You are on page 1of 14

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU GURU UKS DENGAN PENGELOLAAN WARUNG SEKOLAH SEHAT DI LINGKUNGAN SD/MI SE WILAYAH

KECAMATAN TAROGONG KIDUL KABUPATEN GARUT TAHUN 2009 Oktoruddin Harun *) Hanni Iskandar ** ) ABSTRAK Pengelolaan warung sekolah sehat merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan lingkungan sekolah yang sehat, bersih dan nyaman serta terbebas dari ancaman penyakit. Warung Sekolah yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan masalah kesehatan diantaranya peningkatan kesakitan akibat penyakit bawaan makanan ( food borne disease ). Salah satu penyakit yang banyak terjadi di Indonesia adalah KLB keracunan makanan dengan proporsi tertinggi terjadi pada anak sekolah dasar(SD) / madrasah (MI) ibtidaiyah yaitu 67,8%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku guru UKS dengan pengelolaan warung sehat di lingkungan SD/MI Se wilayah Kecamatan Tarogong Kidul Tahun 2009. Penelitian ini dilakukan dengan desain kros seksional yang dibatasi pada pengetahuan, sikap dan perilaku guru UKS di Lingkungan SD/MI sewilayah Kecamatan Tarogong Kidul Sebagai populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah guru UKS di lingkungan SD/MI Sewilayah Kecamatan Tarogong Kidul. Metode pengambilan sampel dengan total sampling dan analisis menggunakan analisis univariat dan bivariat. Hasil uji Fisher Exact menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku guru UKS dengan pengelolaan Warung Sekolah sehat. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada Guru UKS dan pihak sekolah perlu peningkatan peran dalam pengelolaan Warung Sekolah sehat. Kepada Pemerintah khususnya Dinas Pendidikan agar merencanakan dan mengaangarkan pembangunan sarana dan prasarana yang mendukung terwujudnya Warung Sekolah sehat. Kepada Tim Pembina UKS agar melakukan fasilitasi untuk sekola-sekolah melalui pelatihan pengelolaan Warung Sekolah sehat serta melakukan monitoring secara berkala untuk meningkatkan kualitas pengelolaan Warung Sekolah.

PENDAHULUAN Terwujudnya lingkungan sekolah yang sehat, bersih dan nyaman serta terbebas dari ancaman penyakit perlu dilakukan berbagai upaya penyelenggaraan kesehatan lingkungan sekolah, salah satunya adalah pengelolaan Warung Sekolah sehat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1429 tahun 2006, setiap sekolah harus memiliki beberapa ruang kelas, ruang bimbingan dan konseling, ruang UKS, ruang Laboratorium, Warung Sekolah, toilet, ruang ibadah dan gudang. Warung sekolah yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan masalah kesehatan daiantaranya peningkatan angka kesakitan akibat penyakit bawan makanan ( Food Borne Disease ). Kejadian penyakit bawaan makanan pada banyak kawasan di dunia telah mengalami peningkatan yang cukup besar dan dapat terus meningkat jika tidak dilakukan tindakan yang efektif untuk mencegahnya. Secara umum penyaki bawaan makanan dapat diakibatkan oleh bahaya biologi dan kimia ( WHO, 2006 ) Di Amerika Serikat diperkirakan kerugian yang ditimbulkan akibat penyakit bawaan makanan tiap tahunnya mencapai 5 hingga 6 milliar dollar US. Suplai makanan di Amerika Serikat telah dinyatakan paling aman di dunia, tetapi angka kesakitan dan angka kematian karena penyakit bawaan makanan tinggi sekali. Comuinicable Disease Centtre (CDC) memperkirakan setiap tahunnya 76 juta orang Amerika Serikat menderita akibat penyakit bawaaan makanan ( www.smallcrab.online.com, 2004 ) Berdasarkan laporan Badan Pengawasan Obat Makanan Republik Indonesia ( BPOM RI), tahun 2004 terjadi KLB keracunan pangan sebanyak 152 kejadian, 7347 kasus dan 45 orang meninggal dunia. KLB keracunan pangan terbanyak di Provinsi Jawa Barart yaitu sebanyak 32 kejadian. Tempat kejadian di sekolah/kampus menempati urutan kedua setelah tempat tinggal yaitu 23,5% dan kejadian pada institusi pendidikan paling banyak di lingkungan SD/MI yaitu 67,8% ( Laporan BPOM RI, 2004 ) Kebiasaaan jajan dapat berdampak positif maupun negatif, bila memenuhi syarat-syarat kesehatan, kebiasaan jajan dapat berdampak positif, diantaranya untuk melengkapi atau menambah kebutuhan gizi. Dampak negatif dari kebiasaan jajan diantaranya jajanan yang dibeli belum terjamin keamanannya ( Sekjen Jejaring Intelijen Pangan, 2005 ) Keracunan pangan dapat disebabkan oleh mikroba patogen dan pencemaran kimiawi. Dari laporan hasil analisis Balai POM diduga penyebab keracunan disebabkan mikroba pathogen 21 kejadian ( 13,7%), kimia 13 kejadiann(8,5%) sedangkan yang tidak terdeteksi/tidak dapat dianalisis masih jauh lebih banyak, yaitu 119 kejadian keracunan ( 77,8%) Di Kabupaten Garut dari bulan Januari sampai Oktober 2009 terdapat 3 kasus keracunan makanan yang tersebar di 3 kecamatan yaitu di Desa Keresek Cibatu keracunan jamur sebanyak 8 orang. Desa Bayongbong keracunan nasi kuning sebanyak 83 orang dan Desa Citeras Malangbong keracunan kacang dengan jumlah penderita sebanyak 95 orang. Kasus kematian tidak ada ( Laporan P2M Dinkes Kabupaten Garut, 2009 )

Di Kecamatan Tarogong Kidul terdapat 29 Sekolah Dasar (SD) dan 11 Madrasah Ibtidaiyah ( MI), 11 diantaranya memiliki warung khusus ditambah beberapa pedagang makanan kaki lima sedangkan 29 SD/MI tidak memiliki warung khusus hanya pedagang kaki lima saja. Dari hasil penilaian terhadap berbagai aspek yang dipersyaratkan bagi warung sekolah dalam Pedoman Pengelolaan dan Penyehatan Makanan Warung Sekolah serta Permenkes No 1429 Tahun 2006, seluruh warung sekolah di Kecamatan Tarogong Kidul berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan karena ruangan bangunan dan tata laksana tidak sehat ( Laporan Inspeksi Sanitasi Sekolah Puskesmas Haurpanggung dan Pembangunan, 2009 ) Proses pendidikan merupakan pemelihara sekaligus pembentuk budaya bangsa termasuk budaya hidup sehat. Pendidikan menumbuh kembangkan kesadaran dan kpedulian terhadap kesehatan dan pentingnya hidup sehat. Pendidikan juga membentuk nilai-nilai tentang cara hidup yang sehat. Oleh karena itu, setiap sekolah diharapkan mampu melaksanakan perannya sebagai pembangkit budaya sehat ( Mendiknas, Rakernas UKS IX, 2008 ). Guru memiliki peranan yang besar dalam pembentukan nilai-nilai cara hidup sehat dilingkungan sekolah. Pengetahuan kesehatan yang dimiliki oleh seorang guru akan berdampak pada perilakunya, selanjutnya berdampak pula meningkatnya indikator kesehatan dan terkendalinya faktor resiko kesehatan. Keberadaan warung-warung yang memenuhi syarat kesehatan diperkirakan berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku guru tentang pengelolaan warung sehat. METODE Penelitian ini menggunakan metode deksriptif korelasi yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengentahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku guru UKS dengan pengelolaan warung sekolah sehat di lingkungan SD/MI Sewilayah Kecamatan Tarogong Kidul Tahun 2009. Waktu penelitian dilakukan dari tanggal 16 Desember sampai dengan tanggal 23 Desember 2009. Rancangan penelitian yang digunakan adalah kros seksional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru Guru UKS di seluruh Sekolah Dasar Se wilayah Kecamatan Tarogong Kidul sebanyak 40 orang. Sampel yang digunakan adalah seluruh guru UKS yaitu sebanyak 40 orang. Tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling .Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dengan pertanyaan tertutup.

HASIL PENELITIAN Hasil Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Tehnik dalam analisis ini adalah tabulasi silang dengan uji Fisher Exact karena dari hasil penelitian pada tabel 2 X 2 satu satu atau lebih sel mempunyai nilai harapan kurang dari 5 1.Hubungan Pengetahuan Guru UKS dengan Pengelolaan Warung Sekolah Sehat Tabel 1 Hubungan Antara Pengetahuan Guru UKS Dengan Pengelolaan Warung Sekolah Sehat Pada SD/MI Di Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten Garut Tahun 2009 Pengetahuan Kurang Baik Baik Pengelolaan Warung Sekolah Tidak Sehat Sehat f % f % 24 96 1 4 14 93.3 1 6,7 n 25 15 100 1.00 100 Nilai P

Dari tabel diatas ternyata ada 25 responden dengan pengetahuan kurang baik, dimana pengelolaan warung sekolahnya tidak sehat sebanyak 24 responden ( 96%) dan pengelolaan warung sekolahnya sehat hanya 1 responden ( 4%). Sedangkan 15 responden dengan pengetahuan baik, dimana pengelolaan warung sekolahnya tidak sehat sebanyak 14 responden ( 93,3%) dan pengelolaan warung sekolahnya sehat hanya 1 responden ( 6,7 %) Hasil uji Fisher Exact pada = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara pengetahuan responden dengan pengelolaan warung sekolah sehat ( P > 0,05 ) 2.Hubungan Sikap Guru UKS dengan Pengelolaan Warung Sekolah Sehat Tabel 2 Hubungan Antara Sikap Guru UKS Dengan Pengelolaan Warung Sekolah Sehat Pada SD/MI Di Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten Garut Tahun 2009 Sikap Tidak mendukung Mendukung Pengelolaan Warung Sekolah Tidak Sehat Sehat f % f % 18 94,7 1 5,3 20 92,5 1 4,8 n 19 21 100 1,00 100 Nilai P

Dari table 2 ternyata ada 19 responden dengan sikap tidak mendukung, dimana pengelolaan warung sekolahnya tidak sehat sebanyak 18 responden ( 94,7%) dan pengelolaan warung sekolahnya sehata hanya 1 responden ( 5,3%). Sedangkan 21 responden dengan sikap mendukung, dimana pengelolaan warung sekolahnya tidak sehat sebanyak 20 responden ( 92,5%) dan pengelolaan warung sekolahnya sehat hanya 1 responden ( 4,8%) Hasil uji Fisher Exact pada = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara sikap responden dengan pengelolaan warung sekolah sehat ( P > 0,05 ) 3. Hubungan Perilaku Guru UKS dengan Pengelolaan Warung Sekolah Sehat Tabel 3 Hubungan Antara Perilaku Guru UKS Dengan Pengelolaan Warung Sekolah Sehat Pada SD/MI Di Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten Garut Tahun 2009 Perilaku Kurang Baik Baik Pengelolaan Warung Sekolah Tidak Sehat Sehat f % f % 9 90 1 10 29 96,7 1 3,3 n 10 30 100 1,00 100 Nilai P

Dari tabel diatas ternyata ada 10 responden dengan perilaku kurang baik, dimana pengelolaan warung sekolahnya tidak sehat sebanyak 9 responden ( 90%) dan pengelolaan warung sekolahnya sehat hanya 1 responden ( 10%). Sedangkan 30 responden dengan perilaku baik, dimana pengelolaan warung sekolahnya tidak sehat sebanyak 29 responden ( 96,7%) dan pengelolaan warung sekolahnya sehat hanya 1 responden ( 3,3 %) Hasil uji Fisher Exact pada = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara perilaku responden dengan pengelolaan warung sekolah sehat ( P > 0,05 )

PEMBAHASAN

1.Hubungan Pengetahuan Guru UKS Dengan Pengelolaan Warung Sekolah Sehat Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 hubungan pengetahuan Guru UKS dengan pengelolaan warung sekolah sehat pada sekolah dasar di Kecamatan Tarogong Kidul sebagian besar berpengetahuan kurang baik. Hasil analisis hubungan antara pengetahuan dan pengelolaan warung sekolah sehat diperoleh bahwa ternyata ada 25 responden dengan pengetahuan kurang baik, dimana pengelolaan warung sekolahnya tidak sehat sebanyak 24 responden ( 96%) dan pengelolaan warung sekolahnya sehat hanya 1 responden ( 4%). Sedangkan 15 responden dengan pengetahuan baik, dimana pengelolaan warung sekolahnya tidak sehat sebanyak 14 responden ( 93,3%) dan pengelolaan warung sekolahnya sehat hanya 1 responden ( 6,7 %) Hasil penelitian yang menunjukkan guru yang memiliki pengetahuan baik keadaan warung sekolahnya sehat dan guru yang pengetahuannya kurang baik pengelolaan warung sekolahnya tidak sehat, sesuai dengan konsep yang disampaikan oleh Notoatmodjo ( 2007) bahwa tingginya pengetahuan akan berhubungan dengan tindakan yang dilakukan seseorang, karena pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, karena tindakan guru UKS yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif akan berlangsung lama ( long lasting ) daripada yang tidak didasari pengetahuan. Namun ada pula sebanyak 14 responden ( 93,3%) yang berpengetahuan baik tetapi keadaan warung sekolahnya tidak sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh tingkat pengetahuan responden masih pada tingkat mengetahui belum kepada tingkat memahami, aplikasi apalagi analisis. Hasil uji Fisher Exact pada = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara pengetahuan responden dengan pengelolaan warung sekolah sehat ( P > 0,05 ) Melihat kondisi diatas, maka perlu ada upaya meningkatkan pengetahuan guru UKS terutama dalam persyaratan warung sekolah sehat agar mencapai tingkat yang paling akhir yaitu mampu mengevaluasi. Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap pengelolaan warung sekolah sehat berdasarkan kriteria yang telah ada, yang telah ditetapkan dalam Pedoman Pengelolaan Warung Sekolah dan Permenkes 1429 Tahun 2006 tentang persyaratan warung sekolah sehat. Adapun tahapan pengetahuan yang perlu ditingkatkan bagi guru UKS sesuai dengan konsep Notoatmodjo ( 2007) mencakup 6 tingkatan dalam domain kognitif yaitu : 1.Tahu ( Know ) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi pengelolaan warung sekolah yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali ( recall ) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau ransangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkatan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Hal ini dapat dilakukan kegiatan pelatihan guru UKS atau kegiatan sosialisasi Permenkes 1429 Tahun 2006 tentang persyaratan warung sekolah sehat.

2.Memahami ( Comprehension ) Memahami artinya suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Hal ini bisa dilaksanakan melalui kegiatan pembinaan guru UKS dan konseling kegiatan UKS. 3.Aplikasi ( Application ) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan kemampuan guru UKS dalam menggunakan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam mengelola warung sekolah yang sehat. Hal ini dapat didorong melalui pembinaan rutin dengan kegiatan inspeksi sanitasi institusi sekolah oleh Sanitarian Puskesmas atau melalui pemantauan perilaku hidup bersih dan sehat ( PHBS) institusi sekolah oleh tenaga Promosi Kesehatan Puskesmas.. 4.Analisis ( Analysis ) Analisis adalah suatu kemampuan guru UKS untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen dalam struktur organisasi sekolah dan melalui upaya koordinasi lintas sektoral. Hal ini dapat dilaksanakan melalui kegiatan survei mawas diri oleh pihak sekolah dan Tim Pembina UKS tingkat kecamatan. Hasil dari kegiatan tersebut diharapkan pihak sekolah dapat memiliki data hasil identifikasi permasalahan dalam pengelolaan warung sekolah sehat. Data tersebut selanjutnya dianalisis secara bersama-sama oleh berbagai stakeholder sehingga diperoleh langkah-langkah prioritas sebagai tindak lanjut penyelesain masalahnya. Sehingga upaya pengelolaan warung sekolah sehat akan menjadi tanggungjawab semua pihak yaitu pihak sekolah, orang tua siswa dan aparat pemerintah setempat. 5.Sintesis ( Synthesis) Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan guru UKS untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyempurnakan formulasi pengelolaan dari yang sudah ada kearah yang lebih baik. Untuk dapat meningkatkan pengetahuan guru UKS mencapai tingkat sintesis perlu upaya pembinaan terus menerus dan dukungan sarana dan prasarana dari dinas instansi terkait. Kemampuan tersebut dapat difasilitasi oleh dinas terkait terutama Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan. Misalnya melalui kegiatan workshop pengelolaan warung sekolah sehat atau studi banding ke daerah lain yang pengelolaan warung sekolahnya sudah jauh lebih baik dan lebih sehat.Apabila wawasan para guru UKS sudah meningkat diharapkan mampu mendorong kepala sekolah untuk bekerjasama dengan komite sekolah melakukan inovasi penyediaan warung sekolah sehat di sekolah masing-masing.

6.Evaluasi ( Evaluation ) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan guru UKS untuk melakukan penilaian terhadap pengelolaan warung sekolah sehat di sekolahnya. Penilaian-penilaian itu berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dalam Permenkes 1429 Tahun 2006 tentang persyaratan warung sekolah sehat. Bila sudah mencapai tingkat ini guru UKS dapat melakukan penilaian sendiri ( self assessment ) berdasarkan ketentuan yang berlaku. Untuk mencapai tingkat ini para guru UKS perlu ditingkatkan kemampunnya dalam memahami dan mengimplementasikan aturan tersebut. Selain itu dapat juga dengan melibatkan lintas sektor misalnya melalui kegiatan lomba warung sekolah sehat. 2.Hubungan Sikap Guru UKS Dengan Pengelolaan Warung Sekolah Sehat Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2 ternyata ada 19 responden dengan sikap tidak mendukung, dimana pengelolaan warung sekolahnya tidak sehat sebanyak 18 responden ( 94,7%) dan pengelolaan warung sekolahnya sehata hanya 1 responden ( 5,3%). Sedangkan 21 responden dengan sikap mendukung, dimana pengelolaan warung sekolahnya tidak sehat sebanyak 20 responden ( 92,5%) dan pengelolaan warung sekolahnya sehat hanya 1 responden ( 4,8%) Dari data diatas ada kecenderungan bahwa sikap guru UKS sebagai yang bertanggungjawab dalam pembinaan pengelolaan warung sekolah sehat antara yang mendukung dan tidak mendukung hampir sama. Sehingga diperlukan upaya yang terintegrasi dari berbagai instansi terkait untuk memberikan pemahaman dan motivasi bagi guru UKS agar mempunyai sikap yang lebih positif untuk mengarahkan para pengelola warung sekolah kearahg yang lebih baik sesuai persyaratan kesehatan. Hasil uji Fisher Exact pada = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara pengetahuan responden dengan pengelolaan warung sekolah sehat ( P > 0,05 ) Menurut Notoatmodjo ( 2007) sikap nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.. Namun sikap juga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan responden dimana sebagian besar pengetahuan tentang pengelolaan warung sekolah masih kurang baik. Untuk dapat mengembangkan sikap para guru UKS dalam pengelolaan warung sekolah sehat, kita dapat mempelajari konsep tentang tahapan sikap yang dikemukakan Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2007 ) yang terdiri beberapa tingkatan yaitu : 1.Menerima ( Receiving) Menerima diartikan bahwa guru UKS siap dan memperhatikan stimulus yang diberikan berupa sosialisasi Permenkes 1429 tahun 2006 tentang persyaratan warung sekolah sehat.

2.Merespon ( Responding ) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut. Hasil jawaban responden yang sebagian besar bersikap mendukung berbagai pernyataan untuk mengelola warung sekolah secara sehat, dapat diartikan bahwa responden sudah mencapai tingkat ini. 3.Menghargai ( Valuing) Menghargai artinya mau mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu masalah. Hal ini merupakan suatu indikasi sikap menghargai. Bila melihat dari hasil penelitian, sebagian besar responden (92,5%) telah bersikap mendukung dalam mewujudkan warung sekolah yang sehat melalui saran terhadap pengelola warung sekolah dan pemberian informasi terhadap peserta didik. 4.Bertanggung jawab ( Responsible ) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Sebagian besar responden telah menunjukkan sikap mendukung pada pernyataan: guru berperan besar dalam mewujudkan warung sekolah yang sehat ( 92,5%). Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar responden menyadari tanggung jawabnya dalam mewujudkan pengelolaan warung sekolah sehat di sekolah, Adanya stimulus berupa kegiatan UKS disekolah seharusnya mampu memotivasi guru UKS untuk menyampaikan kembali kepada warga sekolah khususnya dalam pengelolaan warung sekolah sehat. Selanjutnya dari sikap positif guru terhadap pentingnya warung sekolah sehat akan berdampak terhadap lingkungan sekolah untuk mendukung terwujudnya warung sekolah sehat dan berperilaku sehat. 3.Hubungan Perilaku Guru UKS Dengan Pengelolaan Warung Sekolah Sehat Pada table 3 terlihat bahwa ternyata ada 10 responden dengan perilaku kurang baik, dimana pengelolaan warung sekolahnya tidak sehat sebanyak 9 responden ( 90%) dan pengelolaan warung sekolahnya sehat hanya 1 responden ( 10%). Sedangkan 30 responden dengan perilaku baik, dimana pengelolaan warung sekolahnya tidak sehat sebanyak 29 responden ( 96,7%) dan pengelolaan warung sekolahnya sehat hanya 1 responden ( 3,3 %) Dari data diatas terlihat bahwa responden sebagian besar telah berperilaku baik tetapi hal tersebut belum sejalan dengan pengelolaan warung sekolah yang sehat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti belum adanya kewenangan dan pendelegasian yang tegas pada guru yang ditunjuk menjadi guru UKS dan belum tersedianya sarana warung sekolah yang sehat untuk mendukung terwujudnya perilaku yang baik dalam mengelola warung sekolah..

Hasil uji Fisher Exact pada = 0,05 ternyata tidak ada hubungan antara perilaku responden dengan pengelolaan warung sekolah sehat ( P > 0,05 ) Menurut Notoatmodjo ( 2007) bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor : 1.Faktor intern mencakup : pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah ransangan dari luar. 2.Faktor ekstern mencakup : lingkungan sekitar baik fisik maupuin non fisik seperti : iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. Dengan demikian pengetahuan guru UKS tentang warung sekolah sehat saja tidak cukup bila tidak ditunjang oleh faktor lainnya seperti wewenang, dukungan berbagai pihak dan sarana prasarana. Oleh karena itu diperlukan kerjasama berbagai pihak untuk terwujudnya pengetahuan warung sekolah sehat sesuai dengan persyaratan. Sedangkan untuk meningkatkan perilaku responden kearah yang lebih baik dapat melalui beberapa tahapan antara lain : 1.Persepsi ( Perception ) Pada tahapan ini responden dilatih untuk dapat mengenal lebih mendalam tentang pengelolaan warung sekolah sehat sehingga mereka dapat memilih berbagai model yang mungkin dapat dilaksanakan disekolahnya. 2.Respon terpimpin ( Guided respons ) Dalam tahap ini responden diberikan panduan teknis pelaksanaan tentang cara pengelolaan warung sekolah sehat. Dasar acuannya adalah Permenkes 1429 tahun 2006 tentang persyaratan warung sekolah. 3.Mekanisme ( Mecanism ) Tahapan ini adalah mendorong agar semua yang terkait dengan terwujudnya warung sekolah senantiasa berperilaku sehat. Dengan pembiasaan yang terus-menerus seharusnya dapat mendorong semua warga sekolah untuk mengelola warung sekolahnya sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. 4.Adaptasi ( Adaptation ) Adaptasi adalah suatu prakktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Tindakannya sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

Merujuk pada Notoatmodjo ( 2007 ), proses tersebut dapat berjalan dengan baik bila didukung oleh faktor predisposisi ( Predisposing factors ) yaitu melalui peningkatan pengetahuan guru UKS tentang pengelolaan warung sekolah sehat, pembentukan sikap dan menyamakan persepsi untuk meningkatkan kualitas penyediaan warung sekolah sehat. Faktor berikutnya adalah faktor yang mendukung ( Enabling factors ), adalah usaha untuk menyediakan sumber daya dan fasilitas warung sekolah yang sehat di sekolah. Selain itu yang terakhir adalah faktor yang memperkuat ( Reinforcing factors) yaitu usaha untuk mendapatkan dukungan pihak sekolah melalui berbagai kebijakannya dan dari masyarakat sekolah seperti orang tua siswa dalam menyediakan sarana dan prasarana warung sekolah yang memenuhi sayarat. Untuk merubah perilaku guru UKS dalam pengelolaan warung sekolah sehat dapat menggunakan berbagai strategi. Merujuk pada model strategi menurut WHO dalam Notoatmodjo ( 2007), dijelaskan bahwa pertama adalah dengan menggunakan kekuatan/kekuasaan agar terjadi perubahan perilaku walaupun awalnya dipaksakan, misalnya dengan adanya peraturan perundangan-undangan yang harus dipatuhi oleh sekolah sehinggga diharapkan semua sekolah dapat mematuhinya. Namun sebelum upaya diterapkan perlu terlebih dahulu memberikan pendelegasian dan wewenang pada guru UKS sehingga ada kejelasan dalam menegakkan aturan sesuai dengan fungsi dan wewenangnya masing-masing. Lebih lanjut Notoatmodjo mengemukakan konsep bahwa dengan pemberian informasi. Strategi dilakukan dengan memberikan informasi-informasi mengenai pengelolaan warung sekolah yang sehat sehingga akan meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Walaupun perubahan perilaku dengan cara ini akan memakan waktu lama, tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari pada kesadaran mereka sendiri ( bukan karena paksaan ) Strategi yang terakhir adalah dengan metode diskusi dan partisipasi, cara ini adalah sebagai peningkatan dari cara kedua. Dimana dalam memberikan informasi-informasi tidak bersifat searah tapi dua arah. Hal ini berarti guru UKS tidak hanya pasif menerima informasi tentang pengelolaan warung sekolah sehat, tetapi juga harus aktif melakukan diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya. Memang cara ini lebih lama dibandingkan dengan cara yang kedua tapi hasilnya jauh lebih baik ( Notoatmodjo, 2007 ). KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Tidak ada hubungan antara pengetahuan guru UKS dengan pengelolaan warung sehat sekolah

2. Tidak ada hubungan antara sikap guru UKS dengan pengelolaan warung sekolah sehat 3. Tidak ada hubungan antara perilaku guru UKS dengan pengelolaan warung sekolah sehat. SARAN 1. Bagi guru UKS dan pihak sekolah perlu adanya peningkatan peran salam pengelolaan warung sekolah sehat sesuai dengan pedoman yang berlaku ( Depkes RI Tahun 1994 tentang Pengelolaan dan Penyehatan Makanan Warung Sekolah dan Permenkes 1429 Thaun 2006 tentang Pengelolaan Warung Sekolah Sehat ), sehingga dapat mewujudkan pengelolaan warung sekolah sehat di sekolah masingmasing. 2. Bagi Pemerintah khususnya Dinas Pendidikan agar merencanakan dan manggarkan pembangunan sarana dan prasarana yang mendukung terwujudnya warung sekolah yang sehat. 3. Bagi Tim Pembina UKS agar melakukan fasilitasi untuk sekolah-sekolah melalui pelatihan pengelolaan warung sekolah sehat. Selain itu juga melakukan monitoring secara berkala guna meningkatkan kualitas pengelolaan warung sekolah sehat. *) Dosen pada STIKes Budi Luhur Cimahi **) Staf Puskesmas Haurpanggung Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten Garut

KEPUSTAKAAN Amirin, M.Tatang, drs ( 2004). Menyusun Rencana Penelitian . Cetakan keempat, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta Budiman, Chandra, Dr (1995). Pengantar Statistik Kesehatan . EGC Jakarta ________ (2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta

DepKes RI, (1994) Pedoman Pengelolaan dan Penyehatan Makanan Warung Sekolah, Jakarta. ________ (2004). Pedoman Teknis Pengendalian Faktor Resiko Kesehatan Lingkungan Di Sekolah. Dirjen P2M & PLP. Jakarta. DepKes dan Kesra RI (2007), Kumpulan Keputusan Menteri Kesehatan Bidang Penyehatan Lingkungan. Jilid Ketiga. DitJen P2M & PLP Depdiknas, (2003). Pedoman dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah. Dit.Jen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta Dinkes Kabupaten Garut ( 2009). Laporan KLB Keracunan . P2P Hastono, P.S ( 2003). Analisa Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Depok ________ (2007). Analisa Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat. UI Depok Kantin. www.wikipedia.com Lemeshow et.al (1997). Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta Notoatmodjo, S (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta ________ (2003).Pendidikan Promosi dan Perilaku Kesehatan. FKM UI.Depok ________ (2005). Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta.Jakarta ________ (2007). Kesehatan Masyarakat : Ilmu dan Seni. Rineka Cipta. Jakarta Puskesmas Haurpanggung (2009). Hasil Inspeksi Sanitasi Sekolah. Program Kesehatan Lingkungan Garut Riduwan, Drs, MBA (2007). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru dan Peneliti Pemula. Alfabeta. Jakarta Sabri L & Hastono, S.P. (2006). Statistik Kesehatan. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta Saefudin, (1995). Sikap . Jakarta Sekjen Jejaring Intelejen Pangan (2005), KLB Keracunan Jabar. Food Wacth. Jawa Barat Situasi Keamanan Pangan. www.smallcrab.online.com

WHO, (2006) Penyakit Bawaan Makanan : Fokus Pendidikan Kesehatan (dr.Andry Hartono, SpGK, Penerjemah ). Cetakan Pertama. EGC. Jakarta

You might also like