You are on page 1of 7

Tuberculosis (TB)

Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh, tujuan pengobatan TBC ialah memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Idealnya pengobatan dengan obat TBC dapat menghasilkan pemeriksaan sputum negatif baik pada uji dahak maupun biakan kuman dan hasil ini tetap negatif selamanya. Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

Obat

primer

INH

(isoniazid),

Rifampisin,

Etambutol,

Streptomisin,

Pirazinamid.

Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.

Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

Meskipun demikian, pengobatan TBC paru-paru hampir selalu menggunakan tiga obat yaitu INH, rifampisin dan pirazinamid pada bulan pertama selama tidak ada resistensi terhadap satu atau lebih obat TBC primer ini. Merawat Tuberculosis Seorang dengan tes kulit yang positif, X-ray dada yang normal, dan tidak ada gejala-gejala kemungkinan besar mempunyai hanya beberapa kuman-kuman TB dalam status tidak aktif dan tidak menular. Meskipun demikian, perawatan dengan antibiotik mungkin direkomendasikan untuk orang ini untuk mencegah TB kembali ke dalam infeksi yang aktif. Antibiotik yang digunakan untuk tujuan ini disebut isoniazid (INH). Jika diminum enam sampai 12 bulan, ia akan mencegah TB menjadi aktif dimasa depan. Nyatanya, jika seorang dengan tes kulit yang positif tidak meminum INH, ada risiko sepanjang hidup 5%-10% bahwa TB akan menjadi aktif. 1). Tujuan Terapi : Tujuan terapi jangka pendek : Mencegah berkembangnya kuman Mycobacterium tuberculosis. Merubah BTA (+) menjadi (-) secepat mungkin Mencegah kekambuhan Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi perbaikan daya tahan imonologis. Mencegah penularan kuman dari pasien yang dicurigai terinfeksi TBC. Tujuan terapi jangka panjang : Meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Meningkatkan kualitas hidup pasien . Mencegah terjadinya resistensi terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis. 2). Sasaran Terapi : Mengubah BTA (+) menjadi BTA (-) secepat mungkin dengan pengobatan kategori kedua. 3). Strategi Terapi :

Terapi Farmakologi : Tahap awal/intensif (2 bulan) : Isoniazid 250 mg/hari , Rifampicin 500 mg/hari, Pirazinamid 750

mg/hari, Etambutol 750 mg/hari, Streptomisin 750 mg/hari. Tahap Lanjutan (5 bulan diminum 3x Seminggu) : Isoniazid 750 mg, Rifampicin 500 mg,

Pirazinamid 2500 mg. Terapi Non Farmakologi : Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi). Memperbanyak istirahat (bedrest). Diet sehat, dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan vitamin A untuk membentuk jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem imun. Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal. Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara yang baru. Berolahraga, seperti jalan santai di pagi hari.

4). Analisis Kerasionalan Terapi (4T 1W) Analisis rasionalitas terapi dilakukan dengan melakukan analisis obat-obat yang digunakan dengan lima kategori yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan waspada terhadap efek samping obat (4T 1W). Berikut ini adalah uraian analisis rasionalitas obat yang digunakan : Tepat Indikasi Nama Obat Indikasi Mekanisme Aksi Keterangan

Isoniazid

Untuk terapi semua bentuk Menghambat sintesis asam tuberculosis aktif, disebabkan mikolat, komponen terpenting kuman yang peka dan untuk pada dinding sel bakteri. profilaksis orang beresiko tinggi mendapatkan infeksi. Untuk obat anti tuberculosis yang dikombinasikan dengan antituberkulosis lain untuk terapi awal dan ulang Menghambat aktivitas polymerase RNA yang tergantung DNA pada sel-sel yang rentan.

Tepat indikasi

Rifampisin

Tepat indikasi

Vitamin B6

neuromuskuler, paralisis Di dalam hati B6 dengan bantuan ko-factor riboflavin agitantia, neurasthenia. dan magnesium diubah menjadi zat aktifnya (piridoksal-5-fosfat (P5P)), zat tersebut berperan penting sebagai ko-enzim pada metabolism protein dan asamasam amino, antara lain pengubahan triptopan melalui okstriptan menjadi serotonin

Tepat Indikasi

Tepat Obat

Nama obat Isoniazid

Alasan sebagai drug of choice Derivat asam isonikotinat yang berkhasiat tuberkulostatis paling kuat terhadap Mycobacterium tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat. Untuk obat anti tuberculosis yang dikombinasikan dengan anti tuberkulosis lain untuk terapi awal dan lanjutan. Maka sangat penting untuk membasmi semua basil guna mencegah kambuhnya TBC. untuk menghindari neuritis perifer yang diakibatkan oleh efek samping INH.

Keterangan

Tepat Obat

Rifampisin

Tepat Obat

Vitamin B6

Tepat Obat

Tepat Pasien Nama Obat Isoniazid Rifampisin Vitamin B6 Kontra Indikasi Penyakit hati yang aktif, hipesensitifitas terhadap isoniazid . Hipersensitifitas, neuritis optik, kerusakan hati, ikterus. Pasien dengan sejarah sensivitas pada vitamin, hipersensivitas terhadap piridoksin, atau komponen lain dalam formulasi. Keterangan Tepat Pasien Tepat Pasien Tepat Pasien

Tepat Dosis Nama Obat Dosis Standar Dosis yang Diberikan Keterangan

Isoniazid

300 mg 1x sehari, atau 900 Tahap awal : 250 mg/hari di minum malam hari. Selama 2 mg bulan. 3x seminggu Tahap Lanjutan : Isoniazid 750 mg 3 x seminggu. Selama 5 bulan. 600 mg 1x sehari, atau 600 Tahap awal : 500 mg/hari di minum malam hari. Selama 2 mg bulan. 3x seminggu Tahap lanjutan : 500 mg 3 x seminggu. Selama 5 bulan. 10-100 mg /hari 100 mg sehari

Tepat Dosis

Rifampisin

Tepat Dosis

Vitamin B6

Tepat Dosis

Waspada Efek Samping Obat Nama Obat Isoniazid Efek Samping Obat Saran

Kerusakan hati, neuritis perifer, gatal-gatal, Menambahkan vitamin B6 untuk ikterus, gangguan penglihantan, letih, menghindari neuritis perifer. anoreksia

Rifampisin

Ikterus, kerusakan hati, gangguan saluran Jika mual atau muntah maka dapat cerna, mual, muntah, sakit ulu hati, kejang diatasi dengan penggunaan obat perut, diare, gangguan SSP, dan reaksi pada malam hari sebelum tidur. hipersensitifitas Jika urine berwarna merah berikan info kepada pasien bahwa efek itu hanya karena warna tablet rifampisin. Dan tidak perlu diobati. Gangguan lambung dan usus, alergi Konsultasikan ke dokter.

Vitamin B6

Monitoring dan Rencana Tindak Lanjut No. 1. Monitoring Rencana Tindak Lanjut

Monitoring terhadap hasil pemeriksaanBila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru dengan BTA positif, hasil sputum atau pemeriksaan BTA. pemeriksaan sputumnya masih menunjukkan BTA positif maka diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan. Jika pemeriksaan BTA setelah melaksanakan fase intensif menunjukkan hasil BTA (-) maka pengobatan dilanjutkan selama 5 bulan (fase lanjutan). Melakukan pemeriksaan SGOT, SGPT setiap 1 bulan sekali. Pasien kurkuma. dianjurkan untuk mengkonsumsi

2.

Monitoring fungsi hati

3.

Monitoring fungsi paru

Melakukan foto thoraks untuk mengetahui apakah masih ada infiltrat dan kavitas di lobus paru.

Mengambil isoniazid dapat menjadi kontraindikasi selama kehamilan atau untuk mereka yang menderita dari alkoholisme atau penyakit hati. Juga, isoniazid dapat mempunyai efek-efek sampingan. Efekefek sampingan ini terjadi secara jarang, namun rash (ruam kulit) dapat berkembang, dan individu dapat merasa lelah atau mudah marah. Kerusakan hati dari isoniazid adalah peristiwa yang jarang dan secara khas berbalik sekali obat dihentikan. Sangat jarang, bagaimanapun, terutama pada kaum tua, kerusakan hati (INH hepatitis) dapat bahkan menjadi fatal. Adalah penting oleh karenanya, bagi dokter untuk memonitor hati pasien dengan memerintahkan tes-tes darah yang disebut tes-tes fungsi darah secara periodik selama perjalanan dari terapi INH. Efek sampingan lain dari INH adalah sensasi yang berkurang pada anggotaanggota tubuh yang dirujuk sebagai peripheral neuropathy. Ini dapat dihindari dengan memakan vitamin B6 (pyridoxine), dan ini seringkali diresepkan bersama dengan INH. Isoniazid

Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid (membunuh bakteri). Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam nukleat,dan glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium. Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak diperoleh dalam waktu 12 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mengalami asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma. Namun, perbedaan ini tidak berpengaruh pada efektivitas dan atau toksisitas isoniazid bila obat ini diberikan setiap hari. INH menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. Di hati, INH terutama mengalami asetilasi, dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik. INH dapat menimbulkan ikterus dan kerusakan hati yang fatal akibat terjadinya nekrosis multilobular. Penderita yang mendapat INH hendaknya selalu diamati dan dinilai kemungkinan adanya gejala hepatitis, kalau perlu dilakukan pemeriksaan SGOT. Efek nonterapi INH dapat dicegah dengan pemberian piridoksin dan pengawasan yang cermat. Untuk tujuan terapi, INH harus diberikan dengan obat lain. Untuk pencegahan, dapat diberikan tunggal. Pemeriksaan kadar SGOT dan SGPT dalam darah berfungsi sebagai indikator berbagai penyakit. Pada intinya, enzim-enzim tersebut (oksaloasetat dan piruvat transaminase) sulit masuk ke jaringan, sehingga tertimbun di dalam peredaran darah. Ikterus terjadi akibat paduan terapi berbagai obat TB primer. INH mempunyai efek samping ikterus. Rifampicin dapat menimbulkan ikterus apabila dikombinasikan dengan INH yang bersifat agak hepatotoksis, walaupun jarang terjadi. Sedangkan etambutol mempunyai efek nonterapi yang diperkuat oleh INH dan piridoksin. Pirazinamid dapat menimbulkan gangguan hati. Secara umum, semua obat TB primer efektif dalam mengahambat bakteri TB, namun bersifat hepatotoksis. Efek samping Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran pencernaan lain, neuritis perifer (paling sering terjadi dengan dosis 5mg/kgBB/hari), neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam, ruam, ikterus, diskrasia darah, psikosis, kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, penyakit pellara, hiperglikemia, asidosis metabolik, ginekomastia, gejala reumatik, gejala mirip Systemic Lupus Erythematosus. Resistensi Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC dilakukan dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah terjadi resistensi. Disamping itu,

resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan pasien dalam meminum obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 69 bulan sehingga pasien banyak yang tidak patuh minum obatselama menjalani terapi. Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia dan yang paling sering neuritis perifer sehingga dianjurkan juga untuk mengkonsumsi vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6), juga untuk mengurangi insidensi terjadinya neuritis perifer. Sediaan dan posologi Isoniazid terdapat dalam bentuk tablet 50,100,300 dan 400 mg serta sirup 10mg/mL. Dalam tablet kadang-kadang telah ditambahkan vit B6. biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan 10 mg/kgB, maksimumnya 600 mg/hari. Anak dibawah 4 tahun dosisnya 10 mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan secara intermiten 2 kali seminggu dengan dosis 5 mg/kgBB/hari. Piridoksin diberikan dengan dosis 10 mg/hari Rifampisin Rifampicin aktif terhadap sel yang bertumbuh. Kerjanya menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikobakteria dan mikroorganisme lain. Rifampicin jarang menimbulkan efek nonterapi, namun pada penderita penyakit hati kronik, alkoholisme, dan usia lanjut insidensi ikterus bertambah. Rifampicin tampaknya meningkatkan hepatotoksisitas INH terutama pada asetilator lambat. Efek sampingnya yang terpenting tetapi tidak sering terjadi adalah penyakit kuning (icterus), terutama bila dikombinasikan dengan INH yang juga agak toksis bagi hati. Pada penggunaan lama, dianjurkan untuk memantau fungsi hati secara periodik. Obat ini agak sering juga menyebabkan gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, sakit ulu hati, kejang perut dan diare, begitu pula gejala gangguan SSP dan reaksi hipersensitasi Rifampisin adalah derivat semi-sintetik rifamisin B yaitu salah satu anggota kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut rifamisin. kelompok zat ini dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei. obat ini merupakan ion zwitter, larut dalam pelarut organik dan air yang pH-nya asam. Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh. Kerjanya menghambat DNAdependent RNA polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis RNA. inti RNA polymerase dari berbagai sel eukariotik tidak mengikat rifampisin dan sintesis RNAnya tidak dipengaruhi. Rifampisin dapat menghambat sintesis RNA mitokondria mamalia tetapi diperlukan kadar yang lebih tinggi dari kadar untuk penghambatan pada kuman. Pemberian rifampisin per oral menghasilkan kadar puncak dalam plasma setelah 2-4 jam. setelah diserap dari saluran cerna obat ini cepat dieksresi melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi entero

hepatik. Penyerapannya dihambat oleh adanya makanan, sehingga dalam waktu 6 jam hampir semua obat yang berada dalam empedu berbentuk deasetil rifampisin, yang mempunyai aktivitas antibakteri penuh. Efek samping Rifampisin jarang menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Yang paling sering ialah ruam kulit, demam, mual dan muntah. Pada pemberian berselang dengan dosis lebih besar sering terjadi Flu Like Syndrom, Nefritis Intertitial, Nekrosis Tubular Akut, dan Trombositopenia. Yang menjadi masalah ialah ikterus. Ada 16 kematian dari 500.000 pasien yang diobati yang dihubungkan dengan reaksi ini. Hepatitis jarang terjadi pada pasien dengan fungsi hepar normal. Pada pasien penyakit hati kronik, alkoholisme, dan usia lanjut, insidensi ikterus bertambah. Pemberian rifampisin intermiten (kurang dari 2x seminggu) dihubungkan dengan timbulnya sindrom hepatorenal. SGOT dan aktivitas fosfatase alkali yang meningkat akan menurun kembali bila pengobatan di hentikan. Sediaan dan posologi Rifampisin di Indonesia terdapat dalam kapsul 150 mg dan 300 mg. Selain itu terdapat pula tablet 450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5 mL rifampisin. obat ini biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 400 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-anak dosisnya 10-20 mg/kgB/hari dengan dosisi maksimum 600 mg/hari

Pustaka Ananda. 2010. Tuberculosis. Available online at: http://www.totalkesehatananda.com/tuberculosis5.html Betty Putri Pendawi . 2010. TBC. Available http://bettyputriipendawii.blogspot.com/2011/01/tbc.html Medica. 2009. OBAT TBC. Available online at: http://medicastore.com/tbc/obat_tbc.htm online at:

Nayla. 2010. Obat TBC. Available online at: http://naylat3.wordpress.com/2010/05/10/obat-tbc/ Samrohtullah. 2009. Metabolisme Obat TB. Available online at:

http://sampahtutorial.blogspot.com/2009/07/metabolisme-obat-tb.html

You might also like