You are on page 1of 18

MAKALAH SISTEM PENCERNAAN HAEMOROID

Pembimbing : Edy.S. S.Kep.Ns.M.Mkes Disusunoleh : 1. Aliefi Masari 2. Eka Yuli Anggraini 3. Izzudin Alqosam 4. M.Arfi Ferry 5. Muji Cahyono

PRODI S1 KEPERAWATAN (2A) STIKES DIAN HUSADA MOJOKERTO TAHUN AKADEMI 2010-2011

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN HAEMOROID

A. Definisi Haemoroid adalah dilatasi vena hemoroidas interior dan superior. (kamus saku kedokteran dorland, 1998) Haemoroid merupakan pelebaran dan berkelok keloknya pembuluh darah balik vena didaerah anus atau bisa juga diartikan varises pada vena haemorroidalis yang terdapat didalam rektum. (marilyn doengoes, 1999) B. Faktor resiko 1. Umur Pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh juga oto sfinfter menjaditipis dan atonis 2. Keturunan Dinding pembuluh darah yang lemah dan tipis 3. Pekerjaan Orang yang harus berdiri, duduk lama, atau harus mengangkat barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid 4. Mekanis Semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen, misalnya penderita hipertrofi, konstipasi, menahun dan sering mengejan pada waktu defekasi 5. Endokrin Pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan oleh karena ada sekresi hormon relaksin 6. Fisiologi Bendungan pada peredaran darah portal, miasalnya pada penderita sirosis hepatis

C. Etiologi Faktor penyebab haemoroid adalah 1. Mengejan pada waktu deferasi 2. Peningkatan tekanan intra abdomen a. Kehamilan b. Konstipasi c. BAB jongkok 3. Diare 4. Sering mengankat beban berat 5. Herediser 6. Asupan serat yang kurang D. Klasifikasi haemoroid 1. Haemorrohoid Interna (HI) Terjadi varises pada vena haemoridalis superior dan media dan letaknya didalam atau di atas springter. Diklasifikasikan dalam 3 derajat : Derajat I : Varisesnya tidak menonjol ke luar anus dan hanya dapat di temukan dengan protoskopi, tampak sebagai pembebgkakan globular

kemerahan. Derajat II : Dapat terjadi plorapsus melalui anus setelah defekasi dapat mengecil secara spontan atau dapat di reduksi (di kembalikan ke dalam ) secara normal. Derajat III : Plorapsus secara permanen. Derajat IV : Hemoroid yang keluar tapi tidak dapat masuk kembali atau tidak dapat keluar kembali tetapi biasanya tidak sakit. 2. Haemorrohoid Eksternal (HE) Terjadi varises vena hemoroidalis inferior dan letaknya dibawah bagian luar spingter.

Diklasifikasikan sebagai H.E akut dan H.E kronik; Akut : Nampak bengkak kebiru-biruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma. Bentuk ini sangat nyeri dan gatal karena ujung syaraf pada kulit merupakan reseptor nyeri dan diobati dengan kompres duduk panas, Analgesik. Bahkan anastesi lokal untuk mengangkut trombus. Kronik : Berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah. E. Anatomi dan fisiologi pada anus

Rectum adalah bagian terminal dari intestinum crasum yang merupakan kelanjutan dari kolon sigmoid. Rectum terletak di linea mediana sebelum anterior dari sacrum. Rectum dibagi menjadi 2 bagian yaitu rectum propilim dan canalis analis. Rectum panjangnya 15-20 cm dan dan berbentuk huruf S. Mula-mula mengikuti cembung tulang kelangkang, fiekswa sakralis, kemudian membelok kebelakang pada ketinggian tulang ekor dan melintas melalui dasar panggul pada fleksura perinealis. Akhirnya rektum menjadi kanalis analis dan berakhir jadi anus. Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar. Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh dua sfingter: 1. Sfingter interna, dikendalikan oleh saraf otonom 2. Sfingter eksterna, dikendalikan oleh sistem saraf volunter

Defekasi dikendalikan oleh sfingter eksterna dan interna. Refleks defekasi terintegrasi pada medula spinalis segmen sakral ke dua dan ke empat. Otot sfingter eksterna dan interna berelaksasi pada waktu anus tertarik ke atas melebihi masa fesses. Defekasi dapat di hambat oleh kontraksi volunter otot sfingter eksterna dan levator. Bila defekasi tidak sempurna, rectum menjadi rileks dan keinginan devekasi menghilang. Air tetap terus diabsorbsi dari masa feses, sehingga feses menjadi keras dan menyebabkan lebih sukarnya defekasi. Tekanan pada feses yang berlebihan menyebabkan timbulnya kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna sehingga terjadi hemoroid (vena varikosa rectum) (price,2006; 458-459)

F. Patofisiologi
Terlalu banyak duduk Mengejan yang kronis Stuwing vena Kurang olah raga Batuk yang kronis Akibat portal hipertension

Penekanan pada vena

Penurunan kelancaran aliran darah pada vena

Terjadi pelebaran vena dan berkelok-kelok

Haemorrhoid

BAB keras

Perdarahan terus menerus

Tindakan Op haemorrhoidectomy

Mengenai saraf di anus

Penurunan kadar Hb

Terputusnya sensitivitas jaringan Nyeri Resiko terjadinya infeksi Gg. Keb. Istirahat (tidur) Intoleransi aktivitas

BAB ditahan

Anemis Intoleransi aktivitas Gg. cairan elektrolit -

Gg. pola BAB

Sumber : Brunner dan sunddarth. (2001) . Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: EGC

G. Tanda dan Gejala 1. Adanya perdarahan saat defekasi 2. Adanya trauma feses yang keras 3. Darah merah segar, tidak tercampur feses 4. Anemia 5. Prolaps saat defekasi 6. Nyeri timbul bila terjadi Trombus Edema Peradangan

7. Adanya rasa gatal-gatal

H. Komplikasi 1. Terjadinya peradangan dari kanal anal 2. Terjadinya trombusis 3. Peradangan 4. Terjadinya anemia 5. Strangulasi pada anal

I. Pemeriksaan penunjang 1. Colok dubur (Recial Toucher) Dilakukan pada haemorrhoid interna bila tidak ada komplikasi. Tidak teraba benjolan. Ditemukan : Tumor, rasa nyeri, perdarahan. 2. Protoskopi Tujuan : ada tidaknya haemorrhoid 1. 2. 3. letak haemorrhoid besar / kecil haemorrhoid stadium haemorrhoid a. stadium 1 perdarahan per anus

prolaps (-) mikroskopis pelebaran pleksus b. stadium 2 menonjol pada kanal analis saat mengjan ringan prolaps reduksi spontan c. stadium 3 menonjol saat mengejan prolaps reduksi normal d. stadum 4 menonjol keluar saat mengejan prolaps dan tidak dapat direduksi 3. penentuan diagnosa atau tindakan

J. Penatalaksanaan terapi 1. Penatalaksanaan medis a. Non farmakologis Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara memperbaiki devekasi 1) Peningkatan kebersihan diri (PH) 2) Menhindari mengedan berlebihan selama devekasi 3) Diit tinggi serat 4) Untuk mengurangi rasa nyeri dapat menggunakan teknik rendam duduk hangat b. Farmakologis Bertujuan untuk memperbaiki defekasi dan meredakan/menghilangkan keluhan dan gejala Ada 4 macam obat farmakologis 1) Obat-obat yang memperbaiki defekasi Bekerja dengan cara memperbesar volume tinja dan meningkatkan peristaltik usus Misal: vegeta, mulax, mucofalk 2) Obat simpomatik 3) Obat penghenti perdarahan

4) Obat penyembuh dan pencegahan serangan c. Minimal invasif 1) Sekleroterapi Digunakan untuk menghentikan perdarahan. Metode ini dengan

menggunakan zat sklerosan yang disuntikkan pada vasal. Setelah itu sklerosan merangsang pembentukan jaringan parut sehingga menghambat aliran darah ke vena-vena hemoroidalis 2) Hemorrhoidectomi Dilakukan pada klien dengan prolaps permanen, klien dengan tonjolan pada daerah anus yang besar

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat

mengidentifikasi, mengenali masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, social dan lingkungan (Nasrul Effendi, 1995) 1. Pengumpulan data Merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi dari pasien dan sumbersumber lain secara terus menerus selama proses perawatan berlangsung.data yang dikumpulkan meliputi : Identitas Pasien Perlu dikaji nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal MRS, no register dan diagnosa medis. Keluhan utama Biasanya pada pasien haemorrhoid mengeluh perdarahan melalui anus yang berupa darah segar, adanya prolap yang berasal dari tonjolan haemorrhoid, merasa nyeri saat BAB, serta adanya iritasi kronis disekitar anus dan adanya gangguan pada pola eliminasi alvi. 2. Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan sekarang Pasien biasanya datang dengan mengeluh adanya perdarahan segar melalui anus yang terus menerus, merasa nyeri saat BAB, pasien merasa pusing, lemah dan tampak pucat. Riwayat kesehatan dahulu Biasanya pada pasien haenorrohid dikarenakan terlalu banyak duduk, kurang olah raga, dan adanya gangguan pola BAB serta BAB yang sering konstipasi sehingga terlalu banyak mengejan.

Riwayat kesehatan keluarga Umumnya keluarga turut berpengaruh jika ada penyakit keturunan ataupun penyakit menular dalam keluarga. 3. Pola-pola fungsi kesehatan Pola eliminasi Biasanya pasien haemorrhoid mengalami perdarahan lewat anus berupa darah segar dan merasa nyeri saat BAB. Pola aktifitas dan latihan Umumnya pasien haemorrhoid terjadi karena terlalu banyak duduk dan kurang olah raga. Pola kognitif Biasanya pasien sering merasa cemas karena kurang mengerti tentang penyakiy yang dialaminya. 4. Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum Kesadaran, TTV, nyeri b) Pemeriksaan B1-B6 1. Breathing (B1) Inspeksi : PCH +/-, retraksi otot bantu nafas +/-, sianosis +/Palpasi : pergerakan dada kanan+kiri simetris atau tidak, nyeri tekan +/Perkusi : sonor atau hipersonor pada daerah dada Auskultasi : ronchi +/-, whezing +/2. Blood (B2) Inspeksi : perdarahan +/Palpasi : ictus cordis +/-

Perkusi : redup/ pekak Auskultasi : irama galop +/-, S1.S2 tunggal 3. Brain (B3) Inspeksi : bentuk mata simetris/asimetris, sklera ikterik/tidak, pupil isokor/anisokor, conjungtiva anemis/tidak, kulit anemis/tidak Ada tidaknya gangguan sensori 4. Bladder (B4) Gangguan perkemihan +/Nyeri saat berkemih +/Kateter dalam keadaan terpasang atau tidak 5. Bowel (B5) Frekuensi BAB Konsistensi Pemeriksaan abdomen Inspeksi : bentuk simetris/ tidak Auskultasi : frekuensi BU Palpasi : nyeri tekan +/Perkusi : tympani/hipertympani 6. Bone (B6) Pergerakan sendi tanpa ada tahanan +/Kekuatan otot Pemeriksaan oedem

B. Diagnosa Pasca operasi 1. Gangguan pola BAB b/d konstipasi 2. Resiko tinggi terjadinya anemia b/d perdarahan terus menerus 3. Nyeri b/d pelebaran pada vena hemoroidalis 4. Cemas b/d kurangnya pengetahuan tentang perawatan pasca bedah Post operasi 1. Nyeri b/d luka pembedahan 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan 3. Resiko tinggi infeksi b.d adanya luka operasi di daerah anorektal 4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan dirumah 5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan luka post operasi 6. Kerusakan integritas kulit integritas kulit b/d luka pembedahan

C. Intervensi Pasca Operasi Diagnosa 1 : gangguan pola BAB berhubungan dengan konstipasi Tujuan : Pasien akan mempertahankan pola eliminasi BAB yang normal Kriteria hasil : - dalam 1x24 jam klien dapat BAB dengan normal - TTV normal Intervensi : 1) BHSP dengan Px dan keluarga PX R/ menciptakan hubungan saling percaya dalam tindakan keperawatan 2) Berikan dan anjurkan minum kurang lebih 2liter/ hari R/ dengan minum yang banyak, feses akan lebih lunak

3) Berikan dan anjurkan makanan tinggi serat R/ serat melancarkan BAB dan mengurangi konstipasi 4) Anjurkan Px untuk segera BAB bila timbul keinginan untuk BAB R/ menahan BAB dapat menimbulkan konstipasi

Diagnosa 2 : resiko tinggi terjadinya anemia berhubungan dengan perdarahan terus menerus Tujuan : Pasien akan terhindar anemia Kriteria hasil : - konjungtiva tidak anemis - HB normal - CRT < 3 Intervensi : 1) BHSP dengan Pasien dan keluarga Pasien R/ menciptakan hubungan saling percaya dalam melakukan tindakan keperawatan 2) Lihat tingkat perdarahan Px R/ perdarahan yang banyak dapat mengakibatkan anemia 3) Observasi TTV R/ mengetahui keadaan umum dan menentukan pengobatan selanjutnya 4) Berikan makanan tinggi serat R/ nutrisi yang cukup dapat membantu memulihkan anemis 5) Bila anemia berat kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi cairan RL dan tranfusi R/ cairan RL untuk menghindari drehidrasi dan tranfusi untuk mengembalikan HB normal Post operasi Diagnosa 1: Nyeri berhubungan dengan luka pembedahan Tujuan : rasa nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan dalam waktu 3x24 jam

Kriteria hasil : - Pasien mengatakan rasa nyeri berkurang - Pasien tidak tampak menyeringai kesakitan - Keadaan umum Px baik - Skala nyeri 0 3 - Pasien tampak tenang, rileks dan tidak gelisah Intervensi: 1) Lakukan pendekatan pada Pasien dan keluarga R/ Pasien dan keluarga dapat kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan 2) Kaji keluhan nyeri termasuk lokasi, lamanya, intensitas dan tingkat nyeri R/ Membantu mendiagnosa, etiologi dan terjadi komplikasi 3) Oberservasi TTV dan perhatikan keluhan Pasien R/ Agar dapat mengetahui kondisi perubahan secara dini untuk melaksanakan tindakan selanjutnya 4) Anjurkan Pasien untuk relaksasi dan distraksi R/ Membantu Pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatiannya sehingga menurunkan nyeri dan ketidak nyaman 5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgesik R/ Membantu menurunkan nyeri dan meningkatkan rasa nyaman

Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan Tujuan : tidak terjadi gangguan mobilitas setelah dilakukan perwatan 1x24 jam Kriteria hasil : klien mampu melakukan aktivitas sesuai keadaan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Klien dapat mempertahankan posisi yang fungsional Intervensi : 1) Kaji kemapuan klien terhadap aktivitas R/ untuk mengetahui seberapa kemampuan klien 2) Anjurkan pada klien untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap R/ untuk menghindari kekakuan pada otot 3) Hindari duduk dengan posisi yang tetap dalam waktu lama R/ menghindari regangan pada anorectal

4) Lakukan ROM R/ untuk menghindari kekakuan pada ekstremitas 5) Ubah posisi secara periodik sesuai dengan keadaan klien R/ Mencegah terjadinya luka dekubitus atau komplikasi kulit

Diagnosa 3 : Resiko tinggi infeksi b.d adanya luka operasi di daerah anorektal Tujuan : Tidak terjadi infeksi setelah perawatan 2x24 jam Kriteria hasil : - Luka sembuh dengan baik. - Tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi 1) Observasi tanda-tanda vital. R/ Peningkatan nilai tanda-tanda vital merupakan indikator dini proses infeksi. 2) Berikan rendaman duduk setiap kali setelah buang air besar selama 1-2 minggu R/ Mematikan kuman penyebab infeksi 3) Kaji daerah operasi terhadap pembengkakan dan pengeluaran pus. R/ Merupakan tanda-tanda infeksi. 4) Ganti tampon setiap kali setelah bab. R/ Mencegah infeksi 5) Kolaborasi untuk pemberian terapi antibiotika. R/ Membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi.

Diagnosa 4 : Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan dirumah Tujuan : Pasien dapat menyatakan atau mengerti tentang perawatan dirumah. Intervensi 1) Diskusikan pentingnya penatalaksanaan diet rendah sisa. R/ Pengetahuan tentang diet berguna untuk melibatkan pasien dalam merencanakan diet dirumah yang sesuai dengan yang dianjurkan oleh ahli gizi. 2) Demontrasikan perawatan area anal dan minta pasien menguilanginya R/ Pemahaman akan meningkatkan kerja sama pasien dalam program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan terhadap penyakitnya.

3) Berikan rendam duduk sesuai pesanan R/ Meningkatkan kebersihan dan kenyaman pada daerah anus (luka atau polaps). 4) Bersihakan area anus dengan baik dan keringkan seluruhnya setelahdefekasi. R/ Melindungi area anus terhadap kontaminasi kuman-kuman yang berasal dari sisa defekasi agar tidak terjadi infeksi. 5) Berikan balutan R/ Melindungi daerah luka dari kontaminasi luar. 6) Diskusikan gejala infeksi luka untuk dilaporkan kedokter. R/ Pengenalan dini dari gejala infeksi dan intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius. 7) Diskusikan mempertahankan difekasi lunak dengan menggunakan R/ Mencegah mengejan saat difekasi dan melunakkan feces. 8) Jelaskan pentingnya menghindari mengangkat benda berat dan mengejan. R/ Menurunkan tekanan intra abdominal yang tidak perlu dan tegangan otot. D. Evaluasi 1) Tidak adanya gangguan pola BAB 2) TTV normal 3) Nyeri teratasi 4) HB normal 5) Anemis (-)

DAFTAR PUSTAKA 1. Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, penerbit buku kedokteran EGC, Jakrta, 1999. 2. Carpenito Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, 2001. 3. Engram, Barbara .(1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah vol.1 Jakarta: EGC 4. Brunner dan suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC

You might also like