You are on page 1of 19

BLOK SISTEM RESPIRASI

SKENARIO 1
WRAP UP

KELOMPOK : B 12
Ketua Sekretaris Anggota : Muchammad Zulkarnain : Riezky Trinawati : Octiara Gisca Amilia Maya Yulindhini Mochammad Adam Eldi Mutiara Fadhila Risti Amalia Nastiti Windy Nugraha Pratama (1102010172) (1102010240) (1102008186) (1102010159) (1102010169) (1102010192) (1102010247) (1102010289)

FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Yarsi 2010/2011

PILEK PAGI HARI

Seorang pemuda, 23 tahun sering menderita pilek di pagi hari yang tidak kunjung sembuh sejak kecil. Ia setiap pagi selalu bersin-bersin dan keluar ingus encer, apalagi bila udara berdebu. Kejadian itu mirip dengan apa yang dialami oleh ayahnya sewaktu muda. Oleh kawannya seorang mahasiswa kedokteran disarankan untuk melakukan tes alergi dan hasilnya memang pemuda tersebut menderita alergi. Tapi pemuda itu masih bertanya-tanya, apa benar ada hubungan alergi yang dideritanya dengan penyakitnya sekarang, dan mengapa bisa terjadi demikian? Apakah ada hubungannya dengan seringnya ia memasukkan air wudhu ke dalam hidungnya saat akan sholat malam?

SASARAN BELAJAR LI.1 : Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Atas Lo 1.1 Anatomi Makroskopis Lo 1.2 Anatomi Mikroskopis LI 2 : Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan LI 3 : Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Lo 3.1 Menjelaskan definisi rhinitis Lo 3.2 Menjelaskan klasifikasi rhinitis LI 4 : Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi Lo 4.1 Menjelaskan definisi rhinitis alergi Lo 4.2 Menjelaskan klasifikasi dan etiologi rhinitis alergi Lo 4.3 Menjelaskan patofisiologi rhinitis alergi Lo 4.4 Menjelaskan manifestasi Lo 4.5 Menjelaskan Diagnosis dan diagnosis banding Lo 4.6 Penatalaksanaan Lo 4.7 Komplikasi Lo 4.8 Menjelaskan Prognosis rhinitis alergi Lo 4.9 Pencegahan LI 5 : Memahami dan Menjelaskan Sistem Pernafasan Menurut Pandangan Islam

LI.1 : Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Atas 1.1 Anatomi Makroskopis

Hidung Merupakan organ yang pertama berfungsi dalam saluran pernapasan. Ada 2 bagian dari hidung, yaitu: o Eksternal: menonjol dari wajah, disangga oleh Os. Nasi dan tilang rawan kartilago o Internal: permukaan yang bermukosa berupa rongga (vestibulum nasi) yang disekat antara kanan-kiri oleh septum nasi Pada vestibulum nasi terdapat cilia yang kasar berfungsi untuk menyaring udara. Bagian dalam rongga hidung yang berbentuk terowongan (cavum nasi) dimulai dari lubang hidung depan (nares anterior) sampai lubang hidung belakang (nares posterior, dibagian ini ada 3 concha nasalis , yaitu: o Concha nasalis superior o Concha nasalis media o Concha nasalis inferior

Ada 4 buah sinus yang berhubungan dengan cavum nasi, yaitu: o Sinus sphenoidalis o Sinus frontalis o Sinus maxillaris o Sinus eithmoidalis Bagian depan dan atas cavum nasi dipersarafi oleh N. Opthalmicus. Mucusa hidung dan lainnya dipersarafi oleh ganglion sphenopalatinum. Nasofaring dan concha nasalis dipersarafi oleh cabang dari ganglion pterygopalatinum. Sedangkan N. Olfaktorius untuk penciuman. Faring Merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: o Nasofaring o Orofaring o Laringofaringeal

Berfungsi untuk menyediakan saluran pada traktus repiratorius dan traktus digestivus. Laring Daerahnya dimulai dari aditus laringis (pintu laring) sampai batas bawah cartilago cricoid. Terbentuk oleh tulang dan tulang rawan. Tulangnya adalah Os. Hyoid. Tulang rawannya: o Epiglotis: tulang rawan berbentuk sendok. Pada saat ekspirasi inspirasi biasa, epiglotis terbuka. Pada waktu menelan, epiglotis menutup aditus laringis agar makanan tidak masuk ke laring. o Cartilago tyroid (adams apple): jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid. o Cartilago arytenoid: ada 2. Digunakan dalam gerakan pita suara dengan cartilago thyroid. o Cartilago cricoid: adalah batas bawah laring Dalam cavum laringis terdapat pita suara asli (plica vocalis) dan pita suara palsu (plica vestibularis).

1.2 Anatomi Mikroskopis Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi O2 dan mengeluarkan CO2 dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah. Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama: Bagian konduksi: meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis Bagian respirasi: meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus. Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

Ket: epitel respirasi

Rongga hidung Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

Ket: epitel olfaktori

Sinus paranasalis Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinussinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

Faring Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.

Laring Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.

Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

Ket: epitel laring LI 2 : Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan dan Mekanisme Pertahanan Tubuh Respirasi eksternal adalahpertukaran gas antara darah dan atmosfer sedangkan respirasi internaladalah pertukaran gas antara darah sirkulasi dengan sel jaringan. Empat proses pertukaran gas :

a. Ventilasi b. Distribusi Udara yang telah memasuki saluran pernapasan didistribusikan ke paru-paru. Kemudian masuk ke dalam alveoli. Udara pertama yang terhirup, masuk ke puncak paru kemudian disusul oleh udara di belakangnya, masuk ke basis paru. Nilai ventilasi di puncak paru lebih besar dibandingkan nilai ventilasi di basis paru. c. Perfusi

Perfusi paru adalah distribusi darah di dalam pembuluh kapiler paru. Tekanan aliran darah di dalam paru lebih rendah di bandingkan tekanan darah sistemik. Sirkulasi darah dalam paru mendapat tahanan, terutama tahanan pada jalakapiler paru (capillary bed). Karena rendahnya tekanan aliran darah di kapiler paru, aliran darah di paru sangat terpengaruh oleh gravitasi bumi sehingga perfusi di bagian basal paru lebih besar dibandingkan dengan perfusi di bagian apex. d. Difusi gas Perpindahan molekul O2 dari rongga alveoli melewati membrana kapiler alveolar, melintasi pembuluh darah, menembus dinding eritrosit dan akhirnya masuk ke dalam sel eritrosit sampai berikatan dengan hemoglobin. Peristiwa yang lain di dalam paru yaitu perpindahan CO2 dari darah ke alveolar.

Mekanisme pertahanan tubuh Pada keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun selular tergantung pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen atau gangguan mekanisme ini, akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang disebut reaksi hipersensitivitas. Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu tipe I hipersensitif anafilaktik, tipe II hipersensitif sitotoksik yang bergantung antibodi, tipe III hipersensitif yang diperani kompleks imun, dan tipe IV hipersensitif cell-mediated (hipersensitif tipe lambat). Selain itu masih ada satu tipe lagi yang disebut sentivitas tipe V atau stimulatory hipersensitivity. Pembagian reaksi hipersensitivitas oleh Gell dan Coombs adalah usaha untuk mempermudah evaluasi imunopatologi suatu penyakit. Dalam keadaan sebenarnya seringkali keempat mekanisme ini saling mempengaruhi. Aktivasi suatu mekanisme akan mengaktifkan mekanisme yang lainnya LI 3 : Memahami dan Menjelaskan Rhinitis 3.1 Menjelaskan Definisi Rhinitis Rhinitis adalah inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung

3.2 Menjelaskan Klasifikasi Rhintis Klasifikasi Macamnya Vasomotorik Medicamentosa Gejala/contoh Neurogenik, neuropeptida Pemakaian obat vasokonstriktor berulang dan dalam waktu lama Hipertrofi chonca < 4 minggu > 4 minggu Tidak mengganggu tidur dan aktivitas harian Mengganggu tidur dan aktivitas harian

Tradisional Struktural Intermitten Persisten Ringan Sedang atau Berat

WHO Iniative ARIA (2000)

LI 4 : Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi 4.1 Menjelaskan Definisi Rhinitis Alergi Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut. 4.2 Menjelaskan Klasifikasi dan Etiologi Rhinitis Alergi a. Rhinitis Seasonal (hay fever) : alergi yang terjadi karena menghirup alergen yang terdapat secara musiman, seperti serbuk sari bunga b. Rhinitis Perrenial : alergi yang terjadi tanpa tergantung musim, hampir sepanjang hari dalam setahun, misalnya alergi, debu, bulu binatang, jamur, dan lain-lain. Dan umumnya menyebabkan gejala kronis yang lebih ringan. Alergennya umumnya diperoleh dari dalam rumah c. Rhinitis Occupational : alergi sebagai akibat paparan alergen tempat kerja, misalnya paparan terhadap agen dengan bobot molekul tinggi, agen berbobot molekul rendah atau zat-zat iritan, melalui mekanisme imunologi yang tidak begitu diketahui 4.3 Menjelaskan Patofisiologi Rhinitis Diawali dengan fase sensitasi dan diikuti dengan tahap

provokasi/reaksi alergi. 2 fase alergi yaitu, Immediate phase allergic reaction

(reaksi alergi fase cepat / RAFC) sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan Late phase allergic reaction (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Pada tahap sensitasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen dan menjadikannya fragmen pendek. Fragmen pendek akan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptida MHC kelasi II ( Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T-helper (Th0). Th0 berproliferasi menjadi Th 2. IL 4 dan IL 13 mengaktifkan limfosit B yang kemudian memproduksi IgE. IgE di permukaan sel akan mengaktifkan mastosit dan atau basofil. Kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadinya degranulasit mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin. Selain histamin, dilepaskan Newly Formed Mediators antara lain Prostaglandin D2, Leukotrien D4, Bradikinin, PAF, dll. Inilaih yang disebut sebagai Fase alergi reaksi cepat (FARC). Rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin disebabkan oleh rangsangan histamin terhadap ujung saraf vidianus dan hipersekresi kelenjar mukosa dan sel goblet dan permeabilitas kapiler meningkat. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. 4.4 Menjelaskan Manifestasi Klinis a. Serangan bersin berulang terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. b. Ingus (rinore) yang encer c. Hidung tersumbat d. Hidung dan mata gatal e. Banyak air mata yang keluar (lakrimasi) f. Lipatan hidung melintang (garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute)) g. Lubang hidung bengkak h. Edema kelopak mata i. Kongesti konjungtiva

j. Lingkar hitam di bawah mata (allergic shiner) k. Otitis media serosa sebagai hasil hambatan tuba eustachii

Gejala lain yang tidak khas dapat berupa, batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur 4.5 Diagnosis dan diagnosis banding Anamnesis Rhinitis alergi dapat ditegakan apabila 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif.

Pemeriksaan Fisik Pada muka di dapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shiner serta allergic crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Dengan rinoskopi ditemukan permukaan hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan chonca edema dengan sekret yang encer dan banyak. Polip hidung dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Dapat pula ditemukan konjungtivitis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media

Diagnosis Banding

Rhinitis Vasomotor : suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal dan pajanan obat. Rhinitis Medikamentosa : suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap.

Rhinitis Simpleks : penyakit yang diakibatkan oleh virus. Biasanya adalah rhinovirus. Sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh. Rhinitis Hipertrofi :Hipertrofi chonca karena proses inflamasi kronis yang disebabkan oleh bakteri primer atau sekunder. Rhinitis Atrofi : Infeksi hidung kronik yang ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang chonca. Pemeriksaan Penunjang In-vitro: SDT eosinofil normal atau meningkat. IgE sering kali menunjukan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit. Lebih bermakna dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzym Linked Immuno Sorbent Assay Test) In-vivo: Tes cukit kulit atau SET (Skin End-point Titration). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Derajatalergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui. Untuk alergi makanan, diagnosis pastinya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi. Alergen ingestan secara tuntas lenyap dalam waktu 5 hari. 4.6 Tatalaksana Medikamentosa Antihistamin antagonis H-1 sebagai inti pertama pengobatan rhinitis alergi dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Dibagi menjadi 2 golongan, generasi-1 (klasik) dan generasi-2 (non-sedatif). Generasi H1 bersifat hipofilik sehingga dapat menembus sawar darah otak dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Dekongestan dipakai hanya untuk menghindari terjadinya rhinitis medikamentosa. Preparat kortikosteroid intranasal dipilih bila gejala trauma sumbatan hidung tidak kunjung membaik setelah diberi antihistamin. Antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat

untuk mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reserptor kolinergik permukaan sel efektor. Dekongestan, obat ini golongan simpatomimetik yang beraksi pada reseptor alfa-adregenik pada mukosa hidung untuk menyebabkan vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang membengkak dan memperbaiki pernafasan, contohnya pseudofedrin, efedrin sulfat dan fenilpropanolamin. Penggunaan agen topikal yang lama dapat menyebabkan rhinitis medikamentosa, dimana hidung kembali tersumbat akibat vasodilatasi perifer. Dekongestan oral secara umum tidak dianjurkan karena efek klinisnya masih meragukan dan memiliki banyak efek samping. Dari keempat obat dekongestan yang banyak dipakai, fenilopropanolamin dan efedrin memiliki indeks terapi yang sempit. Keduanya dapat menyebabkan hipertensi pada dosis mendekati terapetiknya. Kortikosteroid Nasal, merupakan obat yang paling efektif untuk mengatasi rhinitis alergi hingga saat ini. Efek utama steroid topikal pada mukosa hidung antara lain mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan mediator, menekan kemotaksis neutrofil, mengurangi edema intrasel, dan menghambat reaksi fase lambat yang diperantarai sel mast. Sedangkan efek sampingnya meliputi bersin, perih pada mukosa hidung, sakit kepala dan infeksi Candidia albicans. Sodium Kromolin, bekerja dengan mencegah degranulasi sel mast dan pelepasan mediator, termasuk histamin. Efek sampingnya paling sering adalah iritasi lokal. Ipratropium Bromida, bermanfaat pada rhintis alergi perennial atau rhinitis alergi yang persisten, obat ini memiliki sifat antisekretori jika digunakan secara lokal dan bermanfaat untuk mengurangi hidung berair. Efek sampingnya tingan, meliputi sakit kepala, epistaksis, dan hidung terasa kering. Operatif Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) bila konka hipertrofi berat dan tidak dapat dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO325% atau troklor asetat.

Imunoterapi

Desensitasi, hiposensitasi dan netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan pengobatan lain belum memuaskan.

4.7 Komplikasi Polip Hidung : Inspisited mucous gland, akumulasi sel-sel inflamasi yang banyak, hiperplasia epitel, hiperplasia sel goblet, dan metaplasia skuamosa. Otitis media : terutama pada anak-anak Sinusitis paranasal : Inflamasi mukosa satu atau lebih sinus paranasal akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut menyuburkan pertumbuhan bakteri aerob yang akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel. 4.8 Prognosis Prognosis baik jika penderita tidak terpajan dengan alergen dan belum terjadi komplikasi serta tidak memiliki predisposisi seperti asma dan riwayat keluarga. 4.9 Pencegahan Cara terbaik untuk mencegah timbulnya alergi adalah dengan menghindari alergen. Ada 3 tipe pencegahan: 1. Mencegah terjadinya tahap sensitasi; menghindari paparan terhadap alergen inhalan selama hamil, menunda pemberian susu formula dan makanan padat 2. Mencegah gejala timbul dengan cara terapi medikamentosa 3. Pencegahan melalui edukasi LI 5. Memahami dan Menjelaskan Sistem Pernapasan Dalam Islam Saat berwudhu disunnahkan menghirup air ke dalam hidung (istinsyaq) dan mengeluarkannya (istinsyar) sebanyak tiga kali agar kebersihan dan kesehatan hidung terjaga. Hidung manusia terbebas dari kotoran selama 4-5 jam, kemudian hidung

manusia menjadi kotor karena udara yang terhirup. Dengan istinsyaq dan istinsyar membuat hidung dalam keadaan sehat dan bersih. Selain itu, penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Muhammad Salim membuktikan bahwa orang-orang yang tidak berwudhu lebih rentan terkena ISPA daripada orangorang yang berwudhu. Dari penelitian didapatkan bahwa dengan menghirup air ke hidung sebanyak 3 kali dapat membersihkan mikroba yang menempel pada rongga hidung, sehingga hidung benar-benar bersih dari mikroba penyebab ISPA, radang paru-paru, demam rematik dan alergi rongga hidung.

Daftar Pustaka

Baratawidjaja, Kamen G, Iris Rengganis (2010). Imunologi Dasar. Edisi 9. Jakarta : Balai Penerbit FKUI El-Bantanie, Muhammad Syafiie (2010). Dahsyatnya Terapi Wudhu. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Hardjodisastro, Daldiyono (2006). Menuju Seni Ilmu Kedokteran : Bagaimana Dokter Berpikir, Bekerja, dan Menampilkan Diri. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Herawati, Sri, Rukmini, Sri (2000). Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok : Untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC Kumala, Poppy [et.al] (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta : EGC Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA (1996). Buku Ajar Histologi. Edisi 5. Jakarta : EGC Raden, Inmar (2011). Anatomi Kedokteran Sistem Kardiovaskular dan Sistem Respiratorius. Jakarta : Balai Penerbit FKUY Sherwood, Lauralee (2001). Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC Seopardi, Efiaty Arsyad, Iskandar, Nurbaiti, Bashiruddin, [et.al] (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

You might also like