You are on page 1of 22

FILSAFAT PANCASILA Pengertian Filsafat Dalam wacana ilmu pengetahuan sebenarnya pengertian filsafat adalah sangat sederhana dan

mudah dipahami. Filsafat adalah satu bidang ilmu yang senantiasa ada dan menyertai kehidupan manusia. Secara etimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia : philo/philos/philein artinya cinta / pecinta / mencintai dan sophia, berarti kebijakan /wisdom/kearifan/hikmah/hakikat kebenaran. Jadi, filsafat artinya cinta akan kebijakan atau hakikat kebenaran. Hal ini nampaknya sesuai dengan sejarah timbulnya ilmu pengetahuan, yang sebelumnya di bawah naungan filsafat. Berfilasafat, berarti berpikir sedalam-dalamnya (merenung) terhadap sesuatu secara metodik, sistematis, menyeluruh, dan universal untuk mencari hakikat sesuatu. Beberapa tokoh-tokoh filsafat menjelaskan pengertian filsafat adalah sebagai berikut: Socrates (469-399 s.M.)

Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau melakukan peninajauan diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif Plato (472 347 s. M.)

Dalam karya tulisnya Republik Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif. Menurut D. Runes, filsafat adalah ilmu yang paling umum yang mengandung usaha mencari kebijakan dan cinta akan kebijakan. (BP-7, 1993 : 8). Pada umumnya, terdapat dua pengertian filsafat, yaitu: filsafat dalam arti produk mencakup pengertian a. Pengertian filsafat yang mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep dari para filsuf pada zaman dahuluatau pendangan tertentu, yang merupakan hasil dan proses berfilsafat dan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. filsafat dalam arti produk, filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal ini berarti Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia dimanapun mereka berada.

b. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Filsafat dalam pengertian jenis ini mempunyai ciri-ciri khas tertentu sebagai suatu hasil kegiatan berfilsafat dan pada umumnya proses pemecahan persoalan filsafat ini diselesaikan dengan kegiatan berfilsafat (dalam pengertian filsafat yang dinamis). c. Mengapa Pancasila disebut Filsafat? Pancasila memenuhi ciri-ciri sebagai filsafat. Di bawah ini adalah beberapa pendapat yang menyatakan bahwa pancasila adalah suatu filsafat. * Pendapat Muh. Yamin Dalam bukunya Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Muh. Yamin (1962) menyebutkan: Ajaran Pancasila tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat. Hakikat filsafat Friedrich Hegel (1770-1831) ialah sistesis pikiran lahir dari antitesis pikiran. Dari pertentangan pikiran lahir perpaduan pendapat yang harmonis. Dan ini dalah tepat. Begitu pula dengan pancasila, satu sintesis Negara yang lahir dari satu antitesis. * Pendapat Soediman Kartahadiprojo Dalam bukunya yang berjudul Pikiran Sekitar Pancasila (1969), soediman Karthadiprojo mengemukakan: Pancasila disajikan sebagi pidato untuk memenuhi permintaan memberikan dasar filsafat Negara, maka di sajikannya Pancasila sebagai Filsafat adalah seperti halnya buah-buahan diberikan lalu dimakan dengan keyakinan bahwa dengan buah-buahan itu, sesuatu penyakit dapat diberantas, jadi sebagi obat. Banyak orang mengira bahwa pancasila ini adalah ciptaaan Ir.Sukarno, tetapi ternyata Ir. Sukarno menolak disebut sebagi pencipta Pancasila, dan mangatakan bahwa pancasila itu adalah isi jiwa bangsa Indonesia. Kalau filsafat itu adalah isi jiwa (suatu) bangsa, maka filsafat itu adalah filsafat bangsa tadi. Jadi pancasila itu adalah filsafat bangsa Indonesia. * Pendapat Drijarkoro Di dalam seminar Pancasila, Drijarkoro (1957) berpendapat antara lain: Tentu didahului oleh filsafatkah Weltanschauung itu? Tidak, dalam kalangan suku-suku primitive terdapat juga weltanschauung akan tetapi tanpa rumusan filsafat. Filsafat ada dalam lingkungan ilmu pengetahuan dan weltanschauung di dalam lingkungan hidup. Banyak pula bagian-bagian dari filsafat (misalnya sejarah filsafat, teori-teori tentang pengertian, alam dan sebagainya) yang tidak langsung berdekatan dengan sikap hidup. Dengan belajar filsafat orang dengan tidak sendirinya mempelajari weltanschauung. Dan tidak pada tempatnya jika dalam filsafat weltanschauung ditekankan dengan berlebih-lebihan. Dengan semua itu kita hanya hendak mengemukakan bahwa pancasila sedah lama merupakan weltanschauung bagi bangsa Indonesia, tetapi tanpa dirumuskan sebagai filsafat. d. * Pendapat Notonegoro Dalam lokakarya pengalaman Pancasila di Yogyakarta, Notonegoro (1976) antara lain mengatakan: Dinyatakan dalam kalimat keempat pada pembukaan UndangUndangDasar 1945: bahwa disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia. Yang

terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpinn oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadialan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kata-kata dengan berdasarkan kepada tersebut menentukan menentukan kedudukan Pancasila dalam Negara, dalam pengertian dasar filsafat. Maka dasar filsafat ialah ratio dari kehidupan Negara dan bangas kita, dan asas kerohanian, sedangkan makna pengertian ideologi Negara adalah pertama, cita-cita Negara atau system kenegaraan; kedua, ilmu pengetahuan tentang cita-cita Negara. * Pendapat Roeslan Abdoelgani Didalam bukunya, Resepkan dan Amalkan Pancasila, Roeslan Abdoelgani (1962) antara lain mengatakan: jika kita hendak menyimpulkan segal uraiann di atas, maka kesimpulan itu sebagai berikut: Pancasila adalah filsafat Negara yang lahir sebagai collection ideologies dari keseluruhan bangsa Indonesia. Filsafat Pancasial pada hakikatnya merupakan suatu realiteit suatu noodzakelijkheid bagi keutuhan persatuan Bangsa Indonesia sebagai pada hakitatnya setiap filsafat adalah suatu noodzakelijkheid pula. Dari pendapat-pendapat diatas, meskipun dinyataakan dalam bentuk yang berbedabeda, tetapi tidak ada pertentangan antara yang satu dan yang lain. Semua pendapat mengakuai bahwa Pancasila adalah suatu filsafat, karena pancasila merupakan hasil perenungan jiwa dan tumbuh serta lahir dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia (pengkajian yang mendalam dari dalam diri bangsa Indonesia) filsafat dalam arti proses mencakup pengertian Filsafat yang diartikan sebagai bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Dalam pengertian ini filsafat merupakan suatu sistem pengetahuan yang bersifat dinamis. Filsafat dalam pengertian ini tidak lagi hanya merupakan sekumpulan dogma yang hanya diyakini ditekuni dipahami sebagai suatu sistem nilai tertentu, tetapi lebih merupakan suatu aktivitas berfilsafat, suatu proses yang dinamis dengan menggunakan suatu cara dan metode tersendiri. Selain itu, ada pengertian lain, yaitu filsafat sebagai ilmu dan filsafat sebagai pandangan hidup. Demikian pula, dikenal ada filsafat dalam arti teoretis dan filsafat dalam arti praktis.. Nilai adalah sifat, keadaan, atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Setiap orang di dalam kehidupannya, sadar atau tidak sadar, tentu memiliki filsafat hidup atau pandangan hidup. Pandangan hidup atau filsafat hidup seseorang adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya, ketepatan, dan manfaatnya. Nilai-nilai sebagai hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya tentang kehidupan yang dianggap paling baik bagi bangsa Indonesia adalah Pancasila, baik sebagai filsafat dalam arti produk maupun sebagai pandangan hidup. Filsafat merupakan kegiatan pemikiran yang tinggi dan murni (tidak terikat langsung dengan suatu obyek), yang mendalam, dan daya pikir subyek manusia dalam memahami segala sesuatu untukl mencari kebenaran. Berpikir aktif dalam mencari kebenaran adalah potensi dan fungsi kepribadian manusia. Ajaran filsafat merupakan hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya tentang kesemestaan, secara mendasar

(fundamental dan hakiki). Filsafat sebagai hasil pemikiran pemikir (filosof), merupakan suatu ajaran atau sistem nilai, baik berwujud pandangan hidup (filsafat hidup) maupun sebagai ideologi yang dianut suatu mesyarakat atau bangsa dan negara. Filsafat demikian telah berkembang dan terbentuk sebagai suatu nilai yang melembaga (dengan negara) sebagai suatu paham, seperti kapitalisme, komunisme, sosialisme, dan sebagainya yang cukup mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara modern. a. Filsafat Pancasila Asli Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer, dan nasionalisme. b. Filsafat Pancasila versi Soekarno Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno Ketuhanan adalah asli berasal dari Indonesia, Keadilan Soasial terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan Persatuan. c. Filsafat Pancasila versi Soeharto Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan Pancasila truly Indonesia. Semua sila dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono. Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Kalau dibedakan anatara filsafat yang religius dan non religius, maka filsafat Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikir. Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis, filsafast Pancasila digolongkandalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar untukmemenuhi hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila

tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life, Weltanschaung dan sebgainya); agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenaran yang bermacam-macam dan bertingkat-tingkat sebgai berikut: 1. 2. 3. 4. Kebenaran indra (pengetahuan biasa); Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan); Kebenaran filosofis (filsafat); Kebenaran religius (religi).

Untuk lebih meyakinkan bahwa Pancasila itu adalah ajaran filsafat, sebaiknya kita kutip ceramah Mr.Moh Yamin pada Seminar Pancasila di Yogyakarta tahun 1959 yang berjudul Tinjauan Pancasila Terhadap Revolusi Fungsional, yang isinya antara lain sebagai berikut, Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat. Marilah kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila itu dapat kita tinjau menurut ahli filsafat ulung, yaitu Friedrich Hegel (1770-1831) bapak dari filsafat Evolusi Kebendaan seperti diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883) dan menurut tinjauan Evolusi Kehewanan menurut Darwin Haeckel, serta juga bersangkut paut dengan filsafat kerohanian seperti diajarkan oleh Immanuel Kant (1724-1804). Menurut Hegel hakikat filsafatnya ialah suatu sintese pikiran yang lahir dari antitese pikiran. Dari pertentangan pikiran lahirlah paduan pendapat yang harmonis. Dan ini adalah tepat. Begitu pula denga ajaran Pancasila suatu sintese negara yang lahir dari antitese. Saya tidak mau menyulap. Ingatlah kalimat pertama dan Mukadimah UUD Republik Indonesia 1945 yang disadurkan tadi dengan bunyi: Bahwa sesungguhanya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu penjajahan harus dihapusakan karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Kalimat pertama ini adalah sintese yaitu antara penjajahan dan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pada saat sintese sudah hilang, maka lahirlah kemerdekaan. Dan kemerdekaan itu kita susun menurut ajaran falsafah Pancasila yang disebutkan dengan terang dalam Mukadimah Konstitusi R.I. 1950 itu yang berbunyi: Maka dengan ini kami menyusun kemerdekaan kami itu, dalam suatu Piagam Negara yang berbentuk Republik Kesatuan berdasarkan ajaran Pancasila. Di sini disebut sila yang lima untukmewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan dan perdamaian dunia dan kemerdekaan. Kalimat ini jelas kalimat antitese. Sintese kemerdekaan dengan ajaran Pancasila dan tujuan kejayaan bangsa yang bernama kebahagiaan dan kesejajteraan rakyat. Tidakah ini dengan jelas dan nyata suatu sintese pikiran atas dasar antitese pendapat? Jadi sejajar denga tujuan pikiran Hegel beralasanlah pendapat bahwa ajaran Pancasila itu adalah suatu sistem filosofi, sesuai dengan dialektis Neo-Hegelian. Semua sila itu adalah susunan dalam suatu perumahan pikiran filsafat yang harmonis. Pancasila sebagai hasil penggalian Bung Karno adalah sesuai pula dengan pemandangan tinjauan hidup NeoHegelian. Sistem Filsafat

Pemikiran filsafat berasal dari berbagai tokoh yang menjadikan manusia sebagai subyek. Suatu ajaran filsafat yang bulat mengajarkan tentang berbagai segi kehidupan yang mendasar. Suatu sistem filsafat sediktnya mengajarkan tentang sumber dan hakikat, filsafat hidup, dan tata nilai (etika), termasuk teori terjadinya pengetahuan manusia dan logika. Sebaliknya, filsafat yang mengajarkan hanya sebagian kehidupan (sektoral,fragmentaris) tak dapat disebut sebagai sistem filsafat, melainkan hanya ajaran filosofis seorang ahli filsafat. Aliran-aliran Filsafat a. Aliran Materialisme Aliran materialisme mengajarkan bahwa hakikat realitas kesemestaan, termasuk makhluk hidup dan manusia, ialah materi. Semua realitas itu ditentukan oleh materi (misalnya benda,makanan) dan terikat pada hukum alam, yaitu hukum sebab-akibat (hukum kausalitas) yang bersifat obyektif. b. Aliran Idealisme/Spiritualisme Aliran idealisme atau spiritualisme mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia. Subyek manusia sadar atas realitas dirinya dan kesemestaan, karena ada akal budi dan kesadaran rohani. Manusia yang tak sadar atau mati sama sekali tidak menyadari dirinya apalagi realitas kesemestaan. Jadi, hakikat diri dan kenyataan kesemestaan ialah akal budi (ide dan spirit). c. Aliran Realisme Aliran realisme menggambarkan bahwa kedua aliran di atas, materials dan idealisme yang bertentangan itu, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak realistis). Sesungguhnya, realitas kesemestaan, terutama kehidupan bukanlah benda (materi) sematamata. Karenanya, realitas adalah paduan benda (materi dan jasmaniah) dengan yang nonmateri. Jadi, menurut aliran realisme, realitas merupakan sintesis antara jasmaniah-rohaniah, materi dan nonmateri. Adapun cabang-cabang filsafat adalah sebagai berikut: 1. Metafisika: mempelajari hal-hal yang ada di balik alam fisik/alam indrawi (riil), yang meliputi bidang-bidang : ontologi, kosmologi, antropologi, dan theologi. 2. Epistimologi: yang mepelajari tentang hakekat pengetahuan. 3. Logika mempejari tentang kaidah-kaidah berpikir, yakni tentang axioma, dalil dan rumusan berpikir (thinking) dan bernalar (reasoning) 4. Etika: mempejari hal-hal yang berkaitan dengan moralitas, tingkah laku manusia. 5. Estetika: mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan yang indah (estetik) dan yang mempunyai nilai seni (artistik). 6. Methodologi: mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan suatu metode, diantaranya, metode deduksi, induksi, analisa, dan sintesa . Berdasarkan cabang-cabang filsafat inilah, maka Pancasila dapat dikatakan: 1. Sebagai Sistem Filsafat, karena di dalamnya terdapat nilai-nilai Ketuhanan (theologi), nilai manusia (antropologi), nilai kesatuan (metafisika, yang berhubungan dengan penger tian hakekat satu), kerakyatan (hakekat demokrasi) dan keadilan (hakekat keadilan).

2. Sebagai Susunan kesatuan Organis. Pancasila pada hakekatnya yang terdiri dari sila-sila merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan (komprehensif integralistik). Kesatuan silasila dari Pancasila merupakan kesatuan organis yang pada hakekatnya secara filosofis bersumber pada hakekat dasar ontologis manusia, sebagai pendukung dari isi dan inti silasila Pancasila, yakni berupa hakekat manusia monopluralis. Hakekat manusia monoprularistik, terdiri pertama, hakekat susunan kodrat manusia, yang terdiri dari unsur jiwa (rohani) dan unsur raga (jasmani), kedua: hakekat sifat kodrat manusia yang terdiri dari unsur individu dan sosial, ketiga: hakekat kedudukan kodrat manusia, yang terdiri dari unsur sebagai makhluk yang berdiri sendiri, maupun sebagai makhluk Tuhan. Unsur-unsur hakekat manusia tersebut merupakan satu kesatuan yang bersifat organis dan harmonis, yang setiap unsur-unsurnya mempunyai fungsinya masing-masing. Antara unsur jiwa dan raga, individu dan sosial serta antara makhluk yang berdiri sendiri dan makhluk Tuhan , kalau menyatu akan menjadi monodualistis, dialektis, sintesa paradoksal, tetapi kalau bertentangan akan menjadi dualistik kontradiktif. Pengertian Monodualistik, yaitu dua hal yang berbeda (jiwa-raga), tetapi merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi, Dialektis adalah kata sifat dari kata dialektika (Hegel) yang artinya yang terdiri dari tesa (pendapat) dan anti tesa (pendapat yang kontradiktif) yang kemudian menjadi sintesa (keatuan dari tesa dan antitesa, Sintesa paradoksal pengertian sama dengan monodualistik. Sedang pengertian Dualistik konradktif adalah dua hal yang berbeda dan saling bertentangan dan saling mengalahkan, yang kalah akan tenggelam, sedang yang menang akan selalu nampak dalam prilaku, yang menurut orang awam disebut: karakter (kepribadaian). 3. Pancasila Bersifat Hierarkis Piramidal. Susunan Pancasila adalah hierarkis piramidal, pengertian matematis pyramidal untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila Pancasila dalam urutan luas (kuantitas) dan juga hal isi sifatnya (kualitas). Kalau dilihat susunan sila-sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat (gradual) dalam luas dan isi sifatnya. Kesatuan sila-sila Pancasila memiliki susunan yang hierarki piramidal, maka Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis (landasan) dari sila kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Secara ontologis sila-sila dalam Pancasila, yaitu: Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat dan Adil. Menurut Drs. Lasiyo dan Drs. Yuwono dalam bukunya Pancasila (Pendekatan Secara Kefilsafatan) menyebutkan bahwa: a). Hakekat Tuhan, antara lain adalah : - Sebab pertama (causa prima) - Maha Esa - Asal mula dari segala sesuatu (jawa: sangkan paraning dumadi) - Segala sesuatu yang ada tergantung kepada-Nya - Sempurna dan Maha Kuasa, Maha rahim

- Tidak berubah, tidak terbatas, adanya mutlak - Pencipta dan pengatur alam semesta b). Hakekat Manusia adalah berdasarkan konsep Manusia Monopluralis Notonegoro, yang terjelma dalam Susunan kodrat, terdiri dari makhluk berjiwa dan makhluk beraga, sifat kodrat, terdiri makhluk individu dan makhluk sosial, dan Kedudukan kodrat, yang terdiri dari makhluk yang berdiri sendiri dan makhluk Tuhan . c). Hakekat Satu - Tak dapat dibagi dan terpisahkan dari segala sesuatu yang lain - Merupakan diri pribadi dalam arti mempunyai sifat, bentuk, susunan dan keadaan diri sendiri. - Terpisah dengan hal lain yang mempunyai tempat dan ruang sendiri. Contoh: - Ikrar Sumpah Pemuda (Satu bangsa, satu bahasa,satu tanah air. d). Hakekat Rakyat - Keseluruhan jumlah dari semua warga dalam Negara. - Segala sesuatunya meliputi semua warga dan untuk seluruh warga. - Adanya hak-hak serta kewajiban asasi, politis, ekonomi bagi setiap warga perseorangan dalam kaitannya dengan hakekat manusia dan negara . e). Hakekat Adil - Adanya pemenuhan hak dan kewajiban dalam hidup kehidupan manusia. - Wajib harus lebih diutamakan dari pada hak. - Pemenuhan wajib dan hak itu meliputi: 1. Keadilan Distributif (Membagi), yakni keadilan yang diberikan pemerintah /negara kepada rakyat/warga negara. Misal: Bunyi alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945, yakni Negara berke wajiban melidungi tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdasakan kehidupan bangsa. 2. Keadilan Legal (Keadilan Taat), yakni keadilan yang diberikan warga negara kepada pemerintah. Misal: membayar pajak, bela negara. 3. Keadilan Komutatif (Keadilan Timbal Balik), yakni keadilan yang terjadi karena adanya hubungan antar sesama warga (individu) dengan warga (individu) yang lain. Misal: Hubungan perkawinan, hubungan /perjanjian utang, piutang antar individu. Pengertaian Pancasila sebagai Suatu Sistem

Pancasila yang terdiri dari lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling bergabungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh, sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1) Suatu kesatuan bagian-bagian 2) Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri 3) Saling berhubungan, saling ketergantungan 4) Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem) 5) Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore and Voich, 1974:22) Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain: 1. Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila. 2. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut: Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5; Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5; Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila 4, 5; Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai sila 5; Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4. Dasar filsafat negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing merupakan suatu asas peradaban. Namun demikian, sila-sila pancasila itu bersama-sama merupakan suatu kesatuan dan keutuhan, setiap sila merupakan suatu unsur (bagian yang mutlak) dari kesatuan Pancasila. Maka dasar filsafat negar pancasila merupakan suatu kesatuan yang bersifat majemuk tunggal. Setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terpisah dari sila yang lain. Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung dalam pancasila, yaitu emikiran tentang manusia dalmam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa yang nilainilainya telah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kenyataan objektif yang ada dan terlekat pada pancasila, sehingga pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat khas dan berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya liberalisme, materialisme dan lainnya. Hal ini secara ilmiah disebut ciri khas secara objektif (Notonagoro, 1975:14). Nilai-nilai Pancasila Berwujud dan Bersifat Filosofis Pendekatan filsafat Pancasila adalah ilmu pengetahuan yang mendalam tentang Pancasila. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam, kita harus mengetahui sila-sila Pancasila tersebut. Dari setiap sila-sila kita cari pula intinya. Setelah kita ketahui hakikat dan inti

tersebut selanjutnya kita cari hakikat dan pokok-pokok yang terkandung di dalamnya, yaitu sebagai berikut. 1. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan tuntutan dan pegangan dalam hubungannya dengan Tuhan, masyarakat, dan alam semesta. 2. Pancasila sebagai dasar negara, berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur tata kehidupan bernegara, seperti yang diatur oleh UUD 1945. Untuk kepentingan-kepentingan kegiatan praktis operasional diatur dalam Tap. MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan, yaitu sebagai berikut. a. Undang-undang dasar 1945 b. Ketetapan MPR c. Undang-undang d. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) e. Peraturan pemerintah f. Keputusan Presiden g. Peraturan daerah 3). Filsafat Pancasila yang abstrak tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan uraian terinci dari Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dijiwai Pancasila. 4) Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu kebulatan yang utuh. 5) Jiwa Pancasila yang abstrak setelah tercetus menjadi Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tercermin dalam pokok-pokok yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. 6) Berdasarkan penjelasan otentik UUD 1945, Undang-undang Dasar 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 pada pasalpasalnya. Hal ini berarti pasal-pasal dalam Batang Tubuh UUD 1945 menjelmakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan dari jiwa Pancasila. 7) Berhubung dengan itu, kesatuan tafsir sila-sila Pancasila harus bersumber dan berdasarkan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. 8) Nilai-nilai yang hidup berkembang dalam masyarakat Indonesia yang belum tertampung dalam pembukaan UUD 1945 perlu diselidiki untuk memperkuat dan memperkaya nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, dengan ketentuan sebagai berikut a. Nilai-nilai yang menunjang dan memperkuat kehidupan bermasyarakat dan bernegara dapat kita terima asal tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, misalnya referendum atau pemilihan Presiden secara langsung.

b. Nilai-nilai yang melemahkan dan bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 tidak dimasukkan sebagai nilainilai Pancasila. Bahkan harus diusahakan tidak hidup dan berkembang lagi dalam masyarakat Indonesia, misalnya demonstrasi dengan merusak bangunan/kantor, penjahat dihakimi massa, atau penjarahan. c. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 dipergunakan sebagai batu ujian dari nilai-nilai yang lain agar dapat diterima sebagai nilai-nilai Pancasila. Oleh sebab itu, secara filosofis, dalamkehidupan bangsa Indonesia diakui bahwa nilai Pancasila adalah pandangan hidup. Dengan demikian, Pancasila dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku dan berbuat dalam segala bidang kehidupan, meliputi bidang ekonomi, politik, sosial budaya, dan pertahanan dan keamanan. Sebagai ajaran filsafat, Pancasila mencerminkan nilai dan pandangan dasar dan hakiki rakyat Indonesia dalam hubungannya dengan sumber kesemestaan, yakni Tuhan Yang Maha Pencipta. PENGERTIAN PANCASILA SECARA FILSAFAT Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh. Pembahasan filsafat dapat dilakukan secara deduktif, yakni dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif. Pembahasan filsafat dapat juga dilakukan secara induktif, yakni dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, memrefleksikannya,dan menarik hati dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu. Dengan demikian, kedua cara itu memberikan hasil yang dapat disajikan sebagai bahan-bahan yang sangat penting bagi penjabaran ideologi Pancasila. Pancasila sebagai sistem filsafat Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan system filsafat. Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh, sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. suatu kesatuan bagian-bagian bagian-bagian tersebut memiliki fungsi sendiri-sendiri saling berhubungan, saling ketergantungan kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks

Sila-sila pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organisasi. Antara sila-sila itu saling berhubungan, saling berkaitan bahkan saling mengkualifikasi. Secara demikian maka pancasila pada hakikatnya merupakan system, dalam pengertian bahwa bagian-bagian, sila-silanya saling berhubungan secara erat sehingga

membentuk suatu struktur yang menyeluruh.dengan demikian pancasila merupakan suatu system dalam pengertian kefilsafatan sebagaimana system filsafat lainnya antara lain materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, sosialisme, dan sebagainya. Kenyataan pancasila yang demikian itu disebut kenyataan objektif, yaitu bahwa kegiatan itu ada pada pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain, atau terlepas dari pengetahuan orang. Pancasila sebagai suatu system filsafast berbeda dengan system-sistem filsafat lainnya misalnya liberalisme, materialisme, komunisme dan aliran filsafat lainnya. Oleh karena itu pancasila sebagai suatu system filsafat akan memberikan cirri-ciri yang khas, yang khusus yang tidak terdapat pada system filsafat lainnya. Kesatuan sila-sila pancasila Susunan pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai bentuk pyramidal. Pengertian pyramidal pancasila digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila dari pancasila dalam urut-urutan luas (kwantitas) dan juga dalam hal sifat-sifatnya (kwalitas). Kalau dilihat dari intinya, urut-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi sifatnya, merupakan pengkhususan dari sila-sila dimukanya. Secara ontologis kesatuan sila-sila pancasila sebagai suatu system bersifat hierarkhis dan berbentuk pyramidal adalah sebagai berikut : bahwa hakikat adanya Tuhan adalah ada karena dirinya sendiri. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada termasuk manusia ada karena diciptakan Tuhan atau manusia ada sebagai akibat adanya Tuhan. Sila-sila pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungannya hierarkhis piramida tadi. Kesatuan sila-sila sebagai suatu sistem filsafat Kesatuan sila-sila pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari sila-sila pancasila. Sebagaimana dijelaskan bahwa kesatuan silasila pancasila adalah bersifat hierarkhis dan mempunyai bentuk pyramidal, digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhis sila-sila pancasila dalam urut-urutan luas ( kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan kesatuan sila-sila pancasila itu dalam arti formal logis. Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat tidak hanya kesatuan yang menyangkut silasilanya saja melainkan juga meliputi hakikat dasar dari sila-sila pancasila atau secara filosofis merupakan dasar ontologis sila-sila pancasila. Hubungan kesesuaian antara negara dengan landasan sila-sila pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat yaitu negara sebagai pendukung hubungan dan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab adapun negara sebagai akibat. Nilai-nilai pancasila sebagai suatu sistem Sebagai suatu dasar filsafat negara maka sila-sila merupakan suatu sistem nilai, oleh karena itu sila-sila pancasila pada hakikatnya merupakan satu kesatuan. Meskipun dalam urain berikut ini menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila, namun kesemuanya itu tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan sila-sila lainnya.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara bahkan moral negara, moral penyelenggara negara, politik negara, pemerintahan negara hukum dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila kemanusiaan yang adl dan beradap secara sistematis didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mendasari dan menjwai ketiga sila berikutnya. Sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kewarganegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini bersumber pada dasar filosofis antropologis bahwa hakikat manusia asalah susunan kodrat rokhani (jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Nilai yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang bersifat sistematis. Sila Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradap serta mendasari dan dijiwai sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Nilai yang terkandung dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilandidasari oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradap serta Persatuan Indonesia dan mendasari serta menjiwai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Nilai filosofis yang terkandung di dalamnya adalah bahwa hakikat negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Nilai yang terkandung dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradap serta Persatuan Indonesia serta sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilandidasari. Dalam sila kelima tersebut terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka di dalam sila kelima tersebut terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama (kehidupan sosial). Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusian yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan Tuhannya. KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis serta dasar axiologis dari sila-sila Pancasila. Sebagaimana dijelaskan bahwa kesatuan sila-sila

Pancasila adalah bersifat hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal, digunakan untuk menggambarkan hubungan urutan-urutan luas (kuantitas) dan dalam pengertian inilah hubungan kesatuan sila-sila Pancasila itu dalam arti formal logis. Wawasan filsafat meliputi bidang penyelidikan ontologi, epistemologi, axiologi. 1. Aspek Ontologi Menurut Runes, ontologi ialah teori tentang ada, keberadaan atau eksistensi. Menurut Aristoteles, ontologi adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu dan disamakan artinya dengan metafisika. Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat tidak hanya kesatuan yang menyangkut sila-silanya saja melainkan juga meliputi hakikat dasar dari sila-sila Pancasila atau secara filosofis merupakan dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologi. Dasar ontologi Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memilki hakikat hak mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerayatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia (Notonogoro 1975:23). Demikianlah juga kalau kita pahami dari segi filsafat negara bahwa Pancasila adalah dasar nilai filsafat negara, adapun pendukung pokok negara adalah rakyat dan unsur rakyat adalah manusia itu sendiri. 2. Aspek Epistemologi Epistemologi, menurut Runes, adalah bidang atau cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia, sebagai hasil pengalaman dan pemikiran, membentuk budaya. Bagaimana proses terjadinya meliputi pengetahuan sampai membentuk kebudayaan, sebagai wujud keutamaan (superioritas) manusia, ingin disadari lebih dalam. Bagaimana manusia mengetahui bahwa ia tahu, atau bagaimana manusia mengetahui bahwa sesuatu itu ilmu pengetahuan, hal itu menjadi penyelidikan epistemologi. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan serta batas dan validitas ilmu pengetahuan. Jadi, epistemologi dapat disebut ilmu tentang ilmu atau teoti terjadinya ilmu atau science of science atau Wissenchaftslehre. Yang termasuk cabang epistemologi adalah matematika, logika, gramatika, dan semantik. Jadi, epistemologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki makna dan nilai ilmu pengetahuan, sumbernya, syarat-syarat dan proses terjadinya ilmu, termasuk semantik, logika, metematika, dan teori ilmu. Dengan demikian kebenaran dan pengetahuan manusia merupapakan suatu sintesa yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia untuk mendapatkankebenaran yang tinggi. Dasardasar rasional logis Pancasila menyangkut kualitas maupun kuantitasnya, juga menyangkut isi arti Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi.

Manusia pada hakikatnya kedudukan dan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tinggi. Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalamupaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.

3. Aspek Axiologi Axiologi, menurut Runes, berasal dari istilah Yunani, axios yang berati nilai, manfaat, pikiran atau ilmu/teori. Dalam pengertian yang modern, axiologi disamakan dengan teori nilai, yakni sesuatu yang diinginkan, disukai, atau yang baik, dan juga bidang yang menyelidiki hakikat nilai, kriteria, dan kedudukan metafisika sebagai suatu nilai. Menurut Prof. Brameled, axiologi dapat disimpulkan sebagai suatu cabang filsafat yang menyelidiki : 1. tingkah laku moral, yang berwujud etika; 2. ekspresi etika, yang berwujud estetika atau seni dan keindahan; 3. sosio-politik, yang berwujud ideologi. Axiologi ialah cabang filsafat yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis dan tingkatan nilai, dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan, dan agama. Kehidupan manusia sebagai makhluk subyek budaya, pencipta, dan penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari, memilih, dan melaksanakan nilai; jadi, nilai merupakan fungsi kepribadian manusia. Bahkan, nilai di dalam kepribadian, seperti pandangan hidup, keyakinan (agama) dan bagaimana kualitas kepribadian. Martabat manusia ditentukan oleh keyakinannya dan amal kebajikannya. Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis. Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.

Nilai praksis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat. Nila-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat, berbansa, dan bernegara.
Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa Dan Negara Indonesia Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafata hidup). Dengan pandangan hidup inilah suatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalanpersoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalahmasalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya. Kita merasa bersyukur bahwa pendahulu-pendahulu kita, pendiri-pendiri Republik ini dat memuaskan secara jelas apa sesungguhnya pandangan hidup bangsa kita yang kemudian kita namakan Pancasila. Seperti yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita. Disamping itu maka bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah berurat/berakar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia ini akan mencapai kebahagiaan jika kita dapat baik dalam hidup manusia sebagai manusia dengan alam dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriyah dan kebahagiaan rohaniah. Bangsa Indonesia lahir sesudah melampaui perjuangan yang sangat panjang, dengan memberikan segala pengorbanan dan menahan segala macam penderitaan. Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa datang yang secara keseluruhan membentuk kepribadian sendiri. Sebab itu bangsa Indonesia lahir dengan kepribadiannya sendiri yang bersamaan lahirnya bangsa dan negara itu, kepribadian itu ditetapkan sebagai pandangan hidup dan dasar negara Pancasila. Karena itulah, Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah berjuang, denga melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami dengan oleh gagasan-gagasan besar dunia., dengan tetap berakar pada kepribadian bangsa kita dan gagasan besar bangsa kita sendiri. Karena Pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun

dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah UUD yang pernah kita miliki yaitu dalam pembukaan UUD 1945, dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia 1950. Pancasila itu tetap tercantum didalamnya, Pancasila yang lalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, Pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama saatsaat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah sebagai dasar kerohanian negar, dikehendaki oleh bangsa Indonesia karena sebenarnya ia telah tertanam dalam kalbunya rakyat. Oleh karena itu, ia juga merupakan dasasr yang mamapu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya. Sidang BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa. Peraturan selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan negara harus didasarkan atas dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD itu disebut peraturan-peraturan organik yang menjadi pelaksanaan dari UUD. . Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa. Demikianlah, maka Pancasila yang kita gali dari bumi Indonsia sendiri merupakan :

a. Dasar negara kita, Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara kita. b. Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita serta memberi petunjuk dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya. c. Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. d. Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram,

tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. e. Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekedar karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena Pancasila itu telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah perjuangan bangsa. Oleh karena itu yang penting adalah bagaimana kita memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segala segi kehidupan. Tanpa ini maka Pancasila hanya akan merupakan rangkaian kata-kata indah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan perumusan yang beku dan mati, serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita. Akhirnya perlu juga ditegaskan, bahwa apabila dibicarakan mengenai Pancasila, maka yang kita maksud adalah Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu : 1. 2. 3. 4. Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawratan / perwakilan. 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang kita gunakan, sebab rumusan yang demikian itulah yang ditetapkan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Falsafah Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, dapatlah kita temukan dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini :

a. Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945. b. Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta). c. Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV. d. Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1945, alinea IV. e. Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus 1950. f. Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959 Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:

1.

2.

Isi arti Pancasila yang umum universal, yaitu hakikat sila-sila Pancasila yang merupakan inti sari Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak dalam pelaksanaan dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan konkrit. Isi arti Pancasila yang umum kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia. Isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit, yaitu isi arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat khhusus konkrit serta dinamis (lihat Notonagoro, 1975: 36-40)

Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah Konstitusi RIS 1949 Bertempat di Kota Den Haag (Netherland / Belanda) mulai tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal 2 September 1949 diadakan KMB (Konferensi Meja Bundar). Adapun delegasi RI dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta, delegasi BFO (Bijeenkomstvoor Federale Overleg) dipimpin oleh Sutan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin oleh Van Marseveen. Sebagai tujuan diadakannya KMB itu ialah untuk menyelesaikan persengketaan antara Indonesia dengan Belanda secepatnya dengan cara yang adil dan pengakuan akan kedaulatan yang penuh, nyata dan tanpa syarat kepada RIS (Republik Indonesia Serikat). Salah satu hasil keputusan pokok dan penting dari KMB itu, ialah bahwa pihak Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali oleh Kerajaan Belanda dengan waktu selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam Belanda, Ratu Yuliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan Negara RIS. Pada waktu yang sama dengan KMB di Kota Den Haag, di Kota Scheveningen (Netherland) disusun pula Konstitusi RIS yang mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949. Walaupun bentuk negara Indonesia telah berubah dari negara Kesatuan RI menjadi negara serikat RIS dan Konstitusi RIS telah disusun di negeri Belanda jauh dari tanah air kita, namun demikian Pancasila tetap tercantum sebagai dasar falsafah negara di dalam Mukadimah pada alinea IV Konstitusi RIS 1949, dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut : *Ketuhanan Yang Maha Esa. * Prikemanusiaan. * Kebangsaan. * Kerakyatan. * Keadilan Sosial. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah UUD Sementara RI (UUDS-RI 1950) Sejak Proklamasi Kemerdekaannya, bangsa Indonesia menghendaki bentuk negara kesatuan (unitarisme) oleh karena bentuk negara serikat (federalisme) tidaklah sesuai dengan cita-cita kebangsaan dan jiwa proklamasi. Demikianlah semangat persatuan dan kesatuan bangsa

Indonesia tetap membara dan meluap, sebagai hasil gemblengan para pemimpin Indonesia sejak lahirnya Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, kemudian dikristalisasikan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. Oleh karena itu pengakuan kedaulatan negara RIS menimbulkan pergolakan-pergolakan di negara-negara bagian RIS untuk bersatu dalam bentuk negara kesatuan RI sesuai dengan Proklamasi Kemerdekaan RI. Sesuai KOnstitusi, negara federal RIS terdiri atas 16 negara bagian. Akibat pergolakan yang semakin gencar menuntut bergabung kembali pada negara kesatuan Indonesia, maka sampai pada tanggal 5 April 1950 negara federasi RIS, tinggal 3 (tiga) negara lagi yaitu : 1. RI Yogyakarta. 2. Negara Sumatera Timur (NST). 3. Negara Indonesia Timur (NIT). Negara federasi RIS tidak sampai setahun usianya, oleh karena terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyampaikan Naskah Piagam, pernyataan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berarti pembubaran Negara Federal RIS (Republik Indonesia Serikat). Pada saat itu pula panitia yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo mengubah konstitusi RIS 1949 (196 Pasal) menjadi UUD RIS 1950 (147 Pasal). Perubahan bentuk negara dan konstitusi RIS tidak mempengaruhi dasar falsafah Pancasila, sehingga tetap tercantum dalam Mukadimah UUDS-RI 1950, alinea IV dengan perumusan dan tata urutan yang sama dalam Mukadimah Konstitusi RIS yaitu : Ketuhanan Yang Maha Esa. Prikemanusiaan. Kebangsaan. Kerakyatan. Keadilan Sosial. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945 Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan menyusun UUD baru. Pada akhir tahun 1955 diadakan pemilihan umum pertama di Indonesia dan Konstituante yang dibentuk mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan selanjutnya. Konstituante gagal membentuk suatu UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Dengan kegagalan konstituante tersebut, maka pada tanggal 5 Juli 1950 Presiden RI mengeluarkan sebuah Dekrit yang pada pokoknya berisi pernyatan : a. Pembubaran Konstuante. b. Berlakunya kembali UUD 1945. c. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.

d. Akan dibentuknya dalam waktu singkat MPRS dan DPAS. Dengan berlakunya kembali UUD 1945, secara yuridis, Pancasila tetap menjadi dasar falsafah negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV dengan perumusan dan tata urutan seperti berikut : Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Persatuan Indonesia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 1968, tertanggal 13 April 1968, perihal : Penegasan tata urutan/rumusan Pancasila yang resmi, yang harus digunakan baik dalam penulisan, pembacaan maupun pengucapan sehari-hari. Instruksi ini ditujukan kepada : Semua Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga / Badan Pemerintah lainnya. Tujuan dari pada Instruksi ini adalah sebagai penegasan dari suatu keadaan yang telah berlaku menurut hukum, oleh karena sesuai dengan asas hukum positif (Ius Contitutum) UUD 1945 adalah konstitusi Indonesia yang berlaku sekarang. Dengan demikian secara yuridis formal perumusan Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang harus digunakan, walaupun sebenarnya tidak ada Instruksi Presiden RI No. 12/1968 tersebut. Prof. A.G. Pringgodigdo, SH dalam bukunya Sekitar Pancasila peri-hal perumusan Pancasila dalam berbagai dokumentasi sejarah mengatakan bahwa uraian-uraian mengenai dasar-dasar negara yang menarik perhatian ialah yang diucapkan oleh : 1. Mr. Moh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945. 2. Prof. Mr. Dr. Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945. 3. Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. Walaupun ketiganya mengusulkan 5 hal pokok untuk sebagai dasar-dasar negara merdeka, tetapi baru Ir. Soekarno yang mengusulkan agar 5 dasar negara itu dinamakan Pancasila dan bukan Panca Darma. Jelaslah bahwa perumusan 5 dasar pokok itu oleh ketiga tokoh tersebut dalam redaksi kata-katanya berbeda tetapi inti pokok-pokoknya adalah sama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Prikemanusiaan atau internasionalisme, Kebangsaan Indonesia atau persatuan Indonesia, Kerakyatan atau Demokrasi dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 menegaskan : Maksud Pancasila adalah philosophschegrondslag itulah fundament falsafah, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka Yang Kekal dan Abadi. Prof. Mr. Drs. Notonagoro dalam pidato Dies Natalis Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 10 November 1955 menegaskan : Susunan Pancasila itu adalah suatu kebulatan yang bersifat hierrarchies dan piramidal yang mengakibatkan adanya hubungan organis di antara 5 sila negara kita. Prof. Mr. Muhammad Yamin dalam bukunya Proklamasi dan Konstitusi (1951) berpendapat : Pancasila itu sebagai benda rohani yang tetap dan tidak berubah sejak Piagam Jakarta sampai pada hari ini. Kemudian pernyataan dan pendapat Prof. Mr. Drs.

Notonagoro dan Prof. Mr. Muhamamd Yamin tersebut diterima dan dikukuhkan oleh MPRS dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1960 jo Ketetapan No. V/MPR/1973.

You might also like