You are on page 1of 22

AUDITING DAN ATESTASI

OVERVIEW AUDITING : PENGANTAR DAN KONSEP DASAR

Disusun Oleh: FX HADISUMARTA NUHUYANAN 2012190644

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2012

PENGANTAR 1. OVERVIEW TENTANG FUNGSI ATESTASI, ASSURANCE dan AUDIT Jasa atestasi merupakan jasa yang mengeluarkan komunikasi tertulis yang menyatakan suatu kesimpulan tentang keandalan asersi tertulis yang menjadi tanggung jawab pihak lain. Jasa Atestasi terdiri atas: a. Audit, meliputi audit laporan keuangan yaitu upaya memperoleh dan mengevaluasi bukti yang mendasari laporan keuangan historis yang memuat asersi yang dibuat manajemen entitas. b. Pemeriksaan, meliputi pemeriksaan laporan keuangan prospektif (bukan historis), asersi manajemen tentang efektivitas struktur pengendalian intern entitas, dan kepatuhan entitas terhadap perundangan dan peraturan tertentu. c. Review, meliputi permintaan keterangan dari manajemen entitas serta analisis komparatif atas informasi keuangan. d. Prosedur, yaitu adanya kesepakatan bahwa prosedur-prosedur tertentu hanya akan dilaksanakan pada elemen dan akun tertentu dalam laopran keuangan sebagai lawan dari laporan keuangan secara keseluruhan. Jasa Assurance merupakan jasa profesional independen yang mampu meningkatkan mutu informasi untuk kepentingan para pengambil keputusan. Jasa assurance meningkatkan mutu informasi melalui konsep-konsep kegunaan keputusan dengan cara meningkatkan keandalan meliputi penyajian yang jujur,netralitas, dan konsistensi antar periode juga relevansinya yang meliputi dapat dipahami, dapat diperbandingkan dengan entitas lain, dapat digunakan dan kelengkapan. Auditing merupakan suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi dengan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta menyampaikan hasilnya kepada pihak yang berkepentingan. Jenis audit terbagi atas 3 jenis yaitu audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional. 2. PROSES AUDIT

Tujuan umum dari suatu audit laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat apakah laporan keuangan klien telah menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi berlaku umum. Adapun gambaran umum proses audit meliputi: a. Memperoleh pemahaman tentang bisnis dan industri b. Mengidentifikasi asersi laporan keuangan yang relevan c. Membuat keputusan tentang jumlah yang material bagi para pengguna laporan keuangan. d. Membuat keputusan tentang komponen resiko audit e. Memperoleh bukti melalui prosedur audit termasuk prosedur untuk memahami pengendalian intern, melaksanakan pengujian pengendalian, dan melaksanakan pengujian substantif. f. Menetapkan bagaimana menggunakan bukti untuk mendukung suatu pendapat audit, komunikasi kepada klien lain serta jasa bernilai tambah. g. Mengkomunikasikan temuan-temuan baik kepada para pengguna laporan keuangan melalui pendapat audit serta komite audit. Seorang auditor harus mengembangkan pemahaman tentang bisnis dan industri agar dapat memahami substansi ekonomi suatu transaksi entitas dan bagaimana prinsip akuntansi yang berlakuk umum diterapkan dalam industri tersebut serta untuk mengembangkan harapan tentang laporan keuangan entitas. Agar dapat mengelola audit tersebut dengan baik maka auditor harus membagi audit menjadi audit-audit atas saldo akun utama dan golongan transaksi dan kemudian audit atas asersi laporan keuangan untuk setiap saldo akun dan golongan transaksi. Kemudian auditor membuat keputusan perencanaan yang penting tentang apa yang menjadi material bagi laporan keuangan dan tentang risiko salah saji material dalam laporan keuangan. Keputusan-keputusan ini akan membimbing kinerja prosedur audit untuk mengumpulkan bukti tentang asersi laporan keuangan, dan secara keseluruhan, kewajaran penyajian laporan keuangan. Ketika auditor mengumpulkan bukti tentang kewajaran penyajian laporan keuangan, ia juga menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari proses audit untuk menentukan apakah terdapat jasa bernilai tambah lain yang yang mungkin bermanfaat bagi manajemen dan direksi. Akhirnya audit tersebut akan berakhir pada komunikasi temuan-temuan audit, pernyataan pendapat atas laporan keuangan, komunikasi dengan komite audit, serta komunikasi lain dengan dewan direksi dan manajemen berkaitan dengan jasa bernilai tambah.

3. STANDART PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK(SPAP) SPAP yang berlaku di Indonesia selama ini mengacu pada standar auditing dari Amerika dan membagi standar auditing menjadi 3 bagian yaitu Standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan. Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia adalah sebagai berikut: a. Standar Umum 1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. 2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. 3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. b. Standar Pekerjaan Lapangan 1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. 2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. 3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keungan yang diaudit. c. Standar Pelaporan 1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. 2. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. 3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan

secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
4

Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor. Standar-standar tersebut di atas dalam banyak hal saling berhubungan dan saling bergantung satu dengan lainnya. Keadaan yang berhubungan erat dengan penentuan dipenuhi atau tidaknya suatu standar, dapat berlaku juga untuk standar yang lain. Materialitas dan risiko audit melandasi penerapan semua standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Pernyataan standar teknis dalam SPAP terdiri atas 5 standart yaitu: a. Pernyataan Standar Auditing (PSA) yang dilengkapi dengan interpretasi pernyataan standar auditing (IPSA). PSA berisi ketentuan-ketentuan dan pedoman utama yang harus diikuti oleh akuntan publik dalam melaksanakan penugasan audit dimana kepatuhan terhadap PSA yang diterbitkan oleh IAPI bersifat wajib bagi seluruh anggotanya. IPSA memberi jawaban atas pernyataan atau keraguan dalam penafsiran ketentuan yang dimuat dalam PSA sehingga merupakan perluasan lebih lanjut dari ketentuan PSA. b. Pernyataan Standar Atestasi (PSAT) yang dilengkapi dengan interpretasi pernyataan Standart Atestasi (IPSAT). Standar atestasi membagi tiga tipe perikatan atestasi yaitu pemeriksaan, review, dan prosedur yang disepakati. c. Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (IPSAR). Standar jasa akuntansi dan review memberikan rerangka untuk fungsi non atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review. Sifat pekerjaan non atestasi ini tidak menyatakan pendapat. d. Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (PSJK) yang dilengkapi dengan Intepretasi Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (IPSJK). PSJK meruipakan panduan bagi akuntan publik yang menyediakan jasa konsultasi bagi kliennya. Dalam jasa konsultasi, akuntan publik menyajikan temuan, kesimopulan, dan rekomendasi dimana sifat dan lingkup pekerjaan jasa konsultasi ditentukan oleh perjanjian antara akuntan publik dengan kliennya.
5

e. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (SPSM) yang dilengkapi dengan Intepretasi Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (IPSM). Memberikan panduan bagi KAP di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh DSAPIAPI dan aturan kompartemen akuntan publik uang diterbitkan oleh IAPI. 4. INTERNASIONAL STANDART ON AUDITING Internasional Federation of Accountants (IFAC) membentuk badan yang bernama Internasional Auditing and Assurance Standart Board (IAASB) dimana IAASB menerbitkan standar dan membaginya ke dalam 3 kategori yaitu: a. Standar audit dan review informasi keuangan historis yang terdiri atas Internasional Standard on Auditing (ISAs) yang dilengkapi dengan pedoman intepretasi Internasional Auditing Practice Statement (IAPSs) serta Internasional Standard on Review Engagement (ISREs) yang dilengkapi dengan pedoman intepretasi Internasional review Engagement Practice Statement (IREPSs). b. Standar untuk penugasan assurance selain audit atau review laporan keuangan historis yaitu Internasional Standard Assurance Engagements (ISAEs) yang dilengkapi dengan pedoman intepretasi Internasional assurance Engagement Practice Statements (IAEPS). c. Standar untuk jasa lainnya yaitu Internasional Standard on Related Service Practice Statements (IRSPSs). Disamping mengeluarkan standar untuk pekerjaan auditor, IAASB juga mengeluarkan standar untuk memberikan mutu pelayanan yang baik yang dinamakan Internasional Standard on Quality Controls (ISQCSs) KONSEP DASAR: 1. ASERSI MANAJEMEN Asersi Management adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Dimana dalam laporan keuangan historis pernyataan dalam laporan keuangan tersebut dibuat sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia untuk digunakan oleh pihak lain (pihak ketiga).

Tujuan menyeluruh dari audit laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat apakah laporan keuangan klien telah menyatakan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan GAAP. Laporan keuangan terdiri dari asersi manajemen yang eksplisit dan implicit. Asersi merupakan pedoman auditor dalam pengumpulan bukti. Terdapat 5 kategori asersi laporan keuangan : a. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence) Asersi ini berkaitan dengan apakah aktiva atau kewajiban entitas memang benar-benar ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat benar-benar telah terjadi selama peiode tersebut. Perhatian auditor tentang kategori asersi ini terutama berkaitan dengan lebih saji (overstatement) komponen laporan keuangan sebagai akibat dicantumkannya item-item yang sebenarnya tidak ada atau pengaruh dari transaksi yang tidak pernah terjadi. b. Kelengkapan (completeness) Asersi ini berkaitan dengan apakah semua transaksi dan akun yang harus disajikan dalam laporan keuangan benar-benar telah dicantumkan. Secara khusus asersi kelengkapan ini penting dalam menentukan apakah suatu entitas dapat diaudit (auditable) atau tidak. c. Hak dan Kewajiban (rights and obligations) Asersi mengenai hak dan kewajiban (rights and obligation) berkaitan dengan apakah aktiva telah menjadi hak entitas dan hutang memang telah menjadi kewajiban entitas pada suatu tanggal tertentu. Asersi ini pada umumya berkaitan dengan hak kepemilikan dan kewajiban hukum. d. Penilaian atau alokasi (valuation or allocation) Asersi mengenai penilaian atau alokasi (valuation orallocation) berkaitan dengan apakah komponen active, kewajiban, pendapatan, dan beban telah dicantumkan dalam laporan keuangan dengan jumlah yang semestinya yang berarti sesuai dengan :

1) GAAP

Menentukan apakah jumlah yang ditetapkan telah sesuai dengan GAAP menunjukkan pengukuran yang benar atas aktiva, kewajiban, pendapatan dan beban, yang mencakup hal-hal: Penerapan prinsip penilaian yang benar seperti harga perolehan, nilai bersih yang dapat direalisasikan, harga pasar, dan nilai sekarang Penerapan prinsip penandingan yang benar Kelayakan estimasi akuntansi manajemen Konsistensi dalam penerapan prinsip akuntansi 2) Kecermatan Klerikal dan Perhitungan Kecermatan ini berkaitan dengan masalah-masalah kecermatan dalam pengisian data rinci pada dokumen sumber, dalam catatan ayat jurnal, dalam posting ke buku besar, serta dalam menjaga kesesuaian antara akun pengendali (control account) dan buku besar pembantu (subsidiary ledgers) e. Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure) Asersi mengenai penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure) berkaitan dengan apakah komponen tertentu laporan keuangan telah digolongkan, diuraikan, dan diungkapkan sebagaimana mestinya. 2. RISIKO AUDIT Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko audit. Menurut SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit, risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya. Tujuan laporan audit standar menjelaskan bahwa audit dirancang untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan telah bebas dari salahsaji yang material. Karena audit tidak menjamin bahwa laporan keuangan telah bebas darisalah saji material, maka terdapat beberapa derajat risiko bahwa laporan keuanganmengandung salah saji yang tidak terdeteksi oleh auditor. Apabila auditor menganggap keyakinan yang memadai pada tingkat kepastian 99% bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material, maka risiko audit adalah 1%.
8

Tantangan akhir darisuatu audit adalah bahwa suatu audit adalah auditor tidak dapat memeriksa semua buktiyang berkaitan dengan setiap asersi untuk setiap saldo akun dan golongan transaksi. Komponen risiko audit Seorang auditor tidak hanya harus mempertimbangkan risiko audit untuk setiapsaldo akun dan golongan transaksi saja, tetapi juga setiap asersi yang relevan dengansaldo akun dan golongan transaksi yang material. Factor risiko yang relevan dengan suatu asersi biasanya berbeda dengan factor risiko yang relevan dengan asersi lainnya untuk saldo akun atau golongan transaksi yang sama. 1. Risiko Bawaan ( Inherent Risk ) Risiko bawaan adalah kerentanan suatu asersi terhadap kemungkinan salah saji yang material, dengan asumsi tidak terdapat pengendalian internal yang terkait. Risiko bawaan selalu ada dan tidak oernah mencapai angka nol. Risiko bawaan tidak dapat dirubah oleh penerapan prosedur audit yang paling baik sekalipun. Risiko bawaan bervariasi untuk setiap asersi. Sebagai contoh, asersi keberadaan dan keterjadian kas mempunyai risiko bawaan yang lebih tinggi daripada aktiva tetap. Hal inji disebabkan uang tunai merupakan suatu asset yang sangat rawan terhadap manipulasi, dan semua orang berminat terhadap uang. Sedangkan aktiva tetap lebih jelas keberadaannya. Risiko bawaan juga dibedakan atas risiko bawaan setiap akun dan risiko bawaan keseluruhan untuk banyak akun. Berikut merupakan beberapa factor yang menentukan risiko bawaan pada banyak akun: a. Profitabilitas perusahaan secara relative dibandingkan dengan perusahaan pada umumnya. Semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan, semakin kecil risiko bawaannya. b. Jenis usaha dan sensitivitas operasi. Perusahaan yagn bergerak pada bidang keuangan lebih besar risiko bawaannya daripada perusahaan ekspedisi karena bidang keuangan sangat sensitive terhadap perubahan kurs mata uang, dan perubahan tingkat suku bunga. Oleh karena itu, semakin sensitive operasi perusahaan, semakin tinggi risiko bawaannya. Bidang usaha yang sangat dipengaruhi perkembangan teknologi, dan kompetiwsi usahanya ketat, mengakibatkan risiko bawaan yang tinggi. c. Masalah kelangsungan usaha. Perusahaan yang sedang mengalami masalah kebangkrutan mempunyai risiko bawaan yang tinggi.
9

d. Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang dideteksi dalam audit tahun sebelumnya. Risiko bawaan perusahaan akan dinilai lebih tinggi apabila banyak salah saji yang terdeteksi melalui audit tahun sebelumnya. e. Integritas, erputasi, dan pengetahuan akuntansi dari manajemen. Semakin baik integritas, reputasi, dan pengetahuan tentang akuntansi yang dimiliki manajemen klien, semakin kecil risiko bawannya. Berikut ini merupakan factor yang menentukan risiko bawaan suatu akun tertentu: a. Auditabilitas akun atau transaksi. Semakin tinggi tingkat aktivitas akun, semakin rendah risiko bawaan pada akun tersebut. b. Kerumitan masalah akuntansi terkait. Masalah akuntansi terkait meliputi masalah pengekuan dan kerumitan penilaian akun. Masalah akuntansi yang rumit akan meningkatkan risiko audit. c. Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang dideteksi dalam audit tahun sebelumnya. Risiko bawaan perusahaan akan dinilai lebih tinggi apabila banyak salah saji yang terdeteksi melalui audit tahun sebelumnya. 2. Risiko Pengandalian (Control Risk) Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah saji yang materialdalam suatu asersi yang tidak akan dapat dicegah atau dideteksi secara tepatwaktu oleh struktur pengendalian intern entitas. Manajemen seringkali mengakuiadanya risiko salah saji yang melekat pada sistem Akuntansi, sehinggamenajemen berusaha merancang struktur pengendalian intern untuk mencegah,mendeteksi, dan mengoreksi salah saji tersebut secara tepat waktu. Contohnyaadalah ketika risiko salah saji yang material untuk suatu asersi dapat dikurangiapabila auditor memiliki bukti bahwa pengendalian intern atas asersi tersebuttelah secara efektif dirancang dan diterapkan dalam operasi. Risiko pengendalian tidak pernah mencapai keyakinan penuh bahwa semua salah saji material akan dapat dideteksi ataupun dicegah. Risiko pengendalian merupakan fungsi dari efektivitas struktur pengendalian inter. Semakin efektif struktur pengendalian intern perusahaan klien, semakin kecil risiko pengendaliannya. Penetapan risiko pengendalian didasarkan atas kecukupan bukti audit yang menyatakan bahwa struktur pengendalian inter klien adalah efektif. Ada dua macam risiko pengendalian, yaitu:
10

a. Actual level of control risk


b. Assessed level of control risk yang ditentukan dengan melakukan modifikasi

prosedur untuk menghimpun pemahaman struktur pengendalian intern terkait dengan asersi, dan prosedur untuk melaksanakan test of control. Pada saat perencanaan audit, auditor menentukan besarnya risiko pengendalian yang direncanakan untuk setiap asersi yang signifikan. Planned assessed level of control risk ini ditentukan berdasar asumsi tentang efektivitas rancangan dan operasi struktur pengendalian intern yang relevan. 3. Risiko Deteksi (Detection Risk) Risiko deteksi adalah risiko yang timbul karena auditor tidak dapat mendeteksisalah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Setelah auditor membuat keputusan tentang risiko audit, risiko bawaan, dan risiko pengendalian secarakeseluruhan, maka ia dapat menggunakan model risiko audit untuk membuatkeputusan tentang bukti audit yang diperlukan guna membatasi risiko sampaitingkat serendah mungkin. Saat ini, banyak prosedur audit yang melibatkan penggunaan teknik audit dengan bantuan computer sehingga auditor dapatmenggunakan teknologi untk membuat audit lebih efisien Risiko deteksi tergantung atas penerapan auditor terhadap risiko audit, risiko bawaan dan risiko pengendalian. Semakin besar risiko audit, semakin besar pula risiko deteksi. Sebaliknya semakin besar risiko bawaan ataupu risiko pengendalian, semakin kecil risiko deteksi. Pada tahap perencanaan audit, Planned assessed level of detection risk untuk setiap asersi signifikan ditentukan dengan cara menerapkan model risiko audit. Actual level of detection risk dapat diubah auditor dengan cara memodifikasi sifdat, penentuan waktu dan luas test substantive yang dilakukan atas suatu asersi. Dalam penentuan risiko deteksi, auditor mempertimbangkan kemungkinan dia melakukan kesalahan seperti kesalahan penerapan prosedur auditing atasu salah melakukan interpretasi terhadap bukti bukti audit yang telah dihimpun. Ada perbedaan yang mendasar antara risiko bawaan dan risiko pengendalian dengan risiko deteksi. Kedua risiko terdahulu ada terlepas dai dilakukan atau tidaknya audit atas laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan padat diubah oleh keputusan auditor sendiri.selanjutnya, risiko deteksi terbagi atas dua jenis risiko, yaitu risiko review analitis, dan risiko tes substantive.
11

a. Risiko review analitis Risiko review analitis adalah risiko yang timbul karena prosedur-prosedur review analitis tidak dapat mendeteksi kesalahan yang material. b. Risiko tes substantive. Risiko tes substantive adalah risiko kesalahan material tidak dapat dideteksi melalui penggunaan prosedur tes substantive. Selain risiko-risiko diatas, risiko dalam audit dapat pula dibagi atas risiko sampling, dan risiko non sampling.jenis ini terjadi kaena auditor bekerja atas dasar pengujian suatu sampel bukti. Risiko sampling merupakan risiko bahwa kesimpulan yang diambil oleh auditor dari hasil pengujian terhadap karakteristik tertentu dari sampel atas item tertentu berbeda dengan kesimpulan yang dibuat dari seluruh populasi yang diuji. Sedangkan risiko non sampling merupakan bagian dari risiko audit yang tidak hanya berkaitan dengan data, tetapi lebih banyak dihasilkan dari factor lain seperti kesalahan manusia, kesalahan penerapan prosedur dan salah menginterpretasikan hasil suatu sampel. Mengevaluasi Hasil Model risiko audit untuk mengevaluasi hasil audit sesuai SAS 47 : AR = IR x CR x DR AR = Risiko audit yang dicapai (Audit Risk ) Yaitu satu ukuran risiko yang diambil audit bahwa satu akun dalam L/K secara material salah saji setelah auditor mengumpulkan bahan bukti audit. IR CR DR = Risiko bawaan ( Inherent Risk ) Yaitu faktor risiko bawaan yang telah direvisi selama audit. = Risiko pengendalian ( Control Risk ) Yaitu risiko pengendalian yang telah direvisi. = Risiko penemuan yang dicapai (Detection Risk ) Yaitu satu ukuran dari risiko bahwa bahan bukti audit untuk satu segmen tidak mendeteksi salah saji melebihi jumlah yang dapat ditoleransi, jika salah saji tersebut ada. Auditor dapat mengurangi penemuan yang dicapai hanya dengan mengumpulkan bahan bukti. Contoh : Jika risiko audit yang dapat dicapai (AcDR) 4%, berarti ada 4% risiko bahwa saldo akun persediaan mengandung salah saji lebih dari salah saji yang dapat ditoleransi.
12

Keadaan yang diinginkan jika AcAR <= AAR 3. MATERIALITAS Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai : Besarnya suatu penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang, dengan memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang yang mengandalkan pada informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh penghapusan atau salah saji tersebut. Definisi diatas mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan-keadaan yang berhubung dengan satuan usaha (perusahaan klien), dan informasi yang diperlukan oleh mereka yang akan mengandalkan pada laporan keuangan yang telah diaudit. Karena tanggung jawab menentukan apakah laporan keuangan salah saji secara material, auditor harus, berdasarkan temuan salah saji yang material, menyampaikan hal itu kepada klien sehingga bisa dilakukan tindakan koreksi. Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual atau keseluruha, adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Sedangkan beberapa hal lainnya adalah tidak penting. Auditor mengikuti lima langkah yang saling terkait erat dalam menerapkan materialitas. Langkah-Langkah Dalam Menerapkan Materialitas Merencanakan luas pengujian Langkah 1 : Menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas Langkah 2 : Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas segmen-segmen Mengevaluasi hasil-hasil

Langkah 3 : Mengestimasi total salah saji dalam segmen Langkah 4 : Memperkirakan salah saji gabungan Langkah 5 : Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan pendahuluan atau yang direvisi tetentang materialitas Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal
13

yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.Salah saji dapat terjadi sebagai akibat dari kekeliruan atau kecurangan. Istilah kekeliruan berarti salah saji atau penghilangan yang tidak disengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan. Kekeliruan mencakup: a. Kesalahan dalam pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan. b. Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau salah tafsir fakta. c. Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan. Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan (guarantee) bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat. Pentingnya Konsep Materialitas Dalam Audit Atas Laporan Keuangan Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat karena auditor yang bersangkutan tidak memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan (assurance) sebagai berikut: 1. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi. 2. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. 3. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat (atau memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan ketidakberesan. Dengan demikian ada dua konsep yang mendasari keyakinan yang diberikan oleh auditor yaitu: konsep materialitas yang menunjukkan seberapa besar salah sajinya dan konsep risiko audit

14

yang menunjukkan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material. Menetapkan Pertimbangan Awal Materialitas SAS 107 (AU 312) mengharuskan auditor memutuskan jumlah salah saji gabungan dalam laporan keuangan, yang akan mereka anggap material pada awal audit ketika sedang mengembangkan strategi audit secara keseluruhan. Keputusan tersebut disebut sebagai pertimbangan pendahuluan tentang materialitas. Karena, meskipun merupakan pendapat professional , hal itu mungkin saja berubah selama penugasan. Pertimbangan ini harus didokumentasikan dalam file audit. Pertimbangan pendahuluan tentang materialitas adalah jumlah maksimum yang membuat auditor yakin bahwa laporan keuangan akan salah saji tetapi tidak mempengaruhi keputusan para pemakai yang bijaksana. Auditor menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas untuk membantu merencanakan pengumpulan bukti yang tepat. Semakin rendah nilai uang pertimbangan pendahuluan ini, semakin banyak bukti audit yang dibutuhkan. Selama pelaksanaan audit, auditor sering kali mengubah pertimbangan pendahuluan tentang materialitas. Beberapa faktor akan mempengaruhi pertimbangan pendahuluan auditor tentang materialitas untuk seperangkat laporan keuangan tertentu, 1. Materialitas adalah konsep yang bersifat relatif ketimabang absolut. Salah saji material bagi suatu perusahaan belum tentu material juga bagi perusahaan lain. 2. Dasar yang diperlukan untuk mengevaluasi materialitas Karena materialitas bersifat relative, diperlukan dasar untuk menentukan apakah salah saji itu material. Laba bersih sebelum pajak sering kali menjadi dasar utama untuk menentukan berapa jumlah material bagi perusahaan yang berorientasi laba, karena jumlah ini dianggap sebagai item informasi yang penting bagi para pemakai. 3. Faktor-faktor kualitatif yang juga mempengaruhi materialitas, contoh : Jumlah karena ketidakberesan lebih penting daripada kekeliruan yang tidak disengaja karena ketidakberesan mencerminkan kejujuran dan keandalan dari pihak manajemen atau pihak yang terlibat. Kekeliruan yang kecil dianggap material jika berhubungan dengan kewajiban kontrak.

15

Kekeliruan yang tidak material dapat menjadi material kalau mempengaruhi

kecenderungan laba. Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat berikut ini : a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan. b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan. Faktor yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pertimbangan awal tentang materialitas pada setiap tingkat dijelaskan berikut ini : 1. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit, kedua pada saat mengevaluasi buktibukti audit dalam pelaksanaan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan. Jadi auditor harus mempertimbangkan dengan baik penaksiran materialitas pada tahap perencanaan audit. Jika auditor menentukan jumlah materialitas terlalu rendah, auditor akan mengkonsumsi waktu dan usaha yang sebenarnya tidak diperlukan. Sebaliknya jika auditor menentukan jumlah rupiah materialitas terlalu tinggi auditor akan mengabaikan salah saji yang signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang sebenarnya berisi salahsaji material. Laporan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara indifidual atau secara gabungan. Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari satu tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan tersebut. Kenyataannya setiap laporan keuangan dapat memiliki lebih dari satu materialitas. 2. Materialitas pada Tingkat Saldo Akun Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas
16

pada tingkat saldo akun tidakboleh dicampur adukan dengan saldo akun material. Karena saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keungangan. Saldo suatu akun yang tercatat umumnya mencerminkan batas atas lebih saji dalam akun tersebut. Dalam mempertimbangakan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan materialitas laporan keuangan. Pertimbangan ini mengarahkan auditor untuk merencanakan audit guna mendeteksi salah saji yang kemungkinan tidak material secara individual namun, jika digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun yang lain, dapat material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan. 3. Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan di klasifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan baik untuk akun neraca maupun akun laba-rugi. Namun, karena hampir semua salah saji laporan laba rugi mempengeruhi neraca dan karena akun neraca lebih sedikit banyak auditor melakuan alokasi atas dasar akun neraca. Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut.

Alokasi Pertimbangan Pendahuluan Tentang Materialitas Ke Segmen-Segmen Alokasi pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ke segmen-segmen perlu dilakukan karena auditor mengumpulkan bukti per segmen dan bukan untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Berguna untuk membantu auditor dalam memutuskan jumlah bahan bukti yang cukup untuk dikumpulkan dalam segmen tersebut, sehingga akan meminimalisasi biaya audit. Sebagian besar alokasi materialitas pada pos-pos neraca karena neraca memiliki lebih sedikit komponen. Kesulitan materialitas pada akun neraca : Anggapan bahwa akun tertentu lebih banyak kekeliruan daripada yang lain.
17

Perlunya mempertimbangkan apakah kekeliruan tsb. lebih saji atau kurang saji. Biaya audit relatif dari prosedur audit yang mempengaruhi alokasi untuk tiap akun sulit diramalkan.

Estimasi Salah Saji Dengan Pertimbangan Awal Ketika melaksanakan prosedur audit untuk setiap segmen audit, auditor membuat kertas kerja untuk mencatat semua salah saji yang ditemukan. Salah saji yang ditemukan dalam suatu akun dapat dibedakan menjadi 2 jenis, 1. Salah Saji yang Diketahui adalah salah saji dalam akun yang jumlahnya dapat ditentukan oleh auditor. 2. Salah Saji yang Mungkin. 4. DETEKSI KECURANGAN Dua jenis salah saji yang berkaitan dengan kecurangan yaitu 1. Kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting) terdiri dari tindakantindakan seperti: Memanipulasi, pemalsuan atau pengubahan catatan akuntansi atau dokmen pendukung yangmenjadi sumber penyusunan laporan keuangan Representasi yang salah atau penghapusan yang disengaja atas peristiwa-peristiwa, transaksi-transaksi, atau informasi signifikan lainnya yang ada dalam laporan keuangan Salah penerapan yang disengaja atas prinsip-prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah,klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan. 2. Penyalahgunaan asset (misappropriation of assets) meliputi penggelapan atau pencurian aset entitasdimana penggelapan tersebut dapat menyebabkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai prinsip-prinsip yang berlaku umum. Penyalahgunaan tersebut dapat dilakukan dengan cara Menggelapkan penerimaan Mencuri asset Menyebabkan entitas membayar barang dan jasa yang tidak diterima

Penyalahgunaan aset dapat disertai juga dengan pemalsuan atau pengabaian catatan atau dokumen Tanggung jawab untuk mendeteksi kecurangan
18

Tangung jawab auditor untuk mendeteksi kecurangan ataupun kesalahan-kesalahan yang tidakdisengaja, diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit untuk mendapatkan keyakinan yangmemadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material yang disebabkan olehkesalahan ataupun kecurangan. Secara spesifikasi SAS no. 82 memberikan pedoman bagaimana auditor menanggapi hasil penilaian risiko dengan cara memikirkan urutan langkah-langkah audit, dan caramengevaluasi hasil uji audit yang dikaitkan dengan risiko salah saji akibat kecurangan. Aspek penting dalam pelaksanaan audit dengan kemahiran profesional yang cermat dan seksama adalahsikap keraguan profesional auditor. Auditor harus mengevaluasi semua bukti dan konsisi yang diamatiselama audit. Apabila auditor mengamati indikator yang dikaitkan dengan risiko kecurangan yang lebihtinggi, auditor harus meyakinkan bahwa pendekatan auditor yang digunakan telah memiliki derajatkeraguan profesional yang tepat. Tanggung jawab untuk melaporkan kecurangan Auditor juga bertanggung jawab untuk mengomunikasikan temuan kecurangan kepada manajemen dan mungkin juga kepada pihak lainya. Tanggung jawab kunci auditor dalam mengkomunikasikan temuan kecurangan adalah sebagai berikut: apabila menemukan bahwa terdapat bukti adanya kecurangan maka hal itu harus menjadi perhatian menajemen yang pada umumnya satu tingkat lebih tinggi dimana kecurangan terjadi setiap kecurangan yang melibatkan manejemen senior, dan kecurangan yang terjadi padatingkat manapun yang menyebabkan salah saji yang material pada laporan keuangan, harusdilaporkan langsung oleh auditor ke komte audit atau dewan direksi secara etis dan legal, pada umumnya auditor tidak dapat mengungkapkan kecurangan yangterjadi di luar entitas, namun auditor dapat diminta mengungkapkan dalam hal sebagai tanggpan atas dakwaan pengadilan dikirimkan kepada SEC, apabila auditor mengundurkan diri atau diberhentikan dari

perikatan,atau bila auditor telah melaporkan adanya tindakan melawan hukum kepada komite auditatau dewan direksi dan komite maupun dewan tidak mengambil langkah tindak lanjut yangtepat kepada auditor pengganti yang mengajukan pertanyaan sesuai dengan standar professional
19

kepada badan pembiayaan atau badan lainnya sesuai dengan persyaratan audit bagi

entitasyang menerima bantuan keuangan dari pemerintah 5. TINDAKAN MELAWAN HUKUM YANG DI LAKUKAN OLEH KLIEN Tindakan melawan hokum disini adalah suatu tindakan yang melanggar hokum atau peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Unsur tindakan melanggar hukum oleh klien adalah unsur tindakan pelanggaran yang dapat dihubungkan dengan entitas yang laporan keuangannya diaudit, atau tindakan manajemen atau karyawan yang bertindak atas nama entitas ( SA 317 psl 2). Pengertian unsur tindakan pelanggaran hukum oleh klien tidak termasuk pelanggaran perorangan yang dilakukan oleh manajemen dan karyawan entitas yang tidak berkaitan dengan kegiatan bisnis entitas. Tindakan melanggar hokum (ilegal act) meliputi pembayaran suap, mengambil bagian dari kegiatanpolitik yang melanggar hukum, pelanggaran ketentuan pemerintah dan hukum tertentu lainnya Tanggung jawab untuk mendeteksi dan melaporkan tindakan hukum yang dilakukan klien Dua karakteristik tindakan melanggar hukum yang mempengaruhi tanggung jawab auditor untuk mendeteksi adalah: penentuan apakah suatu tindakan dikatakan menggar hukum atau tidak, bergantung pada pertimbangan hukum yang pada umumnya di luar kompetensi profesional auditor tindakan melanggar hukum dalam kaitan dengan laporan keuangan sangat beragam jenisnya.Beberapa ketentuan dan peraturan, seperti hukum pajak penghasilan, memiliki akibat langsungdan material terhadap laporan keuangan. Namun beberapa ketentuan yang berkenaan dengankesahatan dan keselamatan kerja perlindungan lingkungan hanya memiliki pengaruh tidaklangsung pada laporan keuangan. Ketentuan dalam AU 317.05 Ilegal Acts By Clients, menunjukkan bahwa tanggung jawab auditor atas salah saji yang berasal dari tindakan melanggar hukum yang memiliki pengaruh langsung dan material lpada penentuan jumlah laporan keuangan adalah sama dengan tanggung jawab auditor atas kesalahandan kecurangan. Auditor mengembangkan perencanaan audit berdasarkan indikator risko. Indikator berikut ini dapat menunjukkan adanya peningkatan risiko tindakan melanggar hukum, yaitu (1) transaksidi luar kewenangan , (2) investigasi yang dilakukan oleh pejabat kantor pemerintah, dan (3) kegagalan mengarsipkan formulir-formulir perpajakan. Apabila auditor mencurigai adanya tindakan melanggarhukum, ia harus membahasnya dengan
20

manajemen pada tingkat yang tepat serta mengadakankonsultasi dengen penasehat hukum klien. Apabila dipandang perlu, auditor harus menerapkan juga sejumlah prosedur tambahan untuk memperoleh pemahaman atas tindakan tersebut dan pengaruhnyaterhadap laporan keuangan. Tanggung jawab untuk melaporkan tindakan melanggar hukum Tanggung jawab utama auditor adalah menyatakan pendapat atas kewajaran penyajian suatu laporan keuangan. Apabila suatu tindakan melanggar hukum berpengaruh material terhadap laporan keuangan,auditor harus mendesak manajemen untuk melakukan revisi atas laporan keuangan tersebut. Apabilab revisi atas laporan keuangan tersebut ternyata kurang tepat, auditor bertanggung jawab untuk menginformasikan kepada para pengguna laporan keuangan melalui pendapat wajar dengan pengecualian , atau pendapat tidak wajar bahwa laporan tersebut tidak di sajikan sesuai dengan GAAP. Tanggung jawab auditor untuk mengkomunikasikan kepada pihak luar tentang tindakan melanggar hukum yang dikaitkan dengan klien, sama halnya dengan tanggung jawab auditor terhadap kecuranganyang material. Selain itu Private Securities Ligitation Reform Act 1995 mengharuskan adanya suatu persyaratan kondisi tertentu yang dihadapi auditor independen atas perusahaan yang dimiliki publiksesuai dengan Securities Exchange Act tahun 1934. Undangundang mengatur lebih jauh bahwa tidaksatu auditor pun wajib mengambil langkah pribadi atas setiap temuan, kesimpulan atau pernyataanyang diberikan dalam laporan kepada SEC.

21

DAFTAR PUSTAKA

Arens, Alvin, A Randal J Elder & Mark, S Beasley. 2006. Auditing and Assurance Service, An Integrated Approach, International Edition, ninth edition. Upper Saddle River, New Jersey. Pearson Education, Inc. Boynton,W.C., Johnson.R.N., Kell, W.G. (2003). Modern Auditing jilid 1 (edisi 7). (alih bahasa: Paul A.Rajoe, Gina Gania, Ichsan Setiyo Budi). Jakarta : Penerbit Erlangga SPAP Institut Akuntan Publik Indonesia.2011. Standar Profesi akuntan Publik per 31 maret 2011. Jakarta: PT. Salemba Empat.

22

You might also like