You are on page 1of 57

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Penyakit Rheumatoid Arthritis 2.1.

1 Pengertian Rheumatoid Arthritis Rheumatoid Arthritis adalah penyakit sistemik yang ditandai oleh poli Artritis kronik yang menyerang sendi bilateral simetris, perubahan erosi pada rontgen dan sering dengan gejala sistemik (kapita selekta Kedokteran klinis, 2009:271). Menurut Pusdinakes dalam (Suratun, et al, 2008:110) Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit inflamasi progresif, sistematik dan kronis. Artritis Rematoid merupakan peradangan yang kronis dan sistemik pada sendi synovial. Inflamasi awal mengenai sendi-sendi synovial disertai edema, kongestif Vaskuler, eksudat fibrin, dan infiltrasi seluler. Smeltzer & Bare (2002:1801) menyatakan Rematoid Arthritis adalah penyakit yang disebabkan oleh reaksi autoimun yang terjadi di jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi sehingga kolagen terpecah dan terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.

Arthritis Reumatoid adalah penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikkan oleh kerusakan dan

proliferasi membrane synovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. Mekanisme imunologis tampak berperan penting dalam memulai dab mengekalkan penyakit dimana remisi spontan dan eksaserbasi tak diperkirakan kejadiannya (Doengoes, 2001:859). 2.1.2 Manifestasi Klinis Menurut buku Kapita Selekta Kedokteran Klinis (2009:272) manifestasi klinis penyakit Rematoid Arthritis adalah:
1. Nyeri sendi dan kaku pada pagi hari (selama 1 jam atau lebih)

merupakan gejala awal dari penyakit; juga keadaan tidak sehat yang umum dan rasa letih. 2. Dapat timbul mendadak dan berangsur-angsur. 3. Sendi-sendi interfalangeal proksimal, metakarpofalangeal dan

metatarsofalangeal dan pergelangan terserang pada fase awal penyakit. 4. Nodul pada permukaan ekstensor tulang, terutama siku. 5. Setiap sendi yang lebih besar memungkinkan terkena tetapi tidak pada fase awal. 6. Ruas-ruas leher bagian atas sering terkena.

7. Remisi atau terhentinya aktivitas penyakit dapat terjadi setiap saat. 8. Penyakit yang progresif akan menyebabkan hilangnya fungsi dengan subluksasi dan ankilosis. Sedangkan Menurut Smeltzer & Bare (2002:1801) manifestasi klinis pada pasien Rheumatoid Arthritis bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya penyakit, manifestasi klinis yang terjadi yaitu: 1. Rasa nyeri, bengkak, panas, eritema dan gangguan fungsi pada sendi merupakan gambaran klinis pada RA. Palpasi sendi akan

mengungkapkan jaringan yang lunak seperti spons atau busa. Cairan dapat diaspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi. 2. Kelainan sendi dimulai dengan sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan tangan dan kaki. Dengan semakin berlanjutnya penyakit, sendi lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, vertebrservikalis dan sendi temporomandibuler turut terkena. Awitan gejala biasanya akut; gejala biasanya bilateral dan simetris. Disamping nyeri dan

pembengkakan sendi tanda klasik RA lain adalah kekakuan sendi, khususnya pada pagi hari lebih dari 30 menit. 3. Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun dalam stadium penyakit yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sendi-sendi tersebut.

4. Persendian yang teraba panas, membengkak, serta nyeri tidak mudah digerakkan, dan pasien cenderung menjaga atau melindungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu lama akan mengakibatkan kontraktur sehingga terjadi deformitas pada jaringan lunak. 5. Deformitas pada tangan dan kaki sering dijumpai pada RA yang disebabkan oleh ketidaksejajaran sendi akibat pembengakakan, destruksi sendi.
6. Tanda sistemik seperti penurunan berat badan, demam, keadaan

mudah lelah, anemia, pembesaran kelenjar limfe. 2.1.3 Etiologi Rheumatoid Arthritis Penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi) dan factor metabolis dan infeksi virus (Suratun, dkk, 2008:111). Dalam buku Kapita Selekta Kedokteran Klinis (2009:272) juga disebutkan bahwa penyebab pasti belum diketahui, tetapi terdapat bukti adanya riwayat keluarga; petanda genetik tertentu sering ditemukan dan mekanisme autoimun tersangkut, mungkin berhubungan dengan infeksi yang tidak dikenal. 2.1.4 Klasifikasi

Reumatoid Arthritis dapat dikelompokkan berdasarkan diagnostik sebagai berikut: kaku pagi hari, nyeri pada pergerakan atau nyeri tekan paling sedikit pada satu sendi, pembengkakan karena penebalan jaringan lunak atau cairan (bukan pembesaran tulang), pembengkakan paling sedikit satu sendi dan masa bebas gejala dari kedua sendi yang terkena tidak lebih dari tiga bulan, pembengkakan sendi yang simetris dan terkenanya sendi yang sama pada kedua sisi yang timbulnya bersamaan. Klasifikasi Rheumatoid Arthritis dalam buku Cermin Dunia Kedokteran adalah sabagai berikut: 1. Reumatoid Klasik Harus terdapat 7 dari kriteria tersebut di atas. Kriteria 1 sampai 5 tanda dan gejala sendi harus berlangsung terus menerus paling sedikit selama 6 minggu. Jika ditemukan salah satu tanda dari daftar yang tidak termasuk RA, maka penderita tidak dapat digolongkan dalam kelompok ini. 2. Reumatoid Definit Harus terdapat 5 dari kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 5 tanda dan gejala sendi harus berlangsung terus menerus paling sedikit 6 minggu. 3. Probable Reumatoid Arthritis Kemungkinan RA terdapat 3 dari kriteria di atas. Paling sedikit satu dari kriteria 1 sampai 5 tanda atau gejala sendi harus berlangsung terus menerus paling sedikit 6 minggu. 4. Possible Reumatoid Arthritis

Diduga RA harus terdapat 2 dari kriteria diatas , dan lamanya gejala sendi paling sedikit 3 bulan. Termasuk possible Reumatoid Arthritis jika memiliki ciri sebagai berikut kaku pagi hari, nyeri tekan atau nyeri gerak dengan riwayat rekurensi atau menetap selama 3 minggu, riwayat atau didapati adanya pembengkakan sendi, nodul subkutan (diamati oleh pemeriksa) peningkatan Laju Endap Darah atau C-Reaktif Protein, Iritis.

2.1.5 Patofisiologi
Reaki faktor R antibody, faktor metabolic, infeksi dengan kecenderungan virus

Nyeri

Reaksi peradangan

Menbran synovial menebal pannu s Nodul Deformitas sendi

Infiltrasi kedalam os. subcondria Hambatan nutrisi pada kartilago artikularis Kartilago nekrosis Erosi kartilago Adhesi permukaan sendi Ankilosis fibrosis Kekakuan sendi Terbatasnya gerakan sendi Kerusakan kartilago

Tendon dan ligament melemah Kekuatan otot hilang

(anakkomik.blogspot.com) Gambar 2.1 Patofisiologi Rheumatoid Arthritis

Pada arthritis reumatoid, reaksi autoimun reaksi faktor R dengan antibodi dan infeksi yang kecenderungan disebabkan oleh virus terutama terjadi pada jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya membentuk pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002:1800). 2.1.6 Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Farmakologis Untuk Rheumatoid Arthritis yang dini, terapi dimulai dengan

pendidikan pasien, keseimbangan antara istirahat dan latihan, dan rujukan ke lembaga kemasyarakatan yang dapat memberikan dukungan. Penanganan nedik dimulai dengan pemberian NSAID atau salisilat dalam dosis terapeutik. Apabila inflamasi tidak dapat dikendalikan secara total dengan obat-obatan anti-inflamasi, preparat anti-reumatik yang kerjanya lambat dapat diberikan sejak awal dalam penanganan penyakit Rheumatoid Arthritis. Jika gejalanya tampak agresif yaitu erosi tulang pada sendi, penggunaan metotreksat perlu

dipertimbangka. Yang bertujuan untuk menghancurkan sendi (Smeltzer & Bare, 2002:1802).

2. Pengobatan Nonfarmakologis a. Pengobatan Fisioterapi Fisioterapi perlu dalam menangani kasus RA, yakni mencegah kerusakan sendi, mencegah kehilangan fungsi sendi, mengurangi nyeri, dan mencapai remisi secepat mungkin. Sendi yang meradang harus dilatih secara lembut dan perlahan sehingga tidak terjadi kekakuan atau cedera. Setelah peradangan mereda, bisa dilakukan latihan yang lebih aktif secara rutin, tetapi jangan sampai berlebihan supaya tidak terlalu lelah (Junaidi, 2006). Pada pengobatan fisioterapi pembidaian sering dilakukan untuk meregangkan sendi secara perlahan. Penderita yang menjadi cacat karena RA dapat menggunakan alat bantu untuk dapat melaksanakan tugasnya sehari-hari, contoh sepatu ortopedik khusus atau sepatu atletik khusus. b. Pengobatan Pembedahan Bedah rekonstrukti merupakan indikasi jika rasa nyeri tidak daapt diredakan oleh tindakan konservatif. Prosedur bedah mencakup tindakan sinvektomi (Eksisi membrane sinovial), tenorafi (penjahitan tendon), atrodesis (operasi untuk menyatukan sendi). Namun operasi tidak

dilakukan pada saat penyakit masih berada dalam stadium akut (Smeltzer & Bare, 2002:1802). c. Pengobatan Psikoterapi Peranan ahli psikologi dan petugas sosial medis (social worker) diperlukan untuk menangani mental penderita agar tetap gigih dan sabar dalam pengobatan serta tidak merasa rendah diri sehingga penderita mampu melakukan tugas sehari-hari terutama untuk mengurus dirinya sendiri. Juga petugas sosial medis yang ikut membuat penilaian terhadap suasana lingkungan, penilaian kamampuan penderita. d. Panas atau dingin Pada prinsipnya cara kerja terapi panas pada RA meningkatkan aliran darah ke daerah sendi yang terserang sehingga proses inflamasi berkurang (Junaidi, 2006). Selain itu terapi panas akan melancarkan sirkulasi darah, meningkatkan kelenturan jaringan sehingga mengurangi rasa nyeri serta memungkinkan hasil terapi didapat secara optimal. Terapi panas dapat menggunakan lilin paraffin, microwave, ultrasound, atau air panas. Cara menggunakan air panas bisa dengan handuk hangat atau kantong panas yang ditempelkan pada sendi yang meradang atau dapat juga dengan mandi atau berendam dalam air yang panas. Terapi dingin bertujuan untuk membuat baal bagian yang terkena RA sehingga mengurangi nyeri, peradangan, serta kaku atau kejang otot. Cara terapi dingin adalah dengan menggunakan kantong dingin, atau minyak yang mendinginkan kulit dan sendi.

Menurut para dokter, panas yang digunakan berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah, menstimulasi sirkulasi darah, dan

mengurangi kekakuan. Selain itu, panas juga berfungsi menghilangkan sensasi sakit. Dari mana sumber panasnya? Anda bisa menggunakan berbagai peralatan seperti lapik pemanas (heating pad), lampu pemanas atau menggunakan uap panas dengan cara mandi air hangat atau kompres dengan kain yang telah direndam dalam air panas. Berbeda dengan panas, kompres dingin mengurangi peradangan dengan cara mengerutkan atau mengecilkan pembuluh darah. Meskipun sensasi dari kompres air es atau kompres kantung es akan menimbulkan rasa tidak nyaman di awal, tetapi cara ini bisa meredam rasa sakit. e. Terapi diet Prinsip dasar pola diet untuk mendapatkan berat badan yang ideal dengan menerapkan pola makan secukupnya sesuai dengan energi yang diperlukan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Pola makan pada pasien RA adalah sayur dengan porsi yang lebih banyak, buah, rendah lemak, dan kolesterol (Junaidi, 2006). 2.1.7 Komplikasi Menurut Suratun, SKM, dkk (2008:111) komplikasi pada Rheumatoid Arthritis antara lain: 1. Nodul subkutan

2. Deformitas 3. Kelainan katup jantung 4. Spenomegali

2.1.8 Pemeriksaan Klinis Menurut buku Kapita Selekta Kedokteran Klinis (2009:273), pemeriksaan khusur pada Rheumatoid Arthritis yaitu: 1. Tes faktor Reumatoid positif, antinuclear antibody (ANA) positif bermakna bagi sebagian penderita. 2. LED naik pada penyakit aktif; anemia; albumin serum rendah, dan fosfatase alkali meningkat. 3. Rontgen menunjukkan erosi terutama pada sendi-sendi tangan, kaki dan pergelangan pada stadium dni; kemudian pada setiap sendi. 4. Kelainan destruktif yang progresif pada sendi dan disorganisasi pada penyakit yang berat. Sedangkan kriteria diagnostik RA menurut AMERICAN RHEUMATISM ASSOCIATION (REVISED, 1987) (dalam Lukman&Ningsih, 2009:220) yaitu sebagai berikut:

1. Kaku pagi hari selama paling sedikit I jam dan sudah berlangsung paling sedikit 6 minggu. 2. Pembengkakan pada 3 sendi atau lebih selama paling sedikit Cermin Dunia 6 minggu. 3. Pembengkakan pergelangan tangan, sendi metakarpofalang, atau interfalang proksimal selama 6 minggu atau lebih. 4. Pembengkakan sendi yang simetris. 5. Pemeriksaan radiologi tangan menunjukkan perubahan khas artritis reumatoid; harus didapati erosi atau dekalsifikasi tulang yang nyata. 6. Nodul reumatoid. 7. Serum factor Reumatoid positif. 2.1.9 konsep lansia Menurut Hadi Martono dan Boedhi Darmojo ( dalam buku Wahjudi, 2008 ) mengatakan bahwa menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. 1. Teori Proses Menua

a. Teori Biologis 1) Teori jam genetik Menurut Hay ick ( dalam buku Tamher, 2009 : 19 ) secara genetik sudah terprogram bahwa material di dalam inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan frekuensi mitosis. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies tertentu memiliki harapan hidup (life span) yang tertentu pula. Manusia yang memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110 tahun,sel-selnya diperkirakan hanya mampu membelah sekitar 50 kali,sesudah itu akan mengalami deteriorasi. 2) Teori interaksi seluler Menurut Berger ( dalam buku Tamher, 2009 :19 ) bahwa sel-sel satu sama lain saling berinteraksi dan mempengaruhi. Keadaan tubuh akan baikbaik saja selama sel-sel masih berfungsi dalam suatu harmoni. Akan tetapi, bila tidak lagi demikian,maka akan terjadi kegagalan mekanisme feed back dimana lambat laun sel-sel akan mengalami degenerasi. 3) Teori Mutagenesis somatik (Teori error katastrop) Bahwa begitu terjadi pembelahan sel (mitosis), akan terjadi mutasi spontan yang terus menerus berlangsung dan akhirnya mengarah pada kematian sel. ( Tamher, 2009 : 19 ). Menurut Kane ( dalam buku Tamher, 2009 :19 ) bahwa eror akan terjadi pada struktur DNA,RNA, dan sintesis

protein. Masing-masing eror akan saling menambah pada eror yang lainnya dan berkulminasi dalam eror yang bersifat karastrop 2. Perubahan-Perubahan yang terjadi pada lanjut usia 1. Perubahan fisik a. Sel 1) Jumlah sel menurun/lebih sedikit 2) Ukuran sel lebih besar 3) Jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang 4) Proporsi protein di otak,otot,ginjal,darah,dan hati menurun 5) Jumlah sel otak menurun 6) Mekanisme perbaikan sel terganggu 7) Otak menjadi atrofi,beratnya kurang 5-10% 8) Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar b. Sistem Persarafan 1) Menurun hubungan persarafan 2) Berat otak menurun 10-20% (sel saraf setiap orang berkurang setiap harinya)

3) Reson dan waktu untuk bereaksi lambat,khususnya terhadap stres 4) Saraf panca indera mengecil 5)Penglihatan berkurang,pendengaran menghilang,saraf penciuman dan perasa mengecil,lebih sensitif terhadap perubahan suhu,dan rendahnya ketahanan terhadap dingin. 6) Kurang sensitif terhadap sentuhan 7) Defisit memori c. Sistem pendengaran 1) Gangguan pendengaran. Hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam ,terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi,suara tidak jelas,sulit mengerti kata-kata,50% terjadi pada usia di atas 65 tahun 2) Membran tympani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis 3) Terjadi pengumpulan serumen,dapat mengeras karena meningkatnya keratin 4) Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan/stres 5) Tinitus (bising yang bersifat mendengung,bisa bernada tinggi atau rendah,bisa terus menerus atau intermiten)

6) Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau berputar)

d. Sistem penglihatan 1) Sfingter pupil timbul sklerosis dan respon terhadap sinar menghilang 2) Kornea lebih berbentuk sferis (bola) 3) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa),menjadi katarak,jelas menyebabkan gangguan penglihatan. 4) Meningkatnya ambang,pengamatan sinar,daya adaptasi terhadap

kegelapan lebih lambat,susah melihat dalam gelap 5) Penurunan/hilangnya daya akomodasi,dengan manifestasi

presbiopia,seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa. 6) Lapang pandang menurun,luas pandangannya berkurang 7) Daya membedakan warna menurun,terutama warna biru atau hijau pada skala e. Sistem kardiovaskuler 1) Katup jantung menebal dan menjadi kaku

2) Elastisitas dinding aorta menurun 3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan kontraksi dan volume menurun (frekuensi denyut jantung maksimal = 200-umur) 4) Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun) 5) Kehilangan elastisitas pembuluh darah,efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang,perubahan posisi dari tidur ke duduk (dudul ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak) 6) Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan 7) Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat. Sistole normal + 170 mmHg, distole + 95 mmHg. f. Sistem pengaturan suhu tubuh Pada pengaturan suhu,hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu termostat,yaitu menetapkan suatu suhu tertentu. Keminduran terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya. Yang sering ditemui antara lain:
1) Temperatur suhu meenurun (hipotermia) secara fisiologis + 350C ini

mengakibatkan metabolisme yang menurun

2) Pada kondisi ini,lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula

menggigil,pucat ,dan gelisah.


3) Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang

banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.

g. Sistem pernapasan 1) Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi,kehilangan

kekuatan,dan menjadi kaku. 2) Aktivitas silia menurun 3) Paru kehilangan elastisitas,kapasitas residu meningkat,menarik napas lebih berat,kapasitas pernapasan maksimum menurun dengan kedalaman bernapas menurun 4) Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan jumlah berkurang 5) Berkurangnya elastisitas bronkus 6) Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg 7) Karbondioksida pada arteri tidak berganti. Pertukaran gas terganggu 8) Reflek dan kemampuan untuk batuk berkurang.

9) Sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun 10) Sering terjadi emfisema senilis 11) Kemampuan pergas dinding dada da kekuatan otot pernapasan menurun seirng pertamabahan usia.

h. Sistem pencernaan
1)

Kehilangan gigi,penyebab utama periodontal disease

yang

biasa terjadi setelah umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi dan gizi yang buruk.
2)

Indra pengecap menurun,adanya iritasi selaput lendir yang indra pengecap (+80%),hilangnya sensitivitas saraf

kronis,atrofi

pengecap di lidah,terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitivitas saraf pengecap rasa asin,asam,dan pahit. 3) 4) Esofagus melebar Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun),asam

lambung menurun,motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun. 5) 6) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi Fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi terganggu,terutama

karbohidrat)

7)

Hati

semakin

mengecil

dan

tempat

penyimpanan

menurun,aliran darah berkurang. i. Sistem reproduksi Wanita 1) Vagina mengalami kontraktur dan mengecil 2) Ovari menciut,uterus mengalami atrofi 3) Atrofi payudara 4) Atrofi vulva 5) Selaput lendir vagina menurunn,permukaan menjadi halus,sekresi

berkurang,sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan warna. Pria 1) Testis masih dapat memproduksi spermatozoa,meskipun ada penurunan secraa berangsur-angsur 2) Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun,asal kondisi kesehatannya baik,yaitu: a) b) kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan

kemampuan seksual

c)
d)

tidak perlu cemas karena prosesnya alamiah sebanyak +75% pria di atas 65 tahun mengalami pembesaran

prostat j. Sistem endokrin 1) 2) 3) hanya produksi dari hampir setiap hormon menurun fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah pituitari: pertumbuhann hormon ada tetapi lebih rendah dan di dalam pembuluh darah;berkurangnya produksi dari

ACTH,TSH,FSH,dan LH.
4)

menurunnya aktifitas tiroid,menurunnya BMR (basal metabolic

rate), dan menurunnya daya pertukaran zat. 5) 6) menurunnya produksi aldosteron menurunnya sekresi hormon kelamin,misalnya :

progesteron,estrogen,dan testosteron. l. Sistem integumen 1) 2) kulit mengerut ataua keriput akibat kehilangan jaringan lemak permukaan kulit cenderung kusam,kasar,dan bersisik (karena

kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran da bentuk sel epidermis)

3)

timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang

tidak merata pada permukaan kulit sehingga tampak bintik-bintik atau noda cokelat. 4) terjadi perubahan pada daerah sekitar mata,tumbuhnya kerut-

kerut halus di ujung mata akibat lapisan kulit menipis 5) 6) a) b) c) 7) 8) 9) respon terhadap trauma menurun. mekanisme proteksi kulit menurun: produksi serum menurun produksi vitamin D menurun pigmentasi kulit terganggu kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu rambut dalam hidung dan telinga menebal berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan

vaskularisasi 10) 11) 12) 13) pertumbuhan kuku lebih lambat kuku jari menjadi keras dan rapuh kuku menjadi pudar,kurang bercahaya kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk

14)

jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang

m. Sistem muskuloskeletal 1) 2) 3) tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh gangguan tulang,yakni mudah mengalami demineralisasi kekuatan dan stabilitas tulang menurun,terutama vertebrata

pergelangan,dan paha. Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada area tulang tersebut. 4) kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga

rusak dan aus 5) 6) 7) 8) 9) kifosis gerakan pinggang,lutut dan jari-jari pergelangan terbatas. gangguan gaya berjalan. kekakuan jaringan penghubung. diskusintervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya

berkurang) 10) 11) persendian membesar dam menjadi kaku tendon mengerut dan mengalami sklerosis

12)

atrofi serabut otot, serabut otot mengecilsehingga gerakan

menjadi lamban, otot kram, dan menjadi tremor(perubahan otot cukup rumit dan sulit dipahami). 13) komposisi otot berubah sepanjang waktu(miofibril digantikan

oleh lemak, kalogen dan jaringan perut) 14) 15) aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua. otot polos tidak begitu berpengaruh.

3. Penyakit Autoimun pada Lansia Penyakit autoimun sistemik merupakan sejumlah gangguan yang dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan. Pada penuaan, ada peningkatan jumlah autoantibody dalam tubuh. Belum jelas, apakah autoantibodi ini mempengaruhi proses penuaan atau memiliki peranan dalam penyakit kronik pada lansia. Pada pasien geriatri, umumnya gambaran klinis penyakit autoimun tidak khas dan parameter laboratoriumnya tidak jelas. Kebanyakan lansia memiliki hasil autoantibody positif, yang menunjukkan adanya paparan terhadap faktor-faktor eksogen, seperti infeksi virus atau penggunaan bermacam macam obat saat pasien beranjak tua. Beberapa obat dapat mempengaruhi produksi otoantibodi, dan pada beberapa kasus dapat

menyerupai syndrome).

gambaran

penyakit

autoimun

(drug-induced

lupus-like

Respon imun yang rendah dapat mencetuskan perubahan sel. Sel yang mengalami perubahan tidak berhasil disingkirkan, dan respon imun kemudian bereaksi silang terhadap sel normal yang sama jenisnya. Beberapa otoantibodi yang ditemukan pada lansia: a. Rheumatoid factor, merupakan otoantibodi yang paling sering

ditemukan. b. Antinuclear antibodies (ANA), adalah salah satu autoantibodi

spesifik nonorgan yang paling sering dijumpai. ANA diduga merupakan autoantibody alami penting, yang berperan dalam immunosurveilance antitumor. c. Anti-phospholipid antibodies, adalah otoantibodi yang sering

ditemukan bersama dengan ANA. Anticardiolipin antibody (aCL) merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke pada usia muda mau pun tua. d. ANCA

Beberapa penyakit autoimun sistemik yang dijumpai pada lansia antara lain arteritis giant cell, polymyalgia rheumatica, miopati inflamasi, sindroma Sjogren, rheumatoid arthritis, systemic lupus erythematosus, sindroma Hughes, poliarteritis nodosa, granulomatosis Wegener dan sklerosis sistemik.

Rheumatoid arthritis dapat terjadi pada pria mau pun wanita, dengan proporsi yang sama setelah usia >65 tahun. Gejala berupa kaku sendi pada pagi hari, demam tanpa sebab, eritema dan nyeri pada sendi proksimal, disertai peningkatan rheumatoid factor (RF) yang sangat sedikit. Kondisi ini yang menyebabkan RA sering sulit didiagnosis.

2.2 Asuhan Keperawatan pada Rheumatoid Arthritis 2.2.1 Pengkajian Menurut Harnowo & Susanto (2002:155), riwayat kesehatan dan pengkajian fisik berfokus pada gejala saat ini dan masa lalu, seperti keletihan, kelemahan, nyeri, kekakuan, demam, atau anoreksia dan efek gejala ini pada gaya hidup dan citra diri pasien. Karena penyakit Reumatik mempunyai efek pada sistem tubuh. Tanda dan gejala dan pemeriksaan yang di dapat pada lansia dengan Rheumatoid Arthritis menurut Schaefer & Stockslager (2008:50) yaitu:
1. Awalnya, awitan gejala nonspesifik tidak terlihat (keletihan, malaise,

anoreksia, demam derajat rendah yang menetap, penurunan berat badan, gejala artikular yang samar).

2. Pada tahap lanjut penyakit, gejala artikular terlokalisasi, paling sering pada bagian interfalangeal proksimal, metakarpofalangeal, dan sendi metatarsofalangeal; biasanya terjadi bilateral dan simetris dan dapat meluas ke pergelangan tangan dan siku, lutut serta pergelangan kaki. 3. Kekakuan sendi khususnya pada pagi hari, nyeri tekan dan kesakitan, penurunan fungsi sendi, akhirnya deformitas dan kontraktur sendi, khususnya jika aktivitas berlanjut. 4. Nodul Reumatoid pada daerah yang tertekan seperti siku.
5. Jari berbentuk kumparan (akibat edema yang nyata dan kongesti pada

sendi), dapat menjadi permanen pada deformitas leher angsa yang kha (hiperekstensi interfalangeal proksimal disertai fleksi permanen sendi interfalangeal distal), tangan tampak memendek. 6. Otot kaku, lemah, atau nyeri. 7. Parestesia yang terasa kesemutan pada jari 8. Kebas atau kesemutan pada kaki atau kehilangan sensasi pada kaki. 9. Nyeri pada saat inspirasi (menyertai pleuritis) 10. Lesi, ulkus pada tungkai, dan komplikasi sistemik multiple. 11. Gangguan neuron motorik atas, tanda babinski positif. 2.2.2 pemeriksaan fisik

Temuan pada pemeriksaan fisik Rheumatoid Arthritis yaitu: 1. Kulit : Ruam/lesi, peningkatan memar, eritema, penipisan,

panas/hangat, fotosensitifitas
2. Rambut

: Alopesia/penipisan, putih akibat penuaan : Kering, kasar, penurunan ketajaman, konjungtivitis,

3. Mata katarak 4. Telinga 5. Mulut

: Tinnitus, penurunan ketajaman pendengaran : Lesi pada pipi, perubahan daya pengecap, kering,

disfagia, kesulitan mengunyah 6. Dada aktivitas 7. Kardiovaskuler: Jari tangan pucat ketika terkena udara dingin 8. Abdomen 9. Genetalia seksual 10. Neurologis : Parastesia,, sakit kepala : Sendi merah, hangat, bengkak nyeri, deformitas, : perubahan defekasi, mual, perubahan berat badan. : Kering/ gatal-gatal, haid abnormal, perubahan kinerja : Nyeri pleuritik, penurunan ekspansi dada, intoleransi

11. Muskuloskeletal

rentang gerak terbatas, nodul subkutan

2.2.3 Pemeriksaan Diagnostik 1. Faktor Reumatoid: Positif pada 80%-90% kasus 2. Fiksasi lateks: Positif pada 75% dari kasus-kasus khas 3. Reaksi-reaksi aglutinasi: Positif pada 50% kasus 4. LED umumnya meningkat pesat (80-90 mm/h) 5. Protein C-reaktif: Positif selama eksaserbasi 6. Ig (IgM dan IgG): Peningkatan besa menunjukkan proses autoimun penyebab RA 7. Sinar X sendi yang sakit: Menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulng yang berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista tulang,

memperkecil jarak sendi dan subluksasio. 8. Artoskopi langsung: Visualisasi dari area yang menunjukkan

iregularitas/degenerasi tulang pada sendi. 9. Aspirasi cairan sinovial: Mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal. 10. Biopsi membran sinovial: Menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas. 2.2.4 Prioritas Keperawatan

1. Menghilangkan nyeri 2. Meningkatkan mobilitas 3. Meningkatkan konsep diri yang positif 4. Mendukung kemandirian
5. Memberikan informasi mengenai penyakit/prognosis dan keperluan

pengobatan. 2.2.4 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan pada gerontik dengan Rheumatoid Arthritis menurut NANDA (2011) yaitu: 1. Gangguan penampilan Definisi: konfusi mental individu terhadap penampilan fisiknya Batasan karakteristik:
a. Respon nonverbal terhadap perubahan aktual atau dirasakan dalam

citra

tubuh

yang

berhubungan

dengan

perubahan

struktur dan fungsi b. Verbalisasi perasaan dan persepsi yang merefleksikan suatu

perubahan pandangan terhadap tubuh seseorang dalam penampilan, struktur, dan fungsi

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan perubahan fungsi seiring penuaan Batasan karakteristik NANDA: a. Kerusakan kognitif b. Perubahan mobilitas yang disebabkan penyakit kronis, kontraktur atau kekakuan otot atau sendi, nyeri pada saat pergerakan, atau lingkungan yang tidak nyaman c. Depresi, perasaan terisolasi d. Ketidakmampuan melakukan satu atau lebih aktivitas perawatan diri 3. Keletihan Batasan karakteritik: a. Rentan cedera b. Penurunan libido c. Berkurangnya penampilan d. Tidak perhatian terhadap lingkungan e. Letargi tak bergairah f. Merasa perlu energy tambahan

4. Hambatan

mobilitas

fisik

berhubungan

dengan

kerusakan

neuromulskular dan penyakit penuaan Batasan karakteristik (NANDA, 2011:303): a) otot. b) c) d) e) Gangguan koordinasi Ketidkamanpuan bergerak Keterbatasan ROM Keengganan untuk mencoba bergerak Penurunan kekuatan, pengendalian, massa, ketahanan

5. Ketidak efektifan performa peran berhubungan dengan perubahan status kesehatan Batasan karakteristik: a. Perubahan persepsi peran oleh pasien atau orang lain b. Perubahan kapasitas fisik c. Penyangkalan peran dan tanggungjawab d. Kurang pengetahuan mengenai peran dan tanggungjawab
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal

Batasan karakteristik: a. Bukti klinis gangguan musculoskeletal

b. Ketidakmampuan memilih pakaian c. Ketidakmampuan mempertahankan penampilan d. Gangguan kemampuan untuk memasang atau melepaskan

perlengkapan pada pakaian 7. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan atau mengingat dan salah interpretasi informasi. 2.2.4 Rencana Keperawatan 1. Gangguan penampilan Definisi: konfusi mental individu terhadap penampilan fisiknya Batasan karakteristik: c. Respon nonverbal terhadap perubahan actual atau dirasakan dalam struktur dan fungsi d. Verbalisasi perasaan dan persepsi yang merefleksikan suatu citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan

perubahan pandangan terhadap tubuh seseorang dalam penampilan, struktur, dan fungsi Hasil yang diharapkan a) Pasien menerima perubahan citra tubuh

b) Psien berpartisipasi dalam berbagai aspek perawatan dan dalam pengambilan keputusan c) Pasien mengkomunikasikan perasaan terhadap perubahan citra tubuh d) Pasien mengidentifikasi keterbatasan dan menyusun strategi untuk mengkompensasi kehilangan. Intervensi dan rasional 1. Terima persepsi diri pasien dan berikan jaminan bahwa ia mengatasi krisis ini Rasional:untuk memvalidasi perasaannya 2. Ketika membantu pasien melakukan perawatan diri kaji pola koping dan tingkat harga dirinya Rasional: untuk mendapatkan nilai dasar pada pengukuran kemajuan psikologisnya. 3. Dorong pasien melakukan perawatan dirri Rasional: meningkatkan rasa kemandirian dan control 4. Dorong pasien untuk mengungkapkan kedukaan tentang dapat

kehilangannya Rasional: kedukaan harus mendahului penerimaan

5. Dorong pasien untuk menuliskan perasaan, tujuan, keluhan, dan kemajuan yang terjadi pada dirinya Rasional: catatan tertulis dapat membantu menunjukkan kemajuan pasien 6. Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam kelompok pendukung Rasional: membantunya mendapatkan dukungan dan pemahaman 7. Ajarkan dan dorong strategi koping yang sehat Rasional: membantu pasien mengatasi perilaku yang tidak produktif 8. Rujuk pasien pada layanan pendukung Rasional: member kesempatan tambahan guna meningkatkan citra tubuh Evaluasi: 1. Kata-kata yang digunakan klien untuk meggambarkan dirinya 2. Respon pasien untuk mengubah bagian tubuh 3. Respon pasien terhadap intervensi keerawatan 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan perubahan fungsi seiring penuaan Batasan karakteristik NANDA:

a. b.

Kerusakan kognitif Perubahan mobilitas yang disebabkan penyakit kronis, kontraktur atau kekakuan otot atau sendi, nyeri pada saat pergerakan, atau lingkungan yang tidak nyaman

c. d.

Depresi, perasaan terisolasi Ketidakmampuan melakukan satu atau lebih aktivitas perawatan diri

Tujuan: klien dapat bertoleransi terhadap aktivitas Kriteria hasil yang diharapkan: a) Pasien mengunakan alat bantu untuk melakukan aktivitas b) Pasien mengidentifikasi aktivitas yang disusun c) Pasien berpartisipasi dalam peningkatan aktivitas latihan dan social d) Nadi, respirasi dan tekanan darah masih sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan selama periode aktivitas Intervensi dan rasional 1. Tentukan tujuan yang realistis untuk meningkatkan tingkat aktivitas klien, dengan empertimbangkan keterbatasan fisik dan tingkat energinya

R/ membantu meningkatkan kualitas hidupnya 2. Demonstrasikan penggunaan alat bantu, seperti tongkat, walker R/ mengajarkan kemandirian dan metode penghematan energi 3. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi 4. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya tentang

penurunan tingkat energy R/ untuk meningkatkan penerimaan 5. Pantau pengobatan pasien R/ mengidentifikasi obat-obatan yang dapat mengganggu toleransi aktivitas 6. Lakukan modifikasi lingkungan R/ untuk membantu aktivitas mandiri 7. Dorong pasien untuk melibatkan diri dalam aktivitas dan latihan R/ meningkatkan stamina dan menurunkan isolasi social

8. Lakukan pengkajian kesehatan secara berkala dan pantau adanya kelemahan atau keletihan R/mengkaji apakah penyakit memperburuk kondisi 9. Beri penyuluhan kepada pasien tentang nutrisi yang baik dan istirahat yang adekuat R/ meningkatkan praktik kesehatan 10. Rujuk pasien ke lembaga kesehatan si rumah untuk perawatan lanjutan R/ mempertahankan status kesehatan klien 3. Keletihan Batasan karakteritik: a. Rentan cedera b. Penurunan libido c. Berkurangnya penampilan d. Tidak perhatian terhadap lingkungan e. Letargi tak bergairah f. Merasa perlu energy tambahan

Hasil yang diharapkan: 1. Pasien mengidentifikasi tindakan-tindakan untuk mencegah atau mengidentifikasi keletihan 2. Pasien menyatakan peningkatan energy 3. Pasien terlibat dalam aktivitas 4. Pasien melakukan tindakan untuk memodifikasi keletihan Intervensi dan rasional 1. Cegah keletihan yang tidak perlu contohnya: hindari latihan yang tidak perlu R/ menghindari keletihan 2. Hemat energy dengan cara istirahat R/ mencegah dan meringankan keletihan 3. Selingi aktivitas dengan periode istirahat R/ penjadwalan periode istirahat yang teratur dapat membantu menurunkan keletihan 4. Turunkan tuntutan yang dubebankan pada pasien R/ untuk menurunkan keletihan dan stress emosional

5. Atur lingkungan pasien R/ dapat mendorong kepatuhan klien terhadap program terapi 6. Berikan makan sedikit tapi sering R/ untuk menghemat energy pasien dan mendorong asupan nutrisi 7. Hindarkan situasi penuh emosional R/ dapat memperburuk keletihan pasien 4. Hambatan neuromulskular Batasan karakteristik (NANDA, 2011:303): a) Penurunan kekuatan, pengendalian, massa, ketahanan otot. b) Gangguan koordinasi c) Ketidkamanpuan bergerak mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

d) Keterbatasan ROM e) Keengganan untuk mencoba bergerak Tujuan : 1) Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal

Kriteria hasil a) Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi b) Meningkatkan fungsi yang sakit c) Melakukan pergerakan dan perpindahan

Intervensi 1. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan Rasional : mengidentifikasi masalah dan mempermudahkan intervensi 2. Ubah posisi secara periodic dan dorong untuk latihan nafas dalam Rasional : mencegah insiden komplikasi kulit atau pernafasan. 3. Ajarkan dan pantau pasien dalam penggunaan alat bantu Rasional : menilai batasan kemampuan klien dalam melakukan aktivitas optimal. 4. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif. Rasional : mempertahankan kekuatan dan ketahanann otot. 5. Kolaborasi dengan ahli terapi dan rujuk ke ahli terapi fisik Rasional : sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan mobilitas pasien. 6. Ajarkan klien untuk latihan ROM Rasional : mempersiapkan perawatan dirumah 5. Ketidak efektifan performa peran berhubungan dengan perubahan status kesehatan Batasan karakteristik: a. Perubahan persepsi peran oleh pasien atau orang lain b. Perubahan kapasitas fisik

c. Penyangkalan peran dan tanggungjawab d. Kurang pengetahuan mengenai peran dan tanggungjawab Hasil yang diharapkan: a) Pasien mengungkapkan perasaan penurunan kapasitas untuk

melakukan peran yang biasa di embannya b) Pasien menyadari keterbatasan dan mengungkapkan perasaannya c) Pasien membuat keputusan mengenai rangkaian tentang penanganan penyakitnya d) Pasien melanjutkan fungsi peran yang biasanya semaksimal mungkin selama ia mampu Intervensi dan rasional 1. Luangkan waktu cukup lama bersama pasien R/ meningkatkan rasa aman dan mengurangi kesepian 2. Berikan kesempatan dan dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya R/ membantu mengidentifikasi cara mengubah performa peran yang telah memperbaiki kehidupannya

3. Sadari kerapuhan emosi pasien, dan biarkan pasien mengungkapkan emosinya secara terbuka R/ membantu pasien mengatasi efek penyakit kronis dan kehilangan fungsi 4. Ber kesempatan pada pasien untuk membuat keputusan, dan dorong pasien untuk mempertahankan tanggungjawab pribadinya R/ dapat meningkatkan perasaan mandiri pasien 5. Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri, dengan mempertimbangkan keterbatasan fisik dan emosi pasien R/ keterlibatan dalam perawatan diri dapat meningkatkan fungsi yang optimal 6. Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya dan berikan edukasi tentang kondisi, penanganan dan prognosisnya R/ memungkinkan pasien mampu mengatasi efek penyakitnya secara lebih efektif 7. Dorong pasien untuk menyadari kekuatan pribadi dan

menggunakannya R/ membantu mempertahankan fungsi optimal dan mengembangkan persepsi diri yang lebih sehat

8. Dorong pasien untuk terus memenuhi peran kehidupan yang terganggu oleh penyakitnya R/ tindakan ini akan membantu pasien untuk mempertahankan perasaan berguna dan mempertahankan hubungan dengan orangtua 9. Lakukan pengkajian yang realistis kepada pasien dan keluarga, mengenai penyakit pasien, dan sampaikan harapan mengenai peran pasien untuk waktu dekat R/ edukasi dapat pasien membantu untuk meningkatkan keselamatan dan

keamanan

merencanakan

kebutuhan

perawatan

kesehaan dimasa yang akan datang. 10. Berikan edukasi kepada pasien dan anggota keluarga tentang penatalaksanaan penyakit, pengendalian faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan pasien, dan mendefinisikan ulang peran R/ untuk meningkatkan fungsi yan optimal 6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan musculoskeletal Batasan karakteristik: 1. Bukti klinis gangguan musculoskeletal 2. Ketidakmampuan memilih pakaian 3. Ketidakmampuan mempertahankan penampilan

4. Gangguan

kemampuan

untuk

memasang

atau

melepaskan

perlengkapan pada pakaian Hasil yang diharapkan: 1. Kebutuhan perawatan diri terpenuhi 2. Komplikasi dapat dihindari atau diminimalkan 3. Pasien menyampaikan perasaan keterbatasan 4. Pasien dapat mendemonstrasikan penggunaan alat bantu yang benar Intervensi dan rasional
1. Lakukan program penanganan untuk kondisi penyebab gangguan

musculoskeletal R/ mendorong kemandirian pasien 2. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan dan keluhannya

mengenai deficit perawatan diri R/ untuk membantu pasien mencapai tingkat fungsional tertinggi sesuai kemampuannya 3. Berikan waktu yang cukup bagi pasien untuk melakukan tugas berpakaian dan berhias R/ kegesa-gesaan dapat menimbulkan stress yang tidak seharusnya

4. Sediakan alat bantu yang diperlukan R/ untuk meningkatkan kemandirian 5. Berikan petunjuk kepada pasien atau pemberi asuhan tentang teknik memakai pakaian atau berhias R/ dapat mengidentifikasi area masalah dan meningkatkan

kepercayaan diri pemberi asuhan 6. Berikan pelayanan dirumah jika perlu R/ sumber-sumber tambahan tersebut dapat mendukung rencana aktivitas untuk memenuhi kebutuhan pasien.

2.2.5 Penatalaksanaan/Implementasi Pelaksanaan adalah pelaksanaan tindakan yang harus di laksanakan berdasarkan diagnosis perawat. Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksnakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal

diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, teknik komunikasi (Hidayat, 2004:122). Tujuan dari pelaksanan membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Implementasi yang muncul pada pasien Stocklager & Schaeffer (2008:52) meliputi : a. Mempertahankan mobilitas fisik b. Meningkatkan pengetahuan tentang prognosis dan pengobatan c. Meningkatkan citra diri pasien d. Mempertahankan fungsi peran
e. Meningkatkan toleransi terhadap aktivitas

2.1.1

Evaluasi

Evaluasi adalah tahapan akhir akhir dari proses keperawatan, evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Terdapat dua macam evaluasi yaitu evaluasi formatif (proses) yang menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intevensi dengan respon segera dan evaluasi sumatif (hasil) yang merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu. Menurut Zaidin (2002;86), terdapat tiga kemungkinan hasil evaluasi:

a.

Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukkan perbaikan

atau kemajuan sesuai criteria yang telah ditetapkan. b. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan ini tidak tercapai

secara maksimal, sehingga perlu dicari penyebabnya dan cara mengatasinya. c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak meunjukkan

perbaikan/kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru. Dalam hal ini perawat perlu mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, atau tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan. Pada Rheumatoid Arthritis evaluasi yang diharapkan adalah: Diagnosa keperawatan 1: 1. 2. Pasien menerima perubahan citra tubuh Pasien berpartisipasi dalam berbagai aspek perawatan dan

dalam pengambilan keputusan 3. tubuh 4. Pasien mengidentifikasi keterbatasan dan menyusun strategi Pasien mengkomunikasikan perasaan terhadap perubahan citra

untuk mengkompensasi kehilangan Diagnosa keperawatan 2: 1. Pasien mengunakan alat bantu untuk melakukan aktivitas 2. Pasien mengidentifikasi aktivitas yang disusun

3. Pasien berpartisipasi dalam peningkatan aktivitas latihan dan social 4. Nadi, respirasi dan tekanan darah masih sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan selama periode aktivitas Diagnosa 3: 1. Pasien mengidentifikasi tindakan-tindakan untuk mencegah atau mengidentifikasi keletihan 2. Pasien menyatakan peningkatan energy 3. Pasien terlibat dalam aktivitas 4. Pasien melakukan tindakan untuk memodifikasi keletihan Dignosa 4:
1. Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi

2. Meningkatkan fungsi yang sakit 3. Melakukan pergerakan dan perpindahan Diagnosa 5: 1. Pasien mengungkapkan perasaan penurunan kapasitas untuk

melakukan peran yang biasa di embannya 2. Pasien menyadari keterbatasan dan mengungkapkan perasaannya 3. Pasien membuat keputusan mengenai rangkaian tentang penanganan penyakitnya 4. Pasien melanjutkan fungsi peran yang biasanya semaksimal mungkin

selama ia mampu Diagnosa 6: 1. Kebutuhan perawatan diri terpenuhi 2. Komplikasi dapat dihindari atau diminimalkan 3. Pasien menyampaikan perasaan keterbatasan 4. Pasien dapat mendemonstrasikan penggunaan alat bantu yang benar

1.3 Konsep Teori Kompres

1.3.1 Pengertian Kompres hangat adalah suatu tindakan memberikan rasa hangat pada klien dengan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukannya (Kusyati, 2004:204).
1.3.2 Macam-macam kompres

Kompres

hangat

dan

dingin

pada

tubuh

bertujuan

untuk

meningkatkan perbaikan dan pemulihan jaringan. Bentuk kompres termal biasanya bergantung pada tujuannya. Kompres dingin pada bagian tubuh akan menyerap panas dari area tersebut; tentu saja akan

menghangatkan area tubuh tersebut. Kompres hangat atau dingin menghasilkan perubahan fisiologis suhu jaringan, ukuran pembuluh

darah, tekanan darah kapiler, area permukaan kapiler untuk pertukaran cairan dan elektrolit, dan metabolisme jaringan. Durasi kompres juga mempengaruhi respons. Kompres hangat dan dingin pada tubuh dapat berbentuk kering dan basah. Kompres hangat kering dapat digunakan secara lokal, untuk konduksi panas, dengan menggunakan botol air hangat, bantalan pemanas elektrik, bantalan akuatermia , atau kemasan pemanas disposable. Kompres hangat basah dapat diberikan, melalui konduksi, dengan cara kompres kasa, kemasan pemanas, berendam atau mandi. Kompres kering dingin diberikan untuk mendapat efek lokal dengan menggunakan kantong es, kolar es, sarung tangan es, dan kemasan pendingin disposabel. Kompres basah dingin diberikan pada bagian tubuh untuk memberi efek lokal; mandi spons hangat diberikan untuk efek pendinginan sistemik. EFEK FISIOLOGI KOMPRES HANGAT DAN DINGIN KOMPRES HANGAT Vasodilatasi Meningkatkan permeabilitas kapiler Meningkatkan metabolisme selular Merelaksasi otot KOMPRES DINGIN Vasokonstriksi Menurunkan permeabilitas kapiler Menurunkan metabolisme selular Merelaksasi otot pertumbuhan

Meningkatkan inflamasi; meningkatkan aliran Memperlambat darah kesuatu area Meredakan nyeri dengan merelaksasi otot

bakteri, mengurangi inflamasi Meredakan nyeri dengan

membuat area menjadi matirasa , memperlambat aliran inpuls nyeri, Efek sedatif Mengurangi kekakuan sendi dan meningkatkan ambang nyeri dengan Efek anastesi lokal Meredakan pendarahan

menurunkan viskositas cairan synovial 3.3.2 Indikasi kompres hangat

Indikasi Spasme otot Inflamasi Nyeri

INDIKASI PILIHAN KOMPRES HANGAT Efek Hangat Merelaksasi otot dan meningkatkan kontraktilitasnya Meningkatkan aliran darah, melunakkan eksudat Meredakan nyeri, kemungkinan dengan

meningkatkan relaksasi otot, meningkatkan sirkulasi, meningkatkan relaksasai psikologis, dan merasa nyaman; bekerja sebagai counterirritant Kontraktur Mengurangi kontraktur dan meningkatkan rentang pergerakan sendi dengan lebih memungkinkan terjadinya sintesis otot dan jaringan penyambung. Kaku sendi Mengurangi kaku sendi dengan menurunkan viskositas dan meningkatkan distensibilitas 2.3.3 Kontraindikasi Tentukan adanya kondisi yang merupakan kontraindikasi pemberian kompres hangat yaitu :

1. 24 jam pertama setelah cedera traumatik, panas akan meningkatkan pendarahan.


2. Pendarahan aktif. Panas menyebabkan Vasodilitasi dan meningkatkan

pendarahan. 3. Edema noninflamasi. Panas meningkatkan permeabilitas kapiler dan edema. 4. Tumor ganas terlikalisasi. Karena panas mempercepat metabolisme sel, pertumbuhan sel, dan meningkatkan sirkulasi, panas dapat mempercepat metastase (tumor skunder). 5. Gangguan kulit yang menyebabkan kemerahan atau lepuh. Tentukan adanya kondisi yang mengindikasikan perlunya tindakan

kewaspadaan khusus selama pemberian kompres hangat : 1. Kerusakan neurosensori. Individu yang memilki kerusakan sensori tidak mampu merasakan bahwa panas merusak jaringan dan berisiko mengalami luka bakar, atau mereka tidak mampu merasakan

ketidaknyamanan akibat dingin dan tidak mampu mencegah terjadinya cidera jaringan.
2.

Gangguan status mental. Individu yang mengalami konfusi atau

perubahan tingkat kesadaran membutuhkan pemantauan dan superfisi selama pemberian kompres untuk memastikan keamanan terapi tersebut bagi klien. 3. Gangguan sirkulasi. Individu yang memiliki penyakit pembuluh darah parifer, diabetes atau gagal jantung kongestif kurang memiliki

kemampuan untuk menghilangkan panas melalui sirkulasi darah, yang membuat mereka berisiko mengalami kerusakan jaringan akubat kompres panas. Kompres dingin dikontraindikasikan pada individu ini. 4. Luka terbuka. Jaringan disekeliling luka terbuka lebih sensitif terhadap panas dan dingin.

2.3.4 SOP pemberian kompres hangat


Pemberian Kompres Hangat

PENGERTIAN TUJUAN

Memberikan rasa hangat pada klien dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukan 1. Memperlancar sirkulasi darah 2. Menurunkan ketegangan otot 3. Memberi rasa hangat dan tenang 1. Pasien dengan radang dan kaku sendi 2. Kejang otot Perawat Kom berisi cairan hangat (40oC) Washlap bersih Pengalas

KEBIJAKAN PETUGAS PERALATAN

PROSEDUR PELAKSANAAN

A.

B.

C.

D.

Handuk pengering Tahap Pra Interaksi 1. Melihat keadaan umum klien 2. Melihat intervensi keperawatan yang telah diberikan oleh perawat 3. Mengkaji program terapi yang diberikan oleh dokter Tahap Orientasi 1. Menyapa dan menyebut nama pasien 2. Menanyakan cara yang biasa digunakan agar rileks dan tempat yang paling disukai 3. Menjelaskan tujuan dan prosedur 4. Menayakan persetujuan dan kesiapan pasien Tahap Interaksi 1. Mengatur posisi yang nyaman menurut pasien sesuai kondisi pasien (duduk/berbaring) 2. Mengatur lingkungan yang tenang dan nyaman 3. Masukkan kain washlap pada kom yang berisi air hangat, kemudian peras kain washlap. 4. Bubuhi kompres langsung pada bagian yang harus dirawat. 5. Kompres harus sering diganti paling sedikit 3 menit. 6. Lanjutkan kompres selama 15-20 menit, dengan menggantikan selama 3 menit. 7. Pada akhir perawatan, keringkan bagian yang telah dirawat dengan handuk bersih 8. Tinggalkan klien dalam keadaan dan posisi yang nyaman Tahap Terminasi 1. Mengevaluasi hasil tindakan (rentang gerak sendi) 2. Menganjurkan pasien untuk tindakan bila pasien merasakan kaku sendi 3. Berpamitan pada pasien 4. Mendokumentasikan tindakan dan respon pasien dalam catatan perawatan

Ladion (2005:35)

2.4 kerangka Konsep penelitian Reaki faktor R antibody, faktor metabolic, infeksi dengan kecenderungan virus

Nyeri

Reaksi peradangan

Menbran synovial menebal pannu s Nodul Deformitas sendi

Infiltrasi kedalam os. subcondria

Pola aktivitas terpenuhi

Peningkatan Suhu hangat viskositas cairan distensibilitas Tendon dan sendi Peningkatan rentang gerak ligament PeningkatanfibrosisErosi nekrosis aktivitas masuk Kartilago kartilago sinovial sendi Kerusakan otot hilang Kompres Hangat permukaan sendi Kekakuan sendi Ankilosis Adhesi Terbatasnya gerakan sendi Kekuatan kartilago melemah

Hambatan nutrisi pada kartilago artikularis Penurunan

You might also like