You are on page 1of 3

ASAS-ASAS HUKUM ACARA PTUN

ASAS ASAS HUKUM ACARA PTUN


Oleh : Edi Pranoto, SH.M.Hum ( Dosen Bagian HAN FH UNTAG Semarang )

Tujuan pembentunkan Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana tersebut dalam Keterangan Pemerintah di Hadapan Sidang Paripurna DPR RI mengenai RUU PTUN tanggal 25 April 1986 adalah : 1. Memberikan perlindungan hak- hak rakyat yang bersumber pada hak hak individu ; 2. Memberikan perlindungan terhadap hak hak masyarakat yang didasarkan kepada kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut. Dengan tujuan tersebut, dapat pula dimaknai bahwa fungsi Peradilan Tata Usaha Negara sebenarnya adalah sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik yang timbul antara Pemerintah ( Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara ) dengan rakyat ( orang perorangan maupun badan hukum perdata ) sebagai akibat dari dikeluarkannya atau tidak dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara. Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara apabila dilihat dari segi teori, maka menurut F.J. Stahl dalam karyanya Philosophie des rechts , maka dibentuknya lembaga peradilan administrasi adalah upaya pemenuhan terhadap teori Negara hukum, yang meliputi : Mengakui dan melindungi hak- hak asasi manusia ; Untuk melindungi hak-hak asasi tersebut maka penyelenggara Negara harus berdasarkan pada trias politica ; Dalam menjalankan tugasnya, pemerintah berdasar atas undang-undang ; Apabila dalam tugasnya berdasarkan undang-undang pemerintah masih melanggar hak asasi ( adanya campur tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi seseorang ) , maka ada pengadilan administrasi yang akan menyelesaikan. Dengan demikian menjadi unsure yang penting adanya peradilan administrasi tersebut, dan Indonesia sejak dikeluarkannya UU 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang mulai efektif berlaku sejak tahun 1991 sudah memenuhi salah satu unsure dari teori Negara hukum. Asas-asas dalam Peradilan Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut : 1. Asas Praduga rechtmatig , yang mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap benar rechtmatig sampai ada pembatalannya. Dengan asas ini, gugatan tidak menunda pelaksanaan keputusan Tata Usaha Negara yang digugat ; 2. Asas Pembuktian Bebas Hakim yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda dengan ketentuan Pasal 1865 BW. Asas ini dianut Pasal 107 UU 5/1986, kemudian dibatasi dengan ketentuan pada Pasal 100 UU5/1986;

1. 2. 3. 4.

3. Asas Keaktifan Hakim ( dominus litis ), keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak seimbang. Pihak tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tentu menguasai betul peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kewenangan dan atau dasar dikeluarkan keputusan yang digugat, sedangkan pihak Penggugat adalah orang perorang atau badan hukum perdata yang dalam posisi lemah, karena

belum tentu mereka mengetahui betul peraturan perundang-undangan yang dijadikan sumber untuk dikeluarkannya keputusan yang digugat; 4. Asas putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan mengikat ( erga omnes ) , Sengkata TUN adalah sengketa diranah hukum public, yang tentu akibat hukum yang timbul dari putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, akan mengikat tidak hanya para pihak yang bersengketa namun berdasarkan asas putusan tersebut akan mengikat siapa saja. Menurut Indroharto (1993:43 ) Untuk melakukan control terhadap tindakan hukum pemerintah dalam bidang hukum public harus memperhatikan cirri-ciri sebagai berikut : 1. Sifat atau karakteristik dari suatu keputusan TUN yang selalu mengandung asas praesumptio iustae causa , yaitu suatu Keputusan Tata Usaha Negara ( Beschikking ) harus selalu dianggap sah selama belum dibuktikan sebaliknya sehingga pada prinsipnya harus selalu dapat segera dilaksanakan ; 2. Asas perlindungan terhadap kepentingan umum atau public yang menonjol disamping perlindungan terhadap individu ; 3. Asas self respect atau self obidence dari aparatur pemerintah terhadap putusan-putusan peradilan administrasi, karena tidak dikenal adanya upaya pemaksa yang langsung melalui juru sita seperti halnya dalam prosedur hukum perdata. Dengan asas dan cirri khusus ini menjadi sangat penting untuk diketahui oleh siapapun juga yang berkeinginan mengajukan gugatan ke PTUN agar dalam mengajukan gugatan tersebut tepat dan menghasilkan putusan yang diharapkan. Posted 12th April 2011 by EDI PRANOTO
PERBEDAAN HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN HUKUM ACARA PERDATA Perbedaan tersebut antara lain: 1. Yang dapat digugat dihadapan Peradilan Tata Usaha Negara hanyalah badan atau pejabat tata usaha negara. Yang dapat menggugat hanyalah orang atau badan hukum perdata. Sehingga tidak mungkin terjadi saling menggugat antara sesama badan atau pejabat tata negara di peradilan tata usaha negara. 2. Sengketa yang dapat diadili oleh peradilan tata usaha negara adalah sengketa mengenai sah atau tidaknya suatu keputusan tata usaha negara, bukan sengketa mengenai kepentingan hak. 3. Pada peradilan tata usaha negara, hakim berperan lebih aktif dalam proses persidangan guna memperoleh suatu kebenaran materiil dan untuk itu undang-undang ini mengarah pada pembuktian bebas. 4. Suatu gugatan tata usaha negara pada dasarnya tidak bersifat menunda pelaksanaan keputusan tata usaha negara. 5. Gugat balik (gugat rekonvensi) tidak ada dalam hukum acara peradilan tata usaha negara. 6. Dalam proses pemeriksaan sengketa TUN terdapat adanya tahap pemeriksaan pendahuluan. 7. Putusan hakim tidak boleh melebihi tuntutan Penggugat, tetapi dimungkinkan membawa Penggugat ke dalam keadaan yang lebih buruk sepanjang hal ini diatur dalam Undang-undang. 8. Dalam peradilan tata usaha negara, apabila tergugat tidak hadir maka hakim tidak dapat menjatuhkan putusan verstek, tetapi tetap melanjutkan sidang dengan acara biasa. Putusan baru bisa dijatuhkan setelah pemeriksaan segi pembuktian dilaksanakan secara tuntas. cara ini ditempuh

dalam peradilan tata usaha negara, untuk menjaga jangan sampai kepentingan negara dirugikan karena kelalaian tergugat. Hal ini berbeda dengan acara yang berlaku di persidangan peradilan perdata, dalam hal demikian hakim dapat langsung menjatuhkan putusan verstek. Dalam UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata usaha Negara diberikan kemudahan bagi warga masyarakat pencari keadilan, antara lain: 1. mereka yang tidak pandai membaca dan menulis dibantu oleh panitera pengadilan untuk merumuskan gugatannya; 2. warga pencari keadilan dari golongan masyarakat yang tidak mampu diberikan kesempatan untuk berperkara secara Cuma-Cuma; 3. apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak, atas permohonan penggugat, ketua pengadilan dapat menentukan dilakukannya pemeriksaan dengan acara cepat; 4. penggugat dapat mengajukan gugatannya kepada pengadilan tata usaha negara yang paling dekat dengan tempat kediamannya untuk kemudian diteruskan ke pengadilan yang berwenang mengadilinya; 5. dalam hal tertentu gugatan dimungkinkan untuk diadili oleh pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat; 6. badan atau pejabat tata usaha negara yang dipanggil sebagai saksi diwajibkan untuk datang sendiri.

You might also like