You are on page 1of 4

TONSIL Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin waldeyer.

Jaringan limfoid yang mengelilingi faring, pertama kali digambarkan anatominya oleh Heinrich von Waldeyer, seorang ahli anatomi Jerman. Tonsila palatinA lebih padat dibandingka jaringan limfoid lain. Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil Gerlachs). Tonsil palatina adalah massa jaringan limfoid yang terletak didalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Di inferior akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan lateral dinding faring. Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan. Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas kearah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah kearah hipofaring, sehingga sering menyebabkan sering terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama yaitu: 1) jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf, dan limfa, 2) folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda dan 3) jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadium. Perdarahan tonsil didapatkan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1. Maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A palatina asenden, 2. A maksilaris interna dengan cabangnya A palatina desenden, 3. A lingualis dengan cabangnya A. Lingualis dorsalis, 4. A faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh A. Lingualis dorsal dan bagian posterior oleh A palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A tonsilaris, kutub atas tonsil diperdarahi oleh A faringeal asenden dan A palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui vena disekitar kapsul tonsil,vena lidah dan pleksus faringeal serta akan menuju v jugularis interna. Persarafan tonsil didapat dari serabut saraf trigeminus melalui ganglion sfenopalatina dibagian atas dan saraf glosofaringeus dibagian bawah. Aliran limfe dari dari tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior dibawah M sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada. Struktur histologi tonsil sesuai dengan fungsinya sebagai organ imunologi. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limposit yang sudah disentisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu: 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. IMUNOBIOLOGI TONSIL Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 10 tahun. Pada usia lebih dari 60 tahun Ig-positif sel B dan sel T sangat berkurang di semua kompartemen tonsil. Selain itu juga terjadi pada sejumlah IDC dan FDC yang merupakan agedependent tonsilar involution. Gambaran struktur imunologis tonsil menunjukkan seluruh elemen yang dibutuhkan untuk sistem imunologi mukosa. Bakteri, virus, atau antigen makanan akan diabsorpsi secara selektif oleh makrofag, sel HLA (+) dan sel M dari tipe tonsil.

Secara sistematik proses imunologis di tonsil terbagi menjadi 3 kejadian yaitu 1) respon imun tahap I, 2) respon imun tahap II, dan 3) migrasi limfosit. Respon imun tahap I terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barier imunologis. Respon imun tonsila palatina tahap ke dua terjadi setelah antigen melalui epitel kripte dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid. Di daerah ekstrafolikular, IDC dan makrofag memproses antigen dan menampakkan atigen terhadap CD4+ limfosit T. Sel TFH kemudian menstimuli limfosit B folikel sehingga berproliferasi dan bermigrasi dari dark zone ke light zone, mengembangkan suatu antibodi melalui sel memori B dan antibodi melalui sel plasma. Sel plasma tonsil juga menghasilkan lima kelas Ig (IgG 65%, IgA 20%, sisanya Ig M, IgD, IgE) yang membantu melawan dan mencegah infeksi. Lebih lanjut, kontak antigen dengan sel B memori dalam folikel limfoid berperan penting untuk menghasilkan respon imun sekunder. Meskipun jumlah sel T terbatas namun mampu menghasilkan beberapa sitokin (misal IL-4) yang menghambat apoptosis sel B. Adapun respon imun berikutnya berupa migrasi limfosit yang berlangsung terus menerus dari darah ke tonsil melalui HEVdan kembali ke sirkulasi melalui limfe. Tonsil berperan tidak hanya sebagai pintu masuk tapi juga keluar bagi limfosit, beberapa molekul adesi (ICAM-1 dan L-selectin), kemokin, dan sitokin. Kemokin yang dihasilkan kripte akan menarik sel B untuk berperan di dalam kripte. TONSILITIS Pengaruh rangsangan bakteri yang terus menerus terhadap tonsil pada tonsilitis kronik menyebabkan sistem imunitas lokal tertekan; menurunnya respon imunologis limfosit tonsil dan perubahan epitel akan mengurangi reseptor antigen. Hal ini menyebabkan kegagalan fungsi tonsil sebagai gatekeeper dan menurunkan respon imunologi tonsil terhadap antigen. Tonsillitis adalah infeksi (radang) tonsil (amandel) yang pada umumnya disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri dan virus). Terbanyak dialami oleh anak usia 5-15 tahun. Tonsillitis, berdasarkan waktu berlangsungnya (lamanya) penyakit, terbagi menjadi 2, yakni Tonsilitis akut dan Tonsilitis kronis. Tonsilitis akut jika penyakit (keluhan) berlangsung kurang dari 3 minggu. Tonsilitis kronis jika infeksi terjadi 7 kali atau lebih dalam 1 tahun, atau 5 kali selama 2 tahun, atau 3 kali dalam 1 tahun secara berturutan selama 3 tahun.. GEJALA DAN TANDA - Tengorokan terasa kering, atau rasa mengganjal di tenggorokan (leher) - Nyeri saat menelan (nelan ludah ataupun makanan dan minuman) sehingga menjadi malas makan. - Nyeri dapat menjalar ke sekitar leher dan telinga. - Demam, sakit kepala, kadang menggigil, lemas, nyeri otot. - Dapat disertai batuk, pilek, suara serak, mulut berbau, mual, kadang nyeri perut, pembesaran kelenjar getah bening (kelenjar limfe) di sekitar leher. - Adakalanya penderita tonsilitis (kronis) mendengkur saat tidur (terutama jika disertai pembesaran kelenjar adenoid (kelenjar yang berada di dinding bagian belakang antara tenggorokan dan rongga hidung). - Pada pemeriksaan, dijumpai pembesaran tonsil (amandel), berwarna merah, kadang dijumpai bercak putih (eksudat) pada permukaan tonsil, warna merah yang menandakan peradangan di sekitar tonsil dan tenggorokan. PENCEGAHAN pencegahan ditujukan untuk mencegah tertularnya infeksi rongga mulut dan tenggorokan yang dapat memicu terjadinya infeksi tonsil. Namun setidaknya upaya yang dapat dilakukan adalah: - Mencuci tangan sesering mungkin untuk mencegah penyebaran mikro-organisme yang dapat menimbulkan tonsilitis.

- Menghindari kontak dengan penderita infeksi tanggorokan, setidaknya hingga 24 jam setelah penderita infeksi tenggorokan (yang disebabkan kuman) mendapatkan antibiotika. Frequently Asked Questions ( FAQ ) Indikasi Tonsilektomi Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi di indikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini indikasi utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil. Berdasarkan the American Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery ( AAO-HNS) tahun 1995 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi : 1. Indikasi absolut a) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas,disfagia berat,gangguan tidur, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal b) abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase, kecuali jika dilakukan fase akut. c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam d) Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi 2. Indikasi relatif a) tonsilitis kronik dengan insidensi 7 atau lebih episode sakit tenggorok akibat tonsilitis dalam 1 tahun atau 5 episode/tahun dalam dua tahun dan 3 episode/tahun dalam 3 tahun. Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan pengobatan medik yang adekuat b) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap pengobatan medik c) Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap -laktamase. 3. Kontraindikasi a) Riwayat penyakit perdarahan b) Resiko anestesi yang buruk atau riwayat penyakit yang tidak terkontrol c) Anemia d) Infeksi akut Komplikasi Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal maupun umum, sehingga omplikasi yang ditimbulkan merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. 1. Komplikasi anestesi Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. Komplikasi yang dapat ditemukan berupa : Laringosspasme Gelisah pasca operasi Mual muntah Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti jantung Hipersensitif terhadap obat anestesi. 2. Komplikasi Bedah a) Perdarahan b) Nyeri c) Komplikasi lain

Dehidrasi,demam, kesulitan bernapas,gangguan terhadap suara (1:10. 000), aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring, lesi dibibir, lidah, gigi dan pneumonia.

You might also like