You are on page 1of 4

Masalah-Masalah Perpajakan Seputar Penggabungan Usaha (Merger) Oleh: Nany Ariany, SE

17FEB20108 Komentar
by natanedan in Jurnal pajak & akuntansi Kaitkata:merger

Penggabungan Usaha (Business

combination ) adalah penyatuan dua atau

lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan (uniting with ) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas aktiva dan operasi perusahaan lain. (PSAK No.22) Penggabungan usaha dalam UU perpajakan sering diasosiasikan dengan reorganisasi yang dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Akuisisi (Mencaplok perusahaan lain atau sinergi) 1. Merger : PT A dan PT B menggabungkan perusahaannya, salah satunya dilikuidasi dan salah satunya bertahan 2. Konsolidasi: PT A dan PT B menggabungkan perusahaannya, kedunya dilikuidasi dan muncul perusahaan baru misalnya PT C 3. Akuisisi: PT A dan PT B menggabungkan perusahaannya, tidak ada yang dilikuidasi 2. Divisi (Berkembang): satu perusahaan membagi asset menjadi dua atau lebih (contoh: split off, split out, spin off ) Konsuekensi perpajakan reorganisasi ini adalah antara lain perpindahan aktiva yang terkait dengan transfer tax (PPN, BPHTB) dan keuntungan dari perpindahan aktiva tersebut yang terkait dengan pajak penghasilan. Penggabungan usaha menurut PSAK No. 22, dibedakan menjadi dua: 1. Akuisisi (Acquisiton) adalah suatu penggabungan usaha di mana salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi (acquirer ) memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi (acquiree), dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban, atau mengeluarkan saham. 2. Penyatuan Kepemilikan (Uniting of interest/Pooling of Interest)adalah suatu penggabungan usaha dimana para pemegang saham perusahaan yang bergabung bersama-sama menyatukan kendali atas seluruh, atau secara efektif seluruh aktiva neto dan operasi perusahaan yang bergabung tersebut dan selanjutnya memikul bersama segala resiko dan manfaat yang melekat pada entitas gabungan, sehingga tidak ada pihak yang dapat diidentifikasi sebagai perusahaan pengakuisisi (acquirer).

Menurut PSAK no. 22, terdapat dua metode pencatatan akuntansi dalam transaksi penggabungan usaha: 1. Metode Purchase (Nilai Pasar) digunakan untuk penggabungan usaha melalui akuisisi 1. Pada Metode ini aktiva bersih dibukukan sesuai biaya perolehan ( cost of investment) yaitu sejumlah kas atau harga pasar aktiva lain yang dikeluarkan untuk membeli perusahaan. 2. Nilai aktiva diadjust sesuai harga pasar (fair value) dan menjadi dasar pengenaan depresiasi dan amortisasi yang baru bagi perusahaan setelah akuisisi. 3. Goodwill diakui sebagai selisih biaya perolehan (cost of investment ) dengan harga pasar (fair value) aktiva perusahaan yang diakuisisi. Nantinya akan diamortisasi oleh perusahaan setelah akuisisi. 2. Metode Pooling of Interest (Nilai Buku) digunakan untuk penggabungan usaha melalui akuisisi penyatuan kepemilikan 1. Pada metode ini aktiva bersih dibukukan sesuai nilai buku (book value), tidak terdapat goodwill dan kenaikan nilai aktiva. 2. selisih biaya perolehan (cost of investment ) dengan nilai buku (book value) aktiva perusahaan Melihat dari metode pembukuannya, sepintas bagi perusahaan, merger dengan nilai buku akan lebih menguntungkan karena dapat terhindar dari PPh atas laba selisih kenaikan aktiva (objek pajak UU PPh pasal 4 ayat 1d-3). Namun merger nilai pasar akan memberi keuntungan laba kena pajak yang lebih minim di masa depan karena adanya amortisasi goodwill (UU PPh pasal 11A ayat 1) dan depresiasi yang lebih besar dari kenaikan nilai aktiva. Peraturan pajak yang terkait dengan Penggabungan Usaha di Indonesia antara lain adalah: 1. Peraturan Menteri Keuangan 43/PMK.03/2008 (tidak boleh kompensasi kerugian utk merger dgn nilai buku) 1. Wajib Pajak yang boleh menggunakan nilai buku adalah i. mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha; ii. melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan iii. memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test). 2. Wajib Pajak yang melakukan Merger dengan menggunakan nilai buku tidak boleh mengkompensasikan kerugian/sisa kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan diri/Wajib Pajak yang dilebur.

2. Peraturan Menteri Keuangan 91/PMK.03/2006 (pengurangan 50% BPHTM bagi Wajib Pajak yang menggunakan nilai buku) 3. Peraturan Pemerintah 24 TAHUN 2002 (PPN terutang setelah hasil RUPS sesuai yang tertuang dalam perjanjian merger) 4. Peraturan Menteri Keuangan 79/PMK.03/2008 (PPh final 10% atas revaluasi aktiva utk merger dgn nilai pasar) Masalah-masalah perpajakan seputar merger di Indonesia antara lain sebagai berikut: A. Potensi Penghindaran Pajak Yang Tinggi Banyak yang menggunakan merger untuk menggabungkan kerugian dan kompensasi kerugian dari perusahaan lain untuk meminimalkan beban pajak. Pada saat PMK No 469 tahun 1998 masih berlaku, terdapat peraturan tidak boleh mengalihkan kerugian kecuali terdapat revaluasi aktiva dari surviving company(perusahaan yang tidak dilkuidasi saat merger) dan surviving company tersebut harus tetap aktif 2 tahun. Hal ini dimanfaatkan oleh para penghindar pajak dengan cara membuat PT yang rugi besar-besaran sebagai surviving company . B. Beban Pajak yang berlebihan membuat Disinsentif untuk Merger PPN dan BPHTB sangat memberatkan terutama bila nilai aset dari perusahaan yang merger cukup signifikan. Hal ini lebih memberatkan lagi perusahaan yang memakai metode nilai pasar karena terkena lagi serta PPh final 10% atas kenaikan nilai aktiva. C. Peraturan Perpajakan yang Overprotektif menimbulkan Ketidakadilan Akibat banyaknya kasus penghindaran pajak di masa lalu, peraturan pajak dibuat sangat overprotektif terhadap merger. Larangan kompensasi kerugian untuk merger dengan nilai buku membuat banyak bank-bank dengan nilai CAR (capital adequacy ratio ) tidak dapat merger. Padahal bank-bank tersebut rugi besar dan terancam dilikuidasi namun tidak dapat mengkompensasikan kerugiannya padahal perusahaan dalam situasi normal saja dapat mengkompensasikan kerugian. Hal ini menimbulkan ketidakadilan antara sesama Wajib Pajak. Untuk menyeimbangkan antara insentif ekonomi, asas keadilan dan usaha pencegahan penghindaran pajak, beberapa negara menyatakan hal yang sama seperti PSAK no. 22, yaitu persyaratan khusus untuk merger dengan nilai buku

(bebas pajak) dan nilai pasar (tidak bebas pajak). Di Amerika serikat, persyaratan untuk nilai buku adalah sebagai berikut: 1. Continuity of shareholder interest (COS) minimal 80% Bila struktur kepemilikan perusahaan tidak berubah maka dianggap tidak ada perubahan kontrol atas perusahaa. Kedua pemilik perusahaan yang bergabung memiliki resiko yang sama seperti sebelum merger sehingga sesuai dengan konsep uniting of interest PSAK No. 22

2. Continuity of shareholder asset/business enterprise (COBE)


Hal ini untuk menghindari penghindaran pajak, adalah aneh bila PT X yang bergerak di bidang A merger dengan PT Y di bidang B yang tidak berhubungan dengan kegiatan bisnis PT X.

3. Good business purpose


Dalam hal ini, pihak fiskus mengetes tujuan dari merger. Diperbolehkan kompensasi kerugian selama tidak ada indikasi penghindaran pajak. Sumber:

PSAK No. 22 tentang penggabungan usaha Peraturan Perpajakan ortax.org Taxation of Corporate reorganization Darussalam, SE, Ak, Msi, LLM

You might also like