You are on page 1of 4

Curahan Hati Bumi

Karya: Ferry Irawan Kartasasmita

Namaku bumi, aku bukan makhluk hidup tapi anggap saja aku adalah sebuah wadah untuk menampung apa saja dan itupun selama aku masih bisa menampungnya. Untuk sebuah tempat penampungan tak ada salahnyakan aku mempunyai nama? Bukan agar aku dianggap keren, tapi biarlah nama ini menjadi identitasku yang membedakan aku dengan tempat penampungan lain yang berjumlah milyaran di angkasa sana. Usiaku kini menginjak Berapa ya? Hmm aku lupa, aku lupa bukan karena aku tua, tapi karena aku tak mempunyai ukuran waktu untuk mengukur usia, yang kutahu aku sudah berputar-putar tak terhingga sepeti orang gila dan mungkin sudah milyaran kali aku mengitari matahari tanpa bosan dan sedikit terpaksa. Ku sebut terpaksa karena jika aku berhenti dua detik saja untuk beristirahat maka aku akan terlempar jauh dan hancur berkeping seperti kaca yang jatuh dari lantai tiga. Aku lahir bukan dari hasil keintiman seorang ayah dan ibu, lantas bukan berarti aku merupakan anak haram tentunya. Tetapi karena aku lahir membelah diri layaknya Amoeba

Curahan Hati Bumi


Karya: Ferry Irawan Kartasasmita
hasil dari ledakan yang maha dahsyat yang sering disebut Big Bang. Dan tentunya ini semua atas ijin sang kuasa, Sang Pencipta angkasa raya yang maha luas dan tak terhingga.

Atas ijin Sang Kuasa pulalah aku memiliki kekuatan yang tak bisa diukur oleh logika karena aku sanggup berputar-putar dan melingkar tanpa istirahat sedetikpun. Setelah ledakan, kami yang awalnya padu, berpisah menjadi kepingan yang saling menjauh dan mengembang. Sekarang yang kutahu aku memiliki tetangga baik seperti Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan lain-lain di komplek yang aku beri nama Tata Surya. Sisanya aku tak mengenal tetanggaku di komplek lain, karena jaraknya yang membuat aku gila jika mengukurnya dengan diameter tubuhku, yang kutahu mereka juga berputar dan berkeliling sama sepertiku. Tapi tak jarang mereka saling bertabrakan dan menghancurkan, bukan karena mereka bertengkar, tapi kecepatan berlari kami yang sangat tinggi sehingga membuat kami tak sanggup lagi untuk menghindar. Tentunya ini semua atas ijin Sang Kuasa, Tuhan-lah yang mengendalikan kami. ***** Selama ini aku diisi beraneka macam makhluk, pada awalnya aku seperti kota mati, tak ada yang menempatiku, karena kondisiku yang dingin dan membekukan apa saja yang mencoba bergerak walaupun selangkah saja. Kejam sekali aku saat itu, tapi setelahnya aku mulai ditinggali beraneka macam mikroba atau makhluk bersel satu. Aku lupa nama-nama mereka, tapi yang jelas ukuran mereka sangat kecil sampaisampai aku tak mampu melihat walaupun jumlah mereka hampir memenuhi tubuhku. Perkembangan selanjutnya mereka bertranformasi menjadi makhluk-makhluk aneh yang beraneka bentuk dan rupa. Sampai pada akhirnya aku diisi oleh para binatang berbadan besar dan kekar. Aku merasa digelitiki bahkan dicubit kecil ketika mereka berjalan menjelajahi tubuhku. Tapi sayang mereka tak dapat hidup berlangsung lama, ini bermula ketika banyak kutu-kutu loncat yang tanpa ijin mendarat ditubuhku hingga akibat tingkah kurang ajar mereka sebagian tubuhku meledak dan terbakar, setelah itu tubuhku diselimuti oleh asap hitam yang menutupi sinar matahari yang masuk. Ketika asap itu mulai menghilang, aku terkejut dan histeris. Aku melihat binatang besar dan kekar itu menghilang, sebagian tinggal tulang belulang, sebagian masih bisa hidup walaupun mereka terus berevolusi dari hari kehari. Aku sangat sedih atas kehilangan mereka, tubuhku kini kembali sepi, tak ada yang menggelitiki tubuhku lagi. Tak berlangsung lama aku baru tahu kutu-kutu loncat itu bernama Meteor. Kurang ajar sekali mereka, tapi ternyata kutu-kutu itu datang atas perintah Tuhan.

Curahan Hati Bumi


Karya: Ferry Irawan Kartasasmita
Aku tak bisa protes dan mengumpat lagi, aku hanya diam dan menerima. Itulah respon terbaikku. Tak berlangsung lama aku kembali diisi oleh makhluk kecil, berkaki dua dan berjalan tegak. Pada awalnya aku mengira ini tak akan menjadi masalah. Karena ketika diisi oleh binatang besar saja aku sanggup menampungnya, apalagi makhluk kecil ini. Kuucapkan saja selamat datang kepada makhluk yang berjalan tegak ini. Itu mungkin curahan hati masa laluku, sekarang kondisiku telah berbeda. Baru ku sadari para makhluk berjalan tegak itu ternyata segelintirnya merupakan makhluk yang lebih kurang ajar dari pada para kutu loncat yang dulu menghujami tubuhku. Dulu aku kira mereka tak akan terlalu menggangguku, akupun turut senang ketika mereka bisa memanfaatkan setiap jengkal tubuhku untuk kehidupan mereka. Ada yang bertani, mencari ikan di sungai dan di laut atau menebang pepohonan untuk tempat tinggal mereka. Akan tetapi sekarang? Mereka telah lancang.

*****
Lamunan ku tersadarkan ketika pohon datang dengan langkah akar yang gontai. Apa kabar kamu pohon? Kenapa kamu kelihatan murung seperti orang yang sedang terkurung? Kondisiku makin hari makin terpuruk mi, dulu ketika mereka menebang aku untuk membuat tempat berteduh mereka, aku dengan senang hati mengikhlaskan bagian dari kami mereka renggut. Tapi kini, beberapa tahun yang lalu mereka merenggut keluarga dan sahabatku dengan membabi buta entah untuk apa, kini mereka lagi-lagi membunuh sebagian kami dengan dalih pembukaan lahan untuk pertambangan, pembangunan kota, lahan pertanian dan beribu alasan yang membuat keluarga dan sahabatku semakin berkurang dan menghilang. Umpat Pohon panjang lebar. Akupun merasakan demikian hon, engkau yang menghujamkan akar jauh sebelum mereka datang tak membuatku sakit dan terluka. Padahal engkau menghujamkan akar hingga puluhan meter kedalam tubuhku. Aku tak merasa terganggu, malah aku senang, engkau telah menguatkan aku, engkau telah menyangga bumi, menghalau dan menyerap air yang datang berlebih, sehingga aku tak menjadi hancur dan luluh, isak bumi mulai mengalir membanjiri sungai. Tetapi mereka yang datang seenaknya mulai menyiksa aku, keluarga dan sahabatmu yang ditebang telah membuat tubuhku rawan longsor, gas buang hasil kegiatan mereka telah membuat ozon menipis dan menjadikan aku seperti roti bakar kepanasan. Bukan itu saja, batuan mineral yang ada dalam tubuhku mereka ambil dengan paksa dan dengan rakusnya. Hingga rasanya tubuhku seperti ditusuk-tusuk, mataku seperti dicongkel,

Curahan Hati Bumi


Karya: Ferry Irawan Kartasasmita
kakiku seperti diamputasi tanpa anestesi. Mereka sangat sadis ternyata, Para makhluk yang berjalan tegak itu sebenarnya mereka hanya peminjam, yang berfikir bahwa merekalah sang pemilik. Tak cukup itu saja, mereka mulai menumpuk disuatu wilayah, membangun bangunan menjulang tinggi, hingga dadaku susah bernafas karena sesaknya mereka membuat rumah-rumah. Sungai-sungaipun mulai mereka cemari dengan air hitam hasil kegiatan mereka, airnya bau dan rasanya sama sekali tak pantas untuk dilihat apalagi diminum. Mereka hampir menghancurkan tubuhku. Walaupun aku sadari tidak semua makhluk berjalan tegak itu yang menyiksa tubuhku, ada segelintir orang pula yang mencoba menolong dan mengobati aku. Tandas bumi Mendengar kisahmu bumi, aku mencoba menyimpulkan dengan kata-kata yang diucapkan oleh Mahatma Gandhi salah seorang dari makhluk berjalan tegak juga, dia bilang Bumi cukup untuk memenuhi kebutuhan kita semua, namun ia tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan segelintir orang yang tamak. Sahut pohon mantap. Aku berharap semoga mereka sadar dan memperbaiki sifat dan kelakuan mereka, ini bukan untuk aku, tapi untuk kelangsungan hidup mereka juga. Oh yaa, kamu tahu gak hon siapa nama makhluk berkaki dua dan berjalan tegak itu? Manusia. Pungkas pohon mengakhiri percakapan kami (Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Lambung mangkurat / Unlam ) Terima kasih telah membaca artikel ini, semoga anda bukan bagian dari orang orang yang telah merusak bumi, Sekali lagi saya ucapkan terima kasih

You might also like