You are on page 1of 9

Sejarah Nabi Muhammad Saw

Pada waktu umat manusia dalam kegelapan dan suasana jahiliyah, lahirlah seorang bayi pada 12 Rabiul Awal tahun Gajah di Makkah. Bapak bayi tersebut bernama Abdullah bin Abdul Mutallib yang telah wafat sebelum belia dilahirkan yaitu sewaktu beliau masih 7 bulan dalam kandungan ibu. Ibunya bernama Aminah binti Wahab. Kehadiran bayi itu disambut dengan penuh kasih sayang dan dibawa ke Kabah, kemudian diberi nama Muhammad. Kemudian Muhammad disusukan kepada Halimah selama 2 tahun di Sahara dan sesudah itu Halimah membawa beliau kembali kepada Aminah dan minta kepada Aminah agar diijinkan untuk membawa pulang lagi ke pedalaman selama 2 tahun untuk yang ke dua kalinya. Abdul Mutallib Wafat. Kegembiraannya bersama sang kakek tidak bertahan lama. Ketika baginda berusia delapan tahun, Abdul Mutallib meninggal dunia. Kematian Abdul Mutallib menjadi satu kehilangan besar buat Bani Hashim. Dia selalu menyediakan makanan dan minuman kepada para tamu yang berziarah dan membantu penduduk Makkah yang sedang dalam kesusahan. Muhammad diasuh oleh Abu Talib. Setelah Abdul Mutallib wafat, Abu Talib(sang paman) mengambil alih tugas bapaknya untuk menjaga anak saudaranya, Muhammad. Walaupun Abu Talib kurang mampu dibanding saudaranya yang lain, namun dia mempunyai perasaan yang paling halus dan terhormat dikalangan orang-orang Quraisy. Abu Talib menyayangi Muhammad seperti dia menyayangi anak-anaknya sendiri. Dia juga tertarik dengan budi pekerti Muhammad yang mulia. Pada suatu hari, ketika mereka berdua berkunjung ke Syam untuk berdagang sewaktu Muhammad berusia 12 tahun, mereka bertemu dengan seorang rahib Kristian yang dapat melihat tanda-tanda kenabian pada Muhammad. Lalu rahib tersebut menasihati Abu Talib supaya tidak pergi jauh ke daerah pedalaman Syam karena dikhawatirkan orang-orang Yahudi akan menyakiti Muhammad karena mereka sudah banyak yang tahu akan ada Nabi yang bernama Ahmad (Muhammad) dengan tandatanda khusus yang ada ditubuhnya. Abu Talib mengikuti nasehat rahib tersebut dan dia tidak banyak membawa dagangan dari perjalanan tersebut. Dia segera pulang ke Makkah dan mengasuh anak-anaknya yang lain. Muhammad menginjak dewasa, beliau disuruh pamannya untuk membawa barang dagangan Khadijah binti Khuwailid, seorang saudagar wanita yang cantik, kaya raya dan dihormati. Beliau melaksanakan tugasnya dengan penuh ikhlas dan jujur. Khadijah yang sudah janda amat tertarik dengan pribadi mulia Muhammad dan keuletannya sebagai seorang pedagang. Lalu dia menyampaikan perasaan hatinya untuk bisa kawin dengan Muhammad yang baru berusia 25 tahun ketika itu. Wanita bangsawan yang berusia 40 tahun itu sangat gembira karena Muhammad menerima lamarannya lalu berlangsunglah perkawinan mereka berdua. Turunnya Wahyu Pertama. Menjelang usia 40 tahun, Muhammad sering menyendiri sampai berminggu- minggu dan bertafakur di Gua Hira. Gua ini terletak di Bukit Hira, sekitar 6 km di sebelah timur laut kota Mekah. Tingginya 155 cm dan bisa memuat 4 orang. Di gua ini Muhammad beribadah sepanjang Ramadan. Di gua ini pula Muhammad menerima wahyu pertamanya pada tanggal 17 Ramadan 12
1

Sebelum Hijriah /6 Agustus 610 M. Maka datanglah Malaikat Jibril menyapa dan menyuruhnya membaca ayat Al-Quran yang pertama diturunkan kepada Muhammad. 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar kepada manusia apa-apa yang tidak diketahuinya, (Al-Alaq [96]: ayat 1 s/d 5) Rasulullah pulang dengan penuh rasa gementar lalu diselimuti oleh istrinya Khadijah yang mencoba menenangkan beliau. Ketika kondisi beliau mulai pulih, diceritakan kepada Khadijah tentang kejadian yang baru saja dialaminya. Kemudian beliau mulai berdakwah secara sembunyisembunyi diawali dengan kaum kerabatnya untuk menghindari kecaman yang hebat dari penduduk Makkah yang masih menyembah berhala. Khadijah isterinya adalah wanita pertama yang memeluk Islam dan mempercayai kenabian beliau. Sedangkan Ali bin Abi Talib adalah lelaki pertama yang beriman dengan ajaran beliau, kemudian diikuti sahabatnya Abu Bakar masuk Islam. Dakwah yang sembunyi-sembunyi berlangsung selama tiga tahun di kalangan keluarga dan sahabat dekatnya saja. Dakwah Secara Terang-terangan. Setelah turunnya wahyu memerintahkan baginda untuk berdakwah secara terang-terangan, maka Rasulullah pun mula menyebarkan ajaran Islam secara lebih meluas. Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (Al-Hijr [15]: ayat 94) Namun begitu, penduduk Quraisy menentang keras ajaran yang dibawa oleh beliau. Mereka memusuhi beliau dan para pengikutnya yang dipimpin oleh Abu Lahab.Kaum musyrik dan kafir Quraisy tak mampu menghentikan dakwah Muhammad. Berbagai cara mereka lakukan, tapi hasilnya tetap nihil, apalagi dengan masuk islamnya Umar. Mereka lalu mengutus 10 orang untuk menemui Abu Talib dan meminta agar ia mau membujuk keponakannya berhenti berdakwah. Namun Muhammad menolak permintaan tersebut. Lantas jawab Rasulullah, Wahai paman, andai matahari diletakkan di tangan kiriku dan bulan di tangan kananku, agar aku menghentikan seruan dakwah ini, aku tidak akan menghentikannya sehingga agama Allah ini meluas kesegala penjuru atau aku yang binasa karenanya Wafatnya Khadijah dan Abu Talib. Rasulullah amat sedih melihat tingkah laku manusia ketika itu terutama kaum Quraisy karena Rasul tahu akan akibat yang akan diterima oleh mereka nanti. Kesedihan itu makin bertambah setelah isteri kesayangannya wafat pada tahun kesebelas kenabiaannya. Tidak lama kemudian, pada tahun itu juga sang paman Abu Talib yang mengasuhnya sejak usia 8 tahun juga
2

meninggal dunia dalam keadaan non muslim. Maka bertambahlah kesedihan Rasul dengan kehilangan orang-orang yang amat disayanginya. Peristiwa Isra Miraj Salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah hidup (siirah) Rasulullah saw adalah peristiwa diperjalankannya beliau (isra) dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsa di Jerusalem, lalu dilanjutkan dengan perjalanan vertikal (miraj) dari Masjidil Aqsa menuju ke Sidratul Muntaha. Setiap kali kita membicarakan Isra wal Miraj, yang tergambar jelas dalam persepsi kita adalah perjalanan dari masjidil Haram ke masjidil Aqsa, dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Sangat sedikit yang menyadari, bahwa segera setelah selesai perjalanan suci itu, Rasulullah kembali ke bumi dengan satu bekal kehidupan yang paling penting, yaitu shalat . Ada dua sisi pada poin ini. Pertama adalah kembalinya ke bumi. Kedua adalah dibekali beliau oleh Allah Swt dengan kewajiban shalat 5 kali sehari semalam. Rencana Membunuh Nabi & Hijrah. Rencana akan perginya Nabi ke Yatsrib sudah dicium oleh kaum kafir Quraisy. Sebelum hijrah ke Yatsrib, kaum Quraisy berencana membunuh Nabi. Tapi rencana jahat itu ketahuan sebelum terlaksana. Ketika mereka mengepung rumah Nabi, mereka hanya menemukan Ali bin Abi Talib di tempat tidur Nabi, sementara Nabi dan Abu Bakar sudah pergi. Ketika kaum Quraisy mengejar, Nabi dan Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur yang ada di bukit Tsur. Setelah aman barulah mereka melanjutkan perjalanan ke Yatsrib. Allah berfirman, Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya. (Al-Anfal [8]: ayat 30) Dua belas tahun sudah Nabi berdakwah (di usia 52 tahun), tapi kaum Quraisy tetap belum mau menerima risalah kenabiannya. Maka Nabi diperintah Allah Swt untuk hijrah ke Yatsrib. Setelah Nabi hijrah, kota Yatsrib kemudian dikenal dengan sebutan Madinah al- Munawwarah (kota yang bercahaya). Izin Perang. Kendati Nabi dan pengikutnya sudah hijrah ke Madinah, orang kafir Quraisy di Mekah masih terus mengganggu mereka. Sementara itu kaum Yahudi di Madinah iri melihat kaum muslim semakin maju, berkembang dengan baik. Mereka, orang-orang Yahudi lantas bersekongkol dengan kaum kafir Quraisy untuk melumpuhkan kaum muslim. Karena kaum muslim semakin terancam, Allah mengizinkan mereka untuk berperang. Allah berfirman, Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (Al-Hajj [22]: ayat 39)

Setelah mendapat izin Allah SWT, Nabi dan kaum muslim lalu memerangi orang Quraisy dan Yahudi di Madinah. Ada beberapa peperangan yang dipimpin Nabi, misalnya Perang Badr, Perang Uhud, Perang Khandaq (parit), dan Fath Makkah. Perjanjian Hudaibiyah. Pada tahun ke-6 hijrah, Nabi berusia 58 tahun bermimpi memasuki kota Mekah dan bertawaf. Mimpi itu disampaikan kepada para sahabat. Saat itu pula, Nabi mengumumkan kepada kaum muslim untuk menunaikan ibadah haji di Mekah. Namun kaum musyrik Quraisy menghalang-halangi mereka. Kaum Quraisy kemudian mengutus Suhayl bin Amr untuk bertemu dengan Nabi dan membuat perjanjian perdamaian. Nabi dan Suhayl menyepakati syarat-syarat perdamaian itu. Kalimat perjanjian ditulis oleh Ali bin Abi Talib, atas perintah Nabi. Perjanjian itu dikenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah. Isi perjanjian antara lain, kaum muslim dan kaum Quraisy mengadakan gencatan senjata selama 10 tahun. Jika ada kaum musyrik dan kafir Quraisy yang menyeberang ke pihak Nabi tanpa seizin walinya, ia harus dikembalikan kepada mereka, tapi jika pengikut Muhammad menyeberang ke pihak musyrik dan kafir Quraisy, ia tidak akan dikembalikan kepada Muhammad. Umrah Setahun setelah Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani, Nabi dan kaum muslim dapat memasuki kota Mekah untuk beribadah umrah di Kabah. Kaum musyrik dan kafir Quraisy membiarkan mereka tinggal di Mekah selama tiga hari sesuai dalam perjanjian. Kesempatan ini digunakan oleh Nabi dan kaum muslim untuk menunaikan umrah, yang disebut Umrah al-Qada, pengganti umrah yang tidak terlaksana pada tahun sebelumnya karena dilarang kaum musyrik dan kafir Quraisy. Penyebaran Islam. Perjanjian Hudaibiyah menciptakan suasana tenang dan aman. Enam bulan setelah perjanjian itu Nabi berdakwah kepada para penguasa di sekitar Arab, dengan cara mengirimkan surat, antara lain kepada penguasa Mesir, Abessinia, Persia dan Romawi (Bizantium). Pembebasan Makkah. Suatu saat kaum Quraisy melanggar Perjanjian Hudaibiyah dengan membantu sekutu mereka menyerang sekutu kaum muslim. Mengetahui hal itu, Nabi di usia 60 tahun segera menyiapkan sepuluh ribu pasukan muslim untuk berangkat ke Mekah. Pasukan muslim memasuki kota Mekah tanpa perlawanan dari kaum Quraisy. Peristiwa itu disebut Fath Makkah (pembebasan Mekah). Bahkan saat itulah penduduk Mekah berbondong-bondong masuk Islam tanpa ada pertumpahan darah, dengan turunnya wahyu: Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. (An-Nashr [110]: ayat 1- 3)
4

Haji Wada& Wafatnya Rasul. Pada tahun ke-11 Hijrah, Nabi dalam usia 63 tahun bersama rombongan menunaikan ibadah haji. Beliau tiba di Mekah, dan langsung masuk ke Masjidilharam melalui pintu Bani Syaibah, serta melakukan tawaf dan sai. Pada 8 Zulhijah, Nabi berangkat ke Mina dan tinggal di sana hingga terbit fajar. Pada pagi hari 9 Zulhijah, Nabi berangkat ke Arafah dengan diikuti oleh sekitar 100.000 jamaah. Pada ibadah haji wada ini turun firman Allah Swt bahwa Islam telah sempurna. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Al-Maidah [5]: ayat 3) Yang menandakan bahwa Allah Swt telah menyempurnakan agama Islam kepada umat-Nya dan telah mencukupkan nikmat-Nya. Perjalanan haji ini kemudian disebut Haji wada (haji perpisahan), karena beberapa bulan setelah ibadah haji itu Nabi wafat pada 12 Rabiulawal 11 H.

Sejarah Al Quran
Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan suratsurat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan. Pengumpulan Al-Qur'an di Masa Rasullulah SAW Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat- ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan. Pengumpulan Al-Qur'an di Masa Khulafaur Rasyidin Pada masa pemerintahan Abu Bakar Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan, yaitu nyawa70 orang penghafal Al-Quran. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al- Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai coordinator pelaksaan tugas tersebut. Usaha pengumpulan tersebut selesai dalam waktu 1 tahun yaitu pada 13 H. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW. Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan olehadanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an. Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi
6

Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih: Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran. Kami berkata, Bagaimana pendapatmu? Ia menjawab, Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik. Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaranlembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam). Penyempurnaan Penulisan Al-Quran Setelah Masa Khalifah Mushaf yang ditulis pada masa khalifah Usman tidak memiliki harakat dan tanda titik, sehingga orang non arab yang memeluk islam merasa kesulitan membaca mushaf tersebut. Oleh karena itu pada masa khalifah Abd Al-Malik ( 685-705 ) dilakukan penyempurnaan oleh dua tokoh berikut : 1. Ubaidilllah bin ziyad Melebih kan Alif sebagai pengganti dari huruf yang di nuang 2. Al-Hajjad bin yusuf Ats- Tsaqafi Penyempurnaan mushaf Usmani pada sebelas tempat yang memudahkan pembaca mushaf Orang yang pertama kali meletakkan tanda titik pada mushaf Usmani ; Abu Al-Aswad Ad- Du`Ali , Yahya Bin Ya`Mar, Nashr Bin Asyim Al-Laits. Sedangkan orang yang pertama kali meletakkan hamzah , tasdid, arrum dan Al- Isyamah adalah ; al-Khalid bin Ahmad Al- Farahidi Al-Azdi Proses pencetakan Al-Quran 1. Pertama kali di cetak di Bundukiyyah pada 1530 M 2. Hinkalman pada masa 1694 M di Hamburg ( jerman ) 3. Meracci pada 1698 M di paduoe 4. Maulaya Usman di sain Peter buorgh, Uni Sovyet ( Label Islami ) 5. Terbit cetakan di Kazan 6. Iran pada 1248 H / 1828 kota Taheran 7. Ta`di Tabriz pada 1833
7

8. Ta`di leipez, Jerman pada 1834

Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri. Terjemahan - Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al- Qur'an yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; kadang-kadang untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk arti majazi(kiasan) atau arti dan maksud lainnya. Upaya penafsiran Al-Qur'an telah berkembang sejak semasa hidupnya Nabi Muhammad, saat itu para sahabat tinggal menanyakan kepada sang Nabi jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu. Kemudian setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga saat ini usaha menggali lebih dalam ayat-ayat Al-Qur'an terus berlanjut. Pendekatan (metodologi) yang digunakan juga beragam, mulai dari metode analitik, tematik, hingga perbandingan antar ayat. Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat tafsir dengan corak sastra- bahasa, sastra-budaya, filsafat dan teologis bahkan corak ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA http://asal-usul-motivasi.blogspot.com/2010/10/asal-usul-dan-sejarah-al-quran-kitab.html?m=1 http://mursalinpintar.blogspot.com/2009/07/sejarah-turun-dan-penulisan-al-quran.html?m=1 http://dwias.blogspot.com/2012/04/sejarah-nabi-muhammad-1.html?m=1

You might also like