You are on page 1of 21

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU) 2.1.

1 Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara Perjalanan sejarah dimulai ketika di pangkalan udara belum mempunyai satuan kesehatan, anggota AURI mendapatkan perawatan dan pengobatan di poliklinik dan rumah sakit angkatan darat (ADRI). Untuk mengurangi ketergantungan terhadap DKAD (Dinas Kesehatan Angkatan Darat), maka pimpinan berusaha mencukupi kebutuhan obat dan alat kesehatan secara mandiri dengan mendirikan apotek di pangkalan udara ANDIR dan Cililitan. Keberadaan apotek tersebut mendorong pimpinan untuk mendirikan Depot Obat Pusat (DOP) di Apotek Pangkalan Udara ANDIR guna mendukung pelayanan kesehatan dan kegiatan operasional AURI. Pada tahun 1953, DOP mulai merintis pembuatan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair, salep dan tablet dengan menggunakan peralatan dan sarana sederhana yang kemampuannya masih terbatas. DOP inilah cikal bakal Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFIAU). Pada tahun 1959, DOP mengalami perubahan nama menjadi Depot Materil 003. Setelah beberapa kali berganti nama dan pimpinan, pada tahun 1964 di bawah kepemimpinan LU I Drs. Roostyan Effendie, Apt. mulai dikembangkan produksi obat-obatan dengan skala lebih besar dan didatangkan pula peralatan produksi obat dari Amerika Serikat, juga dilaksanakan renovasi bangunan untuk produksi obat sesuai dengan persyaratan teknis farmasi saat itu. Unit produksi obat diresmikan oleh Deputi Menteri bidang Logistik tanggal 16 Agustus 1965.

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya tanggal ini ditetapkan sebagai hari jadi Lembaga Farmasi Angkatan Udara. Berdasarkan keputusan Panglima Angkatan Udara No.5 tanggal 5 Februari 1968, Puskalkes (Pusat Perbekalan Kesehatan) dikembangkan menjadi 2 unit satuan yang masing-masing berdiri sendiri yaitu Puskalkes (Pusat Perbekalan Kesehatan) dan Pusprodkes (Pusat Produksi Kesehatan). Puskalkes bertugas melaksanakan penerimaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan, obat-obatan, bahan baku dan embalage. Sedangkan Pusprodkes bertugas melaksanakan produksi obat. Saat ini LAFIAU dipimpin oleh Kolonel Kes Drs. Ari Yulianto, M.Si., Apt. yang dalam pengambilan kebijakannya tetap berpedoman pada kebijakan para pendahulunya. Buah pikiran dan keberanian Drs. Roostyan Effendie, Apt. untuk mulai memproduksi obat-obatan sesuai dengan ketentuan farmasi telah memberi dorongan dan semangat bagi generasi berikutnya sehingga terbentuk Lembaga Farmasi Angkatan Udara seperti saat ini. Sebagai bentuk penghargaan jasa beliau di masa lalu, dan sesuai keputusan KASAU No.Kep/95/VII/2007 tanggal 31 Juli 2007 maka pada hari Kamis 1 November 2007, diresmikan nama Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt. dan tanggal 16 Agustus 1965 ditetapkan sebagai hari jadi. Dalam mengemban peran Farmasi Militer LAFIAU tidak hanya berorientasi kepada produk saja, tetapi juga ikut berperan dalam mencerdaskan bangsa dengan aktif membimbing mahasiswa praktek kerja lapangan dan tugas akhir di lembaga ini, serta ikut menyusun kurikulum dan mengirim personelnya sebagai dosen pada pendidikan D3 Farmasi di Poltekes Ciumbeleuit Bandung.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Kedudukan, Tugas dan Kewajiban Lembaga Farmasi Angkatan Udara LAFIAU adalah pelaksana teknis yang berkedudukan di bawah Dinas Kesehatan Angkatan Udara (Diskesau). LAFIAU bertugas membina kemampuan dan pelaksanaan produksi obat jadi, pembekalan dan pengawasan kualitas untuk melaksanakan dukungan dan pelayanan kesehatan bagi anggota TNI AU beserta anggota keluarganya. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, LAFIAU

mempunyai kewajiban sebagai berikut: 1. Melaksanakan kegiatan produksi obat serta pengendalian mutu dari perbekalan kesehatan TNI AU. 2. Melaksanakan penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran perbekalan

kesehatan berdasarkan kebijaksanaan Diskesau. 3. Melaksanakan pengawasan atas kualitas perbekalan kesehatan dengan cara pengujian dan percobaan serta penelitian. 4. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi. 2.2 Motto, Visi, Misi, dan Tujuan Lembaga Farmasi Angkatan Udara 2.2.1 Motto Quality assurance is our commitment. 2.2.2 Visi Terpenuhinya obat berkualitas bagi anggota TNI AU dan keluarganya, berperan serta dalam pemenuhan kebutuhan obat nasional, terlaksananya pembekalan matkes tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran dan aman serta tegaknya sistem manajemen mutu dalam kinerjanya.

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Misi 1. Melaksanakan produksi obat jadi dengan menerapkan CPOB secara konsisten. 2. Melaksanakan pembekalan kesehatan mulai dari penerimaan, penyimpanan dan penyaluran berdasarkan kebijaksanaan Diskesau. 3. 4. Melaksanakan pengawasan dan pemastian mutu perbekalan kesehatan. Melaksanakan penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan. Tujuan

2.2.4

A. Tujuan jangka pendek: 1. Menyiapkan rumusan kebijakan terhadap teknis produksi. 2. Mengajukan sertifikat CPOB untuk produk injeksi kering antibiotik golongan sefalosporin. B. Tujuan jangka panjang: 1. Menjadi instansi yang mempunyai badan hukum sehingga dapat berperan aktif dalam penyediaan obat nasional. 2. Menjadi industri farmasi yang memenuhi Standar Nasional Indonesia. 3. Menjadi industri farmasi yang mendapatkan ISO 9000/ 14000. 2.2.5 Susunan Organisasi Organisasi di LAFIAU tersusun dari tiga eselon, yaitu eselon pimpinan, eselon pembantu pimpinan/ staf dan eselon pelaksana. Eselon pimpinan yaitu Kepala Lembaga Farmasi Angkatan Udara (Kalafiau) dan eselon pembantu pimpinan/ staf adalah Sektretaris Lembaga (Sesla), sedangkan eselon pelaksana meliputi Kepala Bagian Produksi (Kabag Prod), Kepala Bagian Gudang Pusat

Universitas Sumatera Utara

Farmasi (Kagupusfi), Kepala Bagian Pengujian dan Pengembangan (Kabag Ujibang) dan Kepala Bagian Penunjangan (Kabag Jang). Pembagian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian adalah sebagai berikut: 2.2.5.1 Kepala LAFIAU (Kalafiau) Kalafiau adalah pelaksana teknis Diskesau yang bertanggung jawab kepada Kadiskesau dalam hal pembinaan kemampuan dan pelaksanaan produksi farmasi, perbekalan dan pelayanan kesehatan, serta pengawas atas kualitas perbekalan kesehatan TNI AU. Kalafiau mempunyai tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1. Melaksanakan bimbingan dan petunjuk teknis kegiatan produksi serta mengendalikan dan mengarahkan kegiatannya. 2. Melaksanakan pengawasan, penerimaan, penyimpanan, penyaluran

perbekalan kesehatan berdasarkan kebijaksanaan Diskesau. 3. 4. Melaksanakan pengawasan obat-obatan TNI AU. Melaksanakan pengawasan atas kualitas dan perbekalan kesehatan dengan cara pengujian dan percobaan. 5. Melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang farmasi.

2.2.5.2 Sekretaris LAFIAU (Sesla) Sekretaris LAFIAU (Sesla) adalah pembantu staf Kalafiau dalam menyelenggarakan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan produksi, serta program kerja kegiatan LAFIAU. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh Kepala Program dan Anggaran (Kaprogar), Kepala Pembina Profesi (Kabinprof), Kepala Tata Usaha

Universitas Sumatera Utara

dan Urusan Dalam (Kataud). Sesla mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Menyusun dan mempersiapkan perencanaan administrasi produksi dan perbekalan. 2. Menyusun dan menyiapkan perencanaan kegiatan program kerja dan anggaran. 3. Melaksanakan urusan tata usaha dan urusan dalam di lingkungan LAFIAU.

2.2.5.3 Kepala Bagian Produksi (Kabag Prod) Bagian produksi dipimpin oleh Kepala Bagian Produksi (Kabag prod) yang bertanggung jawab langsung kepada Kalafiau dalam melaksanakan kegiatan produksi. Kegiatan yang dilakukan bagian produksi dalam menjalankan tugasnya adalah: 1. Melaksanakan penerimaan dan penyimpanan bahan baku, bahan tambahan dan embalage dalam persiapan proses produksi. 2. 3. 4. Menyiapkan bahan baku dan bahan tambahan untuk proses selanjutnya. Menyiapkan embalage yang dibutuhkan. Melaksanakan kegiatan produksi berdasarkan (SP3) surat perintah

pelaksanaan produksi yang dikeluarkan oleh Kalafiau. Bagian produksi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh: a. Unit produksi tablet yang bertugas melaksanakan produksi obat jadi dalam bentuk tablet. b. Unit produksi kapsul yang bertugas melaksanakan produksi obat jadi dalam bentuk kapsul.

Universitas Sumatera Utara

c. Unit produksi khusus yang bertugas melaksanakan produksi khusus seperti sirup, salep, krim, cairan, antiseptik dan lain-lain. 2.2.5.4 Kepala Bagian Gudang Pusat Farmasi (Kagupusfi) Gudang Pusat Farmasi dipimpin oleh Kagupusfi yang bertanggung jawab kepada Kalafiau dalam melaksanakan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan penyaluran perbekalan kesehatan. Kagupusfi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh: 1. Kepala unit Gudang transit (Kaunit Gutrans), unit ini bertugas menerima alat kesehatan (Alkes) dan perbekalan kesehatan (Bekkes). 2. Kepala unit Gudang penyaluran dan pengemasan (Kaunit Gulur), bertugas melaksanakan pengemasan/ penyiapan barang serta melaksanakan kegiatan penyaluran barang pada satuan kerja. 3. Kepala unit Gudang peralatan kesehatan (Kaunit Gupalkes), bertugas menerima, menyimpan, merawat dan mengeluarkan alat kesehatan. 4. Kepala unit Gudang bahan jadi dan bahan baku, (Kaunit Guhanjabaku), bertugas menerima, menyimpan, merawat/ memelihara dan mengeluarkan barang obat jadi, bahan baku, embalage. 2.2.5.5 Kepala Bagian Pengujian dan Pengembangan (Kabag Ujibang) Bagian pengujian dan pengembangan (Ujibang) bertanggung jawab kepada Kalafiau dalam melaksanakan pengujian atas kualitas perbekalan kesehatan, melaksanakan penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan hasil produksi obat jadi dan menyelenggarakan pendidikan dan latihan. Bagian ujibang dipimpin oleh Kepala Bagian Ujibang yang bertanggung jawab kepada Kalafiau.

Universitas Sumatera Utara

Kabag Pengujian dan Pengembangan (Ujibang) dibantu oleh: 1. Kepala unit pengujian dan percobaan (Kaunit Uji Coba) yang bertugas melaksanakan pengujian sampling, melaksanakan In Process Control dalam setiap tahap produksi, pengujian terhadap kualitas obat jadi yang dihasilkan. 2. Kepala unit penelitian dan pengembangan (Kaunit Litbang) yang bertugas melaksanakan kegiatan seperti penelitian dan pengembangan formula-formula baru, membantu unit produksi untuk meneliti kerusakan hasil produksi. 3. Kepala unit pendidikan dan latihan (Kaunit Diklat) yang bertugas membuat perencanaan serta melaksanakan pendidikan dan latihan. 2.2.5.6 Bagian Penunjangan Bagian penunjangan adalah bertanggung jawab kepada Kalafiau. Dalam pelaksanaan tugasnya Bagian Penunjangan dibantu oleh: 1. Kepala unit penunjangan material (Kaunit Jangmat) bertugas mendukung kelancaran operasional produksi dan pembekalan serta pengujian dan pengembangan. 2. Kepala unit pemeliharaan fasilitas dan material (Kaunit Harfasmat) bertugas menyelenggarakan pemeliharaan terhadap fasilitas dalam rangka mendukung kelancaran operasional LAFIAU. 2.3 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Cara pembuatan obat yang baik (CPOB) merupakan pedoman untuk membuat obat sesuai dengan spesifikasi yang direncanakan sehingga mempunyai khasiat, keamanan dan mutu yang selalu sama dari bets ke bets. Oleh sebab itu, industri farmasi wajib menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian

Universitas Sumatera Utara

kegiatan pembuatan obat sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. No HK. 00.05.3.0027 tahun 2006 tentang Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Mutu obat tidak bisa diperoleh dari serangkaian pengujian tapi harus dibangun sejak awal. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang dipakai serta personalia. 2.3.1 Sistem Manajemen Mutu Sistem manajemen mutu merupakan aspek dalam CPOB yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang telah disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. Dalam ketentuan umum, ada beberapa landasan yang penting untuk diperhatikan, yaitu: a. Pengawasan menyeluruh pada proses pembuatan obat untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. b. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang digunakan dan personalia. c. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan pada suatu pengujian tertentu saja, melainkan semua obat hendaknya dibuat dalam kondisi terkendali dan terpadu dengan cermat. CPOB merupakan pedoman yang dibuat untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap tercapai.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Personalia Personalia dalam semua tingkatan harus memiliki pengetahuan,

keterampilan dan kemampuan sesuai tugasnya. Karyawan memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan sebagaimana mestinya. Karyawan mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan CPOB. Struktur organisasi harus sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan dan tidak saling bertanggung jawab terhadap yang lain. Masing-masing harus diberi wewenang penuh dan sarana yang cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Seluruh karyawan yang ikut serta langsung dalam kegiatan pembuatan obat harus dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya dan mampu melaksanakan prinsip-prinsip CPOB. 2.3.3 Bangunan dan Fasilitas Bangunan untuk produksi hendaklah memiliki ukuran, rancang bangun, konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Setiap sarana kerja hendaklah memadai sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan. Adapun syarat-syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah sebagai berikut: 1. Lokasi bangunan sebaiknya dipilih yang tidak ada resiko pencemaran lingkungan seperti pencemaran udara, tanah dan air.

Universitas Sumatera Utara

2. Gedung hendaklah dibangun dan dipelihara agar terlindung dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan air dari tanah serta masuk dan bersarangnya hewan. 3. Rancangan bangunan dan tata letak hendaklah dibuat sesuai dengan fungsi dan kegiatan yang dilakukan. 4. Untuk kegiatan-kegiatan seperti penerimaan bahan, karantina bahan masuk, penyimpanan bahan awal, penimbangan dan penyerahan, pengolahan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, karantina obat jadi selama menunggu pelulusan akhir, penyimpanan obat jadi, pengiriman barang, laboratorium dan pencucian peralatan diperlukan daerah tertentu. 5. Daerah pengolahan produk steril hendaklah dipisahkan dari daerah produksi lain serta dirancang dan dibangun secara khusus. 6. Permukaan bangunan dalam ruangan (dinding, lantai dan langit-langit) hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai di daerah pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan mudah dibersihkan. Dinding hendaklah juga kedap air dan memiliki permukaan yang mudah dibersihkan. Sudut-sudut di antara dinding, lantai dan langit-langit hendaklah berbentuk lengkungan. 7. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta ventilasi yang baik. Saluran terbuka sedapat mungkin dicegah tetapi bila diperlukan sebaiknya cukup dangkal untuk memudahkan pembersihan dan desinfeksi.

Universitas Sumatera Utara

8. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara serta pipa-pipa dan salurannya hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk. Berdasarkan kelompok kegiatan dan tingkat kebersihannya, maka bangunan industri farmasi terdiri atas: 1. White area (daerah putih), termasuk kelas I dan II. Untuk kelas I, jumlah partikel maksimum per meter kubik (m3) sebanyak 100 sedangkan untuk kelas II jumlah partikel maksimum per meter kubik (m3) sebanyak 10.000. Meliputi ruang steril, pengisian salep mata, pengisian injeksi, pengolahan aseptis dan pengisian bubuk steril. 2. Grey area (daerah abu-abu), termasuk kelas III dimana jumlah partikel maksimum per meter kubik (m3) adalah 100.000. Meliputi ruang pengolahan dan pengemasan non steril dan ruang pembuatan salep lain selain salep mata. 3. Black area (daerah hitam), termasuk kelas IV yang meliputi ruang ganti pakaian, ruang masuk, kantor penerimaan bahan awal, gudang bahan awal dan obat jadi, ruang generator, ruang makan, ruang istirahat dan toilet. 2.3.4 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk obat terjamin secara seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya.

Universitas Sumatera Utara

Rancang bangun dan konstruksi peralatan hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara, produk ruahan atau obat jadi tidak boleh bereaksi. 2. Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap obat. 3. Peralatan hendaknya dapat dibersihkan dengan mudah. 4. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat harus diperiksa ketelitiannya secara teratur. 5. Alat-alat harus dikalibrasi dan divalidasi untuk menjamin kelancaran kerja. 2.3.5 Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi semua sumber pencemaran produk seperti personalia, bangunan, peralatan, bahan awal serta wadahnya. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. 1. Personalia Seluruh karyawan hendaknya menjalani pemeriksaan kesehatan baik sebelum maupun setelah diterima sebagai karyawan selama bekerja. Higiene perorangan harus dilatih dan diterapkan pada semua karyawan yang berhubungan dalam proses produksi. Semua karyawan hendaknya

menghindari untuk bersentuhan langsung dengan bahan baku dan produk, sehingga diperlukan pakaian pengaman yang memadai dan sesuai dengan tugasnya.

Universitas Sumatera Utara

2. Bangunan dan fasilitas Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaknya dirancang dan dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik. Bangunan hendaknya dilengkapi fasilitas sanitasi yang memadai seperti toilet, loker, bak cuci, tempat penyimpan bahan pembersih, insektisida dan bahan fungisida. Hendaknya disusun pula prosedur tetap untuk melaksanakan sanitasi dengan jadwal yang teratur serta diuraikan dengan cukup rinci. 3. Peralatan Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan bagian luar maupun bagian dalam sesuai prosedur yang telah ditetapkan serta dijaga dan disimpan dalam kondisi bersih. Sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa lagi untuk memastikan bahwa seluruh produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi peralatan dan wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah dibuat serta ditaati. Prosedur ini dirancang dengan tepat agar pencemaran peralatan oleh bahan pembersih dan sanitasi dapat dicegah. 2.3.6 Produksi Produksi obat-obatan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan agar senantiasa diperoleh obat jadi yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam kegiatan produksi meliputi: 1. Bahan awal Bahan awal sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan hendaklah memenuhi spesifikasi yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama

Universitas Sumatera Utara

yang dinyatakan dalam spesifikasi. Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan hendaknya dicatat. 2. Validasi proses Semua proses produksi hendaklah divalidasi dengan tepat dan

dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan. Proses dan prosedur tersebut hendaklah secara rutin dievaluasi ulang untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tetap mampu memberikan hasil yang diinginkan. 3. Pencemaran Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat merugikan kesehatan atau mempengaruhi daya terapetik dan kualitas suatu produk tidak diperbolehkan. Perhatian khusus hendaklah diberikan pada masalah pencemaran silang, karena sekalipun sifat dan tingkatannya tidak berpengaruh langsung pada kesehatan, hal ini menunjukkan pelaksanaan pembuatan obat yang tidak sesuai CPOB. 4. Sistem penomoran bets atau lot Suatu sistem yang menjabarkan cara penomoran bets atau lot secara rinci diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan, atau obat jadi suatu bets atau lot dapat dikenali dengan nomor bets atau lot tertentu dan tidak digunakan secara berulang. 5. Penimbangan dan penyerahan Penimbangan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap.

Universitas Sumatera Utara

6. Pengembalian Semua bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang dikembalikan ke tempat penyimpanan hendaklah didokumentasikan dan dicek dengan baik. Bahan-bahan tersebut tidak boleh dikembalikan ke gudang kecuali bila tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. 7. Pengolahan Pemeriksaan awal pada pengolahan baik bahan, kondisi daerah pengolahan, peralatan dan wadah harus mengikuti prosedur tertulis yang telah ditetapkan guna mencegah terjadinya pencemaran silang dalam seluruh tahap pengolahan. 8. Produk steril Produk steril hendaklah dibuat dengan pengawasan khusus untuk menghilangkan pencemaran mikroba dan partikel lain. Untuk membuat produk steril diperlukan suatu ruangan terpisah yang selalu bebas debu dan dialiri udara yang melewati saringan bakteri. 9. Pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi obat jadi. Proses pengemasan hendaknya dilaksanakan di bawah pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang sudah dikemas. 10. Karantina obat jadi dan penyerahan ke gudang obat jadi Karantina obat jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat jadi diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan. 11. Pengawasan distribusi obat jadi

Universitas Sumatera Utara

Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin obat jadi yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu (First In First Out atau FIFO dan First Expired First Out atau FEFO). 12. Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi, disimpan rapi dan teratur untuk mencegah resiko tercampur atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. 2.3.7 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu adalah bagian dari cara pembuatan obat yang baik untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu ini penting dalam hal penetapan spesifikasi, pengambilan sampel dan pengujian beserta dokumentasi dan prosedur pelulusan yang menjamin bahwa pengujian yang diperlukan benar-benar dilaksanakan serta pelulusan bahan dan produk untuk dijual tidak akan diberikan sebelum mutunya dinilai memuaskan. Sistem pengawasan mutu dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan yang benar dengan mutu dan jumlah yang telah ditetapkan dan dibuat pada kondisi yang tepat dan mengikuti prosedur standar sehingga obat tersebut senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan untuk identitas, kadar, kemurnian, mutu dan keamanannya. Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa: 1. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan secara prosedur yang ditetapkan dan telah divalidasi sebelumnya antara lain melalui evaluasi dokumentasi produk terdahulu.

Universitas Sumatera Utara

2.

Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusi.

3.

Suatu bets memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang ditetapkan. Bagian pengawasan mutu ini memiliki wewenang khusus untuk memberikan

keputusan akhir meluluskan atau menolak atas mutu bahan baku atau produk obat ataupun hal lain yang mempengaruhi mutu obat. 2.3.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu Tujuan dari inspeksi diri adalah mengevaluasi apakah seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu selalu memenuhi CPOB. Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan. Sehingga dibentuk suatu tim yang cakap dan mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOB, melaksanakan inspeksi terhadap prosedur produksi dan pengawasan mutu secara menyeluruh. Prosedur pelaksanaan dan catatan mengenai inspeksi diri perlu didokumentasikan. Tim inspeksi diri ditunjuk oleh manajemen perusahaan, sekurangkurangnya tiga orang yang ahli di bidang pekerjaannya dan paham mengenai CPOB. Inspeksi diri hendaknya dilakukan oleh orang yang kompeten dari perusahaan dengan atau tanpa bantuan tenaga ahli dari luar. 2.3.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Penarikan kembali produk merupakan proses penarikan kembali obat dari semua mata rantai distribusi bila ditemukan adanya cacat kualitas dan yang

Universitas Sumatera Utara

berbahaya atau dilaporkan adanya reaksi merugikan yang membahayakan kesehatan pemakainya selama atau sesudah pendistribusian obat jadi tersebut. Penarikan kembali seluruh obat jadi dapat menyebabkan penghentian sementara atau penghentian tetap terhadap pembuatan suatu jenis obat yang bersangkutan. Prosedur penanganan obat kembalian hendaklah memperhatikan hal-hal berikut antara lain: identifikasi dan pencatatan mutu dari obat kembalian, dikarantina, dilakukan penelitian, pemeriksaan dan pengujian. Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan dan dibuat prosedur pemusnahan bahan atau produk yang ditolak yang mencakup pencegahan pencemaran lingkungan dan mencegah kemungkinan jatuhnya obat tersebut ke tangan orang yang tidak berwenang. Pelaksanaan penanganan terhadap obat kembalian dan tindak lanjut yang dilakukan hendaklah dicatat dan dilaporkan. Untuk tiap pemusnahan obat kembalian hendaklah dibuat berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana pemusnahan dan saksi. 2.3.10 Dokumentasi Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi prosedur, metode dan instruksi,

perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian pembuatan obat. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.

Universitas Sumatera Utara

Sistem dokumentasi harus menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap bets produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi juga digunakan dalam pemantauan dan pengendalian. 2.3.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Prinsip pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalah pahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). 2.3.12 Kualifikasi dan Validasi Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas yang digunakan dalam suatu proses akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten. Validasi merupakan tindakan pembuktian bahwa proses produksi dan pengemasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan dan konsisten. a. Validasi metoda analisa Membuktikan bahwa semua metoda analisa (cara/ prosedur pengujian) yang digunakan dalam pengujian maupun pengawasan mutu, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten (terus-menerus).

Universitas Sumatera Utara

b.

Validasi proses produksi Merupakan dokumen pembuktian bahwa proses produksi yang

dilakukan sesuai dengan dokumen proses pengolahan dan akan menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan secara terusmenerus. c. Validasi Pembersihan Bertujuan untuk memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan yang berlaku dan yang digunakan sudah tepat dan dapat dilakukan berulang-ulang serta cara pembersihan menghasilkan tingkat kebersihan yang telah ditetapkan. d. Validasi Proses Pengemasan Proses pengemasan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses produksi suatu sediaan farmasi sebelum didistribusikan. Validasi ini bertujuan untuk memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pengemasan yang digunakan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan secara terus-menerus dan meminimalkan terjadinya kesalahan tercampurnya antar produk maupun antar bets. 2.4 Pengolahan Limbah Limbah dari industri farmasi harus diolah sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan agar tidak mencemari lingkungan di sekitar industri tersebut. Limbah di industri berasal dari proses produksi yang dibedakan berdasarkan jenisnya yaitu pengolahan limbah cair dan limbah padat.

Universitas Sumatera Utara

You might also like