You are on page 1of 6

Antijamur Obat antijamur terdiri dari beberapa kelompok yaitu : kelompok polyene (amfoterisin B, nistatin, natamisin), kelompok azol

(ketokonazol, ekonazol, klotrimazol, mikonazol, flukonazol, itrakonazol), allilamin (terbinafin), griseofulvin, dan flusitosin. Azol Antijamur azol merupakan senyawa sintetik dengan aktivitas spektrum yang luas, yang diklasifikasi sebagai imidazol (mikonazol dan ketokonazol) atau triazol (itrakonazol dan flukonazol) bergantung kepada jumlah kandungan atom nitrogennya ada 2 atau 3. Struktur kimia dan profil farmakologis ketokonazol dan itrakonazol sama, flukonazol unik karena ukuran molekulnya yang kecil dan lipofilisitasnya yang lebih kecil. Pada jamur yang tumbuh aktif, azol menghambat 14-- demetilase, enzim yang bertanggung jawab untuk sintesis ergosterol, yang merupakan sterol utama membran sel jamur. Pada konsentrasi tinggi, azol menyebabkan K+ dan komponen lain bocor keluar dari sel jamur. Flukonazol Gambar struktur kimia Flukonazol Farmakologi : Flukonazol merupakan inhibitor cytochrome P-450 sterol C-14 alphademethylation (biosintesis ergosterol) jamur yang sangat selektif. Pengurangan ergosterol, yang merupakan sterol utama yang terdapat di dalam membran sel-sel jamur, dan akumulasi sterol-sterol yang mengalami metilase menyebabkan terjadinya perubahan sejumlah fungsi sel yang berhubungan dengan membran. Secara in vitro flukonazol memperlihatkan aktivitas fungistatik terhadap Cryptococcus neoformans dan Candida spp. Spektrum : Spektrum aktivitas antijamurnya sama dengan ketokonazol. Fluconazole memiliki spectrum yang luas meliputi Blastomyces dermatidis, Cocciodioides immitis, Cryptococcus neoformus, Histoplasma capsulatum dan Paracoccidioides brasiliensis. Obat ini aktif terhadap Candida albicans, C. tropicalis, dan C. parapsilosis, namun tidak peka terhadap C. krusei dan Torulopsis glabrata (sekarang diklasifikasikan ke dalam spesis Candida glabrata). Fluconazole aktif di dalam dermatophytosis namun tidak efektif di dalam aspergillosis dan mucormycosis. Pada pasien penderita neutropenik, manifestasi resistensi fluconazole yang paling umum adalah pada seleksi spesis Candida yang tidak biasa dijumpai, seperti C. krusei, yang memiliki resistensi intrinsik terhadap obat ini.

Farmakokinetik : Flukonazol larut air dan cepat diabsorpsi sesudah pemberian oral, dengan 90% bioavailabilitas, 12% terikat pada protein. Obat ini mencapai konsentrasi tinggi dalam LCS, paru dan humor aquosus, dan menjadi obat pilihan pertama untuk meningitis karena jamur. Konsentrasi fungisidanya juga meningkat dalam vagina, saliva, kulit dan kuku. Pengobatan secara oral dengan fluconazole mengakibatkan terjadinya absorpsi obat secara cepat dan hampir sempurna. Konsentrasi serum identik diperoleh setelah pengobatan secara oral dan secara parenteral yang menunjukkan bahwa metabolisme tahap awal (first-pass metabolism) obat tidak terjadi. Konsentrasi darah naik sesuai dengan dosis dengan tingkat dosis yang bermacammacam. Dua jam setelah pemberian obat secara oral dengan dosis 50 mg, konsentrasi serum dengan kisaran 1,0 mg/l dapat diantisipasi, namun hal ini terjadi hanya setelah dosis ditambah secara berulang-ulang hingga mencapai 2,0 sampai dengan 3,0 mg/l. Pengobatan fluconazole secara oral atau secara parenteral menyebabkan percepatan dan penyebaran distribusi obat. Tidak seperti obat antifungal azol jenis lainnya, protein yang mengikat fluconazole memiliki kadar yang rendah (sekitar 12%). Hal ini menyebabkan tingginya tingkat sirkulasi obat yang tidak terikat. Tingkat sirkulasi obat yang tidak terikat pada sebagian besar kelencar dan cairan tubuh biasanya melampaui 50% dari konsentrasi darah simultan. Tidak seperti obat anti jamur azole jenis lain, fluconazole tidak dapat dimetabolisme secara ekstensif oleh manusia. Lebih dari 90% dari dosis yang diberikan tereliminasi ke dalam urin: sekitar 80% dalam bentuk obat-obatan asli (tidak berubah komposisinya) dan 10% dalam bentuk metabolit. Tidak ada indikasi induksi atau inhibit yang signifikan pada metabolisme fluconazole yang diberikan secara berulang-ulang. Sarana eliminasi utama dalam hal ini adalah ekskresi renal obat-obatan yang tidak dapat dirubah komposisinya. Pada pasien yang memiliki fungsi renal normal, terdapat sekitar 80% dari jumlah dosis yang diberikan tercampur dengan urin dengan bentuk yang tidak berubah dan konsentrasi > 100 mg/l. obat jenis ini dibersihkan melalui filtrasi glomerular, namun secara bersamaan terjadi reabsorpsi tubular. Fluconazole memiliki paruh hidup serum selama 20-30 jam, tetapi dapat diperpanjang waktunya jika terjadi gangguan pada fungsi renal, dengan pemberian dosis terhadap pasien yang memiliki tingkat filtrasi di bawah 50 ml/menit. Fluconazole akan hilang selama haemodialysis dan pada sejumlah kasus terjadi selama dialysis peritoneal. Sessi haemodialysis selama 3 jam dapat mengurangi konsentrasi darah hingga sekitar 50%.

Indikasi : infeksi sistemik, kandidiasis mukokutan, vaginal candidiasis. Kegunaan Terapi : Fluconazole dapat digunakan untuk mengobati candidosis mukosa dan candidosis cutaneous. Selain itu, obat ini juga efektif untuk perawatan berbagai jenis gangguan dermatophytosis dan pityriasis versicolor. Fluconazole adalah jenis ramuan obat yang menjanjikan bagi perawatan penyakit candidosis stadium lanjut/berat pada pasien yang tidak menderita neutropenia, namun sebaiknya tidak digunakan sebagai pilihan utama pada pasien neutropenia kecuali jika terdapat alasan-alasan tertentu. Fluconazole telah terbukti bermanfaat untuk perawatan prophylaktat terhadap penyakit candidosis yang diderita oleh pasien pengidap neutropenik. Fluconazole tidak tidak efektif untuk mengobati aspergillosis dan mucormycosis. Fluconazole merupakan jenis obat-obatan yang ampuh untuk mengatasi meningitis cryptococcal, tetapi tidak boleh dijadikan prioritas utama untuk pasien pengidap AIDS kecuali jika terdapat alasan-alasan tertentu. Fluconazole terbukti lebih efektif dan lebih dapat ditoleransi dibandingkan amphotericin B untuk mengobati atau mencegah terjadinya cryptococcosis pada pasien penderita AIDS. Fluconazole saat ini menjadi jenis obat yang menjadi pilihan banyak dokter untuk mengobati pasien penderita meningitis coccidioidal. Syaratnya, pasien tersebut harus tetap mengkonsumsi fluconazole selama hidupnya agar mencegah munculnya kembali penyakit yang sama. Dosis & Cara Pemberian : Flukonazol tersedia dalam bentuk kapsul 50 dan 150 mg dan infus 2 mg/ml. Dosis tunggal 150 mg. Modifikasi dosis perlu dilakukan pada pasien dengan gangguan ginjal.. Fluconazole merangsang terjadinya absorpsi secara sempurna pada saat dilakukan pengobatan secara oral, sehingga jenis pengobatan oral menjadi prioritas utama. Flukonazol dapat dipakai dengan atau tanpa makanan Jika pemberian obat pada pasien tidak memungkinkan untuk diberikan lewat mulut, maka fluconazole diberikan dalam bentuk larutan intravena, atau melalui infus dengan kadar infus 5-10 ml/menit. Vaginal candidosis dapat diobati dengan fluconazole oral dengan dosis 150 mg. Sedangkan Oropharyngeal candidosis diobati dengan dosis 50-200 mg/hari selama 1-2 pekan. Candidosis jenis Oesophageal dan mucocutaneus serta candidosis saluran kencing bagian bawah memerlukan fluconazole dengan dosis 100-200 mg/hari yang diberikan selama 2-4 pekan. Dosis yang disarankan untuk pasien penderita cryptococcosis atau candidosis stadium lanjut adalah 400 mg/hari. Namun demikian, sejumlah praktisi klinik telah menggunakan dosis yang lebih tinggi lagi untuk mengatasi infeksi-infeksi yang

membahayakan nyawa pasien. Lama waktu atau durasi perawatan akan berbeda sesuai dengan kondisi pasien itu sendiri, bergantung pada sifat dan jangkauan infeksi serta penyakit yang mendahuluinya. Diperlukan sekurang-kurangnya 6-8 pekan lamanya untuk mengobati pasien penderita cryptococcosis yang tidak mengidap AIDS. Dosis yang disarankan untuk anak-anak adalah 1-2 mg/kg untuk jenis candidosis superficial dan 5 mg/kg untuk cryptococcosis atau candidosis stadium lanjut. Pengobatan jangka panjang menggunakan fluconazole dengan tujuan menyembuhkan pasien cryptococcosis yang juga menderita AIDS harus dilakukan pada dosis 200 mg/hari. Untuk mencegah candidosis pada pasien penderita neutropenik, maka dosis yang diberikan adalah 100-400 mg/hari. Pasien-pasien yang memiliki resiko tinggi terhadap serangan infeksi stadium lanjut harus diobati dengan dosis 400 mg/hari dan hal ini harus dimulai beberapa hari menjelang munculnya gejala neotropenia dan berlangsung selama 1 pekan setelah jumlah neutrofil kembali pada kisaran 1 x 109/l. Pasien yang menderita gangguan renal harus diberi dosis normal selama 48 hari pertama pengobatan. Segera setelah itu, interval dosis harus dilipatgandakan sampai dengan 48 jam (dengan kata lain, dosis dikurangi setengahnya). Hal ini berlaku bagi pasien yang memiliki tingkat pembersihan kreatinin 21-40 ml/menit. Sedangkan pasien yang memiliki tingkat pembersihan kreatinin 10-20 ml/menit interval dosis adalah 72 jam.

Rh

odotorula, Blastomyces dermatitidis, Paracoccidioides braziliensis, beberapaspesies Aspergillus, Sporotric h um sc h enckii, Microsporum audiouini dan spesies Tric h op h yton. Secara in vitro bila rifampisin atau minosiklin diberikan bersamaamfoterisin B terjadi sinergisme terhadap beberapa jamur tertentu.MEKANISME KERJA. Amfoterisin B berikatan kuat dengan ergosterol yang terdapat pada membran

sel jamur. Ikatan ini akan menyebabkan membran sel bocor sehinggaterjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan kerusakan yang tetap pada sel.Bakteri, virus dan riketsia tidak dipengaruhi oleh antibiotik ini karena jasadrenik ini tidak mempunyai gugus sterol pada membran selnya. Pengikatan kolesterol pada sel hewan dan manusia oleh antibiotic ini diduga merupakan salah satu penyebabefek toksiknya. Resistensi terhadap amfoterisin B ini mungkin disebabkan terjadinya perubahan reseptor sterol pada membran sel. 1.2. FLUSITOSIN ASAL DAN KIMIA. Flusitosin (5-fluorositosin; 5FC) merupakan antijamur sintetik yang berasal dari fluorinasi pirimidin, dan mempunyai persamaan struktur denganfluorourasil dan floksuridin. Obat ini berbentuk kristal putih tidak berbau, sedikit larutdalam air tapi mudah larut dalam alkohol.AKTIVITAS ANTIJAMUR. Spektrum antijamur flusitosin agak sempit. Obat iniefektif untuk pengobatan kriptokokosis, kandidiasis, kromomikosis, torulopsis danaspergilosis. Cryptococcus dan Candida dapat menjadi resisten selama pengobatan denganflusitosin. Empat puluh sampai 50% Candida sudah resisten sejak semula pada kadar 100 g/mL flusitosin. Infeksi saluran kemih bagian bawah oleh Candida yang sensitif dapat diobati dengan flusitosin saja karena kadar obat ini dalam urin sangat tinggi. Invitro pemberian flusitosin bersama amfoterisin B akan menghasilkan efek supraaditif terhadap C. neoformans, C. tropicalis dan C. albicans yang sensitif.MEKANISME KERJA. Flusitosin masuk ke dalam sel jamur dengan bantuan sitosindeaminase dan dalam sitoplasma akan bergabung dengan RNA setelah mengalami deaminasi menjadi 5-fluorourasil dan fosforilasi. Sintesis protein sel jamur tergangguakibat penghambatan Iangsung sintesis DNA oleh metabolit fluorourasil. Keadaan initidak terjadi pada sel mamalia karena dalam tubuh mamalia flusitosin tidak diubahmenjadi fluorourasil. 1.3. IMIDAZOL DAN TRIAZOL

KETOKONAZOL ASAL DAN KIMIA. Ketokonazol merupakan turunan imidazol sintetik denganstruktur mirip mikonazol dan klotrimazol. Obat ini bersifat liofilik dan larut dalam air pada pH asam.AKTIVITAS ANTIJAMUR. Ketokonazol aktif sebagai antijamur baik sistemik maupun nonsistemik efektif terhadap Candida, Coccidioides immitis, Cryptococcusneoformans, H. capsulatum, B. dermatitidis, Aspergillus dan Sporot h rix spp.

ITRAKONAZOL Antijamur sistemik turunan triazol ini erat hubungannya dengan ketokonazol.Obat ini dapat diberikan per oral dan IV. Aktivitas antijamumya lebih lebar sedangkanefek samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan dengan ketokonazol.Itrakonazol diserap lebih sempuma melalui saluran cerna bila diberikan bersamamakanan. Itrakonazol, seperti golongan azol lainnya, juga berinteraksi dengan enzimmikrosom hati, tetapi tidak sebanyak ketokonazol. Rifampisin akan mengurarangikadar plasmaitrakonazol.Itrakonazol memberikan hasil mernuaskan untuk indikasi yang sama denganketokonazol antara lain terhadap blastomikosis, histoplasmosis, koksidioidomikosis,sariawan pada mulut dan tenggorokan serta tinea versikolor. Berbeda dariketokonazol, itrakonazol juga memberikan efek terapi terhadap aspergilosis di luar SSP.Itrakonazol suspensi diberkan dalam

keadaan lambung kosong dengan dosis duakali 100 mg sehari, dan sebaiknya dikumur dahulu sebelum ditelan untuk meng-optimalken efek topikalnya. Lamanya pengobatan biasanya 2-4 mirggu. Itrakonazol IV diberikan untuk infeksi berat melalui infus dengan dosis muat dua kali 200 mgsehari, diikuti satu kali 200 mg sehari selama 12 hari. Infus diberikan dalam waktusatu jam.

FLUKONAZOL Ini adalah suatu fluorinated bis-triazol dengan khasiat farmakologis yang baru.Obat ini diserap sempuma melalul saluran cema tanpa dipengaruhi adanya makananataupun keasaman lambung. Kadar plasma setelah pemberian per oral sama dengankadar plasma setelah pemberian IV. Flukonazol tersebar rata ke dalam cairan tubuh juga dalam sputum danGangguan saluran cema merupakan efek samping yang paling banyak ditemukan. Pada pasien AIDS ditemukan urtikaria, eosinofilia, sindrome Stevens-Johnson, gangguan fungsi hati yang terspmbunyi dan trombositopenia.Flukonazol berguna untuk mencegah relaps meningitis yang disebabkan oleh Cryptococcus pada pasien AIDS setelah pengobatan dengan amfoterisin B. Jugaefektif untuk pengobatan kandidiasis mulut dan tenggorokan pada pasien AIDS.

V ORIKONAZOL Obat ini adalah antijamur baru golongan triazol yang diindikasika, untuk aspergiiosis sistemik danInfeksi jamur berat yang disebabkan olhe Scedosporium apiosperrnun dan Fusarium sp . Obat ini juga mempunyai efektivitas yang baik terhadap Candida sp,Cryptococcus sp dan Dermatop h yte sp , termasuk untuk infeksi kandida yang resistenterhadap flukonazol. Farmakokinetik obat ini tidak linier akibat terjadinya saturasimetabolisme.Pengobatan yang dimulai dengan pemberian IV ini, secepatnya harus dialihkanke pemberian oral. Dosis muat oral untuk pasien dengan berat badan >40 kg ialah 400mg dan untuk pasien yang berate nya < 40 kg diberikan 200 mg. Dosis must oral irat juga diberikan hanya 2 kali dengan interval 12 jam. Pengobatan lalu dilanjutkandengan pemberian oral 200 mg tiap 12 jam bagi pasien dengan berat badan > 40 kg.Untuk pasien dengan berat badan kurang dari 40 kg diberikan dosis pemeliharaan 2kali 100 mg sehari.

You might also like