk di majelis ilmu, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits qudsi tentang seseorang yang duduk di majelis ilmu tanpa dia niatkan sebelumnya, Allah subhaana wa ta'ala berfirman : ..... Mereka adalah kaum yang tidak celaka/merugi orang-orang yang duduk bersama mereka (HR.Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ) b. Dalam sebuah hadits dari sahabat Abu Hurairah dan Abu Said Al Khudry disebutkan tentang rahmat Allah, pengampunan Allah dan ketenangan yang dilimpahkan kepada tholabul 'ilmi (penuntut ilmu) . Dan tidaklah berkumpul suatu kaum di rumah dari rumah-rumah Allah ; mereka membaca Al Quran dan saling mempelajarinya diantara mereka, melainkan akan turun kepada mereka

ketenangan, diliputi rahmat, dikelilingi oleh para malaikat dan Allah menyebut nama-nama mereka di sisi para malaikat (HR.Muslim) 2. ( " kami) Menunjukkan keutamaan para sahabat yang pernah bermajelis dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan mereka adalah orang yang paling semangat di dalamnya karena pengetahuan mereka yang sangat mendalam tentang keutamaan majelis ilmu dan semangat ini diteruskan oleh para As Salaf Ash Sholih sesudah mereka. Berikut ini contohnya : - seorang Amirul Mu'minin dalam hadits Syubah bin Hajjaj jatuh sakit karena tidak sempat mudzakaroh (mengulangi pelajaran/hafalan) hadits.[1] - Beliau (Syubah bin al-Hajjaj juga pernah mengatakan: Setiap aku melihat orang yang berlari-lari, pasti aku katakan dia orang gila atau penuntut ilmu hadits. [2] Maksudnya penuntut ilmu hadits berlari karena mereka begitu semangatnya untuk mencari hadits yang merupakan harta warisan dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dari Abu Darda radhiyallahu 'anhu bahwa shallallahu alaihi wa sallam bersabda: ...

Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi dan sesungguhnya Nabi tidak mewariskan dinar atau dirham mereka hanya mewariskan ilmu dien, maka siapa yang telah mendapatkannya berarti ia telah mengambil bagian yang besar ( HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi) - Juga dikisahkan , bahwa kematian Husyaim adalah akibat berdesak-desakannya para pelajar atau penuntut ilmu hadits untuk mendatanginya: Para penuntut ilmu hadits berdesak-desakan

mendatanginya sehingga mejatuhkan beliau (tanpa sengaja) dari atas keledainya, dan itu menjadi penyebab kematiannya.[3] 3. Perkataan Umar radhiyallahu 'anhu tadi juga menunjukkan keutamaan duduk bersama orang-orang sholeh. Dimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Perumpamaan teman duduk yang sholeh dan teman duduk yang buruk ibarat penjual parfum dan peniup api/tukang besi. Adapun penjual minyak wangi maka; boleh jadi kamu akan diberi hadiah, kamu membeli minyak wangi tersebut atau kamu mencium darinya bau yang wangi. Adapun peniup besi/pandai besi; kalau dia tidak membakar pakaianmu maka kau akan mendapat bau yang tidak sedap darinya. (HR. Bukhari dan Muslim) Seseorang akan menyesal akibat berteman dengan orang jahat di dunia, sebagaimana yang Allah subhaana wa ta'ala firmankan : Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul." Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur'an ketika Al Qur'an itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.(QS. Al Furqan:27-29) ...pada suatu hari...

Maksudnya ada kejadian yang luar biasa atau menakjubkan pada hari itu ...ketika tiba-tiba datang kepada kami seorang laki-laki... digunakan untuk hal-hal yang tiba-tiba Perkataan ini memberikan pelajaran : 1. Disyariatkannya mendatangi majelis ilmu Imam Malik menegaskan : "Ilmu didatangi bukan mendatangi." Abdullah bin Abbas menceritakan : "Ketika wafat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam saya berkata kepada seorang dari kalangan Anshar : 'Ayo kita pergi ke para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam karena hari ini jumlah mereka masih banyak' Laki-laki Anshar itu berkata : "Sungguh menakjubkan engkau wahai Ibnu Abbas apakah engkau menyangka orang akan membutuhkanmu padahal di tengah manusia masih banyak sahabat-sahabat (yang besar)?!. Orang Anshar itu tidak memenuhi ajakannya maka aku pergi untuk bertanya kepada sahabat Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang hadits; (suatu hari) saya mendengar ada seorang diantara mereka memiliki hadits maka saya mendatangi pintu rumahnya sementara dia sedang tidur siang maka aku bersandar pada pintunya beralaskan selendangku, hingga angin berhembus meniupkan tanah padaku. Pada saat sahabat itu telah terbangun dan keluar dari rumahnya lau berkata : 'Wahai sepupu Rasulullah apa yang membuatmu datang ke sini, mengapa engkau tidak mengutus seseorang agar aku yang mendatangimu!" Ibnu Abbas berkata :

"Sayalah yang harus mendatangimu", lalu beliau bertanya tentang hadits..." [4] Hal ini disebabkan oleh mulianya pahala orang yang mengadakan perjalanan untuk menuntut ilmu sebagaimana dalam suatu hadits : Dan barangsiapa yang menjalani sebuah jalan untu mencari ilmu maka Allah memudahkan baginya jalan menuju ke surga (HR. Muslim) Kita dapat melihat rihlahnya Nabi Musa alaihissalam untuk menuntut ilmu yang diceritakan dalam surat Al Kahfi (ayat 60-82), demikian pula para as salaf ash-shalih [5]. 2. Dan ini juga menunjukkan pentingnya mempelajari ilmu langsung dari seorang guru dan tidak boleh mencukupkan dengan sekedar banyak membaca buku, Imam Auza'i mengatakan : "Dulunya ilmu ini mulia dimana orang-orang mengambilnya dari para guru namun ketika sudah masuk dalam buku-buku maka masuk juga dalam ilmu ini yang bukan ahlinya" [6] Karenanya salah satu syarat seseorang dikatakan hafizh (ahli hadits) adalah mengambil ilmu/hadits langsung dari mulut para masyayikh(guru) bukan hanya lewat buku-buku sebagaimana yang disebutkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar 7] ] 3. Merupakan dalil bahwa Jibril alaihissalam bisa berubah wujud menjadi manusia, dan biasanya beliau datang dalam bentuk seperti seorang sahabat yang mulia Dihyah al-Kalbi radhiyallahu 'anhu, sebagaimana yang disebutkan oleh sahabat pada suatu kesempatan : ( ) "Dihyah Al kalbi lewat di depan kami dan beliau itu jenggot, gigi dan wajahnya mirip Jibril alaihissalam " (HR. Ahmad)

Dalam riwayat Nasaai tentang hadits ini disebutkan : "Dan orang itu adalah Jibril alaihissalam yang turun dalam bentuk rupa Dihyah Al Kalbi" (HR. Nasaai) Hadits ini juga sekaligus menunjukkan keutamaan sahabat yang telah melihat Jibril alaihissalam walaupun hanya dalam bentuk seorang manusia " berbaju sangat putih " Perkataan ini memberikan beberapa faidah: 1. Seorang yang duduk di majelis ilmu hendaknya memperbaiki penampilannya dan dalam keadaan terbaik, demikian pula dengan kondisi dirinya. 2. Anjuran untuk menghormati majelis ilmu (berhias) baik seorang pengajar ataupun pentuntut ilmu. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Jibril alaihissalam dengan pakaiannya yang sangat putih. Karena majelis ilmu adalah salah satu dari bagian syi'ar Allah dan didatangi oleh malaikat 3. Dianjurkannya mengenakan pakaian putih karena dia yang paling afdhol, dan ini ditunjukkan dalam sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang lain: Pakailah pakaian yang putih, karena ia adalah pakaian terbaik bagimu dan kafanilah orang yang meninggal diantara kalian dengannya". (HR. Tirmidzi) 4.Keutamaan pakaian yang rapi dan bersih dalam segala hal,

terutama jika hendak masuk ke masjid, hendak menuntut ilmu atau bertemu dengan seorang alim ; sebagaimana ulama salaf ketika akan menghadiri majelis ilmu maka mereka menghadirinya dengan keadaan yang terbaik . Allah subhaana wa ta'ala berfirman: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.(QS. Al A'raaf:31) Ayat ini menunjukkan kesalahan yang sering terjadi pada kita; terkadang kita tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya, kadang kita lebih memperbaiki penampilan kita ketika berhadapan dengan manusia dibandingkan ketika kita berhadapan dengan Allah pada saat sholat. Padahal justru di hadapan Allah sepantasnya untuk kita mengagungkanNya dengan penampilan terbaik kita. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : ... "karena sesungguhnya Allah yang paling berhak untukkita berhias kepada-Nya"[8] Contoh para ulama salaf dalam menyikapi masalah ini: - Imam Malik : Beliau jika didatangi seseorang maka beliau bertanya dulu apakah ia datang untuk hanya berziarah atau untuk menuntut ilmu hadits, jika sekadar berziarah maka beliau hadapi dengan seadanya, namun jika untuk menuntut ilmu hadits maka beliau masuk ke dalam rumah untuk mandi, dan berpakaian indah dan memakai sorban, lalu berkata : "Saya ingin mengagungkan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan saya tidak mau membacakan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam

keadaan tidak suci/kotor[9]. - Abu Hurairah radhiyallahu anhu : Beliau pernah bertemu dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan junub lalu beliau menghindar dengan alasan sedang junub dan tidak ingin bertemu dengan seorang alim dalam keadaan junub : : : : () Diriwayatkan daripada Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu katanya: Beliau bertemu dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam di salah satu jalan di Madinah, sedangkan beliau dalam keadaan berjunub. Maka dia menyelinap/mengelakkan diri dari bertemu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan pergi untuk mandi sehingga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mencari-carinya. Ketika beliau datang kembali, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun bertanya: Kemana kamu pergi wahai Abu Hurairah? Beliau menjawab: Wahai Rasulullah! engkau berjumpa denganku sedangkan aku dalam keadaan berjunub. Aku merasa tidak enak duduk bersamamu sebelum aku mandi. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Maha Suci Allah! Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis [10] 5. Disyariatkannya mengagungkan Allah subhaana wa ta'ala dan syiar-syiar-Nya seperti ilmu dan ulama dengan zhohir dan batin. Allah subhaana wa ta'ala mencela orang yang beribadah kepadaNya namun tidak mengagungkan-Nya : Mengapa kamu tidak menghargai akan kebesaran Allah (QS. Nuh :

13) Dan juga dalam ayat Allah yang lain Qs 39:67 Dan mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya. Maksudnya mereka mengetahui Allah menciptakan mereka namun mereka tidak mengagungkan Allah, ini adalah pengakuan dusta. Ayat ini berkaitan dengan seorang alim Yahudi yang datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan menyampaikan kepada beliau apa yang dia baca bahwa Allah menjadikan seluruh langit di jari-Nya, bumi di jari-Nya, pohon di jari-Nya, air dan tanah jari-Nya dan seluruh makhluk jari-Nya seraya Dia berfirman : Aku adalah Raja, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam hanya tersenyum hingga nampak geraham beliau karena membenarkan perkataan dari Yahudi tadi kemudian beliau shallallahu alaihi wa sallam membaca ayat (yang artinya) : "Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan". (HR.Bukhari dan Muslim) Ibrahim al Harbi rahimahullahu seorang ulama. yang dihormati orang-orang sezamannya sebagaimana mereka menghormati para umara (pemerintah) .... dan rambut sangat hitam.. 6. Dengan rambut yang sangat hitam. Ini menunjukkan kelebihan rambut hitam.

: ) Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:Barangsiapa yang memiliki rambut hendaknya dia memuliakannya (HR Abu Dawud) Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyuruh para sahabatnya untuk meyemir rambutnya jika beruban agar menyelisihi kaum Yahudi dan Nashara. Namun menyemir ini dilarang dengan warna hitam sebagaimana dalam hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan merupakan fitrah manusia senang dengan rambut hitam sehingga terkadang banyak orang yang telah beruban berlombalomba untuk kembali menghitamkan rambutnya dengan cat/semir rambut. Maka hal ini merupakan imtihan (ujian) bagi mereka untuk bertaqwa kepada Allah dengan menghindari cat rambut hitam. Dari hadits Jibril tersebut, rambut yang sangat hitam maksudnya rambut tanpa debu. Dalam riwayat lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tentang hadits Jibril ini dari Imam Nasai[11] disebutkan bahwa Jibril datang dengan bau yang sangat harum. Dan Nabi kita menyukai dan menggunakan parfum serta menganjurkan muslim laki-laki untuk itu. Padahal nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam tidak membutuhkan parfum. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim[12] : ) ) : Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata: Nabi shallallahu alaihi wa sallam masuk ke rumah kami lalu tidur siang hingga beliau berkeringat dan ibuku (Ummu Sulaim ) datang membawa botol untuk menadah keringat beliau pada botol tersebut, lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam terjaga dan berkata

kepada Ummu Sulaim:"Wahai Ummu Sulaim apa yang kamu lakukan ?" Beliau berkata:"Ini adalah keringatmu yang kami jadikan pada parfum kami dan dia adalah parfum yang terharum" Maka ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memakai parfum sebenarnya merupakan ajakan dan penekanan kepada ummat ini (khususnya kaum lelaki) tentang pentingnya hal ini karena beliau yang sebenarnya tidak membutuhkannya namun senantiasa memakainya maka apatah lagi selainnya. Sebagaimana masalah istighfar, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam beristighfar 100 kali sehari padahal beliau telah diampuni oleh Allah atas segala dosa beliau yang telah lampau dan yang akan datang. Maka hal ini tidak lain sebagai ajakan untuk ummat ini agar memperbanyak istighfar dan taubat kepada Allah subhaana wa ta'ala . Salah satu sebab diperintahkannya mandi sebelum sholat Jumat karena dahulu diantara sahabat ada yang datang untuk sholat Jumat dari tempat kerja mereka, lalu menebar bau yang tidak enak. Masalah parfum ini juga menunjukkan penekanan untuk menjauhkan diri dari hal yang berbau tidak enak. Dalam sebuah hadits dikatakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang orang yang baru memakan bawang merah dan putih yang mentah untuk mendatangi masjid karena di dalam masjid ada malaikat Allah yang merasa tersakiti sebagaimana tersakitinya anak cucu Adam baik berasal dari sesuatu yang nampak atau tidak seperti bau yang tidak sedap. Sehingga parfum juga termasuk pengagungan terhadap majelis ilmu Majelis ilmu yang diagungkan dan ajaran sunnah generasi terdahulu dari kalangan sahabat, tabiin dan para ulama salaf seperti Malik bin Anas, Ahmad bin Hanbal dll. Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa para sahabat kalau menghadiri majelis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam seakan-akan diatas kepala mereka ada burung-burung.[13] Menurut ulama maknanya bahwa mereka tunduk khusyuk dan tidak bergerak sehingga burung tersebut tidak terbang.

Sahabat telah mengagungkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan sebenarnya sampai di antara mereka ada yang sering bermajelis dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam namun dia tidak bisa melukiskan bagaimana wajah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam karena sangat segannya untuk menatap wajah beliau. Diantaranya adalah Amr bin Ash radhiyallahu 'anhu seorang sahabat yang mulia- sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ketika beliau akan meninggal dunia ia menangis dan mnemalingkan wajahnya ke tembok maka anaknya bertanya: Wahai bapakku (mengapa engkau menangis) bukankah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sudah memberi kabar gembira kepadamu dengan ini dan itu? Maka beliau menoleh sambil berkata : "Sesungguhnya hal yang afdhal yang kami siapkan adalah Syahadatain, saya telah menjalani kehidupan ini dalam 3 periode.( Pertama ketika saya musyrik) maka orang yang paling saya benci dan jengkel adalah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam tidak ada orang yang paling saya ingin sakiti dan saya bunuh melainkan beliau shallallahu alaihi wa sallam .Seandainya saya mati saat itu maka tidak ada tempat saya kecuali neraka. (Periode kedua) ketika Allah subhaana wa ta'ala memberikan hidayah kepadaku dalam Islam ... maka tidak ada orang yang paling saya cintai dan yang saya sangat memuliakan melebihi Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam hingga saya tidak kuasa memandang wajah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berlama-lama sehingga seandainya waktu itu saya diperintahkan untuk melukiskan atau mensifatkan wajah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam maka saya tidak akan mampu, seandainya saya wafat pada saat itu maka saya berharap termasuk penghuni surga , kemudian datang kepada kami beberapa hal (pertode ketiga) saya tidak mengetahui bagaimana keadaan saya padanya...[14] Ulama kita selalu mengajarkan tentang adab dalam majelis ilmu; Imam Abdurrahman bin Mahdi 15] ;] tidak memperbolehkan seorangpun berbicara dalam majelisnya bahkan tersenyum atau mengkorok-korok pinsilnya kalau beliau mendengarkan atau

mengetahui hal itu maka beliau langsung meninggalkan majelis ilmunya. Sehingga majelis-majelis terdahulu khusyu' dan dirahmati Allah subhaana wa ta'ala. Maka kosongnya hati kita sekarang ini dari hidayah Allah meski sering mengikuti pengajian karena berkah ilmu tidak datang. Dan salah satu cara mengundangnya adalah dengan mengamalkan sunnah dan adab Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam majelis ilmu. Ketika kami sedang duduk dengan Rasulullah : 1. Disunnahkan untuk senantiasa duduk di majelis Ilmu, sebab majelisnya Rasulullah adalah majelis ilmu; Rasulullah adalah sumber Ilmu, perkataan beliau adalah ilmu, perbuatan beliau adalah ilmu bahkan diamnya Rasulullah adalah ilmu sehingga dengan bermajelis bersama beliau kita akan tahu kapan seseorang harus berbicara, diam dan bagaimana kita harus beramal. Sehingga ulama kita mengambil faidah dari perkataan Umar ini sunnahnya duduk dalam majelis-majelis ilmu.Diantara hal yang menunjukkan urgensinya majelis ilmu : a. Tidak akan merugi orang yang duduk di majelis ilmu, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits qudsi tentang seseorang yang duduk di majelis ilmu tanpa dia niatkan sebelumnya, Allah subhaana wa ta'ala berfirman :Mereka adalah kaum yang tidak celaka/merugi orang-orang yang duduk bersama mereka (HR.Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ) b. Dalam sebuah hadits dari sahabat Abu Hurairah dan Abu Said Al Khudry disebutkan tentang rahmat Allah, pengampunan Allah dan ketenangan yang dilimpahkan kepada tholabul 'ilmi (penuntut ilmu) .Dan tidaklah berkumpul suatu kaum di rumah dari rumah-rumah Allah ; mereka membaca Al Quran dan saling mempelajarinya diantara mereka, melainkan akan turun kepada mereka ketenangan, diliputi rahmat, dikelilingi oleh para malaikat dan Allah menyebut nama-nama mereka di sisi para malaikat (HR.Muslim)

2. ( " kami) Menunjukkan keutamaan para sahabat yang pernah bermajelis dengan Rasulullah , dan mereka adalah orang yang paling semangat di dalamnya karena pengetahuan mereka yang sangat mendalam tentang keutamaan majelis ilmu dan semangat ini diteruskan oleh para As Salaf Ash Sholih sesudah mereka. Berikut ini contohnya : - seorang Amirul Mu'minin dalam hadits Syubah bin Hajjaj jatuh sakit karena tidak sempat mudzakaroh (mengulangi pelajaran/hafalan) hadits. - Beliau (Syubah bin al-Hajjaj juga pernah mengatakan: Maksudnya penuntut ilmu hadits berlari karena mereka begitu semangatnya untuk mencari hadits yang merupakan harta warisan dari Rasulullah sebagaimana dalam hadits Rasulullah dari Abu Darda radhiyallahu 'anhu bahwa bersabda:( HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)- Juga dikisahkan , bahwa kematian Husyaim adalah akibat berdesak-desakannya para pelajar atau penuntut ilmu hadits untuk mendatanginya: 3. Perkataan Umar radhiyallahu 'anhu tadi juga menunjukkan keutamaan duduk bersama orang-orang sholeh. Dimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : (HR. Bukhari dan Muslim)Seseorang akan menyesal akibat berteman dengan orang jahat di dunia, sebagaimana yang Allah firmankan :" .(QS. Al Furqan:27-29)

[1] Syaraf Ashhabil Hadits (hal 115 no: 260) 8 lihat: Jamiu Akhlaqi ar-Raawi wa Adabis Sami(1:152) 8 Sebagaimana yang diceritakan oleh al-Khattabi dalam kitabnya al-Uzlah hal. 101, yang kami kutip dari Hilyatul Alim Al Mu'allim (hal 23)

[4] Diriwayatkan oleh Imam Al Hakim dalam Al Mustadrak (1:188189 no. 363) [5] Baca kisah-kisah mereka dalam : "Ar Rihlah fi Thalabil Hadits" (karya Imam Al Khathib Al Baghdadi) [6] Lihat : Hilyatu Tholib Al 'Ilm (hal 33) [7] An Nukat 'ala Ibn Ash Sholah (1:268) [8] Lihat : Tamamul Minnah (hal 164) [9] Manaqib Al Imam Malik bin Anas oleh Al Qadhi Isa Azzawawi (hal.140-141) [10] Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitab Mandi No 274,276:Muslim dalam kitab Haid No 556; At-Tirmidzi dalam Kitab Bersuci No112, An-Nasai dalam kitab Bersuci no. 269 dll [11] Sunan An Nasaai (4991) [12] Shohih Muslim; Kitab Al Fadhoil, Bab Thib 'Araqin Nabi (2331) [13] Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya (3855) [14] Shohih Muslim ; Kitab Al Imam, Bab Kaunul Islam Yahdimu Maa Qablahu (121) [15] seorang ulama besar semasa dengan Imam Syafii Terakhir Diperbarui ( Rabu, 01 Pebruari 2006 ) Dibaca 286 kali

Hadits Kedua Arbain (Bag.3) Ditulis oleh Administrator Senin, 30 Januari 2006 Hadits Kedua Arbain (Bag.3) Penjelasan Lanjutan hadits kedua Arba'in : " Kami tidak melihat tanda-tanda perjalanan pada dirinya" Para sahabat yakin bahwa orang tersebut adalah orang asing yang datang dari tempat yang jauh, sebab para sahabat tidak ada yang mengenalinya padahal ukhuwah diantara mereka sangat erat. Namun yang membuat mereka heran karena para sahabat tidak melihat tanda-tanda perjalanan padanya sebagaimana lazimnya orang yang mengadakan perjalanan/safar (tidak kusut, tidak berkeringat dan pakaiannya bersih) tidak ada seorangpun di antara kami yang mengenalnya sampai ia duduk di hadapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. . . Sahabat bertambah kaget ketika orang tersebut langsung mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam padahal Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidaklahlah dikenali dengan mahkotanya atau pakaian dan singgasananya. Beliau shallallahu alaihi wa sallam adalah pemimpin yang sangat tawadhu dan bersahaja. Bahkan Umar radhiyallahuanhu pernah menangis karena melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagai

sosok pemimpin ummat tidur di atas tikar kasar yang membekas pada tubuh beliau sedangkan Kaisar Romawi begitu mewahnya kehidupannya padahal ia hanya memimpin satu negara.(HR. Bukhari dan Muslim) Karena tidak jelas yang mana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam terkadang seseorang harus bertanya yang mana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah majelis yang dihadiri Rasulullah. Tetapi dalam hadits ini orang tersebut tidak bertanya melainkan langsung duduk di hadapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berbeda dengan orang asing lainnya seperti Badui yang harus bertanya terlebih dahulu .[1] lalu Jibril merapatkankan lututnya ke lutut Rasulullah dan (Jibril) meletakkan telapak tangannya di atas pahanya diiktilafkan karena lafazh Muslim tersebut bersifat muhtamal[2]. Sebagian mengatakan bahwa Jibril meletakkan tangannya di atas pahanya sendiri. Dan ini pendapat yang dipilih oleh Imam Nawawi 3 ] ] dan Syaikh Utsaimin 4] ] dengan alasan cara duduk seperti ini menunjukkan adab seorang murid kepada gurunya Ibnu Daqiq Al 'Ied[5] dan Ibnu Hajar Al-Asqalani 6] ] berpendapat bahwa Jibril meletakkan tangannya di atas paha Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam Dan pendapat yang rajihInsya Allah-adalah yang kedua. Kita merajihkan hal ini karena disebutkan dalam riwayat An-Nasai (4991) yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu dan Abu Dzar radhiyallahu anhu, ; ...

" hingga Jibril meletakkan tangannya di atas kedua lutut Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam Beberapa pelajaran yang kita ambil dari potongan hadits ini: 1. Keutamaan mencari langsung ilmu kepada ulama yang dipercayai dengan memperhatikan adab seorang penuntut ilmu terhadap gurunya sebagaimana Jibril alaihissalam mencari ilmu langsung kehadapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan melekatkan lututnya pada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam . 2. Sekali lagi ini menunjukkan bagaimana seharusnya adab seorang penuntut ilmu bila berada dalam majelis ilmu terutama kalau ingin bertanya atau meminta fatwa. 3. Isyarat untuk bermajelis dekat dengan seorang guru, dan hal ini juga ditunjukkan dalam hadits yang lain : Dari Abu Waqid Al Laytsi radhiyallahu anhu bahwa ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sementara duduk di mesjid bersama para sahabat lalu ada tiga orang berjalan menuju mereka; dua orang diantara mereka menuju Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam orang yang ketiga lewat begitu saja. Maka dua orang tadi berhenti di majelis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam salah seorang diantara keduanya melihat ada tempat lowong di halaqah maka ia duduk di tempat tersebut sedang orang yang kedua duduk di belakang mereka (agak menjauh dari majelis) adapun orang yang ketiga pergi berlalu begitu saja. Ketika Rasulullah shallallahu

alaihi wa sallam selesai dari majelisnya, beliau bersabda : "Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang tiga orang tersebut? Adapun orang yang pertama maka ia berlindung kepada Allah maka Allah melindunginya, adapun orang yang kedua; dia malu maka Allah pun malu kepadanya dan orang yang ketiga berpaling dari majelis maka Allah pun berpaling darinya" (HR. Bukhari dan Muslim)

[1] Dalam riwayat Nasai dijelaskan pada saat itu Nabi shallallahu alaihi wa sallam mempunyai majelis yang agak khusus karena selama ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kurang dikenali oleh tamunya, sehingga sahabat bertanya : bagaimana pendapatmu kalau kami membuatkan untukmu sebuah tempat yang khusus? Dan ini yang tejadi saat itu sehingga orang itu (Jibril alaihissalam) langsung mengetahui beliau shallallahu alaihi wa sallam. Wallahu taala alamu. Dalam riwayat Nasai dijelaskan pada saat itu Nabi mempunyai majelis yang agak khusus karena selama ini Rasulullah kurang dikenali oleh tamunya, sehingga sahabat bertanya : Dan ini yang tejadi saat itu sehingga orang itu (Jibril ) langsung mengetahui beliau . Wallahu taala alamu. 23 Muhtamal artinya lafazh yang memungkinkan bermakna ganda [3] Lihat Al Minhaj (1:113) [4] Syarhu Riyadhush Sholihin

[5] Syarhu Al Arbain oleh Ibnu Daqiq (hal. 31) [6] Fathul Bari (1:155) [7] Lihat : Ta'liqaat 'Alaa Al Arbain An Nawawiyah oleh Syaikh Al Utsaimin [8] Hilyah Tholibil Ilmi (hal 35-36) Terakhir Diperbarui ( Rabu, 01 Pebruari 2006 ) Dibaca 271 kali Hadits Kedua Arbain (Bag.4) Ditulis oleh Administrator Sabtu, 11 Pebruari 2006 Hadits Kedua Arbain (Bag.4) Berikut ini Lanjutan Penjelasan Hadits Kedua Arbain: . . . . . dan berkata : Ya, Muhammad, Perkataan ini memberikan faidah: 1. Ini menunjukkan bahwa orang tadi tidak beradab sehingga bertambah keyakinan para sahabat bahwa orang ini datang dari jauh dan bukan sahabat, sebab jika ia seorang sahabat maka tentu akan mengatakan Ya, Nabiyallah atau Ya, Rasulallah" sebagai pelaksanaan dari perintah Allah dalam QS. 24 :63 63 Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain)

Dalam Tafsir Jalalain, Imam Suyuthi ketika menafsirkan ayat ini mengatakan: hendaknya kamu memanggil dengan Ya Nabiyallah atau Ya Rasulallah dan tidak boleh dengan namanya. Dan ini adalah salah satu bentuk pengagungan kita kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Dan hal ini telah dicontohkan langsung oleh Allah Subhaanahu Wa Ta'ala. Dalam AlQuran tidak satu kali pun Allah Subhaanahu Wa Ta'ala memanggil Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan Ya, Muhammad. Bahkan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala mengatakan dalam QS AtTahrim ,ketika menegur Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan panggilan wahai nabi: Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteriisterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. . Dan ketika Allah Subhaanahu Wa Ta'ala memanggil nabi sebelum Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mulai dari bapak manusia yaitu, Adam Alaihissalam hingga para Ulul Azmi , Allah Subhaanahu Wa Ta'ala memanggil mereka dengan nama-namanya. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka namanama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (QS. Al Baqarah :33)

Allah berfirman: "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat) nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan." (QS. Hud:46) Dan Kami panggillah dia : "Hai Ibrahim, (QS. Ash Shaffat : 104) Allah berfirman: "Hai Musa sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur". (QS. Al A'raaf :104) (Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai `Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu

tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya". (QS. Ali Imran :55) tapi Ya (Wahai) Muhammad tidak ada. Ini menunjukkan keutaman nabi kita. Kalau Allah Subhaanahu Wa Ta'ala saja tidak menyebutkan Ya, Muhammad maka tentu kita lebih tidak pantas untuk mengatakan Ya, Muhammad. Demikian pula para sahabat dan istri-istri beliau tidak pernah memanggil beliau dengan namanya. Walaupun kata Muhammad disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 4 kali namun berbentuk kabar bukan panggilan 1. QS. Ali Imron :144 ... Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, ... 2.QS. Al Ahzab :40 Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. QS. Muhammad:2 ..... Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal yang saleh serta beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka, .... QS. Al Fath :29

..... Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, ..... o Perkataan Jibril dengan Ya, Muhammad mengandung dua kemungkinan: 1. karena ingin menyamarkan dirinya dengan berlaku seperti orang Badui atau 2. larangan dalam ayat tersebut tidak berlaku bagi para malaikat atau hal ini terjadi sebelum turunnya ayat tadi .[1] o Ini penghormatan penuntut ilmu kepada syaikhnya. Syaikh Bakar bin Abdullah dalam Hilyatu Tholibil Ilmi[2] mengkiaskan hal ini dengan ulama kita sehingga tidak pantas kita langsung memanggil namanya namun dengan panggilan : Wahai syaikhku ,wahai syaikh kami atau wahai ustadz.... . . . . Beritahukan aku tentang Islam !. . . . . Beberapa pelajaran dari perkataan ini : o Anjuran bertanya untuk mendapatkan ilmu sekaligus menunjukkan bahwa seorang alim tidak boleh menyembunyikan ilmunya atau kikir walaupun ditanya oleh orang yang tidak beradab kepadanya. Inilah yang dikatakan ulama bahwa : " bertanya adalah kunci ilmu ( ,) menurut Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziah ilmu itu ada beberapa tingkatan yang paling pertama adalah pertanyaan yang baik/tepat, beliau mengatakan bahwa diantara manusia ada yang tidak memiliki ilmu disebabkan hal ini; entah karena memang dia tidak bertanya atau dia bertanya dengan pertanyaan yang tidak terlalu penting seperti orang yang bertanya tentang sebuah permasalahan yang

sebenarnya walaupun tidak diketahui tidak akan membahayakan lalu dia meninggalkan hal yang dibutuhkannya dan ini banyak terjadi kepada para penuntut ilmu yang jahil (akan hakikat ilmu yang bermanfaat)[3] Dan Allah menyebutkan dua kali dalam Al-Quran : "maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui." ( Qs. 16:43 dan Qs. 21 :7 ) Dan dalam sebuah hadits ditunjukkan bahaya tidak bertanya atau bertanya tetapi bukan kepada ahlinya ... Dari Jabir beliau berkata:Kami mengadakan safar, maka ada seseorang diantara kami yang tertimpa batu yang menyebabkan luka pada bagian kepalanya, kemudian ketika malam hari dia mimpi basah, maka dia bertanya kepada teman-temannya:"Apakah kalian memandang bahwa saya memiliki rukhshah(keringanan) untuk bertayammum?" Mereka menjawab:"Kami tidak mendapatkan rukhshah bagimu selama anda masih mampu mempergunakan air" Akhirnya dia mandi yang menyebabkan dia meninggal dunia. Maka ketika kami pulang dari safar dan mendatangi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam lalu disampaikan kepada beliau, maka beliau bersabda:"Mereka telah membunuhnya semoga Allah membunuh mereka!kenapa mereka tidak bertanya dulu jika mereka tidak mengetahui?karena sesungguhnya obat dari kebodohan adalah bertanya....." (HR.Abu Dawud) Sahabat Ibnu Abbas ketika ditanya Bagaimana

engkau bisa mendapatkan menjawab:

ilmu yang begitu luas ini? Beliau

"dengan lisan yang sering bertanya dan hati yang memahami." Kata Imam Mujahid (seorang ahli tafsir tabiin dan murid terkemuka shahabat Ibnu Abbas) tidak akan menuntut ilmu seorang yang pemalu dan sombong.[4] Orang yang malu dan sombong tidak mau bertanya sehingga tidak memperoleh ilmu. o Kunci ilmu adalah bertanya dengan memperhatikan adabadabnya. Bertanya untuk suatu masalah atau tujuan mengajarkan, adapun untuk berdebat atau berbanggabangga maka hal itu dilarang o Pertanyaan yang didahulukan adalah yang terpenting dan mendasar sebagamana Jibril Alaihissalam bertanya pertama kali tentang Islam, kemudian Iman lalu yang paling tinggi masalah Ihsan dan hari Kiamat o Jika ada seseorang bertanya dengan pertanyaan yang kurang tepat atau tidak penting maka boleh seorang alim menjawab yang tidak sesuai dengan pertanyaan, jika tidak dibutuhkan Contoh ketika para sahabat bertanya tentang apa-apa yang boleh dipakai ketika Ihram maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjawab tentang apa-apa yang tidak boleh[5] : . . . Jibril mengatakan Kamu benar. Pelajaran dari perkataan ini :

o Ini menunjukkan boleh bertanya dengan beberapa pertanyaan dalam satu majelis. o Keharusan seorang mukmin membenarkan dan mengambil sebuah kebenaran . " Kalimat hikmah (kebenaran) itu adalah barang muslim/mukmin yang hilang maka dimana saja ia temukan ia mengambilnya ." [6]. Contoh sebuah hadits ketika Abu Hurairah yang mengambil ilmu dari syaitan[7] Adapun sifat orang-orang mukmin dalam Qs39 :33 33 : Dan orang yang membawa kebenaran dan membenarkannya,mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Tidak boleh seorang mukmin menolak suatu kebenaran meski dari orang di bawahnya atau lebih muda darinya. Imam Waki' berkata: "Seseorang tidak bisa menjadi alim hingga dia mengambil hadits dari orang di atasnya , orang yang setingkat ( sama) dengannya dan orang yang di bawahnya, dan Imam Bukhari mengatakan bahwa: Seseorang tidak bisa menjadi ahli hadits yang sempurna sampai ia menulis (mengambil hadits) dari orang di atasnya , orang yang setingkat ( sama) dengannya dan orang yang di bawahnya [8] Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan bahwa tidak akan masuk surga orang yang punya kesombongan walaupun sebesar biji dzarrah. Dan dijelaskan bahwa salah satu ciri sombong adalah menolak kebenaran ...

"Tidak masuk surga orang yang memiliki kesombongan dalam hatinya walaupun sebesar biji dzarrah,...kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia" (HR. Muslim dari sahabat Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'Anhu ) o Dari perkataan Jibril Alaihissalam :"Kamu Benar" kita mengambil pelajaran bahwa sepantasnya seorang guru memuji muridnya yang ketika ditanya lalu menjawab dengan benar, dan ini dinamakan dalam dunia pendidikan sebagai ta'ziz o Seorang murid hendaknya melihat kondisi gurunya sebelum bertanya agar tidak mengganggunya (Lihat : QS.33:53) "'Kami heran dia yang bertanya dia pula yang membenarkan" o Mereka heran karena ilmu yang dibawa oleh nabi tidak diketahui kecuali darinya (nabi sendiri), padahal orang ini tidak pernah diketahui bertemu dengan Nabi atau mendengar darinya , tetapi ternyata orang tersebut bertanya dengan pertanyaan seorang yang alim, muhaqqiq (peneliti) dan mushaddiq (yang membenarkan) , sehingga merekapun heran.[9]

[1] Lihat : Ta'liqaat 'Alaa Al Arbain An Nawawiyah oleh Syaikh Al Utsaimin [2] Hilyah Tholibil Ilmi (hal 35-36) [3] Miftah Daar As Sa'aadah (1: 511) [4] Lihat Fathul Bari (1:301)

[5] Lihat syarah Ibnu Daqieq Al- Ied terhadap Umdatul Ahkam [6] Atsar ini disebutkan dalam beberapa riwayat seperti dalam sunan At-Tirmidzi dan Ibnu Majah namun derajatnya dhaif jiddan. Lihat Dhoif Sunan Tirmidzi (hal 320) [7] Shohih Bukhari (5010), Ibnu Khuzaimah di Shohihnya (4/91-92. No:2424) & Al-Baghowi di kitabnya Syarhus Sunnah (4/460) [8] Hadyu As Saari (hal.271) [9] Syarah Arbain An-Nawawi, Ibnu Daqieq Al-'Ied (hal. 31)

Hadits Kedua Arbain (Bag. 5) Ditulis oleh Administrator Senin, 13 Pebruari 2006 Hadits Kedua Arbain (Bag. 5) Lanjutan Penjelasan Hadits Kedua Arbain: ... ... .... : . . .Beritahukan aku tentang Islam !. Beritahukan aku tentang Iman ! . Beritahukan aku tentang Ihsan ! Islam, Iman dan Ihsan adalah tingkatan-tingkatan dalam Ad-Dien ini. Dan tingkatan yang paling awal adalah Islam. Islam Tentang Islam akan dibahas secara lebih terperinci pada hadits ketiga. Namun kaidah yang terkenal bahwa ketika iman dan Islam disebutkan secara bersamaan maka masing-masing membawa

maknanya sendiri. Sedangkan jika iman dan islam disebutkan secara terpisah atau disebutkan secara bersendirian maka makna iman dan islam menjadi sama. Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah mendefinisikan Islam dengan Arkanul (penegak/tiang) Islam. Iman Defenisi iman maka ada beberapa versi : o Kaum Murjiah : iman adalah pembenaran oleh hati dan diucapkan dengan lisan (tidak memasukkan amal dalam penamaan iman) - Ada yang menganggap keberadaan iman konstan, tidak naik dan tidak pula turun. - Ahlussunnah wal Jamaah : Diucapkan dengan lisan Dibenarkan oleh hati / Diamalkan dengan anggota badan Bertambah dengan ketaatan kepada Ar-Rahman Berkurang dengan bermaksiat kepada Ar-Rahman 3 unsur ini ; perkataan, pembenaran hati dan pelaksanaan oleh badan adalah satu kesatuan yang dituntut oleh pengakuan keimanan seseorang, jika hilang salah satunya maka tidak sempurna keimanannya. Contoh : jika perkataan tanpa pembenaran hati maka sebagaimana orang-orang munafik Dalil : Keimanan orang munafiq : Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.(QS. Al Baqarah : 8)

Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benarbenar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. (QS. Al Munafiqun :1) dan jika membenarkan tanpa mengucapkan maka itu juga tidak menolong seseorang sebagaimana Abu Thalib dan Heraklius Tentang bertambahnya keimanan seseorang dengan bertaqwa mempunyai landasan dalil baik dalam Al-Quran maupun dalam hadits (tentang cabang iman),diantaranya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, ( Qs. Al Anfaal:2) Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orangorang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?" Adapun orangorang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira. (Qs At Taubah :124 ) Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orangorang mu'min supaya keimanan mereka bertambah di samping

keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, ( QS. Al Fath:4) Adapun berkurangnya keimanan tidak didapatkan secara nash namun secara logika sesuatu yang bisa bertambah tentu dapat pula berkurang. Kelezatan dzikir dihalangi oleh kemaksiatan, meninggalkan kebaikan dan hilangnya kebiasaan yang bersifat dzikrullah juga mengurangi keimanan; sebagaimana kaum wanita yang dalam hadits disifatkan bahwa mereka kurang akal dan ad-diennya disebabkan ketika berhalangan /haid maka wanita tidak melakukan sholat dan puasa, meskipun ini adalah hal yang disyariatkan namun tetap menyebabkan berkurangnya keimanan. Adapan dikatakan kurang akal mereka karena mereka terlalu ikut kepada perasaan sehingga kerap melupakan kebaikan orang lain kepadanya. Dari Hadits Jibril ini Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mendefinisikan Iman dengan Arkanul Iman. Yakni . engkau mengimani Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitabNya, Rasul-rasul-Nya dan beriman kepada takdir baik dan takdir buruk.. (1) Iman kepada Allah Menurut Syaikh Al-Utsaimin Iman kepada Allah mengandung empat perkara : [1] 1. Beriman kepada wujudnya Allah Subhaanahu Wa Ta'ala. Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara, dan indra. a. Bukti fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta merupakan fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar. Tidak akan berpaling dari tuntutan fitrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya terdapat sesuatu

penyimpangan. b. Bukti akal tentang wujud Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa semua makhluk yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan tidak mungkin pula terjadi secara kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan dapat menciptakan dirinya sendiri. Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada. Adanya makhluk dengan aturan aturan yang indah, tersusun rapi, dan saling terkait dengan erat antara sebab-musababnya dan antara alam semesta satu sama lainnya. Semua itu sama sekali menolak keberadaan seluruh makhluk secara kebetulan, karena sesuatu yang ada secara kebetulan, pada awalnya pasti tidak teratur. Kalau makhluk tidak dapat menciptakan dirinya sendiri, dan tidak tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada yang menciptakan, yaitu Allah Rabb semesta alam. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala menyebutkan dalail aqli (akal) dan dalil qathi dalam surat Ath thur : ) 53( Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? ( QS. At-Thur : 35). Ketika Jubair bin Muthim mendengar dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang tengah membaca surat Ath-thur dan sampai kepada ayat-ayat ini : Ia-yang tatkala itu masih musyrik- berkata : Hatiku hampir saja terbang. Itulah permulaan menetapnya keimanan dalam hatiku. (HR. Al-Bukhari). a. Bukti syara tentang wujud Allah Subhaanahu Wa Ta'ala bahwa seluruh kitab samawi(yang diturunkan dari langit ) berbicara

tentang itu. Seluruh hukum yang mengandung kemaslahatan manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil bahwa kitab-kitab itu datang dari Robb Yang Maha Bijaksana dan Mengetahui segala kemaslahatan makhluk-Nya. Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh realitas akan kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab itu juga merupakan dalil atau bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Robb Yang Maha Kuasa untuk mewujudkan apa yang diberitakan itu. b. Bukti inderawi tentang wujud Allah Subhaanahu Wa Ta'ala dapat dibagi menjadi dua: 1. kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orangorang yang berdoa serta penolong-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah. Hal ini menunjukkan secara pasti tentang wujud Alah Subhaanahu Wa Ta'ala. 2. Tanda-tanda para Nabi yang disebut mukjizat, yang dapat disaksikan atau didengar banyak orang merupakan bukti yang jelas tentang wujud yang mengutus para Nabi tesebut, yaitu Allah Subhaanahu Wa Ta'ala, karena hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia. Allah melakukannya sebagai penguat dan penolong bagi para Rasul. Tanda-tanda yang diberikan Allah, yang dapat dirasakan oleh indera kita itu adalah bukti pasti wujudNya. Dengan dalil-dalil ini maka jelaslah bahwa mengimani keberadaan Allah adalah sesuatu yang tidak mungkin dingkari jika masih ada yang menolaknya maka sesungguhnya secara fitrah mereka tetap mengimaninya. Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan

(mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. (QS. An Naml :14) 2. Beriman kepada Rububiah Allah Subhaanahu Wa Ta'ala. Beriman kepada Rububiyah Allah maksudnya : beriman sepenuhnya bahwa Dialah Robb satu-satunya, tiada sekutu dan tiada penolong bagiNya. Robb adalah yang berhak menciptakan, memiliki serta memerintah. Jadi, tidak ada pencipta selain Allah, tidak ada pemilik selain Allah, dan tidak ada perintah selain perintah dari-Nya. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala telah berfirman: Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanya hak Allah. Maha suci Allah, Robb semesta alam. (QS. Al-Araf : 54). Tidak ada makhluk yang mengingkari kerububiyahan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala, kecuali orang yang congkak sedang ia tidak meyakini kebenaran ucapannya, seperti yang dilakukan Firaun ketika berkata kepada kaumnya : Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. ( QS. Al-Qashash : 38) (Nabi Musa berkata kepada Firaun) : Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Robb yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai firaun,

seorang yang akan binasa. (QS. Al-Isra : 102). Oleh karena itu, sebenarnya orang-orang musyrik mengakui rububiyah Allah, meskipun mereka menyekutukan-Nya dalam uluhiyah (penghambaan). Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka : Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?, niscaya mereka menjawab, Semuanya diciptakan oleh yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. ( QS. Az-Zukhruf : 9). Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka : siapakah yang menciptakan mereka?, niscaya mereka menjawab : Allah, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)? (QS. Az-Zukhruf : 87). 3. Beriman kepada Uluhiyah Allah Subhaanahu Wa Ta'ala. Artinya : Mentauhidkan Allah dengan meyakini Nya sebagai satusatunya Ilah yang haq, tidak ada sekutu bagi-Nya dan hanya kepada-Nyalah kita berkewajiban untuk beribadah sesuai ketetapan syariat. Inilah yang kemudian menjadi pembeda antara muslim dan kafirnya seseorang. Al Ilah artinya al maluh, yakni sesuatu yang disembah dengan penuh kecintaan serta pengagungan. Setiap sesuatu yang disembah selain Allah, Uluhiyahnya adalah batil.Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman: (Kuasa Allah) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang haq dan sesungguhnya apa saja yang

mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar. (QS. Al-Hajj : 62). Oleh karena itu para Rasul Alaihimussalam berkata kepada kaumkaumnya : ..... Sembahlah Allah oleh kamu sekalian, sekali-kali tidak ada Tuhan selain daripadanya. Maka mengapa kamu tidak bertaqwa (kepadaNya)? ( QS. Al-Muminun : 32). Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. Al Anbiya :25) Sebenarnya orang-orang musyrik mengakui bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta'ala adalah satu-satunya Robb, Pencipta, yang di tangan-Nya kekuasaan segala sesuatu. Mereka juga mengakui bahwa hanya Dialah yang dapat melindungi dan tidak ada yang dapat melindungi-Nya. Ini mengharuskan pengesaan uluhiyah (penghambaan), sebagaimana mereka mengEsakan Rububiyah (ketuhanan) Allah. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman : ) 12( Hai manusia, sembahlah Robbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orag yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dialah yang

menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahiu. ( QS. Al-Baqarah : 21-22). 4. Beriman kepada Asma (nama-nama) dan sifat Allah Subhaanahu Wa Ta'ala . Yaitu menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhaanahu Wa Ta'ala yang sudah ditetapkan Allah untuk diri-Nya sesuai dengan yang ditunjukkan dalam Al-Quran atau sunnah Rasul-Nya dengan cara yang sesungguhnya dan sesuai dengan kebesaran-Nya tanpa tahrif ,tathil , takyif dan tamtsil [2] Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orangorang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) namanama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS.Al A'raaf : 180) Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Asy Syuro : 11) Di ayat ini terdapat penafian/peniadaan secara global (An Nafyu Al Mujmal) dan penetapan secara rinci (Al Itsbat Al Mufashshal) sesuai yang disebutkan dalam Al-Quran dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, sebab yang mengetahui nama-nama dan sifat-sifat Allah tentu hanya Allah Subhaanahu Wa Ta'ala dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam contoh : Allah Subhaanahu Wa Ta'ala menyebut dalam Al Quran bahwa Dia mempunyai tangan maka kita meyakini bahwa Allah memang mempunyai

tangan sebagaimana Allah mempunyai mata dan mempunyai sifat Maha Melihat namun tidak ada yang dapat menyamai-Nya dan tidak pula diketahui kaifiyatnya. Diantara orang-orang yang menisbatkan dirinya sebagai umat Islam terpecah menjadi 3 kelompok dalam Asma wa Shifat yaitu mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhaanahu Wa Ta'ala secara keseluruhan sebagaimana yang dijelaskan di atas dan inilah kelompok yang selamat yaitu Ahlussunnah wal Jamaah dan ada dua golongan yang tersesat, 1. Golongan Muaththilah, yaitu mereka yang mengingkari nama-nama dan sifat-sifat Allah.. Kelompok ini dipelopori oleh AlJahmiyah yang dikafirkan oleh sebagian ulama atau mengingkari sebagiannya saja dan menetapkan sebagian sifat saja, ini dipelopori oleh Al Asyairah yang menyebar pula di Indonesia.. Mereka hanya menetapkan hanya 7 sifat Allah yaitu Al-Ilmu, AlHayyu, Al-Qudrah, Al-Iradah, Al-Bashar, As-Sama, Al-Kalam. Yang lain seperti wahdaniyah, wujud, mukhalafatu lil hawadits dan lainnya berkembang dari yang ketujuh tadi. Kemudian mereka menafikan sifat Allah yang lain seperti mempunyai tangan, mempunyai mata, al mahabbah dan sifat sifat lain. Menurut sangkaan mereka, menetapkan nama-nama dan sifat-sifat itu kepada Allah dapat menyebabkan tasybih (penyerupaan), yakni menyerupakan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala dengan makhluk-Nya. Mereka berkata seperti ini karena berpandangan bahwa jika kita menetapkan sifat Allah maka kita menyamakan-Nya dengan makhluk Pendapat ini jelas keliru karena : a. Sangkaan itu akan mengakibatkan hal-hal yang bathil atau salah, karena Allah Subhaanahu Wa Ta'ala telah menetapkan untuk

diriNya nama-nama dan sifat-sifat, serta telah menafikan sesuatu yang serupa dengan-Nya. Andaikata menetapkan nama-nama dan sifat-sifat itu menimbulkan adanya penyerupaan, berarti ada pertentangan dalam kalam Allah serta sebagian firman-Nya akan menyalahi sebagian yang lain. b.Kecocokan antara dua hal dalam nama atau sifatnya tidak mengharuskan adanya persamaan. Anda melihat ada dua orang yang keduanya manusia, mendengar, melihat dan berbicara, tetapi tidak harus sama dalam makna-makna kemanusiaannya, pendengarannya, penglihatannya, dan pembicaraannya. Anda juga melihat beberapa binatang yang punya tangan, kaki dan mata, tetapi kecocokannya itu tidak mengharuskan tangan, kaki dan mata mereka sama. Apabila antara mkhluk-makhluk yang serupa dalam nama atau sifatnya saja jelas memiliki perbedaan, maka tentu perbedaan antara khaliq (pencipta) dan makhluk (yang diciptakan) akan lebih jelas lagi. 2.Golongan Musyabbihah, yaitu golongan yang menetapkan nama-nama dan sifat-sifat, tetapi menyerupakan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala dengan makhluknya. Mereka mengira hal ini sesuai dengan nash-nash Al Quran, karena Allah berbicara dengan hamba-hamba-Nya dengan sesuatu yang dapat difahaminya. Anggapan ini jelas keliru ditinjau dari beberapa hal, antara lain : a. Menyerupakan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala dengan makhlukNya jelas merupakan sesuatu yang bathil, menurut akal maupun syara. Padahal tidak mungkin nash-nash kitab suci Al-Quran dan sunnah Rasul menunjukkan pengertian yang bathil. b. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berbicara dengan hambahambaNya dengan sesuatu yang dapat dipahami dari segi asal maknanya. Hakikat makna sesuatu yang berhubungan dengan dzat

dan sifat Allah adalah hal yang hanya diketahui oleh Allah saja. Apabila Allah menetapkan untuk diri-Nya bahwa Dia Maha Mendengar, maka pendengaran itu sudah maklum dari segi maknanya, yaitu menemukan suara-suara. Tetapi hakikat hal itu dinisbatkan kepada pendengaran Allah tidak maklum, karena hakekat pendengaran jelas berbeda, walau pada makluk-makhluk sekalipun. Jadi perbedaan hakikat itu antara pencipta dan yang diciptakan jelas lebih jauh berbeda. Apabila Allah Subhaanahu Wa Ta'ala memberitakan tentang diriNya bahwa Dia bersemayam di atas Arsy-Nya, maka bersemayam dari segi asal maknanya sudah maklum, tetapi hakekat bersemayamnya Allah itu tidak dapat diketahui. [1] Lihat: Syarah Usuhulil Iman [2] Tahrif :penyelewengan makna; tathil : peniadaan,menolak/mengosongkan makna; takyif : menanyakan kaifiyat/ bagaimana? ; dan tamtsil : menyerupakannya. Terakhir Diperbarui ( Senin, 13 Pebruari 2006 ) Dibaca 223 kali Hadits Kedua Arbain (Bag.6) Ditulis oleh Administrator Selasa, 21 Pebruari 2006 Hadits Kedua Arbain (Bag.6) Berikut ini lanjutan penjelasan hadits kedua Arbain:

(2 Iman kepada Malaikat, Malaikat adalah alam ghaib, makhluk, dan hamba Allah Subhaanahu Wa Ta'ala. Allah menciptakannya dari cahaya serta memberikan kekuatan yang sempurna serta kekuatan untuk melaksanakan ketaatan namun Malaikat sama sekali tidak memiliki keistimewaan rububiyah dan uluhiyah Allah menjadikan mereka sebagai utusan sebagaimana firmanNya dalam Qs 35 : 1 : 1: Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Malaikat berjumlah banyak, dan tidak ada yang dapat menghitungnya, kecuali Allah. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala firman : Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. (QS. Al Muddatstsir :31) Dalam hadits Bukhari dan Muslim terdapat hadits dari Anas Radhiyallahu 'Anhu tang kisah miraj bahwa Allah telah memperlihatkan Al-Baitul Mamur yang ada di langit kepada Nabi

Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam amnya terdapat 70.000 Malaikat yang setiap hari melakukan shalat. Siapapun yang keluar dari tempat itu, tidak kembali lagi. Kita juga tidak boleh memusuhi malaikat, sebagaimana firman Allah : Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. ( Qs Al Baqarah : 98 ) Ayat ini menjelaskan tentang kafirnya orang yang memusuhi malaikat. Iman kepada malaikat dengan dua cara : 1) Iman secara mujmal (global) bahwa ada malaikat yang diciptakan tanpa mengetahui tugas dan nama mereka secara terperinci dan jumlahnya tidak diketahui secara pasti. 2) Iman secara mufashshal (rinci) bahwa ada beberapa malaikat yang dikenali tugas, sifat dan nama-namanya karena disebutkan dalam Al-Quran maupun hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Iman kepada Malaikat mengandung empat perkara : 1. Mengimani wujud keberadaan mereka. 2. Mengimani mereka yang kita kenali nama-namanya; seperti Jibril, Mikail, Israfil dan juga terhadap nama-nama Malaikat yang tidak kita kenal.

3. Mengimani sifat-sifat mereka yang kita kenali, antara lain : a. Mempunyai sayap Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Fathir:1) Dalam suatu riwayat disebutkan malaikat Jibril Alaihissalam pernah dilihat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam wujud asli mempunyai 600 sayap yang menutup ufuk. b. Mereka bisa berubah-ubah bentuk dan kadang menjelma seorang lelaki; seperti yang pernah terjadi pada Malaikat Jibril tatkala Allah Subhaanahu Wa Ta'ala mengutusnya kepada Maryam beliau menjelma jadi seorang yang sempurna, juga sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits yang kita bahas ini dan kadang Jibril berwujud seperti sahabat Dihyah Al Kalbi. Demikian halnya dengan para Malaikat yang diutus kepada Nabi Ibrahim dan Luth, mereka menjelma bentuk mejadi lelaki. c. Mereka tidak pernah menyimpang dari perintah Allah sejak mereka diciptakan, Sebagaimana mereka tidak pernah bermaksiat kepada Allah

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At Tahrim :6) d. Mereka senantiasa bertasbih kepada Allah siang dan malam dan tidak pernah futur ) 91( Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.(Qs Al-Anbiya :19-20) e. Malaikat juga merasa tersakiti sebagaimana anak cucu Adam. Maka hendaknya kita memuliakan majelis yang dihadiri oleh para malaikat. : : Dari Jabir berkata : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Barang siapa yang memakan dari pohon yang berbeu busuk ini maka jangan sekali-kali dia mendekati masjid kami karena sesungguhnya malaikat tersakiti dengan apa yang menyakiti manusia" (HR. Muslim) 4. Mengimani tugas-tugas yang diperintahkan Allah kepada mereka yang sudah kita ketahui, seperti membaca tasbih, dan menyembah Allah Subhaanahu Wa Ta'ala siang dan malam.

Diantara mereka ada yang mempunyai tugas-tugas tertentu, misalnya : a. Malaikat Jibril yang dipercayakan menyampaikan wahyu kepada para Nabi dan Rasul. b. Malaikat Mikail yang diserahi tugas menurunkan hujan dan tumbuh-tumbhan. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman : Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (Qs 2:98) c. Malaikat Israfil yang diserahi tugas meniup sangkakala di hari kiamat dan kebangkitan makhluk, namanya juga disebutkan dalam hadits berikut: : : Dari Abu Salamah bin Abdirrahman bin Auf berkata: Saya bertanya kepada Aisyah Ummul Mu'minin : "Bacaan apa yang pertamakali dibaca oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ketika memulai qiyamullail? Beliau menjawab:Adalah beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam jika bangun pada waktu malam untuk shalat , beliau memulai shalatnya dengan membaca:"Ya Allah Rabb Jibril,Mikail dan Israfil.Pencipta langit dan bumi Yang Maha Mengetahui gaib dan yang nampak , Engkau yang memutuskan diantara hamba-Mu

terhadap apa yang mereka perselisihkan, Tunjukilah aku kepada kebenaran dari apa yang mereka perselisihkan dengan izin-Mu, sesungguhnya Engkau menunjuki siapa yang Engkau inginkan kepada jalan yang lurus" (HR.Muslim) Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan dalam kitabnya Zaadul Ma'ad bahwa tiga malaikat tersebut adalah malaikat yang terpilih; telah dikhususkan penyebutan dalam hadits tersebut diantara sekian banyak malaikat yang ada di langit namun hanya mereka yang disebutkan karena kekhususan mereka serta kedekatan mereka kepada Allah; [1] Asy Syaikh Al Utsaimin mengatakan ketiga malaikat ini disebutkan secara khusus karena ketiganya yang membawa kehidupan; Jibril pembawa wahyu yang merupakan sebab kehidupan hati dan roh, Mikail pembawa hujan yang merupakan sebab kehidupan bumi, hewan dan tumbuhtumbuhan dan Israfil pemilik terompet yang jika dia meniupnya maka dengan izin Allah akan menghidupkan manusia dari kuburan mereka.[2] d. Malaikat maut yang diserahi tugas mencabut nyawa orang. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman : Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan. (Qs 32 :11) adapun penamaan Malaikat maut dengan Izrail maka tidak ada dalil shohih yang menunjukkannya, nama tersebut hanya terdapat pada kabar- kabar Israiliyat atau dalam hadits dhoif. e. Malaikat yang diserahi tugas menjaga neraka, yaitu : Malik Mereka (Penhuni neraka) berseru: "Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja". Dia menjawab: "Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)". (QS. Az Zukhruf : 77)

f. Para Malaikat yang diserahi tugas yang berkaitan dengan janin dalam rahim, ketika sudah mencapai empat bulan di dalam kandungan, Allah Subhaanahu Wa Ta'ala mengutus Malaikat untuk meniupkan ruh dan menyuruh untuk menulis rezkinya, ajal, amal, derita dan bahagianya.[3] g. Para Malaikat yang diserahi tugas menjaga dan menulis semua perbuatan manusia. Setiap orang dijaga oleh dua Malaikat, yang satu pada sisi dari kanan dan yang satunya lagi pada sisi dari kiri. Adapun Rakib dan Atid maka bukan nama tapi sifat malaikat yang menyertai manusia[4]. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman : Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.(QS. Qaaf: 18) h. Para Malaikat yang diserahi tugas menanyai mayit. Bila mayit sudah dimasukkan ke dalam kuburnya, maka akan datanglah dua makaikat yang bertanya kepadanya tentang Robbnya, agama dan Nabinya. Namanya Munkar dan Nakir ; ini disebutkan dalam hadits tentang pertanyaan dalam kubur : : : ... Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu berkata : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Jika mayyit telah dikuburkan atau salah seorang diantara kalian telah dikuburkan maka dia didatangi oleh dua malaikat yang keduanya hitam dan biru; salah satunya dinamakan Munkar dan yang lainnya Nakir"(HR. Tirmidzi) f. Malaikat yang diserahi tugas menjaga surga, Allah berfirman :

Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya". (QS. Az Zumar : 73) Adapun menamakan mereka dengan Ridwan maka hal ini belum kita dapatkan dalil shohih yang menyebutkannya, walaupun ada beberapa riwayat menurut Ibnu Katsir dalam Kitabnya Al Bidayah wan-Nihayah namun hal itu belum diketahui derajat shohihnya.[5] Faidah : Para ulama berikhtilaf tentang yang mana yang lebih afdhol malaikat atau nabi/orang-orang yang sholeh namun yang rajih -Insya Allah- bahwa adapun di dunia maka yang afdhol adalah para malaikat namun di akhirat kelak maka orang beriman yang masuk syurga lebih mulia dari para malaikat. Hal ini sebagaimana ditarjihkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 6] ] 3) Iman kepada Kitab-Kitab-Nya Al kutub jamak dari kata kitab yang berarti sesuatu yang ditulis. Namun yang dimaksud disini adalah kitab-kitab yang diturunkan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala kepada para RasulNya sebagai rahmat dan hidayah bagi seluruh manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Iman kepada kitab mengandung empat perkara : 1. Mengimani bahwa kitab kitab tersebut benar-benar diturunkan dari Allah Subhaanahu Wa Ta'ala . 2. Mengimani kitab-kitab yang sudah kita kenali namanya seperti Al Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as, Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa Alaihissalam, dan Zabur yang

diturunkan kepada Nabi Dawud Alaihissalam. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman : "dan kami berikan Zabur (kepada) Daud.( Qs 17: 55) Kemudian Kami iringkan di belakang mereka rasul-rasul Kami dan Kami iringkan (pula) Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil (QS. Al Hadid: 27) (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa. (Qs Al-Ala :19) Adapun kitab-kitab yang tidak kita ketahui namanya, kita mengimaninya secara global. 3. Membenarkan apa apa yang diberitakan, seperti berita-berita yang ada di dalam Al Quran, dan berita-berita kitab-kitab terdahulu yang belum diganti atau belum diselewengkan. Namun wajib kita yakini seyakin-yakinnya bahwa yang masih murni hanyalah Al-Quran yang berfungsi sebagai muhaimain (pengawas/yang menyeleksi syariat) bagi kitab lain; kalau ada pertentangan antara Al Quran dan salah satu kitab maka kitab tersebut tidaklah murni atau syariat tersebut telah mansukh/terhapus. Sehingga kita merasa cukup hanya dengan AlQuran tanpa perlu mempelajari kitab suci yang lain, kecuali untuk membantah syubhat mereka maka hal ini dibolehkan bagi orangorang tertentu. Nabi Muhammad pernah mendapati Umar sedang membaca Taurat, lalu beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda:

Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa Alaihissalam masih hidup, tidak ada jalan lain baginya kecuali ia mengikuti saya. (HR.Ahmad dan Darimi) Dari sinilah maka kita tidak perlu mengambil manfaat dari kitab tersebut kita cukup mengimani. Sebab dalam satu hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : " Bukan dari golongan kami seorang yang tidak merasa cukup dengan Al-Quran " (HR. Bukhari no. 7527) Maka cukuplah kita beriman secara umum kepada kitab Allah selain Al-Quran. Sedangkan kita beriman secara khusus kepada Al-Quran yakni kita membacanya, menelaahnya, mempelajari tafsirnya, mengamalkannya dan menjadikannya sebagai obat bagi berbagai penyakit hati seperti: stress, gundah gulana, dengki dan lain-lain Bahkan Al-Quran secara umum dapat menjadi obat baik amradh qalbiyah (penyakit-penyakit hati) maupun jasmani. 4. Mengerjakan seluruh hukum yang belum dinasakh (dihapus) serta rela dan tunduk pada hukum itu, baik kita memahami hikmahnya maupun tidak. Seluruh kitab terdahulu telah dinasakh oleh Al Quranul Azhim, seperti firman-Nya,: ... Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumya), dan sebagai batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu (QS. Al Maidah : 48). Oleh karena itu tidak dibenarkan mengerjakan hukum apapun dari kitab-kitab terdahulu, kecuali yang benar dan ditetapkan Al Quran. (4) Iman kepada Rasul-Rasul

Arrusul bentuk jamak dari kata Rasul, yang berarti orang yang diutus untuk menyampaikan sesuatu. Namun yang dimaksud Rasul disini adalah orang yang diberi wahyu syara untuk disampaikan kepada umat. o Rasul yang pertama adalah Nabi Nuh Alaihissalam, dan yang terakhir adalah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, sedang nabi yang pertama adalah Nabi Adam Alaihissalam; pernyataan bahwa Nabi Nuh Alaihissalam adalah rasul yang pertama diutus telah disebutkan secara tersirat pada firman Allah Subhaanahu Wa Ta'ala : Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabinabi yang berikutnya (QS. An Nisa : 163). Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu dalam hadits tentang syafaat menceritakan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengatakan, nanti orang-orang akan datang kepada Nabi Adam untuk meminta syafaat, tetapi Nabi Adam meminta maaf kepada mereka seraya berkata : Datangilah Nuh, Rasul pertama yang diutus Allah ( HR. Bukhori ). Dulu ummat manusia adalah satu; semuanya mentauhidkan Allah sampai turunnya Nabi Nuh barulah terjadi khilaf dan muncullah syirik. Nabi dan rasul yang terakhir adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS. Al Ahzab:40)

o Setiap umat tidak pernah sunyi dari Nabi yang diutus Allah Subhaanahu Wa Ta'ala yang membawa syariat khusus untuk kaumnya atau dengan membawa syariat sebelumnya yang diperbaharui. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman : Dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan. (QS. Fathir : 24). o Para Rasul adalah manusia biasa, makhluk Allah yang tidak mempunyai sedikitpun keistimewan rububiyah dan uluhiyah. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman tentang Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sebagai pimpinan para Rasul dan yang paling tinggi pangkatnya di sisi Allah : Katakanlah : aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman. (QS. Al Araf : 188). Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : Aku tidak lain hanyalah manusia seperti kalian. Aku juga lupa seperti kalian. Karenanya, jika aku lupa, ingatkanlah aku. (HR. Bukhari dan Muslim)

Iman kepada para Rasul mengandung empat perkara : 1. Mengimani bahwa risalah mereka benar-benar dari Allah Subhaanahu Wa Ta'ala. Barangsiapa mengingkari risalah mereka, walaupun hanya seorang, maka menurut pendapat seluruh ulama dia dikatakan kafir. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman, yang artinya : Kaum Nuh telah mendustakan para Rasul. (QS. Asy Syuara : 105). Allah Subhaanahu Wa Ta'ala menjadikan mereka mendustakan semua Rasul, padahal hanya seorang Rasul saja yang ada ketika mereka mendustakannya. Oleh karena itu umat Nasrani yang mendustakan dan tidak mau mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, berarti mereka juga telah mendustakan dan tidak mengikuti Nabi Isa Al Masih bin Maryam, karena Nabi Isa sendiri pernah manyampaikan kabar gembira dengan akan datangnya Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ke alam semesta ini sebagai rahmat bagi semesta alam. Kata memberi kabar gambira ini mengandung makna bahwa Muhammad adalah seorang Rasul mereka yang menyebabkan Allah menyelamatkan mereka dari kesesatan dan memberi petunjuk kepada mereka jalan yang lurus. 2. Mengimani orang-orang yang sudah kita kenali namanamanya, Misalnya : Nuh, Idris, Ibrahim, Ismail, Ishaq, Musa, Isa, Muhammad. Terhadap para Rasul yang tidak dikenal nama-namanya, juga wajib

kita imani secara global. Ulama kita mengatakan tidak disebutkannya nabi di situ karena setiap rasul adalah nabi namun tidak semua nabi adalah rasul. Para rasul berjumlah 6315. Sebagian dari rasul telah disampaikan kepada kita namanya namun ada pula yang belum disampaikan. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman: Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. (QS. Al Mumin : 78). 3. Membenarkan apa yang diberitakannya. 4. Mengamalkan syariat dari mereka (para Rasul) yang diutus kepada kita. Dia adalah Nabi terakhir Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang diutus Allah kepada seluruh manusia. Allah berfirman, yang artinya : Maka demi Robbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. An Nisa : 65). Perbedaan Rasul dan Nabi : Para ulama kita berbeda pendapat dalam menetapkan perbedaan antara seorang nabi dan rasul, diantara pendapat yang dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. Rasul adalah orang yang diberikan wahyu dan diperintahkan untuk menyampaikan kepada ummat, adapun nabi tidak diperintahkan untuk menyampaikannya[7] ; namun pendapat ini

lemah dan tidak masuk akal sebab setiap orang yang berilmu diwajibkan kepadanya untuk menyampaikan ilmunya apalagi seorang yang mendapat wahyu dari Allah Subhaanahu Wa Ta'ala . 2. Rasul adalah pembawa syariat baru tetapi nabi tidak, melainkan hanya melanjutkan risalah yang ada ; namun pendapat ini pun kurang tepat sebab kenyataannya tidak semua rasul membawa risalah baru 3. Pendapat Imam Ibnu Taimiyah bahwasanya Rasul datang pada kaum yang tidak menerima dakwahnya sedangkan nabi diutus pada kaum yang menerima . Nabi hanyalah diutus dari seorang laki-laki. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat jelas, namun ada syubhat dari sebagian orang akan kenabian Maryam, dengan dalih bahwa beliau pernah diwahyukan oleh Allah Subhaanahu Wa Ta'ala lewat perantaraan Jibril. Maka kita bantah dengan mengatakan wahyu yang disampaikan kepada Maryam bukanlah risalah sebagaimana wahyu kepada seorang nabi. Karena jika itu hujjah mereka maka tentulah ibu Musa juga masuk kategori nabi, karena Allah Subhaanahu Wa Ta'ala telah berfirman: ..... Dan Kami wahyukan (ilhamkan) kepada ibu Musa; ..(QS. Al Qashash:7) Dan semestinya dengan hujjah yang sama maka tentu juga lebah masuk kategori nabi sebagaimana disebutkan dalam QS. An Nahl: 68. Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia". Para nabi dan rasul tidak memiliki tingkatan dan

derajat yang sama diantara para nabi ada yang diutamakan atau lebih afdhol dari yang lainnya sebagaimana firman Allah: .... Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada `Isa putera Maryam beberapa mu`jizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus (Qs . Al Baqarah : 253) Yang paling afdhol adalah para ulul azmi, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah Subhaanahu Wa Ta'ala : Maka bersabarlah kamu seperti kesabaran ulul azmi dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka...... (QS.Al Ahqaaf:35) Ulul Azmi ada lima yaitu : Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad; kelimanya disebutkan secara khusus dalam dua ayat di Al Quran: Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putera Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh (QS. Al Ahzab :7) Dia telah mensyari`atkan kamu tentang agama apa yang telah

diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. ...(QS. Asy Syuro :13) Diantara Ulul Azmi pun bertingkat-tingkat; yang paling utama Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam kemudian Nabi Ibrahim Alaihissalam, adapun urutan selanjutnya diikhtilafkan. Dan termasuk keyakinan kita bahwa semua Rasul mashum; yakni mereka manusia biasa yang dijaga oleh Allah Subhaanahu Wa Ta'ala dari dosa-dosa, jika bersalah langsung ditegur oleh Allah Subhaanahu Wa Ta'ala dan langsung diterima taubatnya.

[1] Zaadul Ma'ad (1:44) [2] Lihat juga Zaadul Ma'ad (1:44) [3] Nantikan penjelasannya dalam hadits yang keempat [4] Lihat : 'Alam Al Malaikah Al Abrar oleh DR. Umar Al Asyqar (hal 22) [5] Ibid (hal 21) [6] Ibid (hal 96) [7] Lihat Syarah Utsulul Iman Syaikh Utsaimin Terakhir Diperbarui ( Selasa, 21 Pebruari 2006 ) Dibaca 292 kali Hadits Kedua Arbain (Bag.Terakhir) Ditulis oleh Administrator

Rabu, 22 Pebruari 2006 Hadits Kedua Arbain (Bag. Terakhir) Berikut ini Syarah hadits Arbain bagian terakhir: (5) Iman kepada Hari AkhirHari Akhir adalah hari kiamat, dimana seluruh manusia dibangkitkan pada hari itu untuk dihisab dan dibalas. Hari itu disebut hari akhir, karena tidak ada hari lagi setelahnya. Pada hari itulah penghuni surga dan penghuni neraka masing-masing menetap di tempatnya Iman kepada hari Akhir mengandung tiga perkara : 1.Beriman kepada bats (kebangkitan), yaitu menghidupkan kembali orang-orang yang sudah mati ketika tiupan sangkakala yang kedua kali. Pada waktu itu semua manusia bangkit untuk menghadap Robb alam semesta dengan tidak beralas kaki, bertelanjang, dan tidak disunat. Kebangkitan adalah kebenaran yang pasti ada, bukti keberadaannya diperkuat oleh Al Kitab, sunnah dan ijma umat Islam. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman: Kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat. (QS. Al Muminun : 16) Nabi Muhamad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam juga bersabda : ... Di hari kiamat seluruh manusia akan dihimpun dengan keadaan tidak beralas kaki, telanjang dan tidak disunat. (HR. Bukari &

Muslim). Umat Islam sepakat akan adanya hari kebangkitan Karena hal itu sesuai dengan hikmah Allah yang mengembalikan ciptaannya untuk diberi balasan terhadap segala yang telah diperintahkan-Nya melalui lisan para Rasul-Nya. 2. Beriman kepada hisab (perhitungan) dan jaza (pembalasan); dengan meyakini bahwa seluruh perbuatan manusia akan dihisab dan dibalas. Hal ini dipaparkan dengan jelas di dalam Al Quran, sunnah dan ijma (kesepakatan) umat Islam. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman, yang artinya : Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka. (QS. Al Ghasyiah : 25-26). Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhu diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : Allah nanti akan mendekatkan orang mukmin, lalu meletakkan tutup dan menutupnya. Allah bertanya : Apakah kamu tahu dosamu ini? apakah kamu tahu dosamu itu? Ia menjawab, Ya Robbku. Ketika ia sudah mengakui dosa-dosanya dan melihat dirinya telah binasa, Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman : Aku telah menutupi dosa-dosamu di dunia dan sekarang Aku mengampuninya. Kemudian diberikan kepada orang mukmin itu buku amal baiknya. Adapun orang-orang kafir dan orang-orang munafik, Allah Subhaanahu Wa Ta'ala memanggilnya di hadapan orang banyak. Mereka orang-orang yang mendustakan Robbnya. Ketahuilah, laknat Allah itu untuk orang-orang yang zhalim. (HR.

Bukhari Muslim). Umat Islam telah sepakat tentang adanya hisab dan pembalasan amal, karena hal itu sesuai dengan kebijaksanaan Allah. Sebagaimana kita ketahui, Allah Subhaanahu Wa Ta'ala telah menurunkan Kitab-kitab, mengutus para Rasul serta mewajibkan kepada manusia untuk menerima ajaran yang dibawa oleh RasulRasul Allah itu dan mengerjakan segala yang diwajibkannya. Dan Allah telah mewajibkan agar berperang melawan orang-orang yang menentangnya serta menghalalkan darah, keturunan, isteri dan harta benda mereka. Kalau tidak ada hisab dan balasan tentu hal ini hanya sia-sia belaka, dan Robb yang Maha bijaksana, Mahasuci darinya. 3. Mengimani sorga dan neraka sebagai tempat manusia yang abadi. Sorga adalah tempat kenimatan yang disediakan Allah untuk orang-orang mukmin yang bertaqwa, yang mengimani apa-apa yang harus diimani, yang taat kepada Allah dan RasulNya, dan kepada orang-orang yang ikhlas. Di dalam sorga terdapat berbagai kenikmatan yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, serta tidak terlintas dalam benak manusia. Tidak seorang pun yang mengetahui apa yang disembnyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nimat) yang menyenangkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. As Sajadah : 17) Neraka adalah tempat azab yang disediakan Allah untuk orangorang kafir, yang berbuat zalim serta bagi yang mengingkari Allah dan RasulNya. Di dalam neraka terdapat berbagai azab dan

sesuatu yang menakutkan, yang tidak pernah terlintas dalam hati. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. (QS. Al Imran : 131). Iman kepada hari akhir adalah termasuk mengimani peristiwa-peristiwa yang akan terjadi sesudah mati, misalnya : a. fitnah kubur, yaitu pertanyaan yang diajukan kepada mayat ketika sudah dikubur, tentang Robbnya, agama dan Nabinya. Allah akan meneguhkan orang-orang yang beriman dengan kata-kata yang mantap. Ia akan menjawab pertanyaaan itu dengan tegas dan penuh keyakinan, Allah Robbku, Islam agamaku, dan Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Nabiku. Allah menyesatkan orangorang yang zhalim dan kafir. Mereka akan menjawab pertanyaan dengan terbengong-bengong karena pertanyaan itu terasa asing baginya. Mereka akan menjawab, Aku aku tidak tahu. Sedangkan orang-orang munafik akan menjawab pertanyaan itu dengan kebingungan, aku tidak tahu. Dulu aku pernah mendengar orang-orang mengatakan sesuatu, lalu aku mengatakannya. b. Siksa dan nimat kubur. Siksa kubur diperuntukkan bagi orang-orang zhalim, yakni orang-orang munafik dan orang-orang kafir, seperti dalam firman-Nya: alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orangorang yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), keluarkanlah nyawamu. Di hari ini kamu dibalas dengan

siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayatayatNya. (QS. Al Anam : 93). Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman tentang keluarga firaun : Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada Malaikat) : Masukkan firaun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras. (QS. Al Mumin : 46). Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu 'Anhu diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda yang artinya: kalau tidak karena kalian saling mengubur (orang yang mati), pasti aku memohon kepada Allah agar mamperdengarkan siksa kubur kepada kalian yang saya mendengarnya. Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menghadapkan wajahnya seraya berkata : Mohonlah perlindungan kepada Allah dari siksa neraka. Para sahabat berkata : Kami memohon perlindungan kepada Allah dari siksa neraka. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam kemudian berkata lagi : Mohonlah perlindungan Allah dari siksa kubur. Para sahabat berkata : Kami memohon perlindungan Allah dari siksa kubur. Lalu beliau berkata lagi ; Mohonlah perlindungan kepada Allah dari berbagai fitnah baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Para sahabat lalu barkata : Kami memohon perlindungan kepada Allah dari berbagai fitnah baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berkata lagi : Mohonlah perlindungan kepada Allah dari fitnah dajjal. Para sahabat berkata : Kami mohon perlindungan kepada Allah dari fitnah dajjal. (HR. Muslim). Adapun nimat kubur diperuntukkan bagi orang-orang mukmin yang jujur keimanannya. Hal ini telah dijelaskan Allah Subhaanahu

Wa Ta'ala dalam firman-Nya,: sesungguhnya orang-orang yang mengatakan : Robb Kami ialah Allah, kemudian mereka istiqomah (konsistent), para malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan) : Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembiralah dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. (QS. Fushshilat : 30). Dari Al Bara bin Azib Radhiyallahu 'Anhu dikatakan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda tentang orang mukmin jika menjawab pertanyaan Malaikat di dalam kuburnya. Sabdanya : ... ... ada suara dari langit : hamba-Ku memang benar. Oleh karenanya berilah dia alas dari surga, berilah pakaian dari surga, dan bukakanlah baginya pintu surga. Lalu datanglah kenimatan dan keharuman dari surga, dan kuburnya dilapangkan sejauh pandangan mata (HR. Ahmad, Abu Daud, dalam hadits yang panjang). (6) Iman kepada takdir baik dan takdir buruk. Hadits ini menunjukkan bahwa iman kepada takdir termasuk dalam rukun iman. Al qadar adalah takdir Allah shubhaana wa taala untuk seluruh makhluk yang ada sesuai dengan ilmu dan hikmahNya.

Iman kepada takdir mangandung empat perkara : 1. Al 'Ilmu ; yaitu mengimani bahwa Allah mengetahui segala sesuatu secara global maupun terperinci, azali dan abadi, baik yang berkaitan dengan perbuatan-Nya maupun perbuatan para hamba-Nya. 2. Al Kitabah ; yaitu mengimani bahwa Allah telah menulis hal itu di Lauh Mahfuzh. Tentang kedua hal tersebut Allah berfirman, yang artinya : Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfudzh)? Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah. (QS. Al Hajj : 70). Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'Anhu berkata : Aku pernah mendengar Rasululah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : Allah telah menulis (menentukan) takdir seluruh makhluk sebelum menciptakan langit dan bumi lima puluh ribu tahun. (HR. Muslim). 3. Al Masyii-ah yaitu mengimani bahwa seluruh yang ada tidak akan ada, kecuali dengan kehendak Allah Subhaanahu Wa Ta'ala.Baik yang berkaitan dengan perbuatan-Nya maupun yang berkaitan dengan perbuatan makhluk-makhlukNya. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman:

Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendakiNya. Tak ada Tuhan melainkan Dia. Yang Maha perkasa lagi Mahabijaksana. (QS. Al Imran : 6). Allah juga berfirman tentang sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan makhluk-makhluk-Nya, yang artinya : Dan kalau Allah menghendaki, maka mereka tidak mengerjakannya. Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS. Al Anam : 137). 4. Al Khalqu yaitu mengimani bahwa seluruh yang ada, dzatnya, sifat dan geraknya diciptakan oleh Allah Subhaanahu Wa Ta'ala . Firman Allah : Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. ( QS. Az Zumar : 62). dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukuranNya dengan serapi-rapinya. (QS. Al Furqan :2 ). Allah berfirman tentang Nabi Ibrahim yang berkata kepada kaumnya: Padahal Allah lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu. (QS. As Shaffat : 96). Keempat perkara ini kadang diistilahkan sebagai marotibul iman bil qadar (tingkatan/urutan beriman kepada takdir) Peringatan penting : Iman kepada takdir sebagaimana telah diterangkan di atas tidak

menafikan bahwa manusia mempunyai kehendak dan kemampuan dalam berbagai perbuatan yang sifatnya ikhtiari. Syara dan kenyataan (realita) menunjukkan ketetapan itu.

1. Secara syara, Allah berfirman tentang kehendak manusia,


yang artinya : maka datangilah tempat kamu bercocok tanam (isterimu) itu bagaimana saja kamu kehendaki (QS. Al Baqarah : 223). Allah juga berfirman tentang kemampuan manusia : maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu, dengarlah dan taatlah (QS. At Taghabun : 16). b. Secara kenyataan, manusia mengetahui bahwa dirinya mempunyai kehendak dan kemampuan yang menyebabkannya mengerjakan atau meninggalkan sesuatu. Dia juga dapat membedakan antara kemauannya (seperti berjalan), dan yang bukan kehendaknya (seperti gemetar). Kehendak serta kemampuan seseorang itu akan terjadi dengan masyiah (kehendak) serta qudrah (kemampuan) Allah Subhaanahu Wa Ta'ala, seperti dalam sebuah firman-Nya, yang artinya : ) 82( (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Allah, Robb semesta alam. (QS. At Takwir : 28-29).Karena alam semesta ini seluruhnya milik Allah, maka tidak ada pada miliknya barang sedikitpun yang tidak

diketahui serta tidak dikehendakiNya. Iman kepada takdir ini tidak berarti memberi alasan untuk meninggalkan kewajiban atau untuk mengerjakan maksiat. Kalau itu dibuat alasan, maka alasan itu jelas salah ditinjau dari beberapa segi : 1. Firman Allah, Subhaanahu Wa Ta'ala :

orang-orang yang menyekutukan Tuhan mengatakan : Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun. Demikian juga orang-orang sebelum mereka yang telah mendustakan (para Rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah : adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga kamu dapat mengemukakannya pada Kami? Kamu tidak mengetahui kecuali prasangka belaka dan kamu tidak lain hanya menyangka. (QS. Al Anam : 148) kalau alasan mereka dengan takdir itu dibenarkan, Allah Subhaanahu Wa Ta'ala tentu tidak akan menjatuhkan siksaNya. 2. Firman-Nya: ) (mereka Kami utus) sebagai Rasul-Rasul pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-Rasul itu. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS. An Nisa : 165). Kalau takdir dapat dibuat alasan bagi orang-orang yang salah, Allah Subhaanahu Wa Ta'ala tidak menafikanya dengan diutusnya para Rasul, karena menyalahi sesuatu setelah terutusnya para Rasul

jatuh pada takdir Allah Subhaanahu Wa Ta'ala juga. 3. Hadits yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim, dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : Setiap diri kalian telah ditulis (ditetapkan) temmpatnya di sorga atau di neraka. Ada seorang sahabat bertanya : Mengapa kita tidak tawaakal (pasrah) saja, wahai Rasulullah? beliau mejawab : tidak, berbuatlah karena masing-masing akan dimudahkan. Lalu beliau membaca surat Al lail ayat 4-7 : jadi, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memerintahkan untuk berbuat serta melarang menyerah pada takdir. 4. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala memerintah serta melarang hambahambaNya, namun tidak menuntutnya kecuali yang mampu dikerjakan. Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS. Al Baqarah : 286). Kalau manusia dipaksakan untuk berbuat sesuatu, artinya disuruh mengerjakan sesuatu yang tidak mungkin dikerjakan, maka ini merupakan suatu kesalahan. Oleh karena itu, bila maksiat dilakukan karena kebodohan atau karena lupa, atau karena dipaksa, maka pelakunya tidak berdosa. Mereka dimaafkan Allah.

5. Takdir Allah adalah rahasia yang tersembunyi, tidak dapat diketahui sebelum terjadinya takdir serta kehendak seseorang untuk mengerjakannya terlebih dahulu daripada perbuatannya. Jadi, kehendak seseorang untuk mengerjakan sesuatu itu tidak berdasarkan pada pengetahuannya akan takdir Allah. Pada waktu itu habislah alasannya dengan takdir karena tidak ada alasan bagi seseorang terhadap apa yang tidak diketahuinya. 6. Kita melihat orang yang ingin mendapatkan urusan dunia secara layak, tidak ingin pindah kepada yang tidak layak. Apakah ia beralasan pindahnya dengan takdir? Mengapa ia berpindah dari yang kurang menguntungkan kepada yang menguntungkan dengan alasan takdir? Bukankah keadaan dua hal itu satu? Cobalah perhatikan contoh dibawah ini : Kalau di depan seseorang ada dua jalan. Pertama menuju ke sebuah negeri yang semuanya serba kacau, pembunuhan, perampokan, pembantaian kehormatan, ketakutan, dan kelaparan. Yang kedua menuju ke sebuah negeri yang semuanya serba teratur, keamanan yang terkendali, kesejahteraan yang melimpah ruah, jiwa, kehormatan, dan harta benda dihormati, jalan mana yang akan ia tempuh? Ia pasti akan menempuh jalan yang kedua yang menuju ke sebuah negeri yang teratur serta aman. Tidak mungkin orang yang berakal menempuh jalan yang menuju ke sebuah negeri yang kacau serta menakutkan dengan alasan takdir. Mengapa dalam urusan akhirat ia menempuh jalan yang menuju ke neraka bukan jalan yang menuju surga dengan beralasan takdir? 7. Orang yang meninggalkan kewajiban serta melanggar kemaksiatan dengan alasan takdir itu seandainya dianiaya oleh

seseorang, dirampas hartanya dan dirusak kehormatannya dengan beralasan pada takdir dan mengatakan : Anda jangan menyalahkan saya, karena kelaliman saya ini adalah takdir Allah, alasannya itu tidak akan diterima. Bagaimana seseorang tidak mau menerima alasan orang lain dengan takdir dalam penganiayaannya terhadap orang lain, lalu ia sendiri beralasan dengan takdir terhadap kelalimannya pada hak Allah Subhaanahu Wa Ta'ala ? Diriwayatkan bahwa Amirul Mukminin Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu menerima seorang pencuri yang berhak dipotong tangannya. Beliau memerintahkan agar dipotong tangannya. Pencuri berkata : tunggu dulu, Amirul Mukminin, aku mencuri ini hanya karena takdir Allah. Umar pun tidak kalah menjawab : demikian kami potong tanganmu hanya karena takdir Allah Subhaanahu Wa Ta'ala . Syubhat para pengingkar takdir : Dengan pemaparan di atas maka jelaslah kewajiban beriman kepada takdir, namun terdapat syubhat yang ditiupkan oleh kaum Mutazilah tentang takdir ini yang dipelopori oleh Mabad Al-Juhany di kota Bashrah bahwa urusan ini adalah urusan baru tidak pernah ditakdirkan oleh Allah dan tidak diketahui Allah kecuali telah terjadi, namun sebelumnya tidak diketahui. Pemikiran ini mungkin muncul karena pada banyak ayat dalam Al-Quran tidak disebutkan Iman kepada takdir dalam rukunrukun Iman : *Syubhat I : Qs 4 :136 Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada RasulNya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu

telah sesat sejauh-jauhnya. Pada akhir ayat menyebutkan 5 rukun Iman * Syubhat II Qs.2 :177 Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitabkitab, nabi-nabi Kembali Allah menyebutkan hanya 5 rukun Iman. Maka Jawaban kita : 1. Ahlussunnah wal Jamah mengatakan bahwa kita diperintahkan untuk beriman kepada Al- Quran secara kesuluruhan tanpa membagi-baginya, dalam QS Al Baqarah :85 Allah Subhaanahu Wa Ta'ala mengancam orang-orang yang hanya mengimani sebagian dan mengkafiri sebagian Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. Pada akhir ayat ini disebutkan bahwa orang yang mengkafiri sebagian ayat dari Al Quran pada hakekatnya ia mengkafiri seluruh Al-Quran. Penjelasan bahwa semua yang terjadi atas takdir Allah di mana Allah berfirman dalam QS 54:49 : 49 Sesungguhnya Kami menciptakan tiap-tiap sesuatu menurut takdir (yang telah ditentukan).Qs 57 :22 : 22 Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)

pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. 2. Walaupun Allah tidak menyebutkan Iman kepada takdir bersama-sama dengan rukun iman yang lain namun dalam banyak hadits shohih menyebutkan iman kepada takdir sebagai salah satu rukun iman dan inilah hadits pokok yang menerangkan hal itu.. Dan Allah menyuruh kita untuk mengikuti Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (Lihat : QS. 59:7 dan 3:31) Hal ini menunjukkan bahwa As-sunnah itu adalah penjelas dari AlQuran bahkan kadang melengkapi atau menyebutkan apa yang belum disebutkan oleh Al-Quran. Jika kaum Mutazilah menolak hadits yang jelas ini dengan dalih hadits ini hadits ahad, maka pada dasarnya penolakan tersebut tidak beralasan karena kenyataannya hadits ini mutawatir karena telah diriwayatkan oleh minimal delapan orang sahabat yaitu Abu Hurairah, Umar, Abu Dzar, Anas, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu Amir Al Asy'ari dan Jarir Al Bajali Radhiyallahu 'Anhum [1] : : Ihsan Hadits ini menunjukkan keutamaan ihsan dan menjelaskan bahwa kadang seseorang telah sampai pada tingkat mumin tetapi belum sampai ke tingkat muhsin. Orang muhsin adalah orang yang benarbenar dekat kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'ala , penuh muroqabah dan khusyuk dan hal ini tidak didapatkan oleh setiap mukmin, sebagaimana tingkat mukmin tidak semua dicapai setiap muslim. Seorang yang ingin mencapai derajat muhsin harus memantapkan ibadah, menjaga hak-hak Allah dan selalu merasa diawasi oleh-Nya, mengingat keagungan dan kemuliaan Allah ketika ibadah. Jadi seorang dalam Ad Dien ini mengalami 3 fase, yakni seorang muslim kemudian mukmin lalu tertinggi adalah muhsin. Kata ihsan telah disebutkan di beberapa tempat dalam Al Quran ; kadang beriring dengan kata iman, kadang dengan islam dan

kadang dengan takwa atau amal. Contoh penggunaan ihsan yang beriringan dengan iman : Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan (nya) dengan ihsan. (QS. Al Kahfi : 30) Ihsan yang beriringan dengan Islam : (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat ihsan (kebajikan), maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al Baqarah : 112) Kata ihsan yang beriringan dengan kata taqwa : Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan (kebaikan.) (QS. An Nahl :128) Kadang kata ihsan disebutkan bersendiri , sebagaimana dalam firman-Nya : Bagi orang-orang yang berbuat ihsan, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. ) QS. Yunus:32) Dalam shohih Muslim disebutkan tafsiran kata ((" dan tambahannya." Yaitu melihat wajah Allah Subhaanahu Wa Ta'ala di dalam surga. Hal tersebut sangat sesuai dijadikan balasan bagi pelaku ihsan karena seorang yang ihsan beribadah kepada Rabbnya di dunia ini dengan menghadirkan dan memunculkan perasaan diawasi , seakan-akan dia melihat-Nya dengan hatinya dan melihat-Nya pada saat sedang beribadah karena itu maka balasan atas perbuatan tersebut dan kesabarannya dia benarbenar dapat melihat Allah Subhaanahu Wa Ta'ala di akhirat dengan mata kepala mereka[2]Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menafsirkan ihsan sebagai :Hendaknya engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka

sesungguhnya Dia melihatmu, dalam hadits ini beliau mengisyaratkan bahwa seorang hamba yang beribadah kepada Allah dengan cara ihsan senantiasa merasakan kedekatan Nya, bahwa dia dihadapannya seakan-akan dia melihatNya dan hal ini akan memunculkan rasa khusyu', takut, segan dan mengagungkanNya serta mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memperbaiki dan menyempurnakannya. : : . . .Wahai Muhammad, Beritahukan aku tentang Hari Kiamat (AsSaah) .Beliau menjawab: Tidaklah yang ditanya lebih mengetahui dari yang bertanya. . . Makna As-saah Secara bahasa (As-saah) memiliki beberapa pengertian : - waktu secara umum - durasi waktu selama 60 menit. - Alat yang menunjukkan waktu Secara istilah adalah hari kiamat. Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ditanya tentang hari kiamat maka beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjawab dengan perkataan Tidaklah yang ditanya lebih mengetahui dari yang bertanya. . . Maksud perkataan ini adalah bahwa beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak tahu sebagaimana penanya juga tidak tahu. Beberapa faidah dari potongan hadits ini : o Hari kiamat adalah salah satu masalah yang ghaib yang tidak ada yang tahu kecuali Allah Subhaanahu Wa Ta'ala. Hari kiamat termasuk kunci ghaib yang disebutkan oleh Allah Subhaanahu Wa Ta'ala dalam firman-Nya,artinya: Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh

Mahfuzh) (QS. Al An'am:59) Dalam surah lain ditegaskan lagi mengenai kunci ghaib yakni sebagaimana dalam QS. 31:34 34: . Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Maka kunci ghaib ada 5 yaitu: 1) Hari kiamat 2) Janin yang ada dalam rahim 3) Yang dilakukan besok 4) Kapan turun hujan 5) Di mana seseorang akan mati Jika ada atsar yang menyebutkan secara persis waktu hari kiamat maka atsar itu tertolak dan barangsiapa yang mengaku mengetahui kapan kiamat maka orang itu pendusta o Menunjukkan hendaknya seorang alim ketika ditanya tentang sesuatu yang tidak diketahui jawabannya maka hendaknya menegaskan bahwa ia tidak tahu. Apa yang dikatakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bahwa beliau sendiri juga tidak tahu tentang sesuatu yang memang tidak diketahui (ghoib) juga dikatakan oleh hamba-hamba Allah yang sholih yakni malaikat ) 13( Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!" Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa

yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS.Al Baqarah:31-32) Demikian pula para sahabat dan diwarisi pula oleh para as salaf ash-sholih : Al Bara bin Azib Radhiyallahu 'Anhu menceritakan: Saya sudah melihat 300 ahlul Badar tidaklah salah seorang diantara mereka ditanya melainkan mengharap cukuplah saudara mereka yang berfatwa.[3] Abdurrahman bin Abi Laila seorang tabi'in yang muliamenuturkan: Sungguh saya telah bertemu 120 sahabat Anshar di mesjid ini (mesjid Nabawi), tidaklah seorang di antara mereka ketika menyebutkan sebuah hadits melainkan dia berharap cukup saudaranya saja yang menyebutkannya dan tidaklah seorang di antara mereka dimintai fatwa (ditanya sesuatu) melainkan dia berharap cukup saudaranya saja yang berfatwa(menjawab)" Dalam sebagian riwayat disebutkan : "...salah seorang diantara mereka ditanya suatu masalah lalu dia melemparkan pertanyaan tersebut kepada saudaranya dan demikian seterusnya hingga kembali kepada orang yang pertama kali ditanya [4] Sufyan Ats-Tsauri menyatakan: Barangsiapa yang suka ditanya maka sebenarnya ia tidak pantas untuk ditanya. Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu menyatakan : Sesungguhnya orang yang berfatwa kepada manusia dalam semua masalah yang ditanyakan maka dia seorang yang majnun(gila).[5] Amirul muminin dalam hadits yakni Imam Malik pernah didatangi utusan yang datang dari jauh lalu berkata kepada beliau : "Wahai Abu Abdillah, aku datang dari sebuah tempat yang jaraknya 6 bulan perjalanan, saya diutus oleh penduduk negeriku untuk bertanya kepadamu suatu masalah" Beliau berkata: "Silakan bertanya" Maka orang itu bertanya suatu masalah namun dijawab oleh Imam Malik dengan: Saya tidak (mengetahuinya) dengan

baik. Penanya tersebut terdiam, karena seakan-akan dia telah duduk di hadapan seorang yang mengetahui segala masalah, lalu dia berkata: "Apa yang harus saya katakan kepada penduduk negeriku jika saya pulang menemui mereka?" Imam Malik berkata : "Kamu katakan kepada mereka bahwa Malik menjawab: Saya tidak menguasai masalah itu dengan baik.[6] Bahkan salah seorang rekan dan murid beliau yaitu Ibnu Wahab mengatakan : "Seandainya kami menulis dari Malik perkataan beliau "saya tidak tahu" tentu kami akan memenuhi buku-buku kami (dengan perkataan tersebut)"[7] o Jangan berfatwa tanpa ilmu dan bukanlah suatu kelemahan dan penghinaan bagi seseorang jika ia tidak menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya ketika ia tidak mengetahui jawabannya bahkan menunjukkan kemuliaan dan keutamaan dirinya yang mengetahui kadar kemampuannya serta mengetahui hakekat dirinya. Perkataan tanpa ilmu merupakan salah satu dosa bahkan dosa yang besar bahkan dapat menjadikan diri kita sebagai tandingan bagi Allah Subhaanahu Wa Ta'ala . Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al A'raaf :33) Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah berkata tentang ayat ini : "Allah mengurutkan hal-hal yang diharamkan menjadi empat tingkatan dimulai dengan yang teringan yaitu al fawahisy (perbuatan yang keji), kemudian kedua yang lebih keras pengharamannya yaitu al itsm dan azh zhulm (perbuatan dosa dan melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar), kemudian ketiga yang lebih keras

pengharamannya dari keduanya yaitu syirik kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'ala kemudian keempat dosa yang terbesar dari semua yang telah disebutkan tadi yaitu berkata atas nama Allah tanpa ilmu pengetahuan" [8] Syetanlah yang banyak menjatuhkan manusia sehingga berani untuk berbicara tanpa ilmu pengetahuan , Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman : Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. (QS. Al Baqarah :169) Imam Thahawi berkata: Kami -Ahlussunnah wal Jamaahberkata Allahu alam terhadap hal-hal yang masih kabur ilmunya terhadap kami [9] Imam Syabii (Tabiin Kabiir) berkata: Perkataan 'Laa Adrii (saya tidak tahu) adalah sebagian dari ilmu.[10] Sebenarnya dalam hal ilmu maka seseorang tidak terlepas dari salah satu dari hal berikut 1) Orang yang tahu dan dirinya tahu bahwa ia tahu, orang ini adalah alim 2) Orang yang tahu tapi tidak tahu bahwa dirinya tahu. Orang ini adalah orang lalai dan perlu diingatkan 3) Orang yang tidak tahu dan dia tahu bahwa dirinya tidak tahu. Orang ini bodoh maka ajarilah dia. 4) Orang yang tidak tahu dan ia tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu. Orang ini jahil murokkab (berlipat ganda) maka ini yang berbahaya, jauhilah dia. Maka jawaban kita ketika ditanya tentang sesuatu yang tidak kita ketahui adalah : -- Saya tidak tahu ( ,) atau sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam kepada Jibril : "Tidaklah yang ditanya lebih tahu dari yang bertanya" () --Wallahu alam

: "Berkata : Beritahukanlah aku tentang tanda-tandanya! Rasulullah bersabda :seorang budak melahirkan tuannya, Tanda-tanda hari kiamat yang ditanyakan kepada beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam , maka dijawab: . . .Budak melahirkan majikannya. . . Ada beberapa pengertiannya menurut para ulama : - nanti kaum muslimin bisa mengalahkan orang kafir sehingga banyak budak, akhirnya terjadilah anak budak Sekembali terjadinya perbudakan dimana ibu melahirkan wanita merdeka karena mengambil status ayahnya yang merdeka. - Atau seorang budak (ibu) dijual lalu dibeli oleh anaknya sendiri - Budak yang melahirkan anak-anak raja - Orang Ajam melahirkan orang Arab - Banyak maksiat terutama durhaka kepada kedua orang tua, anak berlaku seperti majikan dihadapan ibunya sendiri; memerintah, membentak bahkan memukul. Hal ini sekarang telah terjadi dan inilah pembenaran dari apa yang pernah dikatakan Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallohu anhuma: "Tidak terjadi hari kiamat kecuali pada makhluk yang terjelek"(Riwayat Muslim) . . .Kamu melihat orang yang tidak beralas kaki, tidak berpakaian, miskin dan para penggembala domba berlomba-lomba untuk meninggikan bangunan. . . . Disini disebutkan empat sifat orang-orang tersebut : = telanjang kaki = tidak berpakaian = orang-orang miskin = penggembala kambing pengkhususan penyebutan penggembala kambing karena mereka adalah orang yang miskin berbeda dengan pemilik onta diantara mereka ada yang bukan orang miskin/fakir (sehingga mereka masih mungkin untuk meninggikan bangunan)

Faidah dan maksud hadits ini: o Manusia pada akhir zaman berlomba-lomba dalam masalah dunia, hingga orang miskin pun sangat rakus dengan dunia . Dan inilah yang dikhawatirkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam jika melanda ummatnya, sebagaimana dalam hadits : Bukan kemiskinan yang kukhawatirkan atas kalian tetapi yang aku khawatirkan jika dibentangkan kepada kalian dunia ini sebagaimana orang sebelum kalian sehingga kalian berlombalomba terhadap dunia sebagaimana mereka (ummat sebelum kalian) sehingga kalian dibinasakan oleh dunia sebagaimana telah membinasakan ummat sebelum kalian(Muttafaqun alaihi) o Hadits ini mengandung kinayah (kiasan) bukan makna sebenarnya tetapi maksudnya orang yang tidak ahli dalam suatu urusan lalu diamanahkan untuk mengurusnya. Dan inilah yang yang rajih- insya Allah- sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Jika urusan sudah disandarkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kiamat" o Tercelanya orang meninggikan bangunan secara mewah tanpa hajat. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sendiri tidak menyukai bangunan yang ditinggikan tanpa hajat, karena hal tersebut termasuk ( menyianyiakan harta) sebagaimana yang dinukil oleh Imam Ash-Shonani dalam kitabnya Subulussalam.[11] Kedua tanda kiamat yang disebut oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam hadits ini tidaklah bermakna pembatasan, tetapi inilah 2 tanda yang dirasa perlu oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam untuk dijelaskan pada ummatnya sesuai situasi dan kondisi yang ada. Sedangkan tanda-tanda hari kiamat itu sendiri sangat banyak disebutkan dalam hadits-hadits yang lain.

Tanda-tanda hari kiamat ada 2 jenis: 1) Tanda-tanda kiamat kecil (Asyrathus Sa'ah Ash Shughro); yakni telah tampak namun jarak kiamat masih jauh antara lain: diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sebagaimana dalam hadits beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bahwa jarak antara diutusnya beliau dengan hari kiamat seperti jarak 2 jari yakni jari tengah dan telunjuknya, banyaknya wanita daripada laki-laki, ilmu dituntut dari anak kecil (menurut Abdullah bin Mubarak yang dimaksud anak kecil adalah ahlul bidah), banyak perzinahan dll 2) Tanda kiamat besar (Asyrathus Sa'ah Al Kubro), yang jika telah nampak maka jarak hari kiamat telah sangat dekat, antara lain: diutusnya binatang melata, matahari terbit dari sebelah barat. ...kemudian ia pergi.. Ketika Jibril telah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan berbagai pertanyaan maka beliau pergi. Pelajaran dari hadits ini: o Ini menunjukkan secara umum bahwa hendaknya seseorang setelah selesai hajatnya hendaknya segera pulang dan mencari pekerjaan yang lain. Inilah makna firman Allah Subhaanahu Wa Ta'ala pada QS. 94:7 Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan ini dalam semua masalah, termasuk bagi orang yang menghadiri walimah, firman Allah QS. 33:53 ... dan bila kamu selesai makan,keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Bahkan dalam masalah ibadah demikian pula Allah mengingatkan, dalam surah Al Jumuah ayat:10 Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi;dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-

banyak supaya kamu beruntung. Demikian pula dalam hadits, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda: Safar itu adalah bagian dari adzab (siksaan),karena safar itu menghalangi seseorang (dari kebiasaan) makan, minum dan tidurnya. Karena itu kalau salah seorang dari kalian telah selesai dari urusannya hendaknya segera pulang ke keluarganya. (HR.Bukhari dan Muslim) o Inilah hikmah bahwa setiap muslim hendaknya memanfaatkan waktunya dengan baik tidak menghabiskan waktunya untuk hal yang tidak penting dan tidak ditutup dengan hal yang tidak bermanfaat. "Maka saya terdiam dalam waktu yang lama" Pelajaran dari hadits ini: o Adab dari tholibil ilmi untuk bersabar dan tidak mendahului gurunya Ini menunjukkan adab seorang penuntut ilmu ketika ingin bertanya, yakni Umar Radhiyallahu 'Anhu yang sebenarnya ingin bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tentang hal yang barusan mereka alami dimana datang seorang tamu yang tak dikenal yang mengajukan berbagai pertanyaan berikut sikapsikapnya yang dianggap aneh oleh para sahabat, peristiwa yang sangat menakjubkan itu ingin sekali ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam namun mereka tidak bertanya karena adab kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam . Dikatakan dalam sebuah riwayat saya menunggu hingga 3 hari, mereka diam sampai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sendiri menjelaskan Inilah makna firman Allah Subhaanahu Wa Ta'ala QS. 49:1. Wahai orang-orang beriman janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya dan bertaqwalah kepada Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah jangan kamu membuat suatu hukum yang tidak disebutkan dalam Al Quran dan Assunnah dan sebagian mengatakan jangan membuat sesuatu sebelum diizinkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Sehingga para sahabat kadang mengetahui sesuatu dan mau menyebutkan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam namun karena adab kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dia tidak mau menyampaikannya sebagaimana hadits tentang haji wada dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan para sahabatnya. Pada saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bertanya : Hari apa ini?, negeri apa ini?. Semua pertanyaan ini telah jelas jawabannya bahwa saat itu hari jumat tanggal 9 Dzulhijjah dan mereka berada di Arafah dan hal ini telah diketahui oleh para sahabat namun mereka tidak mau mendahului Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Mereka khawatir jika mereka menyebutkan sesuatu yang ternyata akan diganti oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sampai mereka berkata kami khawatir jangan-jangan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ingin mengganti nama hari ini, tanggal dan nama kota Mekkah ini. Mereka tidak ingin mendahului Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam membuat keputusan dan hanya mengatakan Wallahu wa Rasulullah alam.[12] Dan inilah adab para sahabat dan sekaligus para penuntut ilmu kepada gurunya dan tidak mendahului guru dalam arti tidak berbicara yang belum dikatakan oleh gurunya. o Tidak bertanya sesuatu yang dikhawatirkan meyusahkan atau tidak disenangi oleh Syaikh/guru kita. Sebagaimana Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'Anhuma ketika bersama Umar Radhiyallahu 'Anhu dalam sebuah perjalanan pada suatu kali sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang ingin disampaikannya tetapi karena adab kepada gurunya maka beliau sangat berhati-hati dan dipendam karena khawatir menyampaikannya pada moment yang kurang tepat. o Ini menunjukkan kesabaran dalam menuntut ilmu sangat

dituntut. Mungkin dengan kesabaran, ilmu kita menjadi banyak. Kadang tanpa kesabaran ilmu yang bisa diperoleh tidak didapatkan, sebagaimana Nabi Musa Alaihissalam ketika menemani Nabi Khidr Alaihissalam . Disebabkan beliau tidak bersabar sehingga beliau hanya mendapatkan 3 ilmu, seandainya bersabar menurut ulama kita mungkin mendapat ilmu yang lebih banyak. : . . .Wahai Umar tahukah kamu siapakah tadi yang bertanya?. . . Ini memberikan pelajaran bahwa: o Pentingnya berwasiat kepada penuntut ilmu meski tidak diminta terutama yang sangat dibutuhkan. Seperti kisah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ketika berdua dengan Muadz di atas keledai yang bernama 'Ufair, beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bertanya kepada Muadz Radhiyallahu 'Anhu untuk mengajarkan hal tersebut kepadanya tanpa diminta oleh Muadz Radhiyallahu 'Anhu : Wahai Muadz, apakah kamu tahu hak Allah kepada hamba-Nya dan hak hamba kepada Allah? (HR.Bukhari dan Muslim) Juga kisah beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan Muadz ketika beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda: Sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu,wahai Muadz. Muadz pun berkata kepada Rasulullah "Aku pun sangat mencintaimu wahai Rasulullah lalu Rasulullah bersabda kepadanya, "Wahai Muadz , janganlah kamu tinggalkan pada (sebelum mengakhiri) sholatmu untuk berdo'a : "Ya Robbku bantulah aku untuk berdzikir kepadaMu, mensyukuri (nikmat)Mu dan memperbaiki ibadahku kepadaMu [13] : . . .Aku berkata Allahu wa Rasulullah alam. . . Mengenai jawaban ini ada beberapa masalah : 1) Sebagian ulama kita berpendapat bahwa jawaban ini kita

berikan bila pertanyaan mengenai masalah-masalah syariat. Jika masalah duniawi dan ghoib maka cukup kita berkata Allahu alam . 2) Ada juga yang mengatakan Allahu wa rasuuluhu alam dikatakan pada zaman Rasulullah dan setelah wafat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam maka dikatakan Allahu alam 3) Ada juga yang mengatakan kalau Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang bertanya maka dikatakan : Allahu wa Rasuluhu a'lam . Wallahu alam bish shawab. . . . Dan dia adalah Jibril dia datang untuk mengajarkanmu agamamu.. . . Ada beberapa pelajaran yakni : o Salah satu cara untuk mengajari ilmu adalah metode tanya jawab o Bolehnya bertanya sesuatu yang telah diketahui jawabannya untuk mengajarkan kepada orang lain. o Pelajaran lain yang berharga dari akhir hadits ini bahwa hendaknya kita menyeleksi syaikh/guru yang akan kita ambil manfaatnya tidak berprinsip semua majelis ilmu kita hadiri dan setiap faedah akan diambil. Hal ini benar kalau kita mampu menyeleksi dan membedakan antara haq dan bathil namun jika tidak, maka kita kembali kepada hukum asal bahwa kita mengambil ilmu dari orang yang kita yakini kemurnian aqidahnya, dan sekaligus dapat kita ambil manfaatnya dari segala hal. Seseorang yang ingin mencari ilmu memperhatikan syaikhnya/gurunya dan menyeleksi syaikh yang akan dia tempati untuk menuntuit ilmu. Tidak boleh kita bertanya masalah ad-dien ini kepada setiap orang namun hendaknya kepada ahlinya. Sebagaimana perkataan Muhammad bin Sirin rahimahullahu : Sesungguhnya Ilmu adalah bagian dari Ad-dien, maka hendaklah kalian melihat kepada siapa kalian menuntut ilmu.[14]

Dulu orang tidak bertanya tentang sanad (orang-orang yang meriwayatkan hadits) tetapi setelah terjadi fitnah maka (mereka) berkata : sebutkanlah nama rijal (perowi hadits) kamu.[15] Maka terutama jangan menuntut ilmu kepada ahlul bidah. Sebagaimana perkataan beliau bahwa dulu para sahabat dan tabiin ketika menuntut ilmu tidak pernah bertanya masalah sanad, karena semua orang masih berada pada garis ahlissunnah wal jamaah, namun ketika telah tersebar fitnah dan bidah merekapun berhati-hati dan sebelum berilmu mereka bertanya dari manakah kamu mengambil ilmu untuk kemudian meninggalkannya jika orang tersebut dari ahlul bidah. Imam Malik Rahimahullah juga pernah berkata: Sesungguhnya Ilmu adalah bagian dari Ad-dien, maka hendaklah kalian melihat kepada siapa kalian mengambil dien kalian, Sesungguhnya saya telah menemui 70 orang di tiang-tiang mesjid ini (beliau menunjuk mesjid nabawi) yang mengatakan berkata fulan : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda namun saya tidak mengambil sedikitpun hadits dari mereka , padahal sesungguhnya jika seseorang diantara mereka diamanahkan menyimpan sesuatu harta maka niscaya dia amanah namun mereka bukan ahli ilmu"[16] o Menunjukkan hendaknya kita mencari ilmu adalah kepada orang yang lebih afdhol,sebagaimana Jibril (malaikat termulia) yang mengajarkan ilmu kepada shahabat Dalam Al Quran Allah telah mengisyaratkan kepada siapa kita menuntut ilmu dan kepada siapa kita tidak pantas menuntut ilmu. Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaanNya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalikan

dari mengingat kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. ( QS. 18:28) Ibnu Qayyim al Jauziyah Rahimahullah menjelaskan dari ayat ini tentang yang pantas diambil ilmunya dan yang tidak boleh diikuti. Beliau berkata : "Maka jika seorang hamba mau bberqudwah kepada seseorang maka hendaknya dia melihat ; apakah orang tersebut adalah orang yang senantiasa berdzikir atau termasuk orang-orang yang lalai ? Dan apakah yang mengendalikan dirinya hawa nafsu atau wahyu ? Jika hawa nafsu dan dia termasuk orangorang yang lalai serta urusannya melampaui batas maka dia tidak berqudwah kepadanya dan tidak mengikutinya karena orang tersebut akan menggiringnya kepada kehancuran...maka sepantasnya bagi seseorang memperhatikan kepada gurunya, qudwah(panutan) dan orang yang diikutinya, jika dia mendapatkan orang tersebut demikian maka hendaknya dia menjauhkannya dari dirinya , dan jika dia mendapatkannya termasuk orang yang banyak berdzikir kepada Allah dan senantiasa mengikuti sunnah ...maka hendaknya dia berpegangteguh dengan ikatannya" [17]. Jadi hendaknya kita betul-betul menyeleksi syekh (guru) yang akan kita ambil ilmunya. Jika kita mendapati seseorang yang berbicara mengikuti hawa nafsunya menghalalkan apa yang diharamkan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala , meski ilmunya banyak maka tidak pantas kita ambil ilmunya. Inilah yang dipraktekkan oleh para sahabat dan tabiin. Kalau menuntut ilmu mereka perhatikan dulu ibadah, akhlak dan adabnya. Maka kita menuntut ilmu kepada seseorang yang betul-betul melaksanakan ilmunya, bukan orang yang sekedar pandai berbicara, menukil atau memindahkan maklumat yang ia miliki melainkan kepada orang yang bisa kita teladani ilmu dan amaliahnya, adab dan ibadahnya serta orang yang betul-betul bersih masalah aqidahnya. Dan kini banyak yang terjadi orang yang menuntut ilmu kepada ahlul bidah dan meninggalkan ahlusunnah wal jamaah dan inilah tanda dekatnya hari kiamat sebagaimana hadits yang disebutkan oleh Imam Al Laalikaai dalam syarah Ushulu i'tiqad ahlusunnah wal

Jamaah, dan disebutkan oleh Imam Abdullah bin Mubarak Rahimahullah dalam kitabnya Az-Zuhud bahwa diantara tanda hari kiamat ilmu sudah dituntut dari anak kecil Sebagian ulama kita mengatakan yang dimaksud adalah menuntut kepada anak muda yang hanya berbekal semangat lalu juga mau mengajarkan ilmu namun ini makna yang tidak tepat , tapi maksud anak kecil dalam hadits ini menurut Abdullah bin Mubarak Rahimahullah adalah ahlul bidah. o Pentingnya talaqqi (mengambil ilmu lewat guru) karena dengan cara ini selain seseorang akan mendapat ilmu maka dia juga memperoleh adab guru. Ulama kita yang terdahulu bukan sekedar mencari ilmu saja tetapi juga adabnya. Bahkan diantara 5000 orang yang menghadiri majelis Imam Ahmad hanya 500 orang yang menulis (untuk mengambil ilmu beliau) selebihnya hanya mau mengambil adab dan akhlak beliau saja masalah ilmu adalah masalah berikutnya.[18] Inilah fungsi talaqqi menuntut ilmu lewat majelis bukan hanya lewat kitab, sebab dengan buku yang hanya kita ambil hanya segi ilmu saja dan menukil maklumat yang termuat dalam kitab tersebut. Dan ini kurang jika dibandingkan dari fadhilah menuntut ilmu lewat majelis karena kita juga mendapat manfaat adab dan akhlak dari yang memberikan ilmu. Maka hendaknya kita melaksanakan ilmu, sehingga ilmu yang kita ambil adalah ilmu yang hidup yang dapat mengubah adab dan akhlak kita. Sebagaimana kata Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tentang wali-wali Allah: Ketika dilihat kita mengingat Allah . (HR. At-Tirmidzy) Maksudnya bahwa jika kita memperhatikannya maka kita akan termotivasi unutuk banyak mengingat Allah Subhaanahu Wa Ta'ala dan beribadah kepada-Nya. Sehingga ada yang mengatakan melihat wajah Imam Ahmad lebih afdhal dari beribadah 1000 tahun meski perkataan ini ada kesan terlalu berlebihan (ghuluw) namun sebagian mengatakan bahwa maknanya dengan mengambil manfaat dari adab dan akhlak Imam Ahmad seorang termotivasi

untuk banyak beribadah kepada Allah TAKHRIJ HADITS Hadits ini hadits shohih dikeluarkan oleh Imam Muslim dari Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu Imam-imam yang lain meriwayatkan hadits ini diantaranya: 1. Imam An-Nasaai dalam As-Sunan 2. Imam Ibnu Majah dalam As-Sunan nomor 4034 3. Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad 4. Abu Dawud di As-Sunan 5. At Tirmidzi di As-Sunan 6. Al Ajurri di kitabnya Asy Syariah 7. Ibnu Hibban di kitabnya Ash Shohih, Dan diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sanad sahabat Abu Hurairah dengan redaksi yang sedikit berbeda.

[1] Lihat : Qathful Azhar Al Mutanatsiroh Fii Al Akhbar Al Mutawatiroh (hal 43) [2] Jami' Al Ulum wal Hikam (1:126) [3] Al Faqih wa Al Mutafaqqih (2:349 no. 1076) [4] Diriwayatkan oleh Imam Darimi dalam Sunannya (1:56-57 no. 135), Al Khathib Al Baghdadi dalam Al Faqih wa Al Mutafaqqih (2:23 no. 640), Abu Khaitsamah dalam Kitab Al 'Ilm (no. 21), Ibnu Abdil Barr dalam Jami' Bayanil 'Ilm (2:1121 no. 2201) dan Muhammad bin Sa'ad dalam Ath Thobaqat Al Kubro (6:110) [5] Sunan Ad Darimi (1:66 no. 174), Jami' Bayanil 'Ilm (2:843 no. 159)

[6] Jami' Bayanil 'Ilm (2:838 no. 1573) [7] Jami' Bayanil 'Ilm (2:839 no. 1576) [8] I'lamul Muwaqqi'in (1:70) [9] Lihat : Syarah Al Aqidah Ath Thohawiyah (2 : 548) [10] Sunan Ad Darimi (1:67 no. 184) [11] Subulus Salam (4:317) [12] Atsar ini disebutkan oleh sebagian ahli tafsir dalam menjelaskan ayat pertama dari surat Al Hujurat tadi [13] Shohih Sunan Nasa'I, 1236, hal yang sama juga pernah terjadi pada Ibnu Abbas t sebagaimana yang insya Allah- akan dijelaskan dalam hadits yang ke-19 [14] Muqaddimah Shohih Muslim (1:44) [15] Ibid [16] Al Faqih wal Al Mutafaqqih (1:195 no. 851) [17] Al Wabil Ash Shoyyib ) 82-83) [18] Siyar A'lam An Nubala Terakhir Diperbarui ( Rabu, 22 Pebruari 2006 ) Dibaca 296 kali Syarah

Hadits Ke-3 Arbain Ditulis oleh Administrator Jumat, 12 Mei 2006 Syarah Hadits Ke-3 Arbain Berikut ini kami tampilkan penjelasan hadits Ke-3 dari Arbain :

: : : 3. Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Umar bin Khaththab radhiyallahu anhuma telah berkata : Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sabda : Islam dibangun atas 5 dasar : (1) Bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, (2) Mendirikan shalat, (3) Mengeluarkan zakat, (4) Mengerjakan haji ke Baitullah, dan (5) Puasa pada bulan Ramadhan. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim SAHABAT PEROWI HADITS Hadits ini dari Abu Abdurrahman yaitu kuniyah dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'Anhuma dilahirkan dua tahun setelah diutusnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam adalah shahabat Rasulullah yang sejak kecil sudah mengenal Islam, yaitu sebelum baligh bersamaan dengan keislaman bapaknya Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu kemudian berhijrah bersama ibu dan bapaknya

dalam usia 11 tahun. Sejak usia dini yakni usia 14 tahun ia sudah berkeinginan mengikuti Perang Uhud bahkan sebelumnya perang Badar, akan tetapi belum dibolehkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam untuk mengikutinya. Setelah usianya mencapai 15 tahun, baru dibolehkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam untuk ikut perang, yaitu perang Khandaq. Dari sini sebagian Ulama berdalilkan bahwa umur baligh pada usia 15 tahun. Dan beliau tidak pernah ketinggalan Ghozwah maupun Sariyah (Perang kecil yang tidak diikuti oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ). Sosok Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'Anhuma adalah : - Terkenal sebagai sahabat yang rajin beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'ala sejak kecil. Dalam riwayat Muslim, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pernah bersabda: Sebaik baik laki-laki adalah Abdullah (bin Umar), seandainya ia sering sholat malam dan banyak melakukannya Maka semenjak itu, sampai beliau- Radhiyallahu 'Anhuma meninggal dunia tidak pernah meninggalkan qiyamullail baik dalam keadaan mukim maupun musafir. Beliau selalu melakukan sholat, membaca Al-Quran dan banyak berdzikir menyebut nama Allah Subhaanahu Wa Ta'ala - Beliau termasuk 7 shahabat nabi yang merupakan periwayat hadits yang terbanyak setelah Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu dengan jumlah musnad Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'Anhuma

sebanyak 2630. Kelima sahabat lain yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu Aisyah Radhiyallahu 'Anha Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'Anhuma Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'Anhu Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu

- Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'Anhuma adalah orang yang bersemangat dalam melaksanakan sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, bahkan tidak ada yang dilakukan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam kecuali beliau pun akan melakukannya baik untuk sesuatu yang masuk akal maupun yang tidak diketahui hikmahnya. Bahkan pernah beliau istirahat di bawah pohon di dekat Madinah dengan berdalilkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pernah tidur di situ. Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Bazzar dengan sanad yang baik/hasan. Padahal tidurnya Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam di bawah pohon tersebut tidak termasuk sunnah yang harus diikuti namun demikianlah Abdullah bin Umar radhiyallohu anhuma begitu semangatnya dalam melaksanakan semua hal-hal yang pernah dilakukan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sebagai bentuk kecintaannya kepada beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Sehingga sebagian ulama ketika tidak terdapat hadits yang marfu maka mereka akan kembali melihat perbuatan Abdullah bin Umar radhiyallohu anhuma untuk kemudian berdalilkan dan menjadikan beliau sebagai hujjah Misalnya dalam sholat Jenazah tidak disebutkan secara tegas dalam hadits-hadits marfu' tentang angkat tangan pada setiap takbir namun Abdullah bin Umar radhiyallohu anhuma pernah mengerjakan sholat jenazah dengan mengangkat tangannya, karena beliau adalah sosok sahabat yang selalu menegakkan

sunnah maka kemudian para ulama bersandar kepada perbuatan beliau sehingga mensyariatkan mengangkat tangan pada takbir sholat Jenazah. Demikian pula masalah mengangkat tangan dalam sholat Ied pada saat takbir 7 kali di rakaat pertama dan 5 kali di rakaat kedua tidak didapatkan hadits Rasulullah namun kembali para ulama berdalilkan dengan perbuatan Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'Anhuma. Beliau wafat tahun 73 Hijriyah. SYARAH HADITS Dalam hadits ini disebutkan bahwa Dari Abu Abdurrahman Abdillah bin Umar bin Khaththab telah berkata : Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda . . . Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'Anhuma mendengar langsung dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam maka ini menunjukkan keutamaan beliau sebagaimana sahabat-sahabat yang lain. Sebagian mempertanyakan mengapa hadits ini disebutkan lagi oleh Imam Nawawi Rahimahullah padahal sudah ada disebutkan di hadits ke-2. Dijawab oleh sebagian ulama bahwa walaupun kandungan hadits ini sudah ada di H-2 Arbain An-Nawawi , namun ada tambahan faedahnya antara lain : 1. Permisalan Islam sebagai sebuah bangunan. 2. hadits ini menegaskan bahwa kelima hal tersebut adalah rukun (penegak/tiang) berbeda dengan hadits ke-2 hanya dikatakan AlIslam adalah ... (pengertian Islam) tanpa menyatakan bahwa semua itu adalah rukun-rukun Islam , karena Islam kadang didefinisikan dengan bagian-bagiannya bukan rukun-rukunnya sebagaimana dalam hadits:

Dari Abdullah bin 'Amr Radhiyallahu 'Anhuma bahwa seorang lakilaki bertanya kepada Nabi : "(Perbuatan apa) yang terbaik dalam Islam ?". Beliau bersabda : "Kamu memberi makan, dan kamu mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal" (HR.Bukhari dan Muslim) Disebutkan: . . Bangunan Islam (dibangun) atas lima . . Ada beberapa permasalahan berkaitan dengan potongan hadits ini : Rukun adalah bentuk mudzakkar (laki-laki); menurut kaidah bahasa Arab bilangan dan yang dibilang (dihitung) itu berlawanan, yakni bila yang dihitung muannats (bentuk perempuan) maka bilangannya harus dalam bentuk mudzakkar. Dan sebagaimana diketahui bahwa adalah mudzakkar maka seharusnya bilangannya muannats, tapi dalam hadits ini disebut , maka dijawab oleh Ulama bahwa taqdirnya (kata benda yang dihitung) adalah : Dan bentuk mufradnya ( muannats) dan maknanya sama dengan rukun. Dalam beberapa ayat dan hadits disebutkan bahwa jihad fisabilillah termasuk amalan yang paling afdhal, bahkan dalam hadits Muadz Radhiyallahu 'Anhu diistilahkan sebagai puncak Islam namun permasalahannya mengapa tidak dimasukkan dalam rukunrukun Islam?.

Ibnu Rajab Al Hanbali mengatakan hal ini disebabkan oleh 2 hal : 1. Hukum asal jihad adalah fardhu kifayah (menurut jumhur ulama) sedangkan yang termasuk rukun Islam adalah hal yang bersifat fardhu ain. 2. Kewajiban jihad meski berlaku hingga kiamat namun ada selang waktu tertentu di mana kewajibannya hilang untuk sementara yakni ketika Islam telah tegak di seluruh muka bumi dan tidak ada lagi dien dan ajaran selainnya, yaitu pada saat turunnya nabi Isa alaihissalam untuk membantu Imam Mahdi dalam melawan Dajjal. Karena jihad adalah upaya untuk menegakkan bendera Islam dan menghancurkan orang-orang kuffar sehingga ketika Islam telah tegak di seluruh penduduk bumi maka jihad tidak diwajibkan lagi jadi tidak berlaku sepanjang zaman. Berbeda dengan kelima rukun Islam tersebut tetap hukumnya wajib kapan dan di mana saja, sejak diutusnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sampai hari Kiamat tanpa ada selang waktu yang menghilangkan kewajibannya. Hadits ini memisalkan Al-Islam dengan bangunan dan tiangtiangnya adalah rukun-rukun Islam, tanpa kelima ini maka tidak tegaklah Islam dalam diri seseorang. Diikhtilafkan jika ditinggalkan salah satu dari rukun-rukun ini apakah statusnya tetap muslim atau kafir. Yang disepakati adalah seseorang tidak dianggap muslim jika orang tersebut tidak mengucapkan syahadat. Sedangkan untuk keempat rukun yang lain tetap diikhtilafkan oleh para ulama. Dalam hadits ini disebutkan lima penegak bangunan Islam dalam diri seorang muslim, yaitu:

(1)"Syahadat (persaksian) bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan Muhammad (adalah) Rasulullah" Di sini menyebutkan persaksian kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'ala dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam . Syahadatain adalah miftah (kunci) untuk masuk Islam dan untuk memasuki surga, tanpa syahadat yang benar seseorang tidak akan masuk ke pintu Islam dan tidak mendapatkan kenikmatan surga karena tidak memiliki pembukanya. Adapun rukun-rukun Islam yang lain merupakan penunjang diibaratkan dengan gigi-gigi kunci, yang mana jika gigi-giginya tidak beres maka walaupun kuncinya ada namun tidak berfungsi dengan baik. Wahb bin Munabbih rahimahullah pernah ditanya : "Bukankah kunci surga adalah kalimat Laa Ilaha Illallah?" Beliau menjawab : "Iya, akan tetapi setiap kunci memiliki gigi-gigi, jika seseorang datang membawa kunci yang gigi-giginya (baik) akan dibukakan baginya (syurga) jika tidak maka tidak dibukakan baginya" Syahadat disebutkan pada awal rukun sebab rukun berikutnya adalah ibadah yang tidak akan diterima kecuali 2 syarat yakni : (1) ikhlas refleksi syahadat mentauhidkan Allah (2) ittiba(mengikuti) Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam refleksi syahadat kedua. E Makna syahadat :

Tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dalam riwayat lain disebutkan :

Beribadah (hanya kepada) Allah dan mengkufuri selainnya (HR Muslim) Di sini ada An-Nafyu (peniadaan) sesembahan dan Al-Itsbat (penetapan) bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Dalam riwayat yang lain disebutkan : Islam dibangun atas 5 dasar : Beriman kepada Allah dan RasulNya.. Rukun Iman kadang masuk ke Rukun Islam karena Rukun Iman yang kedua masuk juga kepada Rukun Islam yaitu adanya syahadat Muhammad Rasulullah. Iman kepada Allah mempunyai banyak dalil antara lain: Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq disembah) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan (tempat tinggalmu. (Qs 47:19 Iman kepada Allah memerlukan 3 hal untuk sahnya : - Mesti diucapkan secara lisan, jika tidak pernah diucapkan maka tidak ada manfaatnya seperti Abu Thalib yang meyakini syahadat tersebut namun tak mau mengucapkannya maka hal ini tidak bermanfaat baginya. - Harus diyakini dalam hati sehingga tidak gunalah imannya orangorang munafik yang hanya mengucapkan dengan lisan tanpa

disertai keyakinan hati - Harus diamalkan. Adapun orang musyrik tahu dan yakin dengan syahadat tersebut namun tidak mengamalkan konsekwensinya, Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekatdekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar( QS. Az Zumar : 3) Mereka menganggap diri mereka kotor dan mengharapkan orangorang sholeh yang telah meninggal menjadi perantara bagi mereka kepada Allah. Maka Allah tidak memberi petunjuk kepada mereka. Syahadat menurut hukum asalnya hanya wajib dilakukan 1 kali namun perlu untuk selalu kita perbarui mengingat banyaknya pembatal-pembatal Islam. Maka dalam syahadat ini ada 2 hal yang perlu diperhatikan yakni : Iman kita kepada Allah adalah mentauhidkan Allah dalam 3 hal yakni Mentauhidkan Allah Subhaanahu Wa Ta'ala dalam Rububiyah-Nya, Uluhiyah-Nya dan Asmawa Sifat- Nya. Iman kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam adalah tauhid mutabaah yakni Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sebagai satu-satunya orang yang pantas diikuti dan diambil perkataan dan perbuatannya

(2) "... menegakkan sholat. . . Dalam Al Quran senantiasa disebut dengan "Iqamatush sholah" (menegakkan shalat) maka yang dituntut dari kita adalah menegakkan sholat bukan sekedar melaksanakannya. Kewajiban Sholat 5 kali sehari semalam dengan menegakkan sesuai rukun dan syaratnya. Jika hal ini kita abaikan maka sholat kita tidak akan dianggap ada. Sebagaimana seseorang pernah diperintahkan untuk mengulangi sholatnya karena tidak thuma'ninah yang merupakan salah satu dari rukun sholat, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Kembalilah untuk mengulangi shalat karena sesungguhnya engkau (belum dianggap) shalat".. Jadi orang yang tidak melaksanakan rukun-rukun shalat tidak shah ibadah shalat yang dikerjakannya, adapun selain rukun atau syarat sholat maka sunnah sholat merupakan penyempurna. Mengenai orang yang meninggalkan sholat maka terdapat ikhtilaf di kalangan para ulama : Jumhur sahabat/salaf diantaranya Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu , Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu 'Anhu, Muadz bin Jabal Radhiyallahu 'Anhu, Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu , Ibnu Masud Radhiyallahu 'Anhu, Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma, Jabir Radhiyallahu 'Anhu, Abu Darda Radhiyallahu 'Anhu dan lain-lain mengatakan bahwa orang yang meninggalkan sholat maka ia telah kafir secara mutlak baik karena mengingkarinya atau karena malas ". Berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam H-29 Arbain An-Nawawi:

... Pokok amal adalah Islam dan tiang-tiangnya adalah sholat... Peringatan : Adapun hadits: Sholat adalah tiang agama barangsiapa meninggalkannya berarti ia telah meruntuhkan dien.. Hadits ini diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Syu'abul Iman dari sahabat Umar Radhiyallahu 'Anhu dan disebutkan oleh Al Gazhali dalam Ihya' beliau namun telah didhoifkan oleh para ulama diantaranya : Imam Al 'Iraqi dalam Al Mughni (Takhrij Al Ihya'), As Sakhawi dalam Maqashidul Hasanah, Asy Syaukani dalam Al Fawaid Al Majmu'ah dan Al Albani dalam Dhoif Al Jami' Abdullah bin Syaqiq (Tabiin) mengabarkan : "Adalah para sahabat Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak memandang suatu amalan jika ditinggalkan mengakibatkan kekufuran kecuali shalat". Ini adalah penegasan tentang kafirnya orang yang meninggalkan sholat Imam Ahmad dan Ishak bin Rahuyah rahimahumallohu telah menjadikan firman Allah dalam QS Al Baqarah:34 Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-

orang yang kafir. Sebagai dalil kafirnya orang yang meninggalkan shalat karena jika tidak sujudnya iblis kepada Adam saja dihukum kafir maka lebih pantas tidak sujud kepada Allah dihukum kafir. Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu menegaskan:

Tidak ada bagian dari Islam sedikitpun bagi orang yang yang meninggalkan sholat. Ini juga pendapat Ali bin A i Thalib Radhiyallahu 'Anhu, Saad bin b Abi Waqqash Radhiyallahu 'Anhu, dan Abu Said Al-Khudry Radhiyallahu 'Anhu , bahkan Imam Ayyub As Sakhtiyani mengatakan : "Meninggalkan shalat adalah kufur hal ini tidak diperselisihkan" Jumhur ulama (jumhur fuqoha dan madzhab) tidak mengkafirkan orang yang meninggalkan sholat berdasarkan dalil umum bahwa syahadat merupakan pelepas api neraka sebagaimana dalam sebuah hadits seseorang meski tidak beramal kebaikan tapi diselamatkan oleh syahadat yang pernah diucapkannya dengan ikhlas kepada Allah. Dan yang lebih dekat dengan kebenaran berdasarkan dalil-dalil yang ada adalah pendapat yang pertama yakni kufurnya orang yang meninggalkan sholat secara mutlak baik karena malas maupun karena menolak kewajibannya. Wallahu Alam (3) ...menunaikan zakat...

Sebelumnya pada hadits ini dikatakan Padahal sebenarnya dari segi kaidah bahasa mashdar adalah , tetapi di sini dihilangkan ta marbuthah.Menurut ahlul lughoh ini adalah untuk mengikuti Yang juga tidak memakai ta marbuthah Menunaikan zakat di sini adalah salah satu rukun Islam, yakni merupakan ibadah yang senantiasa/sering diikutkan dengan sholat dan hal ini menunjukkan keutamaannya. Sebagaimana perkataan para ulama bahwa yang menunjukkan bahwa keutamaan berbakti kepada kedua orang tua adalah suatu ibadah yang paling afdhol, karena sering/senantiasa diikutkan dengan perintah ibadah kepada Allah (tauhid). Baik dalam dalil Quran Qs 17:23, QS 2:83 , Qs 4 : 36, Qs 31:14 maupun pada hadits seperti Ridha Allah terletak pada ridho kedua orang tua. Dengan kaidah yang sama diberlakukan dalam masalah zakat. Bahkan sebagian para ulama mengkafirkan orang yang meninggalkan zakat. Tentang orang yang meninggalkan zakat diikhtilafkan : zakat Jumhur ulama tidak kafirnya orang yang meninggalkan

Sebagian ulama salaf mengkafirkan orang yang meninggalkan zakat dan rukun-rukun Islam lainnya. Sebab zakat adalah salah satu rukun/penegak Islam kapan ia hilang maka robohlah bangunan Islam. Di antara yang berpendapat demikian adalah Nafi' dan Said bin Jubair .

Yang rajih -wallahu alam- adalah tidak kafirnya orang yang meninggalkan zakat tetapi ia harus diperangi berdasarkan hadits Abdullah bin Umar radhiyallohu 'anhuma; dimana pada hadits tersebut digunakan "( " harfu athf) yang menunjukkan semua kalimat yang ada harus diikutkan sebagai syarat untuk tidak diperangi . Inilah yang dilakukan oleh Abu Bakar ketika Ayyamul Riddah yaitu kegoncangan dengan wafatnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ; dimana sebagian kaum muslimin (termasuk diantaranya Umar Radhiyallahu 'Anhu ) pada awalnya tidak membenarkan wafatnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan banyak diantara bangsa Arab yang murtad. Mereka murtad dengan mengatakan kami hanya ikut kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam maka setelah wafat maka kami kembali ke agama kami. Allah menjawab mereka dengan Qs 5: 54. Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. Sebagian ulama diantaranya Hasan Al Bashri mengatakan ayat ini turun kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu 'Anhu ketika sudah banyak orang murtad maka ia tetap tegak memegang kendali pemerintahan Islam dan memerangi orang murtad. Ketika itu kondisi orang yang murtad dari Islam terbagi dua :

- murtad penuh dengan kembali ke agamanya /kafir - menolak sebagian syariat seperti zakat dengan berdalihkan Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. ((Qs 9:103 Mereka mengatakan kami hanya memberi zakat kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Pada mulanya Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhu berkata : Mengapa kita perangi mereka padahal mereka masih Islam dan menegakkan sholat ?. namun Abu Bakar dengan tegas mengatakan : Demi Allah, saya akan terus memerangi orang yang mau membedakan antara sholat dan zakat. Padahal Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah bersabda : Aku disuruh untuk memerangi manusia sampai mereka bertasyahud bahwa Tidak ada ilah yang berhak untuk disembah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah, dan mendirikan sholat, dan mengeluarkan zakat ... Maka zakat mempunyai kedudukan yang tinggi karena orang yang meninggalkannya berhak untuk diperangi baik dia diperangi karena keluar dari agama atau tidak namun karena meninggalkan zakat. Kalau dia menolak kewajiban zakat berarti dia diperangi karena murtad, kalau tidak menolak kewajibannya berarti dia diperangi

namun tidak karena kufur. Beberapa hal yang perlu diketahui mengenai Zakat yakni : Dalam Al Quran zakat muncul dengan berbagai lafazh diantaranya : - Lafazh infaq; lafazh ini kadang datang dengan makna sedekah sunnah dan kadang dengan makna zakat seperti Qs 8:3 (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka Lafazh shadaqah yang bermakna zakat :

Sesungguhnya shadaqah (zakat-zakat itu), hanyalah untuk orangorang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. pada Qs 9 :60 dan juga dalam surah yang sama di ayat yang ke-103.

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qs 9:103)

Faidah : Kata dalam ayat ini adalah makna bahasa dari sholat yang artinya doakan. Di sini kata shalli tidak mengambil makna syari yakni sholat. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa sholat adalah doa. Juga seperti yang disebutkan dalam hadits berikut: Dari Abu Hurairah berkata : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Jika salah seorang diantara kalian diundang maka penuhilah, jika ia berpuasa maka doakanlah dan jika ia tidak berpuasa maka makanlah" (HR. Muslim) Ayat di atas menunjukkan sunnah jika mengambil zakat mendoakan orang yang memberi zakat, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mencontohkan sebagaiman disebutkan dalam sebuah hadits: Dari Abdullah bin Abi Awfa berkata: Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam jika didatangi suatu kaum dengan sedekah/zakat mereka , beliau mendoakan: Allahumma shalli 'ala aali fulaan ! Maka pada suatu hari ayahku datang membawa zakatnya, maka beliau mengatakan: Allahumma shalli 'alaa aali Abi Awfa (HR.Bukhari dan Muslim) . Makna Zakat Secara lughoh (bahasa) : mempunyai 2 makna yaitu Artinya : 1. Sesuatu yang berkembang .

Dinamakan demikian karena orang yang berzakat tidak akan kehilangan uangnya dan tidak akan kehabisan hartanya. Bahkan hartanya akan berkembang baik secara lahir dengan tidak akan

fakir maupun secara maknawi dengan berkembangnya pahalanya di sisi Allah, sebagaimana Qs 2: 261 Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : (Harta tidak berkurang disebabkan sedekah (HR. Muslim" 2. Pembersihan .

Dinamakan demikian karena orang yang mengeluarkan zakat telah membersihkan /membebaskan hartanya dari hal yang diharamkan oleh Allah sekaligus membersihkan hati/dirinya dari kecintaan duniawi yang menghalangi cintanya kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'ala . Allah Subhaanahu Wa Ta'ala . berfirman : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. ((Qs 9 :103 Keutamaan Zakat

Bagi seorang muslim ketika mendapat perintah maka sepantasnya untuk berkata samina wa athana meski mereka belum mengetahui manzilah (kedudukan) dan manfaat dari perintah tersebut. Namun Allah Subhaanahu Wa Ta'ala. dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam juga selalu menggairahkan kita untuk beramal dengan menyebutkan fadhilah sehingga seseorang tidak merasa sia-sia dan mengetahui bahwa ada buah yang diperolehnya dengan mengerjakannya. Adapun beberapa keutamaan zakat adalah : 1. Meraih rahmat Allah . Dalam Qs 9:71

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Fungsi rahmat banyak antara lain : Rahmat Allah memasukkan manusia ke dalam syurga. Sebab pada hakikatnya seseorang masuk ke syurga bukan karena amalannya tetapi karena rahmat Allah. Adapun amalan tadi merupakan salah satu sebab datangnya rahmat Allah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : Tidaklah seseorang dimasukkan ke surga dengan amalannya HR.

Imam Nawawi memberikan judul bab untuk hadits ini : "Bab Seseorang Tidak Masuk Surga dengan Amalannya Melainkan Rahmat Allah Ta'ala" Membebaskan kita dari segala macam khilaf yang ada, Sebagaimana Qs 11:118-119 Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusanNya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi Neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. 2. Mensucikan diri dan harta kita.Qs 9 :103

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Bahayanya seseorang yang Meninggalkan zakat : 1. 2. Berhak untuk diperangi ( H-8 Arbain An-Nawawi) Siksaan yang sangat berat di akhirat kelak ( Qs 9:34)

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada

jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, Meski khitab (sasaran) ayat ini kepada ahlul kitab tetapi ibrah tidak dikhususkan kepada mereka tetapi juga mengenai kaum muslimin ketika melakukan hal yang sama. 3. Termasuk salah satu ciri orang musyrik Qs 41 : 6-7 Katakanlah: "Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan (Nya), (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat. Kini banyak yang tidak memperhatikan masalah zakat harta yang disangka oleh banyak orang kewajibannya hanya pada bulan Ramadhan. Padahal zakat tersebut terlebih dahulu dihitung haul, nishab dan peraturan lainnya. Juga orang-orang menyangka bahwa barang dagang, hewan ternak, dan pertanian tidak dikeluarkan zakatnya karena kejahilan mereka. Masalah zakat ini sering diremehkan karena mereka menganggap hal ini telah diketahui. ..Melaksanakan haji ..."(4 ) Pada kebanyakan hadits yang shohih, shaum Ramadhan didahulukan dari haji. Maka sebagian ulama mengatakan hadits ini riwayatnya keliru. Sebagaimana Ibnu Daqieq Al-Ied katakan dan Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma . sendiri ketika ditanya tentang

riwayat ini. Dalam hadits ini tidak disebutkan kalau mampu sebagaimana pada banyak dalil dari Al-Quran maupun hadits. Pada dasarnya semua ibadah wajib dikerjakan sekemampuan kita sebagaimana QS 64 :16 "Bertaqwalah kepada Allah semampumu Penyebutan haji kebanyakan dikhususkan dengan kalau mampu tidak sebagaimana ibadah-ibadah yang lain. Firman Allah dalam Qs 3:97 mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. Hal ini disebabkan karena ibadah ini menjadi berat dengan terkumpulnya 2 komponen yakni bil maal (dengan harta) dan bil badan (dengan badan). Untuk ibadah yang hanya dengan harta misalnya zakat sedangkan yang hanya dengan badan/jasad seperti sholat dan puasa. Makna Haji Menurut bahasa (Al-Qashdu) artinya menuju Menurut istilah yakni menuju ke baitullah ikhlas karena Allah dengan melaksanakan manasik dengan tatacara yang sesuai sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam

Syarat Haji Dalam Qs 3 :97 tadi ada 2 penegasan yaitu : 1.(Demi Allah) maksudnya penegasan bahwa haji ini adalah kewajiban atas manusia hanya kepada Allah 2. (kalau mampu) kembali ditegaskan kalau mampu karena begitu beratnya haji ini. Kewajiban haji Hal ini diikhtilafkan yakni : wajib yang langsung boleh ditunda-tunda Dan yang rajih -Insya Allah- pendapat yang pertama berdasarkan banyak dalil, di antaranya sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : bersegeralah menuju haji...(HR. Ahmad dari sahabat Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'Anhu ) Kewajiban haji boleh diwakilkan oleh orang dengan syarat ia sendiri telah haji dan pembayaran yang diterima Insya Allah halal. Maka tidak diperbolehkan berhaji dengan niat sekaligus menghajikan orang lain dan dirinya sendiri. (5) ...Berpuasa di Bulan Ramadhan.

Menunjukkan bahwa puasa yang wajib adalah puasa Ramadhan dan tidak ada khilaf di dalamnya. Selainnya adalah puasa yang sunnah kecuali dinadzarkan Dalil Puasa Ramadhon pada Qs 2:183 Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,yang diwajibkan kapada kita sebagaimana diwajibkan kepada orang terdahulu semoga bertakwa. Dalam ayat ini disebutkan bahwa orang terdahulu juga diwajibkan berpuasa, sebenarnya demikian pula syariat sholat dan haji telah ada sebelumnya tetapi dengan tatacara yang berbeda. Haji adalah untuk pengagungan tapi thawaf mereka dahulu beda dan orang kafir Quraisy yang diamanahkan untuk menjaga baitullah namun telah bermaksiat kepada Allah. Allah berfirman Qs 8:34: "Sholat mereka hanyalah bersiul dan bertepuk tangan. Dari ayat ini maka Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah Rahimahullah dalam kitabnya Al-Kalam fii Masalati As-Sama mengatakan haramnya bertepuk tangan dan bersiul karena merupakan bentuk tasyabbuh kepada kaum kafir. Makna Puasa Secara bahasa (menahan)

Secara istilah syari : menahan dari makan, minum

dan berjima sejak terbit hingga terbenamnya matahari Namun dahulu ada syariat orang yang terdahulu yaitu puasa untuk tidak berbicara sebagaimana Nabi Zakariya Alaihissalam dalam Qs 3:41 Berkata Zakariya: "Berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah mengandung)". Allah berfirman: "Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyakbanyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari". Zakariya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda". Tuhan berfirman: "Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakapcakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat". (Qs19:10) Dan puasa seperti ini tidak disyariatkan kepada kaum muslimin dengan kata lain telah mansukh (dihapuskan hukumnya) Maka tidak boleh orang bernadzar 1 hari untuk tidak berbicara karena ini adalah masiat kepada Allah meskipun nampak ada kebaikannya. Berdasarkan hadits riwayat Bukhari dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'Anhuma . :Ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sedang berkhutbah mendadak beliau melihat seorang berdiri, maka beliau bertanya tentang orang tersebut Mereka menJawab: Itu Abu Israil ia nadzar akan berdiri dan tidak akan duduk, dan tidak bernaung, dan tidak berbicara, dan terud berpuasa. Maka Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : Suruhlah ia berbicara duduk, bernaung dan meneruskan puasanya Namun harus kita pahami berbicara pada hal yang baik

sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : ..maka berkatalah yang baik atau diam Sebenarnya puasa yang disyariatkan adalah puasa seluruh anggota badan yakni menahan dari segala maksiat. Sebagaimana hadits dikatakan : Begitu banyak orang yang berpuasa namun yang didapatkannya tidak lain lapar dan haus (Hadits Riwayat Thabrani dalam Mu'jam (Kabir dan dishohihkan oleh Al-Albani Dalam hadits lain : Bukanlah puasa itu (hanya) dari makanan dan minuman , namun sesungguhnya shiyam itu (menahan) dari perkataan yang sia-sia dan keji Penyebutan 3 hal yakni puasa makan, minum dan berjima dengan istri ditekankan karena pada asalnya ketiga hal ini dihalalkan. Namun ketika masuk bulan Ramadhan maka ketiga hal ini diharamkan. Dan tentu saja hal-hal yang pada asalnya haram tentu tetap dalan statusnya haram, bahkan bertambah keras pengharamannya pada bulab Ramadhan atau pada saat berpuasa. Dan hal ini kemudian menjadi syarat diterimanya ibadah puasa.

Manzilah (Kedudukan) Puasa Puasa mempunyai kedekatan dengan sholat dari sisi taqarrub ilallah. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pernah ditanya oleh seseorang tentang ibadah yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'ala . maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menjawab : Hendaklah engkau berpuasa karena puasa tersebut tidak ada yang bisa menyamainya/menandinginya (dalam masalah fadhilahnya) (HR. Nasaai dan Ahmad) Demikian pula para ulama kita ketika ditanyakan tentang ibadah yang dapat mendekatkan diri kita kepada Allah dijawab dengan sholat dan puasa. Kedua ibadah ini adalah amalan sunnah dengan waktu-waktu tertentu. Berbeda dengan zakat tanpa waktu khusus. Begitu banyak sholat sunnah baik Qiyamullail dan sunnat rawatib. Adapun puasa : per tahun seperti puasa Asy-Syuro (9 & 10 muharram) dan puasa Arafah (9 Dzulhijjah) per bulan seperti puasa Ayyamul bidh (13,14,15 bulan Hijriyah) per pekan yakni puasa Senin dan Kamis

- hampir setiap hari yakni sehari berpuasa dan sehari berbuka yang dinamakan puasa Daud dan tidak ada yang lebih afdhol dari puasa ini. Fungsi Puasa

Syarat untuk mencapai taqwa Qs 2:183 Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar ,kamu bertakwa Menghapuskan segala kesalahan Hadits Riwayat Muslim dari sahabat Abu Hurairah Dari Ramadhan yang satu ke Ramadhan yang lain sebagai penghapus dosa diantara keduanya jika ditinggalkan dosa-dosa besar Puasa adalah junnah (perisai) sebagaimana yang disebutkan dalam hadits qudsy dari Abu Hurairah t bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta'ala, berfirman : Perisai terhadap 2 hal yaitu : 1. untuk menahan seseorang dari masuk neraka, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Utsman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu : "Puasa adalah perisai dari neraka sebagaimana perisai salah seorang diantara kalian dari peperangan" (HR. Nasaai, Ibnu Majah dan Ahmad) 1. menahan diri kita dari maksiat Hingga ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengajak pemuda untuk menikah namun jika tidak mampu maka Rasulullah

Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memberikan alternatif puasa. Sebagian ulama menamakannya dengan Shiyam al A'zaab (puasa bagi orang yang belum menikah). Ini juga merupakan dalil dilarangnya istimna karena solusi yang diberikan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bagi orang yang belum sanggup nikah hanyalah puasa bukan yang lainnya, sebagaimana Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman dalam Qs 23 : 5-7 dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Memperbanyak puasa harus tetap menurut sunnah dan diusahakan untuk bertahap sebagaimana jawaban Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ketika ditanya oleh seorang sahabat yang mempunyai keinginan besar untuk berpuasa lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menyarankan terlebih dahulu dengan Ayyamul Bidh, lalu puasa Senin dan Kamis, kemudian Puasa Dawud yang akhirnya orang tersebut ketika berusia tua maka ia menyesal karena tidak mengambil keringanan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam . Sunnah yang telah terbiasa dilakukan ketika ditinggalkan akan menjadikan pelakunya tercela Dalilnya : Sebagaimana Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim :

Dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash berkata : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memeberi tahu pada saya : Hai Abdullah, janganlah kamu seperti si Fulan, tadinya ia suka bangun qiamullail, kemudian meninggalkan qiyamullail .

Hadits Riwayat Bukhari dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu , Sesungguhnya Ad-dien ini mudah, dan tidak ada seorang yang mencoba menyulit-nyulitkan dalam Dien ini melainkan ia akan dikalahkannya Untuk orang yang belum mumayyiz maka puasa ini akan menambah derajatnya di sisi Allah TAKHRIJ HADITS Ulama yang meriwayatkan hadits ini selain Bukhari dan Muslim adalah : 1. 2. 3. 4. 5. Imam Ahmad dalam Musnadnya Imam Humaidy dalam Musnadnya Imam Ibnu Hibban dalam Kitab Shohihnya Imam At-Tirmidzi dalam Sunannya Imam An-Nasai dalam Sunannya

Lihat Shohih At Targhib wa At Tarhib Lihat Zaadul Ma'ad (1:492) Lihat Zaadul Ma'ad (1:427)

Ta'liqaat 'Alal Arbain oleh Asy Syaikh Utsaimin (hal.10) Jami'ul Ulum wal Hikam (1:152) Atsar ini disebutkan oleh Bukhari secara mu'allaq dalam Shohihnya di Bab yang pertama dalam Kitab Al Janaiz; lihat : Fathul Bari (3:141) Lafazh ini disebutkan oleh Bukhari dalam Shohihnya (4515) dari sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhu HR. Bukhari dan Muslim Periksa : Al Mughni (1:98-99 no. 368), Al Maqashidul Hasanah (hal 317), Al Fawaid Al Majmu'ah (hal 44) dan Dho'if Al Jami' (no. 3566) Sunan At Tirmidzi (2622) Lihat : Jami' Al Ulum wa al Hikam (!:149) Diriwayatkan oleh Malik dalam Al Muwaththa (1: 62 no. 51) Lihat : Jami' Al Ulum (1:147) Untuk lebih jelasnya baca : Kitab Ash Sholat wa Hukmu Tarikiha (Imam Ibnul Qayyim) dan Hukmu Tarik Ash Sholat (Syaikh Utsaimin) Lihat At Ta'yin (hal 78) Baca : Jami'ul Ulum wal Hikam (1:147)

Lihat pembahasannya secara rinci pada syarah hadits ke-8 dari Arbain Nawawi Lihat Tafsir Ibnu Katsir pada ayat tersebut

)303 .Minhajul Muslim (hal ) 6002 Terakhir Diperbarui ( Jumat, 12 Mei Dibaca 338 kali < Selanjutnya Sebelumnya > Syarah Hadits Ke4 Arbain Ditulis oleh Administrator 6002 Jumat, 14 Juli Syarah Hadits Ke-4 Arbain :Berikut ini kami lanjutkan penjelasan hadits Arbain : )) (( . Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Masud telah berkata : Telah bersabda dan dia selalu benar dan dibenarkan : Sesungguhnya setiapRasulullah orang diantaramu dikumpulkan penciptaannya di

dalam perut ibunya 40 hari berbentuk nutfah, kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga, kemudian menjadi gumpalan seperti potongan daging selama itu juga, kemudian diutuslah kepadanya malaikat, lalu meniupkan ruh kepadanya dan diperintahkan atasnya (menulis) 4 perkara: (1) ketentuan rezkinya, (2) ketentuan ajalnya, (3) amalnya, (4) ia celaka atau bahagia.Maka demi Allah yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain-Nya, sesungguhnya seseorang diantara kamu melakukan perbuatan ahli syurga sehingga tidak ada diantara dia dan syurga itu kecuali sehasta, maka mendahuluilah atasnya takdir Tuhan, lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka maka ia pun masuk neraka. Dan sesungguhnya seseorang diantara kamu melakukan perbuatan ahli neraka sehingga tidak ada diantara dia dan neraka itu kecuali sehasta, maka mendahuluilah atasnya takdir Tuhan, lalu ia melakukan perbuatan ahli syurga maka ia pun masuk syurga Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. KEUTAMAAN HADITS INI Keutamaan Hadits ini karena membahas bagaimana proses penciptaan manusia dan juga pembahasan Qadha dan Qadar yang merupakan salah satu Rukun Iman yang terpenting dimana tidak sempurna keimanan seseorang tanpa iman kepadanya. Hadits ini juga mengandung faedah-faedah yang lain yang dipetik dan telah dijelaskan oleh para ulama kita BIOGRAFI SAHABAT PERAWI HADITS Nama beliau Abdullah bin Mas'ud bin Ghafil bin Habib Al Hudzali dan kuniyah beliau Abu Abdirrahman. Ibu beliau Ummu Abdi termasuk diantara sahabat Rasulullah shallalllahu 'alaihi wasallam yang perempuan. *Abdullah bin Mas'ud adalah sosok sahabat yang sebelum masuk Islam hanyalah seorang remaja lemah dan miskin, yang menerima upah sebagai penggembala kambing milik Uqbah bin Abi Mu'aith. Namun setelah ia masuk dan ditempa dalam Islam maka beliau

kemudian menjadi seorang yang faqih atau ahli hukum ummat Muhammad shallalllahu 'alaihi wasallam sebagaimana sabda Rasulullah shallalllahu 'alaihi wasallam yang memberi wasiat kepada para sahabat agar menjadikan Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu sebagai pegangan : "Ambillah petunjuk dari petunjuk Ammar dan Ibnu Ummi 'Abdi (Abdullah bin Mas'ud) radhiyallohu 'anhuma" (HR. Ahmad) "Dan berpegang teguhlah kepada petunjuk Ammar dan apa saja yang disampaikan kepada kalian maka benarkanlah" (HR. Ahmad)Ibnu Mas'ud dan beliau tulang punggung para huffazh (penghafal) Al-Qur'an AlKarim, agar mencontohinipun sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah bacaannya, dan mempelajari cara membaca AlQur'an darinya : " Barangsiapa yang suka membaca Al-Qur'an secara tepat sebagaimana diturunkan,hendaklah ia membaca sesuai bacaan Ibnu Ummi 'Abd (Abdullah bin Mas'ud)" (HR. Ibnu Majah) *Beliau merupakan seorang sahabat yang sangat terkenal dari segi ilmu sebagai seorang alim dan dari segi amal beliau dikenal sebagai seorang abid (ahli ibadah) dan seorang mujahid yang tidak pernah absen dalam setiap perjuangan (jihad) di masa Rasulullah, begitupun di masa para khalifah sepeninggal beliau shallalllahu 'alaihi wasallam. *Selain itu beliau juga dikenal dengan keberaniannya sebagai orang pertama yang berani -setelah Rasulullah mengumandangkan Al-Quran meski harus mempertaruhkan nyawa di hadapan kaum Quraisy Makkah. Sebagaimana yang pernah dikisahkan oleh Zubair shallalllahu 'alaihi wasallam . *Sebelum Rasulullah shallalllahu 'alaihi wasallam masuk ke rumah Arqam, Abdullah bin Masud telah beriman kepadanya dan merupakan orang keenam yang masuk Islam dan mengikuti Rasulullah. Dengan demikian ia termasuk Assabiqunal awwalun

(golongan

yang

pertama-tama

masuk

Islam).

*Beliau juga dikenal sebagai sosok sahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah pernahshallalllahu 'alaihi wasallam sehingga Abu Musa Al Asy'ari mengatakan : "Saya telah melihat Rasulullah shallalllahu 'alaihi wasallam dan tidaklah saya melihat kecuali Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu termasuk keluarganya" Beliau khadim (pelayan) Rasulullah yang senantiasa melayani bantal, siwak dan sandal beliau shallalllahu 'alaihi wasallam, Namun kedekatan beliau dengan Rasulullah tidak menambah pada diri beliau kecuali hanya bertambah khusyu' dan tambah baik akhlaknya. *Beliau juga sangat berhati-hati dalm menyampaikan sabda Rasulullah karena begitu takutnya akan lupa, hingga menaruh kata di tempat yang lain sampai-sampai badannya bergetar setiap menyebutkan "Saya dengar Rasulullah menyampaikan hadits dan bersabda *Demikian pula ia terkenal dengan kerasnya menentang bidah. Di antara perkataan beliau yang menunjukkan ketegasan beliau terhadap bidah adalah : Ikutilah Sunnah dan jangan berbuat bidah karena telah dicukupkan bagi kalian dan hendaknya kalian berpegang teguh kepada urusan (orang) yang terdahulu Sederhana dalam mengerjakan sunnah lebih baik dari bersusah payah dalam mengerjakan bid'ah Ketika beliau mendapati orang yang berdzikir memakai batubatuan dengan khusyu beliau mengatakan : Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tetapi ia tidak mendapat kebaikan itu . *Beliau wafat di Medinah (ada yang mengatakan di Kufah) pada tahun 32 H (ada yang mengatakan tahun 33 H.) Syarah Hadits

berkata : Dalam hadits ini Abdullah bin Masud Telah menyampaikan/menceritakan kepada kami Maknanya seperti perkataan : " atau namun kata ini mempunyai kandungan yang lebih kuat. "yang selalu benar dan dibenarkan" Abdullah bin Masud radhiyallahu 'anhu memulai hadits ini dengan sifat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam : yang selalu benar dan dibenarkan karena suatu sebab yang telah dijelaskan oleh ulama hadits kita yaitu karena hal yang akan disebutkan dalam hadits ini berkaitan dengan hal yang ghaib. Olehnya itu perlu didahului untuk menegaskan sifat Rasulullah ( ) Untuk menjelaskan bahwa apa yang disampaikan Rasulullah, walaupun masalah yang ghaib adalah benar adanya. Karena kita ketahui bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam pada asalnya tidak mengetahui yang ghaib kecuali apa yang Allah kabarkan kepadanya. Karena itulah, Abdullah bin Masud menjelaskan bahwa apa yang beliau sebutkan ini adalah suatu yang benar dan telah dibenarkan, sesuai sifat Rasulullah tersebut. Merupakan keyakinan Ahlussunnah wal Jamaah bahwa tidak ada suatu makhlukpun mengetahui yang ghaib kecuali yang telah diberitahukan oleh Allah sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya dalam QS.72 : 26-27 artinya :(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan belakangnya Walaupun dalam hadits ini terkandung pengabaran tentang hal keduniaan (terbentuknya manusia secara biologis) yang mana sebagian orang tidak menerima pengabaran Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam khususnya yang berkenaan dengan masalah keduniaan dengan berdalih pada perkataan Rasulullah :

. Padahal ini tidak boleh diberlakukan secara umum danperkataan Rasulullah hanya dipakai pada kasus yang sesuai dengan kisah dalam hadits tersebut (yatu masalah benih tanaman) dan asalnya kabar Rasulullah harus diterima kecuali bila telah dikoreksi oleh Rasulullah. Di dalam surah Az Zumar : 33 ada isyarat dari Allah tentang sifat Ashshadiqul masduq : Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya mereka itulah orang- orang yang bertaqwa Ayat ini mengandung pujian Allah kepada Abu Bakar radhiyallahu anhu dalam kisah Isra Miraj. Demikian pula di surah An Nisaa : 69, Allah berfirman : Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul.Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para Shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya Disini Allah memuji para Nabi, para Shiddiqin, para syuhada dan Allah mendahulukan shiddiqin daripada syuhada. Para ulama menjelaskan bahwa ayat ini menerangkan kepada kita akan keutamaan sahabat Abu Bakar dibandingkan sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu radhiyallahu anhu anhu. Abu Bakar radhiyallahu anhu adalah penghulu para shiddiqin sedangkan Umar radhiyallahu anhu adalah penghulu para syuhada. Dan di ayat ini Allah menyebutkan shiddiqin lalu syuhada menunjukkan kemuliaan . Abu Bakar lalu Umar bin Khattab Hadits ini membahas tentang penciptaan Bani Adam dan semakna dengan beberapa ayat di dalam Al Quran, diantaranya: Hai Manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur) maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu

dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah pada kedewasaan, dan diantara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui apapun yang dahulu diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah (QS Al Hajj : 5) ...Sesungguhnya setiap orang diantaramu dikumpulkan penciptaannya di dalam rahim ibunya empatpuluh hari berbentuk nutfah... Hal ini berlaku untuk semua Bani Adam (sesuai penjelasan hadits ini), namun dikecualikan untuk Bapak kita Nabi Adam alaihissalam (lihat surah Al Muminun : 17). Kemudian Allah mentashwir (membentuk rupa dan wajah) sekitar empatpuluh hari pula. Dalam Riwayat Muslim disebutkan bahwa tashwir terjadi sesudah lewat nutfah empat puluh dua hari, dan sebagaimana yang diisyaratkan dalam QS. 3 : 6 Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tidak ada Tuhan(yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dari hal ini ada beberapa masalah fiqhiyah yang dikhilafkan oleh para ulama (yaitu status bayi sebelum 120 hari/sebelum ditiupkan ruh) : 1. Bila ia lahir sebelum 120 hari, belum dishalatkan karena belum adanya ruh dan bila lahir setelah 120 hari (4 bulan) dishalatkan (ini pendapat yang rajih). 2. Apakah seorang wanita dapat menggugurkan kandungannya sebelum ditiupkan ruhnya ? - Sebagian ulama mengatakan boleh digugurkan bila kurang dari 120 hari dengan alasan hal ini sama dengan azl (azl adalah

seseorang yang berhubungan dengan istrinya lalu menumpahkan nutfahnya di luar). - Pendapat yang rajih walaupun kurang dari 120 hari dan belum ditiupkan ruh, namun karena Allah telah mentashwirnya dan hal ini tidak sama dengan 'azl sebab nutfah telah masuk ke dalam rahim wanita maka tidak boleh digugurkan. Pendapat ini dipilih oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan ulama-ulama lain. - Adapun bila lebih dari 120 hari, semua ulama bersepakat ketidakbolehannya. ...Kemudian diutuslah kepadanya malaikat lalu meniupkan ruh kepadanya dan diperintahkan atasnya menulis empat perkara :1. Ketentuan rezkinya; 2. Ketentuan ajalnya; 3. Amalnya; 4. Ia celaka atau bahagia... Salah satu tugas malaikat adalah sebagai wakil rahim bagi seorang ibu sebagaimana pada setiap manusia ada dua malaikat yang senantiasa mencatat amalnya maka ada malaikat yang mencatat empat hal pada bayi yang akan lahir. Malaikat ini tidak diketahui namanya (karena tidak dijelaskan dalam hadits) sebagaimana kebanyakan malaikat tidak diketahui namanya dan hanya kita ketahui tugasnya, misalnya malaikat pemikul Arsy, malaikat yang bertasbih di dekat Allah dan lain-lain. Yang kita ketahui namanya hanya beberapa saja (kurang dari 10). Tugas malaikat ini adalah meniupkan ruh, dan masalah ruh ini banyak dikhilafkan dan kita serahkan saja pada Allah sesuai firmanNya Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. 17:85) ... dan diperintahkan atasnya menulis empat perkara ... Hal ini menunjukkan ada empat hal yang dicatat (pada tiap bayi) dan termasuk dalam salah satu jenis kitabah. Al kitabah ini ada beberapa macam, diantaranya ada 5 macam kitabah yang telah

dijelaskan oleh sebagian ulama kita yaitu : 1. Kitabah Ammah (penulisan umum) Yaitu yang tercantum pada Lauh Mahfuzh. Semua yang terjadi di bumi ini sejak pertama hingga akhir yaitu sejak adanya langit dan bumi hingga hari kiamat semua telah tercatat pada Lauh Mahfuzh. 2. Kitabah Hauliyah (penulisan pertahun) Yaitu kitabah yang terjadi pada malam Laulatul Qadr, sebagaimana yang diberitakan dalam QS Ad Dukhan (44):3-4 sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, , pada tiap malam Lailatul Qadr turun malaikat untuk mencatat urusan manusia dalam satu tahun tentang rezki, ajal dan seterusnya. 3. Kitabah firrahim { yang dituliskan pada tiap anak yang akan lahir} sebagaimana yang kita bahas dalam hadits ini. 4. Kitabah untuk penulisan tiap amalan manusia , yaitu tiap manusia didampingi oleh dua malaikat yang mencatat sifat malaikat amalan-amalan kita, (Raqibun Atid/Kiraman katibin tersebut dan bukan namanya) Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. 50:18) Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan. ( QS. 82:10-11) 5. Kitabah hari Jumat, yaitu kitabah yang ditulis malaikat tiap hari Jumat, diriwayatkan : Tiap hari Jumat ada malaikat yang berdiri dipintu masjid dan mencatat setiap orang yang datang lalu ia tuliskan seseorang bagai menyembelih unta, bagaikan menyembelih kambing, kemudian

bagaikan menyembelih ayam dan seterusnya hingga khatib telah menaiki mimbar, maka malaikat menutup buku catatannya. (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Khuzaimah , dll) Kitab yang tidak mungkin berubah adalah kitab yang pertama, sedangkan kitab yang ke-3 ini diikhtilafkan oleh para ulama, apakah akan berubah atau tidak. Yaitu apakah rezki manusia yang dicatat oleh malaikat sebelum dia lahir bisa berubah atau tidak. Sebagian ulama mengatakan tidak dapat berubah lagi dan sebagian mengatakan dapat berubah dengan amalan-amalan tertentu. - Pendapat pertama : mengatakan tidak dapat berubah sama sekali, karena hal itu sudah ditetapkan (telah dicatat) sebelum ia lahir. - Pendapat kedua :mengatakan hal ini dapat berubah jika kita berusaha. Dalam beberapa hadits dapat dipahami bahwa umur dan rezki seseorang dapat berubah jika kita melakukan amalan-amalan tertentu. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sendiri telah mengatakan: Tidak menolak qadar kecuali doa. Dan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah juga bersabda : Barangsiapa yang menyukai diluaskan rezkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah menyambung silaturrahim. (HR.Bukhari) Hadits shahih ini mengisyaratkan umur dapat bertambah dan rezki menjadi lapang dan bertambah bila melakukan hal tersebut, dan bila tidak melakukan amalan tersebut maka umur dan rezkinya tetap (tidak mengalami perubahan) sesuai dengan yang telah dituliskan oleh malaikat ketika ia dalam rahim ibunya. Sebagian ulama menjelaskan bahwa bertambahnya umur dan menjadi luasnya rezki (sesuai yang dikatakan dalam hadits) bukan makna yang hakiki tapi bertambah yang dimaksud bertambah berkah saja, jadi bertambah umurnya berarti bertambah berkah pada umurnya, misalnya umur yang telah ditetapkan baginya di

rahim ibunya adalah 40 tahun bukan berarti ditambah menjadi 60 tahun, namun tetap 40 tahun hanya ditambah berkah pada umurnya tersebut. Di dalam surah Ar Raad : 39 Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh). diisyaratkan bahwa ada catatan yang dihapus dan diganti. Yang telah tetap dan itu adalah catatan yang ditulis dalam Ummu Kitab (Lauh Mahfuzh). Adapun kitabah yang ketiga ini sebagian mengatakan dapat berubah. Wallahu Alam. Adapun Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah beliau cenderung pada pendapat tidak berubah, karena panjangnya umur (yang diungkapkan dalam hadits) mengandung makna akan berkahnya umur, dan makna umur yang berkah adalah umur yang hakiki, karena pada dasarnya orang yang umurnya tidak berkah adalah mayyit dan orang yang beribadah itulah orang yang hidup. Maka jika seseorang beribadah berarti ia dipanjangkan umurnya yaitu ia dapat hidup yang sebenarnya, sebagaimana yang diterangkan dalam QS. Al Anfal : 24. artinya :Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dengan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu dikumpulkan. Berarti orang yang tidak menyambut seruan Allah dan Rasulnya pada hakikatnya ia tidak hidup, dan perintah-perintah Allah itulah yang menghidupkan kita. Jadi ada 4 (empat) hal yang ditetapkan bagi manusia yang akan lahir, diantaranya : 1. Rezki Rezki melalui malaikat, karena itu seseorang telah dicatat oleh Allah seorang muslim harus mempunyai aqidah bahwa rezkinya telah ditetapkan oleh Allah. Dalam sebuah hadits dikatakan :

Tidak meninggal anak cucu Adam sampai ia telah mengambil seluruh rezki yang telah ditetapkan oleh Allah. Artinya ketika seseorang meninggal dunia ia telah mengambil seluruh rezki yang diberikan oleh Allah dan ia telah memanfaatkan semua rezki tersebut. Hendaknya seorang muslim tidak mengkhawatirkan masalah rezkinya. Apalagi seorang kadang takut ikut memperjuangkan Islam ini karena takut masalah rezki. Karena perjuangan Islam ini sepertinya tidak menjanjikan apa-apa dari perhiasan dunia, dan orang-orang yang terjun ke dalamnya akan mendapatkan kehidupan yang tidak layak, bahkan ketika seseorang berjuang di jalan Islam sepertinya rezkinya selalu dihalangi. Aqidah seorang muslim yang benar tidak perlu takut masalah rezki, karena hal tersebut telah diatur oleh Allah. Bahkan bukan hanya manusia yang telah ditanggung oleh Allah, tetapi binatang melatapun telah Allah tetapkan rezkinya dan tidak satu makhlupun kecuali telah ditetapkan rezkinya oleh Allah. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada QS. Hud : 6, Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezki dan Dia mengetahui berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh) Karena itulah seorang muslim tidak boleh khawatir masalah rezki untuk dirinya dan anak keturunanya dan merupakan aqidah yang bathillah apabila seseorang membunuh anaknya karena takut miskin. Ini menunjukkan rusaknya aqidah seseorang dan tidak meyakini janji Allah. Oleh karena itu janganlah seseorang mengira bahwa dialah yang memberi rezki pada anak-anaknya namun Allahlah yang menjamin rezki tersebut. Jangan berfikir bila anak bertambah rezki ita tidak cukup untuk dibagi-bagikan kepada anakanak , tapi kita harus yakin bahwa tiap anak yang lahir maka ada rezkinya tersendiri. Abdullah bin Masud radhiyallahu anhuma menanyakan pada Rasulullah tentang dosa-dosa yang paling besar, lalu Rasulullah bersabda: Kalian mempersekutukan Allah sedang Dia-lah yang menciptakanmu, kemudian kamu membunuh anakmu karena takut ia makan bersamamu, kemudian kamu berzina

dengan istri tetanggamu. (HR. Bukhari & Muslim). Hal ini juga ditegaskan dalam 2 ayat Al Quran, di dalam QS. Al Isro : 31 Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. dan QS Al Anam : 151. Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). Dalam kedua ayat tersebut jelas sekali menerangkan haramnya membunuh anak karena takut miskin, demikian halnya dengan usaha-usaha yang menuju ke arah tersebut, misalnya KB. Maka bila seseorang melakukan program KB karena takut mempunyai anak, karena khawatir tidak cukup rezkinya untuk dibagikan kepada anak-anaknya, maka pemahaman yang seperti ini adalah aqidah bathil, dan usaha-usaha seperti ini hukumnya haram. Dalam QS. Al Isra : 31, artinya :Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin, Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kamu, sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. Dalam QS. Al Anam : 151, Katakanlah : Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu, oleh Tuhanmu, yaitu : janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah kepada Ibu Bapak, dan janganlah

kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yang nampak diantaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). Dalam kedua ayat ini ada penekanan yang berbeda : -- Dalam QS Al Anam : 151 dikatakan : ... Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka... Di ayat ini didahulukan kum (kamu) kemudian hum(mereka), maknanya bila ada seseorang memiliki anak dan anak tersebut telah lahir, tapi karena anaknya terlalu banyak ia menjadi khawatir rezki tersebut dimakan semua oleh anaknya dan ia tiidak mendapat bagian lagi, maka Allah mendahulukan kum lalu hum, agar orang tersebut tidak usah khawatir dirinya tidak mendapat bagian rezki, sebab Allah telah menjamin dirinya lebih dahulu kemudian anak-anaknya. -- Dalam QS. Al Isra : 31 dikatakan : ...Kamilah yang memberi rezki kepada mereka dan juga kamu... Di ayat ini didahulukan (" mereka) kemudian ( kamu), maknanya : bila ada seseorang yang anaknya belum lahir, kemudian ia selalu melakukan usaha-usaha mencegah kelahiran anaknya, misalnya dengan melakukan KB, karena mengkhawatirkan tidak dapat memberi makan anak-anaknya, ia khawatir karena kemiskinannya ia tidak mampu memberi makan pada anak-anaknya, ia takut ia mendapat dosa karena tidak memberi nafkah pada anak-anakanya. Makanya Allah mendahulukan kemudian ,sehingga kamu tidak usah khawatir anak-anakmu tidak mempnyai rezki, karena Allah telah menjaminnya, bahkan Allah terlebih dahulu menjamin rezki mereka kemudian rezki kamu. Sehingga sudah sangat jelas tidak dapat beralasan karena

kemiskinan atau takut miskin ia mencegah kelahiran anaknya karena masing-masing orang telah Allah jamin rezkinya, bahkan telah Allah tuliskan (melalui malaikat) pada tiap anak Adam ketika ia masih berada di dalam kandungan ibunya. Dan ia tidak akan mati sampai ia menghabiskan rezki tersebut. Adapun yang boleh sebagaimana dikatakan oleh ulama kita yaitu bila ada seorang wanita mencegah kelahiran/kehamilannya dengan pertimbangan kesehatan dan keselamatan. Adapun bila ada pertimbangan dari segi pendidikan dan pembinaan/tarbiyah anakanaknya maka hal ini dibolehkan asalkan program tersebut tidak dilakukan untuk selama-lamanya (seterusnya) sebagaimana yang difatwakan oleh ulama-ulama kita. 2. Ajal Ini merupakan aqidah seorang muslim bahwa Allah telah menetapkan dimana ia meninggal dan kapan ia meninggal dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui, karena ini adalah suatu hal yang termasuk sebagaimana yang dikatakan Allah dalam QS. Lukman : 34. Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Dan ajal ini adalah suatu hal yang tidak bisa ditolak, dan ia adalah sesuatu yang tidak dapat ditakhirkan atau dikedepankan. (QS. 7 : 34 / QS. 10 : 49 / QS.16:61). Bagaimanapun seseorang ingin membunuh dirinya, atau menangguhkan ajalnya, hal tersebut tidak dapat terjadi bila hal tersebut tidak dikehendaki oleh Allah. Bila seseorang sedemikian rupa menjauhkan dirinya dari kematian, dan menempati tempat-tempat yang menurut persangkaannya (persangkaan jahiliyah) bahwa tempat tersebut tak dapat dimaasuki oleh malaikat pencabut nyawa, maka hal ini adalah pertanda bahwa oramg tersebut tidak memahami aqidah ini.

Sebagaimana Allah shubhaana wa taala terangkan dalam QS. An Nisa : 78, yang artinya : Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan Ini adalah dari sisi Allah, dan kalau mereka ditimpa seuatu bencana mereka mengatakan : Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad). Katakanlah : Semuanya ini(datang) dari sisi Allah. Maka mengapa orasng-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sediitpun? Aqidah yang benar tentang takdir ini melahirkan satu amalan, seorang muslim tidak akan takut mati, dan ini membuat seorang muslim akan mencari mati yang terbaik, karena untuk menghindari mati adalah sesuatu yang mustahil. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imran : 102, Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenarbenar taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Ini yang pertama harus kita perhatikan : bahwa kita hanya ingin mati dalam keadaan muslim, maka bila seseorang ingin mati dalam keadaan Islam maka ia pun terlebih dahulu harus hidup dalam Islam. Kematian dalam Islam banyak modelnya. Seorang yang mati dalam Islam adalah orang yang mati dalam keadaan mengucapkan syahadat dan sangat banyak kaum muslimin yang mati dalam keadan ini, namun tetap saja tingkatannya berbeda. Yang paling mulia adalah syahadah fi sabilillah dan inilah yang dicari para sahabat, kematian yang senantiasa dicari oleh mereka-mereka yang mengenal hakikat hidup ini dan mengenal hakikat akhirat. Para sahabat adalah kaum yang berjihad fi sabilillah untuk mrncari syahadah ini. Dan yang mereka hadapi adalah kaum yang berqital untuk menghindari kematian. Hal ini ditegaskan oleh Khalid bin Walid ketika menghadapi pasukan musuh, berkata : Kami datang bersama pasukan kami untuk mencari syahadah fi sabilillah. sebagaimana kalian datang untuk mempertahankan hidup kalian.

Orang-orang kuffar berperang untuk mempertahankan hidup mereka, untuk menghindari kematian. Adapun kaum muslimin mencari kematian yang mulia, sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits, diantaranya : bersabda : dari Nabi Dari Anas tidak ada jiwa yang mati di dalam jihad kecuali akan beroleh kebajikan di sisi Allah. Dia (jiwa tersebut) amat menyenangi seandainya dia dapat kembali semula ke dunia, sekalipun ia tidak mendapat apa-apa bahagian terhadap dunia dan isinya kecuali sebagai orang yang mati syahid. Sesungguhnya ia berharap dapat kembali semula ke dunia lalu terbunuh, Hal itu dikarenakan dia melihat/mengetahui kemuliaan syahid. (HR. Bukhari & Muslim) Bahwa kematian yang paling mulia adalah maut fisabilillah disebutkan juga dalam : QS. Al Baqarah : 154 Dan janganlah kamu mengatakan bahwa terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa mereka itu) mati, tetapi (sebenarnya)) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. QS. Ali Imran : 169

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dan mendapat rezki. Sehingga semua sahabat dalam jihad fi sabilillah ketika berangkat ke medan jihad tidak ada lagi pikiran untuk kembali ke kampung halaman. Ubadah bin Shamit mengatakan : Setiap para sahabat senantiasa berdoa kepada Rabbnya pagi dan petang agar mendapatkan syahadah fii sabilillah dan jangan sampai ia dikembalikan kepada negerinya, tempatnya,keluarganya dan anakanaknya, tidak seorangpun mengharapkan apa yang telah dia tinggalkan, setiap kami telah menitipkan keluarga dan anaknya kepada Allah. Kami hanya mencita-citakan apa yang di depan

kami" Sehingga wajar saja kalau diantara mereka ada yang bersedih ketika tidak berhasil mendapatkan kematian yang mulia itu. Dan yang paling sedih adalah qoidul mujahidin Khalid bin Walid yang digelari ( pedang dari pedang-pedang Allah). Ia menangis ketika mau meninggal karena ternyata Allah menakdirkan beliau meninggal di atas ranjangnya. Dan beliau menganggap kematian di atas ranjang adalah kematian seorang wanita, sementara beliau dikenal sebagai seorang sahabat yang selalu berada paling depan karena beliau adalah seorang panglima dan ketika beliau meninggal banyak luka-luka yang berada di tubuh beliau. ini menunjukkan bagaimana beliau selama ini berusaha mendapatkan maut fi sabilillah, namun Allah menakdirkan yang lain. Kita dapat melihat sahabat Khalid bin Walid ini adalah sahabat yang paling banyak melakukan peperangan, dan jihad merupakan profesi yang paling beliau gemari. Dikatakan oleh sebagian ahli siar bahwa beliau ini tidak terkenal sebagai seorang ahli ilmu di kalangan sahabat bahkan dikatakan bahwa beliau tidak menghafal seluruh Al Quran, dan banyak ayat Al Quran yang belum beliau hafal. Namun beliau begitu gemar dalam jihad fisabilillah dan perhatian beliau terhadap jihad begitu besar. Tak satu perangpun yang beliau tinggalkan. Namun beliau tidak meninggal di marokah fi sabilillah, padahal boleh jadi seorang sahabat yang baru pertama kali berjihad sudah mendapatkan maut fisabilillah. Hal ini menunjukkan bahwa kematian itu ditangan Allah, dimana dan kapan kita meninggal cuma Allah Yang Mengetahui. Boleh jadi seseorang meninggal di tempat persembunyiannya, dan boleh jadi orang mencari-cari mati namnn tidak mendapatkan kematian tersebut. Khalid bin Walid ketika menangis karena meninggal dalam keadaan seperti itu namun Rasulullah menghibur dan mengatakan kepada para sahabat bahwa beliau tetap dicatat sebagai meninggal fisabilillah, karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa yang meminta syahadah fisabilillah dengan shidq

(jujur/benar) akan menyampaikan ia ke derajat syahid fisabilillah walaupun ia hanya meninggal di atas tempat tidurnya, (HR. Muslim) Jadi Khalid bin Walid ini sebagaimana yang dikhabarkan bahwa beliau tetap syahid, walaupun syahidnya bukan syahidRasulullah dunia dan akhirat karena syahid itu ada syahid dunia, syahid akhirat dan syahid dunia akhirat. Karena itu hendaknya seorang Muslim bercita-cita untuk meninggal dengan cara yang terbaik, hendaknya ia banyak berdoa kepada Allah shubhaana wa taala agar diberikan taufik kepadanya umtuk mati dalam keadaan muslim, dan yang afdhal lagi bila mati dalam keadaan yang terbaik yaitu syahadah fisabilillah, dan ini suatu hal yang disunnahkan. Adapun yang harus adalah seseorang mesti berjuang untuk memperjuangkan agama ini, sebagaimana hadits : Siapa yang meninggal dan belum pernah berperang dan tidak pernah meniatkan untuk itu, maka matinya adalah dalam salah satu cabang kemunafikan. (HR. Muslim) Karenanya seorang muslim tidak boleh menghindari kematian. Dan tidak boleh ia meninggalkan perintah Allah karena takut akan mati, sebagaimana orang-orang munafik ketika dipanggil untuk berperang mereka saling memandang satu sama lainnya, dengan pandangan yang ketakutan karena takut meninggal (QS. 47 : 20). Dan sebagaimana juga bila mereka dipanggil berjuang, mereka senantiasa beralasan dengan alasan-alasan yang tidak bisa diterima Ad Din ini, alasan kepanasan (QS 9 : 81), tidak ada yang menjaga rumahnya (QS 33 : 13) dan sebagainya. Dan ini juga berlaku bagi seorang dai. Seorang dai harus berani menerima resiko dakwah ini, minimal ia dicela. Mungkin ia diintimidasi, di QS Al bahkan mungkin ia akan dibunuh, sebagaimana firman Allah Anfal : 30 : artinya : Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir memikirkan daya upaya terhadapmu dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu ... Ini resiko seorang dai, apakah ia akan ditangkap, akan dibunuh atau dikeluarkan dari kampungmu. Tidak boleh seorang dai gentar

dengan dakwahnya atau berhenti dari dakwahnya hanya karena ancaman-ancaman seperti ini, bahkan kita tahu bahwa ini adalah risiko perjuangan yang harus kita terima sampai kalau Allah shubhaana menginginkan kita meninggal dalam dakwah fisabilillah. Dan wa taala inilah yang disebutkan dalam QS 33 : 39, (yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allaa, mereka takut kepada-Nya dan mereka tidak takut kepada (seorangpun) selain Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan. Sehingga bila kita melihat perjalanan para Nabi-nabi, mereka adalah dai-dai yang menghadapi resiko kematian. Nabiullah Ibrahim yang sampai beliau dibakar, begitu pula Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sangat banyak kisah hidupnya yang menunjukkan seperti itu, bahkan ada dikalangan Nabi yang meninggal karena dibunuh oleh pengikutnya sendiri. Namun semua ini tidak membuat goyah perjuangan mereka. Berapa banyak orang saat sekarang ini yang begitu semangat dalam dakwah, namun ketika diancam sedikit, atau mendapat sedikit bagian dari dakwahnya atau resiko dari dakwahnya, maka ia langsung mencabut semua kata-katanya (lihat QS 29 : 10). Dan kita semua perlu berhati-hati dengan hal seperti ini. Dan kita berdoa kepada Allah untuk diteguhkan, dan mencintai kematian dan diberi kematian ang terbaik. Mari kita ingat perkataan Syaikhu Islam Ibnu Taymiyah : Apakah yang diinginkan oleh musuh-musuhku terhadapku, karena sesungguhnya syurgaku didadaku, kemana saja saya pergi syurgaku selalu bersamaku tidak pernah meninggalkanku. Bila saya dipenjara, ini merupakan khalwat bagiku, saya diasingkan dari negriku, ini merupakan piknik bagiku. Dan kalau saya dibunuh, ini merupakan syahadah fisabilillah. Inilah semboyan yang senantiasa dipegang oleh seorang dai yang siap meninggal fisabilillah. Inilah manfaat yang benar yang dapat kita petik dari aqidah kita (yang benar) terhadap kematian ini. Bahwasanya Allah telah menetapkan ajal kita sebelum kita lahir.

3. Amal Amal seseorang juga telah ditetapkan oleh Allah shubhaana wa taala. Para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam : Ya Rasulullah apakah amalan-amalan yang kami lakukan untuk sesuatu yang belum ditetapkan ataukah kami menuju kepada apa yang telah ditetapkan ?, Rasulullah menjawab : Kepada sesuatu yang telah ditetapkan. Lalu para sahabat kembali bertanya : Kalau begitu untuk apa kita beramal (kita diam saja) lalu kita menuju apa yang telah Allah shubhaana wa taala tetapkan. Lalu sabda Rasulullah : Beramallah, dan setiap orang dimudahkan dengan apa yang telah ditetapkan baginya. Lalu Rasulullah membaca ayat 5 10 surah Al Lail. Barangsiapa yang bertaqwa dan memang telah ditetapkan baginya, maka Allah akan memudahkan baginya, sebaliknya siapa yang memang telah Allah tetapkan dia akan dipersulit maka ia tidak akan bisa menetapkan apa yang diinginkannya. Seorang muslim hendaknya beramal dan yakin bahwa bagaimanapun amalan yang dia lakukan dan usaha yang mesti kita lakukan secara sungguhsungguh, maka keputusannya di tangan Allah shubhaana wa taala. Olehnya seorang muslim harus banyak berdoa kepada Allah untuk ditetapkan kepadanya kebaikan. Disini juga dijelaskan bahwa kemudahan-kemudahan amal itu datang dari Allah shubhaana wa taala, namun juga perlu diketahui tidak boleh seseorang, bila pada awalnya ia merasa sulit melakukan kebaikan bahkan mungkin telah banyak terjerumus kepada kemaksiatan, lalu mengatakan : Memang telah takdir saya mungkin menjadi orang jahat Namun keyakinan Ahlussunnah wal jamaaah: tidak boleh seorang berhujjah dengan takdir dalam melakukan kemaksiatan. Maksudmya tidak boleh seseorang melakukan kemaksiatan, kemudian berkata memang takdir saya berbuat ini (misalnya berbuat zina) atau mengatakan memang takdir saya mencuri saja. Di zaman Khalifah Umar bin Khattab pernah ditangkap seorang pencuri , lalu pencuri itu akan dipotong tangannya, pencuri

tersebut berkata : Wahai Amirul Mukminin telah menakdirkan sayamengapa anda mau memotong tangan padahal Allah mencuri, ini sudah takdir Allah shubhaana wa taala. Kata Umar radhiyallahu anhu : Kalau begitu Allah juga telah menakdirkan tangan anda dipotong karena mencuri. Jadi dalam kemaksiatan kita tidak boleh berhujjah dengan takdir. Yang boleh berhujjah dengan takdir adalah dalam hal musibahmusibah, misalnya : Kita ditimpa musibah, kematian, kebakaran, dan sebagainya lalu kita mengatakan ini semua datang dari Allah shubhaana wa taala sebagaimana yang difirmankan dalam QS 2 : 156 Orang-orang yang bila ditimpa musibah, berkata sesungguhnya (semua) ini datang dari Allah dan (semua) ini akan kembali kepada Allah Orang yang berhujjah dengan takdir dalam masalah kemaksiatan, maka mereka itu beraqidah dengan aqidahnya orang-orang musyrik. Dalam QS Al Anam : 148 Allah berfirman : Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan : Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak pula kami mengharamkan barang sesuatu apapun. Demikian pulalah orang-orang yang sebelum mereka mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah ; Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga kamu dapat mengemukakannya kepada Kami? Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanya berdusta. Kita wajib berusaha mencapai kebaikan ini dan seorang muslim hendaknya berprasangka baik kepada Allah shubhaana wa taala dan orang-orang yang berprasangka buruk kepada Allah hanyalah orang-orang yang musyrik. Namun berprasangka baik kepada Allah tidaklah seperti yang dikatakan orang-orang Murjiah dengan mengatakan Allah Maha Pemurah dan Allah Maha Mengampuni dosa-dosa, karena itu mereka tidak beramal namun mengharapkan syurga Allah. Hal ini tidak benar. Berprasangka baik kepada Allah

maksudnya kita berprasangka bahwa Allah menginginkan kebaikan pada kita, Allah menakdirkan kepada kita syurga maka kita berusaha untuk meraih syurga itu. 4. Sengsara atau Bahagia Allah telah menetapkan apakah seseorang itu sengsara atau bahagia. Dan hanya ada dua kemungkinan, seseorang akan beruntung atau merugi. Dan kesengsaraan atau kecelakaan hanya ada satu tempatnya yaitu neraka. Demikian pula kebahagiaan hanya ada satu tempatnya yaitu syurga, tidak ada tempat diantara keduanya, tidak ada tempat kesudahan selain syurga dan neraka. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam QS Hud : 105-106, 108: Dikala datang hari itu, tidak ada seorangpun yang berbicara melainkan dengan izin-Nya, maka diantara mereka ada yang celaka dan bahagia. (105)Adapun orang-orang yang celaka maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik napas (merintih) (106)Adapun orang-orang yang berbahagia maka tempatnya di dalam syurga mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki yang lain, sebagai karunia yang tidak ada putusputusnya.(108) Hal ini juga dapat dilihat pada QS. 42:7 Jadi hanya ada dua kemungkinan seorang masuk syurga atau masuk neraka. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya diriwayatkan ketika para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam : Ya Rasulullah apakah amalan-amalan yang kami lakukan untuk sesuatu yang belum ditetapkan ataukah kami menuju kepada apa yang telah ditetapkan ?, Rasulullah menjawab : Kepada sesuatu yang telah ditetapkan. Lalu para sahabat kembali bertanya : Kalau begitu untuk apa kita beramal (kita diam saja) lalu kita menuju apa yang telah Allah shubhaana wa taala tetapkan. Lalu sabda Rasulullah : Beramallah, dan setiap orang dimudahkan dengan apa yang telah ditetapkan baginya.

Hadits ini dilanjutkan dengan : Bagian akhir dari hadits ini diikhtilafkan oleh para ulama, apakah merupakan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau perkataan Abdullah bin Masud. Bila ada perkataan dari perawi dan dimasukkan ke dalam hadits kemudian dianggap sebagai bagian dari hadits tersebut maka oleh ulama kita dinamakan mudraj. Contoh : perkataan Abu Hurairah radhiyallahu anhu tentang wudhu. Beliau mengutip sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam : Artinya : Dari Abi Qathn dari Syababah, dari Syu'bah, dari Muhammad bin Ziyad, dari AbiHurairah, ia berkata : telah bersabda Rasulullah :Sempurnakan lah wudhu", Kecelakaanlah api neraka bagi tumit-tumit yang tidak terkena air wudhu, ia akan dijilat api neraka. (HR. Al-Khathib) Ketika meriwayatkan hadits ini, beliau menyebutkan sebelumnya : artinya Sempurnakanlah wudhu .... Banyak orang yang menganggap . Setelah diteliti lebih lanjut akanperkataan ini adalah sabda Nabi kita dapati bahwa perkataan tersebut adalah perkataan Abu Hurairah radhiyallahu anhu dan bukan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, . Halnamun dimasukkan dalam teks hadits sehingga disangka sabda Nabi ini ditegaskan oleh riwayat Bukhari. Karena omongan Abi Hurairah ada di permulaan matan maka disebut mudraj pada permulaan. Mudraj itu kadang terjadi ketika perawi hadits menafsirkan suatu masalah yang berkaitan dengan hadits tersebut, namun orangorang yang datang setelah itu menganggap sebagai bagian dari sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun yang rajih dalam hadits kita ini bahwa bagian akhir ini juga merupakan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan bukan mudraj dari perkatanan Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu. Wallahu a'lam Demi Allah yang tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersumpah untuk meyakinkan bahwa apa yang dikatakannya ini adalah sesuatu yang sangat benar dan sangat penting. Allah sendiri bersumpah di banyak ayat,

untuk menunjukkan betapa pentingnya masalah yang disampaikan setelah sumpah itu tersebut. Sumpah yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam banyak bentuknya. Kadang beliau bersumpah dengan kata Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, Demi Allah. Banyaknya bentuk sumpah ini tidak jadi masalah selama sumpah itu hanya ditujukan pada Allah shubhaana wa taala. Tetapi kalau bersumpah atas nama selain Allah walaupun atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka itu tidak dibolehkan karena termasuk kesyirikan. Tentang sumpah ini tidaklah disyariatkan untuk diperbanyak, artinya orang tidak boleh terlalu banyak bersumpah. dalam firmannya QS. 5 : 89. Dan hal ini diingatkan oleh Allah Jagalah sumpah-sumpah kalian Ada ulama yang menafsirkan jangan terlalu mudah bersumpah karena ketika kita banyak bersumpah dengan nama Allah itu menunjukkan kurangnya tazhimnya ( mengagungkan ) kepada Allah . Imam Muhammad bin Abdul Wahab rahimahulloh dalam kitab tauhidnya memasukkan masalah ini ke dalam syirik dengan lafazh; beliau menyebutkan ayat ini ke dalam pembahasannya tentang bagaimana mentazhim asma dan sifat-sifat Allah yang beliau beri judul : Bab Maa Jaa Fii Katsratil Halif . Kesimpulannya, kita tidak boleh terlalu banyak bersumpah, namun kalau ada hal-hal yang sangat penting dan perlu ditekankan, maka boleh kita lakukan. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan hal ini karena masalah yang disampaikan adalah masalah yang sangat penting. Sesungguhnya salah seorang diantara kalian mengamalkan amalan ahli syurga sehingga tidak ada jarak yang memisahkan antara dia dan syurga kecuali satu hasta, tepi catatan (ketentuan) Allah telah mendahuluinya, kemudian ia mengamalkan amalan ahli neraka sehingga iapun masuk neraka. Ada salah seorang diantara kalian yang mengamalkan amalan ahli neraka hingga tidak ada jarak yang memisahkan dia dengan neraka, namun ketentuan Allah mendahuluinya iapun melakukan amalan ahli syurga sehingga iapun masuk syurga.

Potongan terakhir hadits ini menunjukkan bahwa seseorang itu tidak mengetahui kesudahannya atau seseorang tidak boleh memastikan bahwa ia akan masuk syurga atau neraka. Kita tidak boleh mengatakan saya ahli syurga atau ahli neraka. Demikian juga dalam menilai orang lain, kita tidak boleh mengatakan bahwa orang itu ahli syurga atau ahli neraka, bagaimanapun amalannya di dunia ini. Kalau kita melihat seseorang sejak kecil sampai tua terusaha beramal dengan amalan shaleh, maka kita tidak boleh memastikan bahwa dia ahli syurga. Demikian juga sebaliknya. Ini semua ada di tangan Allah shubhaana wa taala. Orang yang beramal shaleh tidak boleh terpukau dengan amalan-amalannya, jangan ia menyangka jika sekarang ia beriltizam/komitmen dengan agama ini,maka ia akan diakhiri dengan amalan tersebut. Allah shubhaana wa taala yang lebih mengetahui hal tersebut, karena hati ini berbolak-balik sebagaimana kita dahulu sangat jauh dari Islam, sekarang kita diberi petunjuk dan pemahaman tentang keislaman ini dan beriltizam dengannya bukan tidak mustahil Allah akan mengembalikan kita dalam keadaan awal dahulu. Sehingga kita tidak boleh bangga dengan amalan-amalan kita dan tidak boleh kita yakin bahwa kita akan masuk syurga. Sebaliknya orang-orang yang terjerumus dalam kemaksiatan, tidak boleh mengatakan:" Saya ini memang cocok di neraka, saya ini nampaknya sudah ditetapkan sebagai penghuni neraka". Kita tidak boleh berputus asa dengan rahmat Allah shubhaana wa taala. Allah berfirman dalam QS. 39 : 53, Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. dan pada QS. 12 : 87: .,..dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan

kaum yang kafir".. Hadits ini kadang menimbulkan permasalahan bagi sebagian orang yang mengatakan untuk apa beramal dengan amalan baik sekarang ini, jangan-jangan kesudahan kita nanti adalah beramal dengan amalan ahli neraka. Kita katakan sejak awal bahwa Allah berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah bertaqwa dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan muslim. Kita wajib mati dalam keadaan muslim, dan mati dlam keadaan muslim tidak mungkin diraih kecuali kita hidup dalam keadaan Islam. Orang yang bertaqwa dengan sebenar-benar taqwa akan mati dalam keadaan muslim, yaitu ketika dia menjadikan kehidupannya kehidupan yang Islami. Dalam hadits ini dijelaskan bahwa ada orang yang tidak ikhlas dengan amalannya. Dan ini ditunjukkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam kelihatanBukhari ketika seseorang ikut berjihad bersama Rasulullah begitu bersemangatanya dalam membunuh orang-orang kafir. Para sahabat melihatnya dan melaporkannya kepada Rasulullah , dan beliau mengatakan bahwa ia adalah orang yang ditetapkan masuk neraka. Sahabat heran sehingga terus mempertanyakannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah peperangan berakhir, orang tersebut didapati meninggal dengan senjatanya sendiri. Ternyata ia tidak sabar dalam menanggung luka-luka yang dideritanya, sehingga ia bunuh diri, dan akhirnya sahabat mengetahui kebenaran perkataan Rasuluuh shallallahu 'alaihi wa sallam. Disitulah Rasulullah bersabda : Ada lelaki yang beramal seperti amalan ahli Syurga menurut pandangan manusia sedangkan dia adalah ahli Neraka. Ada juga lelaki yang beramal dengan amalan ahli Nerakamenurut pandangan manusia sedangkan dia adalah ahli Syurga Dalam menyatakan : orang yang beramal denganriwayat Bukhari, Rasululullah amalan ahli syurga menurut apa yang dipandang manusia. Secara zhahir amalannya begitu baik, sebenarnya bukan

amalan yang benar. Ia hanya riya atau mau dipuji, sehingga Allah menetapkan kesudahan yang tidak baik baginya. Dengan demikian kita tidak boleh tertipu dengan amalan manusia yang masih hidup karena boleh jadi kelihatannya baik tetapi tidak ikhlas kepada Allah shubhaana wa taala. Tentang , menurut Syekh Utsaimin sebenarnya bukan maksudnya amalannya banyak sekali sehingga sudah dekat dengan syurga, tetapi yang dimaksud adalah pada saat sudah dekat ajal dia beramal dengan amalan-amalan buruk. Dalam riwayat Bukhari dikatakan : Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung pada akhirnya Jadi apa yang kita usahakan berpuluh-puluh tahun namun disudahi dengan akhir yang tidak baik, maka tidak ada manfaatnya apa yang kita usahakan dahulu. karena itu seorang hendaknya memperhatikan yang akhirnya atau berusaha untuk husnul khatimah. Berkaitan dengan masalah ini banyak kisah-kisah dari Salafushshaleh yang menunjukkan pentingnya untuk menjadikan kehidupan kita sejak awal kehidupan yang Islami. Seorang muhaddits (ulama hadits) yang terkenal di kalangan ahussunnah wal jamaah yaitu Abu Zurah Ar Razi, beliau meninggal pada tahun 264 H. Beliau adalah salah seorang rekan Imam Al Bukhari. Di akhir hayatnya beliau memanggil murid-muridnya untuk membacakan hadits-hadits yang pernah beliau riwayatkan kepada mereka yaitu hadits-hadits yang diriwayatkan sanadnya bersambung kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau ajarkan kepada murid-muridnya secara bersambung pula. Beliau ingin mendengarkan hadits-hadits tersebut karena beliau sangat senang mempelajari hadits-hadits. Mulailah murid-muridnya membacakan hadits-hadits, mulai hadits pertama sampai hadits terakhir dan akhirnya beliau menemui ajalnya pada sebuah hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah yaitu : Siapa yang akhir perkataannya di dunia ini Laa ilaha illallah masuk syurga " Dan beliau meninggal pada saat membaca hadits ini.

Oleh karena itu hendaknya kita membiasakan diri dengan amalanamalan yang baik, mencintai amalan kebaikan, sehingga pada saat kita membutuhkan pertolongan, Allah shubhaana wa taala akan menyelamatkan kita. Kalau kebiasaaan kita dalam hidup ini adalah amalan-amalan yang buruk, maka kita akan dihukum dengan hukuman yang setimpal. Ada orang yang dalam sakaratul mautnya meminta minumminuman keras. Diantara kisah tentang akhir hayat ini dan amalan dipenghujung kehidupan kita, adalah kisah seorang yang bernama Abu Royah. Dia pernah menulis sebuah buku yang berjudul Adhwaa Alaa As Sunnah yang sampai sekarang buku tersebut selalu digunakan oleh-orang orientalis dalam memahami masalahmasalah sunnah, bahkan buku tersebut merupakan kebanggan mereka. Dalam buku-buku tersebut dinyatakan begitu banyak tuduhan yang diarahkan Mereka menyatakankepada hadits-hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwa bagaimana mungkin Abu Hurairah bisa meriwayatkan hadits begitu banyak, padahal Abu Hurairah hanya + tiga tahun bersama Rasulullah, sehingga mereka banyak menolak hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Abu Royah ini adalah orang Mesir, dan ketika sudah banyak bukunya yang beredar, salah seorang ulama kita di Madinah (bernama Syekh Dhiyaurrahman Al Azhomi) berangkat ke Mesir, untuk melihat siapa sebenarnya Abu Royah itu. Ketika ulama tersebut sampai ke tempat Abu Royah, anaknya tidak mengizinkan seorangpun untuk menjenguk Abu Royah yang saat itu sedang menghadapi sakaratul maut. Ulama ini mendesak untuk dan bersikeras untuk dapat bertemu dengan Abu Royah, akhirnya anak Abu Royah mengizinkan. Dan ketika beliau menemui Abu Royah, keadaannya sangat mengerikan sekali. Abu Royah dalam keadaan sakaratul maut dan hanya dapat menghadap ke tembok dengan wajah yang sangat menghitam dan mulut menganga dan hanya dapat berkata Abu Hurairah... Abu Hurairah... Dia seakan-akan menyesali celaannya selama ini kepada Abu Hurairah dan ia

meninggal dalam keadaan yang demikian. Inilah contoh bahayanya jika seseorang menjalani kehidupannya dengan amalan-amalan yang buruk, maka ia mati dengan keburukannya tersebut.Kalau ia mati dalam keadaan seperti itu sudah jelas : . Juga disebutkan oleh ulama-ulama kita bahwa berapa banyak orang yang di akhir hidupnya diajarkan Laa ilaaha illallah namun dia tidak dapat menyebutnya. Ulama-ulama salaf kita tidak ada yang merasa aman dengan diri-diri mereka. Mereka menghitung dosa-dosa yang dilakukan selama ini, jangan-jangan belum diampui oleh Allah subhaana wa taala. Yang mereka pikirkan juga bagaimana kesudahannya, apakah akan dicampakkan ke neraka atau dimasukkan ke dalam syurga. Ada beberapa ayat dalam Al Quran yang berkaitan dengan masalah-masalah ini : 1. QS. 23 : 57-61 Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayatayat Tuhan mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. Allah subhaana wa taala menceritakan bagaimana orang-orang mukmin itu begitu takutnya kepada Allah, dan orang-orang mukmin yang dimaksud adalah orang-orang yang rajin melaksanakan kebaikan, namun kekhawatirannya terhadap Allah sangat besar. 2. QS. 52 : 24-27 Allah menjelaskan ahli-ahli syurga. Ahli syurga ketika saling bertanya mereka menyatakan . Adapun sifat Ahlisesungguhnya mereka sangat takut kepada Allah neraka adalah merasa aman dari siksa Allah. Tidak ada yang merasa aman dari siksa Allah kecuali orang-orang yang merugi. 3. QS. 7 : 97-99

apakah penduduk kampung itu merasa aman Kami timpakan azab pada malam hari sedang mereka tidur, apakah mereka merasa aman akan ditimpakan azab diwaktu pagi, sedang merka bermainmain, apakah mereka merasa aman dari siksa Allah subhaana wa taala ? Tidak ada yang merasa aman dari siksa Allah kecuali orangorang yang merugi. 4. QS. 84 : 12-14 Mereka masuk ke neraka. Dulu mereka di keluarga mereka merasa senang-senang dan itulah ahli neraka. Lainsaja, tidak ada rasa takut kepada Allah dengan para generasi salaf yang merupakan generasi terbaik sepanjang hidup umat manusia justru sangat takut kepada Allah. Dengan hadits ini membuat mereka sangat takut kepada Allah subhaana wa taala dan mudah-mudahan dengan hadits ini juga, membuat kita lebih dekat kepada Allah shubhaana wa ta'ala. Allahlah yang memberikan hidayah kepada orang yang dikehendaki dan memberikan kesesatan kepada siapa yang dikehendaki. Tidak ada yang dapat menghalangi keinginan Allah subhaana wa taala. Tugas kita sekarang adalah meminta ketetapan pada hidayah tersebut dengan terus menambah amalan kita. Sifat hati ini berbolak balik. Kata Nabi : Sesungguhnya hati anak Adam terletak diantara dua jari jemari Allah, Dia membolak-balikkannya sesuai dengan keinginan-Nya. (HR. Tirmidzy dan Ibnu Majah). Karena itu kita minta sendiri seringkepada Allah agar ditetapkan pada kebaikan. Rasulullah membaca doa : . Wahai Yang Membolak-balikkan hati tetapkanlah hatiku di atas ad dien-Mu juga mengajarkan kepada kita doa:Allah Ya Allah, jangan kamu palingkan lagi hati kami ketika Kamu telah memberikan hidayah kepada kami, dan berikan dari sisi-Mu rahmat, sesungguhnya Kamulah yang banyak memberikan kepada hamba-hamba-Mu. Doa ini hendaknya kita banyak kita ucapkan. Seorang muslim ketika hidayah masuk pada dirinya, dia harus sadari bahwa itu

adalah nikmat yang , maka harus dihargai dan dijaga serta takutsangat besar dari Allah jika meninggalkan kita. Kita juga harus tahu lawannya yaitu kesesatan, sehingga kita berusaha meninggalkan kesesatan-kesesatan tersebut. yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu anhu : Hadits Rasulullah Ada tiga hal yang jika terdapat pada seseorang dia merasakan manisnya iman. Allah dan Rasul-Nya yang paling dicintainya selain keduanya,dia mencintai seseorang hanya karena Allah, dan seseorang benci untuk kembali kepada kekufuran, sebagaimana bencinya untuk dicampakkan ke neraka (HR. Bukhari dan Muslim) Maksiat yang pernah kita cintai kadang kembali menggoda kita, disaat itu kita harus benci kemaksiatan tersebut sebagaimana kita benci dicampakkan ke api neraka. Disitulah kita dapatkan kelezatan iman. Hidayah adalah nikmat Allah yang sangat besar dan harus dihargai nikmat yang dengannya kita dapat merasakan kebahagiaan yang kekal abadi. Oleh karenanya kita harus menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang dapat menjauhkan kita dari nikmatnikmat tersebut, atau dapat merusak nikmat tersebut. Tidak merasa aman dari siksa Allah subhaana wa taala dan tidak merasa lebih hebat dari orang lain karena boleh jadi sekarang begitu baiknya tetapi di akhir hayatnya kita tidak baik. Berkata Abdullah bin Masud bahwa yang harus diangkat sebagai teladan adalah ulama-ulama salaf, bukan justru figur-figur yang datang belakangan, sebagaimana yang dilakukan oleh banyak aktifis Islam sekarang ini. Berkata Abdullah bin Masud : Barangsiapa diantara kalian yang mau mengikuti sunnah, maka hendaknya mengambil contoh kepada orang-orang yang sudah meninggal karena orang yang masih hidup tidak luput dari fitnah. Orang yang telah meninggal yang beliau maksudkan adalah para sahabat Nabi. Itulah contoh kita karena . dan Rasulullahmereka telah dipuji oleh Allah Adapun figur-figur setelah mereka boleh saja dipuji atau diidolakan namun tidak boleh dilebihkan dari ulama-ulama salaf. Sekarang

banyak orang yang terkagum-kagum pada pemikiran tokoh-tokoh masa kini bahkan menganggapnya sebagai sesuatu yang baru dan tidak pernah dipikirkan oleh ulama-ulama salaf. Namun kadangkadang figur mereka belakangan berkhianat dengan apa yang pernah dikatakannya. Itulah sebabnya melarang mengidolakan orang yang masih hidup. Dan Abdullah bin Masud yang harus dijadikan contoh adalah Nabi dan para sahabatnya. Sehingga kita tidak boleh mengatakan assyahid si fulan atau si fulan itu syahid, karena hanya Allah yang tahu siapa yang syahid dan siapa yang tidak syahid. Kita tidak boleh memastikan seseorang ahli syurga atau ahli neraka kecuali yang Allah telah jamin. Salah satunya adalah generasi para sahabat. Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang percaya kepada takdir Allah, bahwa Allah telah menetapkan kita sebagai ahli syurga atau ahli neraka, Kewajiban kita sekarang adalah beramal dan berharap kepada Allah mudah-mudahan akhir hidup kita ditutup dengan amalan-amalan baik dan bisa menjadi orang-orang yang istiqomah terhadap agama ini sampai ajal menjemput kita. Mudah-mudahan hadits ini dapat kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Amin. TAKRIJ HADITS Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari & Muslim bahkan diriwayatkan oleh para penulis Kutubussittah,kecuali Imam Nasai, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya.

Syarah Hadits Ke-5 Arbain Ditulis oleh Administrator Jumat, 14 Juli 2006 Syarah Hadits Ke-5 Arbain

Berikut ini penjelasan hadits ke-5 Arbain: : : . : 5. Dari Ummul Muminin Ummu Abdillah Aisyah radhiyallahu anha telah berkata : Rasulullah shallallahu alaihin wa sallam telah bersabda: Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami, maka hal itu ditolak Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Dan dalam riwayat Imam Muslim : Barang siapa yang melakukan suatu perbuatan yang tidak kami perintahkan, maka perbuatan tersebut tertolak. Keutamaan Hadits Hadits ini membahas kaidah tentang. Karena itu para ulama memasukkannya ke dalam hadits-hadits yang pokok dalam agama kita. syarat diterimanya suatu amalan Diantaranya adalah Imam Ahmad mengatakan bahwa hadits ini termasuk 3 hal yang pokok yakni : H1 Arbain An-Nawawiah (1) Mizan amalan batin (Niat) H5 Arbain An-Nawawiah (2) Mizan amalan zhohir (Amalan) H6 Arbain An-Nawawiah (3) Halal, haram dan syubhat Hadits ke-5 ini termasuk dari salah satu hadits pokok karena merupakan mizan bagi diterima tidaknya amalan zhohir. Diterima atau tidaknya suatu amalan dari segi lahir ditentukan oleh hadits ke-5 ini. Sedangkan untuk melihat batinnya suatu amalan berdasarkan niat sebagaimana yang telah dijelaskan pada H1 Arbain An-Nawawiah Imam An-Nawawi mengatakan bahwa hadits ini sangat pantas untuk dihafal dan digunakan untuk membatilkan segala bentuk kemungkaran dan perlu disebarkan untuk menjelaskan kemungkaran/kebathilan dan apa saja yang tidak sesuai . dengan sunnah Rasulullah

BIOGRAFI Imam

SAHABAT PEROWI HADITS Nawawi berkata : Dari Ummul Mukminin ...

Maksud Ummul mukminin adalah ibu-ibu kaum mukminin yang merupakan laqab (gelar) untuk setiap istri-istri nabi, berdasarkan Qs 33: 6 Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.. Ini kemudian menjadi dalil untuk mengutamakan seluruh istri nabi sebagai ibu-ibu kaum mukminin dan sekaligus merupakan dalil bagi para ulama untuk menggelari istri Nabi dengan sebutan Ummul Mukminin. Bahkan telah diharamkan untuk menikahi mereka setelah wafat Rasulullah walaupun di antara mereka masih mempunyai usia yang masih pantas untuk menikah. Ini menunjukkan pengagungan Allah shubhaana wa taala kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam . Sebagaimana yang ditegaskan Allah shubhaana wa taala dalam Qs 33: 53 "Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat". Adapun untuk Rasulullah maka kita katakan sebagai Abul Mukminin, karena beliau diibaratkan seorang ayah yang sangat sayang kepada orang mukmin sebagaimana dalam Qs 9 : 128 Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu dan sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)bagimu.Amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Namun terdapat syubhat bagi sebagian orang dengan firman Allah shubhaana wa taala dalam Qs 33: 40. Muhammad itu bukanlah sekali-kali bapak seorang di antara kamu, tetapi ia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-Nabi dan adalah

Allah shubhaana wa taala Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Maka dijawab oleh ulama kita bahwa maksud ayat ini bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bukanlah bapak dari segi nasab sebab memang beliau tidak mempunyai anak laki-laki yang hidup sampai baligh. Jadi kesimpulannya nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam digelari dikatakan Abul dengan Abul mu'minin adapun Nabi Adam alaihissalam Basyar (Bapak dari seluruh manusia). Laqab artinya gelar seperti halnya Amirul Mukminin, Ash-Shiddiq, Al-Faruq dan lain-lain. ...Ummi Abdillah . . . Ummu Abdullah merupakan kunniyah beliau . Kebanyakan kuniyah disandarkan pada nama anak, seperti Rasulullah shallallahu alaihin wa sallam disebut Abul Qosim yakni disandarkan pada nama anak beliau yang meninggal. Namun boleh juga kunniyah ini tidak disandarkan dari nama anak sebagaimana Abu Hurairah, dan Abu Bakr. Kunniyah merupakan salah satu sunnah Rasulullah shallallahu alaihin wa sallam dan bukan merupakan kebiasaan orang Arab saja, seperti halnya yang banyak dicontohkan oleh para ulama kita Imam Al-Qurthubi, Ibnu Hazm, Ibnu Abdil Barr dan ulama-ulama lainnya yang mempunyai kunniyah padahal mereka bukanlah orang Arab. Dalilnya dari sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu anhu : Bernamalah dengan namaku tapi jangan berkunniyah dengan kunniyahku(HR. Bukhari dan Muslim)) Maksud hadits ini bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyuruh untuk memilih berkuniyah dengan nama beliau (Abul Qosim) atau bernama dengan nama beliau tetapi tidak boleh digabungkan kedua-duanya yaitu bernama dengan nama beliau lalu berkuniyah dengan kuniyah beliau pula. Jadi hendaknya seseorang memilih salah satunya saja.Wallohu A'lam

Kunniyah ini disyariatkan dan tidak perlu seseorang menunggu sampai menikah apalagi sampai mempunyai anak. Sebab Aisyah sendiri tetap memiliki kunniyah walaupun tidak mempunyai anak sampai meninggalnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam . Kunniyah beliau diminta sendiri oleh Aisyah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad : Dari Aisyah beliau berkata : Wahai Rasulullah semua rekanku ( istri-istrimu) berkunniyah, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Berkunniyahlah dengan nama anakmu Abdullah (maksudnya anak saudaramu)". Musaddad (salah seorang perowi mengatakan) : yaitu Abdullah bin Zubair, maka sejak itu beliau berkuniyah dengan Ummu Abdillah Abdullah adalah keponakan beliau yakni anak dari saudara kandungnya sendiri Asma binti Abu Bakar yang bersuamikan sahabat yang mulia Zubair bin Awwam, dan Abdullah bin Zubair Ibnul Awwam adalah sahabat yang pertama kali lahir di Madinah dari kalangan Muhajirin . Dapat kita lihat contoh ulama salaf yang berkunniyah meski mereka tidak mempunyai anak di antaranya : 1. Yahya bin Syaraf An-Nawawi yang berkunniah dengan Abu Zakariya padahal beliau tidak mempunyai anak, bahkan belum beristri hingga meninggalnya pada usia 46 tahun karena kesibukan beliau dalam menuntut ilmu. 2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkunniyah dengan Abul Abbas padahal beliau juga belum menikah hingga wafatnya. 3. Imamul Mufassirin (Imamnya para ahli tafsir) Ibnu Jarir AthThobari, yang berkuniyah Abu Jafar beliau juga belum menikah hingga wafatnya Bahkan seorang anak kecil pun, dibolehkan berkunniyah. Dalam sebuah riwayat, adik Anas bin Malik radhiyallahu anhu ketika masih

kecil sangat suka bermain dengan burungnya yang bernama Nughair. Rasulullah pernah melihatnya bermain, lalu kata beliau : Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan oleh Nughair?(HR. Bukhari dan Muslim) Bahkan telah menjadi kebiasaan dari orang Arab kemudian untuk memberi kunniyah pada anaknya sejak kecil. ...Aisyah .. Aisyah merupakan wanita mulia, dari segi ilmu maka tak ada khilaf di antara ulama bahwa beliau adalah wanita yang paling faqih, sedang dari segi keutamaan maka terjadi ikhtilaf dengan istri Rasulullah yang pertama Khadijah binti Khuwailid . Ibnu Qoyyim Al Jauziyah menyebutkan ada 3 pendapat tentang siapa yang lebih utama di antara 2 wanita ini : 1. Sebagian mengutamakan Khadijah. Pada beberapa riwayat ada isyarat bahwasanya Khadijah lebih afdhal daripada Aisyah, diantaranya riwayat berikut ini : Dari Aisyah berkata : "Saya tidak pernah cemburu kepada seorang pun diantara istri-istri Nabi sebagaimana kecemburuanku kepada Khadijah padahal saya belum pernah melihatnya, akan tetapi Nabi sering menyebutnya dan kadang jika beliau menyembelih kambing lalu memotong-motongnya kemudian beliau mengirimkan kepada teman-teman Khadijah. Kadang aku katakan kepada beliau : "Seakan-akan tidak ada seorang pun wanita di dunia ini kecuali Khadijah" Maka beliau berkata : "Khadijah (dulu) telah melakukan ini dan itu dan aku mempunyai anak darinya"(HR. Bukhari dan Muslim) Ini merupakan isyarat bahwa Khadijah adalah wanita yang paling afdhol. 2. Sebagian lagi mengutamakan Aisyah, sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu anhu : "Keutamaan Aisyah dibandingkan seluruh wanita adalah sama dengan keutamaan tsarid dibandingkan seluruh jenis makanan . (Muttafaqqun alaihi)

Tsarid merupakan sejenis roti yang dimakan dengan daging yang sangat digemari di Arab. Aisyah juga banyak disebutkan fadhilahnya bahkan oleh Allah shubhaana wa taala sendiri dalam Qs 24 : 11-26 ketika Aisyah dituduh telah berzina dengan salah seorang sahabat maka Allah shubhaana wa taala menurunkan ayat-ayat tersebut untuk membersihkan Aisyah dari tuduhan keji tersebut. 3. Ibnu Taimiyah memilih untuk tawaqquf (tidak mentarjih) . Kata Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah bahwasanya : saya bertanya kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah siapa yang lebih afdhal antara Aisyah dan Khadijah beliau mengatakan bahwa Khadijah sangat berjasa pada Islam dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada awal perjalanan dakwah sedangkan Aisyah mempunyai jasa yang sangat besar pada akhir perjalanan dakwah dan dalam menyebarkan hukum dari islam. Dan beliau diam setelah itu seakan-akan beliau menyatakan bahwa keduanya mempunyai keutamaan dan sulit ditarjih siapa yang lebih afdhol. Diantara keutamaan Aisyah yang lain : - Beliau juga adalah seorang faqihah dan banyak meriwayatkan hadits. Beliau adalah satu-satunya wanita yang paling banyak meriwayatkan hadits dan berada pada peringkat keempat setelah Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, dan Anas bin Malik. Bahkan tidak hanya meriwayatkan hadits namun beliau juga faqihah/memahaminya sehingga setelah wafat Rasulullah maka para sahabat banyak yang datang untuk belajar kepada Aisyah Ummul mukminin. - Aisyah banyak mengutip beberapa hal di rumah beliau yang tidak mungkin diketahui oleh sahabat lain. SYARAH merupakan lafazh ... umum ( HADITS Barangsiapa.... siapa saja )

...mengada-adakan sesuatu... berarti sesuatu yang baru maksudnya membuat perkara baru Perkara yang dimaksud adalah sesuatu yang ukhrawi maupun duniawi ( di sini masih bersifat umum lalu dikhususkan pada masalah Ad-Dien pada lafazh berikutnya) ...dalam urusan kami... Urusan yang dimaksud adalah urusan agama / syariat kami (Islam) sebab urusan yang paling penting adalah agama. Sebagaimana dikatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim : Perbaikilah Ad-Dienku ini karena Ad-Dienku ini adalah pokok dari urusanku dan dari hadits Muadz radhiyallahu anhu (H 29 Arbain An-Nawawi) : Pokok dari urusan adalah Islam(HR.Tirmidzi dan Ibnu Majah) ... yang bukan darinya... Bukan bagian dari agama maksudnya: belum pernah dicontohkan dan tidak disebutkan oleh Allah shubhaana wa taala maka semua itu bukan bagian dari Ad-Dien ini. Sehingga makna dari : Barangsiapa yang membuat sesuatu yang baru dalam agama ini adalah bahwa segala sesuatu yang tidak pernah dicontohkan dan tidak pernah disebutkan oleh Allah shubhaana wa taala maka semua itu bukan bagian dari agama ini. Maka apa saja yang hendak dimasukkan dalam agama ini maka hal itu tertolak. Sebagaimana yang telah ditegaskan Allah shubhaana wa taala dalam Qs 5 : 3 "...Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah kuridhoi Islam itu sebagai agama bagimu". Ayat ini didahului dengan menyebutkan hal-hal yang

diharamkan, kemudian dilanjutkan dengan perkataan Pada hari ini yaitu saat turunnya ayat ini (9 Dzulhijjah 10 H yaitu pada saat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaksanakan Haji Wada di Padang Arafah. Ayat ini digolongkan ke dalam surat Madaniyah sebab turun setelah periode Hijrah. Sedangkan jika ayat Makkiyah artinya turun sebelum periode hijrah. Jadi pengelompokannya berdasarkan waktu turunnya dan bukan tempat turunnya. Insya Allah pendapat ini adalah pendapat yang rajih. Ayat ini dikatakan oleh para ulama sebagai ayat yang paling terakhir turun berkaitan dengan syariat/hukum-hukum. Karena Allah shubhaana wa taala sendiri telah menyatakan ...Telah Kusempurnakan ... artinya tidak ada lagi hukum-hukum yang turun setelah hari itu. Ayat ini sekaligus menunjukkan nikmat yang sangat besar bagi pemeluk agama ini. Dan hal ini pun diakui oleh seorang Yahudi yang berkata kepada Umar radhiyallahu anhu : Ada satu ayat dalam Al-Quran kalian yang sekiranya turun kepada kami maka kami akan merayakan saat tersebut Ayat yang mereka maksud adalah Qs 5: 3 tadi. Adapun ayat yang terakhir turun secara umum/mutlak maka Insya Allah yang benar adalah Qs 2 : 281. " Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)". Imam Malik berkata mengenai ayat ini (QS.Al Maaidah:3): Karenanya apa-apa yang pada hari itu tidak termasuk bagian dari Ad-Dien, tidak mungkin pada hari ini menjadi bagian dari ad-dien Maksudnya apa-apa yang tidak disyariatkan pada ketika turunnya ayat ini (9 Dzulhijjah 10 H) tidak mungkin bisa dikatakan sesuatu yang baik pada hari ini dan bukan bagian dari Ad-Dien ini dan inilah dikenal dengan nama bidah. Perkataan tersebut diucapkan pada zaman beliau (beliaui wafat tahun 179 H). Dari sinilah maka

dikatakan hadits ini adalah timbangan /mizan zhohirnya amalan untuk diterima atau ditolak. .. maka itu tertolak. Berarti artinya sesuatu yang tertolak Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Namun muncul syubhat pada sebagian orang yang mengira bahwa hadits ini hanya mengancam orang yang pertama kali membuat bidah dan tidak ditujukan pada orang yang hanya mengikuti perbuatan bidah tersebut dengan alasan kata ahdatsa bermakna yang pertama kali membuatnya. Tetapi ini merupakan hujjah yang lemah. Karena dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim lebih menjelaskan makna dari apa yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam , yakni : Barangsiapa melakukan sesuatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami maka hal itu tertolak Maka barangsiapa yang melakukan amalan apakah dia mengadaadakannya atau sekedar mengikutinya maka amalan itu tertolak. Hadits ini yang paling jelas menunjukkan bahwa semua bidah itu tertolak dan sesat. Namun kembali muncul syubhat yang dikemukakan oleh orang-orang yang mencoba menghiasi amalan mereka dengan amalan bidah seakan-akan amalan itu tidak mengapa dilakukan bahkan disyariatkan. Kelompok ini membagi Bidah ini menjadi 2 bagian : 1. Bidah Sayyiah 2. Bidah Hasanah Untuk menjawab syubhat ini akan dibahas dengan kitab Allum'ah fir raddi ala muhassinil bida . Barangsiapa Amalan A. B. dapat Al Al yang dibagi Ibadat beramal... 2 : Muamalat

Dan

keduanya

masuk

dalam

hadits

ini.

A. IBADAT Kaidah " \ maknanya hukum asal :" ibadah-ibadah adalah tidak boleh/ dilarang sampai ada dalil yang memerintahkanya dan menunjukkan bahwa hal itu disyariatkan. Hal inilah yang harus diperhatikan bahwa ibadah yang dikerjakan yang tidak disyariatkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah maka tertolak. Bahkan pelakunya terutama orang yang pertama kali mengadakannya dianggap seakan-akan mengangkat dirinya sebagai Ilah-Ilah selain Allah. Dan itu disamakan dengan thogut yang membuat ajaran/agama baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Allah shubhaana wa taala dan Rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam Qs Asy-Syura :21 Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orangorang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih. Mereka yang membuat syariat baru dianggap menjadi sekutusekutu bagi Allah dan ini sangat berbahaya karena mereka berusaha menandingi Allah dalam masalah uluhiyyah karena ibadah itu merupakan kekhususan bagi Allah Contohnya : 1. Orang orang yang bertaqarrub ilallah dengan hal-hal yang tidak disyariatkan dalam agama ini dengan menambah-nambah ibadah. Seperti bertaqarrub dengan mendengarkan musik dan tari-tarian seperti yang dilakukan oleh sebagian orang/kelompok yang mau saja bertaqarrub dengan hal-hal yang diharamkan tersebut. Kelompok ini seperti Ahlu shufiyah (orang-orang tasawwuf) yang menjadikan musik-musik/ tari-tarian sebagai wasilah untuk

mendekatkan diri kepada Allah. Mereka menyatakan bahwa tujuan beribadah kepada Allah adalah bagaimana berkonsentrasi penuh dengan Allah dan mereka mengatakan kadang mendengarkan musik lebih mendatangkan kenikmatan dan kekhusyukan kepada Allah. Hal ini dikatakan sendiri oleh salah seorang tokoh mereka yakni Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin bahwa mendengarkan musik itu kadang lebih mendatangkan kekhusyukan dibandingkan mendengarkan Al-Quran. Dan perkataan ini merupakan kemungkaran yang besar !!Wallohul Musta'an Dalam masalah ibadah terbagi atas 2 masalah: (1) Amalan tersebut merupakan suatu ibadah yang diperintahkan pada jenis ibadah tertentu tetapi tidak pada jenis ibadah yang lain. Seperti : - tidak memakai tutup kepala disyariatkan bagi laki-laki dalam ihram. - berdiri pada saat adzan dan iqamat pada saat sholat. Dan kedua hal ini tidak dapat diqiyaskan pada ibadah jenis lain,sehingga: - tidak boleh seseorang mengatakan lebih afdhal kita tidak pernah memakai tutup kepala sama sekali dalam ibadah sholat misalnya dengan menjadikan ibadah umrah dan haji sebagai dalilnya. - tidak boleh seseorang selalu mau berdiri dengan mengatakan bahwa ia sedang beribadah, misalnya dalam pengajian ia berdiri terus dan mengatakan hal ini lebih afdhol karena berdalilkan bahwa hal ini dilakukan di dalam sholat dan adzan/iqomah. Jadi intinya tidak ada qiyas dalam model ibadah seperti ini. Hal ini pernah terjadi pada zaman Rasulullah sebagaimana yang diceritakan dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhu : Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sedang berkhutbah(dalam beberapa riwayat dikatakan sebagai khutbah Jumat). Ada seseorang yang berdiri( jauh dan ia tidak bernaung dan ia berada di bawah terik matahari dan tidak mau duduk). . Lalu Rasulullah bertanya tentang orang itu. Lalu para sahabat memberi tahu bahwa orang itu adalah Abu Israil dan ia sudah bernazar tidak

mau duduk,tidak berbicara,tidak bernaung dan ia melakukan puasa. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Suruh ia berbicara, bernaung ,duduk dan menyempurnakan shaumnya. (HR Bukhari dan Abu Dawud) Menurut sebagian ulama kadang tidak bernaung memang afdhol tetapi pada saat ibadah umrah/haji. Berdiri juga afdhol tetapi dalam ibadah sholat dan wukuf di Arafah. Ketika berdoa sementara wukuf Rasulullah senantiasa berdiri. Ini disunnahkan tetapi tidak diqiyaskan ke ibadah-ibadah yang lain. Maka jika ada seseorang yang tidak mau duduk sama sekali, tidak mau bernaung dan berbicara dengan berdasarkan hadits-hadits tentang umrah/haji/sholat maka itu sudah jatuh ke dalam bidah. (2) Ada juga amalan yang diperintahkan namun seseorang mau menambah dari apa yang disyariatkan dalam ibadah tersebut. Ini dinamakan bidah idhafiyah (bidah tambahan dari sebuah ibadah yang disyariatkan). Artinya asal hukumnya sudah disyariatkan lalu ia mau menambah-nambah modelnya dan kaifiatnya (tata caranya). Maka hal ini termasuk bidah dan tidak diterima sama sekali dan tidak boleh dikatakan makin banyak makin baik. Contoh : - seseorang yang melaksanakan sholat Maghrib 4 rakaat maka sholatnya tersebut batal. Padahal hukum asal sholat Maghrib itu disyaratkan dengan 3 rakaat, tetapi ketika menambah atau mengubah modelnya maka jatuhlah pada yang dinamakan bid'ah. Berdoa dengan model-model tertentu maka juga termasuk bidah. Dalam masalah ini kadang ada yang membatalkan amalan tersebut dan kadang ada yang berpendapat hanya mengurangi pahalanya. Contoh yang membatalkan amalan : menambah rakaat. Tetapi kadang ada juga yang berpendapat diterima amalannya walaupun menambah sebagaimana tambahan wudhu menurut pendapat

Ibnu Rajab. Beliau mengatakan wudhunya tetap shah meskipun tidak disyariatkan. Zhohirnya semua tambahan itu tertolak namun -wallahu alam- mengapa dibedakan antara ibadah sholat dengan wudhu. (3) Bidah lain dengan taqarrub ilallah dengan suatu ibadah yang dilarang; melakukannya ` secara khusus di waktu dan tempat yang terlarang misalnya : berpuasa di waktu yang terlarang (pada hari raya Id atau pun pada hari tasyriq) - sholat di waktu terlarang ( antara sholat subuh dengan terbitnya matahari, setelah akhir waktu sholat ashar, dan pada saat matahari tepat berada di atas kepala) berkurban di tempat yang diharamkan seperti tempat yang pernah digunakan oleh orang-orang musyrik untuk beribadah Adapun beberapa ibadah yang diikhtilafkan sah tidaknya adalah : sholat di tempat persengketaan/ tanah rampasan. Sebagian menganggap bahwa tidak sah dengan dalih bahwa setiap larangan pasti ada konsekuensinya (batal). Pendapat ini dipegang oleh Imam Ahmad. Adapun jumhur (mayoritas) ulama mereka berpendapat bahwa sholatnya tetap sah tetapi ia berdosa karena telah merampas hak milik orang lain. - sholat dengan pakaian yang diperoleh dari uang haram misalnya barang curian. sholat dengan pakaian yang isbal pada laki-laki. 2. Pengurangan yang dilakukan dalam Ibadah (Al Ikhlal fil ibadah). Yakni suatu ibadah yang sudah disyariatkan sebelumnya tetapi dilakukan pengurangan atas syarat dan rukunnya. Maka hal ini juga tertolak. Contohnya : - Shalat tanpa wudhu terlebih dahulu atau batal wudhunya - Meninggalkan salah satu rukun shalat. Adapun jika yang ditinggalkan salah satu dari gerakawn wajib sholat maka dapat

dibayar

dengan

sujud

sahwi.

Berkaitan dengan ibadah puasa dibedakan antara syarat, rukun dan kewajiban. Syarat, contohnya berniat, jika tidak dilakukan maka tidak sah amalannya. Rukun, yaitu menahan lapar dan haus sejak terbitnya matahari hingga terbenamnya Jika dilanggar maka batallah puasanya Kewajiban, yaitu meninggalkan hal-hal yang dilarang misalnya berkata dusta. Jika dilakukan maka pahala puasanya berkurang tetapi tetap sah, maksudnya telah gugur kewajibannya Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam : Berapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apaapa selain lapar dan haus (HR Ibnu Khuzaimah dan Hakim) Jumhur ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud adalah dia tidak mendapat pahala namun puasanya diterima, maka hilang kewajibannya. Berbeda jika ia meninggalkan syarat dan rukunnya, maka ia dianggap/dikatakan masih belum melakukan kewajiban tersebut B. MUAMALAH

Hukum asal segala sesuatu yang berkaitan dengan muamalah adalah boleh sampai datangnya dalil yang melarang. Adapun masalah-masalah muamalah yang dilarang dan dianggap batal antara lain : 1. Jika seseorang telah mengganti hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah, misalnya : hukum-hukum berkaitan masalah zina, pencurian dan pembunuhan. Siapa saja yang ingin merubah syariat ini walaupun sifatnya muamalah maka perbuatannya itu tertolak. 2. Segala macam bentuk uqud/perjanjian yang dilarang syariat ini seperti :

a. Seseorang yang tidak pantas dibuat perjanjian dengannya misalnya nikah dengan mahram, menikah dengan wanita yang dalam masa iddahnya, dan menikahnya wanita tanpa wali. b. Beraqad dengan seseorang terhadap hal-hal yang diharamkan, misalnya : berjual beli khamr, bangkai dan lain-lain. - mengontrakkan rumah untuk dijadikan tempat-tempat maksiat. c. Terzhaliminya salah seorang yang melakukan aqad, misalnya seorang gadis yang dinikahkan tanpa idzinnya, maka aqadnya juga batal Beberapa Dalil yang Menunjukkan Bahwa Bidah Seluruhnya Sayyiah 1. Firman Allah dalam Qs 5: 3 :

Artinya : ... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridhoi Islam sebagai agamamu Hal ini menunjukkan bahwa : * Dien ini sudah sempurna dan tidak memerlukan penambahan sejak hari tanggal 9 Dzulhijjah 10 Hijriyah * Allah shubhaana wa taala sudah meridhoi Islam sehingga Islam merupakan agama yang sempurna Kata Imam Malik : Siapa yang membuat bidah dalm agam ini dan memandang bahwa itu adalah sesuatu yang baik,maka sesungguhnya ia menyangka bahwa Nabi Muhammad itu telah mengkhianati risalah ini , karena Allah shubhaana wa taala telah berfirman QS 5:67 Astinya:Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.

Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir Lalu beliau menegaskan bahwa apa saja yang dahulu bukan bagian Ad-Dien maka tidak mungkin ia bisa jadi bagian Ad-Dien pada hari ini. Kalau mereka menyangkal dan mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan bukan ibadah maka kita katakan:Jika amalan tersebut bukan ibadah maka tidak ada gunanya untuk menyibukkan diri dengan itu. Itu adalah hujjah yang sangat kuat dan dalil yang agung utnuk berhadapan dengan ahlul Rayi yang tidak mungkin menolak. Kata Imam Asy-Syaukani : Jika Allah telah menyempurnakan agamanya sebelum wafatnya nabi maka pendapat-pendapat yang datang setelah itu tidak akan diterima setelah kesempurnaan agama itu. Kalau saja mereka menganggap pendapat mereka itu bagian dari Ad-Dien maka mereka menyangka Allah belum menyempurnakan agama ini dan berarti ia menentang Al-Quran 2. Hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam

"Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah senantiasa menyebutkan di dalam khutbahnya : Amma badu. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Al-Quran dan sebaikbaik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad dan sesungguhnya seburuk-buruk urusan adalah semua perkara-perkara yang baru dan seseungguhnya setiap bidah itu sesat (HR.Muslim) yang diikuti fiil mudhori menunjukkan dawam(senantiasa). Bahwa Rasulullah sangat memperhatikan masalah bidah di mana beliau mentahdzir /memperingatkan umat tentang masalah bidah pada saat semua orang berkumpul yakni khutbah sholat Jumat dan bukan pada saat sholat-sholat biasa. Kata menunjukkan semua tanpa kecuali. Hadits ini jelas menunjukkan bahwa semua dan setiap bidah

adalah sesat dan hadits ini sebenarnya cukup jelas apalagi dalil Qs 5 : 3 tadi untuk meniadakan bidah hasanah. 3. Hadits Rasulullah Dari Irbadh bin Sariyah radhiyallahu anhu secara marfu : (( ... Maka barangsiapa di antara kalian yang hidup maka dia akan melihat ikhtilaf yang banyak dan hendaklah kalian memegang teguh sunnahku dan sunnah khulafaur Rasyidin yang diberi petunjuk sesudahku, dan hendaklah kalian mengigit sunnahku dan sunnah khulafaur Rasyidin dengan gigi geraham kalian dan berhatihatilah kalian dengan perkara-perkara yang baru karena sesungguhnya setiap bidah itu sesat. )) (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzy dan berkata hadits hasan shohih dan Ibnu Majah ) Ikhtilaf yang banyak maksudnya ahlul bidah yaitu ahlul ikhtilaf dan iftiraq.Memegang sunnah adalah merupakan sebab persatuan sedangkan jauh dari sunnah berarti memecah belah agama (iftiraq). Barangsiapa yang memecah agamanya dan mau berkelompok maka mereka menyimpang dari agama dan sunnah Rasulullah. Maka nabi memberikan jalan keluar hendaklah berpegang kepada sunnahku dan sunnah khulafaur-Rasyidin Yang rajih Insya Allah bahwa khulafaur-Rasyidin yang dimaksud adalah 4 Khalifah setelah wafatnya Rasulullah Maka apa saja yang keluar dari sunah Rasulullah dan sunnah 4 khulafaur-Rasyidin maka itu adalah bidah. Sebenarnya ada pembicaraan tentang hadits ini baik segi sanad dan dzatnya tetapi karena banyak syawahidnya maka berkata AtTirmidzy bahwa hadits ini hasan shohih. Berikut komentar ulama mengenai sabda Nabi bahwa : " Ibnu Rajab al-Hambali berkata : Hadits ini termasuk Jawami Kalim( yaitu perkataan yang ringkas

dan mengandung makna yang jelas dan padat. Tidak ada yang dikecualikan dan merupakan hal yang pokok dari agama ini bahwa keyakinan tidak ada bidah yang baik, semuanya sesat. Imam Ibnu Hajar Al Asqalani berkata : Ini merupakan qaidah syariat yang menyeluruh secara lafazh dan pemahaman yang jelas maka tidak boleh dipahami dengan pemahaman bertentangan dengan hadits tersebut. Syaikh Al Utsaimin berkata ; Menunjukkan semuanya secara umum dan menyeluruh, karena orang yang meyakini ada inibidah yang baik maka kita menjawab dengan sabda Rasulullah karenanya tidak ada jalan bagi ahli bidah untuk memasukkan bidah sebagai bidah yang baik. Di sisi kita ada pedang yang sangat tajam yakni hadits ini yang dibuat oleh syariat yakni pabrik risalah dan nubuwah bukan pabrik duniawi dan Nabi menyebutkannya dan beliau adalah baligh yang senantiasa menyampaikan dengan jelas. Maka tidak mungkin lagi ahlul bidah bisa menghadapi seorang muslim yang membawa pedang ini. 4. Hadits Rasulullah Dari Aisyah radhiyallahu 'anha berkata : Telah bersabda Rasulullah : Barangsiapa yang mengada-adakan seseuatu dalam urusan agama kami yang tidak kami perintahkan atasnya maka hal itu tertolak. (HR Bukhari dan Muslim) dan dalam riwayat Muslim :Barangsiapa beramal dengan amalan yang tidak ada contohnya dari kami maka dia tertolak Imam Asy-Syaukani berkata : Hadits ini termasuk kaidah ad-Dien karena masuk ke dalamnya seluruh hukum dan tidak ada dalil yang paling jelas dan tegas dari hadits ini untuk membatalkan hujjah yang disebut sebagian ulama yang membagi bidah dengan beberapa bagiannya. Maka dalil ini bisa dipakai untuk membantah mereka yang membagi bidah.

5. Perkataan Umar bin Khattab Dari Abdullah Ibnu 'Ukaim dari Umar bahwa ia bekata : ((Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalh firman Allah dan sebaik-baik ptunjuk adalah petunjuk Muhammad dan seburukburuk urusan adalah semua perkara-perkara yang baru dan sesungguhnya setiap bidah itu sesat dan setiap kesesatan di dalam neraka)) dikeluarkan oleh Ibnu Wadhah dan Al-Laalakaai Sebenarnya perkataan sahabat bukan hujjah tetapi merupakan itibar (pegangan) untuk menjelaskan firman Allah shubhaana wa taala dan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam 6. Perkataan Abdullah bin Masud

Berkata Abdullah bin Masud : (( Ikutilah sunnah dan jangan buat-buat bidah seseungguhnya telah dicukupkan bagimu dan setiap bidah adalah sesat)) Dikeluarkan oleh Ibnu Baththoh dan Al-Laalakaai Maka tugas kita adalah mengikuti Rasulullah saja dan tidak perlu membuat kreasi-kreasi baru dalam urusan ibadah 7. Perkataan Abdullah Ibnu Umar

Berkata Abdullah bin Umar ((- : Setiap bidah adalah sesat walaupun manusia melihatnya sebagai sesuatu yang baik ))Dikeluarkan oleh Ibnu Baththoh dan Al-Laalakaai Beberapa Syubhat Mereka yang Mengatakan Adanya Bidah Hasanah dan Jawaban atas Syubhat Tersebut Perlu kita ketahui bahwa ahlul Bidah ketika ingin membenarkan(melegitimasi) bidah-bidah mereka tidak terlepas dari 5 hal :

1. Dalil shohih yang sifatnya umum dimasukkan ke ibadah khusus 2.Jika mereka mengambil dalil dari Al-Quran maka mereka sering menafsirkan dengan hawa nafsunya saja. Mereka datang dengan dzikir-dzikir baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi dengan mengemukakan dalil Al-Quran yang bersifat umum seperti Qs 33: 40 Artinya:"Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya." Padahal jenis dzikir setelah sholat telah ditetapkan /dicontohkan oleh dan telah ada dalil-dalil khusus yang mengatur masalah Rasulullah tersebut. yang 3. Atau mereka berdalilkan sunnah Nabi Muhammad shohih yang isinya bersifat umum lalu mereka mau menjadikannya sebagai dalil-dalil khusus untuk bidah-bidah mereka 4. Dalil hadits-hadits lemah dan palsu atau atsar/perkataan sahabat/ ulama yang kemudian dipertentangkan dengan hadits yang shohih Mereka memperhadapkan hadits-hadits lemah dengan haditshadits yang shohih lalu mereka hanya ingin menerima hadits yang lemah itu dan ini yang paling sering terjadi. 5. Mereka datang tanpa dalil melainkan hanya dengan logika-logika belaka Kalau mereka tidak mendapatkan hadits yang lemah maka mereka akan mengatakan keutamaan-keutaman bidah-bidah mereka dengan logika-logika mereka semata : Sebagaimana yang pernah dikatakan Umar Berhati-hatilah kamu dengan mereka itu, orang-orang yang senantiasa hanya menggunakan logika-logika mereka saja karena mereka itu adaalh musuh-musuh sunnah. Mereka sudah lemah tidak mampu menghafalkan sunnah maka mereka berbicara dengan logika-logika mereka,sehingga mereka sesat dan menyesatkan. Beberapa syubhat mereka :

I.

Pemahaman

mereka

terhadap

Hadits

Artinya:"Barangsiapa yang membuat sunnah yang baik di dalam Islam , maka baginya pahala dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi pahala orang yang mengikutinya. Dan barangsiapa yang melakukan sunnah yang buruk dalam Islam, maka baginya dosa dan dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa orang tersebut. (HR. Muslim) Hadits ini adalah hadits yang shohih dan dijadikan hujjah yang paling kuat bagi mereka bahwa Nabi telah membagi sunnah menjadi sunnah yang baik dan sunnah yang buruk. Jawaban atas syubhat ini : 1) Makna dalam hadits ini bukan berarti sunnah yang baru tetapi sunnah yang sudah dikenal. Dan sunnah dalam bahasa Arab berari jalan/thoriqah/kebiasaan. Maka sunnah yang dimaksud adalah melakukan amalan yang telah dikenal oleh syariat sebagai sunnah yang baik atau sunnah yang buruk. * Sunnah yang baik Hal ini lebih dijelaskan dalm sababul wurud hadits ini, sebagaimanan disebutkan oleh Imam Muslim : Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajak para sahabat untuk bersedekah, namun banyak yang menunggu bagaiman cara bersedekah dan dengan apa saja. Akhirnya datang seorang sahabat membawa hartanya menemui Rasul dan mnyerahkannya dihadapan beliau maka orang yang melihatnya kemudian ikut-ikutan untuk melakukannya Sedekah adalah suatu perbuatan yang sudah dikenal syariat sebagai sunnah yang baik tapi terkadang sunnah tersebut hilang/mati dalam masyarakat tertentu. Maka barangsiapa yang menghidupkannya kembali akan mendapat pahala dan pahala

orang yang mencontohinya tanpa mengurangi pahala orang tersebut. * Sunnah yang buruk Sunnah sayyiah/buruk adalah kebiasaan yang dikenal syariat sebagi kebiasaan buruk/mungkar. Misalnya : menurut syariat diharamkan kita untuk mebunuh jiwa seseorang. Namun maksiat tersebut telah dilakukan oleh salah seorang anak dari Nabi Adam sebagai pembunuhan pertama yang terjadi di muka bumi ini alaihissalam maka ia mendapat dosa dan dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa orang-orang tersebut. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: - Di tengah masyarakat yang menganut nilai-nilai Islam;kaum wanitanya menutup aurat. Kemudian datang seseorang yang berani membuka aurat lalu masyarakat tersebut diam bahkan ikutikutan membuka aurat, maka orang tersebut berdosa dan mendapatkan dosa orang-orang yang mengikutinya. Adapun ahlul bidah mereka datang dengan sesuatu yang tidak ada hukumnya dalam syariat dengan alasan bidah hasanah namun pada hakekatnya belum pernah dicontohkan. 2) Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang menyebutkan sunnah yang baik dan sunnah yang buruk, beliau pula yang menyebutkan bahwa: " Tidak mungkin perkataan Nabi saling bertentangan atau hadits yang satu mendustakan hadits yang lain . Karenanya tidak boleh kita mengambil hadits ini untuk menolak hadits lain yang lebih jelas. Maka hadits ini kita bawa ke pemahaman : "Semua bidah adalah sesat. Barangsiapa yang menolak hal ini berarti mereka mau mendustai Rasulullah karena hanya mau mengambil sebagian saja. 3) Hadits ini mengatakan bahwa Barangsiapa yang membuat satu sunnah dan bukan berbunyi: Barangsiapa yang membuat

bidah .Sunnah adalah bagian dari Islam sedangkan bidah bukan bagian dari Islam. Syaikh Al-Utsaimin berkata sangat jelas perbedaan antara sunnah dan bidah yakni sunnah adalah sesuatu yang diikuti sedangkan bidah adalah sesuatu yang baru yang tidak berdalil. 4) Tidak pernah dinukil dari salah seorang salaf yang menafsirkan sunnah hasanah dalam hadits ini dengan bidah yang dibuat-buat 5) Makna artinya barangsiapa menghidupkan sunnah yang pernah ada lalu hilang kemudian dihidupkan kembali. Dan yang menunjukkan penafsiran ini adalah riwayat Ibnu Majah yang dishohihkan oleh Syaikh AlAlbani : Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnahku kemudian dilakukan pula oleh manusia maka baginya pahala sebagaimana pahala orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala orang tersebu sedikitpun. Barangsiapa yang membuat satu bidah lalu diamalkan maka dia akan mendapat dosa dan dosa-dosa orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi dosa orang yang mengamalkannya sedikitpun . Riwayat Ibnu Majah ini bisa digunakan untuk menafsirkan riwayat Muslim. Dan ini menunjukkan pentingnya mengumpulkan berbagai riwayat yang ada dalam sebuah hadits. 6) Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tersebut tidak mungkin dibawa kepada sesuatu yang tidak ada asalnya sama sekali. Karena baik tidaknya sesuatu tidak kita ketahui kecuali dengan syariat. Maka sabda ini bukan berarti sunnah yang baru tapi hasanah dan sayyiah sebagaimana yang telah ditetapkan syariat bukan logika-logika dan perasaan kita. Jika logika dan perasaan yang digunakan maka masing-masing orang punya versi sendiri-sendiri dan akan berikhtilaf. II Pemahaman mereka terhadap perkataan Umar radhiyallahu anhu

Sebaik-baik

bidah

adalah

bidah

yang

ini

Jawaban atas syubhat ini : 1) Jika maksud Umar radhiyallahu anhu betul-betul bidah menurut syariat maka dalam hal ini tidak boleh perkataan seseorang dipertentangkan dengan perkataan Raslullah yang shohih. Baik dia ulama, sahabat, bahkan Abu Bakar sekalipun. Berikut komentar ulama seputar hal ini : Abdullah bin Abbas menceritakan : Hampir saja Allah menurunkan batu-batu dari langit (untuk mengadzab kalian)ketika saya mengatakan Rasulullah bersabda lalu kalian berkata telah berkata Abu Bakar atau berkata Umar Kalau saja perkataan Abu Bakar dan Umar tidak pantas dihadapkan dengan sabda Rasulullah padahal keduanya adlah sahabat yang termulia maka apalagi selainnya. Karena begitu banyak orang yang fanatik pada suatu madzhab atau jamaah tertentu sehingga ketika dibacakan firman Allah dan sunnah Rasulullah maka mereka berkata bahwa ulama/pemimpin kami mengatakan .... Wailallahi Al Musytakaa Umar bin Abdul Aziz pernah berkata : Tidak boleh seeorang berpendapat ketika sudah ada sunnah dari Rasulullah Imam Syafii berkata : Telah makaijma kaum muslimin bahwasanya jika telah jelas sunnah Rasul tidak halal seseorang meninggalkan sunnah tersebut hanya berdasarkan perkataan seseorang manusia. Ahmad bin Hambal berkata : Siapa yang menolak hadits-hadits Rasulullah maka dia berada di tepi jurang kehancuran. 2) Sebenarnya tidak demikian maksud dari atsar Umar tersebut . Perkataan ini keluar setelah beliau melihat kaum muslimin sholat tarawih berjamah. Hal ini (shalat tarawih secara berjamaah) bukan

termasuk bidah menurut syariat sebab sebagaimana yang disampaikan Aisyah bahwa Rasulullah pernah melakukannya namun beliau meninggalkannya karena khawatir hal ini akan diwajibkan. Setelah maka kekhawatiran tersebut hilang maka Umarwafatnya Rasulullah kembali menghidupkannya sebagai bidah yang baik menurut bahasa ,karena hal tersebut seakan-akan hilang atau sudah tidak pernah dilakukan sejak menghentikannya karena kekhawatirannya sampai pada zamanRasulullah khalifah Abu Bakar. 3) Jika sudah jelas hal ini bukan bidah maka berarti dia bukan bidah menurut syariat tetapi menurut bahasa yakni bidah yang berarti apa yang dilakukan tanpa ada contoh sebelumnya. Tarawih berjamaah belum pernah dilakukan pada zaman Umar sebelum hari itu, begitu pula zaman Abu Bakar namun bila ditinjau dari segi tarikh hal itu telah dilakukan Rasulullah. Beberapa komentar ulama tentang atsar ini : Imam Syafii : Apa yang dikatakan Umar adalah bidah menurut bahasa dan bukan menurut syariat Ibnu Taimiyah : Perkataan Umar adalah bidah lughowiyah bukan bidah menurut syariat karen bidah menurut bahasa adalah seseuatu yang belum dicontohkan sebelumnya, adapun bidah menurut syariat adalah segala sesuatu yang tidak ada dalilnya. Adapun sholat Tarawih berjamaah telah ada dalilnya. Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan Qs 2:117,beliau menjelaskan : Bidah ada 2 macam kadang ia datang dengan makna syariat dan semuanya itu sesat, kadang pula datang dengan makna bahasa seperti perkataan Amirul Mukminin Umar bin Khattab radhiyallahu anhu ketika beliau mengumpulkan kaum muslimin dengan imam yang satu dalam sholat tarawih dan mengatakan sebaik-baik bidah adalah bidah yang satu ini.

Imam Ibnu Rajab Al-Hambali berkata : Apa saja yang dikatakan oleh ulama salaf tentang adanya bidah yang baik maka maksudnya bidah menurut bahasa bukan menurut syariat. Di antaranya perkataan Umar ini. Muhammad Rasyid Ridho membagi bidah menurut: bahasa yang berarti perkara umum - menurut syariat yakni berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam Dengan penjlasan para Ulama kita tentang makna atsar Umar maka tidak pantas bagi mereka mengatakan bahwa ada bidah yang baik menurut syariat berdalihkan dari atsar tersebut.Wallohul Muwaffiq III . Atsar yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad : Apa yang dianggap baik oleh kaum muslimin maka itu juga baik menurut Allah Jawaban atas syubhat ini : 1) Ada yang menyandarkan perkataan ini kepada Rasulullah sebagai hadits tetapi sebenarnya perkataan ini tidak shohih datang dari Rasul (bukan hadits marfu) meski ada yang meriwayatkan secara marfu akan tetapi lemah. Maka yang shohih bahwa ini adalah perkataan Abdullah bin Masud dan bukan perkataan rasul. Maka tidak pantas perkataan Abdullah bin Masud dihadapkan dengan perkataan Rasulullah. 2) Penggunaan alif lam pada perkataan (( ))adalah alif lam lil ahd artinya yang berfungsi untuk menunjukkan seseuatu yang telah diketahui maksudnya atau tertentu. Al-Muslimin yang dimaksud pada perkataan Ibnu Masud adalah kaum muslimin yang ada pada saat itu yakni para sahabat, dan sahabat tidak pernah mengatakan ada bidah yang baik. Yang menguatkan pendapat ini karena atsar ini adalah atsar yang panjang, Abdullah Ibnu Masud mengatakan :

Allah memandang kepada hati-hati hambanya lalu Allah mendapatkan hati yang terbaik adalah hati Muhammad, lalu Allah mengangkatnya sebagai rasul kemudian diutus sebagai pemabawa risalah. Kemudian Allah kembali melihat hati hamba-hambaNya yang lain setelah hati Nabi lalu Allah mendapat hati sahabat adalah hati yang terbaik lalu Allah menjadikan mereka sebagai penolong Nabi-Nya..Mereka berperang di atas dasar Agama Islam. Apa yang dianggap baik oleh kaum muslimin(para sahabat) maka di sisi Allah juga baik. Dan apa yang dianggap buruk oleh kaum muslimin maka itupun buruk di sisi Allah" 3) Jika yang dimaksud adalah bukan sahabat, maka kaum muslimin yang dimaksud adalah kaum muslimin secara keseluruhan artinya ijma. Dan bidah hanya baik menurut sebagian orang, bukan baik secara ijma. Adapun Ijma pasti baik karena tidaklah ummat ini dikumpulkan dalam kesesatan. Dari Anas bin Malik berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya ummatku tidak berkumpul di atas kesesatan"(HR. Ibnu Majah) 4) Tidak mungkin Ibnu Masud berkata seperti itu lalu yang dimaksud adalah bidah menurut syariat karena beliau termasuk orang yang sangat keras melawan bidah. Di antara perkataan beliau yang menunjukkan kerasnya terhadap bidah adalah Ikutilah dan jangan berbuat bidah karena telah dicukupkan bagi kalian dan setiap bidah adalah sesat. Sederhana dalam melakukan sunnah lebih baik daripada bersusah payah dalam melakukan bidah Ketika beliau mendapati orang yang berdzikir memakai batubatuan dengan khusyu beliau mengatakan Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tetapi ia tidak mendapat kebaikan itu . IV. Perkataan Imam Syafii Bidah itu ada dua : bidah yang terpuji dan bidah yang tercela

Jawaban atas syubhat ini adalah : 1) Bila perkataan ini adalah perkataan Imam Syafii maka tidaklah pantas perkataan tersebut dihadapkan dengan perkataan Rasulullah. 2) Bidah yang dimaksud adalah bidah menurut syariat. Dan penafsiran ini ditunjukkan oleh lanjutan dari perkataan ini yakni :Bidah ada 2 macam yakni trcela atau terpuji. Apa yang sesuai dengan sunnah itulah bid'ah yang terpuji sedang apa yang bertentangan dengan sunnah itulah yang tercela. 3) Imam Syafii - - termasuk Imam yang paling keras menolak bidah, dan memegang sunnah. Di antara beberapa riwayat dari beliau yang menunjukkan hal tersebut adalah : Ketika ia ditanya suatu masalah lalu beliau berkata : Rasulullah bersabda :... lalu ada yang bertanya Apa kamu mengambil hadits tersebut wahai Abu Abdillah? Beliau marah dan berkata Di mana kaki saya mesti berpijak kalau saya menyebutkan sebuah sabda Rasulullah dan tidak mengambilnya,? Sungguh saya akan mengambilnya dan akan menaatinya. Setiap hadits Rasulullah itulah perkataanku meski kalian tidak pernah mendengarkan hal tersebut dariku Setiap masalah yang shohih berdasarkan hadits Rasulullah dan bertentangan dengan perkataanku, sungguh aku telah meralat perkataanku baik selama hidupku maupun sesudah wafatku Hal ini menunjukkan meskipun tinggi keilmuan beliau tetapi ada saja dalil yang luput maka tidak pantas kita taasshub kepada beliau. V. Perkataan Al-Iz bin Abdissalam rahimahullah-mengenai bidah. Bahwa bidah terbagi atas 5 yakni bidah yang wajib bidah yang haram bidah yang sunnah bidah yang makruh dan bidah yang mubah ... Jalannya dengan melihat kaidah syari

Dan perkataan inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh ahlul bidah. Imam Al-Iz bin Abdissalam pernah menjadi Imam di Palestina dan digelari Sulthanul Ulama (577-660 H) Jawaban terhadap Syubhat ini : 1) Tidak pantas perkataan ulama dihadapkan dengan hadits Rasulullah 2) Belum ada kesepakatan ulama mengenai pembagian ini, bahkan Imam Syatibi penulis Al-Itishom berkata: Pembagian ini tidak ada contohnya dan tidak ada dalilnya... (tidak disepakati ulama). 4) Maksud dari perkataan beliau ini adalah bidah menurut menurut bahasa bukan menurut syariat, karena beliau membagi kelima bidah ini sekaligus menyebutkan contohnya. Kata beliau : Bidah wajib seperti sibuk mempelajari ilmu nahwu (Ilmu tata bahasa) Bidah Sunnah seperti sholat tarawih berjamaah, membangun sekolah (mashlahah mursalah) Ini bukan bidah Bidah mubah yakni melakukan perbuatan yang mubah seperti memakan makanan yang lezatlezat Bidah makruh yakni melakukan perbuatan yang makruh seperti makan terlalu kenyang Bidah haram yakni melakukan perbuatan yang haram 5) Imam Al-Izz juga adalah salah seorang ulama yang paling keras menentang bidah menurut syariat sebagaimana diceritakan oleh muridnya Abu Syamah yang berkata : Beliau(Imam Al 'Izz) adalah orang yang paling pantas berkhutbah dan paling pantas menjadi Imam dan beliau selama menjadi Imam telah banyak menentang bidah yang telah ada di zamannya, Diantaranya : Melarang memukul pedang di atas mimbar Menghilangkan sholat raghoib (shalat pertengahan) bulan Syaban Bahkan menentang Ibnu Sholah yang membolehkan sholat raghoib.

Ketika ditanya tentang jabat tangan setelah sholat subuh dan ashar, beliau mengatakan ini adalah bidah kecuali belum sempat berjabat tangan ketika bertemu saudaranya sebab salaman bukanlah rangkaian sholat. Ketika ditanya tentang mengusap muka setelah berdoa, beliau mengatakan tidak ada yang melakukannya kecuali orang-orang jahil Beliau mengatakan tidak shohih bahwa ada mengucapkan shalawat pada qunut terutama pada sholat subuh karena beliau adalah seorang ulama dari madzhab Syafii dan dalam madzhab Syafii memandang disyariatkan qunut pada sholat shubuh Dari sini Syaikh Al Albani mengatakan bahwa Imam Al 'Izz ini tidak memudah-mudahkan dalam masalah bidah bahkan beliau sangat keras dan tegas dalam masalah bidah. Oleh karena itu tidak pantas perkataannya dijadikan hujjah untuk menunjukkan ada bidah yang baik padahal maksudnya adalah bidah menurut bahasa dan bukan bidah menurut syariat. Hal-Hal Semua yang perlu Diperhatikan Bidah yang Menegaskan Bahwa adalah Sayyiah

1. Dalil yang mencegah bidah adalah dalil secara umum dan mutlak dan tidak ada pengecualian. 2. Rasulullah senantiasa mengulangi dalam khutbah Jumat beliau bahwa Bidah itu sesat bahkan sebagian ulama mengatakan termasuk khutbah hajah karena beliau senantiasa mengatakannya setiap membuka mejelis . Sesuatu yang selalu diulangi tanpa dibatasi menunjukkan sesuatu yang mutlak. Karena seandainya ada perkecualian tentu pernah beliau sebutkan walaupun hanya sekali saja. 3. Ini adalah ijma salafush sholih bahwa tidak ada bidah yang hasanah dan perkataan adanya bidah yang hasanah baru muncul

belakangan (sesudah 3 kurun terbaik) dan apa yang datang belakangan tidak pantas dihadapkan dengan perkataan salafush shalih. 4. Bahwasanya orang yang melakukan bidah hanya berpegang pada dirinya sendiri dan yang mesti ia lawan adalah syariat, maka seakan-akan ia adalah penentang syariat (Al-Quran dan Sunnah). 5. Perkataan ada bidah hasanah membuka pintu lebar-lebar untuk memasukkan semua bidah dalam agama ini dan sulit bagi kita menyaring bidah tersebut karena setiap orang yang datang dengan bidahnya mengatakan bahwa bidah ini bagus dan tidak boleh kita cegah. Maka akhirrnya semua bidah datang dan diterima kemudian syariat menjadi hilang. Akhirnya semua orang menyibukkan diri dengan perbuatan bidah. 6. Tidak ada kaidah yang jelas untuk menunjukkan yang mana yang baik dan yang mana yang buruk, jadi tidak ada tolok ukurnya. Maka : Kalau kita mengatakan tolok ukurnya adalah syariat maka semua yang sesuai dengan syariat bukan bidah. Dan kalau kita mengatakan tolok ukurnya adalah akal dan perasaan, maka akal dan perasaan kita berbeda-beda, sehingga tidak ada kesepakatan. Dan ini membuka jalan kemungkaran dalam Islam 7. Kalau kita boleh menambah sesuatu dalam agama atas nama bidah yang hasanah maka berarti boleh juga kita mengurangi sedikit dari agama ini atas nama bidah hasanah. Kalau mereka mengatakan boleh maka hilanglah syariat dan yang tinggal adalah sesuatu yang baru dan ini adalah sesuatu yang tidak mungkin. 8. Jika memang ada bidah yang hasanah maka kami juga ingin membuat bidah hasanah yaitu perkataan : Tidak ada bidah yang hasanah.Kalau kami punya dalil bahwa tidak ada bidah yang hasanah maka seharusnya kalian ikut kepada kami. Dan kalau kami tidak punya dalil maka kalian tidak dapat menolak pernyataan kami sebagaimana kalian tidak punya dalil ketika mengatakan bahwa ada bidah yang hasanah.

9. Perkataan ada bidah yang hasanah ini menghantarkan penyimpangan /kerusakan Ad-Dien ini. Karena setiap kaum yang datang dengan sebuah ibadah dan mengatakan bidah hasanah maka akan banyaklah bidah dan akan berubah wajah agama ini. Dan agama ini akan sama dengan agama terdahulu yakni Yahudi dan Nasrani yang meninggalkan ajaran nabi-nabi mereka sehingga nampak seperti sekarang ini. Mereka katakan : Tuhan kami Yesus padahal Nabi Isa alaihissalam sendiri mengingkari perkataan tersebut. Mereka (Yahudi) menghalakan riba padahal Nabi mereka melarang riba. Hal ini terjadi sejak terjadinya tahrif/perubahan atas nama bidah. 10.Barangsiapa yang mengetahui bahwa Rasulullah adalah orang yang paling alim tentang kebenaran dan orang yang paling fasih dalam mengucapkan kebenaran dan beliau adalah orang yang paling bernasehat dan tidak pernah mengkhianati risalah maka tentu kita akan mengatakan Apa yang disampaikan itu sudah cukup dan tidak mungkin ada yang baik ditinggalkan padahal ssesungguhnya beliau adalah orang yang sering bernasehat. Maka kesimpulannya bahwa perkataan bidah hasanah bertentangan dengan Al-Quran dan As Sunnah dan hendaknya menjadi prinsip bagi seorang Muslim bahwa apa yang telah didatangkan oleh Rasulullah dan telah dijadikan syariat oleh Allah sejak turunnya Qs 5 :3, maka sudah cukup bagi kita. Kita tidak butuh penambahan dari mana saja. Sedangkan syariat masih banyak yang belum kita amalkan sehingga untuk apa kita sibuk dengan amalan bidah sementara masih banyak amalan sunnah yang ditinggalkan.Wallohul Musta'an TAKHRIJ HADITS

Hadits ini selain dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim juga dikeluarkan oleh 1. Dari kalangan Kutub Sittah yakni Abu Dawud dan Ibnu Majah. 2. Imam Ahmad dalam Musnadnya 3. Ibnu Hibban dalam Shohihnya.

Wallohu A'lam Syarah Hadits Ke-6 Arbain Ditulis oleh Administrator Jumat, 14 Juli 2006 Syarah Hadits Ke-6 Arbain Berikut ini penjelasan hadits ke-6 kitab Arbain: : : )) )) 6. Dari Abu Abdillah Numan bin Basyir radhiyallahu anhuma berkata : Aku telah mendengar Rasulullah bersabda : Sesungguhnya sesuatu yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan diantara keduanya ada persoalan yang samar-samar, kebanyakan manusia tidak mengetahui. Maka barang siapa menjaga dirinya dari persoalan yang syubhat itu maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya, dan barang siapa yang jatuh dalam perkara yang syubhat itu, maka ia telah jatuh dalam perkara yang haram seperti penggembala yang menggembala di sekitar tanah larangan, lambat laun ia akan masuk ke dalamnya Ingatlah bahwa tiap-tiap raja ada daerah batasannya. Ingatlah bahwa batasan Allah adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa dalam tubuh terdapat sepotong daging, apabila ia baik maka baiklah badan itu seluruhnya, dan apabila ia rusak, maka rusaklah badan itu seluruhnya, ingatlah itu adalah hati.

Diriwayatkan

oleh

Imam

Bukhari

dan

Imam

Muslim

KEUTAMAAN

HADITS

Hadits ini berkaitan dengan masalah halal dan haram serta masalah-masalah yang mutasyabihat/ syubhat. Menurut Imam Ahmad , hadits ini memiliki kedudukan yang sangat agung dalam ad-din ini. Beliau memasukkannya sebagai salah satu diantara 3 ushulul hadits (hadits pokok) dalam agama kita, dan hadits yang lainnya adalah hadits pertama dan hadits kelima dari kumpulan hadits Arbain An Nawawiyah. Menurut Imam Ishaq bin Rahuyah /Rahuwaih ( seorang guru utama dari Imam Bukhari ) ketika melihat hadits-hadits, mengatakan 4 hadits yang pokok dalam ad-din ini, yaitu sebagaimana yang dikatakan Imam Ahmad dengan menambahkan hadits keempat dari Al Arbain An Nawawiyah. Imam Abu Dawud , seorang murid dari Imam Ahmad dan penulis Sunan Abi Dawud( beliau yang paling banyak menyebutkan tentang keutamaan hadits ini) Beliau memasukkan hadits ini ke dalam 3 ushulul hadits, bahkan beliau mengatakan ada 5 hadits yang beredar padanya fiqih dalam ad-din dan beliau memasukkan hadits ini juga (yaitu hadits 1, 6, 7, 9 dan 32), beliau juga mengatakan bahwa ada 4 hadits yang pokok dalam Sunan Abi Dawud dan telah cukup bagi seseorang yang mau memahami ke empat hadits tersebut, dan beliau juga memasukkan hadits ini. Imam Ibnu Daqieq Al Ied , penulis syarh Al Arbain An Nawawiyah yang juga ulama besar dalam masalah fiqh mengatakan dalam syarh Arbain An Nawawiyah bahwa hadits ini adalah ( termasuk hadits pokok yang agung dalam pokok-pokok syariat). Dan beliau berkata (mengutip dari Imam Abu Dawud : ) telah ijma ulama tentang pentingnya dan tentang banyaknya faedah yang dikandung hadits ini. Pendapat ini disetujui oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Imam

Nawawi . memperhatikan

Dengan ini tentang

menunjukkan hadits

bahwa ini.

ulama

Ulama lainnya adalah Imam Al Qurthubi penulis tafsir Al Qurthubi dan sebelumnya Imam Ibnul Arabi yang memiliki tafsir tentang ayat-ayat ahkam dan juga bermadzhab Maliki, keduanya berkata bahwa seluruh masalah-masalah hukum bisa dikembalikan pada hadits ini, karena hadits ini telah menjelaskan masalah halal dan haram secara rinci dan juga menyinggung suatu masalah yang berada di antara keduanya (masalah syubhat). Dengan demikian sangat penting bagi kita untuk memperhatikan hadits ini, menghafalkan, memahaminya dan menyebarkan hukumhukumnya. Demikian pula semua yang terdapat dalam Al Arbain An Nawawiyah yang sebagaimana diketahui mengandung haditshadits yang pokok. SHAHABAT YANG MERIWAYATKAN HADITS Perawinya adalah seorangadalah Abu Abdillah Numan bin Basyir Al Madani shahabat dari kalangan Anshar. Kuniyah beliau Abu Abdillah. Bapak beliau adalah seorang shahabat yang mulia bernama Basyir bin Saad bin , dari kalanganTsalabah bin Julas bin Zaid Al Anshori Al Khazraji suku khazraj, salah satu suku terkenal di Madinah. Bapaknyalah yang memperkenalkannya kepada Rasulullah. Ketika kelahirannya, Numan bin Basyir radhiyallahu 'anhuma dibawa kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk didoakan. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengkhabarkan bahwa anak itu (Numan bin Basyir radhiyallahu 'anhu) akan seperti bapaknya menjadi shahabat yang mulia dan akhir hidupnya juga akan sama, yaitu meninggal karena dibunuh. Pada akhirnya Numan bin Basyir radhiyallahu 'anhuma memang meninggal karena dibunuh oleh seorang munafik dari Hims (Damaskus).

Khabar ini adalah khabar gaib dari Allah shubhaanahu wa ta'ala dan apa yang dikhabarkan beliau akan terbukti. Jadi merupakan suatu sunnah untuk membawa seorang bayi yang baru lahir kepada orang yang shaleh untuk didoakan dan ditahnik atau kalau bisa juga untuk diberi nama. Hal ini bukan hanya khususiyah bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam saja, karena sesudah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam para shahabat juga mendatangi Abu Bakar radhiyallahu 'anhu untuk meminta beliau mendoakan anaknya dan ini berlanjut terus sampai tabiin. Ibu dari Numan bin Basyir radhiyallahu 'anhuma adalah seorang shahabiyah yang bernama Amrah bintu Rawahah , saudara perempuan dari shahabat yang mulia Abdullah bin Rawahah radhiyallahu 'anhuma (salah seorang penyair Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan pemimpin perang Mutah). Numan bin Basyir radhiyallahu 'anhuma adalah dari sisi ibunya. Jadi beliaukeponakan dari Abdullah bin Rawahah hidup dan belajar dari kalangan para shahabat sehingga beliau menjadi seorang yang shaleh dan shahabat yang mulia. Diikhtilafkan oleh para Ulama tentang Numan bin Basyir radhiyallahu 'anhuma , apakah ataubeliau pernah mendengar langsung dari Rasulullah hadits-haditsnya hanya murshal shahabi saja (menukil dari shahabat-shahabat yang lain) ?, karena ada juga shahabat yang tidak mendengarkan langsung hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi hanya menukil dari shahabat yang lain yang mendengarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Ahlul Madinah (ulama-ulama dari kalangan Madinah) banyak yang mengatakan bahwa Numan tidak pernah mendengarkan langsung dari Rasulullahbin Basyir shallallahu 'alaihi wa sallam, namun Ahlul Kufah mengatakan bahwa Numan bin Basyir radhiyallahu 'anhuma pernah mendengarkan langsung, dan hadits yang pernah didengarkan beliau langsung dari

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hadits ini. Karena beliau mengatakan ( saya mendengarkan), dan kalau seorang shahabat mengatakan berarti dia mendengarkan langsung. Kalau dia mengatakan ( dari), berarti ada kemungkinan lewat perantara, tapi kalau sudah mengatakan itu menunjukkan bahwa dia mendengarkan langsung. Jadi pendapat yang benar adalah pendapat Ahli Kufah. Dalam riwayat Imam Muslim , beliau menegaskan bahkan mengisyaratkan ( beliau mengisyaratkan dengan telunjuknya menunjuk kepada kedua telinganya) ketika beliau berkata ( maknanya saya mendengarkan langsung dan tidak lewat perantara). Di sini ada sebuah hukum dalam masalah Ilmu Hadits, bahwa orang yang mendengarkan hadits dalam usia yang muda itu diterima haditsnya walaupun dia belum baligh tapi dengan syarat dia menyampaikan hadits tersebut ketika dia sudah baligh. Karena ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, umur beliau (Numan radhiyallahu 'anhu) baru 8 tahun (belum baligh). Berarti ketika mendengar hadits ini, beliau juga belum baligh tapi haditsnya dapat diterima selama dia mumayyiz (dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk dan antara yang benar dan yang salah) tapi dengan syarat dia sampaikan ketika dia sudah baligh. Sama dengan masalah, tidak mengapa menerima hadits dari seorang yang waktu mendengarkan hadits masih dalam keadaan kafir dengan syarat dia menyampaikan hadits itu ketika dia sudah masuk islam. Sebaliknya jika ada yang mendengarkan hadits ketika ia masih seorang muslim, tapi dia menyampaikan hadits itu ketika dia sudah kafir (murtad), maka haditsnya itu tidak diterima/ditolak. Ini salah satu masalah dalam Ilmu Mustholah bahwa , menerima hadits orang yang masih muda dengan syarat dia menyampaikan ( ) ketika sudah baligh, seperti Numan bin Basyir radhiyallahu 'anhuma . Diantara keutamaan dari Numan bin Basyir radhiyallahu 'anhuma adalah : pada masa Muawiyah radhiyallahu 'anhu, beliau dipilih

menjadi Amir di Kufah dan setelah kurang lebih 9 bulan di Kufah beliau dipindahkan ke Hims (Damaskus) sebagai Qadhi di Hims. Ada sedikit ikhtilaf dikalangan ulama, apakah hadits ini pertama kali beliau sebutkan ketika beliau berada di Kufah atau setelah beliau berada di Hims. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa beliau berkhutbah dengan hadits ini ketika menjabat Amir di Kufah, tapi dalam riwayat lain dikatakan bahwa beliau berkhutbah dengan hadits ini ketika di Hims. Kata Ibnu Hajar Asqalani : tidak ada masalah, boleh saja beliau berkhutbah dua kali dengan hadits ini yaitu beliau sudah pernah berkhutbah dengan hadits ini ketika beliau masih Amir di Kufah dan juga berkhutbah dengan hadits ini ketika telah menjadi Qadhi di Hims. Beliau juga terkenal sebagai khotib yang bari, ahli khutbah yang mempunyai balaghoh (keindahan bahasa dalam berkhutbah dan ahli retorika). Beliau adalah shahabat yang pertama kali lahir dikalangan Anshar setelah hijrah Nabi (sekitar 14 bulan setelah hijrah). Adapun shahabat dari kalangan Muhajirin yang pertama kali lahir setelah hijrah adalah Abdullah bin Zubair radhiyallahu 'anhuma . Abdullah bin Zubair radhiyallahu 'anhuma mengatakan bahwa Numan bin Basyir radhiyallahu 'anhu lebih tua 6 bulan darinya. Numan bin Basyir radhiyallahu 'anhuma wafat pada tahun 60 H. Pendapat lain mengatakan tahun 62 H dan ada juga tahun 64 H, setelah menghindari fitnah Yazid bin Muawiyah tentang masalah Abdullah bin Zubair. Beliau menghindari fitnah tersebut tetapi dibuntuti oleh seorang munafik yaitu Khalid bin Khaly Al Khulai dari Dimasyq dan dialah yang membunuh shahabat yang mulia Numan bin Basyir radhiyallahu 'anhu (sebagaimana yang pernah dikhabarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. SYARH HADITS (Saya telah mendengarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda ) merupakan salah satu bentuk periwayatan yang paling

kuat

dalam ilmu hadits, sama dengan bentuk . (Sesunguhnya sesuatu yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas) Maksudnya urusan-urusan yang halal dan yang haram itu sudah jelas. Artinya ada urusan-urusan yang memang sudah dijelaskan bahwa dia adalah halal atau haram. seperti memakan makanan dan meminum minuman yang baik hukumnya halal, nikah itu halal, dan sebagainya. Dan kehalalan ini jelas dari Al Quran dan As Sunnah, yang jelas hukum-hukumnya dari dalil-dalil yang sifatnya nash (tidak ada makna lain dari hal tersebut). Karena ada dalil yang sifatnya nash (siapa saja yang membacanya bisa langsung memahaminya) dan ada dalil yang tidak nash dan inilah yang bisa ditawil (mempunyai ihtimal/ banyak kemungkinan). Selain jelas dengan dalil-dalil Al Quran dan As Sunnah, masalah itu juga jelas berdasarkan kaidah-kaidah yang umum seperti bahwa semua masalah-masalah selama tidak ada larangan dan dalam masalah dunia maka hukumnya halal. Dan penjelasan ini, bahwa Allah shubhaanahu wa ta'ala telah menurunkan Al Quran untuk menjelaskan segala sesuatu (hukum Allah) bagi manusia dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga diutus untuk menjelaskan apa yang ada dalam Al Quran. Jadi Al Quran sebenarnya adalah penjelas tentang hukum-hukum, dan untuk memperjelas lagi apa yang ada dalam Al Quran maka Allah mengutus Rasul-Nya. Dan hal ini ditunjukkan minimal 2 ayat dalam Al Quran. Sebagaimana firman Allah shubhaanahu wa ta'ala dalam surat An Nahl (16) : 89 , 89 : ) )( (Dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari diri mereka sendiri, dan kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk

menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri(AnNahl : 89). Ayat ini (QS An Nahl : 89) jelas menyebutkan bahwa Al Quran ini diturunkan untuk menjelaskan hukum-hukum. Dan dalam surat An Nahl : 44, Allah berfirman : ( 44 : () Dengan membawa keterangan-keterangan (Mujizat) dan kitabkitab. dan kami turunkan kepadamu Al Quran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan (An Nahl : 44). Dengan demikian jelaslah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diturunkan untuk menjelaskan hukum-hukum Allah yang terdapat dalam Al Quran lewat sunnahnya. Jadi Al Quran dan Sunnah kedua berfungsi untuk menjelaskan hukum-hukum itu. Dengan kedua hal itu (Al Quran dan As Sunnah) cukuplah untuk menjelaskan segala yang halal dan yang haram. bersabda:Dalam riwayat Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah , Rasulullah Saya telah meninggalkan kalian wahai umatku seperti baidho/ yang sangat putih (sangat jelas/ terang sekali), malamnya seperti siangnya, tidak ada yang berpaling dari syariatku kecuali ia akan binasa Hadits ini telah menjelaskan segala sesuatu yangmenunjukkan bahwa Rasulullah halal dan yang haram, dan ini pula telah disaksikan oleh para shahabat. Kata Abu Darda radhiyallahu 'anhu dan juga Abu Dzar radhiyallahu 'anhu bahwa : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah meninggalkan kami dan tidaklah ada seekor burung yang membolak-balikkan sayapnya di angkasa kecuali beliau telah menjelaskan hal tersebut kepada kami (Hadits Shahih Riwayat Thabrani dalam Al Mujam Al Kabir).

Ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan segala sesuatu sehingga mereka (shahabat) faham antara yang halal dan yang haram. Karenanya hal-hal yang sudah dijelaskan dengan nash-nash Al Quran dan As Sunnah tidaklah pantas seorang untuk jahil terhadap masalah-masalah tersebut. Sebagaimana yang dikatakan oleh ulama kita, ada masalah-masalah yang ( sudah jelas hukumnya dan tidak ada udzur untuk tidak mengetahuinya). Seperti kewajiban menyembah kepada Allah shubhaanahu wa ta'ala telah sangat jelas dalam Quran dan Sunnah, sehingga tidak boleh seseorang berkata saya mengira kita bisa menyembah kepada selain Allah. Demikian juga tentang keharaman memakan babi dan anjing. Bagi seorang muslim yang hidup di tengah kaum muslimin yang sudah mendengarkan Quran dan Sunnah, di negeri kaum muslimin, maka tidak ada udzur baginya untuk jahil tentang masalah-masalah itu, karena dia hidup di kalangan kaum muslimin dan dikalangan kaum muslimin pengetahuan akan hal itu sudah menyebar. Musytabihat/ syubhat berasal dari kata - artinya mirip/ sama. Suatu perkara dikatakan syubhat karena perkara itu mirip/ sama, karenanya orang sulit membedakan apakah hal itu halal atau haram, apakah sunnah atau bidah, apakah boleh atau tidak boleh. ( tidak banyak manusia yang mengetahuinya), artinya ada manusia yang mengetahuinya. Jadi sebenarnya urusan ini masuk pada salah satunya, halal atau haram, hanya tidak banyak manusia yang mengetahuinya. Yang memiliki pengetahuan atasnya adalah ulama, dan ini menunjukkan keutamaan ulama. Namun demikian tidak semua ulama juga mengetahui hal tersebut, mereka bertingkat-tingkat dalam masalah seperti ini. Urusan-urusan yang syubhat/ ikhtilaf terjadi telah menjelaskan segala sesuatunya) disebabkan(padahal Rasulullah beberapa hal :

1. Dalil-dalilnya tidak sampai kepada semua ulama. Contoh, sebenarnya sudah ada hukum yang mengatur tentang suatu masalah, tetapi dalil/ haditsnya tidak menyebar kepada seluruh ulama, ada yang sudah sampai padanya dan ada yang belum. Maka bagi ulama yang telah sampai padanya dalilnya maka hal itu tidak samar lagi baginya, namun yang belum sampai kepadanya dia menganggapnya sesuatu yang syubhat. 2. Ada masalah-masalah yang kadang disebutkan halal dan kadang disebutkan haram dan ulama kita tidak mengetahui yang mana yang nasikh dan yang mansukh, karena ada kelihatan sesuatu yang bertentangan, ada yang halal dan ada yang haram. salah satu untuk mentarjihkannya adalah dengan melihat yang mana yang lebih dulu turun. Kaidahnya yang lebih dulu turun itulah yang mansukh dan kita mengambil dalil yang belakangan. Tapi kadang ulama juga tidak mengetahui yang mana yang lebih dulu turun sehingga menimbulkan syubhat tentang hukumnya. 3. Ada hukum-hukum yang tidak ada dalilnya yang jelas. Dia datang ketika ulama-ulama kita mau memutuskannya hanyalah menggunakan kaidah-kaidah syariat, apakah kaidah umum atau berupa qias atau yang lainnya yang digunakan fuqaha untuk memutuskan hukumnya. Dan masalah-masalah seperti inilah yang disebut masalah ijtihadiyah, ketika tidak adanya dalil yang jelas maka ulama kita berijtihad. Disinilah terjadi ikhtilaf mengenai hukumnya, kadang ada yang mengatakan halal dan kadang ada yang mengatakan haram. 4. Adanya dalil yang mengatakan dia adalah suatu perintah dan ada yang mengatakan dia larangan pada perkara yang sama. Untuk hal yang seperti ini kadang dipakai beberapa kaidah seperti ( membawa dalil-dalil yang mutlak pada yang muqayyad atau membawa dalil-dalil yang umum ke yang khusus), atau kadang ada yang menyimpulkan bahwa karena ada perintah dan larangan maka hukumnya berarti makruh, atau ada juga yang berkata hukumnya mubah. Contohnya : minum berdiri dikatakan dalam suatu hadits hal itu dilarang, tetapi dalam hadits yang lain dikatakan boleh. Maka sebagian ulama

mengatakan bahwa di sini ada larangan dan ada perintah maka larangan di bawa kepada yang makruh, ada juga yang mengatakan karena adanya larangan dan adanya perintah, maka perintah disini (untuk tidak minum berdiri) hukumnya sunnah saja, dan ada juga yang mengatakan hukumnya mubah. Keragaman pendapat inilah yang menimbulkan syubhat. Namun hal syubhat ini sebagian ulama mengetahuinya, dan merupakan keutamaan ulama untuk bisa menjelaskan mengenai hal-hal itu. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah mengatakan : Yang faqih bukanlah orang yang bisa menjelaskan yang mana yang halal dan yang haram (dalam masalah-masalah yang sudah jelas hukumnya), tetapi seorang yang faqih adalah seorang yang bisa memutuskan antara dua hal yang samar-samar. Mengenai keutamaan ulama ini, sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits ini ( kebanyakan manusia tidak mengetahuinya). Dan ini juga sudah dalam Al Quran surat Ali Imran (3) : 7,diisyaratkan oleh Allah ) . . . 7 : ) )( Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Diantara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokokpokok isi Al Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari tawilnya, padahal tidak ada yang mengetahui tawilnya melainkan Allah. Dan orangorang yang mendalam ilmunya berkata :kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal (Ali Imran : 7) Sebagian qiraah mengatakan : ( tidak ada yang mengetahui tawilnya melainkan Allah dan orangorang yang mendalam ilmunya ), artinya orang yang mendalam

ilmunya juga mengetahui hal tersebut. Meskipun qiraah seperti ini adalah qiraah telahyang lemah. Ada yang mengambil dari ayat ini bahwa memang Allah memberikan ilmunya kepada sebagian manusia yaitu para ulama kita yang mendalam ilmunya ( Wallahu taala alam). Dari sebab-sebab khilaf tadi, ulama kita berikhtilaf tentang makna apakah sebenarnya hukumnya ? apakah halal, haram, atau ada hukum-hukum tertentu yang tidak masuk pada salah satunya, sehingga ketika menafsirkan masalah yang mutasyabihat ini ada beberapa pendapat : 1. Ada yang mengatakan mutasyabihat adalah hal-hal yang diikhtilafkan oleh ulama sebagaimana yang telah disebutkan. 2. Ada yang mengatakan mutasyabihat ini hukumnya makruh, 3. Ada yang mengatakan mutasyabihat ini hukumnya mubah. Dari semua pendapat itu , yang rajih adalah pendapat yang pertama (Wallahu alam), dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Hajar bahwa makna yang mutasyabihat adalah yang diikhtilafkan oleh para ulama dan hukumnya salah satu diantara halal atau haram. ( maka siapa yang menjauhi), dari kata - yang artinya jauh atau berhati-hati/ menjaga diri, sebagaimana dalam ayat ( jagalah dirimu/ berhati-hatilah). Karena itulah ketika Umar radhiyallahu 'anhu ditanya tentang definisi taqwa, beliau mengatakan Kamu seperti berjalan di jalan yang banyak onaknya/ banyak durinya/ gangguannya, kamu tentu saja berhatihati dan inilah taqwa. Berarti barang siapa yang berhati-hari dengan syubhat, maka juga menjauhi syubhat tersebut (tidak mau dekat-dekat dengan syubhat tersebut). ( dia sudah menyelamatkan agamanya/diennya dan kehormatannya). ( menyelamatkan diennya) adalah berkaitan dengan hubungannya dengan Allah shubhaanahu wa ta'ala. Menjauhi syubhat merupakan perwujudan

pertanggungjawabannya terhadap Allah. Namun orang yang melakukan syubhat akan ditanya oleh Allah di hari kiamat kelak. Karena itulah , maksudnya dia akan selamat dari pertanyaan Allah. ( menyelamatkan kehormatannya), berkaitan dengan hubungannya antara sesama manusia. Dengan meninggalkan syubhat maka dia akan selamat dari gangguan/ komentar manusia dan prasangka-prasangka yang buruk yang mungkin datang dari manusia. Karena itulah ulama mengatakan : Siapa yang selalu mau berada di posisi syubhat, maka jangan dia mencela orang yang berprasangka buruk kepadanya. Seperti orang-orang yang berada di tempat-tempat yang syubhat, haram, mungkar, ahlu bidah dan maksiat, ketika ditanya, mereka berkata : Sebenarnya sama mau berdakwah. Tapi orang-orang yang lewat akan berprasangka buruk dan mereka tidak dapat marah/ melarangnya karena wajar jika orang berpikiran seperti itu. Dan inilah yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalam riwayat Bukhari Muslim dari Ali bin Husain diceritakan : Suatu ketika Rasulullah dikunjungi oleh istrinya Shofiyyah pada saat beliau sedang beritikaf. Ketika istrinya mau pulang, beliau mengantarkannya sampai ke depan pintu masjid. Ketika itu dua orang Anshar lewat di bersama seorangdepan beliau. Lalu ketika mereka melihat beliau wanita, cepat-cepat mereka pergi berjalan dengan jalan yang cepat, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memanggil keduanya, dan berkata Wahai Anshar, sesungguhnya perempuan ini adalah Shofiyyah bintu Hayyi (maksudnya istriku), lalu kedua shahabat itu berkata : Ya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kami tidak mungkin berprasangka buruk denganmu. Kata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : Sesunguhnya syaithan itu berjalan di tubuh manusia sebagaimana aliran darah, karena itulah saya kuatir syaithan menggoda kalian lalu kalian berprasangka buruk kepadaku. Di sini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mau menjelaskan

supaya menghindarkan syubhat atas dirinya. Kalau ada syubhat perlu kita jelaskan dan kalau perlu kita jauhi syubhat itu dan inilah jalan keselamatan. Orang yang menjauhi syubhat, tidak akan ada komentar buruk dari manusia, dia senantiasa akan selamat/ aman dari gangguan-gangguan manusia. Orang yang kadang-kadang berada di tempat orang-orang yang ahlul maksiat atau munafik atau ahlul bidah, mereka tidak akan selamat dari celotehan manusia. Karena itulah sikap seorang mukmin yang benar adalah adalah sebagaimana yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam katakan . (Siapa yang jatuh kepada syubhat maka dia akan jatuh kepada yang haram). Disinilah ada khilaf dari ulama ketika mengatakan apakah syubhat itu halal atau haram. yang mengatakan syubhat itu halal berdalilkan dengan permisalan yang disebutkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan yang mengatakan bahwa syubhat itu haram berdalilkan dengan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : Siapa yang menjauhi syubhat maka dia akan menyelamatkan agamanya dan kehormatannya. Berarti orang yang jatuh ke syubhat maka dia tidak menyelamatkan agamanya dan kehormatannya, berarti hal ini adalah haram, apalagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan : ini yang menyatakan adalah haram. Sedangkan yang mengatakan bahwa dia adalah suatu yang halal berdalilkan dengan permisalan yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : ( seperti pengembala yang mengembalakan gembalaannya di sekitar hima/ perbatasan/ ujung kawasannya sendiri) dan hima/ ujung kawasannya sendiri adalah sesuatu yang dihalalkan. Makna ( jatuh kepada sesuatu yang diharamkan), ditafsirkan oleh sebagian ulama dengan dua tafsiran : 1. Orang yang jatuh kepada syubhat dan orang yang memudahmudahkan masalah syubhat, suatu saat dia akan memudah-

mudahkan juga sesuatu yang haram. artinya siapa yang melakukan hal yang syubhat maka suatu saat ia akan jatuh kepada hal yang haram. karena sesungguhnya maksiat itu akan saling panggil memanggil. Seorang yang terbiasa bermaksiat yang kecil suatu saat dia akan menambah kemaksiatannya dan suatu saat dia akan sampai kepada kekufuran dan dia tidak akan takut lagi. Karena itulah sebabnya ulama kita mengatakan : " " Al bidah bisa mengantarkan kepada kekufuran Maksiat itu bisa mengantarkan kepada kekufuran (kalau sudah dianggap enteng) Sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan sampai-sampai ada orang yang mencuri telur saja dipotong tangannya. Maksudnya pertama-tama yang dicuri adalah telur, tapi selanjutnya ia akan merasa hebat karena tidak ada yang mengetahui dia mencuri telur, maka dia akan mencuri yang lebih dari itu sehingga mungkin sampai kepada batasan dipotong tangan (1/4 dinar). Begitulah maksiat saling panggil memanggil. 2. (a). Karena syubhat adalah sesuatu yang belum jelas tentang kehalalannya dan keharamannya, boleh jadi hal itu diharamkan sehingga ketika dia mau melakukannya dia mengatakan ini suatu yang syubhat saja (memudah-mudahkan dalam melakukannya) padahal dia sudah jatuh kepada yang haram. Atau boleh jadi dia menganggapnya suatu hal yang samar dan dianggap makruh, tapi kalau dia sudah sering melakukan yang makruh maka suatu saat sampai ke yang haram dia masih menganggap biasa-biasa saja. Seperti orang yang mengatakan (meskipun kita tidak setuju) bahwa rokok hukumnya hanya makruh, maka suatu saat dia akan mencoba teman-temannya (minuman keras, ganja, morfin, dan lain-lain) hingga mengantarkan kepada suatu yang haram. (b). Ini adalah masalah yang belum jelas apakah halal atau haram tapi dia syubhat baginya dan dia melakukannya, dan ternyata dia adalah hal yang diharamkan. Karena itulah, maka sikap yang tepat dalam masalah ini adalah

dengan menjauhi syubhat. Tapi bagaimana dengan orang yang sebenarnya hal itu tidak syubhat baginya ? untuk kasus seperti ini maka tidak apa-apa dia mengamalkannya/ melakukannya, namun menjauhinya lebih afdhal, dan kalau dia mau melakukannya maka sebaiknya tidak dihadapan manusia untuk menyelamatkan kehormatannya dihadapan manusia, sebagaimana Rasulullah menjelaskannya. Contoh lain adalah minum berdiri (ada khilaf tentang hukumnya makruh atau mubah) sebaiknya kita meninggalkannya, walaupun kita yakin bahwa itu makruh. kecuali jika ada sekelompok masyarakat yang sepakat tentang keharamannya, maka kita boleh menjelaskan bahwa hal itu tidak sampai kepada yang haram. sebagaimana yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhuma, beliau berada dihadapan para shahabat dan beliau minum berdiri untuk menunjukkan bahwa hal ini sebenarnya tidak sampai pada hal yang diharamkan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari An Nazzal bin Sabrah berkata : : ) ) Ali radhiyallahu 'anhu masuk ke pintu halaman masjid lalu minum berdiri dan berkata : sungguh saya telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berbuat sebagaimana saya perbuat ini. Ada tiga masalah yang juga termasuk syubhat : 1. Masalah yang hukum asalnya halal, tapi dia menjadi syubhat ketika kita tidak mengetahui apakah hukum asalnya itu sudah berubah atau tidak. Seperti seorang laki-laki dengan istrinya. Hukum asal istrinya adalah halal baginya, tapi dia pernah menthalaq istrinya lalu dia ragu apakah dia sudah thalaq 3 atau belum. Disaat seperti maka yang kita ambil adalah hukum asalnya, karena yang kita yakini bahwa halal (istri halal) lalu yang muncul selanjutnya keraguan. Dalam hal ini berlaku kaidah (keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan keraguan). Ini juga terjadi ketika kita shalat, kita yakin kita sudah bersuci sebelum shalat dan ketika kita shalat ada di perut kita bunyi seakan-akan

mau buang angin, lalu kita ragu apakah kita sudah buang angin atau tidak. Maka kata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika ditanya tentang seseorang yang mengalami hal tersebut : (( (( Apabila salah seorang diantara kamu mendapatkan (merasakan) sesuatu diperutnya sehingga meragukan apakah mengeluarkan sesuatu darinya ataukah tidak, maka janganlah dia keluar dari masjid sampai dia mendengar suara atau mencium bau (HR. Imam Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ). Karena hukum asalnya adalah sudah bersuci dan ini tidak boleh dibatalkan karena syubhat yang muncul. 2. Masalah yang keharamannya sudah jelas, tapi kita ragu apakah hukumnya itu sudah berubah atau tidak. Contohnya makan binatang yang sudah menjadi bangkai. Lalu timbul keraguan bahwa apakah dia sudah disembelih dengan sembelih yang syari atau tidak. Maka disini yang diambil adalah hukum asal yaitu haram. sebagaimana kisah yang pernah terjadi pada yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :shahabat Adi bin Hatim Ketika Adi bin Hatim radhiyallahu 'anhu menceritakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kejadiannya, beliau berkata : Ya Rasulullah saya sudah melepaskan anjing yang sudah saya ajarkan dan saya sudah mengucapkan basmalah ketika melepaskannya, lalu ketika saya mendapati anjing saya disitu juga ada buruan (bangkai) dan juga ada anjing lain yang tidak pernah saya ajari sebelumnya dan tidak saya kenali pemiliknya. Maka Rasulullah berkata : Jangan kamu makan (hasil buruan tersebut). Karena hukum asal bangkai adalah haram dan yang kamu ajarkan hanya anjingmu saja dan boleh jadi yang menangkap buruan adalah anjing orang lain, oleh karena itu jangan kamu makan. Dalam Al Quran surat Al Maidah : 4 , Allah shubhaanahu wa ta'ala berfirman :

(4 : () Mereka menanyakan kepadamu : Apakah yang dihalalkan bagi mereka ?. Katakanlah : Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya (Al Maidah :4 ) Jadi anjing yang sudah diajarkan dan ketika dilepaskan mengucapkan basmalah maka hasil buruannya dapat dimakan. Kata Ibnu Qayyim Al Jauziyah ini menunjukkan keutamaan ilmu. Anjing saja yang diajarkan (berilmu) berbeda dengan anjing yang tidak diajarkan. Anjing yang tidak diajarkan maka hasil buruannya tidak halal untuk dimakan. 3. Hal-hal yang belum jelas tentang kehalalannya atau keharamannya, maka hal ini harus ditinggalkan. Sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mendapatkan kurma di rumahnya dan beliau tidak tahu apakah kurma itu sedekah atau hadiah, maka beliau meninggalkannya. Sebenarnya kurma adalah halal, namun masalah bagi Rasulullah apakah kurma itu sedekah atau hadiah dan kemungkinannya sama kuat. Karenanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kalau saya tahu dia adalah hadiah tentu saya akan memakannya. Namun karena beliau tidak tahu maka beliau meninggalkannya. Dengan demikian, kalau tidak jelas hukumnya maka kata para ulama sebaiknya meninggalkannya. Permisalan orang yang melakukan syubhat yang suatu saat akan jatuh pada yang haram. Salah satu manhaj Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam talim adalah menyampaikan sesuatu dengan permisalan. Ini adalah Manhaj Nabawi bahkan Manhaj Rabbani, Manhaj yang Ilahi. Allah shubhaanahu wa ta'ala juga menyebutkan permisalan-permisalan supaya kita berpikir dan untuk mendekatkan pemahaman kita terhadap apa yang

dijelaskan. Permisalan itu tidak dibuat begitu saja oleh Allah tapi supaya kita bertafakkur dan mengambil ibrah darinya, sebagaimana firman Allah shubhaanahu wa ta'ala dalam surat Al Ankabut (29) : 43 , ( 43 : () Dan perumpamaan-perumpamaan ini kami buatkan untuk manusia, dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu (Al Ankabut : 43). Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam kitabnya Miftah Daar As Saadah mengatakan bahwa ada sekitar lebih 40 permisalan yang disebutkan Allah shubhaanahu wa ta'ala dalam Al-Quran dan hanya orang berakal/ berilmu saja yang dapat memahaminya. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa mengikuti manhaj Allah shubhaanahu wa ta'ala dalam talim, Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam banyak memberikan permisalan, baik permisalan itu berupa perkataan (seperti pada hadits ini) atau permisalan yang beliau gambarkan di tanah atau selainnya. Disini dikatakan , seperti seorang pengembala yang membawa gembalaannya disekitar "" (batasan), kalau dia tidak hati-hati (membiarkan saja gembalaannya) maka boleh jadi gembalaannya itu akan melewati batasannya dan akan pindah ke tempat orang lain sehingga mengambil makanan dan rumput-rumput dari tetangganya. Dan inilah bahayanya orang yang memudah-mudahkan masalah syubhat. Ketika dikatakan ini masalah syubhat, tapi dia mengatakan ini belum jelas haram jadi tidak apa-apa melakukannya, sehingga suatu saat akan jatuh pada yang haram dan dia tidak merasa bersalah dengan hal tersebut. Mengenai hal ini ulama kita mengatakan bahwa Salah satu hukum fiqh tentang bagaimana bila ada seorang pengembala membawa gembalaannya ke dekat rumput/ tanah orang lain dan ternyata gembalaannya itu makan rumput orang lain. Maka kalau dia tidak waspada dan tidak menjaga dengan baik gembalaannya itu dan dia biarkan begitu saja (dia mendekatkan gembalaannya itu ke dekat tempat orang lain) maka dia mesti membayar jaminan. Namun jika dia telah berusaha

untuk senantiasa memperhatikan lalu gembalaannya itu memakan rumput orang lain maka tidak mengapa. ( ketahuilah) dalam istilah bahasa arab adalah harfu iftitah litanbih, untuk mengingatkan dan menarik perhatian orang tentang pentingnya masalah tersebut. ( setiap raja ada batasan-batasannya/ daerah kekuasaannya). Sebagian mengatakan bahwa adalah raja-raja orang arab, namun yang shahih (Wallahu alam) adalah raja-raja secara umum dan setiap raja itu mempunyai daerah kekuasaan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri membuat batasanbatasan, sehingga Madinah mempunyai batasan, yaitu sejauh 12 mil dari Madinah, dan dalam batasan itu orang dilarang untuk mencabut apa yang tumbuh diatasnya, dilarang memotong pohonpohon diatasnya dan dilarang membunuh hewan-hewan disana. Demikian pula Umar radhiyallahu 'anhu juga membuat batasan untuk ibil sadaqah (hewan yang digunakan untuk berzakat diberikan batasan untuk berumput). Pada masa kekhalifahannya juga dibuat batasan-batasan pada pemerintahan dan untuk hal-hal yang diharamkan (untuk dihilangkan). Sesungguhnya batasan-batasan Allah shubhaanahu wa ta'ala adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Dan Allah shubhaanahu wa ta'ala melarang kita untuk melanggarnya, bahkan Allah shubhaanahu wa ta'ala melarang kita untuk mendekatinya. Dan inilah kaidah tindakan pencegahan untuk melakukan halhal yang diharamkan. Jika ada suatu hal yang diharamkan, maka apa saja yang bisa menyebabkan terjadinya hal yang diharamkan tersebut maka dia juga dilarang. Karenanya dalam kaidah : ( wasilah-wasilah itu sama hukumnya dengan tujuannya). Jika sesuatu itu haram maka jalan yang digunakan untuk mencapainya hukumnya juga haram. sedangkan jika suatu tujuan halal maka jalan yang digunakannya juga harus halal. Dalil tentang tidak bolehnya melewati batasan-batasan Allah adalah firman Allah shubhaanahu wa ta'ala dalam surat Al

Baqarah : 229, ( 229 : () Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melangar hukum-hukum Allah mereka itu orangorang yang dzalim (Al Baqarah : 229). Dalil tentang dilarangnya mendekati batasan-batasan Allah shubhaanahu wa ta'ala, walaupun belum melakukan hal yang diharamkan adalah sebagaimana dalam firman Allah shubhaanahu wa ta'ala : ( 187 : . () Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertakwa (Al Baqarah : 187). Inilah kaidah . Contohnya : Zina. Sebenarnya yang dilarang adalah zina, tapi banyak hal yang bisa mendekatkan kita pada zina., dan Allah shubhaanahu wa ta'ala telah melarang dengan firman-Nya : ( 32 : () Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Al Isra : 32) Ulama kita berkata bahwa yang dilarang/ diharamkan sebenarnya adalah zinanya, tetapi mendekati suatu yang dilarang/ haram itu bisa mengantar kepada melarangnya.yang haram, karena itulah Allah Makanya syariat kita melarang apa saja wasilah-wasilah yang bisa mengantar kepada zina. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita berkhalwat karena itu mengantar kepada zina dan Rasulullah juga melarang kita berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram, bahkan sekedar memandang juga dilarang, sebagaimana firman Allah shubhaanahu wa ta'ala : ( ( 30 : ) Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman :Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya,

yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat (An Nur : 30) ( 31 : () Dan katakanlah kepada wanita yang beriman :Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya (An Nur : 31) Contoh lain : Minuman keras. Minuman keras dilarang karena dapat menyebabkan mabuk, dan yang memabukkan sebenarnya adalah banyaknya. Tetapi sedikit juga dilarang karena bisa mengantar kepada yang banyak, dalam artian jika dia sudah suka maka dia bisa terus sampai mabuk. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Semua yang banyak jika memabukkan, maka sedikitpun diharamkan (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dari shahabat Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma ). Demikian pula contoh lain : Jika berpuasa dilarang mendekati istri. Sebenarnya yang dilarang pada saat berpuasa adalah berjima tetapi sesuatu yang bisa mendekatkan kita kepada hal itu maka dia juga dilarang. Karena itulah sebagian ulama juga melarang mencium istri ketika sedang berpuasa padahal hal itu pada hakikatnya tidak dilarang secara hukum, tidak ada nash-nash yang menjelaskan larangannya dan sebagian ulama membedakan larangannya antara yang masih muda dan yang sudah tua, kalau yang tua tidak mengapa sedangkan yang masih muda dilarang. Dan sudah banyak contoh dalam sunnah Rasulullah dan kehidupan kita bahwa orang yang memudah-mudahkan mendekati suatu yang haram maka suatu ketika dia akan jatuh kepada yang haram itu. Orang-orang yang bermuamalah dengan orang-orang yang banyak melakukan maksiat maka dia tidak akan aman dari perbuatan maksiat. Mungkin awalnya dia tidak ridho terhadap perkara maksiat itu dan menganggapnya sebagai sarana dakwah dan lain-lain tapi sedikit demi sedikit suatu saat dia akan ridho dengan semua itu.

Contoh dalam kehidupan kita, seorang yang hidup di dekat sampah, pada awalnya tidak akan senang dan merasa terganggu tapi lama kelamaan dia tidak akan terganggu lagi karena sudah terbiasa. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menutup hadits ini dengan tanbih lagi, karena yang akan diucapkan adalah masalah yang penting dan masalah yang kelihatannya baru, padahal ini ada kaitannya dengan masalah yang telah disebutkan sebelumnya. Karena masalah meninggalkan syubhat ditentukan oleh masalah hati. Imam Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwasanya hati itu sebagaimana kata Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu adalah pemimpin seluruh anggota tubuh dan seluruh anggota tubuh adalah tentaranya, baik tidaknya tentara ditentukan oleh pemimpinnya. Demikian pula anggota tubuh kita, baik buruknya (taat tidaknya) ditentukan oleh hati. Ada beberapa hukum yang berkaitan dengan masalah ini, diantaranya yang sering dipermasalahkan yaitu : apakah akal ada di hati kita atau ada di kepala. Adapun mengenai hati, disepakati bahwa tempatnya di dada, :sebagaima dikatakan oleh Rasulullah ) ) Taqwa itu ada di sini (dan beliau menunjuk ke dadanya). Artinya bahwa taqwa itu ditentukan oleh hati, dan hati telah ditunjukkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa ada di dada. Yang kadang jadi permasalahan adalah akal. Apakah akal itu di hati ataukah di kepala. Dan ini banyak disebutkan oleh ulama-ulama kita diantaranya, Imam Nawawi dalam kitabul Al Minhaj (Syarhu Shahih Muslim), ketika menjelaskan hadits Wanita itu kurang akalnya, beliau sempat menyebutkan khilaf ulama tentang di mana letak akal. Beliau mengatakan bahwa kebanyakan dari Madzhab Syafiiyah mengatakan akal ada di hati, dengan dalilnya adalah : ( 179 : )( Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk

memahami (ayat-ayat Allah) (Al-Araaf : 179). Dan juga dalilnya : ( 46 : () Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami (Al Hajj : 46) Dan sebagian mengatakan akal letaknya di kepala. Sebagian yang lain mengatakan akal letaknya di kepala dan erat hubungannya dengan hati. Tapi masalah ini tidak perlu diperpanjang, seperti dikatakan oleh syaikh Utsaimin dan Imam Nawawi sendiri tidak mentarjihnya dan hanya menutup khilaf tersebut dengan perkataan Wallahu Taala Alam. Di akhir hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menunjukkan tentang pentingnya hati karena hatilah yang menentukan baik tidaknya anggota tubuh kita. Dan dalil-dalil yang menunjukkan tentang hal tersebut diantaranya : ( 89-88 : . () (yaitu) di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (Asy Syuaraa : 88-89). Allah telah menjelaskan bahwa modal yang paling berharga di hari kiamat kelak adalah Qalbun Salim (hati yang selamat). Harta yang banyak tapi tidak dengan hati yang bersih maka tidak ada manfaatnya di sisi Allah . Diantara dalil yang lain yaitu bahwa Allah shubhaanahu wa ta'ala tidak melihat dari tinggi rendahnya derajat seseorang, juga bukan dari harta, kecantikan dan kejelitaannya, tapi dari hatinya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : : )) (( Sesungguhnya Allah Taala tidak melihat bentuk badan dan rupamu, tapi langsung melihat (niat dan keikhlasan) dalam hatimu (HR. Imam Muslim) Tapi tidak boleh seseorang mengatakan bahwa yang pentingnya

hatinya bagus, tapi tidak pernah beramal. Sebab yang dimaksud adalah kebaikan hati yang disertai dengan amalan. Sebagaimana ditegaskan dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : (( (( Tapi yang Allah nilai adalah kebaikan hati-hati kalian dan amalan-amalan kalian. Sebenarnya tanpa penyebutan amalan dalam hadits ini sudah cukup, bahwasanya Allah hanya melihat hati-hati kalian. Karena hati yang baik pasti menghasilkan amalan yang baik. Tapi untuk lebih menegaskan dan untuk membuang syubhat-syubhat orang yang menganggap yang penting hatinya baik, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan . Suatu amalan dhohir yang kelihatannya sama dilakukan oleh 2 orang, maka yang bisa membedakan derajatnya di sisi Allah shubhaanahu wa ta'ala adalah hatinya. Seorang yang melakukan suatu amalan karena tazhim kepada Allah dan yang lainnya karena takut dicela, maka yang membedakan derajatnya di sisi Allah adalah hatinya itu. Ibnu Qayyim Al Jauziyah menukil dari Hassan bin Athiyah , beliau berkata : Ada dua orang yang sama-sama mendirikan satu shalat, tapi ada perbedaan antara keduanya, seperti perbedaan antara langit dan bumi. Yang demikian ini terjadi karena salah seorang menghadapkan hatinya kepada Allah, sedangkan yang satunya lagi lalai dan lengah. Jika seorang berhadapan dengan orang lain, sementara diantara keduanya ada pembatas, maka keduanya tentu tidak bisa saling bertatap muka dan berdekatan. Lalu bagaimana jika dia berhadapan dengan Allah ?. Jadi keduanya berada di shaff yang satu, berdampingan, pundaknya saling bersentuhan, di belakang imam yang satu, shalat keduanya sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tapi yang membedakannya di sisi Allah adalah hatinya. Ulama 1. membagi Qalbun hati Salim dalam (hati tiga kelompok : yang selamat)

Yang dimaksud adalah hati yang selamat/ bersih dari segala macam kesyirikan, bidah serta syahwat/ maksiat kepada Allah, sehingga hatinya penuh dengan kecintaan kepada Allah shubhaanahu wa ta'ala, dan semua amalannya adalah karena Allah shubhaanahu wa ta'ala. Inilah orang mumin yang benar keimanannya dan imbalannya adalah syurga. 2. Qalbun Al Mayyit (hati yang mati) Lawan dari hati yang salim. Hati seperti ini dimiliki oleh orangorang kafir. Hatinya tidak bisa lagi dihidupkan, dan tidak berguna lagi peringatan-peringatan kepadanya. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah : . ( 7-6 : )( Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau kamu tidak beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka dan penglihatan mereka ditutup dan bagi mereka siksa yang amat berat (Al Baqarah : 6-7) 3. Qalbun Maridh (hati yang sakit) Ini adalah hati yang dimiliki oleh orang-orang munafik dan mukmin yang lemah iman, dan hati ini juga bisa berkarat, dan sakitnya hati disebabkan oleh maksiat-maksiat yang kita lakukan. Hati jenis ini bisa diobati, jika diberi peringatan-peringatan akan sembuh, ketika diingatkan dengan adzab Allah kembali lagi lagi pada keimanannya, dan timbul lagi semangat pada dirinya, berbeda dengan hati yang mati tidak ada lagi faidah baginya peringatan. Namun dituntut bagi setiap muslim untuk menjaga hatinya dari segala bentuk penyakit dan caranya yang paling tepat adalah dekat dengan Al Quran, karena Al Quran itu :diturunkan sebagai obat bagi yang dihati. Sebagaimana firman Allah ( 57 : () Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran ( maksudnya Al-Quran) dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta

rahmat bagi orang-orang yang beriman (Yunus : 57) Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah , ketika menafsirkan firman Allah : . 31-30 : ) ) Artinya:Berkatalah Rasul : Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran ini suatu yang tidak diacuhkan. Dan seperti itulah, telah kami adakan bagi tiap-tiap Nabi musuh dari orangorang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi Petunjuk dan Penolong (Al Furqan : 30-31) Beliau (Ibnu Qayyim) mengatakan bahwa termasuk meninggalkan (tidak mengacuhkan) Al Quran adalah ketika kita tidak menjadikan Al Quran sebagai obat, terutama obat bagi penyakit di dalam hati. Dan yang paling bisa menyembuhkan penyakit yang ada di dalam hati adalah Al-Quran. Dan Allah juga mengibaratkan dalam ayat lain sebagai dzikir kepada Allah shubhaanahu wa ta'ala . ( 28 : )( Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah hati menjadi tenang (QS.Ar Ra'du:28) Dan seafdhal-afdhal dzikir adalah Al Quran. Karena itulah kalau kita mau memperbaiki anggota tubuh kita, maka yang kita perbaiki adalah hati kita dengan pendekatan Al Quran. Hadits ini juga menjadi hujjah yang jelas sekali bagi kita terhadap kesalahan orang-orang yang mengaku hatinya baik, lalu tidak mengamalkan perintah-perintah Allah shubhaanahu wa ta'ala dan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ulama kita mengatakan : ketika orang ramai-ramai mengaku cinta kepada Allah dan Rasulullah, lalu Allah menurunkan satu ayat sebagai batu ujian bagi siapa yang mengaku cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, apakah memang benar pengakuan cintanya itu, yaitu dengan firman-Nya : ( 31 : () Katakanlah : Jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah

aku, niscaya Allah mengasihimu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Ali Imran : 31) Jadi untuk mengetahui cinta seseorang kepada Allah shubhaanahu wa ta'ala dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, adalah dengan mengikuti sunnah, dan ini adalah sebagai bantahan yang sangat jelas sekali kepada orang yang hanya dan Rasul-Nya namun tidak sekedar mengaku-ngaku cinta kepada Allah mengamalkan sunnah Rasulullah, bahwa mereka dusta dengan pengakuannya itu. Karenanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan hadits ini sebagai bantahan terhadap orang-orang yang mengaku hatinya baik tapi tidak beramal, karena Rasulullah mengatakan Kalau hati baik, maka baiklah seluruh anggota tubuh, maksud dari baiknya seluruh anggota tubuh adalah semua anggota tubuh tunduk kepada Allah shubhaanahu wa ta'ala. Sehingga jika kita melihat seseorang tidak melakukan/ mengamalkan sunnah, maka kita katakan hatinya berpenyakit. Hadits inilah yang menjadi hakim/ pemutus bagi orang-orang yang mengaku hatinya baik tapi tidak mau mengamalkan sunnah, bahwa pengakuan mereka dusta. Sangat penting bagi kita untuk memperhatikan masalah hati. Fenomena yang terjadi sekarang adalah umat khususnya pemudapemuda yang mau bangkit dan begitu semangatnya melakukan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan ini perlu disyukuri, maka seharusnya diingatkan kepada diri kita dan mereka agar memperhatikan masalah hati. Dhahir seseorang memang merupakan suatu tanda tapi kadang orang melihat dhahirnya dan melupakan masalah hati. Dikatakan oleh para ulama, kadang seseorang begitu baiknya dari segi gerakan, dari segi sunnah tapi ia tidak mendapatkan balasan kecuali 1/2 nya, 1/3 nya, atau 1/8 nya atau tidak sama sekali, karena masalah hatinya. Sebagaimana dalam hadits , beliau berkata : saya mendengardari shahabat Ammar bin Yasir bersabda :Rasulullah Sesungguhnya seorang hamba telah melaksanakan shalat namun tidak dicatat baginya pahala kecuali sepersepuluhnya,

sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya (HR. Abu Dawud dan Ahmad dan dishahihkan oleh Al Iraqy) Hati sangat membantu dalam melakukan amalan-amalan yang sulit dilakukan. Karena ada amalan-amalan yang sangat sulit dilakukan kecuali oleh orang-orang yang diberikan taufik oleh Allah. Bahkan begitu banyak orang yang sanggup melakukan amalan-amalan dhohir tapi untuk bangun shalat shubuh saja begitu beratnya, karena yang menentukan adalah masalah hati. Dengan kebersihan hati seseorang maka Allah akan membantunya untuk melakukan amalan-amalan yang begitu berat dilakukan. Bagi seseorang yang sudah beriltizam dengan agama ini, masalah hati sangat penting untuk diperhatikan. Karena ulama mengatakan : Tasyabbuh bukan hanya masalah zhahirnya saja tetapi juga masalah batin. Karena ciri-ciri umat terdahulu yang dicela bukan hanya masalah lahir saja tapi juga masalah batin. Salah satu bentuk tasyabbuh adalah kekerasan berfirman :hati seperti yang dimiliki oleh orang-orang Yahudi. Allah ( 16 : () Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara adalah orang-orang yang fasik (Al Hadiid : 16). Abdullah bin Masud radhiyallahu 'anhu berkata ayat ini (Al Hadiid : 16) turun tidak beberapa lama sesudah mereka masuk islam, dan ini menunjukkan pentingnya masalah hati tersebut. Jika bagi masyarakat awam perlu kita tekankan masalah dhahir karena banyak yang mengabaikan masalah ini, maka bagi mereka yang sudah melakukan yang dhahir dan mau beriltizam dengan syariat perlu ditekankan masalah hati ini.

PERIWAYATAN(TAKHRIJ) HADITS Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam shahihnya dan juga diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dalam shahihnya, dan juga diriwayatkan oleh seluruh Kutubussittah. Hadits ini juga diriwayatkan dari shahabat yang lain, yaitu dari Ibnu Umar, Ibnu Masud , Ammar bin Yasir, dan Jabir bin Abdullah , tetapi periwayatannya lemah. Wallohu Ta'ala A'lam

You might also like