You are on page 1of 35

OKLUSI DAN MALOKLUSI OKLUSI 1.

DEFINISI Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada Maksila dan mandibula, yang terjadi selama pergerakan Mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua rahang. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara Dental system, Secara teoritis, oklusi didefinisikan sebagai kontak antara gigi-geligi yang saling berhadapan secara langsung (tanpa perantara) dalam suatu hubungan biologis yang dinamis antara semua komponen sistem stomato-gnatik terhadap permukaan gigi-geligi yang berkontak dalam keadaan berfungsi berkontak dalam keadaan berfungsi 2.macam : statis,fungsional=LI Oklusi ideal : Adalah merupakan suatu konsep teoritis oklusi yang sukar atau bahkan tidak mungkin terjadi pada manusia. Oklusi fungsional gerakan fungsional dari mandibula shg menyebabkan kontak antar gigi geligi Oklusi normal : Adalah suatu hubungan yang dapat diterima oleh gigi geligi pada rahang yang sama dan rahang yang berlawanan, apabila gigi geligi dikontakkan dan condylus berada dalam fossa glenoidea. Oklusi gigi-gigi secara normal dapat dikelompokkan dalam 2 jenis, yaitu (1)oklusi statik merupakan hubungan gigi geligi rahang atas (RA) dan rahang bawah (RB) dalam keadaan tertutup atau hubungan daerah kunyah gigi-geligi dalam keadaan tidak berfungsi (statik), dan (2)oklusi dinamik merupakan hubungan antara gigi geligi RA dan RB

pada saat seseorang melakukan gerakan mandibula ke arah lateral (samping) ataupun kedepan (antero-posterior). Pada oklusi statik, hubungan cusp fungsional gigi geligi posterior (premolar) berada pada posisi cusp to marginal ridge dan cusp fungsional gigi molar pada posisi cusp to fossa. Sedang pada hubungan gigi anterior dapat ditentukan jarak gigit (overjet) dan tinggi gigit (overbite) dalam satuan milimeter (mm). Jarak gigit (overjet) adalah jarak horizontal antara incisal edge gigi incisivus RA terhadap bidang labial gigi insisivus pertama RB. Dan tinggi gigit (overbite) adalah jarak vertikal antara incisal edge RB sampai incisal edge RA. Oklusi dinamik timbul akibat gerakan mandibula ke lateral, kedepan (anterior) dan kebelakang (posterior). Oklusi yang terjadi karena pergerakan mandibula ini sering disebut artikulasi. Pada gerakan ke lateral akan ditemukan sisi kerja (working side) yang ditunjukan dengan adanya kontak antara cusp bukal RA dan cusp molar RB; dan sisi keseimbangan (balancing side). Working side dalam oklusi dinamik digunakan sebagai panduan oklusi (oklusal guidance), bukan pada balancing side. Kontak gigi geligi karena gerakan mandibula dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Intercupal Contact Position (ICP), adalah kontak maksimal antara gigi geligi dengan antagonisnya. 2) Retruded Contract Position (RCP), adalah kontak maksimal gigi geligi pada saat mandibula bergerak lebih ke posterior dari ICP, namun RB masih mampu bergerak secara terbatas ke lateral.

3) Protrusif Contact Position (PCP) adalah kontak gigi geligi anterior pada saat RB digerakkan ke anterior. 4) Working Side Contact Position (WSCP) adalah kontak gigi geligi pada saat RB digerakan ke lateral Selain klasifikasi diatas, secara umum pola oklusi akibat gerakan RB dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Bilateral balanced occlusion, bila gigi geligi posterior pada kerja dan sisi keseimbangn, keduanya dalam keadaan kontak; 2. Unilateral balanced occlusion. Bila gigi geligi posterior pada sisi kerja kontak dan sisi keseimbangan tidak kontak; 3. Mutually protected occlusion. Dijumpai kontak ringan pada gigi geligi anterior, sedang pada gigi posterior tidak kontak; 4. Tidak dapat ditetapkan, bila tidak dapat dikelompokkan dalam klasifikasi diatas (Hamzah, Zahreni; dkk). 3.syarat/karakteristik MALOKLUSI 1.DEFINISI Maloklusi adalah kondisi oklusi intercuspal dalam pertumbuhan gigi diasumsikan sebagai kondisi yang tidak reguler. Maloklusi adalah oklusi abnormal yang ditanda dengan tidak benarnya hubungan antar lengkung di setiap bidang spatial atau anomaly abnormal dalam posisi gigi. Maloklusi adalah kondisi oklusi intercuspal dalam pertumbuhan gigi diasumsikan sebagai kondisi yang tidak reguler. Keadaan ini dikenal dengan istilah maloklusi tetapi batas antara oklusi normal dengan tidak normal sebenarnya cukup tipis. Maloklusi sering pula tidak mengganggu fungsi gigi secara signifikan

dan termodifikasi pemakaian gigi.1 Maloklusi terjadi pada kondisi-kondisi berikut ini : 1.Ketika ada kebutuhan bagi subjek untuk melakukan posisi postural adaptif dari mandibula. 2.Jika ada gerak menutup translokasi dari mandibula, dari posisi istirahat atau dari posisi postural adaptif ke posisi interkuspal. 3.Jika posisi gigi adalah sedemikian rupa sehingga terbentuk mekanisme refleks yang merugikan selama fungsi pengunyahan dari mandibula. 4.Jika gigi-gigi menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak mulut. 5.Jika ada gigi berjejal atau tidak teratur, yang bias merupakan pemicu bagi terjadinya penyakit periodontal dan gigi. 6.Jika ada penampilan pribadi yang kurang baik akibat posisi gigi. 7.Jika ada posisi gigi yang menghalangi bicara yang normal.3 2.ETIOLOGI Etiologi darimaloklusi dapat terbagi 2, yaitu : Primary etiologi site Etiologi pendukung Primary etiologi site terbagi menjadi : 1. System Neuromuskular Beberapa pola kontraksi neuromuscular beradaptsi terhadap ketidakseimbangan skeletal / malposisi gigi. Pola- pola kontraksi yang tidak seimbang adalah bagian penting dari hamper semua maloklusi. 2. Tulang Karena tulang muka, terutama maxilla dan mandibula berfungsi sebagai dasar untuk dental arch, kesalahan dalam marfologi /

pertumbuhannya dapat merubah hubungan dan fungsi oklusi. Sebagian besar dari maloklusi ynag sangat serius adalah membantu dalam identifikasi dishamorni osseus. 3. Gigi Gigi adalah tempat utama dalam etiologi dari kesalahan bentuk dentofacial dalam berbagai macam cara. Variasi dalam ukuran, bentuk, jumlah dan posisis gigi semua dapat menyebabkan maloklusi. Hal yang sering dilupakan adalah kemungkinan bahwa malposisisi dapat menyebabkan malfungsi, secara tidak langsung malfungsi merubah pertumbuhan tulang. Yang sering bermasalah adalah gigi yang terlalu besar. 4. Jaringan Lunak (tidak termasuk otot) Peran dari jaringan lunak, selain neuromuskulat dalam etiologi maloklusi, dapat dilihat dengan jelas seperti tempat- tempat yang didiskusi sebelumnya. Tetapi, maloklusi dapat disebabkan oleh penyakit periodontal / kehilangan perlekatan dan berbagai macam lesi jaringan lunak termasuk struktur TMJ. Etiologi Pendukung antara lain : 1.Herediter Herediter telah lama dikenal sebagai penyebab maloklusi. Kesalahan asal genetic dapat menyebabkan penampilan gigi sebelum lahir / mereka tidak dapat dilihat sampai 6 tahun setelah kelahiran (contoh : pola erupsi gigi). Peran herediter dalam pertumbuhan craniofacial dan etiologi kesalahan bentuk dentalfacial telah menjadii banyak subjek penelitian. Genetic gigi adalah kesamaan dalam bentuk keluaraga sangat sering terjadi tetapi jenis transmisi / tempat aksi genetiknya

tidak diketahui kecuali pada beberapa kasus ( contoh : absennya gigi / penampilan beberapa syndrome craniofacial). 2. Perkembangan abnormal yang tidak diketahui penyebabnya Misalnya : deferensiasi yang penting pada perkembangan embrio. Contoh : facial cleft. 3. Trauma Baik trauma prenatal atau setelah kelahiran dapat menyebabkan kerusakan atau kesalahan bentuk dentofacial. --Prenatal trauma / injuri semasa kelahiran -Hipoplasia dari mandibula Disebabkan karena tekanan intrauterine (kandungan) atau trauma selama proses kelahiran. -Asymetri Disebabkan karena lutut atau kaki menekan muka sehingga menyebabkan ketidaksimetrian pertumbuhan muka. --Prostnatal trauma Retak tulang rahang dan gigi Kebiasaan dapat menyebabkan mikrotrauma dalam masa yang lama. 1.Agen Fisik 2.Ekstraksi yang terlalu awal dari gigi sulung. 3. Makanan Makanan yang dapat menyebabkan stimulasi otot yang bekerja lebih dan peningkatan fungsi gigi. Jenis makanan seperti ini menimbulkan karies yang lebih sedikit. 4. Habits Mengisap jempol / jari

Biasanya pada usia 3 tahun 4 tahun anak-anak mulai mengisap jempol jika M1 nya susah saat erupsi. Arah aplikasi tekanan terhadap gigi selama mengisap jempol dapat menyebabkan Insisivus maksila terdorong ke labial, sementara otot bukal mendesak tekanan lingual terhadap gigi pada segmen leteral dari lengkung dental. Desakan lidah Ada 2 tipe, yaitu : -Simple tounge, desakan lidah yang berhubungan dengan gigi, sekalian menelan. -Kompleks tounge, normalnya anak-anak menelan dengan gigi dalam oklusi bibir sedikit tertutup dan lidah berada pada palatal di belakang gigi anterior. Simple tounge dihubungkan dengan digital sucking walaupun kebiasaannya tidak lagi dilakukan karena perlunya lidah untuk mendesak ke depan kea rah open bite untuk menjaga anterior seal dengan bibir selama penelanan. Kompleks tounge dihubungkan dengan stress nasorespiratoty, bernapas dengan mulut. Lip sucking and lip biting Menyebabkan open bite, labioversion maksila / mandibula ( terkadang). Menggigit kuku 5. Penyakit -Penyakit sistemik Mengakibatkan pengaruh pada kualitas gigi daripada kuantitas pertumbuhan gigi. -Gangguan endokrin Disfungsi endokrin saat prenatal bias berwujud dalam hipoplasia, gangguan endokrin saat postnatal bias mengganggu tapi biasanya

tidak merusak / merubah bentuk arah pertumbuhan muka. Ini dapat mempengaruhi erupsi gigi dan resorpsi gigi sulung. -Penyakit local Penyakit gingival periodontal dapat menyebabkan efek langsusng seperti hilangnya gigi, perubahan pola penutupan mandibula untuk mencegah trauma, ancylosis gigi. -Trauma -Karies -Malnutrisi Berefek pada kualitas jaringan dan kecepatan dari kalsifikasi. 3.KLASIFIKASI Klasifikasi angel Class I Lengkung mandibula normalnya mesiodistal berhubungan terhadap lengkung maksila, dengan mesiobukal cusp dari M1 permanen maksila menutupi grove bukal dari M1 permanen mendibula dan mesio lingual cusp M1 maksila menutupi fossa oclusal dari M1 permanen mandibula ketika rahang diistirahatkan dan gigi dalam keadaan tekanan. Class II Cusp mesiobukal m1 permanen maksila menutupiu antara cusp mesio bukal M1 mandibula permanen dan aspek distal dari P1 mandibula. Juga mesiolingual cusp M1 permanen maksila menutupi mesiolingual cusp dari M1 permanen mandibula. Angle membagi class II maloklusi dalam 2 divisi dan 1 subdivisi berdasarkan angulasi labiolingual dari maksila, yaitu ; Class II divisi I

Dengan relasi Molar terlihat seoerti tipe kelas II, gigi insisivus maksila labio version. Class II divisi II Dengan relasi molar terlihat seperti tipe kelas II, Insisivus maksila mendekati normal secara anteroposterior atau secara ringan dalam linguoversion sedangakan I2 maksila tipped secara labial atau mesial. Class II sbdivisi Saat relasi kelas II molar, terjadi oada satu sisi pada lengkung dental. Class III Lengkung dan badan mandibula berada pada mesial lengkuna maksila dengan cusp mesiobukal M1 permanen maksila beroklusi pada ruang interdental di antara ruang distal dari cusp distal pada M1 permanen mandibula dan aspek mesial dari cusp mesial m2 mandibula. Class III terbagi 2, yaitu : Psedo class III maloklusi Ini bukan maloklusi kelas 3 yang sebenarnya, tapi tampak serupa, disini mandibula bergesar ke anterior dengan fossa gleroid dengan kontak premature gigi atau beberapa alas an lainnya ketika rahang berada pada oklusi sentrik. Kelas III subdivisi Maloklusi sesuai denagn unilaterally. Pada kondisi normal, relasi antar molar pertama normal begitu juga gigi-gigi yang ada di anteriornya (depan-red). Pada maloklusi kelas 1, relasi antar molar pertama normal, tetapi garis oklusi gigi-gigi di daerah depan dari molar pertama tersebut tidak tepat.

Pada maloklusi kelas 2, tampak molar pertama bawah tampak lebih belakang dari pada molar atasnya sehingga relasi tidak lagi normal. Kondisi ini merupakan overbite / gigitan berlebih. Pada maloklusi kelas 3 ini merupakan kebalikan dari Kelas 2, yaitu molar pertama atas yang tampak lebih belakang daripada molar pertama bawah. Kondisi ini merupakan underbite atau terkadang disebut gigitan terbalik. Klasifikasi dewey, yaitu modifikasi dari angle kelas I dan kelas III Modifikasi angles kelas I 1.Tipe 1 Anle Class I dengan gigi anterior maksila crowding. Tipe 2 Angle Class I dengan gigi I maksila labio version Tipe 3 Angle Class I dengan gigi I maksila lingual version terhadap I mandibula. ( anterior cross bite ). Tipe 4 M dan atau P pada bucco atau linguo version, tapi I dan C dalam jajaran normal ( cross bite posterior ). Tipe 5 M kea rah mesio version ketika hilangnya gigi pada bagian mesial gigi tersebut, ( contoh hilangnya M susu lebih awal dan P2 ). Modifikasi angles kelas III 1.Tipe 1 Suatu lengkungan saat dilihat secara individu bidang pada jajaran yang normal, tetapi oklusi di anterior terjadi edge to edge.

Tipe 2 I mandibula crowding dengan I maksila ( akibat I maksila yang terletak kea rah lingual ). Tipe 3 Lengkung maksila belum berkembang sehingga terjadi cross bite pada I maksila yang crowding dan lengkung mandibula perkembangannya baik dan lurus. klasifikasi Lischers modifikasi dengan Klasifikasi angel Neutroklusi Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 1 Distoklusi Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 2 Mesioklusi Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 3 Nomenklatur Lischer untuk malposisi perindividual gigi geligi menyangkut penambahan versi pada sebuah kata untuk mengindikasikan penyimpangan dari posisi normal. Mesioversi Lebih ke mesial dari posisi normal Distoversi Lebih ke distal dari posisi normal Lingouversi Lebih ke lingual dari posisi normal labioversi Lebih ke labial dari posisi normal Infraversi

Lebih rendah atau jauh dari garis oklusi Supraversi Lebih tinggi atau panjang melewati garis oklusi Axiversi Inklinasi aksial yang salah, tipped. Torsiversi Rotasi pada sumbunya yang panjang Transversi Perubahan pada urutan posisi. Klasifikasi Bennette Klasifikasi ini berdasarkan etiologinya: Kelas 1 Abnormal lokasi dari satu atau lebih gigi sesuai faktor lokal. Kelas II Abnormal bentuk atau formasi dari sebagian atau keseluruhan dari salah satu lengkung sesuai kerusakan perkembangan tulang. Kelas III Abnormal hubungan diantara lengkung atas dan bawah dan diantara salah satu lengkung dan kontur fasial sesuai dengan kerusakan perkembangan tulang. Klasifikasi Simons Simons (1930) yang pertama kali menghubungkan lengkung gigi terhadap wajah dan kranial dalam tiga bidang ruang: Frankfort Horizontal Plane (vertikal) Frankfort Horizontal Plane atau bidang mata- telinga ditentukan dengan menggambarkan garis lurus hingga margin tulang secara

langsung di bawah pupil mata hingga ke margin atas meatus eksternal auditory (derajat di ats tragus telinga). Digunakan untuk mengklasifikasi maloklusi dalam bidang vertikal. Attraksi Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort horizontal menunjukkan suatu attraksi (mendekati). Abstraksi Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort horizontal menunjukkan suatu abstraksi (menjauhi). Bidang Orbital (antero-posterior) Maloklusi menggambarkan penyimpangan antero-posterior berdasarkan jaraknya, adalah: rotraksi Gigi, satu atau dua, lengkung dental, dan/atau rahang terlalu jauh ke depan. Retraksi Satu gigi atau lebih lengkung gigi dan/atau rahang terlalu jauh ke depan. Bidang Mid-Sagital (transversal) Maloklusi mengklasifikasikan berdasarkan penyimpangan garis melintang dari bidang midsagital. Kontraksi Sebagian atau seluruh lengkung dental digerakkan menuju bidang midsagital Distraksi (menjauhi) Sebagian atau seluruh lengkung gigi berada pada jarak yang lebih dari

normal. Klasifikasi Skeletal Salzmann (1950) yang pertama kali mengklasifikasikan struktur lapisan skeletal. Kelas 1 Skeletal Maloklusi ini dimana semata-mata dental dengan tulang wajah dan rahang harmoni dengan satu yang lain dan dengan posisi istirahat kepala. Profilnya orthognatic. Kelas 1 dental ditentukan berdasarkan maloklusi dental : divisi I Malrelasi lokal insisor, caninus , dan premolar. divisi II Protrusi insisor maksila divisi III Lingouversi insisor maksila divisi IV protrusi bimaksilari kelas II Skeletal ini menyangkut maloklusi dengan perkembangan distal mandibular subnormal dalam hubungannya terhadap maksila. Dibagi menjadi dua divisi: divisi I lengkung dental maksila dalam batas sempit dengan crowding pada regio caninus, crossbite bisa saja ada ketinggian wajah vertikal menurun. Gigi anterior maksila protrusif dan profilnya retrognatic. divisi II

merupakan pertumbuhan berlebih mandibula dengan sudut mandibula yang tumpul. Profilnya prognatic pada mandibula.3 Pada maloklusi kelas 1, relasi antar molar pertama normal, tetapi garis oklusi gigi-gigi di daerah depan dari molar pertama tersebut tidak tepat. Pada maloklusi kelas 2, tampak molar pertama bawah tampak lebih belakang dari pada molar atasnya sehingga relasi tidak lagi normal. Kondisi ini merupakan overbite / gigitan berlebih. Pada maloklusi kelas 3 ini merupakan kebalikan dari Kelas 2, yaitu molar pertama atas yang tampak lebih belakang daripada molar pertama bawah. Kondisi ini merupakan underbite atau terkadang disebut gigitan terbalik. a. klas I b.faktor yang berpengaruh (bad habit) c.pemeriksaan d.pencegahan e.perawatan klas II divisi 1 a.etiologi : herediter, bad habit - faktor yang berpengaruh (bad habit) b.syarat,ciri,karakteristikpemeriksaan radiografi, analisa model study,.. c.pencegahan menghilangkan bad habit spt menghisap jempol, edukasi

d.perawatan LI divisi 2 a.etiologi LI b.syarat, ciri gigi anterior retrusif c.pemeriksaan = idem d.pencegahan = sesuai etiologi e.perawatan subdivisi LI klas III pseudoklas III a.etiologi b.ciri mandibula bergeser ke anterior dengan fossa glenoid.. subdivisi LI Pencegahan Edukasi Meminimalisir penggunaan dot Penggunaan space maintener MENCEGAH terjadinya maloklusi atau susunan gigi yang tidak teratur atau berantakan pada anak bisa digunakan dengan perawatan ortodonti interseptif. Perawatan ini juga dapat membantu malolkusi

yang lebih parah dan juga menghilangkan maloklusi ringan yang sudah ada. ada beberapa jenis ortodonti intersentif, antara lain, pertama, dengan a.pemakaian space regainer. Space regainer merupakan alat yang dapat digunakan untuk melebarkan kembali ruangan yang telah menyempit sehingga gigi tetap dapat erupsi dengan baik pada tempat yang seharusnya. gigi sulung yang tanggal sebelum waktunya, biasanya akan menyebabkan ruangan yang ditinggalkannya mengalami penyempitan, sehingga benih gigi tetap yang ada di bawahnya akan kesulitan untuk erupsi dan cenderung untuk erupsi di luar lengkung gigi yang seharusnya. Normalnya gigi sulung tanggal akibat desakan gigi tetap yang ada di bawahnya. Gigi sulung dapat tanggal sebelum waktunya akibat berlubang yang mengharuskannya untuk dicabut, trauma, dan lain sebagainya,ujarnya. bperawatan serial ekstraksi. Misalnya ada pasien usia 8 atau 9 tahun yang memiliki keluhan gigi bagian depan yang berjejal. Bila tidak segera dirawat susunan gigi yang tidak teratur tersebut akan bertambah parah nantinya. Kondisi ini dapat dihindari dengan perawatan serial ekstraksi. Perawatan serial ekstraksi merupakan perawatan dengan cara mencabut gigi sulung secara berkala pada saat-saat tertentu sesuai dengan keperluan,ungkapnya. c pemakaian oral screen. Anak-anak yang memiliki kebiasaan bernafas melalui mulut akan menyebabkan lengkung gigi dan rahang menyempit serta cenderung cembung ke depan atau istilah awamnya

tonggos. Kondisi ini dapat diatasi dengan penggunaan alat oral screen. Namun, sebelum dilakukan perawatan dengan menggunakan oral screen, penyebab kebiasaan bernapas melalui mulut ini harus dihilangkan,tuturnya. Biasanya, terang Bambang, penyebab dari kebiasaan ini adalah adanya gangguan saluran nafas anak terutama pada bagian hidung. Akibat gangguan tersebut anak merasa lebih nyaman dengan bernafas melalui mulut. Gangguan saluran nafas hidung ini perlu ditindak lanjuti oleh spesialis THT (Telinga Hidung Tenggorokan). d pemakaian oral grid yaitu, anak yang mempunyai kebiasaan mendorong gigi depan dengan lidah lama kelamaan akan menyebabkan gigi depan akan semakin maju ke depan (tonggos). Kebiasaan buruk ini dapat diatasi dengan penggunaan grid dengan alat ortodonti lepasan,tukasnya. e.gejala Anak yang masih memiliki kebiasaan menghisap jari setelah ia berumur 4 tahun dengan intensitas atau frekuensi tinggi cukup beresiko tinggi untuk mengalami masalah gigi atau masalah bicara saat ia dewasa. Pada saat tidur di malam hari, biasanya penderita akan mengeluarkan suara gigi-gigi yang beradu. Bila dilihat secara klinis, tampak adanya abrasi pada permukaan atas gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah. Bila lapisan email yang hilang cukup banyak dapat timbul rasa ngilu pada gigi-gigi yang mengalami abrasi. Kadang terlihat adanya jejas atau tanda yang tidak rata pada tepi lidah

tambahan : DAFTAR CONTOH KASUS-KASUS ORTODONTIK : 1. Maloklusi klas I Angle dengan gigi anterior berjejal 2. Maloklusi klas I Angle dengan gigi anterior spacing 3. Maloklusi klas I Angle dengan gigi anterior protrusif 4. Maloklusi klas I Angle dengan gigi anterior protrusif bimaksiler 5. Maloklusi klas I Angle dengan gigi anterior crossbite 6. Maloklusi klas I Angle dengan gigi posterior crossbite 7. Maloklusi klas I Angle dengan gigi anterior deep overbite 8. Maloklusi klas I Angle dengan gigi posterior telah telah dicabut 9. Maloklusi klas II Angle dengan gigi anterior berjejal 10. Maloklusi klas II Angle dengan gigi anterior atas protrusif (divisi 1) 11. Maloklusi klas II Angle dengan gigi anterior atas retrusif (divisi 2) 12. Maloklusi klas II Angle subdivisi 13. Maloklusi klas II Angle dengan gigi anterior berjejal 14. Maloklusi klas II Angle dengan gigi anterior spacing 15. Maloklusi klas II Angle dengan gigi anterior cross bite 16. Maloklusi klas II Angle dengan gigi posterior cross bite 17. Maloklusi klas II Angle dengan gigi posterior telah telah dicabut 18. Maloklusi klas III Angle dengan gigi anterior berjejal 19. Maloklusi klas III Angle dengan gigi anterior cross bite 20. Maloklusi klas III Angle dengan gigi posterior cross bite 21. Maloklusi klas III Angle dengan gigi anterior cross bite 22.Maloklusi klas III Angle subdivisi 1.perbedaan ketika punngung jempol menghadap ke atas n ke bawah?

Gambar : Ilustrasi anak yang memiliki kebiasaan menghisap jempol. Perhatikan jempol yang menghadap ke langit-langit, saat anak melakukan gerakan menghisap jempol tersebut akan memberi tekanan ke arah atas dan gigi depan, dan bagian bawah jempol akan menekan lidah sehingga mendoron gigi bawah dan bibir sedangkan dagu terdesak ke dalam. Akibatnya anak dapat memiliki profil muka yang cembung akibat gigi depan yang maju. 2.kapan seorg anak harus menghentikan kebiasaan menghisap jempol Bayi mempunyai dorongan alami/natural untuk menghisap, yang hal itu akan berkurang setelah usia 6 bulan. Namun terkadang kebiasaan itu berlanjut, yang akhirnya akan menjadi kebiasaan bayi atau anak kecil karena dengan menghisap jempol/ibu jari, mereka akan merasa nyaman/tenang ketika lapar, takut, gelisah, kesepian, ngantuk dan bosan. 3.bagaimana patofisiologi isap jempol menjadi maloklusi 4.kenapa klasifikasi maloklusi memakai M1? 5. 5.apakah sama oklusi normal dengan oklusi Klas 1? So, mau bagaimanapun daerah di bagian depan gigi geraham tersebut, mau berdesakan atau tampak teratur tetapi untuk menentukan klasifikasi maloklusi, tetap dilihat dahulu dari molar pertamanya. Pada kondisi normal, relasi antar molar pertama normal begitu juga gigi-gigi yang ada di anteriornya (depan-red). Pada maloklusi kelas 1, relasi antar molar pertama normal, tetapi garis oklusi gigi-gigi di daerah depan dari molar pertama tersebut tidak tepat.

Pada maloklusi kelas 2, tampak molar pertama bawah tampak lebih belakang dari pada molar atasnya sehingga relasi tidak lagi normal. Kondisi ini merupakan overbite / gigitan berlebih. Pada maloklusi kelas 3 ini merupakan kebalikan dari Kelas 2, yaitu molar pertama atas yang tampak lebih belakang daripada molar pertama bawah. Kondisi ini merupakan underbite atau terkadang disebut gigitan terbalik. ORAL HABIT Kebiasaan mengisap jari merupakan oral habit yang paling sering muncul pada anak yang tidak diberikan ASI. Tanda-tanda umum maloklusi sering ditemukan

akibat kebiasaan mengisap jari yang dilakukan dengan aktif adalah gigitan terbuka anterior, gigitan terbuka anterior merupakan hilangnyaove rl ap antara gigi insisiv rahang atas dan bawah pada saat oklusi. Gigitan terbuka anerior terjadi akibat penempatan secara langsung jari yang diisap pada gigi-gigi insisiv. Keadaan ini mencegah terjadinya erupsi lanjutan atau erupsi lengkap dari gigi-gigi insisiv,

sedangkan gigi-gigi posterior tetap bebas bererupsi. Gigitan terbuka anterior juga dapat terjadi akibat intrusi gigi-gigi insisiv, tetapi gigitan anterior anterior lebih mudah terjadi akibat penghambatan erupsi karena intrusi gigi-gigi insisiv. Tanda lain yang akan terlihat adalah pergerakan gigi insisiv atas ke arah labial dan gigi insisiv bawah kearah lingual. Pergerakan gigi-gigi insisiv ini tergantung pada jari yang diisap dan diletakkan serta banyaknya jari yang dimasukkan ke dalam mulut. Ibu jari yang diletakkan ke dalam mulut akan menekan permukaan lingual gigi insisiv rahang atas dan pada permukaan labial gigi insisiv bawah. Anak yang secara aktif mengisap jari dapat menghasilkan daya yang cukup pada ujung gigi insisiv rahang atas, sehingga menjadi lebih protrusif dan gigi insisiv bawah lebih retrusif dengan demikian bertambahanya overjet menjadi lebih besar. Keadaan lain yang dapat muncul adalah kontriksi maksila. Kontriksi lengkung maksila biasa terjadi pada kebiasaan mengisap jari karena lengkung maksila gagal untuk berkembang dalam arah horizontal karena

perubahan keseimbangan antara tekanan lidah dan pipi. Ketika ibu jari diletakkan di dalam mulut, lidah akan tertekan ke bawah dan menjauh dari palatum dan menurunkan tekanan lidah pada bagian lingual pada gigi-gigi posterior rahang atas. Tekanan otot pipi terhadap gigi-gigi posterior rahang atas ini meningkat akibat kontraksi ototbucci nat ors selama mengisap pada saat yang sama. Hilangnya keseimbangan daya yang diberikan oleh lidah pada permukaan inlgual menyebabkan lengkung posterior maksila berkontriksi menjadi crossbiteposte ri or. Tekanan pipi yang terbesar terjadi pada sudut mulut dan menyebabkan lengkung maksila berubah menjadi bentuk V dan kontriksi lebih besar terjadi interkaninus daripada molar. comment-f orm-te PERSISTENSI dan kehilangan prematur gigi sulung merupakan beberapa contoh dari gangguan tumbuh kembang gigi yang dapat mempengaruhi susunan gigi geligi pada rahang. Adapun akibat yang ditimbulkannya dapat berupa pergeseran posisi erupsi dan mempengaruhi waktu erupsi gigi permanen. Adanya pergeseran gigi yang tidak pada tempatnya tersebut

menyebabkan deviasi signifikan dari oklusi normal seseorang yang disebut maloklusi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara persistensi gigi sulung dan kehilangan prematur gigi sulung dengan status maloklusi dental kelas I Diagnosis Sefalometrik (cephalometric diagnosis): Yaitu diagnosis mengenai oklusi gigi-geligi yang ditetapkan berdasarkan atas datadata pemeriksaan dan pengukuran pada sefalogram (Rontgen kepala) . Misalnya : Maloklusi klas II Angle tipe skeletal . ditandaai oleh : Relasi gigi molar pertama atas dan bawah klas II (distoklusi) rang disebabkan oleh karena posisi rahang atas lebih ke anteorior atau rahang bawah lebih ke posterior dalam hubungannya terhadap basis kranium. Pada sefalogram dengan analisis Sefalometrik Steiner (1953) hasil pengukuran sudut ANB > 2 (standar normal 2) Titik A. : titik sub spinale yaitu titik terdepan basis alveolaris maksila N/Na. : titik Nasion yaitu titik terdepan sutura frontonasalis B. : titik supra mentale yaitu titik terdepan basis alveolaris mandibularis 1. Kriteria Diagnostik Esensial (Essential Diagnostic Criteria) a. Anamnesis dan Riwayat kasus (case history) b. Pemeriksaan / Analisis klinis : - Umum / general : Jasmani, Mental - Khusus / lokal : Intra oral, Extra oral

c. Analisis model studi : Pemeriksaan dan pengukuran pada model studi:

- Lebar mesiodistal gigi-gigi - Lebar lengkung gigi - Panjang / Tinggi lengkung gigi - Panjang perimeter lengkung gigi d. Analisis Fotometri (Photometric Analysis): Pemeriksaan dan pengukuran pada foto profil dan foto fasial pasien, meliputi : - Tipe profil - Bentuk muka - Bentuk kepala e. Analisis Foto Rontgen (Radiographic Analysis): - Foto periapikal - Panoramik - Bite wing - Dll. Bila dianggap perlu bisa dilengkapi dengan data hasil pemeriksaan tambahan yang disebut sebagai : 2. Kriteria Diagnostik Tambahan (Supplement Diagnostic Criteria) a. Analisis Sefalometrik (Cephalometric Analysis): - Foto lateral (Lateral projection) untuk anlisis profil - Foto frontal (Antero-posierior projection) untuk anlisis fasial

- Dll. 48 b. Analisis Elektromyografi (EMG) : Untuk mengetahaui abnormalitas tonus dan aktivitas otot-otot muka dan mastikasi. c. Radiografi pergelangan tangan (Hand-wrist Radiografi): Untuk menetapkan indeks karpal yaitu untuk menentukan umur penulangan. d. Pemeriksaan Laboratorium: Untuk menetapkan basal metabolic rate (BMR), Tes indokrinologi, dll. Analisis Foto muka (Analisis fotografi) : Analisis terhadap muka dan profil pasien dapat dilakukan langsung pada pasien dalam pemeriksaan klinis. Tetapi untuk tujuan dokumentasi mengenai keadaan wajah pasien diperlukan juga foto wajah perlu disertakan pada laporan status pasien. Analisis foto muka pasien dilakukan untuk mendiagnosis adanya abnormalitas mengenai bentuk profil dan tipe muka pasien: - Tipe profil: cembung, lurus, cekung. - Bentuk muka: Brahifasial, Mesofasial, Oligofasial. - Bentuk kepala: Brahisefali, Mesosefali, Oligosefali Analisis Foto Rontgen : Analisis Foto Rontgen diperlukan apabila dibutuhkan diagnosis tentang

keadaan jaringan dentoskeletal pasien yang tidak dapat diamati langsung secara klinis, seperti: - Foto periapikal : Untuk menentukan gigi yang tidak ada, apakah karena telah dicabut, impaksi atau agenese. Untuk menentukan posisi gigi yang belum erupsi terhadap permukaan rongga mulut berguna untuk menetapkan waktu erupsi, Untuk membandingkan ruang yang ada dengan lebar mesiodistal gigi permanen yang belum erupsi. - Panoramik : Untuk menentukan keadaan gigi dan jaringan pendukungnya secara keseluruhan dalam satu Ro foto, Untuk menentukan urutan erupsi gigi, dll. - Bite wing : Untuk menentukan posisi gigi dari proyeksi oklusal. 51 Analisis Sefalometri : Analisis sefalometri sekarang semakin dibutuhkan untuk dapat mendiagnosis maloklusi dan keadaan dentofasial secara lebih detil dan lebih teliti tentang: - Pertumbuhan dan perkembangan serta kelainan kraniofasial - Tipe muka / fasial baik jaringan keras maupun jaringan lunak - Posisi gigi-gigi terhadap rahang - Hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap basis kranium

Diagnosis yang ditetapkan pada setiap tahap pemeriksaan disebut diagnosis sementara (Tentative diagnosis), setelah semua data pemeriksaan lengkap dikumpulkan kemudian dapat ditetapkan diagnosis finalnya (Final diagnosis) yang biasa disebut sebagai diagnosis dari pasien yang dihadapi. Kadang-kadang jika kita masih ragu-ragu menetapkan suatu diagnosis secara pasti atas dasar data-data pemeriksaan yang ada. Bisa pula diagnosis pasien ditetapkan dengan disertai diagnosis alternatifnya yang disebut sebagai diferensial diagnosis. Analisis Foto muka (Analisis fotografi) :

Analisis terhadap muka dan profil pasien dapat dilakukan langsung pada pasien dalam pemeriksaan klinis. Tetapi untuk tujuan dokumentasi mengenai keadaan wajah pasien diperlukan juga foto wajah perlu disertakan pada laporan status pasien. Analisis foto muka pasien dilakukan untuk mendiagnosis adanya abnormalitas mengenai bentuk profil dan tipe muka pasien: - Tipe profil: cembung, lurus, cekung. - Bentuk muka: Brahifasial, Mesofasial, Oligofasial.

- Bentuk kepala: Brahisefali, Mesosefali, Oligosefali 6. Analisis Foto Rontgen : Analisis Foto Rontgen diperlukan apabila dibutuhkan diagnosis tentang keadaan jaringan dentoskeletal pasien yang tidak dapat diamati langsung secara klinis, seperti: - Foto periapikal : Untuk menentukan gigi yang tidak ada, apakah karena telah dicabut, impaksi atau agenese. Untuk menentukan posisi gigi yang belum erupsi terhadap permukaan rongga mulut berguna untuk menetapkan waktu erupsi, Untuk membandingkan ruang yang ada dengan lebar mesiodistal gigi permanen yang belum erupsi. - Panoramik : Untuk menentukan keadaan gigi dan jaringan pendukungnya secara keseluruhan dalam satu Ro foto, Untuk menentukan urutan erupsi gigi, dll. - Bite wing : Untuk menentukan posisi gigi dari proyeksi oklusal. 51 7. Analisis Sefalometri : Analisis sefalometri sekarang semakin dibutuhkan untuk dapat mendiagnosis maloklusi dan keadaan dentofasial secara lebih detil dan lebih teliti tentang: - Pertumbuhan dan perkembangan serta kelainan kraniofasial

- Tipe muka / fasial baik jaringan keras maupun jaringan lunak - Posisi gigi-gigi terhadap rahang - Hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap basis kranium Diagnosis yang ditetapkan pada setiap tahap pemeriksaan disebut diagnosis sementara (Tentative diagnosis), setelah semua data pemeriksaan lengkap dikumpulkan kemudian dapat ditetapkan diagnosis finalnya (Final diagnosis) yang biasa disebut sebagai diagnosis dari pasien yang dihadapi. Kadang-kadang jika kita masih ragu-ragu menetapkan suatu diagnosis secara pasti atas dasar data-data pemeriksaan yang ada. Bisa pula diagnosis pasien ditetapkan dengan disertai diagnosis alternatifnya yang disebut sebagai diferensial diagnosis. kelaian / anomali posisi / malposisi gigi individual yang ada : - labioversi/ bukoversi - linguoversi/palatoversi - torsiversi/rotasi - distoversi - mesioveri - supraversi - infraversi - transversi - aksiversi

- mesiolabioversi (kombinasi) a. Pada Relasi skeletal klas I (Ortognatik): - Posisi maksila dan mandibula normal - Jika posisi gigi terhadap masing-masing rahangnya semua normal (teratur rapi) maka relasi gigi molar pertama atas dan bawah klas I Angle (neutroklusi) dan relasi gigi-gigi lainnya terhadap antagonisnya normal maka kasus ini didiagnosis sebagai : Oklusi normal. - Jika relasi gigi molar pertama klas I (neutroklusi) tetapi ada gigi lainnya yang malposisi atau malrelasi maka kasus ini didiagnosis sebagai maloklusi klas I Angle tipe dental. - Jika relasi gigi molar pertama distoklusi baik disertai maupun tanpa disertai malposisi dan malrelasi gigi lainnya maka kasus ini di diagnosis sebagai maloklusi klas II Angle tipe dental. - Jika maloklusi klas II Angle ini disertai dengan protrusif gigi anterior atas didiagnosis sebagi maloklusi klas I Angle divisi 1 tipe dental , dan jika disertai dengan retrusif gigi anterior atas, didiagnosis sebagi maloklusi klas II Angle divisi 2 tipe dental

- Jika relasi gigi molar pertama mesioklusi baik disertai maupun tanpa disertai cross bite gigi anterior atau malposisi dan malrelasi gigi lainnya maka kasus ini di diagnosis sebagai maloklusi klas III Angle tipe dental. - Jika relasi molar klas II atau klas III ini hanya satu sisi (unilateral) maka klasifikasi maloklusi dilengkapi dengan subdivisi b. Pada Relasi skeletal klas I I (Retrognatik): - Posisi maksila lebih kedepan (protrusif) dan / atau posisi mandibula lebih ke belakang dari posisi normal (retrusif). - Jika posisi gigi-gigi terhadap masing-masing rahangnya normal maka relasi gigi-gigi bawah terhadap gigi-gigi atas distoklusi karena gigi-gigi tersebut terletak pada rahang yang hubungannya retrognatik, hubungan gigi molar pertama atas terhadap gigi molar pertama bawah klas II, maka kasus ini didiagnosis sebagai : maloklusi klas II Angle tipe skeletal. - Jika relasi klas II ini diikuti dengan malposisi gigi anterior berupa protrusif gigi anteror atas maka kasus ini didiagnosis sebagai : maloklousi klas II Angle divisi 1, dan jika gigi-gigi anterior atas dalam keadaan retrusif maka kasus ini adalah :

maloklousi klas II Angle divisi 2. 59 - Jika posisi gigi molar pertama atas dan / atau bawah tidak normal terhadap masingmasing rahangnya maka ada beberapa kemungkinan relasi gigi molar: - Jika gigi molar pertama atas distoversi dan / atau gigi molar pertama bawah mesioversi, dapat mengkompensasi deskrepansi hubungan rahang yang retrognatik maka relasi molar pertama menjadi neutroklusi, maka kasus ini diagnosis sebagai : maloklusi Angle klas I tipe dentoskletal. Jika malposisi gigi molar tersebut tidak dapat mengkompensasi diskrepansi hubungan rahangnya maka relasi gigi molar tetap distoklusi maka kasus ini didiagnosis sebagai: maloklusi klas II Angle tipe dento skeletal. - Jika malposisi gigi molar pertama atas mesioversi dan / atau gigi molar pertama bawah distoversi maka hubungan gigi molar pertama atas dan bawah akan semakin ekstrem kearah maloklusi klas II Angle tipe dentoskeletal. c. Pada Relasi skeletal klas III (Prognatik): - Posisi maksila lebih ke belakang ( retrusif) dan / atau posisi

mandibula lebih ke depan terhadap posisi normalnya (protrusif). - Jika posisi gigi-gigi terhadap masing-masing rahangnya normal, maka relasi gigi molar pertama atas dan bawah menjadi mesioklusi pada rahang yang prognatik sehingga kasus ini diagnosis sebagai maloklusi klas III Angle tipe skeletal. - Jika posisi gigi terhadap masing-masing rahangnya tidak normal, maka dapat terjadi beberapa kemungkinan hubungan gigi molar pertama atas dan bawah : - Jika posisi gigi molar pertama atas mesioklusi dan / atau gigi molar pertama bawah distoklusi dapat mengkompensasi hubungan rahang yang prognatik maka relasi gigi molar pertama atas dan bawah menjadi neutroklusi maka kasus ini didiagnosis sebagai: maloklusi klas I Angle tipe dentoskeletal. Jika malposisi gigi molar tersebut tidak dapat mengkompensasi diskrepansi hubungan rahannya maka relasi gigi molar tetap mesioklusi maka kasus ini didiagnosis sebagai: maloklusi klas III Angle tipe dentokeletal. - Jika malposisi gigi molar pertama atas distoversi dan / atau gigi molar pertama bawah

mesioversi maka hubungan gigi molar pertama atas dan bawah akan semakin ekstrem kearah maloklusi klas III Angle tipe dentoskeletal. 60 d. Relasi rahang atas dan bawah keduanya tidak normal pada arah yang sama (Bimaksiler): - Jika maksila dan madibula ke dua-duanya pada posisi ke depan maka maloklusi ini disebut sebagai tipe prognatik bimaksiler (bimaxillary prognatism). - Jika maksila dan madibula ke dua-duanya pada posisi ke belakang maka maloklusi ini disebut sebagai tipe retrognatik bimaksiler (bimaxillary retrognatism). DAFTAR PUSTAKA DARI BERBAGAI SUMBER

You might also like