You are on page 1of 14

CONTEMPORARY PSYCHOANALYTIC THEORY: ERIK ERIKSON AND OTHERS

TEORI PSIKOANALISI KONTEMPORER: ERIK ERIKSON DAN AHLI LAIN Bab ini terfokus pada beberapa perubahan sebagaimana yang telah dibahas pada teori Freud tentang kepribadian sejak Freud meninggal pada tahun 1939. Freud sendiri sering memodifikasi dan memperluas teorinya, dan keaslian dari banyaknya perubahan dalam psikoanalisis, baik yang dibuat oleh Freud maupun oleh ahli lain.Sampai tahun 1920 Freud mengabaikan ego, dia memfokuskan pada kekuatan dalam mengeksplorasi alam bawah sadar. Kemudian pada tahun 1921 dalam bukunya yang berjudul Group Psychology and the Analysis of the Ego (Freud, 1921), dan dua tahun kemudian dalam The Ego and the Id (Freud, 1923), dia mulai mencurahkan segala perhatiannya pada teori tentang ego dan struktur kepribadian. Pada buku terakhirnya dia mempresentasikan sejumlah definisi tentang sistem interaksi dari kepribadian id, ego, dan superego yang merupakan sumbangan pada perspekstif baru dalam struktur dan fungsi jiwa. Ego dijelaskan bersifat tunduk pada perilaku-perilaku dari id dan superego, tetapi ia juga percaya dengan banyak fungsi lain yang penting, seperti misalnya pengujian realitas dan kontrol penggerak perilaku. Dengan demikian pandangan Freud sebelumnya kontradiksi bahwa ego merupakan yang terlemah dari tiga agen mental tersebut. Setelah anak perempuannya, Anna Freud (1946) mengesahkan petunjuk segar dalam pemikiran Freud, studi tentang ego menjadi upaya baru yang mendapat hak, dan ahli psikoanalisis lain mulai merasa mendapat kebebasan mengeksplorasi ego. Bab ini terfokus pada kontribusi Erik Erikson yang mempresentasikan teori fungsi ego, perluasan dan perpanjangan tentang konsep-konsep psikoanalisis klasik. Bagi Erikson, pendekatan ego merupakan mode yang kreatif, diadaptasikan pada keadaan sekitar atau menemukan cara-cara untuk mengubah keadaan sekitarnya. Beberapa tokoh yang telah memberikan kontribusi substansial pada psikologi ego baru misalnya Anna Freud, Heinz Hartmann, dan Robert White. Anna Freud telah membuka pintu pada pola pikir barunya, tetapi dia meneruskan keyakinannya bahwa psikoanalisis harus menyelidiki tiga sistem kepribadian secara bersama-sama. Heinz Hartmann (1958, 1964) sungguh-sungguh telah meluncurkan teori ego baru. Hartmann menegaskan fungsi adaptif ego-dimana Freud telah menyarankan dalam

konsepnya tentang pengujian realitas dan menunjukkan bagaimana pertahanan ego dapat menyehatkan seperti juga tujuan-tujuan maladaptif. Seorang ahli psikologi dari Harvard, Robert White telah mengembangkan ide tentang pengaruh motivasi, suatu dorongan atau sumber motif yang mengarahkan manusia untuk mengembangkan kecakapannya dan lingkungannya. PSIKOANALISIS TRADISIONAL DAN PSIKOLOGI EGO Inovasi utama dari psikologi ego yaitu telah menyatukan pengaruh-pengaruh lingkungan eksternal ke dalam teori. Hal ini menjelaskan bahwa hasil pengembangan dan fungsi ego tidak hanya berasal dari proses internal, tetapi juga berasal dari peristiwa-peristiwa eksternal. Seperti pengalaman sebelumnya dengan mengurus orang (yang diistilahkan dalam psikologi ego dengan istilah objek) berpengaruh pada kecakapan anak berikutnya menjadi mandiri dan pada interaksi yang nyaman dengan orang lain. Relasi objek adalah istilah yang diberikan pada hubungan dengan orang lain. Psikologi Ego membantu psikoanalisis menjadi lebih interpersonal dan sosial daripada formula sebelumnya yang menegaskan bahwa inner processes telah diizinkan. Teori psikologi ego kadang-kadang juga merujuk pada teori relasi objek, memperluas cakrawala dari teori psikoanalisis dengan usulan bahwa penghargaan dan pemeliharaan interaksi dengan orang dewasa seperti frustrasi dan penghilangan yang dapat berpengaruh pada anak dan gaya pada masa depannya dari interaksi dengan orang lain, diantara masa remaja dan masa dewasa awal. Teori-teori ini tidak menolak peranan id dan superego. Sebenarnya dengan memberi tekanan pada ego, mereka membawanya lebih kepada keseimbangan dengan struktur kepribadian yang lain. A. ANNA FREUD: EGO SEBAGAI PARTNER Diantara kontribusi penting dari Anna Freud pada psikologi ego adalah usahanya yang mengintegrasikan penemuan baru dan teori dalam psikologi anak pada terapi psikoanalisis anak. Dia mempelajari anak-anak sekolah perawat dan juga anak-anak yang sedang dalam terapi psikoanalisis pada Klinik Hamstead miliknya. Tulisan-tulisan Anna Freud memberikan pengaruh yang kuat pada terapi psikoanalisis anak, pada pendidikan anak, dan pada teknik memandirikan anak (child rearing). Dua kontribusi penting pada teori kepribadian Anna Freud: pendekatannya pada pemahaman perkembangan anak dan perluasannya dari

mekanisme pertahanan diri. Anna Freud yakin bahwa perkembangan anak akan menjadi bahan pertimbangan dalam konteks yang lebih luas dan bahwa penyelidikannya tidak terbatas pada gejala sebagaimana aspek seksual dan perilaku agresif. Anna Freud telah memberikan kontribusi pada deskripsi mekanisme pertahanan diri yang dikembangkan Sigmund Freud sebagai konseptor aslinya. Berbeda dengan Sigmund Freud, Anna Freud (1946) menyusun 10 mekanisme pertahanan diri: regresi, represi, formasi reaksi, isolasi, undoing/ kehancuran, proyeksi, introyeksi, turning against the self (melawan diri sendiri), reversal (pemutarbalikan fakta), dan sublimasi atau pengalihan (displacement). Anna Freud juga telah memberikan kontribusi yang signifikan pada teori tentang bagaimana perkembangan pertahanan diri itu. B. HEINZ HARTMANN: OTONOMI EGO Heinz Hartmann memiliki pengetahuan yang luas sebagai bapak psikologi ego. Mengikuti pernyataan Freud (1937) bahwa id dan ego merupakan keaslian. Hartmann memiliki anggapan dasar bahwa diantara id dan ego ada yang dimunculkan lebih dahulu, tidak berdasarkan perbedaan fase. Ego menurut Hartmann tidak hanya dimotivasi oleh tujuan-tujuan instingtif (seksual dan agresif sebagaimana konsep Freud); menurut Hartmann realitas luar juga menjadi faktor penentu dalam fungsi ego. Ego bersifat otonom dan mencari aktivitas untuk menyesuaikan diri dengan dunia sekitarnya. Ego tidak selalu dalam keadaan konflik dengan id dan superego; ego beroperasi sering dalam suasana bebas konflik yang mengikuti setiap proses sebagai kegiatan merasa, mengingat, berpikir, dan memecahkan masalah dalam penyesuaian dirinya pada situasi atau lainnya. Ego bagi Hartmann lebih responsif pada realitas atau dunia luar dan difungsikan secara independen dari id. C. ROBERT W. WHITE: KEBUTUHAN EGO UNTUK KOMPETENSI Tulisan-tulisan Robert White dikembangkan pada teori psikoanalisis dari id dan mendorongnya menolak gagasan bahwa satu-satunya motivasi berperilaku adalah dorongan untuk menurunkan dan pencapaian kepuasan biologis. Menurut White (1959) otot dan otak, mata, dan organ sensori lainnya haruslah diaktifkan untuk dapat tumbuh dan sehat, dengan demikian kehidupan manusia mencari stimulus; mereka tidak pasif bahkan berjuang keras untuk bisa mengurangi dorongan-dorongan. Sebagai contoh dari dorongan manusia pada stimulus, White menggambarkan permainan bayi dan anak kecil (toddler), pembatasan

suatu motif baru bahwa dia menyebutnya motif pengaruh (effectance motivation), Effectance merujuk pada kecenderungan aktif untuk berusaha mempengaruhi lingkungan (1963). Ketika usaha-usaha ini berhasil, individu akan merasa kompeten. Kompetensi merupakan salah satu konsep yang penting dalam teori White (1959) adalah suatu kecakapan (ability) dari individu untuk melakukan perjanjian dengan lingkungan, baik yang hidup maupun yang tidak, dengan cara yang sukses, membantu individu untuk tumbuh, matang dan survive dalam hidup. Pendekatan White pada ego dan pengembangan konsep egonya membawa dirinya untuk merevisi tahapan psikoseksual dari perkembangan kepribadian (White, 1960). Motif dan dorongan-dorongan tidak semata-mata kebutuhan biologis yang meliputi setiap tahapan, tetapi faktor-faktor lain juga mempengaruhi perkembangan kepribadian. Pada tahap phallic misalnya, White menegaskan bahwa bukan hanya konsep Freud tentang Oedipus Complex, tetapi anak-anak mengembangkan kompetensinya dengan menggunakan imaginasi dan fantasi. Kompetensi ini diasosiasikan dengan perkembangan bahasa, keterampilan berkomunikasi, dan pengalaman anakanak menambah wawasan. D. ERIK H. ERIKSON Erikson, sebagaimana Anna Freud, Hartmann, White dan ahli analisis ego kontemporer lainnya yang lebih terfokus dengan ego daripada dengan id dan superego. Erikson melihat ego sebagai perwujudan kapasitas manusia untuk mempersatukan pengalaman dan tindakannya dalam beradaptasi (1963), dan dia membuat ego sebagai nakhoda daripada dua sistem lainnya. Erikson menerima dinamika seksual-biologis sebagaimana anggapan dasar dari Freud. Satu kontribusi utama dari Erikson bagaimanapun telah ditegaskan pentingnya interaksi individual dengan lingkungan sosial dalam bentuk kepribadian; ego merupakan akar dalam organisasi sosial. E. EGO KREATIF Bangunan dan perluasan pekerjaan Sigmund Freud, Anna Freud, dan Heinz Hartmann, Erikson menggambarkan bahwa ego memiliki kreativitas yang berkualitas. Ego tidak hanya berusaha untuk beradapatasi dengan lingkungan, tetapi juga menemukan solusi kreatif setiap menemukan masalah baru yang menimpanya. Kontribusi terbesar dari Erikson adalah argumennya yang

menyatakan bahwa sifat alamiah ego ditentukan tidak hanya oleh kekuatankekuatan yang berasal dari dalam (inner forces), tetapi pengaruh sosial dan budaya. Penelitian Erikson dilakukan pada budaya Indian Amerika dengan observasinya tentang budaya-budaya lain pada orang-orang Eropa dan India. Banyak dari kualitas ego sebagaimana yang akan kita lihat muncul pada setiap tahap perkembangan yang mencerminkan adanya pengaruh faktor-faktor sosial dan budaya. Walaupun Erikson yakin bahwa kualitas-kualitas itu merupakan kepercayaan dasar dan inisiatif yang ada dalam format yang masih belum sempurna pada tahap sebelumnya, dia mempertahankan bahwa kepercayaan dasar dan inisiatif berkembang dan menjadi matang hanya melalui pengalaman dengan lingkungan sosial.. F. PERKEMBANGAN TEORI PSIKOSOSIAL Dalam konsep teori delapan tahap perkembangan, Erikson kembali pada embriologi (suatu cabang biologi tentang perkembangan organisme dari masa konsepsi sampai kelahiran) karena prinsip epigenesis. Menurut prinsip ini kehidupan organisme berkembang sebagai suatu kelahiran yang tidak dapat dibedakan pada permulaannya bagaimanapun juga hal itu diprogramkan untuk mengembangkan seluruh bagian organisme yang tersusun. Erikson memasukkan aspek pertumbuhan dan perubahan psikoseksual dan psikososial ke dalam skema perkembangannya. Komponen psikoseksualnya didasarkan pada model tahap perkembangan Freud tetapi berbeda dalam beberapa hal. Misalnya, Erikson menempatkan tekanan yang kuat pada masa pubertas dan remaja yang dalam skemanya terdahulu fase genital pada masa dewasa awal. Erikson lebih tertarik pada perkembangan komponen psikososial. Kualitas-kualitas ego tidak dicapai sekaligus, tetapi diperolehnya dengan selalu dengan cara keberhasilan dalam mengatasi tantangan. Apa yang anak-anak capai pada tahap membandingkan antara pilihan positif dan negatif, jika cenderung positif, kami akan membantunya untuk menemui krisis berikutnya dengan perubahan yang lebih baik untuk mengembangkan diri secara total (Erikson 1959). Erikson sendiri cenderung menghindari periodisasi usia secara khusus, karena dia terfokus seandainya skema perkembangan yang diberikannya tidak fleksibel. Dicatat juga bahwa Erikson memberikan tanda kutip pada istilah latency yang mengindikasikan bahwa dia mempertimbangkan hal ini seperti ekspresi tulisan untuk apa yang digambarkannya sebagai menunda

kematangan seksual. Ditambahkan pula oleh Erikson bahwa tahap pubertas secara terpisah dari tahap genital yang pertama kali digambarkan oleh Freud. 1. PERCAYA VS TIDAK PERCAYA Pada tahun pertama kehidupan, seorang bayi menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk makan, buang kotoran, dan tidur. Hal ini merupakan kecakapan untuk melakukan segala sesuatu dalam kedamaian dan rileks yang memberikan signal yang muncul dari kualitas ego pertama, memiliki kepercayaan dasar. Sang bayi juga belajar bahwa walaupun ibunya pergi, tetapi dia yakin bahwa ibunya akan kembali. Bayi mulai cakap untuk mempercayai dirinya dan menghubungkan kepercayaan dirinya dengan realitas, sebagai suatu perasaan identitas ego yang bersifat elementer. Dalam lingkungan yang paling baik, Erikson (1968) mengatakan bahwa sedikit demi sedikit tetapi pasti pemisahan ibu dengan bayi merupakan perkenalan suatu hal yang suram tapi kenangan indah untuk surga yang hilang. Perasaan ini bagaimanapun juga merupakan bentuk dasar dari dasar adanya ketidakpercayaan (basic mistrust) dan juga berkembang selama tahap ini. Hubungan yang sehat dengan ibu menggabungkan kepekaan dari kebutuhan individual sang bayi dan menguatkan perasaan sifat dapat dipercaya secara pribadi (Erikson, 1963). 2. KEMANDIRIAN (OTONOMI) VS RASA MALU DAN KERAGUAN Keadaan krisis merupakan sebuah peluang kemandirian/ otonomi untuk melawan kecenderungan merasa malu dan ragu-ragu dari seseorang yang menjadi kekuatan umum selama tahun kedua dan ketiga kehidupan. Keadaan krisis sebagai awal untuk menggerakkan dan mendorong diri, anak harus belajar apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dikerjakan. Secara berangsur-angsur anak belajar mengontrol dirinya sendiri menerima perasaan bangga dan kegagalan melakukan pekerjaan membawa perasaan malu dan ragu-ragu. 3. INISIATIF VS RASA BERSALAH Pada tahap ketiga, kira-kira pada tahun ke-4 atau ke-5 dari kehidupan, kualitas ego tentang inisiatif memungkin anak merencanakan dan mengatur tugas-tugasnya. Anak ingin sekali belajar dengan cepat. Bahaya dari tahap ini

adalah berkembangnya rasa bersalah. Anak sudah belajar tentang sesuatu yang dilarang, tetapi ambisinya tidak bisa dikendalikan dan ini mendorongnya berlaku agresif dan memanipulasi pada percobaannya untuk mencapai tujuannya. Pertumbuhan kapasitasnya mendorongnya pada besarnya keberanian. Fantasi seksualnya secara khusus menimbulkan rasa bersalah. Ingatlah pada sistem Freud, masa ini merupakan masa Oedipus Complex. Kesulitan dari tugas anak-anak mungkin semakin meningkat karena kecenderungan superego yang lebih membatasi daripada yang diharapkan orang tua, atau anak mengembangkan kemarahan jika ditemukan orang tuanya mencoba melakukan pelanggaran hukum, anak kini tidak bisa memaklumi dirinya. Menyerah dari harapan dan fantasi, Erikson berkata bahwa anak-anak kemungkinan akan menahan kekuatan dalam kemarahan. The virtue of purpose yang mendorong mengejar tujuan tanpa rasa takut hukuman atau rasa bersalah berkembang melalui permainan yang kini menjadi aktivitas utama anak. Dengan meniru orang dewasa dalam permainan, anak-anak belajar mengantisipasi peranannya di masa depan. 4. INDUSTRI VS RENDAH DIRI Lebih kurang sesuai dengan periode laten menurut Freud, antara 6 sampai 12 tahun, fase keempat dari kehidupan adalah hanya sebuah ketenangan sebelum badai pubertas dan oleh masyarakat fase yang paling menentukan (Erikson, 1963). Perasaan industri berkembang pada saat anak belajar mengontrol semangat imajinasi dan mengaplikasikannya pada pendidikan formal. Bahaya dari tahap ini adalah bahwa jika anak gagal atau dibuat merasa gagal akan tugas-tugas utamanya di sekolah dan di rumah mungkin akan ditinggalkan karena merasa rendah diri. Hal ini hanya melalui aplikasi pekerjaan anak dan mengembangkan rasa industri bahwa sifat baik dari kompetensi muncul, latihan ketangkasan dan inteligensi dalam penyelesaian tugas-tugas (Erikson, 1964). Anak-anak membutuhkan instruksi dan metodologi, tetapi yang sangat penting adalah mengaplikasikan kecerdasan dan energinya yang berlebihan. 5. IDENTITAS VS KEBINGUNGAN IDETITAS

Hal ini berada pada fase kelima dari kehidupan yang oleh Freud ditandai sebagai masa dewasa atau masa genital dan ini merupakan masa akhir tahap kehidupan. Tetapi menurut Erikson, ini merupakan masa pembentukan identitas awal. Selama fase ini yang terakhir dari masa pubertas kira-kira usia 12 tahun sampai akhir masa remaja, para remaja mulai memiliki rasa identitasnya. Mereka sering kali mengalami konflik tentang bagaimana cara menyalurkan dorongan seksual. Mereka ingin mengambil keputusan, tetapi merasa tidak punya persiapan. Dengan demikian mereka bingung dan sering merasa malu, dan perilakunya tidak konsisten. Gangguan pada orang tua dan orang lain merupakan perkembangan dari identitas negatif-sebagai suatu potensi untuk berbuat buruk. Biasanya identitas negatif yang mereka lakukan diproyeksikan pada orang lain, Mereka yang salah, bukan saya. Tetapi kadang-kadang remaja menganut satu identitas negatif. Para remaja sering terlalu mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh idola atau kelompok yang memiliki sejenis identitas kolektif dan mereka menirunya. Dalam memasuki kelompok identifikasi, mereka menguji kesetiaan, untuk mendukung loyalitas yang dijanjikan walaupun sistem nilainya bertentangan (Erikson, 1964). Kondisi ini oleh Erikson disebut kesetiaan (fidelity). Sebagian remaja pada kelompok usia ini tidak siap untuk memecahkan krisis identitas mereka dan membutuhkan penundaan satu periode yang disebut sebagai periode penundaan psikososial (psychosocial moratorium) yang berarti satu waktu yang ditunda untuk bertanggung jawab sebagai orang dewasa. 6. KEINTIMAN VS ISOLASI Fase keenam, yaitu pada masa dewasa awal, sekitar usia 20-an, individu sudah siap dan ingin sekali menyatukan identitasnya dengan identitas orang lain. Mereka mulai mencari hubungan yang akrab. Mereka siap untuk mengembangkan kekuatan yang mereka butuhkan untuk bertanggung jawab pada orang lain, sekalipun tanggung jawabnya sebagai pengorbanan dan kompromi. Isolasi merupakan hal yang berbahaya pada fase ini, yaitu merasa tidak mampu mengubah identitas diri dengan membagi keintiman (Erikson, 1968). Hal ini terjadi setelah individu mengembangkan sebuah rasa memiliki yang kuat dan apa yang mereka inginkan dalam hidupnya pada apa yang dapat kembangkan pada fase cinta. Menurut Erikson, cinta adalah

saling setia diantara dua individu yang berbeda kepribadian, pengalaman, dan peran. 7. BERKETURUNAN (GENERATIVITY) VS STAGNASI Fase ketujuh (30 65 tahun) mengembangkan keturunan. Menurut Erikson fase ini merupakan fase memperhatikan untuk menetapkan dan membimbing generasi berikutnya. Secara umum ini berarti bahwa orang dewasa ingin mempunyai anak yang kepada siapa mereka akan mewariskan nilai-nilai. Lebih luas lagi generativitas meliputi produktivitas dan kreativitas. Makhluk hidup juga membutuhkan produk dan gagasan-gagasan, dan sebagain orang memenuhi dorongan/ motif dewasa (parental drive) dalam tahap ini daripada sekedar melahirkan anak. Jika tidak ada peluang untuk memenuhi kebutuhan generativitas, maka berisiko stagnasi, dimana kepribadian dimiskinkan dan mundur kepada self-concern. 8. INTEGRITAS VS PUTUS ASA Ketika orang merasa dibimbing, dipelihara, dan diperhatikan orang lain, mereka masuk pada tahap kedelapan yang dimulai sekitar usia 65 tahun. Pada tahap ini muncul kualitas ego integritas. Mereka merasa bahwa hidup mereka memiliki pesan dan makna dalam suatu pesan yang lebih besar. Mereka dapat melihat bahwa orang lain memiliki kehidupan yang berbeda, tetapi mereka siap mempertahankan martabat/ harga diri dari gaya hidup yang dijalaninya. Bahayanya adalah ketika merenung bahwa hidup mereka yang mendekati kematian, mereka akan merasa putus asa. Tetapi apabila perasaan integritas lebih besar dari rasa putus asanya, mereka akan bersikap lebih bijaksana. RITUALISASI, RITUAL, DAN RITUALISME: PERKEMBANGAN ASPEK-ASPEK SOSIAL BUDAYA Erikson (1966, 1977) lebih jauh mengelaborasi perkembangan tahap-tahap psikososialnya dalam rumusan yang disebut gejala sosial budaya (sociocultural phenomena), yaitu Ritualisasi, Ritual, dan Ritualisme (Tiga R). Gejala ini berkembang dari prinsip epigenesis, dan mereka menambahkan dimensi baru dalam

skema perkembangannya (diantara kekuatan dan kelemahan). Setiap tahap perkembangan diberi ciri oleh suatu ritualisasi, pola adat kebiasaan dari sesuatu yang dilakukan dalam interaksi dengan yang lain (Erikson, 1977). Ritualisasi adalah sebuah aturan yang sudah disetujui diantara dua orang yang dilakukan berulang kali, dan mengadaptasikan nilai-nilai diantara mereka. (Erikson, 1966). Pada masa dewasa ritualisasi berwujud ritual, yaitu sebuah aktivitas pertunangan (activity enggaged in) dalam komunitas orang dewasa untuk menandai sebuah kejadian penting yang berulang secara alami. Menurut Erikson remaja harus memilih apa yang dikerjakan tanpa paksaan dan tanpa dibatasi ruang dan waktu. Ritualisasi dapat disalahtafsirkan (distorted) menjadi ritualisme dimana perhatian seseorang menjadi sangat ekslusif (fanatik). Ritualisme mengarahkan seseorang menjadi lebih khawatir dengan performancenya sendiri daripada dengan relasi mereka atau dengan makna apa yang mereka lakukan. Ritualisme cenderung menjadi kebudayaan. Orang yang didominasi oleh ritualisme yang kosong hampir ekslusif dalam kebutuhan dan keinginannya. INFANCY (MASA BAYI) Ritualisasi bayi yang suci(numinous), Erikson menyarankan bahwa perasaan bayi dari kehadiran ibunya merupakan suatu hal yang sangat mengagumkan atau sebuah keajaiban. Pada masa dewasa numinous sering dilakukan dalam ritual pertemuan dengan orang lain yang merupakan bentuk perilaku yang saling memberikan penghormatan. CHILHOOD (MASA KANAK-KANAK) Belajar menilai orang berarti belajar untuk membedakan antara milik kami dan milik mereka dan pada tahap ini kita dapat melihat mulai munculnya praduga atau pseudospeciation. Perasaan yang tidak dapat diubah dibedakan antara miliknya dan orang lain dapat mengikatkan diri tidak hanya mengembangkan perbedaan diantara populasi manusia, tetapi perbedaan kecil bisa nampak besar. USIA BERMAIN

Dalam ritualisasi dramatis anak menggambar berdasarkan fantasinya, dari buku-buku dunia fantasi dan sumber-sumber lainnya untuk menciptakan permainpermainan kecil dimana karakter yang baik mengalahkan yang jahat. Selanjutnya anak bertanya tentang apa tantangannya dan apa yang akan membuat perasaan bersalah. Bahaya dalam tahap ini adalah bahwa peniruan ritualisme yang merupakan bermain peran jenis negatif. USIA SEKOLAH Dalam ritualisasi formal anak belajar tentang cara yang benar untuk melakukan tugas-tugas yang diterima dan keterampilan. Persiapan ini untuk menghadapi ritual orang dewasa dalam bekerja. Formalisme merupakan usaha untuk menjadi sempurna bagi seseorang yangkhawatir menjadi ekslusif dengan pekerjannya daripada dengan substansi aktivitasnya. Contoh yang ekstrim untuk ritualisme ini adalah obsesi kesibukan mencuci tangan sebagai gangguan neurotis. MASA REMAJA (ADOLESCENCE) Dari sini Erikson tidak menetapkan bahwa ritual-ritual itu berasal dari ritualisasi yang diterimanya. Ideologi ritualisasi anak remaja adalah solidaritas keyakinan yang diintegrasikan sebelumnya pada gagasan dan idealisme yang logis. Ritualisme pada tahap ini adalah totalisme yang merupakan desakan pada kebenaran dalam sistem yang tertutup. Seperti berhala totalisme melibatkan kebutaan ibadah tetapi sebuah sistem kepercayaan daripada orang yang khusus. DEWASA MUDA Keanggotaan ritualisasi menunjukkan bahwa kita mencintai, memelihara persahabatan dan pekerjaan. Kita saling berbagi dengan yang lain. Menikah merupakan contoh yang paling baik dari ritual afiliasi. Ritualisme elistisme dapat kita lihat pada kelompok-kelompok ekslusif. Elitisme didasarkan pada berbagai interes, bukan hanya melibatkan ideologi yang khusus sebagai totalisme. MASA DEWASA

Ritualisasi generasional, yaitu orang dewasa yang bertindak sebagai transmitter nilai-nilai. Ritual-ritual bisa melalui pemberian reward ketika menampilkan performance yang baik di sekolah, atau ketika berkunjung ke rumah nenek, atau yang lainnya pada liburan spesial, atau ketika ada reuni keluarga. Ritualisme yang berkembang pada tahap ini merupakan otoritasme, yaitu seseorang yang menangkap dan menggunakan otoritasnya tanpa pembenaran atau untuk orang lain yang memiliki peranan. USIA MATANG Dalam ritualisasi integral orang tua yang bijak dan afirmatif (menguatkan) makna dari lingkaran hidup. Sebuah ritual pada tahap ini merupakan pengunduran diri dari kekuatan sebagai tenaga kerja. Ritual lain merupakan perlawanan dari tahap sebelumnya (berkunjung dengan anak-anak, cucu, dan lain-lain). Ritual terakhir mungkin kematian. Orang tua yang tidak meraih integritas ada bahaya dari ritual terakhir ini, yaitu berupa sapientisme, yaitu berpura-pura bijaksana. TERAPI BERMAIN DAN PENELITIAN Salah seorang yang mencetuskan adanya terapi bermain adalah Erikson. Pada awalnya dia menggunakan permainan menyusun balok, boneka dan yang lainnya dalam terapi. Ini dilakukan untuk memahami perasaan apa yang sedang dihadapi oleh anak-anak, terapi ini mendukung teknik pada banyak terapi anak. Kesuksesan Erikson ini dapat dilihat pada terapi yang dilakukan di sekitar 300 kelompok, usia naka 10-12 tahun yang ambil bagian dala kegiatan di Universitas California (erikson, 1963, pp.97-108) KESIMPULAN 1. Sigmund Freud memodifikasi dan membentuk kembali teori-teorinya secara menyeluruh; para pengikutnya melanjutkan proses ini dan mengaplikasikannya. 2. Perkembangan psikologi ego membawa perubahan yang besar pada psikoanalisis. 3. Psikologi ego memberikan peningkatan pada sekolah psikoanalisis yang dikenal sebagai objek teori relasi, yang menegaskan cara-cara pada relasi sebelumnya dengan orang lain mempengaruhi perkembangan kepribadian.

ANNA FREUD 4. Garis perkembangan menyediakan sebuah cara mengukur kemajuan anak dari kebergantungan kepada kemandirian (self-mastery) dalam human functioning. 5. Ego (Psikologi Ego) menggunakan 10 mekanisme pertahanan diri: regresi, represi, formasi reaksi, isolasi, undoing/ kehancuran, proyeksi, introyeksi, turning against the self, reversal/pemutarbalikan fakta, dan sublimasi atau pengalihan (displacement). HEINZ HARTMANN 6. Ego ditentukan oleh dorongan insting dan faktor-faktor dari luar diri individu. Ego tidak selalu konflik dengan id dan superego, tetapi fungsi-fungsi dalam suatu kondisi bebas konflik dimana keadaan tersebut mengikuti proses: penerimaan, mengingat, berpikir, dan pemecahan masalah. Ego menyediakan fungsi yang penting dalam membantu individu untuk melakukan adaptasi dan menguasai dunia luar. ROBERT WHITE 7. Ego tidak hanya didorong oleh keinginan untuk memenuhi kepuasan biologis, tetapi juga oleh kebutuhan untuk mengeksplorasi, belajar, dan menguasai lingkungan. 8. Efektifitas motivasi menjelaskan manusia membutuhkan stimulus dan aktivitas. Keberhasilan suatu usaha mempengaruhi lingkungan yang memberikan perasaan mampu, yang menyebabkan seseorang tumbuh dan menemukan tantangan hidup. ERIK ERIKSON 9. Ego berkembang dengan memberikan respon pada kekuatan-kekuatan yang berasal dari dalam diri individu dan lingkungan sosial. Ego bersifat adaptif dan kreatif, berusaha keras untuk membantu individu mencapai kesuksesan dengan dunianya. 10. Perkembangan teori psikososial digambarkan dalam sebuah lingkaran hidup yang meliputi delapan tahap, yang setiap kualitas ego positif (dasar kepercayaan) lebih banyak daripada yang negatif (dasar ketidakpercayaan) untuk mengembangkan sifat-sifat yang baik (misalnya harapan).

11. Berdasarkan prinsip epigenesis, setiap kualitas ego berkembang pada tahap yang berbeda, tetapi muncul pada rencana awal dari kelahiran. Kualitas ego dan sifat-sifat baik bergantung pada pengembangan setiap kualitas dan sifatsifat baik yang telah mendahuluinya. 12. Walaupun setiap tahap seimbang antara kualitas ego yang positif dan negatif, individu secara kontinu melakukan konfrontasi pada setiap keadaan konflik. 13. Setiap tahap dicirikan dengan sebuah ritualisasi (seperti misalnya interaksi antara ibu dan bayi) yang merupakan persiapan menuju ritual dewasa (seperti misalnya ketika menghadapi pertemuan dengan orang lain). Tetapi sebuah ritualisasi bisa disalahtafsirkan menjadi sebuah ritualisme (seperti misalnya memuja seseorang) 14. Untuk mendukung teori psikososialnya, Erikson telah melakukan tiga tipe utama dari penelitiannya. Penggunaan situasi bermain yang mengembangkan cara kerja terapeutiknya dengan anak-anak (Erikson mengamati sejumlah anak-anak muda). Dia menciptakan psikohistori (menguji kehidupan tokoh idola dalam hidupnya). 15. Para peneliti telah melakukan elaborasi konsep Erikson tentang bentuk identitas, mengemukakan empat kategori status identitas: identitas prestasi, penyitaan (foreclosure), identitas penyebaran (diffusion), dan penundaan (moratorium). 16. Secara umum psikolog ego seperti Anna Freud, Heinz Hartmann, dan Robert White telah membuat kontribusi yang sangat signifikan pada pengembangan psikoanalitik, tetapi tidak menciptakan teori kepribadian yang komprehensif. 17. Erikson mendapat kritikan untuk pengabaiannya tentang aspek-aspek negatif dari fungsi kepribadian, telah mengabaikan aspek-aspek penting dari teori Freud seperti id dan ketidaksadaran, dan kegagalan dalam dukungan hipotesisnya dengan kontrol eksperimen. Yang paling penting teori Erikson telah memberikan sebuah sumber hipotesis untuk studi lebih lanjut. Ditulis dalam Uncategorized PSIKOANALISIS KLASIK: SIGMUND FREUD THE ANALITYCAL PSYCHOLOGI OF CARL JUNG

You might also like